• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM SAFETY RIDING UNTUK MENEKAN ANGKA KECELAKAAN DI KOTA SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM SAFETY RIDING UNTUK MENEKAN ANGKA KECELAKAAN DI KOTA SURABAYA."

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “VETERAN” Jawa Timur

Oleh :

Dwi Jendra Permana NPM: 0441010154

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

(2)

hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM SAFETY RIDINGUNTUK

MENEKAN ANGKA KECELAKAAN DI KOTA SURABAYA” Penulisan skripsi ini merupakan bagian dari proses studi jurusan Administrasi Negara yang

wajib ditempuh oleh setiap mahasiswa yang merupakan prasyarat akademis untuk

memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik,fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Banyak pihak yang telah membantu penulis berupa petunjuk dan bimbingan.

Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya terutama kepada DR.Slamet Srijono MSi selaku dosen pembimbing

yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi penelitian ini, penulis telah banyak menerima

sumbangan pikiran, tuntunan dan dukungan semangat dari berbagai pihak. Oleh

karena itu sudah selayaknya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra.Ec.Hj.Suparwati,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.

2. Bapak DR.Lukman Arif .MSi, selaku Kepala Jurusan Administrasi Publik

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran“ Jawa Timur.

(3)

ii

4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.

5. Bapak AKBP Agus Wijayanto selaku Kepala Satlantas Polwiltabes Surabaya

6. Untuk kedua orang tuaku, terimakasih atas bantuan do’a restu yang di berikan.

7. Buat Rahmat, Icong, Panjul, Ipul, Adith, Temen-temen Miracle,Temen-temen

angkatan 05,Tube8 Community dan untuk sahabat dan teman-temanku yang

tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini.

8. Dan seluruh teman-teman Administrasi Publik Angkatan 2004.

Akhirnya dengan segala keterbukaan, apabila penulis dalam membuat

penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan diharapkan

adanya kritik dan saran yang sekiranya tidak memberatkan penulis dan bersifat

membangun untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.

Surabaya, Oktober 2010

Penulis

(4)

KATA PENGANTAR...ii 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 8

2.2. Landasan Teori ... 12

2.2.1. Pengertian Kebijakan Publik ... 12

2.2.2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik ... 15

2.2.3. Aktor Kebijakan Publik ... 16

2.2.3.1.Sifat kebijakan Publik ... 18

2.2.3.2. Manfaat kebijakan Publik ... 19

2.2.4. Tujuan Kebijakan ... 20

2.2.5. Evaluasi Kebijakan ... 21

2.2.6.Pengertian Implementasi Kebijakan... 22

2.2.6.1.Model-Model Implementasi Kebijakan ... 26

2.2.6.2. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Implementasi kebijakan………27

2.2.6.3 Keberhasilan Implementasi Kebijakan………..29

(5)

2.3. Kerangka Berpikir………..39

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 41

3.2. Fokus Penelitian ... 43

3.3. Lokasi Penelitian ... 44

3.4. Sumber Data ... 46

3.5. Pengumpulan Data... 46

3.6. Analisa Data ... 49

3.7. Keabsahan Data... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum...55

4.1.1. Sejarah Polisi Lalu Lintas Republik Indonesia………...55

4.1.2. Misi dan Visi Polri di Bidadang Lalu Lintas………..59

4.1.3. Fungsi Ditlantas Polri……….59

4.1.4. Struktur Organisasi Satlantas Polwiltabes Surabaya………..61

4.1.5. Tugas dan Fungsi Satlantas Polwiltabes Surabaya………….62

4.1.6. Karakteristik Personil Satlantas Polwiltabes Surabaya……..69

4.2. Hasil penelitian...73

4.3. Pembahasan……….84

(6)

DAFTAR PUSTAKA MATRIK DATA LAMPIRAN

(7)

Tabel 3. Data personil Satlantas Polwiltabes Surabaya berdasarkan jenis

kelamin...71

Tabel 4. Komposisi pegawai negeri sipil yang ada di Satlantas Polwiltabes Kota

Surabaya berdasarkan kepangkatan...71

Tabel 5. Komposisi pegawai negeri sipil di Satlantas Polwiltabes Kota Surabaya

berdasarkan jenis kelamin...72

Tabel 6. Data personil Satlantas PolwilTabes Kota Surabaya berdasarkan

Jabatan...73

(8)
(9)

Tahap Implementasi Safety Riding

(10)

Tahap Implementasi Safety Riding

(11)

Tahap Sosialisasi Safety Riding

(12)

Tahap Sosialisasi Safety Riding

(13)
(14)
(15)

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis data penelitian kualitatif adalah dengan menggunakkan teknik deskriptif kualitatif di mana dalam penelitian ini di gambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikannya. Fenomena dalam kebijakan ini adalah di mana banyaknya kecelakaan yang terjadi di akibatkan karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai peraturan dalam berkendara seperti tidak memakai helm standart nasional, mengganti roda sepeda yang standart dengan ban sepeda yang tidak standart, memodifikasi kendaraan roda dua tanpa menghiraukan aspek- aspek keselamatan dalam berkendara, sehingga hal itu menyebakan banyaknya korban kecelakaan yang menyebabkan kematian, karena alasan itulah maka pihak Polantas kota Surabaya mengeluarkan program safety riding yang sesuai dengan ST Kapolda Jatim No Pol: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tentang pelaksanaan kampanye program safety riding pada tahun 2005.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana cara Polantas kota Surabaya untuk menekan angka kecelakaan yang terjadi di kota Surabaya melalui program safty riding terutama bagi para pengguna kendaraan roda dua?

Situs penelitian ini adalah Satlantas Polwil Tabes Kota Surabaya, adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil wawancra dari informan,sedangkan data sekunder yaitu berupa dokumen-dokumen yang di perolah dari Satlantas Polwil Tabes Kota Surabaya, variable penelitian ini adalah satu variable yaitu mengenai program safety riding untuk menekan angka kecelakaan bagi pengguna kendaraan roda dua.

Informan dan responden dalam penelitian ini adalah petugas yang ada di Satlantas Polwil Tabes Kota Surabayayang utamanya menangani program kampanye safety riding.

Fokus dalam penelitian ini ada tiga tahap yaitu sosialisasi, implementasi, serta evaluasi.

Hasil dari penelitian ini tentang tahap sosialisasi, implementasi, dan evaluasi masih terdapat kendala serta dalam melakukan sosialisasi dan implementasi mengenai pkampanye program safety riding masih kurang, sedangkan untuk tahap evaluasi program yang di adakan oleh Polantas Kota Surabaya untuk menekan angka kecelakaan ini mendapat dukungan dari instansi-instansi lain, serta dari masyarakat.

(16)

1.1 Latar belakang.

Satlantas Polwil Tabes kota Surabaya sebagai penegak hukum bagi

para pelanggar pengguna kendaraan roda 2 sangatlah kewalahan dalam

mengurangi terjadinya kecelakaan dan kemacetan, dan dimana kecelakaan yang

terjadi banyak di alami oleh pengguna kendaraan roda 2, untuk mengurangi

terjadinya kecelakaan itu maka pihak Satlantas Polwil Tabes kota Surabaya

menerapkan program safety riding yang bekerja sama dengan pihak instansi –

instansi dalam dan swasta yang tujuannya adalah untuk menekan terjadinya

kecelakaan yang banyak terjadi di kota Surabaya.

Dengan jumlah penduduk kota Surabaya yang semakin padat dan

pertambahan jumlah kendaraan yang semakin pesat yang tidak diimbangi

dengan sarana dan prasarana lalu lintas jalan yang memadai, maka akan

semakin menambah kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas. Di mana

tingginya tingkat kepadatan arus lalu lintas di kota Surabaya tidak lepas dari

semakin menigkatnya aktifitas sehari – hari dan corak masyarakat Surabaya

yang majemuk. Untuk menjalankan aktifitas sehari – harinya masyarakat lebih

memilih menggunakkan kendaraan roda 2 sebagai pengganti transportasi massal

(bus, mpu, angkot).

