SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana pada FISIP UPN “VETERAN” Jawa Timur
Oleh :
Dwi Jendra Permana NPM: 0441010154
YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “ VETERAN “ JAWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
hidayah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
yang berjudul “IMPLEMENTASI PROGRAM SAFETY RIDINGUNTUK
MENEKAN ANGKA KECELAKAAN DI KOTA SURABAYA” Penulisan skripsi ini merupakan bagian dari proses studi jurusan Administrasi Negara yang
wajib ditempuh oleh setiap mahasiswa yang merupakan prasyarat akademis untuk
memperoleh gelar Sarjana Administrasi Publik,fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
pada Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Banyak pihak yang telah membantu penulis berupa petunjuk dan bimbingan.
Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya terutama kepada DR.Slamet Srijono MSi selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
Dalam penulisan skripsi penelitian ini, penulis telah banyak menerima
sumbangan pikiran, tuntunan dan dukungan semangat dari berbagai pihak. Oleh
karena itu sudah selayaknya pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada :
1. Ibu Dra.Ec.Hj.Suparwati,M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.
2. Bapak DR.Lukman Arif .MSi, selaku Kepala Jurusan Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran“ Jawa Timur.
ii
4. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran“ Jawa Timur.
5. Bapak AKBP Agus Wijayanto selaku Kepala Satlantas Polwiltabes Surabaya
6. Untuk kedua orang tuaku, terimakasih atas bantuan do’a restu yang di berikan.
7. Buat Rahmat, Icong, Panjul, Ipul, Adith, Temen-temen Miracle,Temen-temen
angkatan 05,Tube8 Community dan untuk sahabat dan teman-temanku yang
tidak dapat kusebutkan satu persatu yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
8. Dan seluruh teman-teman Administrasi Publik Angkatan 2004.
Akhirnya dengan segala keterbukaan, apabila penulis dalam membuat
penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan diharapkan
adanya kritik dan saran yang sekiranya tidak memberatkan penulis dan bersifat
membangun untuk menyempurnakan penulisan skripsi ini.
Surabaya, Oktober 2010
Penulis
KATA PENGANTAR...ii 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Kegunaan Penelitian ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu... 8
2.2. Landasan Teori ... 12
2.2.1. Pengertian Kebijakan Publik ... 12
2.2.2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik ... 15
2.2.3. Aktor Kebijakan Publik ... 16
2.2.3.1.Sifat kebijakan Publik ... 18
2.2.3.2. Manfaat kebijakan Publik ... 19
2.2.4. Tujuan Kebijakan ... 20
2.2.5. Evaluasi Kebijakan ... 21
2.2.6.Pengertian Implementasi Kebijakan... 22
2.2.6.1.Model-Model Implementasi Kebijakan ... 26
2.2.6.2. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Implementasi kebijakan………27
2.2.6.3 Keberhasilan Implementasi Kebijakan………..29
2.3. Kerangka Berpikir………..39
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 41
3.2. Fokus Penelitian ... 43
3.3. Lokasi Penelitian ... 44
3.4. Sumber Data ... 46
3.5. Pengumpulan Data... 46
3.6. Analisa Data ... 49
3.7. Keabsahan Data... 51
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran umum...55
4.1.1. Sejarah Polisi Lalu Lintas Republik Indonesia………...55
4.1.2. Misi dan Visi Polri di Bidadang Lalu Lintas………..59
4.1.3. Fungsi Ditlantas Polri……….59
4.1.4. Struktur Organisasi Satlantas Polwiltabes Surabaya………..61
4.1.5. Tugas dan Fungsi Satlantas Polwiltabes Surabaya………….62
4.1.6. Karakteristik Personil Satlantas Polwiltabes Surabaya……..69
4.2. Hasil penelitian...73
4.3. Pembahasan……….84
DAFTAR PUSTAKA MATRIK DATA LAMPIRAN
Tabel 3. Data personil Satlantas Polwiltabes Surabaya berdasarkan jenis
kelamin...71
Tabel 4. Komposisi pegawai negeri sipil yang ada di Satlantas Polwiltabes Kota
Surabaya berdasarkan kepangkatan...71
Tabel 5. Komposisi pegawai negeri sipil di Satlantas Polwiltabes Kota Surabaya
berdasarkan jenis kelamin...72
Tabel 6. Data personil Satlantas PolwilTabes Kota Surabaya berdasarkan
Jabatan...73
Tahap Implementasi Safety Riding
Tahap Implementasi Safety Riding
Tahap Sosialisasi Safety Riding
Tahap Sosialisasi Safety Riding
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode analisis data penelitian kualitatif adalah dengan menggunakkan teknik deskriptif kualitatif di mana dalam penelitian ini di gambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikannya. Fenomena dalam kebijakan ini adalah di mana banyaknya kecelakaan yang terjadi di akibatkan karena kurangnya pemahaman masyarakat mengenai peraturan dalam berkendara seperti tidak memakai helm standart nasional, mengganti roda sepeda yang standart dengan ban sepeda yang tidak standart, memodifikasi kendaraan roda dua tanpa menghiraukan aspek- aspek keselamatan dalam berkendara, sehingga hal itu menyebakan banyaknya korban kecelakaan yang menyebabkan kematian, karena alasan itulah maka pihak Polantas kota Surabaya mengeluarkan program safety riding yang sesuai dengan ST Kapolda Jatim No Pol: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tentang pelaksanaan kampanye program safety riding pada tahun 2005.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana cara Polantas kota Surabaya untuk menekan angka kecelakaan yang terjadi di kota Surabaya melalui program safty riding terutama bagi para pengguna kendaraan roda dua?
Situs penelitian ini adalah Satlantas Polwil Tabes Kota Surabaya, adapun data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer berupa hasil wawancra dari informan,sedangkan data sekunder yaitu berupa dokumen-dokumen yang di perolah dari Satlantas Polwil Tabes Kota Surabaya, variable penelitian ini adalah satu variable yaitu mengenai program safety riding untuk menekan angka kecelakaan bagi pengguna kendaraan roda dua.
Informan dan responden dalam penelitian ini adalah petugas yang ada di Satlantas Polwil Tabes Kota Surabayayang utamanya menangani program kampanye safety riding.
Fokus dalam penelitian ini ada tiga tahap yaitu sosialisasi, implementasi, serta evaluasi.
Hasil dari penelitian ini tentang tahap sosialisasi, implementasi, dan evaluasi masih terdapat kendala serta dalam melakukan sosialisasi dan implementasi mengenai pkampanye program safety riding masih kurang, sedangkan untuk tahap evaluasi program yang di adakan oleh Polantas Kota Surabaya untuk menekan angka kecelakaan ini mendapat dukungan dari instansi-instansi lain, serta dari masyarakat.
1.1 Latar belakang.
Satlantas Polwil Tabes kota Surabaya sebagai penegak hukum bagi
para pelanggar pengguna kendaraan roda 2 sangatlah kewalahan dalam
mengurangi terjadinya kecelakaan dan kemacetan, dan dimana kecelakaan yang
terjadi banyak di alami oleh pengguna kendaraan roda 2, untuk mengurangi
terjadinya kecelakaan itu maka pihak Satlantas Polwil Tabes kota Surabaya
menerapkan program safety riding yang bekerja sama dengan pihak instansi –
instansi dalam dan swasta yang tujuannya adalah untuk menekan terjadinya
kecelakaan yang banyak terjadi di kota Surabaya.
