• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

1

Terbukanya pasar bebas ASEAN Free Trade Associaciont (AFTA) industri otomotif tak hanya berkonsentrasi pada kebutuhan domestik, tetapi terbuka pula peluang memenuhi konsumsi pasar di Asia Tenggara. Pemerintah berharap industri otomotif dapat memberi kontribusi yang semakin besar terhadap pertumbuhan ekonomi.

Industri otomotif merupakan salah satu industri nasional yang ikut berperan dalam pengembangan perekonomian Indonesia. Industri ini memiliki mata rantai yang lengkap, mulai dari pembuatan komponen, produksi dan perakitan kendaraan, jaringan distribusi dan penjualan hingga layanan purna jual. Berkembangnya industri otomotif dan berbagai industri pendukungnya memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan negara. Perkembangan industri otomotif nasional serta potensi pasarnya yang besar dapat menarik minat investor asing untuk mengembangkan investasinya. (Riantani dan Tambunan, 2013)

Krisis keuangan global di Amerika Serikat yang terjadi pada tahun 2008 membawa dampak yang cukup besar terhadap perkembangan industri otomotif.

Tingkat produksi dan penjualan mobil mengalami penurunan masing-masing sebesar 22,6% dan 19,9% pada tahun 2009. Penurunan penjualan ini disebabkan oleh melemahnya nilai rupiah terhadap Dolar AS. Krisis tersebut juga berdampak pada penurunan harga saham yang paling tajam terjadi pada tahun 2008. Pada tahun tersebut juga terjadi kenaikan BBM yang memicu inflasi dan berdampak pada penurunan penjualan serta penurunan harga saham.

Kenaikan BI Rate juga dapat memicu terjadinya penurunan penjualan pada industri ini seperti yang terjadi pada Juli 2013 (Riantani dan Tambunan, 2013).

Dengan naik turunnya kurs Dolar, suku bunga akan naik karena Bank Indonesia akan menahan rupiah sehingga akibatnya inflasi akan meningkat. Kedua, gabungan antara pengaruh kurs Dolar tinggi dan suku bunga yang tinggi akan berdampak pada sektor investasi dan sektor riil (Adiwarman, 2008).

(2)

Namun kekhawatiran timbulnya gejolak ekonomi berupa melemahnya nilai tukar rupiah dan melonjaknya harga minyak di pasar internasional, dapat mempengaruhi target pasar. Karena industri otomotif sangat rentan terhadap perkembangan nilai tukar Rupiah, tapi harus optimis nilai rupiah masih bisa bertahan dibawah Rp10.000 sehingga tidak mempengaruhi harga mobil (Bambang Trisulo, 2005).

Melemahnya rupiah pada tahun 2008, tidak seperti kasus pada tahun 1998 lalu. Sekarang lebih karena pengaruh meningkatnya harga minyak di pasar internasional, sedang dulu akibat ambruknya sistem keuangan ekonomi nasional dan regional. Sehingga gejolak fluktuasi nilai Rupiah kali ini hanya akan bersifat temporer. Fluktuasi nilai tukar rupiah yang masih terjadi disebabkan masih lemahnya tingkat kepercayaan kepada rupiah, kondisi sosial ekonomi yang belum stabil dan fluktuasi harga minyak mentah di pasaran dunia (Wahyu, 2008)

Pengaruh lain krisis keuangan global adalah fluktuasi kurs. Nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dolar Amerika Serikat terus tergerus dan bertahan di atas level Rp10.000 dalam sepekan terakhir. Bahkan, sudah mendekati posisi di Rp10.300 per Dolar AS. (www.fokus.news.viva.co.id) Pelemahan rupiah itu akan membuat pertumbuhan kredit melambat hingga 19 persen dari posisi saat ini di kisaran 22 persen. "Kemudian, hal itu berdampak pula ke perlambatan ekonomi kita," (Tony Prasetiantono, 2013). Hal ini menunjukkan bahwa dampak dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap Dolar AS adalah menurunnya daya beli masyarakat terhadap barang atau kebutuhan sekunder seperti mobil. Pengaruhnya lainnya,yaitu bisa melalui jalur inflasi. Barang-barang semakin mahal, sehingga mengerus daya beli dan tingkat konsumsi masyarakat.

