• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani persoalan kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah maupun air yang berada dibawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang lama. Secara umum drainase didefenisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan.

Drainase perkotaan adalah ilmu drainase yang khusus mengkaji kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan fisik dan lingkungan sosial budaya yang ada dikawasan kota tersebut. Drainase perkotaan juga merupakan sistem pengeringan dan pengaliran air dari wilayah perkotaan yang meliputi kawasan permukiman, industri dan perdagangan, sekolah, rumah sakit, lapangan olah raga, dan lain-lain.

Secara umum, sistem drainase dapat didefenisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat berfungsi secara optimal. Sistem drainase juga diartikan sebagai usaha untuk mengontrol kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Saat ini sistem drainase sudah menjadi salah satu infrastruktur perkotaan yang sangat penting. Kualitas manajemen suatu kota dapat

(2)

dilihat dari kualitas sistem drainase yang ada. Sistem drainase yang baik dapat membebaskan kota dari genangan air.

Jenis drainase ditinjau berdasarkan dari cara konstruksinya, dapat dikelompokkan menjadi:

a. Saluran Terbuka, yaitu saluran yang lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah yang mempunyai luasan yang cukup, ataupun untuk drainase air non-hujan yang tidak membahayakan kesehatan/mengganggu lingkungan.

b. Saluran Tertutup, yaitu saluran yang pada umumnya sering dipakai untuk aliran air kotor (air yang mengganggu kesehatan/lingkungan) atau untuk saluran yang terletak di tengah kota.

2.2 Karakteristik Wilayah Studi

2.2.1 Letak Geografis

Kota pangkalan kerinci mempunyai luas wilayah seluas 192,5 km2

− Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Siak

yang terdiri dari 8 kelurahan yaitu Kelurahan Rantau Baru, Kuala Terusan, Pangkalan Kerinci Kota, Mekar Jaya, Makmur, Pangkalan Kerinci Barat, Pangkalan, dan Kerinci Timur. Batas wilayah secara administrasi adalah sebagai berikut:

− Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Kampar dan Indragiri Hulu

− Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karimun dan Kepri

− Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Indragiri Hilir

Di wilayah Kota Pangkalan Kerinci terdapat sebuah Sungai Kampar yang panjangnya ± 413.5 Km, dengan kedalaman rata-rata ± 7,7 meter dan lebar

(3)

rata-rata ± 143 meter. Sungai ini dan anak sungainya berfungsi sebagai prasarana perhubungan, sumber air bersih, budi daya perikanan dan irigrasi.

2.2.2 Topografi

Secara umum topografi Kota Pangkalan Kerinci cenderung ke Utara dan berada pada ketinggian 3 - 25 meter diatas permukaan laut. Kondisi topografi suatu daerah merupakan faktor penting dalam perencanaan sistem drainase sehingga dapat diketahui tinggi rendahnya suatu daerah perencanaan (kontur) yang dapat mempermudah dalam merencanakan arah aliran air hujan yang jatuh ke tanah.

2.2.3 Klimatologi

Curah hujan disuatu tempat antara lain dipengaruhi oleh iklim, keadaan ortograhi dan perputaran/pertemuan arus udara. Rata-rata curah hujan pada tahun 2010 berkisar antara 127,8 mm sampai 318,3 mm. Suhu dan kelembaban udara disuatu tempat antara lain ditentukan oleh rendahnya tempat tersebut terhadap permukaan laut dan jaraknya dari pantai.

Pada tahun 2010 suhu udara rata-rata pada siang hari berkisar antara 33,0-35,4 derajat celcius,sedangkan pada malam hari berkisar antara 20,5- 23,2 derajat celcius.Suhu udara maximum 35,4 derajat celcius terjadi pada bulan mei 2010, sedangkan suhu udara minimum terendah 20,5 derajat celcius terjadi pada bulan juli 2010. Sedangkan rata-rata kelembaban udara selama tahun 2010 berkisar antara 78-83 persen.

(4)

2.2.4 Tata Guna Lahan

Penggunaan lahan suatu daerah merupakan gambaran dari aktivitas penduduk sesuai dengan tingkat pendidikan, jenis teknologi, jenis usaha, kondisi fisik dan jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Semakin berkembang suatu kota, maka semakin beragam pula kegiatan yang dilakukan oleh masyarakatnya, sehingga berarti semakin beragam pula penggunaan lahan.

Pangkalan Kerinci merupakan salah satu kecamatan dari 12 kecamatan yang ada di Kabupaten Pelalawan. Kota Pangkalan Kerinci memilik luas lahan 192.5 km2

2.3 Analisis Hidrologi

serta jumlah penduduk 321.947 jiwa.