(17)

Kondisi seperti ini dibarengi dengan mudahnya masyarakat untuk

memiliki kendaraan bermotor roda 2 dengan cara kredit melalui dealer / ATPM.

Banyaknya dealer – dealer yang menyediakan produk – produk jepang / cina

semakin menambah tingginya minat masyarakat untuk memiliki kendaraan roda

2 dengan adanya permasalahan – permasalahan krusial yang terjadi di

masyarakat sehubungan dengan menigkatnya jumlah penduduk dan jumlah

pengguna kendaraan roda 2 di kota Surabaya yang mencapai 3.610.269 unit

serta ruas jalan yang tidak memadai dengan total panjang 1.067 kilometer dan

jumlah aparat yang bertugas hanya 504 personel sehingga jika di rata – rata satu

polisi mengawasi 2,04 km jalan dan 5.180 kendaraan dan angka itu jauh dari

ideal sebab jika mengacu pada standart internasional idealnya seorang polisi

menjaga 300 kendaraan (jawa pos selasa 28 juli 2009), dan hal itu menyebabkan

banyaknya pelanggaran – pelanggaran masyarakat dalam berkendaraan di jalan

raya, dimana sering kita lihat orang – orang yang berkendara itu tidak mematuhi

tata – tertib berlalulintas misalnya tidak memakai helm yang standart, tidak

menyalakan lampu sein sepeda motor di siang hari, menerobos lampu merah,

dan memodifikasi sepeda motor dengan tidak memperhatikan aspek

keselamatan di jalan raya misalnya dengan mengganti ukuran ban yang lebih

kecil mengganti lampu rem dengan lampu blitz, melanggar marka, berkendara

melebihi batas kecepatan dan pengendara lebih cenderung melakukan zig – zag

(18)

Karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam bertata tertib

berlalulintas di jalan seperti di atas bisa menyebabkan timbulnya kecelakaan -

kecelakaan yang menyebabkan si pengendara itu luka – luka, cacat ataupun

kematian dan kecelakaan itu pun juga dapat mengganggu perekonomian

keluarga karena berdasarkan data kecelakaan Sat Lantas Polwil Tabes Surabaya

terlihat bahwa sebagian besar korban itu masih usia produktif oleh karena itu

bisa di analogikan sebagai tulang punggung keluarga dan karena alasan itulah

kecelakaan tersebut dapat mengganggu ekonomi keluarga dan mengakibatkan

kemiskinan, di antara total 1.152 korban kecelakaan mulai korban meninggal

hingga luka, 918 orang menjadi tulang punggung keluarga dan sebanyak 319

lainnya masih berumur 26 – 55 tahun (jawa pos, tgl 29 juli 2009).

Adapun data yang dihimpun oleh pihak Satlantas Polwiltabes

Surabaya dan jajarannya selama 3 tahun mulai dari tahun 2007-2009 bulan

oktober. Dimana data itu meliputi dari Polres Utara , Selatan, Timur dan Kp3,

(19)

Tabel 1

Data kecelakaan pengendara roda 2 di kota Surabaya

Tahun dan

Sumber: Satlantas Polwiltabes Surabaya Bagian Unit Kecelakaan,2009.

Karena alasan itulah bedasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2009

Tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan bagian 4 yang mengatur tentang tata

cara berlalulintas maka Dir Lantas Polda Jatim dan Sat Lantas Polwil Tabes

Surabaya dan jajarannya terus melakukan upaya – upaya dengan melaksanakan

program – progam secara berkesinambungan yang bertujuan untuk menekan

semaksimal mungkin terjadinya kecelakaan.

Sebelum di adakan program safety riding pihak polantas kota

Surabaya melaksanakan program kanalisasi yaitu tertib lajur kiri untuk

kendaraan roda 2 dan MPU yang berdasarkan Pasal 61 Ayat 1 PP No. 43 tahun

(20)

sabuk keselamatan dan klik helm) yang berdasarkan Pasal 23 Ayat 1 huruf (e)

UU No. 14 tahun 1992 dan Pasal 23 Ayat 2 UU No. 14 tahun 1992.

Karena masih banyaknya pengguna kendaraan beroda 2 yang masih

melanggar aturan – auran dalam berkendara seperti memakai helm tidak

standart, kendaraan roda 2 nya tidak di lengkapi spion, serta banyaknya pemilik

kendaraan motor yang memodif motornya tanpa menghiraukan aspek - aspek

keselamatan di jalan misalnya dengan mengganti ban yan tidak sesuai dengan

standartnya, karena sering masih banyaknya pelanggaran – pelanggaran dan

masih tingginya tingkat kecelakaan itu maka pada tahun 2005 sesuai dengan

ST Kapolda Jatim No Pol: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tentang pelaksanaan

kampanye program safety riding yang kemudian di laksanakan oleh Satlantas

Polwil Tabes Kota Surabaya dimana program safety riding merupakan

kelanjutan dari program kanalisasi dan safety belt (klik sabuk keselamatan dan

klik helm) dengan prioritas sasaran :

a) Melengkapi kendaraan dengan 2 spion, lampu sein, lampu rem(kelengkapan

kendaraan).

b) Menggunakan helm standart, pastikan berbunyi klik(kelengkapan

keselamatan)

c) Nyalakan lampu meski siang hari.

d) MPU dan roda 2 menggunakan lajur kiri.

Meskipun program ini sudah berjalan sampai saat ini namun kita

(21)

mematuhi aturan yang telah di tetapkan seperti yang tertulis dalam program

safety riding yang di keluarkan oleh satlantas polwil tabes Surabaya.

Di mana tujuan program safety riding ini di wajibkan guna untuk

memperkecil atau mengurangi resiko terjadinya kecelakaan maupun cedera

ataupun yang bisa mengakibatkan kematian bagi si pengendara.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita lihat bahwa Satlantas

Polwil Tabes suraabaya berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat

agar dalam berkendara kendaraan roda 2 harus sesuai dengan aturan – aturan

yang ada pada program safety riding, dan hal itu dapat mengurangi terjadinya

resiko kecelakaan yang bisa menyebabkan cedera ataupun kematian. Untuk itu

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana implementasi

kebijakan program safety riding untuk menekan angka kecelakaan yang

dilakukan oleh polantas di kota Surabaya.

1.2 Perumusan Masalah

Bagaimana implementasi kebijakan program safety riding untuk

menekan angka kecelakaan yang dilakukan oleh polantas di kota Surabaya?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dan manfaat penelitian yang ingin di capai dalam

(22)

1.3.1. Tujuan penelitian

Secara garis besar tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab

permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin di capai adalah:

a. Untuk mengetahui implementasi program safety riding yang dilakukan

oleh Polwil Tabes Surabaya untuk menekan angka keclakaan yang

terjadi dikota Surabaya.

b. Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat dalam memahami ataupun

mentaati peraturan peraturan lalulintas, serta menerapkan program safety

riding dalam berkendara agar dapat mengurangi terjadinya kecelakaan

dan pelanggaran dalam berkendara.

c. Untuk mengetahui bentuk – bentuk pelanggaran bagi pengguna jalan.

1.3.2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang ingin di capai dalam penelitian ini

adalah:

1 Bagi peneliti

Penelitian ini merupakan studi perbandingan yang sangat penting di

mana peneliti dapat menambah ilmu dengan membandingkan antara

teori yang di dapat dari bangku kuliah dengan kenyataan yang di hadapi

selama melaksanakan penelitian.

