KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON
BERTULANG DENGAN SIKADUR
®-31 CF NORMAL
TUGAS AKHIR
Oleh :
Christian Gede Sapta Saputra NIM : 1119151037
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA
i
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya beban yang mampu diterima balok dengan panjang penyaluran menggunakan dan tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF Normal, mengetahui mekanisme keruntuhan balok dengan panjang penyaluran menggunakan dan tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF Normal, mengetahui apakah metode panjang penyaluran berdasarkan SNI-2847-2013 menggunakan Sikadur®-31 CF Normal dapat dipakai sebagai alternatife untuk penyambungan balok.
Benda uji balok dibuat dengan ukuran (255 x 200 x 1600) mm. Tulangan utama balok 2 D13, sedangkan tulangan geser balok (Ø10 – 94 mm). Mutu beton rata – rata 18,96 MPa. Ketebalan Sikadur®-31 CF Normal yang digunakan 2 mm. Panjang penyaluran yang dipakai berdasarkan perhitungan SNI-2847-2013 menggunakan dan tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF Normal adalah 470 mm, berdasarkan standar dari SNI-2847-2013 menggunakan Sikadur®-31 CF Normal adalah 300 mm, sedangkan berdasarkan minimal dari standar SNI-2847-2013 menggunakan Sikadur®-31 CF Normal adalah 170 mm. Masing – masing benda uji dibuat 3 buah sampel.
Hasil penelitian menunjukkan benda uji balok menggunakan Sikadur®-31 CF Normal dengan panjang penyaluran 170 mm mampu menerima beban 49,00 kN, balok dengan panjang penyaluran 300 mm mampu menerima beban 54,83 kN, balok dengan panjang penyaluran 470 mm mampu menerima beban 77,75 kN, sedangkan balok dengan panjang penyaluran 470 mm tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF Normal mampu menerima beban 99,83 kN. Pada mekanisme keruntuhan balok menggunakan Sikadur®-31 CF Normal dengan panjang penyaluran 170 mm dan 300 mm benda uji belum mampu mencapai kondisi tulangan leleh, dengan panjang penyaluran 470 mm benda uji hanya mampu mencapai kondisi tulangan leleh, sedangkan dengan panjang penyaluran 470 mm tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF Normal benda uji mampu mencapai beban ultimate. Balok dengan tulangan 2 D13 dengan panjang penyaluran berdasarkan SNI-2847-2013 menggunakan Sikadur®-31 CF Normal dapat dipakai sebagai alternatife untuk penyambungan balok beton bertulang tetapi dalam kapasitas balok hanya mampu mencapai kondisi tulangan leleh.
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan kuasa-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir
dengan judul ”Kekuatan Sambungan Balok Beton Bertulang Dengan Sikadur®-31 CF Normal”.
Penyusunan Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh untuk memperoleh gelar S-1 pada Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana. Selama pembuatan tulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak.
Sehubungan dengan hal tersebut, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, MT, Ph.D. Selaku Dekan Fakultas Teknik, Universitas Udayana.
2. Bapak I Ketut Sudarsana, ST., PhD. Selaku Kutua Jurusan Teknik Sipil, Universitas Udayana.
3. Bapak A. A. Gede Sutapa, ST., MT. dan Bapak Dr. Ir. Ngakan Made Anom Wiryasa, MT. Selaku Dosen pembimbing Tugas Akhir.
4. Bapak Ida Bagus Rai Widiarsa, ST., MASc, PhD. Selaku Kutua Lab. Bahan & Struktur, Universitas Udayana.
5. Bapak I Putu Wiryanta, ST. dan Bapak I Wayan Sudita Yasa, ST. Selaku Teknisi Lab. Bahan & Struktur, Universitas Udayana.
6. Semua pihak yang telah membantu pembuatan tulisan ini dari awal sampai akhir.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi sempurnannya tulisan ini.
Akhir kata, penulis harapkan semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Denpasar, Januari 2016
iii
2.2.1 Desain Lentur Dengan Beban Terfaktor 8
2.2.2 Balok Dengan Tulangan Tunggal 12
2.2.3 Analisis Penampang Kondisi Seimbang (Balance) 14
2.3 Perilaku Keruntuhan Balok Beton Bertulang 15
2.4 Penyaluran dan Penyambungan Tulangan 16
2.4.1 Tegangan Lekatan 17
2.4.2 Penyaluran Batang Ulir Tertekan 19
2.5 Perekat Epoxy 20
BAB III METODELOGI PENELITIAN 21
3.1 Uraian Umum 21
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 21
3.3 Tahap dan Prosedur Penelitian 21
3.4 Alat – Alat yang Digunakan Dalam Penelitian 25
3.5 Perancangan Rencana Campuran Beton 26
3.6 Standar Penelitian dan Spesifikasi Bahan Dasar 27
3.6.1 Standar Pengujian Terhadap Agregat Halus 27
3.6.2 Standar Pengujian Terhadap Agregat Kasar 28
3.7 Pengujian Kuat Tarik Baja Tulangan 28
