Kajian Stok Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) di Tempat Pendaratan Ikan Barek Motor Kelurahan Kijang Kota Kecamatan Bintan Timur
Kabupaten Bintan
Hardiyansyah
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH, [email protected]
Andi Zulfikar
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH, [email protected]
T. Said Raza’i
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Ikan selar kuning merupakan salah satu hasil tangkapan perikanan di perairan laut Bintan yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Nilai ekonomis yang tinggi ini tentunya dapat mendorong peningkatan penangkapan dan dapat mempengaruhi populasinya. Untuk mempertahankan stok ikan selar kuning yang ada di perairan laut Bintan perlu diadakan upaya pengkajian. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2015 di Tempat Pendaratan Ikan Barek Motor. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi stok ikan selar kuning di perairan laut Bintan dengan mengkaji sebaran frekuensi panjang, parameter pertumbuhan, faktor kondisi, laju mortalitas, dan tingkat eksploitasi. Pengambilan ikan contoh melalui pengukuran panjang total dan berat. Sedangkan data sekunder terdiri dari dokumen atau literatur yang mendukung penelitian. Ikan selar kuning yang diamati berjumlah 600 ekor dengan kisaran panjang antara 16‐30 cm yang terbagi dalam 15 kelas dengan interval kelas yaitu sebesar 1 cm. Persamaan pertumbuhan ikan selar kuning adalah Lt = 340(1-e
[-0.139(t+3.902)]
). Nilai b didapat dari hubungan panjang berat ikan selar kuning 3,605. Pola pertumbuhan ikan selar berupa alometrik positif dengan persamaan pertumbuhan W = 0,0016968*L3.605. Nilai tertinggi dan terendah faktor kondisi yaitu 1,133 dan 0,785. Laju mortalitas total (Z) ikan selar 0,644 per tahun dengan laju mortalitas alami (M) 0,379 per tahun dan laju mortalitas penangkapan 0,27 per tahun sehingga diperoleh laju eksploitasi 0,41.
Selar Yellow Fish Stock Assessment (Selaroides leptolepis) at the Fish Landing Place Barek Motor City District Village Kijang Bintan Bintan
regency East Hardiyansyah
Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH, [email protected]
Andi Zulfikar
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH, [email protected]
T. Said Raza’i
Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan, FIKP, UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
Yellow trevally fish one catches fish in the waters of Bintan that have high economic value. High economic value can certainly boost the fishing and can affect the population. To retain the yellow trevally fish stocks in the sea waters of Bintan there should be efforts to assessment. The research was conducted from April to May 2015 at the Fish Landing Place Barek Motor. The aim of this study was to determine the condition of fish stocks in the sea of yellow trevally Bintan by examining the frequency distribution of the length, the parameters of growth, condition factor, the rate of mortality and the rate of exploitation. Intake of fish samples by measuring the total length and weight. Secondary data consists of documents or literature that supports the research. Yellow trevally fish were observed totaled 600 tail with a range between 16-30 cm long and is divided into 15 classes with class interval that is equal to 1 cm. Yellow trevally fish growth equation was Lt = 340 (1-e [-0139 (t + 3902)]).B values obtained from the weight of the fish length relationship yellow trevally 3.605. Trevally fish growth pattern in the form of positive allometric growth equation W = 0.0016968 * L3.605. The highest and lowest value factor is 1.133 and 0.785 conditions. Total mortality rate (Z) 0.644 trevally fish per year at a rate of natural mortality (M) 0.379 per year and the mortality rate of 0.27 arrests per year in order to obtain the rate of exploitation 0.41.
I. PENDAHULUAN
Ikan selar kuning (selaroides
leptolepis) merupakan salah satu
jenis ikan konsumsi yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan salah satu tangkapan di perairan Kepulauan Riau (Sapira, 2014). Perairan laut Bintan adalah bagian dari perairan Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki hasil tangkapan ikan selar kuning yang cukup tinggi. Ikan selar kuning ini termasuk dalam kelompok ikan pelagis kecil. Menurut Dirjen Perikanan dalam Rifqie (2007), 63% sumber protein hewani yang dikonsumsi masyarakat Indonesia terutama berasal dari ikan pelagis kecil. Selain berperan penting dalam pemenuhan gizi, ikan selar kuning juga berperan penting dalam peningkatan lapangan kerja masyarakat melalui jasa perniagaan ikan tersebut. Hal ini tentunya dikhawatirkan akan mendorong terjadinya penangkapan yang berlebihan terhadap ikan selar kuning di perairan laut Bintan. Oleh karena itu, perlu dilakukan langkah-langkah pengelolaan terhadap ikan selar kuning agar ketersediaanya dapat terjaga dan berkelanjutan.