Dengan jumlah penduduk kota Surabaya yang semakin padat dan
pertambahan jumlah kendaraan yang semakin pesat yang tidak diimbangi
dengan sarana dan prasarana lalu lintas jalan yang memadai, maka akan
semakin menambah kemacetan dan kepadatan arus lalu lintas. Di mana
tingginya tingkat kepadatan arus lalu lintas di kota Surabaya tidak lepas dari
semakin menigkatnya aktifitas sehari – hari dan corak masyarakat Surabaya
yang majemuk. Untuk menjalankan aktifitas sehari – harinya masyarakat lebih
memilih menggunakkan kendaraan roda 2 sebagai pengganti transportasi massal
(bus, mpu, angkot).
Kondisi seperti ini dibarengi dengan mudahnya masyarakat untuk
memiliki kendaraan bermotor roda 2 dengan cara kredit melalui dealer / ATPM.
Banyaknya dealer – dealer yang menyediakan produk – produk jepang / cina
semakin menambah tingginya minat masyarakat untuk memiliki kendaraan roda
2 dengan adanya permasalahan – permasalahan krusial yang terjadi di
masyarakat sehubungan dengan menigkatnya jumlah penduduk dan jumlah
pengguna kendaraan roda 2 di kota Surabaya yang mencapai 3.610.269 unit
serta ruas jalan yang tidak memadai dengan total panjang 1.067 kilometer dan
jumlah aparat yang bertugas hanya 504 personel sehingga jika di rata – rata satu
polisi mengawasi 2,04 km jalan dan 5.180 kendaraan dan angka itu jauh dari
ideal sebab jika mengacu pada standart internasional idealnya seorang polisi
menjaga 300 kendaraan (jawa pos selasa 28 juli 2009), dan hal itu menyebabkan
banyaknya pelanggaran – pelanggaran masyarakat dalam berkendaraan di jalan
raya, dimana sering kita lihat orang – orang yang berkendara itu tidak mematuhi
tata – tertib berlalulintas misalnya tidak memakai helm yang standart, tidak
menyalakan lampu sein sepeda motor di siang hari, menerobos lampu merah,
dan memodifikasi sepeda motor dengan tidak memperhatikan aspek
keselamatan di jalan raya misalnya dengan mengganti ukuran ban yang lebih
kecil mengganti lampu rem dengan lampu blitz, melanggar marka, berkendara
melebihi batas kecepatan dan pengendara lebih cenderung melakukan zig – zag
Karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam bertata tertib
berlalulintas di jalan seperti di atas bisa menyebabkan timbulnya kecelakaan -
kecelakaan yang menyebabkan si pengendara itu luka – luka, cacat ataupun
kematian dan kecelakaan itu pun juga dapat mengganggu perekonomian
keluarga karena berdasarkan data kecelakaan Sat Lantas Polwil Tabes Surabaya
terlihat bahwa sebagian besar korban itu masih usia produktif oleh karena itu
bisa di analogikan sebagai tulang punggung keluarga dan karena alasan itulah
kecelakaan tersebut dapat mengganggu ekonomi keluarga dan mengakibatkan
kemiskinan, di antara total 1.152 korban kecelakaan mulai korban meninggal
hingga luka, 918 orang menjadi tulang punggung keluarga dan sebanyak 319
lainnya masih berumur 26 – 55 tahun (jawa pos, tgl 29 juli 2009).
Adapun data yang dihimpun oleh pihak Satlantas Polwiltabes
Surabaya dan jajarannya selama 3 tahun mulai dari tahun 2007-2009 bulan
oktober. Dimana data itu meliputi dari Polres Utara , Selatan, Timur dan Kp3,
Tabel 1
Data kecelakaan pengendara roda 2 di kota Surabaya
Tahun dan
Sumber: Satlantas Polwiltabes Surabaya Bagian Unit Kecelakaan,2009.
Karena alasan itulah bedasarkan Undang-Undang No 22 Tahun 2009
Tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan bagian 4 yang mengatur tentang tata
cara berlalulintas maka Dir Lantas Polda Jatim dan Sat Lantas Polwil Tabes
Surabaya dan jajarannya terus melakukan upaya – upaya dengan melaksanakan
program – progam secara berkesinambungan yang bertujuan untuk menekan
semaksimal mungkin terjadinya kecelakaan.
Sebelum di adakan program safety riding pihak polantas kota
Surabaya melaksanakan program kanalisasi yaitu tertib lajur kiri untuk
kendaraan roda 2 dan MPU yang berdasarkan Pasal 61 Ayat 1 PP No. 43 tahun
sabuk keselamatan dan klik helm) yang berdasarkan Pasal 23 Ayat 1 huruf (e)
UU No. 14 tahun 1992 dan Pasal 23 Ayat 2 UU No. 14 tahun 1992.
Karena masih banyaknya pengguna kendaraan beroda 2 yang masih
melanggar aturan – auran dalam berkendara seperti memakai helm tidak
standart, kendaraan roda 2 nya tidak di lengkapi spion, serta banyaknya pemilik
kendaraan motor yang memodif motornya tanpa menghiraukan aspek - aspek
keselamatan di jalan misalnya dengan mengganti ban yan tidak sesuai dengan
standartnya, karena sering masih banyaknya pelanggaran – pelanggaran dan
masih tingginya tingkat kecelakaan itu maka pada tahun 2005 sesuai dengan
ST Kapolda Jatim No Pol: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tentang pelaksanaan
kampanye program safety riding yang kemudian di laksanakan oleh Satlantas
Polwil Tabes Kota Surabaya dimana program safety riding merupakan
kelanjutan dari program kanalisasi dan safety belt (klik sabuk keselamatan dan
klik helm) dengan prioritas sasaran :
a) Melengkapi kendaraan dengan 2 spion, lampu sein, lampu rem(kelengkapan
kendaraan).
b) Menggunakan helm standart, pastikan berbunyi klik(kelengkapan
keselamatan)
c) Nyalakan lampu meski siang hari.
d) MPU dan roda 2 menggunakan lajur kiri.
Meskipun program ini sudah berjalan sampai saat ini namun kita
mematuhi aturan yang telah di tetapkan seperti yang tertulis dalam program
safety riding yang di keluarkan oleh satlantas polwil tabes Surabaya.
Di mana tujuan program safety riding ini di wajibkan guna untuk
memperkecil atau mengurangi resiko terjadinya kecelakaan maupun cedera
ataupun yang bisa mengakibatkan kematian bagi si pengendara.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat kita lihat bahwa Satlantas
Polwil Tabes suraabaya berupaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
agar dalam berkendara kendaraan roda 2 harus sesuai dengan aturan – aturan
yang ada pada program safety riding, dan hal itu dapat mengurangi terjadinya
resiko kecelakaan yang bisa menyebabkan cedera ataupun kematian. Untuk itu
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana implementasi
kebijakan program safety riding untuk menekan angka kecelakaan yang
dilakukan oleh polantas di kota Surabaya.
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana implementasi kebijakan program safety riding untuk
menekan angka kecelakaan yang dilakukan oleh polantas di kota Surabaya?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian yang ingin di capai dalam
1.3.1. Tujuan penelitian
Secara garis besar tujuan penelitian ini adalah untuk menjawab
permasalahan diatas, maka tujuan yang ingin di capai adalah:
a. Untuk mengetahui implementasi program safety riding yang dilakukan
oleh Polwil Tabes Surabaya untuk menekan angka keclakaan yang
terjadi dikota Surabaya.
b. Untuk mengetahui sejauh mana masyarakat dalam memahami ataupun
mentaati peraturan peraturan lalulintas, serta menerapkan program safety
riding dalam berkendara agar dapat mengurangi terjadinya kecelakaan
dan pelanggaran dalam berkendara.
c. Untuk mengetahui bentuk – bentuk pelanggaran bagi pengguna jalan.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian yang ingin di capai dalam penelitian ini
adalah:
1 Bagi peneliti
Penelitian ini merupakan studi perbandingan yang sangat penting di
mana peneliti dapat menambah ilmu dengan membandingkan antara
teori yang di dapat dari bangku kuliah dengan kenyataan yang di hadapi
selama melaksanakan penelitian.