Dampak krisis keuangan global yang riil dan terasa ialah dijualnya saham-saham di Bursa Efek Indonesia oleh para investor asing karena mereka membutuhkan uangnya di negaranya masing-masing, maka IHSG anjlok uang rupiah hasil penjualannya dibelikan Dolar, yang mengakibatkan nilai rupiah semakin turun, harga saham pada berbagai jenis perusahaan juga mengalami penurunan, harga saham perusahaan manufaktur pun mengalami penurunan yang signifikan karena hal tersebut, namun sayang bahwa kenyataan yang kasat mata

(3)

ini tidak mau diakui oleh pemerintah, sehingga pemerintah memilih membatasi Bursa Efek dalam ruang geraknya dengan cara mengekang Bursa Efek demikian rupa, sehingga praktis fungsi Bursa Efek ditiadakan. (Kwik Kian Gie, 2008)

Variabel makroekonomi lainnya yang dapat mempengaruhi pertumbuhan harga saham perusahaan adalah tingkat inflasi. Tingkat inflasi yang tinggi menyebabkan harga barang-barang mengalami peningkatan, sehingga daya beli masyarakat menurun. Hal ini akan menurunkan minat investor untuk berinvestasi.

Jika minat investor untuk berinvestasi pada perusahaan turun, maka akan terjadi penurunan harga saham perusahaan. (Riantani dan Tambunan, 2013)

Harga saham perusahaan manufaktur berfluktuasi setiap tahunnya.

Berdasarkan data gabungan industri bermotor Indonesia (Gaikindo), harga saham Astra Indonesia turun 5,04% menjadi Rp 68.700 dari Rp 72.350. harga saham Indomobil turun 5,08% menjadi Rp 14.000 dari Rp 14.750. Hal ini langsung berpengaruh pada kinerja saham-saham produsen dan komponen otomotif.

(Riantani dan Tambunan, 2013).

Ada dua pengaruh langsung krisis keuangan global terhadap perekonomian di negara Indonesia. Pertama pengaruh terhadap keadaan indeks bursa saham Indonesia. Kepemilikan asing yang masih mendominasi dengan porsi 66%

kepemilikan saham di BEI, mengakibatkan bursa saham rentan terhadap keadaan keuangan global karena kemampuan finasial para pemilik modal tersebut (Tempo Interaktif, 2008). Kedua, dibidang ekspor impor. Amerika Serikat merupakan negara tujuan ekspor nomor dua setelah Jepang dengan porsi 20%‐30% dari total ekspor (Depperin, 2008 pada Endah Purnamasari 2012). Dengan menurunnya kinerja ekonomi Amerika Serikat secara langsung akan mempengaruhi ekspor impor negara Indonesia juga.

Saham menjadi salah satu alternatif investasi di pasar modal yang paling banyak digunakan oleh para investor karena keuntungan yang diperoleh lebih besar dan dana yang dibutuhkan untuk melakukan investasi tidak begitu besar jika dibandingkan dengan obligasi. Tujuan perusahaan melakukan investasi saham adalah untuk memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham dengan cara

(4)

memaksimalkan nilai saham perusahaan yang pada akhirnya akan mencerminkan harga saham tersebut.

Harga saham mencerminkan juga nilai dari suatu perusahaan. Perusahaan dengan prestasi baik, akan mengakibatkan sahamnya banyak diminati investor.

Prestasi yang baik dapat dilihat dalam laporan keuangan yang dipublikasikan oleh perusahaan (emiten). Emiten berkewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan pada periode tertentu. Laporan keuangan ini sangat berguna bagi investor untuk membantu dalam pengambilan keputusan investasi, seperti menjual, membeli, atau menanam saham. Saham-saham yang disukai investor yaitu saham-saham dengan fundamental perusahaan yang baik, banyak diperdagangkan, dan harganya naik.

Beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji variabel yang sama pun menunjukkan hasil penelitian yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Fachrudy (2011) menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat inflasi yang menunjukkan tidak berpengaruh terhadap variabel harga saham. Hal tersebut tidak selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria, Apriani dan Hari (2013) yang menunjukkan bahwa variabel tingkat inflasi berpengaruh secara parsial walaupun menunjukkan angka yang lemah serta penelitian yang dilakukan oleh Joven dan Trisnadi (2012) menyimpulkan bahwa variabel inflasi berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizky (2012) yang menyimpulkan bahwa tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perbankan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul :

“PENGARUH NILAI TUKAR (IDR/USD), TINGKAT SUKU BUNGA (BI RATE), DAN TINGKAT INFLASI TERHADAP HARGA SAHAM SEKTOR OTOMOTIF YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI) PERIODE 2008-2012”

(5)

1.2 Identifikasi Masalah

Sesuai dengan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan nilai tukar Rupiah per Dolar AS, Tingkat suku bunga (BI RATE), dan Tingkat Inflasi terhadap Harga Saham Sektor Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012?

2. Bagaimanakah pengaruh nilai tukar Rupiah per Dolar AS, Tingkat Suku Bunga (BI RATE), dan Tingkat Inflasi berpengaruh secara simultan terhadap Harga Saham Sektor Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012?

3. Bagaimanakah pengaruh nilai tukar Rupiah per Dolar AS, Tingkat Suku Bunga (BI RATE), dan Tingkat Inflasi berpengaruh secara parsial terhadap Harga Saham Sektor Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan masukan tentang pengaruh nilai tukar Rupiah per Dolar AS, tingkat suku bunga (BI RATE), dan Tingkat Inflasi terhadap harga saham Sektor Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)

1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan pengaruh nilai tukar Rupiah per Dolar AS, Tingkat Suku Bunga (BI RATE) dan Tingkat Inflasi secara simultan terhadap Harga Saham Sektor Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2012.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dan mengukur pengaruh nilai tukar Rupiah per Dolar AS, Tingkat Suku Bunga (BI RATE) dan Tingkat Inflasi secara simultan terhadap Harga Saham Sektor Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2012.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh dan mengukur pengaruh nilai tukar Rupiah per Dolar AS, tingkat suku bunga (BI RATE) dan Tingkat Inflasi

(6)

secara parsial terhadap Harga Saham Sektor Otomotif yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2008-2012.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan berguna untuk :

1. Penulis, yaitu menambah wawasan pengetahuan dan daya nalar sebagai bagian dari proses pembelajaran, sehingga dapat memahami bagaimana sebenarnya aplikasi dan teori-teori yang telah diperoleh selama kuliah dibandingkan dengan praktik sesungguhnya.

2. Bagi pelaku bisnis dan praktisi keuangan, hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi informasi yang menarik dan menjadi salah satu masukan dalam mempertimbangakan keputusan investasi.

3. Emiten, sebagai bahan pertimbangan dalam mempertahankan kinerja perusahaan dengan mengantisipasi fluktuasi nilai tukar, dan suku bunga.

4. Bagi akademisi dan peneliti di bidang keuangan di Indonesia, hasil studi ini dapat dijadikan salah satu masukan seputar pengaruh variabel makro ekonomi terhadap indeks harga saham dan sektor properti.

5. Lain-lain, untuk menjadikan skripsi ini sebagai referensi dalam memahami atau melanjutkan dan mengembangkan penelitian ini.

1.5 Kerangka Pemikiran

Investasi adalah penempatan uang atau dana dengan harapan untuk memperoleh tambahan atau keuntungan tertentu atas uang atau dana tersebut.

Investasi pada hakikatnya merupakan penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Investasi selalu memiliki dua sisi, yaitu return dan risiko. Risk and return merupakan kondisi yang dialami oleh perusahaan, institusi atau individu dalam keputusan investasi yaitu baik kerugian ataupun keuntungan dalam suatu periode akuntansi. Dalam dunia investasi dikenal adanya hubungan kuat antara risk dan return, yaitu jika risiko tinggi maka return (keuntungan) juga akan tinggi begitu pula sebaliknya jika return rendah maka risiko juga akan rendah (Fahmi, 2009:152).