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut untuk mengetahui kondisi stok ikan selar kuning di perairan laut Bintan yang didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan Barek Motor.
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang kajian stok ikan selar kuning di perairan laut Bintan yang didaratkan di TPI Barek Motor Kelurahan Kijang Kota Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan dalam pengelolaan ikan selar kuning secara berkelanjutan di perairan laut Bintan dan dapat menjadi bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut.
II. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada waktu bulan April 2015 sampai dengan Mei 2015 dan penelitian ini dilakukan di tempat pendaratan ikan Barek Motor Kelurahan Kijang Kota Kecamatan Bintan Timur Kabupaten Bintan. Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan
No Alat dan bahan Kegunaan 1 Alat tulis Menulis data
penelitian 2 Timbangan digital ketelitian 1 gr Mengukur berat ikan 3 Penggaris 30 cm ketelitian 1 cm Mengukur panjang ikan
4 Camera digital Mengambil dokumentasi penelitian 5 Ikan selar kuning Objek penelitian 6 Formulir kuisioner Data primer 7 Literatur-literatur
yang mendukung penelitian
Data sekunder
Ikan contoh diukur panjang total dan berat basahnya. Analisis data menggunakan bantuan software
FISAT II Ver.1.1.2 yang dikeluarkan
oleh FAO-ICLARM dan secara manual menggunakan software Microsoft Excel. Analisis data yang dilakukan mencakup sebagai berikut:
2.1 Sebaran Frekuensi Panjang Sebaran frekuensi panjang didapatkan dengan menentukan selang kelas, nilai tengah kelas, dan frekuensi dalam setiap kelompok panjang Distribusi frekuensi panjang yang telah ditentukan dalam selang kelas yang sama kemudian diplotkan dalam sebuah grafik.
2.2 Identifikasi Kelompok Ukuran
Metode bhattacharya pada dasarnya terdiri atas pemisahan sejumlah distribusi normal, masing-masing mewakili suatu kohort ikan, dari distribusi keseluruhan, dimulai dari bagian sebelah kiri dari distribusi total. Begitu distribusi normal yang pertama telah ditentukan, ia disingkirkan dari distribusi total dan prosedur yang sama diulangi selama hal ini masih mungkin dilakukan untuk memisahkan distribusi-distribusi normal dari distribusi total (Sparre & Venema, 1999).
2.3 Parameter pertumbuhan (L∞, K) dan t0
Persamaan pertumbuhan Von Bertalanffy dapat dinyatakan sebagai berikut :
Lt = L∞(1 – e [– K ( t-t0)])
Lt adalah panjang ikan pada saat umur t (satuan waktu), L∞ adalah panjang maksimum secara teoritis (panjang asimtotik), K adalah koefisien pertumbuhan (per satuan waktu), t0 adalah umur teoritis pada
saat panjang sama dengan nol. Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol dapat diduga secara terpisah menggunakan persamaan empiris Pauly (Pauly dalam Sparre dan Venema, 1999).
2.4 Hubungan Panjang Berat Hubungan panjang berat digambarkan dalam dua bentuk yaitu isometrik dan alometrik (Hile dalam Effendie, 1997). Untuk kedua pola ini berlaku persamaan :
W = aLb
Untuk mendapatkan parameter a dan b, digunakan analisis regresi linier sederhana dengan Log W sebagai ’y’ dan Log L sebagai ’x’. Untuk menguji nilai b=3 atau b ≠ 3 (b>3, pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjang) atau (b<3, pertambahan panjang lebih cepat dari pada pertambahan berat) dilakukan uji‐t (Sukimin dalam Harmiyati, 2009).