Proses analisis hidrologi pada dasarnya merupakan proses pengolahan data curah hujan, data luas dan bentuk daerah pengaliran (catchment area), data kemiringan lahan/beda tinggi, dan data tata guna lahan yang kesemuanya mempunyai arahan untuk mengetahui besarnya curah hujan rerata, koefisien pengaliran, waktu konsentrasi, intensitas curah hujan, dan debit banjir rencana. Sehingga melalui analisis ini dapat dilakukan juga proses evaluasi terhadap saluran drainase yang ada (eksisting).

Dalam menentukan dimensi penampang dari berbagai bangunan pengairan misalnya saluran drainase diperlukan suatu penentuan besar debit rencana.

(5)

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

Untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang digunakan untuk menganalisa debit rencana:

2.3.1 Data Curah Hujan

Hujan merupakan komponen yang penting dalam analisa hidrologi perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Penentuan hujan rencana dilakukan dengan analisa frekuensi terhadap data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama pengamatan sekurang-kurangnya 10 tahun.

Dalam penentuan curah hujan data dari pencatat atau penakar hanya didapatkan curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Untuk mendapatkan harga curah hujan areal dapat dihitung dengan beberapa metode:

• Metode Rata-Rata Aljabar

Curah hujan didapatkan dengan mengambil rata-rata hitung (aritmatic mean) dari penakaran pada penakar hujan areal tersebut. Cara ini digunakan apabila:

(6)

1. Daerah tersebut berada pada daerah yang datar.

2. Penempatan alat ukur tersebar merata.

3. Variasi curah hujan sedikit dari harga tengahnya.

Rumus yang digunakan:

1 2 n

R = 1(R + R + ... + R )

n ………. (2.1)

dimana:

R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)

n = jumlah stasiun pengamatan

R = curah hujan pada stasiun pengamatan satu (mm) 1

R = curah hujan pada stasiun pengamatan dua (mm) 2

R = curah hujan pada stasiun pengamatan n (mm) n

• Metode Polygon Thiessen

Cara ini didasarkan atas cara rata-rata timbang, dimana masing-masing stasiun mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua stasiun, dengan planimeter makan dapat dihitung luas daerah tiap stasiun. Sebagai kontrol maka jumlah luas total harus sama dengan luas yang telah diketahui terlebih dahulu. Masing-masing luas lalu diambil prosentasenya dengan jumlah total 100%. Kemudian harga ini dikalikan dengan curah hujan daerah di stasiun yang bersangkutan dan setelah dijumlah hasilnya merupakan curah hujan dicari.

Hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini adalah:

1. Jumlah stasiun pengamatan minimal tiga buah stasiun.

2. Penambahan stasiun akan mengubah seluruh jaringan.

3. Topografi daerah tidak diperhitungkan.

4. Stasiun hujan tidak tersebar merata.

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

(7)

1 1 2 2 n n

1 2 n

A R + A R + ... + A R

R = A + A + ... + A ……….... (2.2)

dimana:

R = curah hujan maksimum rata-rata (mm)

1 2 n

R , R ,..., R = curah hujan pada stasiun 1,2……..,n (mm)

1 2 n

A , A ,..., A = luas daerah pada polygon 1,2,……..n (km2)

Gambar 2.2 Polygon Thiessen

dimana:

A = luas daerah pengaruh stasiun pertama 1

A2 = luas daerah pengaruh stasiun ke-2 A = luas daerah pengaruh stasiun ke-3 3

A = luas daerah pengaruh stasiun ke-4 4

A = luas daerah pengaruh stasiun ke-5 5

• Metode Isohyet

Metode ini digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah tangkapan hujan tidak merata. Dengan cara ini kita harus menggambar kontur berdasarkan

STA 4 STA 5

STA 6

STA 2

STA 3

STA 1

A4

A3

A1 A5

A6

A2

(8)

tinggi hujan yang sama, sama seperti Gambar 2.3. Metode ini digunakan dengan ketentuan:

1. Dapat digunakan pada daerah datar maupun pegunungan 2. Jumlah stasiun pengamatan harus banyak

3. Yang bermanfaat untuk hujan yang sangat singkat

Gambar 2.3 Metode Isohyet

Perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut:

1 2 2 4 n n-1

1 2 n

1 2 n

R + R R + R R + R

A + A + ... + A

2 2 2

R = A + A + ... + A ……….. (2.3)

dimana:

R = curah hujan rata-rata (mm)

1 2 n

R , R ,..., R = curah hujan pada stasiun 1,2……..,n (mm)

1 2 n

A , A ,..., A = luas area antara 2 (dua) isohyet (km2)

Pada umumnya, data curah hujan yang tercatat terdapat beberapa yang hilang atau dianggap kurang panjang jangka waktu pencatatannya. Untuk mengisi data yang hilang digunakan Metode Reciprocal, dimana metode ini menggunakan

10 mm 20 mm

30 mm 40 mm

50 mm 60 mm 70 mm

A1

A2

A3

A4

A5 A6

Kontur tinggi hujan

Stasiun hujan Batas DAS

(9)

data curah hujan referensi dengan mempertimbangkan jarak stasiun yang akan dilengkapi datanya dengan stasiun referensi tersebut.