Khususnya fakultas ilmu administrasi Negara bahwa penulisan skripsi
ini dapat menambah perbendaharaan perpustakaan yang ungkin kelak
dapat bermanfaat bagi mahasiswa lain sebagai tambahan perbandingan.
3 Bagi Instansi
Penulisan penelitian skripsi ini semoga dapat memberikan sumbangan
penelitian bagi pihak – pihak yang berkepentingan terutama dalam
masalah penggunaan yaitu kesatuan polisi lalulintas Polwiltabes
Surabaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bertatatertib
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh pihak lain dapat di pakai
dalam pengkajian yang berkaitan dengan program – program untuk tertib
lalulintas yang di lakukan oleh Sat Lantas Polwil tabes Surabaya antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Ririn Prastyaswati (2006), Jurusan
Administrasi Publik FISIP – UPN “Veteran” Jatim, dengan judul
“Kualitas Pelayanan Surat Ijin Mengemudi (SIM) Kendaraan Bermotor
(Satuan lalu Lintas Kepolisian Resort Gresik)”.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskresikan dan
menginterpretasikan kualitas pelayanan surat izin mengemudi (SIM) pada
kantor Satuan lalu lintas (Satlantas) polres gresik. Kualitas pelayanan
merupakan upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pengguna jasa
dalam menerima pelayanan yang baik.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yang meneliti dengan obyek penelitian yaitu kualitas pelayanan
surat ijin mengemudi (SIM) pada Satlantas Polres Gresik.Hasil dari
penelitian pada kantor Sat Lantas Polres Gresik, bahwa kebutuhan kualitas
pelayanan SIM mengenai Tangibles (bukti langsung) meniputi : ruang
tunggu, ruang kesehatan, loket pelayanan SIM, ruang ujian teori dan ujian
praktek SIM, ruang produksi SIM,ketersediaan informasi dan sarana
penunjang lainnya berdasarkan dari sebagaian besar tanggapan pemohon
SIM mengatakan sudah baik. Reliability (keandalan) meliputi : pelayanan
pendaftaran, pelayanan pengujian klinik pengemudi,ujian teori dan ujian
praktek, pengambilan SIM, sebagian besar tanggapan dari pemohon SIM
mnengatakan sudah baik. Responsiveness (daya tanggap) meliputi :
tindakan petugas terhadap keluhan pemohon SIM, kecepatan dalam
menangani pemohon SIM dari yang di standarkan selama 60 menit,
namun dapat direalisasikan menjadi 40 menit, dan pelayanan yang merata,
dari hasil penelitian dinyatakan cukup baik. Assurance ( jaminan) meliputi
: kredibilitas petugas, dan keamanan lokasi, dari sebagian tanggapan
pemohon SIM mengatakan sudah baik. Emphaty (empati) kepedulian
petugas terhadap tiap individu cukup baik. Sedangkan kebutuhan kualitas
masih harus diperbaiki adalah ruang kesehatan yang berjarak 100 meter
dari Sat lantas sebaiknya diletakkan di dalam area Sat Lantas sehingga
memudahkan pemohon SIM yang akan mengikuti tes kesehatan, dan
lapangan ujian praktek seharusnya diberi peneduh.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Novario Dicky Luq mansyah (2005),
Jurusan Administrasi Publik FISIP- UNIVERSITAS DR. SOETOMO,
dengan judul Upaya- upaya sat lantas polres sidoarjo untuk meningkatkan
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyaraakat
untuk menggunakan sabuk pengaman bagi pengguna kendaraaan roda 4 atau
lebih yang mempunyai rumah – rumah di mana kegiatan ini di gunakkan
untuk mengurangi terjadinya kematian dan luka – luka apabila terjadi
kecelakaan.
Metode yang di gunakan adalah deskriptif kualitatif yang meneliti
tentang seberapa besar tingkat keasadaran masyarakat dalam memahami
akan pentingnya penggunaan sabuk pengaman bagi pengendara kendaraan
roda 4 atau lebih yang memiliki rumah – rumah.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa satlantas polres sidoarjo dalam
meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sabuk keselamatan
bagi pengguna kendaraan roda 4 sangatlah baik dengan cara melakukan
sosialisasi dengan memasang spanduk, baliho, lewat radio, brosur, maupun
melakukan pendekatan langsung terhadap masyarakat atau dengan cara
penyuluhan.
Berdasarkan penelitian terdahulu yang pernah di lakukan seperti
yang di jelaskan di atas, terdapat perbedaan dan persamaan antara penelitian
yang dilakukan sekarang dengan yang terdahulu, persamaannya adalah sama
– sama meneliti tentang program yang di keluarkan oleh Sat Lantas Polwil
Tabes dalam mengurangi terjadinya kecelakaan saat berkendara di jalan dan
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam bertata tertib lalulintas di
sabuk pengaman (safety belt) bagi pengendara kendaraan roda 4 yang di
lengkapi dengan rumah-rumah yang ada di kota Sidoarjo, dan persamaan
lainnya adalah sama-sama bertujuan untuk menekan terjadinya angka
kecelakaan di mana dalam melakukan program melaksanakan program ini
di lakukan dengan cara sosialisasi lewat media cetak, spanduk, baliho,
leaflet dan sosialisasi ke perusahaan-perusahaan / dealer-dealer motor.
Perbedaanya terdapat pada tempat penelitian di mana penelitian yang
terdahulu di lakukan di Polres Sidoarjo dan peneliti yang sekarang di
lakukan di Sat Lantas Polwil Tabes Surabaya dan perbedaan yang lainnya
adalah peneliti terdahulu meneliti tentang bagaimana cara mensosialisasikan
program safety belt yang dikhususkan bagi pengendara roda 4 yang di sertai
dengan rumah-rumah, sedangkan penelti yang sekarang meneliti tentang
bagaimana implementasi kebijakan yang dilakukan oleh Sat Lantas Polwil
Tabes Surabaya untuk menekan angka kecelakaan namun di khususkan bagi
pengendara kendaraan roda 2 dengan prioritas sasaran: melengkapi
kendaraan roda 2 dengan spion, lampu sein, lampu rem,(kelengkapan
kendaraan), menggunakan helm standart, menyalakan lampu meski siang
2.2. Landasan Teori
2.2. Kebijakan Publik
2.2.1 Pengertian Kebijakan Publik
Pengertian kebijakan publik menurut Chandler & Piano (1998)
dalam Hessel (2003 : 1) adalah pemecahan masalah-masalah publik
atau pemerintah.
Dye dalam Islamy (1997 :18) mendefinisikan kebijakan
publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan
atau tidak dilakukan. Friedrich dalam Wahab (2004 : 3), menyatakan
bahwa kebijakan ialah sutau tindakan yang mengarah pada tujuan
yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Menurut Easton dalam Islamy (2001 : 19), memberi arti
kebijakan Negara sebagai pengalokasikan nilai-nilai secara paksa
(sah) kepada seluruh anggota masyarakat
Menurut Anderson dalam Agustino (2006 : 7) memberikan
pengertian tentang kebijkan publik yaitu serangkaian kegiatan yang
mempunyai maksud atau tujuan tertentu yang diikuti dan
berhubungan dengan suatu permasalahan atau sesuatu hal yang
diperhatikan.