(23)

Khususnya fakultas ilmu administrasi Negara bahwa penulisan skripsi

ini dapat menambah perbendaharaan perpustakaan yang ungkin kelak

dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai tambahan perbandingan.

3 Bagi Instansi

Penulisan penelitian skripsi ini semoga dapat memberikan sumbangan

penelitian bagi pihak – pihak yang berkepentingan terutama dalam

masalah penggunaan yaitu kesatuan polisi lalulintas Polwiltabes

Surabaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bertatatertib

(24)

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain dapat di pakai

dalam pengkajian yang berkaitan dengan program – program untuk tertib

lalulintas yang di lakukan oleh Sat Lantas Polwil tabes Surabaya antara lain:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Prastyaswati (2006), Jurusan

Administrasi Publik FISIP – UPN “Veteran” Jatim, dengan judul

“Kualitas Pelayanan Surat Ijin Mengemudi (SIM) Kendaraan Bermotor

(Satuan lalu Lintas Kepolisian Resort Gresik)”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskresikan dan

menginterpretasikan kualitas pelayanan surat izin mengemudi (SIM) pada

kantor Satuan lalu lintas (Satlantas) polres gresik. Kualitas pelayanan

merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pengguna jasa

dalam menerima pelayanan yang baik.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif yang meneliti dengan obyek penelitian yaitu kualitas pelayanan

surat ijin mengemudi (SIM) pada Satlantas Polres Gresik.Hasil dari

penelitian pada kantor Sat Lantas Polres Gresik, bahwa kebutuhan kualitas

pelayanan SIM mengenai Tangibles (bukti langsung) meniputi : ruang

tunggu, ruang kesehatan, loket pelayanan SIM, ruang ujian teori dan ujian

(25)

praktek SIM, ruang produksi SIM,ketersediaan informasi dan sarana

penunjang lainnya berdasarkan dari sebagaian besar tanggapan pemohon

SIM mengatakan sudah baik. Reliability (keandalan) meliputi : pelayanan

pendaftaran, pelayanan pengujian klinik pengemudi,ujian teori dan ujian

praktek, pengambilan SIM, sebagian besar tanggapan dari pemohon SIM

mnengatakan sudah baik. Responsiveness (daya tanggap) meliputi :

tindakan petugas terhadap keluhan pemohon SIM, kecepatan dalam

menangani pemohon SIM dari yang di standarkan selama 60 menit,

namun dapat direalisasikan menjadi 40 menit, dan pelayanan yang merata,

dari hasil penelitian dinyatakan cukup baik. Assurance ( jaminan) meliputi

: kredibilitas petugas, dan keamanan lokasi, dari sebagian tanggapan

pemohon SIM mengatakan sudah baik. Emphaty (empati) kepedulian

petugas terhadap tiap individu cukup baik. Sedangkan kebutuhan kualitas

masih harus diperbaiki adalah ruang kesehatan yang berjarak 100 meter

dari Sat lantas sebaiknya diletakkan di dalam area Sat Lantas sehingga

memudahkan pemohon SIM yang akan mengikuti tes kesehatan, dan

lapangan ujian praktek seharusnya diberi peneduh.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Novario Dicky Luq mansyah (2005),

Jurusan Administrasi Publik FISIP- UNIVERSITAS DR. SOETOMO,

dengan judul Upaya- upaya sat lantas polres sidoarjo untuk meningkatkan

(26)

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyaraakat

untuk menggunakan sabuk pengaman bagi pengguna kendaraaan roda 4 atau

lebih yang mempunyai rumah – rumah di mana kegiatan ini di gunakkan

untuk mengurangi terjadinya kematian dan luka – luka apabila terjadi

kecelakaan.

Metode yang di gunakan adalah deskriptif kualitatif yang meneliti

tentang seberapa besar tingkat keasadaran masyarakat dalam memahami

akan pentingnya penggunaan sabuk pengaman bagi pengendara kendaraan

roda 4 atau lebih yang memiliki rumah – rumah.

Hasil dari penelitian ini adalah bahwa satlantas polres sidoarjo dalam

meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sabuk keselamatan

bagi pengguna kendaraan roda 4 sangatlah baik dengan cara melakukan

sosialisasi dengan memasang spanduk, baliho, lewat radio, brosur, maupun

melakukan pendekatan langsung terhadap masyarakat atau dengan cara

penyuluhan.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah di lakukan seperti

yang di jelaskan di atas, terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitian

yang dilakukan sekarang dengan yang terdahulu, persamaannya adalah sama

– sama meneliti tentang program yang di keluarkan oleh Sat Lantas Polwil

Tabes dalam mengurangi terjadinya kecelakaan saat berkendara di jalan dan

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bertata tertib lalulintas di

(27)

sabuk pengaman (safety belt) bagi pengendara kendaraan roda 4 yang di

lengkapi dengan rumah-rumah yang ada di kota Sidoarjo, dan persamaan

lainnya adalah sama-sama bertujuan untuk menekan terjadinya angka

kecelakaan di mana dalam melakukan program melaksanakan program ini

di lakukan dengan cara sosialisasi lewat media cetak, spanduk, baliho,

leaflet dan sosialisasi ke perusahaan-perusahaan / dealer-dealer motor.

Perbedaanya terdapat pada tempat penelitian di mana penelitian yang

terdahulu di lakukan di Polres Sidoarjo dan peneliti yang sekarang di

lakukan di Sat Lantas Polwil Tabes Surabaya dan perbedaan yang lainnya

adalah peneliti terdahulu meneliti tentang bagaimana cara mensosialisasikan

program safety belt yang dikhususkan bagi pengendara roda 4 yang di sertai

dengan rumah-rumah, sedangkan penelti yang sekarang meneliti tentang

bagaimana implementasi kebijakan yang dilakukan oleh Sat Lantas Polwil

Tabes Surabaya untuk menekan angka kecelakaan namun di khususkan bagi

pengendara kendaraan roda 2 dengan prioritas sasaran: melengkapi

kendaraan roda 2 dengan spion, lampu sein, lampu rem,(kelengkapan

kendaraan), menggunakan helm standart, menyalakan lampu meski siang

(28)

2.2. Landasan Teori

2.2. Kebijakan Publik

2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik

Pengertian kebijakan publik menurut Chandler & Piano (1998)

dalam Hessel (2003 : 1) adalah pemecahan masalah-masalah publik

atau pemerintah.

Dye dalam Islamy (1997 :18) mendefinisikan kebijakan

publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan

atau tidak dilakukan. Friedrich dalam Wahab (2004 : 3), menyatakan

bahwa kebijakan ialah sutau tindakan yang mengarah pada tujuan

yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam

lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan

tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau

mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Menurut Easton dalam Islamy (2001 : 19), memberi arti

kebijakan Negara sebagai pengalokasikan nilai-nilai secara paksa

(sah) kepada seluruh anggota masyarakat

Menurut Anderson dalam Agustino (2006 : 7) memberikan

pengertian tentang kebijkan publik yaitu serangkaian kegiatan yang

mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan

(29)

berhubungan dengan suatu permasalahan atau sesuatu hal yang

diperhatikan.

Sedangkan menurut Woll (1996) dalam Heseel (2003 : 2)

kebijakan publik adalah sejumlah aktifitas pemerintah untuk

memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun

melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan

masyarakat.

Nugroho (2003 : 54) mendefinisikan kebijakan publik adalah

hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal

yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan.

Pengertian kebijakan publik menurut Easton dalam Islamy

(1997 : 19) adalah pengalokasian nilai-nilai secara paksa (syah)

kepada seluruh anggota masyarakat.

Kemudian definisi kebijkan publik menurut Frederich dalam

Soenarko (2000 : 42) adalah suatu arah tindakan yang diusulkan

pada seseorang, golongan atau pemerintah dalam suatu lingkungan

dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatan yang

diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi suatu cita-cita atas

mewujudkan suatu kehendak serta tujuan tertentu.