2.5 Faktor Kondisi
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan baik dilihat dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup
maupun untuk bereproduksi. Jika pertumbuhan ikan selar termasuk pertumbuhan isometrik (b = 3), maka nilai faktor kondisi (K) dapat dihitung dengan rumus berikut (Effendie dalam Damayanti, 2010) :
Namun, jika pertumbuhan
allometrik (b ≠ 3) maka digunakan
rumus berikut :
K adalah faktor kondisi, W adalah bobot ikan contoh (gram), L adalah panjang ikan contoh (cm), a dan b adalah konstanta regresi. Jika pertumbuhan bersifat allometrik positif umumnya ikan yang diamati lebih gemuk dibandingkan ikan yang tipe pertumbuhannya allometrik negatif.
2.6 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Laju mortalitas total (Z) diduga dengan rumus empiris Pauly
dalam Sparre danVenema (1999) sebagai berikut : M = 0.8*exp[-0.0152 - 0.279*ln L∞+ 0.6543* ln K + 0.463* ln T] M = e(ln M) Keterangan: M = mortalitas alami F = mortalitas penangkapan E = eksploitasi L∞ = panjang asimtotik K = koefisien pertumbuhan T = rata-rata suhu (oC)
Laju mortalitas penangkapan ditentukan dengan :
F = Z – M
Laju eksploitasi ditentukan dengan membandingkan mortalitas penangkapan (F) terhadap mortalitas total (Z) :
E =
Laju mortalitas penangkapan (F) atau laju ekploitasi optimum menurut Gulland dalam Ningsih (2014) adalah : F optimum = M dan E optimum = 0.5, jika E > 0,5 menunjukkan nilai ekploitasi yang tinggi (over fishing); E < 0,5 menunjukkan nilai ekploitasi yang
masih rendah (under fishing); E = 0,5 menunjukkan pemanfaatan optimum (Sparre dan Vanema 1999).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Sebaran Frekuensi Panjang Sampel ikan selar kuning yang diamati panjang dan beratnya selama dua bulan dari tanggal 5 April 2015 s/d 25 Mei 2015 berjumlah 600 ekor. Sampel diambil setiap minggu dengan jumlah 75 ekor perpengambilan sampel. Panjang minimum ikan pada hasil pengamatan adalah 160 (mm) dan panjang maksimumnya yaitu 300 (mm). Kemudian dilakukan pengelompokkan panjang ikan ke dalam kelas panjang. Hasil dari pengelompokkan didapatkan 15 kelas panjang dengan interval kelas yaitu 100 (mm). Jumlah ikan yang paling banyak tertangkap terdapat pada selang kelas 210-219 mm. Pada Gambar 1 diketahui frekuensi per selang kelas panjang ikan.
Gambar 1. Sebaran Ukuran Panjang Ikan Bulan April s/d Mei
3.2 Parameter pertumbuhan (L∞, K) dan t0
Parameter pertumbuhan dengan menggunakan model von Bertalanffy (K dan L∞) diduga dengan metode Plot Ford-Walford. Metode ini merupakan salah satu metode paling sederhana dalam menduga parameter pertumbuhan dengan interval waktu pengambilan contoh yang sama (King dalam Syakila, 2009) dan memerlukan data panjang rata-rata ikan dari setiap kelompok ukuran panjang (Sparre & Venema 1999). Kelompok ukuran ikan selar kuning dipisahkan dengan menggunakan metode Bhattacharya dengan software Microsoft Excel dan bantuan software FISAT II Ver1.1.2. Dari hasil analisis diketahui bahwa ikan contoh terdiri atas lima kelompok ukuran. Pada Tabel 2
disajikan hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning yaitu panjang rata-rata, jumlah populasi, dan indeks separasi masing-masing kelompok ukuran.
Tabel 2. Sebaran Kelompok Ukuran Ikan Selar Kuning.
Menurut Hasselblad (1966), McNew & Summerfelt (1978) serta Clark (1981) in Sparre & Venema (1999) menjelaskan bahwa indeks separasi merupakan kuantitas yang relevan terhadap studi bila dilakukan kemungkinan bagi suatu pemisahan yang berhasil dari dua komponen yang berdekatan, bila indeks separasi kurang dari dua (I<2) maka tidak mungkin dilakukan pemisahan di antara dua kelompok ukuran karena terjadi tumpang tindih yang besar antar kelompok ukuran tersebut. Dari tabel 2 diketahui nilai indeks separasi dari hasil analisis pemisahan kelompok ukuran ikan selar kuning 0 20 40 60 80 160 180 200 220 240 260 280 300 No. L(t) Jumlah Populasi Standar Deviasi (S) Indeks Separasi (I) 1 171,478 37 2,230 2 192,766 112 3,057 8.052 3 212,094 148 1,835 7.902 4 232,375 88 2,712 8.921 5 244,724 215 1,430 5.963 600 Fr eku en si ( eko r) Selang kelas (mm)
menggunakan metode Bhattacharya sebesar 8,052, 7,902, 8,921, dan 5,963. Hal ini menunjukkan bahwa nilai indeks separasi lebih dari dua (I>2), sehingga hasil pemisahan kelompok ukuran ikan dapat diterima dan digunakan untuk analisis selanjutnya.