Sedangkan menurut Woll (1996) dalam Heseel (2003 : 2)
kebijakan publik adalah sejumlah aktifitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun
melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan
masyarakat.
Nugroho (2003 : 54) mendefinisikan kebijakan publik adalah
hal-hal yang diputuskan pemerintah untuk dikerjakan dan hal-hal
yang diputuskan pemerintah untuk tidak dikerjakan atau dibiarkan.
Pengertian kebijakan publik menurut Easton dalam Islamy
(1997 : 19) adalah pengalokasian nilai-nilai secara paksa (syah)
kepada seluruh anggota masyarakat.
Kemudian definisi kebijkan publik menurut Frederich dalam
Soenarko (2000 : 42) adalah suatu arah tindakan yang diusulkan
pada seseorang, golongan atau pemerintah dalam suatu lingkungan
dengan halangan-halangan dan kesempatan-kesempatan yang
diharapkan dapat memenuhi dan mengatasi suatu cita-cita atas
mewujudkan suatu kehendak serta tujuan tertentu.
Atas dasar pengertian diatas, maka dapat dikemukakan elemen
dikemukakan oleh Anderson dalam Islamy yang antara lain
mencangkup :
1. kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorentasi pada tujuan
tertentu.
2. kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat
pemerintah
3. kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh
pemerintah.
4. kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan,
pemerintah mencari masalah tertentu) dan bersifat negatif
(keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)
5. kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan tertetu yang bersifat memaksa (otoritatif)
Dari beberapa pengertian diatas dan mengikuti paham bahwa
kebijakan publik itu harus mengabdi kepada masyarakat, maka
dengan demikian dapat disimpulkan kebijakan publik adalah
serangkaian tindakan yangbditetapkan dan dilaksanakan atau tidak
dilaksanakan oleh pemerintah yang mempunyai tujuan atau
berorentasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh
2.2.2. Tahap-Tahap Kebijakan Publik
Menurut Agustino (2006 : 22) proses pembuatan kebijakan
merupakan serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu. Oleh karena itu kebijakan publik dilakukan
ke dalam beberapa tahap proses pembuatan kebijakan sebagai
berikut :
1) Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang diplih dan di angkat menempatkan masalah
pada agenda publik. Sebelumnya masalah – masalah ini
berkompetensi terlebih dahulu untuk dapat masuk kedalam
agenda kebijakan..
2) Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan di bahas oleh
para pembuat kebijakan. Masalah – masalah tadi di definisikan
untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik.
3) Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternative kebijakan yang di tawarkan oleh
para perumus kabijakan, pada akhirnya salah satu dari alternative
kebijakan tersebut di adopsi dengan dukungan dari mayoritas
4). Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan – catatan
elit, jika program tersebut tidak di implementasikan. Oleh karena
itu, program kebijakan yang telah diambil sebagai alternative
pemecahan masalah seharusnya di implementasikan.
5). Tahap penilaian kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
di evaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat
telah mampu memecahkan masalah.
2.2.3. Aktor Kebijakan Publik di Indonesia a. Pejabat Pembuat Kebiajakan
Menirut Agustino (2006 : 29) yang dimaksud dengan
Pejabat pembuat kebijakan adalah orang yang mempunyai
wewenang yang sah untuk ikut serta dalam formulasi hingga
penetapan kebijakan publik yang termasuk dalam pembuat
kebiajakan secara normatif adalah : legislatif, eksekutif,
administrator dan para hakim. Masing-masing mempunyai tugas
dalam pembuatan kebijakan yang relatif berbeda dengan
lembaga lain.
b. Aktor Yang terlibat
Menurut Agustino (2006 : 41) di Indonesia, di era
yang berwenang membuat perundang-undang atau kebijakan)
adalah :
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
2. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
3. Presiden
4. Pemerintah
a. Presiden sebagai kepala Pemerintahan (pemerintah pusat)
b. Menteri
c. Lembaga Non-Departemen
d. Direktorat Jendral (Dirjen)
e. Badan-Badan Negara lainnya (Bank Sentral, BUMN, dan
lainnya).
f. Pemerintah Daerah Propinsi
g. Pemerintah daerah kota atau kabupaten
h. Kepala desa
i. Dewan perwakilan daerah propinsi
j. Dewan perwakilan daerah kota atau kabupaten
k. Badan perwakilan desa (BPD)
Lembaga-lembaga Negara (dan pemerintah) tersebut memiliki
peran dan wewenang masing-masing untuk membuat perundang
(kebijakan publik) sesuai dengan kedudukannya dalam sistem
2.2.3.1. Sifat Kebijakan Publik
Menurut Winarno (2002 : 19) sifat kebijakan publik
sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep
ini dirinci beberapa kategori sebagai berikut :
1. Tuntutan-Tuntutan Kebijakan
Adalah tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh aktor-aktor swasta
atau pemerintah, ditujukan kepada pejabat-pejabat pemerintah
dalam suatu sistem politik.
2. Keputusan Kebijakan
Adalah keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat-pejabat
pemerintah yang mengesahkan atau memberi arah dan subtansi
kepada tindakan-tindakan kebijakan publik.
3. Peryataan-peryataan Kebijakan
Adakah peryataan-peryataan resmi atau artikulasi-artikulasi
(penjelasan) kebijakan publik.
4. Hasil-Hasil Kebijakan
Adalah manifestasi nyata dari kebijakan-kebijakan publik hal-hal
yang sebenarnya dilakukan menurut keputusan-keputusan dan
peryataan-peryataan kebijakan.
5. Dampak-dampak kebijakan
Adalah akibatbagi masyarakat baik yang berasal dari tindakan
2.2.3.2. Manfaat Kebijakan Publik
Menurut Dye dan Anderson dalam Subarsono (2005 : 4),
studi kebijakan publik memiliki tiga mangfaat penting yaitu :
1. pengembangan ilmu pengetahuan
dalam konteks ini, ilmuwan dapat menempatkan kebijakan
publik sebagai variabel terpengaruh (dependent variable)
sehingga berusaha menentukan variabel pengaruhnya
(independent variable). Studi ini berusaha mencari
variabel-variabel yang dapat mempengaruhi isi dari sebuah kebijakan
publik.
2. membantu para praktisi dalam memecahkan masalah-masalah
publik
Dengan mempelajari kebijakan publik para praktisi akan
memiliki dasar teoritis tentang bagaimana membuat kebijakan
publik yang baik dan memperkecil kegagalan dari suatu
kebijakan publik. Sehingga ke depan akan lahir kebijakan publik
yang lebih berkualitas yang dapat menopang tujuan
pembangunan.
3. Berguna untuk tujuan politik
Suatu kebijakan publik yang dibuat melalui proses yang benar
dengan dukungan teori yang kuat memiliki posisi yang kuat
tersebut dapat menyakinkan kepada lawan-lawan politik yang
tadinya kurang setuju. Kebijakan publik seperti itu tidak akan
mudah dicabut hanya karena alasan kepentingan sesaat dari
lawan-lawan politik.
2.2.4. Tujuan Kebijakan
Ada beberapa tujuan kebijakan menurut Hoogerwef dalam
Soenarko (2000 : 82) yaitu:
a. Memelihara ketertiban umum (Negara sebagai stabilisator)
b. Melancarkan perkembangan masyarakat dalam berbagai hal
(Negara sebagai perangsang, stimulator)
c. Menyesuaikan berbagai aktivitas (Negara sebagai kordinator)
d. Memperuntukkan dam membagi berbagai materi (Negara
sebagai pembagi, alokator)
Tujuan-tujuan yang demikian itu, tentu saja merupakan
tujuan antara guna untuk memcapai tujuan akhir. Untuk bangsa
dan Negara Indonesia, tujuan kebijaksanaan itu adalah :
a. memajukan kesejahteraan umum
b. mencerdaskan kehidupan bangsa
c. ikut melaksanakan ketertiban dunia
sedangkan untuk tujuan akhirnya (goal) adalah : masyarakat
2.2.5. Evaluasi Kebijakan
Menurut Winarno (2004 : 165), evaluasi kebijakan adalah
kegiatan yang bertujuan untuk menilai mannfaat suatu kebijakan.