Atas dasar pengertian diatas, maka dapat dikemukakan elemen

(30)

dikemukakan oleh Anderson dalam Islamy yang antara lain

mencangkup :

1. kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorentasi pada tujuan

tertentu.

2. kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat

pemerintah

3. kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh

pemerintah.

4. kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan,

pemerintah mencari masalah tertentu) dan bersifat negatif

(keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)

5. kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan tertetu yang bersifat memaksa (otoritatif)

Dari beberapa pengertian diatas dan mengikuti paham bahwa

kebijakan publik itu harus mengabdi kepada masyarakat, maka

dengan demikian dapat disimpulkan kebijakan publik adalah

serangkaian tindakan yangbditetapkan dan dilaksanakan atau tidak

dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau

berorentasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh

(31)

2.2.2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik

Menurut Agustino (2006 : 22) proses pembuatan kebijakan

merupakan serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur

menurut urutan waktu. Oleh karena itu kebijakan publik dilakukan

ke dalam beberapa tahap proses pembuatan kebijakan sebagai

berikut :

1) Tahap penyusunan agenda

Para pejabat yang diplih dan di angkat menempatkan masalah

pada agenda publik. Sebelumnya masalah – masalah ini

berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam

agenda kebijakan..

2) Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan di bahas oleh

para pembuat kebijakan. Masalah – masalah tadi di definisikan

untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.

3) Tahap adopsi kebijakan

Dari sekian banyak alternative kebijakan yang di tawarkan oleh

para perumus kabijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative

kebijakan tersebut di adopsi dengan dukungan dari mayoritas

(32)

4). Tahap implementasi kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan – catatan

elit, jika program tersebut tidak di implementasikan. Oleh karena

itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative

pemecahan masalah seharusnya di implementasikan.

5). Tahap penilaian kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau

di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat

telah mampu memecahkan masalah.

2.2.3. Aktor Kebijakan Publik di Indonesia a. Pejabat Pembuat Kebiajakan

Menirut Agustino (2006 : 29) yang dimaksud dengan

Pejabat pembuat kebijakan adalah orang yang mempunyai

wewenang yang sah untuk ikut serta dalam formulasi hingga

penetapan kebijakan publik yang termasuk dalam pembuat

kebiajakan secara normatif adalah : legislatif, eksekutif,

administrator dan para hakim. Masing-masing mempunyai tugas

dalam pembuatan kebijakan yang relatif berbeda dengan

lembaga lain.

b. Aktor Yang terlibat

Menurut Agustino (2006 : 41) di Indonesia, di era

(33)

yang berwenang membuat perundang-undang atau kebijakan)

adalah :

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

3. Presiden

4. Pemerintah

a. Presiden sebagai kepala Pemerintahan (pemerintah pusat)

b. Menteri

c. Lembaga Non-Departemen

d. Direktorat Jendral (Dirjen)

e. Badan-Badan Negara lainnya (Bank Sentral, BUMN, dan

lainnya).

f. Pemerintah Daerah Propinsi

g. Pemerintah daerah kota atau kabupaten

h. Kepala desa

i. Dewan perwakilan daerah propinsi

j. Dewan perwakilan daerah kota atau kabupaten

k. Badan perwakilan desa (BPD)

Lembaga-lembaga Negara (dan pemerintah) tersebut memiliki

peran dan wewenang masing-masing untuk membuat perundang

(kebijakan publik) sesuai dengan kedudukannya dalam sistem

(34)

2.2.3.1. Sifat Kebijakan Publik

Menurut Winarno (2002 : 19) sifat kebijakan publik

sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep

ini dirinci beberapa kategori sebagai berikut :

1. Tuntutan-Tuntutan Kebijakan

Adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta

atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah

dalam suatu sistem politik.

2. Keputusan Kebijakan

Adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat

pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan subtansi

kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.

3. Peryataan-peryataan Kebijakan

Adakah peryataan-peryataan resmi atau artikulasi-artikulasi

(penjelasan) kebijakan publik.

4. Hasil-Hasil Kebijakan

Adalah manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik hal-hal

yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan

peryataan-peryataan kebijakan.

5. Dampak-dampak kebijakan

Adalah akibatbagi masyarakat baik yang berasal dari tindakan

(35)

2.2.3.2. Manfaat Kebijakan Publik

Menurut Dye dan Anderson dalam Subarsono (2005 : 4),

studi kebijakan publik memiliki tiga mangfaat penting yaitu :

1. pengembangan ilmu pengetahuan

dalam konteks ini, ilmuwan dapat menempatkan kebijakan

publik sebagai variabel terpengaruh (dependent variable)

sehingga berusaha menentukan variabel pengaruhnya

(independent variable). Studi ini berusaha mencari

variabel-variabel yang dapat mempengaruhi isi dari sebuah kebijakan

publik.

2. membantu para praktisi dalam memecahkan masalah-masalah

publik

Dengan mempelajari kebijakan publik para praktisi akan

memiliki dasar teoritis tentang bagaimana membuat kebijakan

publik yang baik dan memperkecil kegagalan dari suatu

kebijakan publik. Sehingga ke depan akan lahir kebijakan publik

yang lebih berkualitas yang dapat menopang tujuan

pembangunan.

3. Berguna untuk tujuan politik

Suatu kebijakan publik yang dibuat melalui proses yang benar

dengan dukungan teori yang kuat memiliki posisi yang kuat

(36)

tersebut dapat menyakinkan kepada lawan-lawan politik yang

tadinya kurang setuju. Kebijakan publik seperti itu tidak akan

mudah dicabut hanya karena alasan kepentingan sesaat dari

lawan-lawan politik.

2.2.4. Tujuan Kebijakan

Ada beberapa tujuan kebijakan menurut Hoogerwef dalam

Soenarko (2000 : 82) yaitu:

a. Memelihara ketertiban umum (Negara sebagai stabilisator)

b. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal

(Negara sebagai perangsang, stimulator)

c. Menyesuaikan berbagai aktivitas (Negara sebagai kordinator)

d. Memperuntukkan dam membagi berbagai materi (Negara

sebagai pembagi, alokator)

Tujuan-tujuan yang demikian itu, tentu saja merupakan

tujuan antara guna untuk memcapai tujuan akhir. Untuk bangsa

dan Negara Indonesia, tujuan kebijaksanaan itu adalah :

a. memajukan kesejahteraan umum

b. mencerdaskan kehidupan bangsa

c. ikut melaksanakan ketertiban dunia

sedangkan untuk tujuan akhirnya (goal) adalah : masyarakat

(37)

2.2.5. Evaluasi Kebijakan

Menurut Winarno (2004 : 165), evaluasi kebijakan adalah

kegiatan yang bertujuan untuk menilai mannfaat suatu kebijakan.

Menurut Jones dalam Tangkilisan (2003 : 25), mengatakan

bahwa evaluasi kebijakan adalah peninjauan ulang untuk

mendapatkan perbaikan dari dampak yang tidak diinginkan

Menurut Moshoed (2004 : 91), mengatakan bahwa evaluasi

kebijakan adalah suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu

kebijakan publik dapat membuahkan hasil.

Dengan disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa

evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai

apakah siatu kebijakan berhasil mencapai tujuanya dan seberapa

besar dampak yang ditimbulkan akibat implementasi kebijakan

tersebut.