Hasil analisis parameter pertumbuhan ikan selar kuning yaitu koefisien pertumbuhan (K) dan panjang infinitif (L∞) serta umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (t0) disajikan pada Tabel
3.
Tabel 3. Parameter Pertumbuhan von Bertalanffy (K, L∞, t0)
No. Parameter Nilai
1. a 44,2
2. b 0,87
3. K (pertahun) 0,139
4. L∞ (cm) 34
5. t0 (tahun) -3,902
Persamaan pertumbuhan von Bertalanffy yang terbentuk untuk ikan selar kuning adalah Lt = 340(1-e[-0.139(t+3.902)]). Panjang total maksimum ikan selar kuning yang tertangkap di perairan laut Bintan yang didaratkan di TPI Barek Motor adalah 300 mm, panjang ini lebih kecil dari panjang asimtotik
(infinitif) ikan selar kuning yaitu 340 mm. Koefisien pertumbuhan (K) ikan selar kuning di TPI Barek Motor adalah 0,139 per tahun. . Ikan ikan yang memiliki koefisien pertumbuhan (K) yang tinggi menyebabkan ikan tersebut cepat mati dikarenakan cepat mencapai panjang asimtotiknya. Ikan yang berumur panjang memiliki nilai k yang rendah sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mencapai panjang asimtotiknya (Sparre & Venema 1999).
Kurva pertumbuhan ikan selar kuning disajikan pada Gambar 2 dengan memplotkan umur (bulan) dan panjang teoritis ikan (cm) sampai ikan berumur 80 bulan.
Gambar 2. Kurva pertumbuhan ikan selar kuning 0,000 50,000 100,000 150,000 200,000 250,000 300,000 350,000 400,000 1 8 15 22 29 36 43 50 57 64 71 78 Lt = 340(1-e[-0.139(t+3.902)]) P an ja n g teo ri ti s ika n ( m m ) Umur (bulan)
Pada saat ikan berumur 79 bulan (6,5 tahun), secara teoritis panjang total ikan adalah 340 mm. Berdasarkan kurva di atas terlihat bahwa laju pertumbuhan ikan selar kuning tidak sama selama rentang hidupnya. Ikan yang berumur muda memiliki laju pertumbuhan lebih cepat dibandingkan ikan yang berumur tua.
Parameter pertumbuhan ikan ini memegang peranan yang penting dalam pengkajian stok ikan. Salah satu aplikasi yang paling sederhana adalah untuk mengetahui panjang ikan pada saat umur tertentu atau dengan
menggunakan inverse persamaan
pertumbuhan von Bertalanffy dapat diketahui umur ikan pada panjang tertentu. Dengan demikian maka
penyusunan rencana pengelolaan
perikanan lebih mudah dilakukan (Syakila, 2009).
3.3 Hubungan Panjang Berat
Analisis hubungan panjang bobot dilakukan untuk melihat pola pertumbuhan individu ikan selar kuning di perairan laut Bintan. Hubungan panjang dan berat ikan selar kuning di perairan laut Bintan dapat dilihat pada Gambar 3.
.
Gambar 3. Hubungan Panjang dan Berat Ikan Selar Kuning
Hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan selar kuning di perairan laut Bintan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil Analisis Panjang dan Berat ikan Selar Kuning
N a b R2 W = aLb Pola Pertumbu han 600 -6,379 3,605 0,958 0,0016968* L3.605 Allometri k positif
Dari hasil analisis hubungan panjang berat pada Tabel 4, diketahui bahwa persamaan hubungan panjang berat ikan selar kuning adalah W = 0,0016968*L3.605. Dari nilai b yang diperoleh yaitu 3,605 dan setelah dilakukan uji t (α = 0.05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan selar kuning memiliki pola pertumbuhan allometrik positif, artinya pertambahan berat lebih cepat
y = 3,605x - 6,379 R² = 0,958 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 0,000 1,000 2,000 3,000 4,000 Be ra t (g r) Panjang (cm)
daripada pertambahan panjang. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh Effendi (1997) dimana ikan dengan pola pertumbuhan allometrik positif apabila nilai b>3.