Persamaan matematis yang digunakan:

1 2 n

2 2 2

1 2 n

2 2 2

1 2 n

H H H

+ + ... +

L L L

Hh =

1 + 1 + ... + 1

L L L

     

     

     

     

     

     

………. (2.4)

dimana:

Hh = hujan di stasiun yang akan dilengkapi

1 n

H ,..., H = hujan di stasiun referensi

1 n

L ,..., L = jarak stasiun referensi dengan stasiun dilengkapi (m)

2.3.2 Analisa Frekuensi Curah Hujan

Untuk menghitung debit banjir dengan periode ulang tertentu, diperlukan juga hujan maksimum dengan periode ulang tertentu pula. Hujan maksimum ini sering disebut dengan hujan rencana.

Dalam ilmu statistik dikenal beberapa macam distribusi frekuensi dan empat jenis distribusi yang banyak digunakan dalam bidang hidrologi adalah:

− Distribusi Normal

− Distribusi Log Normal

− Distribusi Log Person III

− Distribusi Gumbel

Dalam statistik dikenal beberapa parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi rata-rata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan).

(10)

Tabel 2.1 Parameter statistik yang penting

Parameter Sampel Populasi

Rata-rata

n

i i=1

x = 1 x n

-

μ = E(X) = x f(x) dx

Simpangan baku n

(

i

)

2 12

i=1

s = 1 x - x n -1

 

 

σ = E x -μ

{ ( )

2

}

12

Koefisien variasi s CV = x

CV =σ μ

Koefisien skewness

( )

( )( )

n 3 i i=1

3

n x - x G = n -1 n - 2 s

( )

2

2

E μx -

γ = σ

 

 

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 34)

2.3.2.1 Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Fungsi densitas peluang normal (PDF = probability density function) yang paling dikenal adalah bentuk bell dan dikenal sebagai distribusi normal. PDF distribusi normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

( )

2

2

x -μ

P(X) = 1 exp - x

2σ σ 2π

 

− ∞ ≤ ≤ ∞

 

 

 

………... (2.5)

dimana:

P(X) = fungsi densitas peluang normal (ordinat kurva normal) X = variabel acak kontinu

μ = rata-rata nilai X

σ = simpangan baku dari nilai X

(11)

Dalam pemakaian praktis, umumnya rumus tersebut tidak digunakan secara langsung karena telah dibuat tabel untuk keperluan perhitungan, dan juga dapat didekati dengan:

T T

X - X

K = S ………..……. (2.6)

dimana:

X = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahun T

X = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

K = faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss) T

Nilai faktor frekuensi KT

Tabel 2.2 Nilai variabel reduksi Gauss

umumnya sudah tersedia dalam tabel untuk mempermudah perhitungan, seperti ditunjukkan dalam tabel berikut, biasa disebut sebagai tabel nilai variabel reduksi Gauss (Variable reduced Gauss).

No. Periode ulang, T (tahun) Peluang KT

1 1,001 0,999 -3,05

2 1,005 0,995 -2,58

3 1,010 0,990 -2,33

4 1,050 0,950 -1,64

5 1,110 0,900 -1,28

6 1,250 0,800 -0,84

7 1,330 0,750 -0,67

8 1,430 0,700 -0,52

9 1,670 0,600 -0,25

10 2,000 0,500 0

11 2,500 0,400 0,25

12 3,300 0,300 0,52

13 4,000 0,250 0,67

14 5,000 0,200 0,84

15 10,000 0,100 1,28

16 20,000 0,050 1,64

17 50,000 0,020 2,05

18 100,000 0,010 2,33

19 200,000 0,005 2,58

(12)

20 500,000 0,002 2,88

21 1000,000 0,001 3,09

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

2.3.2.2 Distribusi Log Normal

Jika variabel Y = Log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi Log Normal. PDF (probability density function) untuk distribusi Log Normal dapat dituliskan dalam bentuk rata-rata dan simpangan bakunya, sebagai berikut:

( )

2

2 Y

Y

Y -μ

P(X) = 1 exp - X > 0 2σ

Xσ 2π

 

 

 

 

……….…. (2.7)

Y = Log X

dimana:

P(X) = peluang log normal X = nilai variat pengamatan σ = deviasi standar nilai variat Y Y

μ = nilai rata-rata populasi Y Y

Dengan persamaan yang dapat didekati:

T T

Y = Y + K S ……….……… (2.8)

T T

Y - Y

K = S ………... (2.9)

dimana:

Y = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan T

Y = nilai rata-rata hitung variat S = deviasi standar nilai variat

K = faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang T

(13)

2.3.2.3 Distribusi Log Person III

Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti distribusi sudah konversi kedalam bentuk logaritmis, ternyata kedekatan antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian distribusi log normal.