3.8 Pembuatan Benda Uji 30
3.8.1 Analisis Penampang Benda Uji Balok 30
3.8.2 Perhitungan Panjang Penyaluran Benda Uji Balok 34
3.8.3 Penanaman Tulangan Pada Benda Uji Balok 35
3.9 Benda Uji Penelitian 36
iv
3.11 Perawatan (Curing) 37
3.12 Pengujian Kuat Tekan Beton 37
3.13 Pengujian Kuat Lentur Balok 38
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 39
4.1 Hasil Pemeriksaan Material Pembentuk Beton 39
4.1.1 Hasil Pengujian Agregat Halus 39
4.1.2 Hasil Pengujian Agregat Kasar 42
4.1.3 Pemeriksaan Semen 44
4.2 Pengujian Kuat Tarik Baja 44
4.3 Hasil Perhitungan Campuran Beton 45
4.4 Pengujian Nilai Slump 46
4.5 Pengujian Kuat Tekan Beton 47
4.6 Analisis Beban Teoritis Hasil Eksperimen 48
4.6.1 Beban Teoritis Yang Mampu Dipikul Balok 48
4.6.2 Beban Teoritis Berdasarkan Luas Tulangan Geser 50 4.7 Hasil Pengujian Balok Beton Bertulang Terhadap Lentur 50
4.7.1 Momen Lentur dan Lendutan Balok Dengan Panjang
Penyaluran 170 mm Menggunakan Sikadur®-31 CF Normal 51 4.7.2 Kuat Lentur dan Lendutan Balok Dengan Panjang
Penyaluran 300 mm Menggunakan Sikadur®-31 CF Normal 52 4.7.3 Kuat Lentur dan Lendutan Balok Dengan Panjang
Penyaluran 470 mm Menggunakan Sikadur®-31 CF Normal 53 4.7.4 Momen Lentur dan Lendutan Balok Panjang Dengan
Penyaluran 470 mm Tanpa Menggunakan Sikadur®-31
CF Normal 54
4.7.5 Mekanisme Keruntuhan 55
4.8 Pembahasan 62
4.8.1 Perbandingan Perilaku Lentur 62
4.8.2 Perbandingan Balok Beton Bertulang Dengan Panjang
Penyaluran menggunakan dan Tanpa Menggunakan Sikadur®-
31 CF Normal 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 64
5.1 Kesimpulan 64
5.2 Saran 65
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN A Detail Benda UJi 67
LAMPIRAN B Data dan Hasil Pengujian Baja 71
LAMPIRAN C Hasil Pemeriksaan Bahan 73
LAMPIRAN D Campuran Beton 98
LAMPIRAN E Data dan Hasil Pengujian Tekan Beton 109
LAMPIRAN F Data dan Hasil Pengujian Lentur Balok 110
LAMPIRAN G Foto Pelaksanaan 115
v
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Berbagai kurva relasi tegangan-regangan untuk
beberapa jenis beton 5
Gambar 2.2 Beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan
baja untuk berbagai mutu 6
Gambar 2.3 Kurva tegangan-regangan beton dan baja pada suatu
elemen beton bertulang yang dibebani 7
Gambar 2.4 Tegangan-regangan teoritis lentur penampang
persegi empat 8
Gambar 2.5 Perubahan diagram tegangan parabolik ke blok
tegangan ekivalen 11
Gambar 2.6 Parameter penampang 12
Gambar 2.7 Diagram regangan, tegangan, gaya-gaya dalam
penampang balok 13
Gambar 2.8 Diagram regangan, tegangan dan gaya kondisi seimbang 14 Gambar 2.9 Perilaku beban – lendutan struktur beton 16
Gambar 2.10 Penyaluran ld batang tulangan 17
Gambar 3.1 Bagan alir tahap-tahap pelaksanaan penelitian 24 Gambar 3.2 Bentuk benda uji yang mempunyai diameter ≤ 15 mm 28
Gambar 3.3 Metode pengujian kuat lentur balok 30
Gambar 4.1 Grafik hubungan antara diameter saringan dengan % lolos
saringan pada gradasi agregat halus 40
Gambar 4.2 Grafik hubungan antara diameter saringan dengan % lolos
saringan pada gradasi agregat halus 41
Gambar 4.3 Grafik hubungan antara diameter saringan dengan % lolos
saringan pada gradasi agregat kasar 43
Gambar 4.4 Grafik hubungan antara diameter saringan dengan % lolos
saringan pada gradasi agregat kasar 44
Gambar 4.5 Hubungan antara beban dengan lendutan pada balok dengan panjang penyaluran 170 mm menggunakan
Sikadur®-31 CF Normal 51
Gambar 4.6 Hubungan antara beban dengan lendutan pada balok dengan panjang penyaluran 300 mm menggunakan
Sikadur®-31 CF Normal 52
Gambar 4.7 Hubungan antara beban dengan lendutan pada balok dengan panjang penyaluran 470 mm menggunakan
Sikadur®-31 CF Normal 54
Gambar 4.8 Hubungan antara beban dengan lendutan pada balok dengan panjang penyaluran 470 mm tanpa menggunakan
Sikadur®-31 CF Normal 55
Gambar 4.9 Mekanisme keruntuhan balok B 17 a 56
vi
Gambar 4.11 Mekanisme keruntuhan balok B 17 c 56
Gambar 4.12 Mekanisme keruntuhan balok B 30 a 57
Gambar 4.13 Mekanisme keruntuhan balok B 30 b 57
Gambar 4.14 Mekanisme keruntuhan balok B 30 c 57
Gambar 4.15 Mekanisme keruntuhan balok B 47 a 58
Gambar 4.16 Mekanisme keruntuhan balok B 47 b 58
Gambar 4.17 Mekanisme keruntuhan balok B 47 c 58
Gambar 4.18 Mekanisme keruntuhan balok B 47 T a 59
Gambar 4.19 Mekanisme keruntuhan balok B 17 T b 59
Gambar 4.20 Mekanisme keruntuhan balok B 17 T c 59
Gambar 4.21 Hubungan antara beban dengan lendutan balok dengan panjang penyaluran menggunakan dan tanpa
menggunakan Sikadur®-31 CF Normal 63