(7)

Dalam melakukan kegiatan investasi terdapat dua jenis resiko yang harus dipertimbangkan oleh setiap investor seperti yang dikemukakan oleh Halim (2005;42) bahwa resiko sistematis ini merupakan resiko yang tidak dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena fluktuasi resiko ini dipengaruhi oleh faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pasar secara keseluruhan.

Sedangkan risiko tidak sistematis merupakan risiko yang dapat dihilangkan dengan melakukan diversifikasi, karena resiko ini hanya ada dalam satu perusahaan atau industri tertentu.

Dalam analisa ekonomi makro yang biasa disebut fundamental itu adalah pendekatan yang didasarkan pada informasi-informasi yang diterbitkan oleh emiten maupun oleh administrator bursa efek. Dimana kerja emiten dipengaruhioleh kondisi sektor industri berada dan perekonomian secara makro (Abdul, 2005;5).

Kondisi berbagai indikator makro seperti laju inflasi, suku bunga, neraca pembayaran (nilai tukar), cadangan devisa, kondisi pemerintah dan lainnya.

Fluktuasi nilai tukar valuta asing yang tinggi dapat mendorong para investor untuk memanfaatkannya dengan membeli valuta asing tersebut. Demikian juga jika investor menduga akan terjadi devaluasi, maka mereka akan cenderung mengalihkan investasinya ke dalam bentuk valuta asing tersebut (Antonius dan Aris, 2009). Nilai tukar valuta asing adalah harga satu satuan mata uang dalam satuan mata uang lain. Nilai tukar valuta asing ditentukan dalam pasar valuta asing, yaitu pasar tempat berbagai mata uang yang berbeda diperdagangkan.

Pada perdagangan mata uang terdapat kurs beli dan kurs jual, kurs beli menunjukan nilai tukar yang dinyatakan dalam jumlah satuan mata uang negara lain yang harus diserahkan kepada bank atau tempat penukaran uang untuk membeli tiap unit mata uang negara tertentu. Sedangkan kurs jual menunjukan jumlah satuan mata uang negara lain yang akan diterima dari bank atau tempat penukaran uang, jika membeli mata uang negara lain dengan mata uang domestik. Dalam penelitian ini yang digunakan adalah kurs tengah yang merupakan rata-rata dari kurs beli dan kurs jual.

Tingkat kurs rupiah terhadap Dolar AS secara signifikan mempengaruhi kinerja perusahaan yang operasinya banyak menggunakan Dolar AS, dan

(8)

menggunakan bahan baku impor, dan memiliki utang dalam Dolar, misalnya harga saham akan turun seiring dengan menurunnya kinerja perusahaan tersebut. Selain itu kurs juga berpengaruh terhadap investasi investor asing, investor asing akan tertarik untuk berinvestasi di pasar modal ketika harga Dolar AS menguat dan ada kecenderungan untuk melemah.

Melemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika telah memaksa otoritas moneter untuk menaikkan tingkat suku bunga. Hal ini dimaksudkan agar pemegang aset rupiah tidak beralih ke Dolar Amerika (J.Supranto, 2004 : 254).

BI Rate adalah suku bunga dengan tenor satu bulan yang diumumkan oleh Bank Indonesia secara periodik untuk jangka waktu tertentu yang berfungsi sebagai sinyal (stance) kebijakan moneter (Siamat, 2005:139)

Hal ini mungkin dapat terlihat jelas pada sektor otomotif. Dengan melemahnya Rupiah maka tingkat suku bunga BI Rate akan dinaikkan oleh Bank Indonesia hal tersebut dilakukan juga untuk meredam inflasi. Tingkat BI Rate yang semakin tinggi akan diikuti oleh bank-bank baik pemerintah maupun swasta untuk menaikkan tingkat suku bunga pinjaman. Sektor otomotif sangat tergantung pada suku bunga pinjaman. Perusahaan yang tergabung di sektor otomotif akan sulit untuk mengembalikan tingkat pinjaman sehingga kinerja perusahaan tersendat dan akibatnya investor enggan untuk menanamkan modalnya di sektor otomotif dan harga saham perusahaan akan menurun.