Didalam evaluasi kebijakan terdapat beberapa tipe evaluasi,

salah satunya seperti yang dikemukakan heath dalam Tangkilisan

(2003 : 27), membedakan tipe evaluasi kebijakan publik atas 3 (tiga)

tipe yaitu:

1. Tipe Evaluasi Proses

Dimana evalusai ini dilakukan, dan perhatiannya pada peryataan

(38)

2. Tipe Evaluasi Dampak

Dimana evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertayaan

mengenai apa yang telah dicapai program

3. Tipe Evaluasi Strategi

Dimana evaluasi ini bertujuan untuk mencari jawaban atas

pertayaan bagaimana program dapat dilaksanakan secara efektif,

untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dibanding

dengan program-program lain yang ditunjukkan pada masalah

yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.

2.2.6. Pengertian Implementasi Kebijakan

Kamus Webster dalam Wahab (2004 : 64), merumuskan secara

pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to

provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk

melaksanakan sesuatu) to give practical effect to (menimbulkan

dampak/akibat terhadap sesuatu).

Menurut Mazmanian dan Sabatiar dalam Wahab (2004 : 65),

menjelaskan makna implementasi adalah memahami apa yang

senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau

dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni

kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah

disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencangkup

(39)

menimbulkan akibat dampak nyata pada masyarakat atau

kejadian-kejadian.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi

adalah proses yang sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku

badan-badan administrative yang bertanggung jawab untuk

melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok

sasaran, melainkan pula social yang berlangsung atau tidak langsung

dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat.

Konsep implementasi telah diuraikan diatas, dengan demikian

maka perlu juga diuraikan tentang konsep kebijakan yang mempunyai

peran penting dalam berlangsungnya suatu implementasi. Berikut akan

dijelaskan beberapa konsep kebijakan dari pakar-pakar administrasi.

Friedrich dalam Wahab (2004 : 3), menyatakan bahwa

kebijakan ialah sutau tindakan yang mengarah pada tujuan yang

diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam

lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan

tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau

mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Menurut Easton dalam Islamy (2001 : 19), memberi arti

kebijakan Negara sebagai pengalokasikan nilai-nilai secara paksa (sah)

(40)

Menurut Anderson dalam widodo (2001 : 190) mngemukakan:

1. kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorentasi pada tujuan

tertentu.

2. kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat

pemerintah

3. kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah

dan bahkan

4. kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan, pemerintah

mencari masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat

pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)

5. kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan

perundang-undangan tertetu yang bersifat memaksa (otoritatif)

Menurut Dunn dalam Tangkisilan (2003 : 19), kebijakan

adalah sebagai tindakan, piliham dan keputusan yang baik yang

dilakukan oleh pemerintah dalam pecapaian tujuan kebijakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah

suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, golongan atau

pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan

kesempatan-kesempatan yang diharapkan dapat memenuhi dan

mengatasi halangan tersebut dalam rangka mencapai suatu cita-cita

(41)

Proses kebijakan berlangsung dalam beberapa tahapan, yang

masa proses implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat

penting dalam proses kebijakan, sebab berbagai kebijakan yang telah

dibuat tidak akan ada artinya apabila hanya tersimpan rapi tanpa

adanya upaya untuk melaksanakannya sehingga proses kebijakan akan

berakhir hanya sampai pada tahap pembuatan kebijakan yang tanpa

berlanjut pada tahap berikutnya, yaitu tahap implementasi kebijakan.

Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2004 : 102)

mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan

yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah maupun swasta

yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan

keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.

Sedangkan Winarno (2004 : 101) menyatakan bahwa

implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,

merupakan alat-alat administrasi hukum dimana berbagai aktor

organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama

menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang

diinginkan.

Adapun implementasi kebijakan menurut Islamy (2004 : 102)

dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memahami apa yang

senyatanya terjadi sesudah program dirumuskan, yaitu

(42)

kebijakan public, baik itu menyangkut kegiatan-kegiatan ataupun

peristiwa-peristiwa.

Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa

implementasi kebijakan adalah melaksanakan keputusan kebijakan

dalam rangka mengatasi suatu permasalahan melalui langkah-langkah

yang sudah digariskan dalam rangka pencapaian tujuan.

2.2.6.1. Model-Model Implementasi Kebijakan

Dalam implementasi kebijakan ada beberapa bentuk model

implementasi yang dikenal., model ini berguna untuk

menyederhanakan sesuatu bentuk dan memudahkan dalam

pelaksanaan kebijakan.

Hogwood dan Gunn dalam wahab (2004 : 71)

mengemukakan model “Top Down Approach”. Menurut hogwood

dan gunn, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secaara

sempurna (perfect implementation) ada 10 (sepuluh) persyaratan :

1. kondisi ekternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana

tidak akan menimbulkan gangguan / kenkdala yang serius.

2. untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber

yang cukup memadai

3. perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

4. kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu

(43)

5. hubungan kualitas bersifat langsung dan hanya sedikit rantai

penghubungnya.

6. hubungan saling ketergantungan harus kecil

7. pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan

8. tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat

9. komunikasi dan kordinasi yang sempurna

10. pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Variable-variabel kebijaksanaan bersangkut paut dengan

tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang

tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi

organisasi formal maupun informal sedangkan komunikasi antar

organisasi terkait beserta kegiatam-kegiatan pelaksananya mencakup

antar hubungan didalam lingkungan sistem politik dan dengan

kelompok-kelompok sasaran. Akhirnya pusat perhatian pada sikap

para pelaksana mengatarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari

mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.

2.2.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Islamy (2004 : 107), menjelaskan bahwa

kebijaksanaan akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan

mempunyai dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat.

(44)

anggota masyarakat itu bersesuaian dengan apa yang diinginkan

oleh pemerintah dan Negara. Dengan demikian kalau mereka tidak

bertindak/berbuat sesuai dengan keinginan pemerintah / Negara

itu, maka kebijaksanaan Negara menjadi tidak efektif.

Kebijaksanaan apapun sebenarnya mengadung resiko untuk

gagal, Hogwood dan Gunn dalam Wahab (2004 : 61) telah

membagi pengertian kegagalan kebijaksanaan (policy failure)

dalam 2 (dua) kategori, yaitu : non implementation (tidak

terimplementasi) dan unsuccessful implementation (implementasi

tidak berhasil)

Tidak terimplementasi mengadung arti bahwa suatu

kebijaksanaan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin

karena pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaanya tidak mau

berkerjasama, atau mereka telah sepenuhnya menguasai

permasalahan, sehingga implementasi yang efektif sulit tercapai.

Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala

suatu kebijaksanaan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan

rencana, namun mengingat kondisi ekternal teryata tidak

mengutungkan (semisal tiba-tiba terjadi peristiwa pergantian

kekuasaan, bencana alam dan sebagainya). Kebijaksanaan tersebut

tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang

(45)

Menurut Hood dalam Wahab (2004 : 77), bahwa guna

mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlakukan

suatu sistem satuan administrasi tunggal (unitary administrative

system) seperti halnya satuan tentara yang besar yang hanya

memiliki satuan tanpa kompartementalisasi atau konflik

dudalamnya.

2.2.6.3.Keberhasilan Implementasi Kebijakan

Menurut Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 :

21), menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program

dan ditinjau dari 3 (tiga) factor yaitu :

1. perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan

aparatur pelaksana

2. keberhasilan implementasi diukur dari kelancara rutinitas dan

tiadanya persoalan

3. implementasi yang berhasil maengarah pada kinerja yang

memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima

manfaat yang diharapkan.

2.2.7. Dasar hukum penetapan kewajiban mengenai program lalu lintas.

Resiko kecelakaan lalu lintas senatiasa mengancam pengguna

jalan, dan untuk mengurangi resiko yang lebih parah salah satunya ialah

dengan cara mensosialisasikan program safety riding dan hal ini

(46)

Lantas tanggal 9 september 2005 tentang pelaksanaan kampanye

program safety riding, di surat telegram tersebut di prioritaskan bagi

pengguna kendaraan roda dua dengan maksud untuk mengurangi

kecelakaan dan mengurangi kemacetan yang terjadi di kota Surabaya

melalui tiga tahap di antaranya tahap sosialisasi, implementasi, dan

evaluasi , dan juga di dukung dengan adanya undang-undang no 22tahun

2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai pasal 208 ayat 1 dan

2 yang berbunyi:

1) Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan bertanggung jawab

membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan keselamatan

lalu lintas dan angkutan jalan.