Menurut Jones dalam Tangkilisan (2003 : 25), mengatakan
bahwa evaluasi kebijakan adalah peninjauan ulang untuk
mendapatkan perbaikan dari dampak yang tidak diinginkan
Menurut Moshoed (2004 : 91), mengatakan bahwa evaluasi
kebijakan adalah suatu proses untuk menilai seberapa jauh suatu
kebijakan publik dapat membuahkan hasil.
Dengan disimpulkan dari pengertian-pengertian diatas bahwa
evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk menilai
apakah siatu kebijakan berhasil mencapai tujuanya dan seberapa
besar dampak yang ditimbulkan akibat implementasi kebijakan
tersebut.
Didalam evaluasi kebijakan terdapat beberapa tipe evaluasi,
salah satunya seperti yang dikemukakan heath dalam Tangkilisan
(2003 : 27), membedakan tipe evaluasi kebijakan publik atas 3 (tiga)
tipe yaitu:
1. Tipe Evaluasi Proses
Dimana evalusai ini dilakukan, dan perhatiannya pada peryataan
2. Tipe Evaluasi Dampak
Dimana evaluasi ini dilakukan untuk menjawab pertayaan
mengenai apa yang telah dicapai program
3. Tipe Evaluasi Strategi
Dimana evaluasi ini bertujuan untuk mencari jawaban atas
pertayaan bagaimana program dapat dilaksanakan secara efektif,
untuk memecahkan persoalan-persoalan masyarakat dibanding
dengan program-program lain yang ditunjukkan pada masalah
yang sama sesuai dengan topik mengenai kebijakan publik.
2.2.6. Pengertian Implementasi Kebijakan
Kamus Webster dalam Wahab (2004 : 64), merumuskan secara
pendek bahwa to implement (mengimplementasikan) berarti to
provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk
melaksanakan sesuatu) to give practical effect to (menimbulkan
dampak/akibat terhadap sesuatu).
Menurut Mazmanian dan Sabatiar dalam Wahab (2004 : 65),
menjelaskan makna implementasi adalah memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau
dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni
kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah
disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencangkup
menimbulkan akibat dampak nyata pada masyarakat atau
kejadian-kejadian.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implementasi
adalah proses yang sesungguhnya tidak hanya menyangkut perilaku
badan-badan administrative yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan program dan menimbulkan ketaatan pada diri kelompok
sasaran, melainkan pula social yang berlangsung atau tidak langsung
dapat mempengaruhi perilaku dari semua pihak yang terlibat.
Konsep implementasi telah diuraikan diatas, dengan demikian
maka perlu juga diuraikan tentang konsep kebijakan yang mempunyai
peran penting dalam berlangsungnya suatu implementasi. Berikut akan
dijelaskan beberapa konsep kebijakan dari pakar-pakar administrasi.
Friedrich dalam Wahab (2004 : 3), menyatakan bahwa
kebijakan ialah sutau tindakan yang mengarah pada tujuan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam
lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Menurut Easton dalam Islamy (2001 : 19), memberi arti
kebijakan Negara sebagai pengalokasikan nilai-nilai secara paksa (sah)
Menurut Anderson dalam widodo (2001 : 190) mngemukakan:
1. kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorentasi pada tujuan
tertentu.
2. kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat
pemerintah
3. kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah
dan bahkan
4. kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan, pemerintah
mencari masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat
pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu)
5. kebijakan publik (positif) selalu berdasarkan pada peraturan
perundang-undangan tertetu yang bersifat memaksa (otoritatif)
Menurut Dunn dalam Tangkisilan (2003 : 19), kebijakan
adalah sebagai tindakan, piliham dan keputusan yang baik yang
dilakukan oleh pemerintah dalam pecapaian tujuan kebijakan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah
suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, golongan atau
pemerintah dalam suatu lingkungan dengan halangan-halangan dan
kesempatan-kesempatan yang diharapkan dapat memenuhi dan
mengatasi halangan tersebut dalam rangka mencapai suatu cita-cita
Proses kebijakan berlangsung dalam beberapa tahapan, yang
masa proses implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat
penting dalam proses kebijakan, sebab berbagai kebijakan yang telah
dibuat tidak akan ada artinya apabila hanya tersimpan rapi tanpa
adanya upaya untuk melaksanakannya sehingga proses kebijakan akan
berakhir hanya sampai pada tahap pembuatan kebijakan yang tanpa
berlanjut pada tahap berikutnya, yaitu tahap implementasi kebijakan.
Van Meter dan Van Horn dalam Winarno (2004 : 102)
mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh individu-individu pemerintah maupun swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
Sedangkan Winarno (2004 : 101) menyatakan bahwa
implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian yang luas,
merupakan alat-alat administrasi hukum dimana berbagai aktor
organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama
menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang
diinginkan.
Adapun implementasi kebijakan menurut Islamy (2004 : 102)
dapat diartikan sebagai suatu upaya untuk memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah program dirumuskan, yaitu
kebijakan public, baik itu menyangkut kegiatan-kegiatan ataupun
peristiwa-peristiwa.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa
implementasi kebijakan adalah melaksanakan keputusan kebijakan
dalam rangka mengatasi suatu permasalahan melalui langkah-langkah
yang sudah digariskan dalam rangka pencapaian tujuan.
2.2.6.1. Model-Model Implementasi Kebijakan
Dalam implementasi kebijakan ada beberapa bentuk model
implementasi yang dikenal., model ini berguna untuk
menyederhanakan sesuatu bentuk dan memudahkan dalam
pelaksanaan kebijakan.
Hogwood dan Gunn dalam wahab (2004 : 71)
mengemukakan model “Top Down Approach”. Menurut hogwood
dan gunn, untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secaara
sempurna (perfect implementation) ada 10 (sepuluh) persyaratan :
1. kondisi ekternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana
tidak akan menimbulkan gangguan / kenkdala yang serius.
2. untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber
yang cukup memadai
3. perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
4. kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu
5. hubungan kualitas bersifat langsung dan hanya sedikit rantai
penghubungnya.
6. hubungan saling ketergantungan harus kecil
7. pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8. tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
9. komunikasi dan kordinasi yang sempurna
10. pihak-pihak yang memiliki kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Variable-variabel kebijaksanaan bersangkut paut dengan
tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang
tersedia. Pusat perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi
organisasi formal maupun informal sedangkan komunikasi antar
organisasi terkait beserta kegiatam-kegiatan pelaksananya mencakup
antar hubungan didalam lingkungan sistem politik dan dengan
kelompok-kelompok sasaran. Akhirnya pusat perhatian pada sikap
para pelaksana mengatarkan kita pada telaah mengenai orientasi dari
mereka yang mengoperasionalkan program di lapangan.
2.2.6.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan Menurut Islamy (2004 : 107), menjelaskan bahwa
kebijaksanaan akan menjadi efektif bila dilaksanakan dan
mempunyai dampak positif bagi anggota-anggota masyarakat.
anggota masyarakat itu bersesuaian dengan apa yang diinginkan
oleh pemerintah dan Negara. Dengan demikian kalau mereka tidak
bertindak/berbuat sesuai dengan keinginan pemerintah / Negara
itu, maka kebijaksanaan Negara menjadi tidak efektif.