Sedangkan menurut Bagenal
dalam Febrianti (2013), faktor‐faktor
yang menyebabkan perbedaan nilai b selain perbedaan spesies adalah perbedaan jumlah dan variasi ukuran ikan yang diamati, faktor lingkungan, berbedanya stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut.
3.4 Faktor Kondisi
Faktor kondisi merupakan keadaan atau komontokan ikan yang dinyatakan dalam angka-angka berdasarkan pada data panjang dan berat. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat dari kapasitas fisik untuk kelangsungan hidup dan reproduksi dan dari segi komersil berupa kualitas dan kuantitas daging ikan untuk dikonsumsi (Febrianti, 2013). Nilai rata-rata faktor kondisi
ikan selar kuning berdasarkan kelas panjang disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Nilai Rata-rata Faktor Kondisi Berdasarkan Kelas Panjang Ikan
Nilai rata-rata faktor kondisi selama penelitian yaitu berkisar antara 0,785-1,133. Nilai faktor kondisi ikan selar kuning cukup fluktuatif. Fluktuasi ini diduga lebih dipengaruhi oleh aktivitas pemijahan dan umur yang berbeda-beda. Nilai faktor kondisi ikan di suatu perairan bervariasi. Variasi nilai faktor kondisi tergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan kematangan gonad (Effendie, 2002)
3.5 Mortalitas dan Laju Eksploitasi
Pendugaan konstanta laju mortalitas total (Z) ikan selar kuning dilakukan dengan kurva hasil tangkapan dilinearkan berbasis data
0 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 16 4, 5 18 4, 5 20 4, 5 22 4, 5 24 4, 5 26 4, 5 28 4, 5 30 4, 5
Nilai tengah kelas panjang ikan
Ni la i Fa kt or K on d isi
panjang. Kurva hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Kurva Hasil Tangkapan yang Dilinearkan Berbasis Data Panjang
Untuk pendugaan laju mortalitas alami ikan selar kuning digunakan rumus empiris Pauly (Sparre dan Venema, 1999). Hasil analisis dugaan laju mortalitas dan laju eksploitasi ikan selar dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Laju Mortalitas dan Laju Eksploitasi Ikan Selar Kuning
No. Parameter Nilai (pertahun) 1. Mortalitas total (Z) 0,644 2. Mortalitas alami (M) 0,379 3. Mortalitas penangkapan (F) 0,27 4. Eksploitasi (E) 0,41
Semakin tinggi tingkat eksploitasi di suatu daerah maka mortalitas penangkapannya semakin
besar (Lelono dalam Syakila, 2009). Laju ekploitasi (E) ikan selar di perairan laut Bintan adalah 0,41 per tahun atau 41% per tahun. Jika dibandingkan dengan laju ekploitasi optimum yang dikemukakan oleh Gulland (1983) dalam Sapira (2014) 0,5; maka laju eksploitasi ikan selar kuning di perairan laut Bintan (0,41) masih di bawah nilai optimum tersebut. Hal ini mungkin disebabkan aktifitas penangkapan yang belum optimum di perairan laut Bintan.
IV. KESIMMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pola pertumbuhan ikan selar kuning (Selaroides leptolepis) di perairan laut Bintan yang didaratkan di TPI Barek Motor bersifat allometrik positif (pertambahan berat lebih cepat dibandingkan pertambahan panjang). Persamaan pertumbuhan untuk ikan selar kuning adalah Lt = 340(1-e[-0.139(t+3.902)]). Nilai rata-rata faktor kondisi ikan selar kuning di perairan laut Bintan cukup fluktuatif yaitu berkisar antara 0,785 – 1,133. Mortalitas total (Z) ikan selar kuning sebesar 0,644 dan 0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 0,00 5,00 10,00 15,00 20,00 t(L1+L2/2) ln (f i/ d t)
mortalitas alami (M) sebesar 0,379, serta tingkat eksploitasi bagi perikanan selar kuning sebesar 41%. hal ini menunjukkan bahwa stok ikan selar kuning di perairan laut Bintan masih dalam kondisi yang cukup baik. Kematian ikan selar kuning di perairan laut Bintan lebih disebabkan oleh kematian secara alami.