Salah satu distribusi dari serangkaian distribusi yang dikembangkan person yang menjadi perhatian ahli sumber daya air adalah Log-Person Type III (LP III).

Tiga parameter penting dalam LP III yaitu harga rata-rata, simpangan baku dan koefesien kemencengan. Yang menarik adalah jika koefesien kemencengan sama dengan nol maka perhitungan akan sama dengan log Normal.

Berikut ini langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Type III:

− Ubah data kedalam bentuk logaritmis, X = Log X

− Hitung harga rata-rata:

n

i i=1

log X LogX =

n

……… (2.10)

− Hitung harga simpangan baku:

( )

0,5

n 2

i i=1

logX - logX

s = n -1

 

 

 

 

 

 

……….. (2.11)

− Hitung koefesien kemencengan:

( )

( )( )

n 3

i i=1

3

n logX - logX G = n -1 n - 2 s

……….………. (2.12)

− Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus:

LogX = LogX + K.s ……… (2.13) T

(14)

K adalah variabel standar (standardized variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan G, dicantumkan pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log-Person III Interval kejadian (Recurrence interval), tahun (periode ulang) Koef. G 1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100

Persentase peluang terlampaui (Percent chance of being exceeded)

99 80 50 20 10 4 2 1

3,0 2,8 2,6 2,4 2,2

-0,667 -0,714 -0,769 -0,832 -0,905

-0,636 -0,666 -0,696 -0,725 -0,752

-0,396 -0,384 -0,368 -0,351 -0,330

0,420 0,460 0,499 0,537 0,574

1,180 1,120 1,238 1,262 1,284

2,278 2,275 2,267 2,256 2,240

3,152 3,144 3,071 3,023 2,970

4,051 3,973 2,889 3,800 3,705 2,0

1,8 1,6 1,4 1,2

-0,990 -1,087 -1,197 -1,318 -1,449

-0,777 -0,799 -0,817 -0,832 -0,844

-0,307 -0,282 -0,254 -0,225 -0,195

0,609 0,643 0,675 0,705 0,732

1,302 1,318 1,329 1,337 1,340

2,219 2,193 2,163 2,218 2,087

2,192 2,848 2,780 2,076 2,626

3,605 3,449 3,388 3,271 3,149 1,0

0,8 0,6 0,4 0,2

-1,558 -1,733 -1,880 -2,029 -2,178

-0,852 -0,856 -0,857 -0,855 -0,850

-0,164 -0,132 -0,099 -0,066 -0,033

0,758 0,780 0,800 0,516 0,830

1,340 1,336 1,328 1,317 1,301

2,043 1,993 1,939 1,880 1,818

2,542 2,453 2,359 2,261 2,159

3,022 2,891 2,755 2,615 2,472 0,0

-0,2 -0,4 -0,6 -0,8

-2,326 -2,472 -2,615 -2,755 -2,891

-0,842 -0,830 -0,816 -0,800 -0,780

0,000 0,033 0,066 0,099 0,132

0,842 0,850 0,855 0,857 0,856

1,282 1,258 1,231 1,200 1,166

1,715 1,680 1,606 1,528 1,448

2,051 1,945 1,834 1,720 1,606

2,236 2,178 2,028 1,880 1,733 -1,0

-1,2 -1,4 -1,6 -1,8

-3,022 -2,149 -2,271 -2,238 -3,499

-0,758 -0,732 -0,705 -0,675 -0,643

0,164 0,195 0,225 0,254 0,282

0,852 0,844 0,832 0,817 0,799

1,128 1,086 1,041 0,994 0,945

1,366 1,282 1,198 1,116 1,035

1,492 1,379 1,270 1,166 1,069

1,588 1,449 1,318 1,197 1,087 -2,0

-2,2 -2,4 -2,6 -2,8 -3,0

-3,605 -3,705 -3,800 -3,889 -3,973 -7,051

-0,609 -0,574 -0,532 -0,490 -0,469 -0,420

0,307 0,330 0,351 0,368 0,384 0,396

0,777 0,752 0,725 0,696 0,666 0,636

0,895 0,844 0,795 0,747 0,702 0,660

0,959 0,888 0,823 0,764 0,712 0,666

0,980 0,900 0,823 0,768 0,714 0,666

0,990 0,905 0,832 0,796 0,714 0,667 (Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 37)

(15)

2.3.2.4 Distribusi Gumbel

Gumbel menggunakan harga ekstrim untuk menunjukkan bahwa untuk setiap data merupakan data exponential. Jika jumlah populasi yang terbatas dapat didekati dengan persamaan:

X = X + SK ……….. (2.14) dimana:

X = peluang log normal S = nilai variat pengamatan

Faktor probabilitas K untuk harga-harga ekstrim Gumbel dapat dinyatakan dalam persamaan:

T n

T

n

Y - Y

K = S ……… (2.15)

dimana:

Y = reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data ke-n n

S n = reduced standar deviation yang tergantung pada jumlah sampel/data ke-n

Tr

Y = reduced variate, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut ini:

r

r T

r

Y = -ln T -1 T

 

 

  ………. (2.16)

Tabel 2.4 : Standard Deviasi (Yn), Tabel 2.5 : Reduksii Standard Deviasi (Sn), dan Tabel 2.6 : Reduksi Variat (Ytr) berikut mencantumkan nilai-nilai Variabel Reduksi menurut Gauss untuk menyelesaikan persamaan 2.15.