Kebijaksanaan apapun sebenarnya mengadung resiko untuk
gagal, Hogwood dan Gunn dalam Wahab (2004 : 61) telah
membagi pengertian kegagalan kebijaksanaan (policy failure)
dalam 2 (dua) kategori, yaitu : non implementation (tidak
terimplementasi) dan unsuccessful implementation (implementasi
tidak berhasil)
Tidak terimplementasi mengadung arti bahwa suatu
kebijaksanaan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin
karena pihak-pihak yang terlibat didalam pelaksanaanya tidak mau
berkerjasama, atau mereka telah sepenuhnya menguasai
permasalahan, sehingga implementasi yang efektif sulit tercapai.
Implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi manakala
suatu kebijaksanaan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan
rencana, namun mengingat kondisi ekternal teryata tidak
mengutungkan (semisal tiba-tiba terjadi peristiwa pergantian
kekuasaan, bencana alam dan sebagainya). Kebijaksanaan tersebut
tidak berhasil dalam mewujudkan dampak atau hasil akhir yang
Menurut Hood dalam Wahab (2004 : 77), bahwa guna
mencapai implementasi yang sempurna barangkali diperlakukan
suatu sistem satuan administrasi tunggal (unitary administrative
system) seperti halnya satuan tentara yang besar yang hanya
memiliki satuan tanpa kompartementalisasi atau konflik
dudalamnya.
2.2.6.3.Keberhasilan Implementasi Kebijakan
Menurut Rippley dan Franklin dalam Tangkilisan (2003 :
21), menyatakan keberhasilan implementasi kebijakan program
dan ditinjau dari 3 (tiga) factor yaitu :
1. perspektif kepatuhan yang mengukur implementasi kebutuhan
aparatur pelaksana
2. keberhasilan implementasi diukur dari kelancara rutinitas dan
tiadanya persoalan
3. implementasi yang berhasil maengarah pada kinerja yang
memuaskan semua pihak terutama kelompok penerima
manfaat yang diharapkan.
2.2.7. Dasar hukum penetapan kewajiban mengenai program lalu lintas.
Resiko kecelakaan lalu lintas senatiasa mengancam pengguna
jalan, dan untuk mengurangi resiko yang lebih parah salah satunya ialah
dengan cara mensosialisasikan program safety riding dan hal ini
Lantas tanggal 9 september 2005 tentang pelaksanaan kampanye
program safety riding, di surat telegram tersebut di prioritaskan bagi
pengguna kendaraan roda dua dengan maksud untuk mengurangi
kecelakaan dan mengurangi kemacetan yang terjadi di kota Surabaya
melalui tiga tahap di antaranya tahap sosialisasi, implementasi, dan
evaluasi , dan juga di dukung dengan adanya undang-undang no 22tahun
2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan sesuai pasal 208 ayat 1 dan
2 yang berbunyi:
1) Pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan bertanggung jawab
membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan keselamatan
lalu lintas dan angkutan jalan.
2) Upaya membangun dan mewujudkan budaya keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud
ayat (1) di lakukan melalui:
a) Pelaksanaan pendidikan berlalu lintas sejak usia dini.
b) Sosialisasi dan internalisasi tata cara dan etika berlalu lintas serta
program keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan
jalan.
c) Pemberian penghargaan terhadap tindakan keamanan dan
keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan.
d) Penciptaan lingkungan ruang lalu lintas yang mendorong
e) Penegakan hukum secarakonsisten dan berkelanjutan.
3) Pembina lalu lintas dan angkutan jalan menetapkan kebijakandan
program untuk mewujudkan budaya keamanan dan
keselamatanberlalu lintas.
2.2.7.1. Tata cara berlalu lintas
Adapun tata cara berlalu lintas dalam berkendara untuk
mengurangi terjadinya kecelakaan dan mengurangi terjadinya pelanggaran
– pelanggaran yang harus ditaati oleh para pengguna jalan sesuai dengan
undang – undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan di
jalan pasal 105 yang berbunyi:
a) Berperilaku tertib.
b) Mencegah hal – hal yang dapat merintangi, membahayakan
keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, atau
dapat menimbulkan kerusakan jalan.
Pasal 106 berbunyi:
1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mengemudikan kendaraannya dengan wajar
2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan
pesepeda.
3) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mematuhi ketentuan tentang persyaratan
teknis dan layak jalan.
4) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di
jalan wajib mematuhi ketentuan:
a) Rambu perintah atau larangan.
b) Marka jalan.
c) Alat pemberi isyarat lalu lintas.
d) Gerakan lalu lintas.
e) Berhenti dan parker.
f) Peringatan dengan bunyi dan sinar.
g) Kecepatan maksimal dan minimal.
h) Tata cara penggandengan dan penempelan dengan
kendaraan lain.
5) pada saat diadakan pemerikasaan kendaraan bermotor di
jalan setiap orang yang mengemudikan kendaraan
bermotor wajib menunjukkan:
a) surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat
b) Surat ijin mengemudi.
c) Bukti lulus uji berkala.
d) Tanda bukti lain yang sah.
6) setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
beroda 4 atau lebih di jalan dan penumpang yang duduk
di sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan.
7) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor
roda 4 atau lebih yang tidak di lengkap dengan rumah –
rumah di jalan dan penumpang yang duduk di
sampingnya wajib mengenakan sabuk keselamatan dan
mengenakan helm yang memenuhi standart nasional
Indonesia.
8) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor dan
penumpang sepeda motor wajib mengenakan helm yang
memenuhi standart nasional Indonesia.
9) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tanpa
kereta samping di larang membawa penumpang lebih dari
(1) orang.
Pasal 107 mengenai penggunaan lampu utama berbunyi:
1) Pengemudi kendaraan bermotor wajib
yang di gunakan di jalan pada malam hari dan
pada kondisi tertentu.
2) Pengemudi sepeda motor selain mematuhi
ketentuan sebagaimana di maksud pasa ayat
(1) wajib menyalakan lampu utama pada
siang hari.
Pasal 108 tentang jalur atau lajur lalu lintas berbunyi:
1) Dalam berlalu lintas pengguna jalan harus
menggunakkan lajur jalan sebelah kiri.
2) Penggunaan lajur jalan sebelah kanan hanya
dapat dilakukan jika:
a) Pengemudi bermaksud akan melewati
kendaraan di depannya.
b) Di perintahkan oleh petugas
kepolisian Negara republic Indonesia
untuk di gunakan sementara sebagai
jalur kiri.
3). Sepeda motor, kendaaan bermotor yang
kecepatannya lebih rendah, mobil barang,
dan kendaraan tidak bermotor berada berada
4). penggunaan lajur sebelah kanan hanya di
peruntuhkan bagi kendaraan dengan
kecepatan yang lebih tinggi, akan membelok
ke kanan, mengubah arah, atau mendahului
kendaraan lain.
Sesuai dengan pasal 25 undang – undang 22 tahun 2009 tentang lalu
lintas dan angkutan jalan yang mengatakan bahwa setiap jalan yang di
gunakkan untuk lalu lintas umum wajib di lengkapi dengan
perlengkapan jalan berupa :
1. Rambu lalu lintas
2. Marka jalan
3. Alat pemberi isyarat
4. Alat penerangan jalan
5. Alat pengendali dan pengaman pengguna jalan
6. Alat pengawasan dan pengaman jalan
7. Fasilitas untuk pesepeda, pejalan kaki, dan penyandang cacat
8. Fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan yang
berada di jalan dan di luar badan jalan
2.2.8. Ketentuan – Ketentuan Pidana Bagi Pengendara Yang Melakukan Pelanggaran –Pelanggaran Lalu Lintas.
Untuk mengurangi terjadinya pelanggaran – pelanggaran dan
menetapkan ketentuan pidana bagi pengguna jalan yang melakukan
pelanggaran saat mengemudikan kendaraannya di jalan sesuai dengan
undang – undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan
jalan pasal 280 yang berbunyi: setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan yang tidak di pasangi tanda nomor
kendaraan bermotor yang sudah di tetapkan oleh kepolisian Negara
republic Indonesia sebagaimana di tetapkan pada pasal 68 ayat (1) di
pidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulanatau denda paling
banyak Rp 500.000,00.