Salah satu faktor fundamental ekonomi yang mempengaruhi tingkat suku bunga adalah inflasi. Inflasi dapat dikatakan sebagai keadaan dimana terjadi peningkatan harga umum yang terjadi secara terus-menerus atau keadaan dimana akan terjadi peningkatan harga umum yang berlangsung secara terus-menerus.

Sedangkan, laju inflasi merupakan tingkat perubahan harga secara umum untuk berbagai jenis produk dalam rentan waktu tertentu (Murni, 2006;203).

Menurut Manurung dan Rahardja (2004:96), ada beberapa faktor yang dapat menentukan harga saham sebuah perusahaan. Salah satu diantaranya adalah faktor- faktor ekonomi. Faktor-faktor ekonomi yang paling diperhatikan dalam penentuan harga saham adalah tingkat suku bunga dan nilai tukar.

(9)

Beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji variabel yang sama pun menunjukkan hasil penelitian yang berbeda. Penelitian yang dilakukan Fachrudy (2011) menunjukkan bahwa hanya variabel tingkat inflasi yang menunjukkan tidak berpengaruh terhadap variabel harga saham. Hal tersebut tidak selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Ria, Apriani dan Hari (2013) yang menunjukkan bahwa variabel tingkat inflasi berpengaruh secara parsial walaupun menunjukkan angka yang lemah serta penelitian yang dilakukan oleh Joven dan Trisnadi (2012) menyimpulkan bahwa variabel inflasi berpengaruh signifikan terhadap Indeks Harga Saham Gabungan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Rizky (2012) yang menyimpulkan bahwa tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham perbankan.

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu

NO Nama Peneliti /

Tahun Judul Variabel Hasil

1 Fachrudy Asj'ari (2011)

ANALISIS PENGARUH KURS VALUTA ASING, LAJU INFLASI, DAN SUKU BUNGA TERHADAP HARGA SAHAM INDUSTRI

OTOMOTIF (STUDI KASUS PADA BURSA EFEK INDONESIA)

X1 : Nilai Tukar Valuta Asing ; X2 : Laju Inflasi Nasional ; X3 : Tingkat Suku Bunga BI RATE ; Y : Harga Saham

Variabel kurs valuta asing mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham rata-rata industri otomotif dan variabel tingkat suku bunga BI RATE juga mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap harga saham rata-rata industri otomotif sedangkan laju inflasi tidak berpengaruh secara signifikan

2 Joven Sugianto Liauw, Trisnadi Wijaya (2012)

ANALISIS PENGARUH TINGKAT INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA BI RATE DAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM

X1 : Tingkat Inflasi ; X2 : Tingkat Suku Bunga BI RATE ; X3 : Nilai Tukar

Secara Parsial Tingkat Inflasi tingkat, Suku bunga BI RATE berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap pergerakan IHSG serta Nilai Tukar

(10)

NO Nama Peneliti /

Tahun Judul Variabel Hasil

GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA

Rupiah ; Y : IHSG

Rupiah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap IHSG

3 Ria Astuti, Apriani E.P dan Hari Susanta (2013)

ANALISIS PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA (BI RATE), NILAI TUKAR (KURS) RUPIAH, INFLASI, DAN INDEKS BURSA INTERNASIONAL TERHADAP IHSG (STUDI PADA IHSG DI BEI PERIODE 2008-2012)

X1 : Tingkat Suku Bunga (BI RATE) ; X2 : Nilai Tukar (Kurs) ; X3 : Inflasi ; X4 : Indeks Bursa Internasional ; Y : IHSG

BI RATE memiliki korelasi yang lemah terhadap IHSG, Nilai Tukar Rupiah (kurs) memiliki korelasi yang kuat terhadap IHSG, Inflasi memiliki korelasi yang lemah terhadap IHSG, Indeks Nikkei 225 memiliki korelasi positif terhadap IHSG, Indeks Hang Seng memiliki korelasi positif terhadap IHSG.