(16)

Tabel 2.4 Reduksi Standar deviasi (Yn) untuk distribusi Gumbel

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5520 20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353 30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436 40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481 50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518 60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545 70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567 80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585 90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599 100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 51)

Tabel 2.5 Reduksi Standar deviasi (Sn N

) untuk untuk distribusi Gumbel

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9

10 0,9496 0,9676 0,9883 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565 20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080 30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388 40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1547 1,1590 50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734 60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844 70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930 80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001 90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060 100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

Tabel 2.6 Reduksi variat (YTr

Periode ulang,

) sebagai fungsi periode ulang

Tr

Reduced (tahun) variate, Y

Periode ulang,

Tr Tr

Reduced (tahun) variate, YTr

2 0,3668 100 4,6012

5 1,5004 200 5,2969

10 2,2510 250 5,5206

20 2,9709 500 6,2149

25 3,1993 1000 6,9087

50 3,9028 5000 8,5188

75 4,3117 10000 9,2121

(Suripin,2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan : 52)

(17)

2.3.3 Intensitas Curah Hujan

Intensitas curah hujan adalah besar curah hujan selama satu satuan waktu tertentu. Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Intensitas hujan diperoleh dengan cara melakukan analisa data hujan baik secara statistik maupun secara empiris.

Metode yang dipakai dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah Metode Monobe yaitu apabila data hujan jangka pendek tidak tersedia yang ada hanya data hujan harian. Persamaan umum yang dipergunakan untuk menghitung hubungan antara intensitas hujan T jam dengan curah hujan maksimum harian adalah sebagai berikut:

2 24 3

R 24 I = 24 t

 

 

  ………..…….. (2.17)

dimana:

I = intensitas curah hujan (mm/jam)

R = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm) 24

t = lamanya curah hujan (menit) atau (jam)

Dengan menggunakan persamaan diatas intensitas curah hujan untuk berbagai nilai waktu konsentrasi dapat ditentukan dari besar data curah hujan harian (24 jam).

2.3.4 Koefisien Limpasan

Limpasan merupakan gabungan antara aliran permukaan, aliran-aliran yang tertunda pada cekungan-cekungan dan aliran permukaan (surface flow). Dalam perencanaan drainase bagian air hujan yang menjadi perhatian adalah aliran

(18)

permukaan (surface runoff), sedangkan untuk pengendalian banjir tidak hanya aliran permukaan tetapi limpasan (runoff).

Sebagaimana telah diuraikan dalam siklus hidrologi, air hujan yang turun dari atmosfir jika tidak ditangkap oleh vegetasi atau oleh permukaan-permukaan buatan seperti atap bangunan atau lapisan air lainnya, maka hujan akan jatuh ke permukaan bumi dan sebagian menguap, berinfiltrasi atau tersimpan dalam cekungan-cekungan.

Bila kehilangan seperti cara-cara tersebut telah terpenuhi, maka sisa air hujan akan mengalir langsung kepermukaan tanah menuju alur aliran yang terdekat.

Faktor-faktor yang berpengaruh limpasan aliran pada saluran atau sungai tergantung dari berbagai macam faktor secara bersamaan. Faktor yang berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu:

− Faktor meteorologi yaitu karakteristik hujan seperti intensitas hujan, durasi hujan dan distribusi hujan.

− Karakteristik DAS meliputi luas dan bentuk DAS, topografi dan tata guna lahan.

Ketetapan dalam menentukan besarnya debit air sangatlah penting dalam penentuan dimensi saluran. Disamping penentuan luas daerah pelayanan drainase dan curah hujan rencana, juga dibutuhkan besar harga koefisien pengaliran (C).

Pengambilan harga C harus disesuaikan dengan rencana perubahan tata guna lahan yang terjadi pada waktu yang akan datang. Berikut ini koefisien C untuk metode rasional oleh McGueen, 1989 disajikan di dalam tabel 2.7.