vii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Pengecoran sambungan balok sesuai dengan
panjang penyaluran 35
Tabel 3.2 Tabulasi jenis benda uji, bentuk, variasi, dan jumlah 36
Tabel 4.1 Nilai kuat tarik baja tulangan 45
Tabel 4.2 Nilai slump campuran beton tahap I 46
Tabel 4.3 Nilai slump campuran beton tahap II 47
Tabel 4.4 Hasil pengujian kuat tekan beton 56 hari 47
Tabel 4.5 Hasil pengujian kuat tekan beton 28 hari 48
Tabel 4.6 Hasil momen dan lendutan balok dengan panjang
penyaluran 170 mm menggunakan Sikadur®-31 CF Normal 51 Tabel 4.7 Hasil momen dan lendutan balok dengan panjang
penyaluran 300 mm menggunakan Sikadur®-31 CF Normal 52 Tabel 4.8 Hasil momen dan lendutan balok dengan panjang
penyaluran 470 mm menggunakan Sikadur®-31 CF Normal 53 Tabel 4.9 Hasil momen dan lendutan balok dengan panjang
penyaluran 470 mm tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF
Normal 54
Tabel 4.10 Momen Lentur dan Lendutan 62
Tabel 4.11 Tabel perbandingan kuat lentur eksperimen dengan
viii
melintasi bidang potensial pembelahan melalui tulangan yang disalurkan (mm2)
Av = luas tulangan geser berspasi s (mm2)
b = lebar penampang beton (mm)
bw = lebar badan (web), tebal dinding, atau diameter penampang lingkaran
(mm)
c = jarak dari serat tekan terluar ke garis netral (mm)
cb = yang lebih kecil dari : (a) jarak dari pusat batang tulangan atau kawat ke
permukaan beton terdekat, dan (b) setengah spasi pusat ke pusat batang tulangan atau kawat yang disalurkan (mm)
d = tinggi efektif penampang (mm)
db = diameter nominal batang tulangan, kawat, atau strand (strand) prategang
(mm)
Es = modulus elastisitas tulangan dan baja struktural (MPa)
f’c = kuat tekan beton (MPa)
f’cr = kuat tekan rata – rata (MPa)
fs = tegangan tarik yang dihitung dalam tulangan saat beban layan (MPa)
fy = tegangan leleh baja tulangan (MPa)
h = tinggi total penampang beton (mm) Ktr = indeks tulangan transversal
L = panjang balok (mm)
ld = panjang penyaluran tarik batang tulangan ulir, kawat ulir, tulangan kawat
las polos dan ulir, atau strand pratarik (mm) Mn = kekuatan lentur nominal pada penampang (N mm)
n = jumlah benda, seperti uji kekuatan, batang tulangan, kawat, alat angkur strandtunggal (monostrand), angkur, atau lengan kepala geser (shearhead).
ø = faktor reduksi kekuatan. P = beban hancur beton (N)
s = spasi pusat ke pusat suatu benda, misalnya tulangan longitudinal, tulangan transversal, tendon, kawat atau angkur prategang (mm)
Vc = kekuatan geser nominal yang disediakan oleh beton (N)
Vn = kekuatan geser nominal (N)
Vs = kekuatan geser nominal yang disediakan oleh tulangan geser, N
Vu = gaya geser terfaktor pada penampang (N)
β1 = faktor yang menghubungkan tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen
ix
λ = faktor modifikasi yang merefleksikan properti mekanis tereduksi dari beton ringan, semuanya relatif terhadap beton normal dengan kuat tekan yang sama.
ρ = rasio As terhadap bd.
ρb = rasio As terhadap bd yang menghasilkan kondisi regangan seimbang.
ρmax = rasio tulangan maksimum.
ρmin = rasio tulangan minimum.
ψe = faktor yang digunakan untuk memodifikasi panjang penyaluran
berdasarkan pada pelapis tulangan.
ψs = faktor yang digunakan untuk memodifikasi panjang penyaluran
berdasarkan pada ukuran tulangan.
ψt = faktor yang digunakan untuk memodifikasi panjang penyaluran
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Beton bertulang adalah struktur komposit yang sangat baik digunakan
pada konstruksi bangunan. Beton bertulang merupakan material komposit yang
terdiri dari beton dan baja tulangan yang ditanam di dalam beton. Sifat utama
beton adalah sangat kuat di dalam menahan beban tekan tetapi lemah di dalam
menahan gaya tarik. Baja tulangan di dalam beton berfungsi menahan gaya tarik
yang bekerja dan sebagian gaya tekan.
Penambahan tulangan baja pada beton yang sudah mengeras terkadang
diperlukan antara lain untuk menyambung elemen – elemen beton precast atau untuk perkuatan struktur. Penyambungan elemen struktur juga dilakukan apabila
terjadi perubahan dalam suatu perencanaan struktur, apabila struktur bangunan
tersebut dapat digunakan tanpa adanya pembongkaran, maka salah satu jalan
penyelesaian dengan cara melakukan perkuatan struktur dengan penambahan
tulangan pada struktur tersebut. Penambahan tulangan tersebut dapat dilakukan
dengan penanaman baja tulangan pada beton. Dalam penambahan tulangan baja
pada beton yang sudah mengeras ini dilakukan dengan cara melubangi beton lalu
memasukkan tulangan kedalamnya dan menambahkan zat perekat (epoxy).