Pasal 281 berbunyi: setiap orang yang mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan yang tidak memiliki surat ijin mengemudi sebagai
mana di maksud pada pasal 77 ayat (1) di pidana dengan kurungan
paling lama 4 bulan atau denda paling banyak Rp 1000.000,00.
Pasal 282 berbunyi : setiap pengguna jalan yang tidak mematuhi
perintah yang di berikan oleh petugas kepolisian Negara republic
Indonesia sebagai mana di maksud dalam pasal 104 ayat (3) di pidana
dengan kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp
250.000,00.
Pasal 283 berbunyi: setiap orang yang mengemudikan kendaraan
bermotor di jalan secara tidak wajar dan melakukan kegiatan lainatau di
pengaruhi suatu keadaan yang mengakibatkan gangguan konsentrasi
(1) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 3 bulan atau denda
paling banyak Rp 750.000,00.
Pasal 284 berbunyi: setiap orang yang mengemudikan kendaraan
bermotor dengan tidak mengutamakan keselamtan pejalan kaki atau
pesepeda sebagaimana di maksud dalam pasal 106 ayat (2) di pidana
dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak
RP 500.000,00.
Pasal 285 ayat (1) berbunyi: setiap orang yang mengemudikan
sepeda motor di jalan yang tidak memenuhi persyaratan teknis dan layak
jalan yang meliputi kaca spion, klakson, lampu utama, lampu rem,
lampu penunjuk arah, alat pemantul cahaya, alat pengukur kecepatan,
knalpot dan kedalaman alur ban sebagaimana di maksud dalam pasal
106 ayat (3) juncto pasal 48 ayat (2 dan ayat (3) di pidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp 250.000,00.
Pasal 287 ayat (1) berbunyi: setiap orang yang mengemudikan
kendaraan bermotor di jalan yang melanggar aturan perintah atau
larangan yang di nyatakan dengan rambu – rambu lalu lintas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf a atau marka
jalan sebagaimana di maksud dalam pasal 106 ayat (4) huruf b di pidana
dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling banyak
Rp 500.000,00.
1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang
tidak di lengkapi dengan surat tanda nomor kendaraan bermotor
atau surat tanda coba kendaraan bermotor yang di tetapkan oleh
kepolisian Negara republic Indonesia sebagaimana di maksud dalam
pasal 106 ayat (5) huruf a di pidana dengan pidana kurungan paling
lama 2 bulan atau denda paling banyak Rp 500.000,00.
2) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan yang
tidak dapat menunjukkan surat ijin mengemudi yang sah
sebagaimana di maksud dalam pasal 106 ayat (5) huruf b di pidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling
banyak Rp 250.000,00.
Pasal 291
1) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor tidak mengenakan
helm standart nasional Indonesia sebagaimana di maksud dalam
pasal 106 ayat (8) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 1
bulan atau dendapaling banyak Rp 250.000,00.
2) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor yang membiarkan
penumpangnya tidak mengenakan helm sebagaimana dimaksud
dalam pasal 106 ayat (8) di pidana dengan pidana kurungan paling
Pasal 293
1) Setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan tanpa
menyalakan lampu utama pada malam hari dan kondisi tertentu
sebagaimana di maksud dalam pasal 107 ayat (1) di pidana dengan
pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak Rp
250.000,00.
2) Setiap orang yang mengemudikan sepeda motor di jalan tanpa
menyalakan lampu utama pada siang hari sebagaimana di maksud
dalam pasal 107 ayat (2) di pidana dengan pidana kurungan paling
lama 15 hari atau denda paling banyak Rp 100.000,00.
2.3 Kerangka Berpikir
Berdasarkan landasan teori tentang program santun di jalan yang sesuai
dengan undang – undang 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan
pada polantas Surabaya maka, kerangka berfikir penelitian ini di tetapkan
sebagai berikut:
Polantas Surabaya merupakan bagian dari unit Polwil tabes Surabaya
dalam melaksanakan tugas di bidang lalu lintas dan dalam melakukan tugasnya
Polantas Surabaya harus mampu menjaga tata tertib lalu lintas dengan terus
berkampanye dan mensosialisasikan mengenai tata cara santun di jalan bagi
pengendara roda 2 agar dapat mengurangi terjadinya pelanggaran – pelanggaran
mnyebabkan luka – luka, cacat bahkan kematian, dan hal itu sesuai dengan
undang – undang no 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan
dari dasar hukum itulah di harapkan masyarakat mampu memahami dan
menerapkan semua peraturan mengenai tata cara berlalu lintas yang baik agar
pelanggaran – pelanggaran dalam berlalu lintas itupun menurun, serta
mengurangi terjadinya kecelakaan, dan dari uraian tersebut di atas dapat di
peroleh atau di gambarkan sebagai berikut:
Gambar 1 : Kerangka Berfikir
Tahap Sosialisasi
Menekan terjadinya kecelakaan
Tahap implementasi Juklak implementasi program
safety riding Satlantas Polwiltabes Surabaya
ST Kapolda Jatim No. Pol.: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tanggal 9 september 2005 tentang, tentang pelaksanaan program
kampanye safety riding.
3.1 Jenis Penelitian
Untuk memperoleh metode yang tepat dalam penelitian maka
tergantung dari maksud dan tujuan penelitian. Karena penelitian ini
merupakan penelitian yang dilakukan terhadap variabel mandiri, yaitu tanpa
membuat perbandingan atau menghubungkan dengan variabel lain maka
penelitian ini menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif.
Penelitian ini termasuk penelitian Deskriptif Kualitatif, penulis
bermaksud memperoleh gambaran yang mendalam tentang bagaimana
implementasi yang dilakukan polantas untuk menekan angka kecelakaan bagi
pengguna kendaraan roda 2 melalui program safety riding di kota surabaya.
Hal tersebut sesuai dengan kutipan oleh dalam bukunya “metodologi
penelitian Kualitatif” Milles dan Huberman (1992:15). Penelitian kualitatif
merupakan data yang muncul berwujud kata-kata dan bukan merupakan
angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dengan aneka macam cara
(observasi, wawancara, intisari, dokumentasi, pita rekaman), yang biasanya
“diproses” kira-kira sebelum siap digunakan.
Milles dan Huberman (1992:12). Mendefinisikan data kualitatif sebagai
sumber dari deskriptif yang luas dan berlandaskan kokoh serta memuat
penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat
peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang
setempat dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat.
Dan akhirnya seperti yang telah dikemukakan oleh Smith dalam Milles
dan Huberman (1992:02). Bahwa penemuan-penemuan dari penelitian
kualitatif mempunyai mute yang tidak disangkal kata-kata khususnya bila
mana disusun dalam bentuk cerita atau peristiwa, mempunyai kesan yang
lebih nyata, hidup dan penuh makna Barang kali jauh lebih meyakinkan
pembacanya, peneliti lainya, pembuat kebijakan, praktisi daripada
halaman-halaman }yang penuh dengan angka-angka.