(19)

Tabel 2.7 Koefiesien limpasan untuk metode Rasional

Deskripsi lahan/karakter permukaan Koefisien aliran, C Business

perkotaan pinggiran Perumahan

rumah tunggal multiunit, terpisah multiunit, tergabung perkampungan apartemen Industri

ringan berat Perkerasan

aspal dan beton batu bata, paving Atap

Halaman, tanah berpasir datar 2%

rata-rata 2-7%

curam, 7%

Halaman tanah berat datar 2%

rata-rata 2-7%

curam, 7%

Halaman kereta api Taman tempat bermain Taman, pekuburan Hutan

datar, 0-5%

bergelombang, 5-10%

berbukit, 10-30%

0,70 – 0,90 0,50 – 0,70 0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70 0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 0,70 – 0,95 0,50 – 0,70 0,75 – 0,95 0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 0,25 – 0,35 0,10 – 0,35 0,20 – 0,35 0,10 – 0,25 0,10 – 0,40 0,25 – 0,50 0,30 – 0,60 (Sumber : McGuen, 1989)

2.3.5 Debit Rencana

Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di daerah perkotaan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus Rasional. Debit rencana hendaknya ditetapkan tidak terlalu kecil untuk menjaga agar jangan terlalu sering terjadi ancaman perusakan bangunan atau daerah sekitarnya oleh banjir. Pemilihan atas

(20)

metode yang digunakan untuk menghitung besarnya debit aliran permukaan dalam satuan internasional adalah Metode Rasional sebagai berikut:

p s

Q = 0, 278× C× C × I× A ………. (2.18) dimana:

Qp = debit rencana (m3 C

/detik)

= koefisien aliran permukaan

Cs = koefisien tampungan I = intensitas hujan (mm/jam) A = luas daerah pengaliran (km2

Luas daerah pengeringan pada umumnya diwilayah perkotaan terdiri dari beberapa daerah yang mempunyai karakteristik permukaan tanah yang berbeda (sub area) sehingga koefisien pengaliran untuk masing-masing sub area nilainya berbeda untuk menentukan koefisien pengaliran pada wilayah tersebut dilakukan penggabungan masing-masing sub area. Untuk penentuan koefisien limpasan harus dipilih dari pengetahuan akan daerah yang ditinjau terhadap pengalaman, dan harus dipilih dengan jenis pembangunan yang akan ditetapkan oleh rencana kota.

)

Daerah yang memiliki cekungan untuk menampung air hujan relatif mengalirkan lebih sedikit air hujan dibandingkan dengan daerah yang tidak memiliki cekungan sama sekali. Efek tampungan oleh cekungan ini terhadap debit rencana diperkirakan dengan koefisien tampungan yang diperoleh dengan rumus berikut ini:

c s

c d

C = 2T

2T + T ……….. (2.19)

(21)

2.3.6 Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh, untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluaran DAS (titik kontrol), setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa bila durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi, maka setiap bagian DAS secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik kontrol. Salah satu metode untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah dengan rumus yang dikembangkan oleh Kirpich (1940) yang ditulis sebagai berikut:

0,385 2 c

0,87 × L t = 100×S

 

 

  ……… (2.20)

dimana:

t c = waktu konsentrasi (jam) L = panjang saluran (km)

S = kemiringan rata-rata saluran

Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakannya menjadi dua komponen yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir dipermukaan lahan sampai saluran terdekat (to) dan waktu perjalanan dari pertama masuk saluran sampai titik keluaran td sehingga Tc = to + td

0,167 o

2 n

t = ×3, 28× L×

3 S

 

 

 

.

……….….. (2.21)

s d

t = L

60V ………...…. (2.22)

dimana:

t o = inlet time ke saluran terdekat (menit)

t d = konduit time sampai ke tempat pengukuran (menit)

n = angka kekasaran manning

(22)

S = kemiringan lahan (m)

L = panjang lintasan aliran diatas permukaan lahan (m)

Ls = panjang lintasan aliran didalam saluran/sungai (m) V = kecepatan aliran didalam saluran (m/detik)

Gambar 2.4 Lintasan aliran waktu inlet time (to) dan conduit time (td)

2.4 Analisis Hidrolika

Analisis hidrolika bertujuan untuk menentukan acuan yang digunakan dalam menentukan dimensi hidrolis dari saluran drainase maupun bangunan pelengkap lainnya dimana aliran air dalam suatu saluran dapat berupa aliran saluran terbuka maupun saluran tertutup.

2.4.1 Saluran Terbuka

Pada saluran terbuka terdapat permukaan air yang bebas, permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan udara luar secara langsung. Kekentalan dan gravitasi mempengaruhi sifat aliran pada saluran terbuka.