Tulangan yang telah dimasukkan kedalam beton kemudian dilakukan
penyambungan beton untuk perkuatan struktur tersebut. Sambungan merupakan
bagian struktur yang paling penting dalam mentransfer gaya dan berperilaku
sebagai penghubung antara komponen-komponen yang disambung. Terutama
pada saat terdapat sambungan beton lama dan beton baru.
Lekatan ini memberikan gaya tarik atau tekan pada tulangan, yang pada
kondisi tertentu memungkinkan dua bahan tulangan dan beton bekerja sebagai
sistem komposit. Diameter dan panjang penyaluran tulangan sangat berpengaruh
pada kelekatan beton dan tulangan. Kegagalan suatu struktur dapat disebabkan
salah satu faktor kurangnya lekatan antara baja tulangan dengan beton. Oleh sebab
itu perlu diperhatikan kuat lekat antara beton dan baja tulangan sebagai penguat
2 Tegangan lekat pada beton bertulang dapat dihitung berdasarkan gaya persatuan
luas nominal baja tulangan yang diselimuti oleh beton.
Untuk mendapatkan kekuatan lekatan yang baik antara beton yang sudah
mengeras dengan tulangan diperlukan perekat yang kuat. Penelitian ini
menggunakan perekat (epoxy) tulangan pada beton yaitu Sikadur®-31 CF Normal.
Ketebalan Sikadur®-31 CF Normal ini untuk perekat tulangan belum ada
aturannya, sehingga perlu dilakukan pengujian untuk mendapatkan ketebalan yang
optimal. Panjang penyaluran tulangan yang tertanam pada beton, juga perlu
diperhitungkan karena sangat berpengaruh pada daya lekat antara baja tulangan
dan beton. Kekuatan sambungan beton juga harus diperhitungkan karena
sambungan sebagai penghubung antara komponen-komponen penyambungan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas yaitu :
1. Bagaimanakah kapasitas lentur balok dengan panjang penyaluran
menggunakan dan tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF Normal ?
2. Bagaimanakah mekanisme keruntuhan balok dengan panjang penyaluran
menggunakan dan tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF Normal ?
3. Apakah metode panjang penyaluran berdasarkan SNI-2847-2013 dengan
menggunakan Sikadur®-31 CF Normal dapat dipakai sebagai alternatif
untuk penyambungan balok beton bertulang ?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui besarnya beban yang mampu diterima oleh balok dengan
panjang penyaluran menggunakan dan tanpa menggunakan Sikadur®-31 CF
Normal.
2. Untuk mengetahui mekanisme keruntuhan balok dengan panjang penyaluran
3 3. Untuk mempelajari apakah metode panjang penyaluran berdasarkan
SNI-2847-2013 dengan menggunakan Sikadur®-31 CF Normal dapat dipakai
sebagai alternatif untuk penyambungan balok beton bertulang.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah :
1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi ilmiah dalam
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya sambungan
balok beton bertulang.
2. Hasil ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang sambungan balok
yang disambung dengan menggunakan Sikadur®-31 CF Normal berdasarkan
panjang penyaluran tulangan.
3. Hasil ini diharapkan dapat menambah masukan di dalam pelaksanaan
dilapangan khususnya dalam proyek – proyek yang menggunakan konstruksi sambungan balok beton bertulang.
1.5 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Semen yang digunakan adalah Semen Portland tipe I merk Gersik.
2. Agregat kasar berupa batu pecah dan agregat halus yang akan digunakan
untuk campuran beton berasal dari Karangasem.
3. Pengukuran ketebalan Sikadur®-31 CF Normal yang digunakan adalah
selisih antara diameter lubang beton dengan diameter baja tulangan.
4. Penelitian ini hanya dilakukan di Laboratorium dan tidak dilakukan
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton
Beton merupakan campuran dari semen, agregat kasar dan halus, air, dan
bahan tambah bila digunakan yang membentuk massa padat. Pemakaian beton
menjadi sangat populer sejak perkembangannya dimasa lalu dari sekedar menjadi
pengikat (binder), hingga menjadi komposit keras yang digunakan sebagai bahan
bangunan. Sebagai bahan bangunan yang banyak dipakai, beton memiliki
keunggulan karena bersifat kedap air, mudah dibentuk dan dicetak, serta murah
dan mudah dikerjakan. Beton memiliki keuntungan tinggi gaya tekannya namun
terdapat kelemahan yaitu gaya tarik yang lemah. Untuk mengatasi kelemahan
beton, dibuat struktur beton bertulang untuk memperoleh struktur yang kuat,
tinggi gaya tekan dan memiliki gaya tarik yang memadai dengan diaplikasikannya
tulangan baja dalam struktur beton.
Kinerja struktur beton bertulang ditujukan untuk mampu menahan beban
selama masa layannya, sehingga kurva tegangan regangan (stress-strain curve)
material terkait akan menjadi bahan pertimbangan mendasar dalam perencanaan
beton bertulang. Oleh karena pemakaian beton lebih ditujukan dalam hal tekan,
maka relasi atau kurva tegangan-regangan beton merupakan acuan utama. Sebagai
deskripsi, pada Gambar 2.1 disajikan beberapa kurva tegangan-regangan beton.
Semua kurva yang disajikan pada Gambar 2.1 memiliki karakter yang serupa.
5 Gambar 2.1 Berbagai kurva relasi tegangan-regangan untuk beberapa jenis beton
Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Salah satu parameter yang dapat diperoleh dari kurva tegangan regangan
adalah modulus elastisitas, dalam hal ini adalah modulus elastisitas beton.