4.2 Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemijahan, pola distribusi, serta reproduksi mengenai ikan selar kuning khususnya di perairan laut Bintan agar informasi mengenai ikan selar kuning lebih menyeluruh, serta dilakukan pembatasan penangkapan di perairan laut Bintan agar populasi ikan selar kuning di perairan laut Bintan dapat terus meningkat dan terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Arsip Kelurahan Kijang Kota 2015
Damayanti, W. 2010. Kajian Stok Sumberdaya Ikan Selar (Caranx Leptolepis Cuvier, 1833) di Perairan Teluk Jakartadengan Menggunakan Sidik Frekuensi Panjang [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 70 hal.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. 2011. Studi Identifikasi Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau. 981 hal.
Diniah. 2008. Pengenalan Perikanan Tangkap. Departemen Pemanfaatan Suberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 85 hal.
Effendie, M. I. 1997. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta. 163 hal.
Febrianti, Asih. 1991. Kajian Kondisi Ikan Selar (Selaroides Leptolepis)
Berdasarkan Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi di Laut Natuna yang Didaratkan di Tempat Pendaratan Ikan Pelantar KUD Tanjungpinang. [skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang. 102 hal.
Harmiyati, D. 2009. Analisis Hasil Tangkapan Sumberdaya Ikan Ekor Kuning (Caesio Cuning)
Yang Didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 85 hal.
Martasuganda. 2002. Jaring Insang (Gillnet). Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 112 hal.
Muntasib H, et al. 1997. Panduan Pengelolaan Habitat Badak Jawa (Rhinoceros sondaicus Desmarest 1822). Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 15 hal.
Ningsih, SR. 2014. Kajian Stok Kepiting Bakau (Scylla sp) di Ekosistem Pesisir Kampung Gisi Desa Tembeling Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau [skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang. 75 hal.
Rifqie, GL. 2007. Analisis frekuensi panjang dan hubungan panjang berat ikan kembung lelaki (Rastrelliger
kanagurta) di Teluk Jakarta
[skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hal.
Sapira. 2014. Kajian Kondisi Ikan Selar Kning (Selaroide
leptolepis) Berdasarkan
Hubungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi di Pendaratan Ikan Dusimas Desa Malang Rapat [skripsi]. Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang. 69 hal.
Sparre P & Venema SC. 1999. Introduksi pengkajian stok ikan tropis buku‐i manual (Edisi Terjemahan). Kerjasama Organisasi Pangan, Perserikatan Bangsa‐Bangsa dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. 438 hal.
Sulistyo & Basuki. 2006. Metode penelitian. Wedatama Widya Sastra bekerjasama dengan Fakultas Ilmu Budaya UI. Jakarta. 305 hlm.
Sutrisna, A. 2011. Pertumbuhan Ikan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus Forsskal, 1775)
di Perairan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 35 hal.
Syakila, S. 2009. Studi dinamika stok ikan tembang (Sardinella
fimbriata) di perairan Teluk
Palabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 74 hal.
Wahyuningsih & Barus. 2006. Buku Ajar Ikhtiologi. Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara. Medan. 119 hal.
Widodo, J & Suadi. 2006. Pengelolaan sumberdaya perikanan laut. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. 252 hal.
Wijayanti, AT. 2009. Kajian Penyaringan dan Lama Penyimpanan dalam Pembuatan Fish Peptone dari Ikan Selar Kuning (Caranx
leptolepis) [skripsi]. Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hal.
http://www.iftfishing.com/blog/manc ing/pemula/jaring-insang-gill-nets/. Gambar jaring insang hanyut. (12 Januari 2015)
http://allinone-by-ince.blogspot.com/2013/03/ar
ticle-12-hasil-hasil-perikanan.html?m=1. Gambar ikan selar kuning. (1 Februari 2015) http://id.m.wikipedia.org/wiki/selar_ kuning. (1 Februari 2015) http://www.dkpkepri.info/index.php? option=com_content&view=a rticle&id=116:komoditas- unggulan-kabupaten- bintan&catid=45:data- perikanan-tangkap&itemid=107. (2 Februari 2015)