(23)

Saluran terbuka umumnya digunakan pada daerah yang:

− Lahan yang masih memungkinkan (luas)

− Lalu lintas pejalan kakinya relatif jarang

− Beban di kiri dan kanan saluran relatif ringan

Beberapa rumusan yang digunakan dalam menentukan dimensi saluran:

• Kecepatan dalam saluran Chezy

V = C RI ………...……… (2.23)

dimana:

V = kecepatan rata-rata (m/detik) C = koefesien Chezy

R = jari-jari hidrolis (m)

I = kemiringan atau gradien dari dasar saluran

Koefesien C dapat diperoleh dengan menggunakan salah satu dari pernyataan berikut:

- Kutter:

( )

0, 0015 1 23 + s n C = n 23 + 0, 00155

1+ R s

………. (2.24)

- Manning:

1

1 6

C = R

R ………. (2.25)

- Bazin: C = 87 1+ m

R

………. (2.26)

dimana:

V = kecepatan (m/detik) C = koefesien Chezy (m1/2 R

/detik) = jari-jari hidraulis (m)

S = kemiringan dasar saluran (m/m)

n = koefesien kekasaran Manning (detik/m1/3)

m = koefesien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran

(24)

• Debit aliran bila menggunakan rumus Manning

2 1

3 2

Q = A × V = 1× R × I × A

n (m3

Kondisi debit aliran berfluktuasi sehingga perlu memperhatikan kecepatan aliran. Diupayakan agar pada saat debit pembuangan kecil masih dapat mengangkut sedimen, dan pada keadaan debit besar terhindar dari bahaya erosi.

/detik) ………..…. (2.27)

• Penampang saluran

Penampang saluran yang paling ekonomis adalah saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk luas penampang basah, kekasaran dan kemiringan dasar tertent. Berdasarkan persamaan kontinuitas, tampak jelas bahwa untuk luas penampang melintang tetap, debit maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Dari rumus Manning maupun Chezy dapat dilihat bahwa untuk kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari hidraulik R maksimum.

Selanjutnya untuk penampang tetap, jari-jari hidraulik maksimum keliling basah, P minimum. Kondisi seperti itu yang telah kita pahami tersebut memberi jalan untuk menentukan dimensi penampang melintang saluran yang ekonomis untuk berbagai macam bentuk seperti tampang persegi dan tampang trapesium.

1. Penampang persegi paling ekonomis

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B dan kedalaman air h, luas penampang basah A = B x h dan keliling basah P.

Maka bentuk penampang persegi paling ekonomis adalah jika kedalaman setengah dari lebar dasar saluran atau jari-jari hidrauliknya setengah dari kedalaman air.

(25)

Gambar 2.5 Penampang saluran persegi

Untuk bentuk penampang persegi yang ekonomis:

A = B× h ……… (2.28) P = B + 2h ………..……… (2.29)

B = 2h atau B

h = 2 ………...…… (2.30)

Jari-jari hidraulik R:

A B× h R = =

P B + 2h ………...….. (2.31) 2. Penampang saluran trapesium paling ekonomis

Luas penampang melintang A dan keliling basah P, saluran dengan penampang melintang bentuk trapesium dengan lebar dasar b, kedalaman h dan kemiringan dinding 1: m (gambar 2.6) dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 2.6 Penampang saluran trapesium B

h

B 1 h

m

mh mh

0

(26)

( )

A = B + mh h ………..………… (2.32)

P = B + 2h m +12 ………. (2.33)

B = P - 2h m +12 ……….……….. (2.34)

Penampang trapesium paling ekonomis adalah jika kemiringan dindingnya m = 1 3 atau θ = 60o. Dapat dirumuskan sebagai berikut:

B = 2h 3

3 ………...….. (2.35)

A = h2 3 ………..………. (2.36)

− Kemiringan dinding saluran m (berdasarkan kriteria)

− Luas penampang

( ) (

A = b + mh h (m

)

2

− Keliling basah

)

( )

P =b + 2h 1+ m2 (m)

− Jari-jari hidrolis A R = P (m)

− Kecepatan aliran V = 1× R × I23 12

n (m/detik)

2.4.2 Saluran Tertutup

Aliran dalam saluran terbuka digerakkan oleh gaya penggerak yang dilakukan oleh jumlah berat aliran yang mengalir menuruni lereng, sedang pada saluran tertutup gaya penggerak tersebut dilakukan oleh gradien tekanan. Ketentuan- ketentuan mengenai aliran bagi saluran tertutup yang penuh adalah tidak berlaku pada saluran terbuka.

(27)

Pendekatan yang digunakan di Indonesia dalam merancang drainase perkotaan masih menggunakan cara konvensional, yaitu dengan menggunakan saluran terbuka. Bila digunakan saluran yang ditanam dalam tanah biasanya berbentuk bulat atau persegi, maka diasumsikan saluran tersebut tidak terisi penuh (dalam arti tidak tertekan), sehingga masih dapat dipergunakan persamaan saluran terbuka.

Saluran tertutup umumnya digunakan pada:

− Daerah yang lahannya terbatas (pasar, pertokoan).

− Daerah yang lalu lintas pejalan kakinya padat.

− Lahan yang dipakai untuk lapangan parkir.