Modulus elastisitas beton, Ec, yaitu kemiringan kurva tegangan-regangan beton
pada bagian elastis ditentukan oleh persamaan 2.1. menurut ACI (dalam satuan
SI) dengan fc′ adalah kuat tekan beton (MPa) dan wc adalah berat beton dalam
kg/m3.
Ec = 3,32 fc′+ 6895
wc
2320 1,5
(2.1)
2.2 Beton Bertulang
Beton bertulang digunakan untuk meningkatkan kinerja beton yang lemah
terhadap gaya tarik. Kemampuan menahan beban serta deformasi yang terjadi
pada beton bertulang sebagai material komposit sangat dipengaruhi oleh perilaku
elemen-elemennya, yaitu beton dan tulangan baja, juga perilaku dan interaksi
6 lekatan antara tulangan baja dan beton yang akan menghasilkan material komposit
yang daktail sehingga mampu mnyalurkan gaya tarik.
Seperti halnya pada beton, kurva tegangan-regangan baja sangat
menentukan kinerja tulangan baja. Dalam kurva tegangan-regangan baja, dua
parameter yang menjadi tolak ukur adalah titik leleh (yield point) yang umumnya
identik dalam tekan maupun tarik, serta modulus elastisitas, Es. Deskripsi tentang
kurva tegangan-regangan baja disajikan Gambar 2.2 dengan menampilkan
beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja untuk berbagai mutu.
Gambar 2.2 Beberapa kurva tegangan-regangan dari tulangan baja untuk berbagai mutu
Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Pada saat suatu elemen beton bertulang misalnya kolom menerima beban,
kurva tegangan-regangan beton dan baja akan berperilaku seperti yang disajikan
7 Gambar 2.3 Kurva tegangan-regangan beton dan baja pada suatu elemen beton
bertulang yang dibebani
Sumber : Nilson, et. al. (2004)
Beberapa dalil dalam perilaku beton bertulang secara mendasar dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Gaya dalam misalnya momen lentur, gaya geser, tegangan normal dan geser
di setiap bagian elemen struktur memiliki keseimbangan dengan gaya
eksternal pada bagian tersebut.
2. Regangan pada tulangan baja yang tertanam tarik maupun tekan adalah sama
dengan regangan beton di sekitarnya. Diasumsikan bahwa terdapat lekatan
sempurna antara tulangan baja dan beton sehingga tidak terjadi selip.
Dengan demikian, bila salah satu material berdeformasi, maka material lain
akan berdeformasi pula.
3. Penampang yang datar pada saat sebelum pembebanan akan tetap datar pada
saat pembebanan.
4. Kuat tarik pada beton sangat kecil dibandingkan kuat tekannya sehingga
pada bagian tarik biasanya terjadi retak. Pada elemen struktur yang didesain
dengan baik, biasanya terjadi retak rambut yang tidak terlalu kasat mata.
8 tarik membawa kesimpulan umum bahwa beton tidak dapat menahan tarik.
Sesungguhnya, kesimpulan ini tidak sepenuhnya benar, karena beton
sebelum mengalami retak masih dapat menahan tarik meski dalam kapasitas
yang amat kecil.
5. Teori ini didasarkan pada relasi tegangan-regangan aktual dan sifat-sifat dari
kekuatan kedua bahan tersebut (beton dan baja) serta beberapa simplifikasi
yang secara ekivalen cukup beralasan. Pada teori modern, perilaku non linier
dikedepankan, dengan demikian beton akan menjadi sangat tidak efektif
memikul gaya tarik. Dengan demikian, lekatan antara beton dan baja akan
menjadi sangat kompleks dalam perhitungan analisis. Analisis ini akan
tampak jauh lebih menantang dibandingkan analisis dari elemen struktur
beton bertulangan tunggal yang diasumsikan sebagai material elastis.
Perlu menjadi catatan bahwa analisis yang berdasar pada kelima dalil
tersebut harus dikembangkan dengan penelitian dan uji eksperimental untuk
mengakomodasi perilaku lekatan beton dan baja yang lebih rumit dan
memerlukan kajian yang mendalam.
2.2.1 Desain Lentur Dengan Beban Terfaktor
Gambar 2.4 Tegangan-regangan teoritis lentur penampang persegi empat
9 Ketentuan hubungan regangan-tegangan dengan beban batas/ terfaktor
pada penampang persegi empat dengan tulangan tunggal adalah seperti Gambar
2.4. Kekuatan maksimum pada serat beton dicapai bila regangan pada serat beton
sama dengan regangan hancur εc beton sebesar 0,003. Pada kondisi terjadi
regangan hancur, regangan dalam baja tulangan As dapat lebih kecil atau lebih
besar dari regangan batas baja tulangan, bergantung pada luas tulangan baja.
Untuk tulangan tarik yang dipasang berakibat tulangan akan leleh lebih dahulu
sebelum keruntuhan beton (keruntuhan daktail atau tulangan lemah), maka
SNI-2847-2013 membatasi jumlah tulangan tarik untuk menjamin terjadi keruntuhan
daktail.