2) Upaya membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud

ayat (1) di lakukan melalui:

a) Pelaksanaan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini.

b) Sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta

program keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan

jalan.

c) Pemberian penghargaan terhadap tindakan keamanan dan

keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.

d) Penciptaan lingkungan ruang lalu lintas yang mendorong

(47)

e) Penegakan hukum secarakonsisten dan berkelanjutan.

3) Pembina lalu lintas dan angkutan jalan menetapkan kebijakandan

program untuk mewujudkan budaya keamanan dan

keselamatanberlalu lintas.

2.2.7.1. Tata cara berlalu lintas

Adapun tata cara berlalu lintas dalam berkendara untuk

mengurangi terjadinya kecelakaan dan mengurangi terjadinya pelanggaran

– pelanggaran yang harus ditaati oleh para pengguna jalan sesuai dengan

undang – undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan di

jalan pasal 105 yang berbunyi:

a) Berperilaku tertib.

b) Mencegah hal – hal yang dapat merintangi, membahayakan

keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau

dapat menimbulkan kerusakan jalan.

Pasal 106 berbunyi:

1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar

(48)

2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan

pesepeda.

3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan

teknis dan layak jalan.

4) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di

jalan wajib mematuhi ketentuan:

a) Rambu perintah atau larangan.

b) Marka jalan.

c) Alat pemberi isyarat lalu lintas.

d) Gerakan lalu lintas.

e) Berhenti dan parker.

f) Peringatan dengan bunyi dan sinar.

g) Kecepatan maksimal dan minimal.

h) Tata cara penggandengan dan penempelan dengan

kendaraan lain.

5) pada saat diadakan pemerikasaan kendaraan bermotor di

jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan

bermotor wajib menunjukkan:

a) surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat

(49)

b) Surat ijin mengemudi.

c) Bukti lulus uji berkala.

d) Tanda bukti lain yang sah.

6) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor

beroda 4 atau lebih di jalan dan penumpang yang duduk

di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.

7) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor

roda 4 atau lebih yang tidak di lengkap dengan rumah –

rumah di jalan dan penumpang yang duduk di

sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan

mengenakan helm yang memenuhi standart nasional

Indonesia.

8) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan

penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang

memenuhi standart nasional Indonesia.

9) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa

kereta samping di larang membawa penumpang lebih dari

(1) orang.

Pasal 107 mengenai penggunaan lampu utama berbunyi:

1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib

(50)

yang di gunakan di jalan pada malam hari dan

pada kondisi tertentu.

2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi

ketentuan sebagaimana di maksud pasa ayat

(1) wajib menyalakan lampu utama pada

siang hari.

Pasal 108 tentang jalur atau lajur lalu lintas berbunyi:

1) Dalam berlalu lintas pengguna jalan harus

menggunakkan lajur jalan sebelah kiri.

2) Penggunaan lajur jalan sebelah kanan hanya

dapat dilakukan jika:

a) Pengemudi bermaksud akan melewati

kendaraan di depannya.

b) Di perintahkan oleh petugas

kepolisian Negara republic Indonesia

untuk di gunakan sementara sebagai

jalur kiri.

3). Sepeda motor, kendaaan bermotor yang

kecepatannya lebih rendah, mobil barang,

dan kendaraan tidak bermotor berada berada

(51)

4). penggunaan lajur sebelah kanan hanya di

peruntuhkan bagi kendaraan dengan

kecepatan yang lebih tinggi, akan membelok

ke kanan, mengubah arah, atau mendahului

kendaraan lain.

Sesuai dengan pasal 25 undang – undang 22 tahun 2009 tentang lalu

lintas dan angkutan jalan yang mengatakan bahwa setiap jalan yang di

gunakkan untuk lalu lintas umum wajib di lengkapi dengan

perlengkapan jalan berupa :

1. Rambu lalu lintas

2. Marka jalan

3. Alat pemberi isyarat

4. Alat penerangan jalan

5. Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan

6. Alat pengawasan dan pengaman jalan

7. Fasilitas untuk pesepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat

8. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang

berada di jalan dan di luar badan jalan

2.2.8. Ketentuan – Ketentuan Pidana Bagi Pengendara Yang Melakukan Pelanggaran –Pelanggaran Lalu Lintas.

Untuk mengurangi terjadinya pelanggaran – pelanggaran dan

(52)

menetapkan ketentuan pidana bagi pengguna jalan yang melakukan

pelanggaran saat mengemudikan kendaraannya di jalan sesuai dengan

undang – undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

jalan pasal 280 yang berbunyi: setiap orang yang mengemudikan

kendaraan bermotor di jalan yang tidak di pasangi tanda nomor

kendaraan bermotor yang sudah di tetapkan oleh kepolisian Negara

republic Indonesia sebagaimana di tetapkan pada pasal 68 ayat (1) di

pidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulanatau denda paling

banyak Rp 500.000,00.

Pasal 281 berbunyi: setiap orang yang mengemudikan kendaraan

bermotor di jalan yang tidak memiliki surat ijin mengemudi sebagai

mana di maksud pada pasal 77 ayat (1) di pidana dengan kurungan

paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1000.000,00.

Pasal 282 berbunyi : setiap pengguna jalan yang tidak mematuhi

perintah yang di berikan oleh petugas kepolisian Negara republic

Indonesia sebagai mana di maksud dalam pasal 104 ayat (3) di pidana

dengan kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp

250.000,00.

Pasal 283 berbunyi: setiap orang yang mengemudikan kendaraan

bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lainatau di

pengaruhi suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi

(53)

(1) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda

paling banyak Rp 750.000,00.

Pasal 284 berbunyi: setiap orang yang mengemudikan kendaraan

bermotor dengan tidak mengutamakan keselamtan pejalan kaki atau

pesepeda sebagaimana di maksud dalam pasal 106 ayat (2) di pidana

dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak

RP 500.000,00.

Pasal 285 ayat (1) berbunyi: setiap orang yang mengemudikan

sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan layak

jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem,

lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan,

knalpot dan kedalaman alur ban sebagaimana di maksud dalam pasal

106 ayat (3) juncto pasal 48 ayat (2 dan ayat (3) di pidana dengan pidana

kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.

Pasal 287 ayat (1) berbunyi: setiap orang yang mengemudikan

kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau

larangan yang di nyatakan dengan rambu – rambu lalu lintas

sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka

jalan sebagaimana di maksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf b di pidana

dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak

Rp 500.000,00.

(54)

1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang

tidak di lengkapi dengan surat tanda nomor kendaraan bermotor

atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang di tetapkan oleh

kepolisian Negara republic Indonesia sebagaimana di maksud dalam

pasal 106 ayat (5) huruf a di pidana dengan pidana kurungan paling

lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.

2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang

tidak dapat menunjukkan surat ijin mengemudi yang sah

sebagaimana di maksud dalam pasal 106 ayat (5) huruf b di pidana

dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling

banyak Rp 250.000,00.

Pasal 291

1) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tidak mengenakan

helm standart nasional Indonesia sebagaimana di maksud dalam

pasal 106 ayat (8) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 1

bulan atau dendapaling banyak Rp 250.000,00.

2) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor yang membiarkan

penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud

dalam pasal 106 ayat (8) di pidana dengan pidana kurungan paling

(55)

Pasal 293

1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tanpa

menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu

sebagaimana di maksud dalam pasal 107 ayat (1) di pidana dengan

pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp

250.000,00.

2) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa

menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana di maksud

dalam pasal 107 ayat (2) di pidana dengan pidana kurungan paling

lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000,00.

2.3 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teori tentang program santun di jalan yang sesuai

dengan undang – undang 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan

pada polantas Surabaya maka, kerangka berfikir penelitian ini di tetapkan

sebagai berikut:

Polantas Surabaya merupakan bagian dari unit Polwil tabes Surabaya

dalam melaksanakan tugas di bidang lalu lintas dan dalam melakukan tugasnya

Polantas Surabaya harus mampu menjaga tata tertib lalu lintas dengan terus

berkampanye dan mensosialisasikan mengenai tata cara santun di jalan bagi

pengendara roda 2 agar dapat mengurangi terjadinya pelanggaran – pelanggaran

(56)

mnyebabkan luka – luka, cacat bahkan kematian, dan hal itu sesuai dengan

undang – undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan

dari dasar hukum itulah di harapkan masyarakat mampu memahami dan

menerapkan semua peraturan mengenai tata cara berlalu lintas yang baik agar

pelanggaran – pelanggaran dalam berlalu lintas itupun menurun, serta

mengurangi terjadinya kecelakaan, dan dari uraian tersebut di atas dapat di

peroleh atau di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1 : Kerangka Berfikir

Tahap Sosialisasi

Menekan terjadinya kecelakaan

Tahap implementasi Juklak implementasi program

safety riding Satlantas Polwiltabes Surabaya

 ST Kapolda Jatim No. Pol.: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tanggal 9 september 2005 tentang, tentang pelaksanaan program

kampanye safety riding.

(57)

3.1 Jenis Penelitian

Untuk memperoleh metode yang tepat dalam penelitian maka

tergantung dari maksud dan tujuan penelitian. Karena penelitian ini

merupakan penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa

membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain maka

penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif.

Penelitian ini termasuk penelitian Deskriptif Kualitatif, penulis

bermaksud memperoleh gambaran yang mendalam tentang bagaimana

implementasi yang dilakukan polantas untuk menekan angka kecelakaan bagi

pengguna kendaraan roda 2 melalui program safety riding di kota surabaya.

Hal tersebut sesuai dengan kutipan oleh dalam bukunya “metodologi

penelitian Kualitatif” Milles dan Huberman (1992:15). Penelitian kualitatif

merupakan data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan merupakan

angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dengan aneka macam cara

(observasi, wawancara, intisari, dokumentasi, pita rekaman), yang biasanya

“diproses” kira-kira sebelum siap digunakan.

Milles dan Huberman (1992:12). Mendefinisikan data kualitatif sebagai

sumber dari deskriptif yang luas dan berlandaskan kokoh serta memuat

penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat

(58)

peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang

setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.

Dan akhirnya seperti yang telah dikemukakan oleh Smith dalam Milles

dan Huberman (1992:02). Bahwa penemuan-penemuan dari penelitian

kualitatif mempunyai mute yang tidak disangkal kata-kata khususnya bila

mana disusun dalam bentuk cerita atau peristiwa, mempunyai kesan yang

lebih nyata, hidup dan penuh makna Barang kali jauh lebih meyakinkan

pembacanya, peneliti lainya, pembuat kebijakan, praktisi daripada

halaman-halaman }yang penuh dengan angka-angka.

Maka dari itu dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk

mendeskripsikan, menganalisa serta menginterprestasikan mengenai

bagaimana implementasi yang dilakukan polantas untuk menekan angka

kecelakaan bagi pengguna kendaraan roda 2 melalui program safety riding di

kota surabaya dan salah satu cara yang dilakukan oleh Satlantas Polwiltabes

Surabaya untuk menekan angka kecelakaan itu adalah dengan cara

mengimplentasikan, mensosialisasikan, dan mengevaluasi undang – undang

No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan

memberikanhukuman yang tegas apabila ada pengguna kendaraan roda 2 yang

tidak mematuhi peraturan 2 tentang tata cara berlalu lintas yang baik sesuai

dengan undag – undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan

(59)

Masalah yang akan diteliti , awalnya masih umum dan samar-samar

akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah peneliti berada dalam

lapangan. Fokus ini masih mungkin akan mengalami perubahan selama

berlangsungnya penelitian itu. Fokus dalam penelitian kualitatif merupakan

batas yang harus dilalui oleh seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian.

Berkaitan dalam tersebut bukunya. (1992:30) Miles dan Huberman

mengemukakan bahwa memfokuskan dan membatasi data dapat dipandang

kemanfaatannya sebagai reduksi data yang sudah diantisipasi (1992:30). Jadi

fokus memberikan sebuah aliran pada penulis untuk memusatkan perhatian

pada penyederhanaan data yang ada, sehingga penelitian itu membias. Adapun

aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini sesuai dengan ST Kapolda

Jatim No. Pol.: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tanggal 9 September 2005, tentang

pelaksanaan program kampanye safety riding. adalah:

1. Tahap sosialisasi :

a. Sosialisasi ke internal polri.

b. Sosialisasi instansi samping.

c. Mengadakan PKS, Boneka seemeru, dan Open House.

d. Mensosialisasikan program safety riding melalui media elek

tronik dan media massa.

e. Pembagian brosur, pemasangan spanduk, dan pengeras suara di

(60)

adress yang bersifat edukasi.

2. Tahap implementasi :

a. Cara bertindak anggota di lokasi koridor program safety riding.

b. Menempatkan anggota di lokasi koridor program safety riding

mulai jam 06.00-18.00.

3.3 Lokasi Penelitian

Obyek penelitian gejala yang menjadi fokus penelitian untuk diamati.

Obyek itu sebagai atribut dari kelompok orang atau obyek yang mempunyai

variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok itu. Miles dan Haberman

(1992:30) Mendiskripsikan obyek sebagai suatu kontek terbatas, dimana

seseorang mengkaji peristiwa-peristiwa, proses dan hasilnya. Lokasi

penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk

mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh

data. Adapun alasan penulis memilih dan menetapkan lokasi penelitian ini

dengan bahwa di kota surabaya tepatnya di sekitar jalan A.Yani masih sering

banyak terjadi kecelakaan dan pengguna roda 2 yang tidak mematuhi rambu2

lalu-lintas dan masih banyak juga pengguna kendaraan roda 2 yang

memodifikasi sepedanya namun tidak sesuai dengan standart aslinya dan

tingkat pengguna kendaraan roda 2 itu makin bertambah setiap bulannya hal

itu juga di dukung dengan banyaknya dealer – dealer yang memberikan

kemudahan untuk membeli sepeda motor dengan cara kredit serta banyak juga

(61)

dengan ukuran yang tidak sesuai, serta masih banyaknya masyarakat yang

masih kurang dalam memahami tatacara berlalu lintas di jalan yang baik dan

karena alasan tersebutlah angka kecelakaan dan kemacetan yang terjadi di

kota surabaya masih meningkat. Untuk itu pihak Satlantas Polwiltabes

Surabaya beserta jajaranya mensosialisasikan, mengimplementasikan, dan

mengevaluasi program safety riding dengan di perkuat oleh undang – undang

No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.

3.4 Sumber Data

Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi batasan dalam penelitian ini

maka sumber datanya adalah :

1. Informan

Menurut Moleong ( 2002 : 96 ) Informan kunci adalah orang yang sangat

memahami betul tentang permasalahan sosial tentang kajian yang akan

diteliti, informan kunci biasanya disebut key person. Penentuan key person

dapat dilakukan dengan cara melalui keterangan orang yang berwenang

baik formal ( Pemerintahan ) dalam hal ini ketua BPD maupun informal

(masyarakat ) melalui wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh

peneliti. Adapun informan dari penelitian ini antara lain, meliputi :

a Kepala Satlantas Polwiltabes Surabaya .

b Anggota – anggota Satlantas Polwiltabes Surabaya.