4 Rizky Septian (2012)

PENGARUH TINGKAT INFLASI, TINGKAT SUKU BUNGA, DAN NILAI TUKAR (IDR/USD) TERHADAP HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN DI BEI PERIODE 2006-2010

X1 : Tingkat Inflasi, X2 : Tingkat Suku Bunga, X3 : Nilai Tukar, Y:Harga Saham

Secara parsial menunjukan bahwa tingkat inflasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham, tingkat suku bunga berpengaruh negatif signifikan terhadap harga saham dan nilai tukar Rupiah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.

5 Suramaya Suci Kewal (2012)

PENGARUH INFLASI, SUKU BUNGA, KURS DAN PERTUMBUHAN PDB TERHADAP IHSG

X1 : Inflasi, X2 : Suku Bunga, X3 : Kurs, X4 : Pertumbuhan PDB, Y : IHSG

Hanya kurs yang berpengaruh signifikan terhadap IHSG sedangkan tingkat inflasi, suku bunga BI RATE dan perrtumbuhan PDB tidak berpengaruh terhadap IHSG.

(11)

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari paparan di atas adalah bahwa nilai tukar (kurs), tingkat suku bunga dan tingkat inflasi mempunyai pengaruh terhadap harga saham suatu perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyimpulkan kerangka pemikiran dari penelitian ini sebagai berikut:

Sumber : Penulis

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

1.6 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan hipotesis sebagai berikut :

“Adanya pengaruh yang signifikan antara Nilai Tukar (IDR/USD), Tingkat Suku Bunga, dan Tingkat Inflasi baik secara Simultan maupun secara Parsial terhadap Harga Saham pada Sektor Otomotif di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2012”

Investasi

Risiko return

Risiko tidak sistematis

Risiko Sistematis

Harga Saham

1. Risiko pasar

2. Risiko daya beli 1. Risiko mata uang (nilai tukar rupiah per Dolar AS 2. Risiko tingkat suku bunga 3. Risiko Inflasi

(12)

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan metode verifikatif. Dimana pengertian metode deskriptif menurut Uma Sekaran (2009:158) :

“Studi deskriptif dilakukan untuk mengetahui dan menjadi mampu untuk menjelaskan karakteristik variable yang diteliti dalam suatu situasi. Tujuan studi deskriptif, karena itu, adalah memberikan kepada penaliti sebuah riwayat atau untuk menggambarkan aspek- aspek yang relevan dengan fenomena perhatian dari perspektif seseorang, organisasi, orientasi industry atau lainnya.”

Sedangkan pengertian metode verifikatif menurut menurut Rasdihan Rasyad (2003:6) yaitu :

“Metode penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan kausalitas antar variabel melalui suatu perhitungan statistik sehingga didapat hasil pembuktian yang menunjukkan hipotesis ditolak atau diterima.”

1.8 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk memperoleh data yang dibutuhkan guna penyusunan skripsi ini peneliti mengambil data objek penelitian pada situs website. Waktu penelitian dimulai pada bulan Oktober 2013 sampai selesai.

Gambar

Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Sedangkan secara parsial variabel suku bunga BI rate dan kurs dolar AS terhadap rupiah memberikan pengaruh negatif dan signifikan terhadap harga saham syariah

Yusnita Jayanti, Darminto dan Nengah Sudjana, Pengaruh Tingkat Inflasi, Tingkat Suku Bunga SBI, Nilai Tukar Rupiah, Indeks Dow Jones, dan Indeks KLSE terhadap Indeks Harga

Variabel ekonomi makro seperti inflasi, nilai tukar Rupiah, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), serta

“Sejauh mana tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, dan tingkat inflasi berpengaruh terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di

Penelitian ini bertujuan untuk menambah studi literatur bagi para investor mengenai bagaimana aspek-aspek makroekonomi seperti suku bunga, inflasi, dan nilai tukar Rupiah

Fitri Ramadani (2016) dengan judul “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Harga Saham” yang dilakukan pada perusahaan sektor properti dan real estate

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Inflasi, Suku Bunga dan Nilai Tukar Terhadap Harga Saham Studi Kasus

1) Model APT signifikan dalam menjelaskan kinerja saham sektor pertambangan. 2) Variabel makroekonomi yaitu: Inflasi, Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, Tingkat