Diagram non-linear tegangan pada penampang seperti pada Gambar 2.4
mempunyai tagangan maksimum lebih kecil fc’, yaitu k fc’. Jika tegangan rata-rata
penampang beton untuk lebar beton yang konstan kk1 fc’ dan jarak titik tangkap
resultante gaya dalam beton Cc adalah k1c, maka besarnya gaya tanggap beton
tertekan :
Cc = k k1 fc’ c b (2.2)
Untuk kondisi daktail, gaya tarik Ta adalah :
Ta = As fy (2.3)
Persyaratan kesetimbangan gaya menghendaki Cc = Ta , yaitu :
kk1fc′cb = Asfy , sehingga c = Asf
kk1fc′by
(2.4)
Dari kesetimbangan momen, kekuatan lentur nominal dapat dinyatakan sebagai :
Mnd = Taz = Ta (d – k2c) = Asfy (d – k2c) (2.5)
Memasukkan persamaan (2.2) ke (2.3) diperoleh :
Mnd = Asfy d−
Ketentuan momen lentur nominal Mnd penampang dapat diketahui jika
nilai k2
kk1 diketahuai.
Dari hasil pengujian laboratorium nilai kombinasi k2
kk1
10 0,55 – 0,63 , dan pada kondisi runtuh regangan tekan batas beton εc = 0,003
seperti ditetapkan dalam SNI-2847-2013. Pada PBI’7, nilai εc ditetapkan 0,0035
bagi perencanaan.
Metode Perancangan Kuat Beban Terfaktor atau Kekuatan Batas pada
elemen lentur mempunyai anggapan-anggapan seperti tercantum pada
SNI-2847-2013 pasal 10.2 :
1. Regangan pada baja dan beton berbanding lurus dengan jaraknya dari sumbu
netral. Anggapan ini sesuai hipotesis Bernoulli dan asas Navier : penampang
yang rata akan tetap rata setelah mengalami lentur. (SNI-2847-2013 pasal
10.2.2).
2. Regangan pada serat beton terluar εc adalah 0,003 (SNI-2847-2013 pasal
10.2.3).
3. Tegangan yang terjadi pada baja fs sama dengan regangan yang terjadi εc ,
dikali modulus elastisitas Es, jika tegangan itu lebih kecil dari tegangan leleh
baja fy. Sebaiknya jika tegangan fs ≥ fy, maka tegangan rencana ditetakan
maksimum sama dengan tegangan lelehnya (SNI-2847-2013 pasal 10.2.4).
4. Kuat tarik beton diabaikan. Seluruh gaya tarik dipikul oleh tulangan baja
yang tertarik. Distribusi tegangan tekan beton dapat dinyatakan sebagai
balok ekivalen segi empat dan memenuhi ketentuan :
a. Tegangan beton sebesar 0,85 fc’ terdistribusi merata pada daerah tekan
ekivalen yang dibatasi oleh tepi penampang dan garis lurus yang
sejajar dengan sumbu netral dan berjarak a dari serat yang mengalami
regangan 0,003, dengan a = β1c. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.1).
b. Besaran c adalah jarak dari serat yang mengalami regangan tekan
boleh diambil kurang dari 0,65. (SNI-2847-2013 pasal 10.2.7.3).
Anggapan 4a menunjukkan bahwa distribusi tegangan tekan pada beton
11 segi empat. Bentuk distribusi ini tidak mempengaruhi besarnya gaya tekan,
mengingat arah, letak, dan besarnya gaya tekan tidak beruhan. Perubahan yang
dilakukan adalah cara menghitung besarnya gaya tekan menggunakan balok
persegi empat ekivalen. (Gambar 2.5).
Gambar 2.5 Perubahan diagram tegangan parabolik ke blok tegangan ekivalen
Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Dari Gambar 2.5 besarnya momen nominal penampang menggunakan blok
tegangan ekivalen adalah : a = β1 c.
Cc = 0,85 fc’ a b (2.7)
Ta = As fy (2.8)
Dengan syarat kesetimbangan Cc = Ta, diperoleh :
a = Asfy
0,85fc′b
(2.9)
Mengetahui dimensi, kualitas bahan, dan jumlah tulangan yang terpasang,
kekuatan nominal kapasitas penampang Mnk dapat dicari dari kesetimbangan
momen :
Mnk = Asfy d−0,59
Asfy fc′b
12
2.2.2 Balok Dengan Tulangan Tunggal
Pada Gambar 2.6 penampang balok dengan parameter dimensi b, h,
tulangan As disebut elemen balok dengan tulangan tunggal. Dengan diameter
tulangan utama dt, diameter sengkang dv, dan penutup beton dc, tinggi efektif d
adalah : d = h – (dc + dv + 0,5 db).
Dari kesetimbangan momen terhadap garis kerja Cc (Gambar 2.7) :
Mnd = fyAs d−
a
2 (2.11)
Kemudian, berdasarkan kesetimbangan gaya horizontal dan syarat daktilitas
diperoleh :
Cc = Ts atau 0,85 fc’ b a = fy As (2.12)
Gambar 2.6 Parameter penampang
Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Persamaan (2.12) disubstitusikan ke persamaan (2.11) dengan menyatakan
parameter a sebagai fungsi f(As).
Diperoleh kuadrat :
fy
0,85fc′bAs
2−
2dAs+
2Mnd
fy
= 0 (2.13)
13
As =
0,85fc′b
fy
d− d− 2Mnd
0,85fc′b
(2.14)
Gambar 2.7 Diagram regangan, tegangan, gaya-gaya dalam penampang balok
Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Persamaan inilah yang digunakan untuk menghitung luas tulangan tunggal
yang diperlukan.
Momen nominal kapasitas penampang Mnk
Pemeriksaan kekuatan nominal lentur penampang dapat ditetapkan dari analisis
penampang dengan data penampang yang diketahuai :
a. Kekuatan tekan rencana beton fc’
b. Tegangan leleh baja tulangan fy
c. Luas tulangan As
d. Dimensi penampang b dan h.