(62)

Berbagai peristiwa atau kejadian yang berkaitan dengan masalah atau

fokus penelitian.

3. Dokumen

Berbagai dokumen yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian.

3.5 Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini data dikumpulkan oleh penulis sendiri yang sekaligus bertindak sebagai instrumen dalam pengumpulan data. Data

penelitian kualitatif proses pengumpulan data ada tiga macam kegiatan yang

dilakukan penulis:

1. Proses memasuki penelitian (Getting In)

Pada tahap ini melakukan pendekatan tahap awal melalui jalur informal

dengan menemui yaitu Bapak AKBP agus wijayanto, selaku Kepala

Satlantas Polwiltabes Surabaya kemudian menemui Bapak ngadiono,

Selaku anggota Satlantas Polwiltabes Surabaya secara lisan dan

memberikan gambaran secara sekilas apa yang akan diteliti- Dan melalui

jalur formal dengan mengurus surat izin penelitian dari Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sebagai tanda bahwa penulis

benar-benar melakukan penelitian pada Badan Permusyawaratan Desa di

Desa Sidojangkung Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.

2. Ketika berada di lokasi penelitian (Getting Along)

Ketika di lokasi penelitian peneliti menjalin hubungan dengan subyek

(63)

penelitian. Selain itu dalam proses ini peneliti berusaha untuk memperoleh

informasi selengkapnya dari Satlantas Polwiltabes Surabaya.

3. Teknik pengumpulan data (Logging Data)

Pengumpulan data dalam penelitian akan diperoleh melalui data primer dan

data sekunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai

berikut:

a. Wawancara

Pada teknik ini, peneliti mengadakan tatap muka dan berinteraksi

tanya jawab langsung dengan pihak responden atau subyek untuk

memperoleh data. Wawancara dalam penelitian ini, khususnya dalam

taraf permulaan biasanya tak berstruktur. Tujuan ialah memperoleh

keterangan yang terinci dan mengadakan mengenai pandangan orang

lain.

Pada mulanya belum dapat dipersiapkan sejumlah pertanyaan yang

spesifik karena belum dapat diramalkan keterangan yang akan di-berikan

oleh responden, belum diketahui secara jelas ke arah mana pembicaraan

yang berkembang. Belum mengetahui apa fokus penelitiannya. Karena

itu wawancara tak berstruktur artinya responden mendapat kebebasan

dan kesempatan untuk mengeluarkan buah pikiran pandangan dan

perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Akan tetapi kemudian

setelah peneliti memperoleh sejumlah keterangan peneliti dapat

(64)

interview dengan informan yang terdiri : (1) Kepala Satlantas Polwiltabes

Surabaya, (2) anggota Satlantas Polwiltabes Surabaya, (3) Sejumlah

masyarakat Di sekitar kawasan jalan yang menjadi kawasan tertib berlalu

lintas.

b. Dokumentasi

Pada teknik penelitian menggunakan dokumen sebagai sumber

data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data yang tepat

dimanfaatkan untuk menguji menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.

c. Observasi

Penelitian mengadakan pengumpulan data dengan cara

pengamatan langsung atau melihat dari dekat obyek penelitian. Observasi

dilakukan terhadap keseharian responden yang ada kaitannya dengan

obyek penelitian.

Data observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci

mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial serta

konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi.

3.6 Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif analisa data dilakukan sejak awal dan

sepanjang proses penelitian berlangsung. Mengingat penelitian ini

mendiskripsikan mengenai upaya –upaya yang dilakukan Satlantas

(65)

Milles dan Hubermen (1992:16) yang terdiri dari:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data yaitu data yang dikumpulkan berupa wujud kata-kata

bukan rangkaian kata. Dan itu mungkin telah dikumpulkan dengan angka

macam cara (observasi, wawancara, dokumen, pita rekaman). Dan yang

biasanya “di proses” kira-kira sebelum siap digunakan (melalui

pencatatan, pengetikan atau alas tulis).

2. Reduksi Data

Diartikan sebagai proses pemilihan, perumusan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan, dan informasi data kasar yang muncul

dan' catatan tulisan lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk

analisa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang

sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik

dan diverifikasi.

3. Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang disusun secara terpadu dan mullah dipahami

yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan

mengambil tindakan.

4. Menarik kesimpulan atau verifikasi

Peneliti berusaha untuk menganalisa dan mencari pola, terra, hubungan,

persamaan dan hal-hal yang wring timbul yang dituangkan ke dalam

(66)

Gambar 2

Analisis Interaktif Menurut Miles Dan Huberman

Sumber : Data Analisa Kualitatif Miles dan Huberman (0992,20)

Berdasarkan gambaran di atas maka menjelaskan bahwa data diperoleh

dilapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan

uraian-uraian sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang sudah

dianalisa kemudian diinterpretasikan. Masalah yang dihadapi diuraikan

dengan berpatokan pada teori-teori dan temuan-temuan yang diperoleh pada

saat penelitian tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan pemecahannya.

3.7 Keabsahan Data

Dalam setiap penelitian memerlukan standar untuk melihat derajat

kepercayaan atau kebenarannya dari hasil penelitian. Dalam penelitian

kualitataif standar tersebut disebut dengan keabsahan data. Menurut Lincoln

dan Guba dalam Moleong ( 2002 : 173 – 174 ) untuk menjamin keabsahan

data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan

(67)

Pada dasarnya penerapan kriteria derajat kepercayaan menggantikan

konsep validitas dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melakukan

inquiri ( penyelidikan ) sedemikian rupa, sehingga tingkat kepercayaan

penemuannya dapat dicapai serta menunjukkan derajat kepercayaan

hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan

ganda yang sedang diteliti. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal

ini adalah :

a. Memperpanjang Masa Observasi

Dengan memperpanjang waktu penelitian sehingga data dapat di edit

dan kemudian diadakan pengecekan kembali ke lapangan.

b. Pengamatan Yang Terus Menerus

Dengan pengamatan yang terus menerus atau kontinyu, peneliti dapat

memperhatikan sesuatu lebih cermat, terinci dan mendalam.

c. Membicarakan dengan orang lain

Sebagai usaha untuk berdiskusi dengan orang lain yang memiliki

pengetahuan tentang pokok penelitian yang diterapkan, hal ini sebagai

usaha untuk memenuhi derajat kepercayaan.

d. Melakukan Triangulasi

Untuk memeriksa kebenaran data tertentu dengan membandingkan

dengan data yang diperoleh dengan sumber lain, pada berbagai fase

Gambar

Tabel 1
Gambar 1 : Kerangka Berfikir
Gambar 2
Tabel 2
+5

Referensi

Dokumen terkait

Untuk itulah penulis ingin melihat bagaimana implementasi kebijakan program pembinaan Dinas Sosial terhadap anak jalanan apakah telah terealisasi dengan baik atau tidak..

Sehubungan dengan komunikasi dalam pelaksanaan program CSR bina lingkungan, instansi-instansi yang terkait sudah diberikan sosialisasi terkait kegiatan yang akan

Implementasi kegiatan penyiapan kelembagaan dan program di masyarakat untuk kegiatan sosialisasi / pengenalan program di masyarakat sudah terimplementasi dengan

Program layanan Surabaya Single Window (SSW) merupakan program pelayanan perijinan yang berbasis online yang terintegrasi dengan beberapa SKPD, salah satunya Dinas Pekerjaan

Untuk itu, pemerintah kota Surabaya melalui Dinas Sosial bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri dan swasta yang ada di kota Surabaya untuk memberikan pendampingan pendidikan