2.4.3 Dimensi Saluran

Dimensi saluran harus mampu mengalirkan debit rencana atau dengan kata lain debit yang dialirkan oleh saluran (QS) sama atau lebih besar dari debit rencana (QT

S T

Q ≥Q

). Hubungan ini ditunjukkan sebagai berikut:

……….………. (2.37)

Debit suatu penampang saluran (QS

S S

Q = A × V

) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus seperti dibawah ini:

……….. (2.38) dimana:

A = luas penampang saluran (mS 2

V

)

= kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)

(28)

Kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus Manning sebagai berikut:

2 1

3 2

V =1× R ×S

n ………...…… (2.39)

AS

R = P ……….………. (2.40)

dimana:

V = kecepatan rata-rata aliran di dalam saluran (m/detik)

n = koefesien kekasaran Manning R = jari-jari hidrolis (m)

S = kemiringan dasar saluran AS = luas penampang saluran (m2 P

)

= keliling basah saluran (m)

Nilai koefisien kekasaran Manning n, untuk gorong-gorong dan saluran pasangan dapat dilihat pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Koefisien kekasaran Manning Tipe Saluran Koefisien Manning (n) Baja

Baja permukaan gelombang Semen

Beton

Pasangan batu Kayu

Bata Aspal

0,011 – 0,014 0,021 – 0,030 0,010 – 0,013 0,011 – 0,015 0,017 – 0,030 0,010 – 0,014 0,011 – 0,015

0,013 (Wesli, 2008, Drainase Perkotaan : 97)

Nilai kemiringan dinding saluran diperoleh berdasarkan bahan saluran yang digunakan. Nilai kemiringan dinding saluran dapat dilihat pada Tabel 2.9.

(29)

Tabel 2.9 Nilai kemiringan dinding saluran sesuai bahan Bahan saluran Kemiringan dinding (m)

Batuan/cadas 0

Tanah lumpur 0,25

Lempung keras/tanah 0,5 – 1

Tanah dengan pasangan batuan 1

Lempung 1,5

Tanah berpasir lepas 2

Lumpur berpasir 3

(Sumber : ISBN: 979-8382-49-8)

2.5. Kolam Retensi

Kolam retensi adalah kolam /waduk penampungan air hujan dalam jangka waktu tertentu.Berfungsi untuk memotong puncak banjir yang terjadi dalam badan/ air sungai.

2.5.1 Jenis-Jenis Kolam Retensi

a. Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 2.7 Kolam retensi tipe di samping badan sungai

(30)

Kelengkapan system:

- Kolam retensi - Pintu inlet

- Bangunan pelimpah samping - Pintu outlet

- Jalan akses menuju kolam retensi - Saringan sampah

- Kolam penangkap sedimen Kesesuaian tipe:

- Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi - Pemeliharaan lebih mudah

- Pelaksanaan lebih mudah

b) Kolam retensi di dalam badan sungai

Gambar 2.8 Kolam retensi tipe di dalam badan sungai Kelengkapan system:

- Kolam retensi - Tanggul keliling - Pintu outlet - Bendung

- Saringan sampah

(31)

- Kolam penangkap sedimen Kesesuaian tipe:

- Dipakai apabila lahan sulit didapat - Kapasitas kolam retensi terbatas - Mengganggu aliran yang ada di hulu - Pelaksanaan lebih sulit

- Pemeliharaan lebih mahal c) Kolam retensi storage memanjang

Gambar 2.9 Kolam retensi tipe storage menajang Kelengkapan system:

- Saluran yang lebar dan dalam - Cek dam/bending setempat Kesesuaian tipe:

- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan tidak tersedia - Kapasitas terbatas

- Mengganggu aliran yang ada - Pelaksanaan lebih sulit

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
Gambar 2.2 Polygon Thiessen
Gambar 2.3 Metode Isohyet
Tabel 2.1 Parameter statistik yang penting
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan judul dan dalam rangka menjawab rumusan tersebut, peneliti terlebih dahulu harus mengetahui Sekolah yang seperti apa yang menjadi kebutuhan orangtua

Dengan alat ukur yang disusun dan dirancang dengan mengunakan sensor arus dan sensor tegangan yang dihubungkan langsung dengan Arduino, maka nilai dari beberapa besaran

x Algoritma enkripsi yang digunakan untuk mengamankan data harus sesuai dengan teknik kriptografi untuk tetap menjaga keutuhan berkas/ file tersebut ketika di

Pada sistem monitoring tersebut monitoring pada jumlah tampungan sangat penting karena jika kapasitas tampungan kurang dari nilai yang ditetapkan sistem akan menampilkan

Dengan metode penelitian kualitatif, peneliti bisa menganalisis makna yang terkandung pada lirik lagu “Bangkit Bersama” karya band Jeruji.. Analisis yang digunakan

Pada skala sikap dalam penelitian ini digunakan untuk mengungkap sikap siswa yang berkaitan dengan motivasi belajar siswa melalui pendekatan PBL. Rubik yang di buat

Meskipun kajian ini tidak melibatkan etnografi khalayak yang biasanya menekankan teknik temubual mendalam atau kumpulan fokus, gaya penontonan khalayak semasa yang