Momen nominal kapasitas penampang Mnk dihitung dengan prosedur sebagai
berikut.
Dari kesetimbangan gaya (Gambar 2.7) :
∑ Gaya horizontal = 0; Cc– Ta = 0
0,85fc′ab−Asfy , sehingga a =
Asfy
14
bd, sebagai rasio tulangan tarik, maka Mnk =ρbd
2 1−0,59ρfy
penampang empat persegi sembarang adalah :
Ru =
Persamaan (2.15) dapat juga digunakan bagi desain tulangan, dengan menetapkan
dimensi b dan h dan Mnk diganti menjadi momen nominal rencana Mnd, sehingga
rasio tulangan tarik ρ dicari dari persamaan μ
ρ= 1
m 1− 1−
2mRu
fy
(2.16)
2.2.3 Analisis Penampang Kondisi Seimbang (Balance)
Gambar 2.8 Diagram regangan, tegangan dan gaya kondisi seimbang
15 Kondisi seimbang didefinisikan dengan terjadinya regangan maksimum
serat paling atas beton 0,003 bersamaan lelehnya tulangan baja εy = fy/Es (Gambar
2.8).
Dari jumlah tulangan tarik kondisi seimbang Asb dapat ditentukan posisi
garis netral kondisi seimbang cb. Jika luas tulangan rencana As > Asb, penampang
disebut penampang dengan tulangan kuat. Dari keseimbangan gaya dalam Cc = Ta,
blok tegangan ekivalen a menjadi lebih besar, yang berarti nilai c melebihi nilai
cb. Hal ini berakibat εs < εy = fy/Es, saat εc = 0,003. Keruntuhan penampang
tulangan kuat secara mendadak akan terjadi tanpa memberikan pertanda
keruntuhan.
Sebaliknya bila luas tulangan rencana As < Asb yang biasanya disebut
penampang dengan tulangan lemah, balok tegangan ekivalen beton a lebih kecil
dari ab yang berarti c lebih kecil dari cb. Ini memberikan nilai εs> εy = fy/Es , yang
artinya balok memberikan tanda deformasi yang besar sebelum terjadi
keruntuhan. SNI-2847-2013 pasal 10.3.5 menetapkan dalam memenuhi kriteria
daktilitas penampang, jumlah tulangan rencana tidak boleh lebih dari 0,75 Asb
atau ρ ≤0,75 ρb.
2.3 Perilaku Keruntuhan Balok Beton Bertulang
Beton bertulang terdiri dari dua material, yaitu beton dan baja dengan
sifatnya berbeda. Jika baja dianggap sebagai material homogen yang propertinya
terdefinisi jelas, maka sebaliknya dengan material beton yang merupakan material
heterogen dari semen, air dan agregat, yang property mekaniknya bervariasi dan
tidak terdefinisi dengan pasti. Hanya untuk memudahkan dalam analisis saja maka
umumnya dianggap sebagai material homogeny dan konteks makro. Perilaku
keruntuhannya yang dominan pada struktur balok pada umumnya adalah lentur,
tentu saja itu akan terjadi jika rasio bentang geser (a) dan tinggi efektif balok (d)
cukup besar. Jika rasio a/d kecil maka digolongkan sebagai balok tinggi (deep
beam), keruntuhan geser dominan. Perilaku keruntuhan dapat dibagi menjadi tiga
tahapan, yaitu : (1) elastis penuh (belum retak), (2) tahapan mulai terjadinya retak
16 keruntuhan balok beton bertulang diatas dua tumpuan digambar dalam bentuk
kurva beban – lendutan di bawah ini.
Gambar 2.9 Perilaku beban – lendutan struktur beton
Sumber : Dr.Edward G.Nawy, P.E. (1998)
Respons non – linier disebabkan dua hal utama yaitu : keretakan beton didaerah tarik dan tulangan mengalami leleh atau beton pecah (crushing) pada
daerah desak. Selain itu juga disebabkan perilaku lain yang terkait, misalnya
bond-slip antara tulangan baja dan beton disekitarnya, aksi penguncian agregat
pada daerah retak dan akhirnya aksi angkur (dowel action) dari tulangan yang
melintas disekitar retak. Perilaku sebagai fungsi waktu, misalnya creep, shrinkage
dan variasi temperatur juga menyumbang perilaku non – linier. Kecuali itu, hubungan tegangan regangan beton tidak hanya bersifat non – linier, tetapi juga berbeda antara beban tekan dan tarik, sifat mekaniknya tergantung dari umur
waktu dibebani, kondisi lingkungan (suhu sekeliling dan kelembaban).
2.4 Penyaluran dan Penyambungan Tulangan
Gaya tarik dan tekan tulangan pada setiap penampang komponen struktur
beton bertulang harus disalurkan pada masing – masing sisi penampang tersebut melalui panjang penyaluran, kait atau alat mekanis, atau kombinasi dari cara-cara
tersebut. Kait sebaiknya tidak dipergunakan untuk menyalurkan tulangan tertekan,
17 Beban luar amat jarang langsung bekerja pada tulangan. Tulangan
menerima beban dari beton sekitarnya. tegangan lekatan didefinisikan sebagai
tegangan geser pada permukaan tulangan dan beton, saat terjadi penyaluran beban
antara tulangan dengan beton sekelilingnya. Lekatan ini memberikan gaya tarik
atau tekan pada tulangan, yang pada kondisi tertentu memungkinkan dua bahan
tulangan dan beton bekerja sebagai sistem komposit. Untuk lekatan kondisi ini
merupakan bagian yang terpenting bagi tulangan dalam komponen struktur.
2.4.1 Tegangan Lekatan
Tulangan harus ditanam sepanjang ld dari penampang kritis untuk
menyalurkan gaya dari baja tulangan ke beton pada sistem balok kantilever
melalui tegangan lekat u kedua bahan (Gambar 2.10.)
Gambar 2.10 Penyaluran ld batang tulangan
Sumber : Nasution Amrinsyah (2009)
Menurut SNI-2847-2013 memberikan rumus mengenai panjang
penyaluran yang dipergunakan pada tulangan yang mengalami tarik dengan rumus
18
melintasi bidang potensial pembelahan melalui tulangan yang disalurkan,
mm2.
cb = yang lebih kecil dari : (a) jarak dari pusat batang tulangan atau kawat ke
permukaan beton terdekat, dan (b) setengah spasi pusat ke pusat batang
tulangan atau kawat yang disalurkan, mm.
db = diameter nominal batang tulangan, kawat, atau strand (strand) prategang,
mm.
f’c = kekuatan tekan beton yang disyaratkan, MPa.
fy = kekuatan leleh tulangan yang disyaratkan, MPa.
Ktr = indeks tulangan transversal.
ld = panjang penyaluran tarik batang tulangan ulir, kawat ulir, tulangan kawat
las polos dan ulir, atau strand pratarik, mm.
λ = faktor modifikasi yang merefleksikan properti mekanis tereduksi dari beton ringan, semuanya relatif terhadap beton normal dengan kuat tekan yang
dimana ruas pengekangan (cb+Ktr)/dbtidak boleh diambil lebih besar dari 2,5, dan.
Ktr =
40Atr
sn (2.18)
dimana n adalah jumlah batang tulangan atau kawat yang disambung atau
disalurkan sepanjang bidang pembelahan. Diizinkan untuk menggunakan Ktr = 0
19 Faktor-faktor yang digunakan dalam perumusan-perumusan untuk
penyaluran batang tulangan ulir dan kawat ulir dalam kondisi tarik adalah sebagai
berikut :
a. Bila tulangan horizontal dipasang sehingga lebih dari 300 mm beton segar
dicor di bawah panjang penyaluran atau sambungan,� = 1,3. Untuk situasi
lainnya, � = 1,0.
b. Untuk batang tulangan dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan
seng dan epoksi, atau kawat dilapisi epoksi dengan selimut kurang dari 3db,
atau spasi bersih kurang dari 6db, � = 1,5. Untuk semua batang tulangan
dilapisi epoksi, batang tulangan dilapisi ganda bahan seng dan epoksi, atau
kawat dilapisi epoksi lainnya, � = 1,2. Untuk tulangan tidak dilapisi dan
dilapisi bahan seng (digalvanis), � = 1,0. Akan tetapi, hasil � � tidak
perlu lebih besar dari 1,7.
c. Untuk batang tulangan atau kawat ulir D-19 atau yang lebih kecil, � = 0,8.
Untuk batang tulangan D-22 dan yang lebih besar, � = 1,0.
d. Bila beton ringan digunakan, λ tidak boleh melebihi 0,75 kecuali jika fct
ditetapkan. Bila beton berat normal digunakan, λ = 1,0.
2.4.2 Penyaluran Batang Ulir Tertekan
Panjang penyaluran lddalam mm, untuk batang ukir harus dihitung dengan
mengalikan panjang penyaluran dasar
berdiameter tidak kurang dari 6 mm dan jarak lilitannya tidak lebih dari 100
mm atau di dalam sengkang D-13 spasi vertical sengkang dan sengkang ikat
20 batang atau kawat sengkang dan kait ikat, atau ukuran terkecil dari
komponen struktur tekan tersebut, dan sumbu-sumbu berspasi tidak lebih
dari 100 mm.
2.5 Perekat Epoxy
Kekuatan lekatan antara tulangan dan beton merupakan salah satu faktor
mempengaruhi kekuatan tarik tulangan pada struktur beton bertulang, sedangkan
tulangan yang dipasang pada beton dilakukan setelah beton menjadi keras, maka
perlu suatu zat untuk melekatkan antara baja tulangan dengan beton. Dalam
penelitian ini zat yang digunakan adalah Sikadur®-31 CF Normal yang bagus
sebagai perekat dan (coating).
Sikadur®-31 CF Normal adalah dua komponen mortar bebas (solvent),
tahan kelembaban, dan bersifat (thixotropic), hasil kombinasi perekat (epoxy) dan
bahan pengisi celah khusus, untuk digunakan sebagai perekat dan perbaikan
struktur beton dengan temperature + 10oC sampai + 30oC.
Kuat rekatan Sikadur®-31 CF Normal jenis ini pada beton kering (1 hari)
mencapai > 4 N/mm2, kuat rekat pada beton basah (1 hari) mencapai > 4 N/mm2,
dan kuat rekat pada baja (1 hari) mencapai 6-10 N/mm2. Kelebihan Sikadur®-31
CF Normal adalah :
a. Mudah dalam penggunaanya.
b. Cocok digunakan pada permukaan beton yang kering.
c. Adhesi terhadap elemen struktur baik.
d. Lengket terhadap material konstruksi sehingga mempunyai kekuatan lekat
yang tinggi.
e. Tanpa menggunakan bahan pelarut.
f. Tidak ada penyusutan ketika mengeras.
g. Kedap air dan cairan lain.
Persiapan yang dilakukan sebelum pemberian Sikadur®-31 CF Normal
adalah beton dan baja tulangan harus dibersihkan dari partikel-partikel lepas