Maka dari itu dalam penelitian ini, penulis berusaha untuk
mendeskripsikan, menganalisa serta menginterprestasikan mengenai
bagaimana implementasi yang dilakukan polantas untuk menekan angka
kecelakaan bagi pengguna kendaraan roda 2 melalui program safety riding di
kota surabaya dan salah satu cara yang dilakukan oleh Satlantas Polwiltabes
Surabaya untuk menekan angka kecelakaan itu adalah dengan cara
mengimplentasikan, mensosialisasikan, dan mengevaluasi undang – undang
No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dan
memberikanhukuman yang tegas apabila ada pengguna kendaraan roda 2 yang
tidak mematuhi peraturan 2 tentang tata cara berlalu lintas yang baik sesuai
dengan undag – undang No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan
Masalah yang akan diteliti , awalnya masih umum dan samar-samar
akan bertambah jelas dan mendapat fokus setelah peneliti berada dalam
lapangan. Fokus ini masih mungkin akan mengalami perubahan selama
berlangsungnya penelitian itu. Fokus dalam penelitian kualitatif merupakan
batas yang harus dilalui oleh seorang peneliti dalam melaksanakan penelitian.
Berkaitan dalam tersebut bukunya. (1992:30) Miles dan Huberman
mengemukakan bahwa memfokuskan dan membatasi data dapat dipandang
kemanfaatannya sebagai reduksi data yang sudah diantisipasi (1992:30). Jadi
fokus memberikan sebuah aliran pada penulis untuk memusatkan perhatian
pada penyederhanaan data yang ada, sehingga penelitian itu membias. Adapun
aspek yang menjadi fokus dalam penelitian ini sesuai dengan ST Kapolda
Jatim No. Pol.: ST/899/IX/2005/Dit Lantas tanggal 9 September 2005, tentang
pelaksanaan program kampanye safety riding. adalah:
1. Tahap sosialisasi :
a. Sosialisasi ke internal polri.
b. Sosialisasi instansi samping.
c. Mengadakan PKS, Boneka seemeru, dan Open House.
d. Mensosialisasikan program safety riding melalui media elek
tronik dan media massa.
e. Pembagian brosur, pemasangan spanduk, dan pengeras suara di
adress yang bersifat edukasi.
2. Tahap implementasi :
a. Cara bertindak anggota di lokasi koridor program safety riding.
b. Menempatkan anggota di lokasi koridor program safety riding
mulai jam 06.00-18.00.
3.3 Lokasi Penelitian
Obyek penelitian gejala yang menjadi fokus penelitian untuk diamati.
Obyek itu sebagai atribut dari kelompok orang atau obyek yang mempunyai
variasi antara satu dengan lainnya dalam kelompok itu. Miles dan Haberman
(1992:30) Mendiskripsikan obyek sebagai suatu kontek terbatas, dimana
seseorang mengkaji peristiwa-peristiwa, proses dan hasilnya. Lokasi
penelitian merupakan tempat yang digunakan oleh peneliti untuk
mendapatkan keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti guna memperoleh
data. Adapun alasan penulis memilih dan menetapkan lokasi penelitian ini
dengan bahwa di kota surabaya tepatnya di sekitar jalan A.Yani masih sering
banyak terjadi kecelakaan dan pengguna roda 2 yang tidak mematuhi rambu2
lalu-lintas dan masih banyak juga pengguna kendaraan roda 2 yang
memodifikasi sepedanya namun tidak sesuai dengan standart aslinya dan
tingkat pengguna kendaraan roda 2 itu makin bertambah setiap bulannya hal
itu juga di dukung dengan banyaknya dealer – dealer yang memberikan
kemudahan untuk membeli sepeda motor dengan cara kredit serta banyak juga
dengan ukuran yang tidak sesuai, serta masih banyaknya masyarakat yang
masih kurang dalam memahami tatacara berlalu lintas di jalan yang baik dan
karena alasan tersebutlah angka kecelakaan dan kemacetan yang terjadi di
kota surabaya masih meningkat. Untuk itu pihak Satlantas Polwiltabes
Surabaya beserta jajaranya mensosialisasikan, mengimplementasikan, dan
mengevaluasi program safety riding dengan di perkuat oleh undang – undang
No 22 tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan.
3.4 Sumber Data
Sesuai dengan fokus penelitian yang menjadi batasan dalam penelitian ini
maka sumber datanya adalah :
1. Informan
Menurut Moleong ( 2002 : 96 ) Informan kunci adalah orang yang sangat
memahami betul tentang permasalahan sosial tentang kajian yang akan
diteliti, informan kunci biasanya disebut key person. Penentuan key person
dapat dilakukan dengan cara melalui keterangan orang yang berwenang
baik formal ( Pemerintahan ) dalam hal ini ketua BPD maupun informal
(masyarakat ) melalui wawancara pendahuluan yang dilakukan oleh
peneliti. Adapun informan dari penelitian ini antara lain, meliputi :
a Kepala Satlantas Polwiltabes Surabaya .
b Anggota – anggota Satlantas Polwiltabes Surabaya.
Berbagai peristiwa atau kejadian yang berkaitan dengan masalah atau
fokus penelitian.
3. Dokumen
Berbagai dokumen yang memiliki relevansi dengan fokus penelitian.
3.5 Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data dikumpulkan oleh penulis sendiri yang sekaligus bertindak sebagai instrumen dalam pengumpulan data. Data
penelitian kualitatif proses pengumpulan data ada tiga macam kegiatan yang
dilakukan penulis:
1. Proses memasuki penelitian (Getting In)
Pada tahap ini melakukan pendekatan tahap awal melalui jalur informal
dengan menemui yaitu Bapak AKBP agus wijayanto, selaku Kepala
Satlantas Polwiltabes Surabaya kemudian menemui Bapak ngadiono,
Selaku anggota Satlantas Polwiltabes Surabaya secara lisan dan
memberikan gambaran secara sekilas apa yang akan diteliti- Dan melalui
jalur formal dengan mengurus surat izin penelitian dari Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur sebagai tanda bahwa penulis
benar-benar melakukan penelitian pada Badan Permusyawaratan Desa di
Desa Sidojangkung Kecamatan Menganti Kabupaten Gresik.
2. Ketika berada di lokasi penelitian (Getting Along)
Ketika di lokasi penelitian peneliti menjalin hubungan dengan subyek
penelitian. Selain itu dalam proses ini peneliti berusaha untuk memperoleh
informasi selengkapnya dari Satlantas Polwiltabes Surabaya.
3. Teknik pengumpulan data (Logging Data)
Pengumpulan data dalam penelitian akan diperoleh melalui data primer dan
data sekunder dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
a. Wawancara
Pada teknik ini, peneliti mengadakan tatap muka dan berinteraksi
tanya jawab langsung dengan pihak responden atau subyek untuk
memperoleh data. Wawancara dalam penelitian ini, khususnya dalam
taraf permulaan biasanya tak berstruktur. Tujuan ialah memperoleh
keterangan yang terinci dan mengadakan mengenai pandangan orang
lain.
Pada mulanya belum dapat dipersiapkan sejumlah pertanyaan yang
spesifik karena belum dapat diramalkan keterangan yang akan di-berikan
oleh responden, belum diketahui secara jelas ke arah mana pembicaraan
yang berkembang. Belum mengetahui apa fokus penelitiannya. Karena
itu wawancara tak berstruktur artinya responden mendapat kebebasan
dan kesempatan untuk mengeluarkan buah pikiran pandangan dan
perasaannya tanpa diatur ketat oleh peneliti. Akan tetapi kemudian
setelah peneliti memperoleh sejumlah keterangan peneliti dapat
interview dengan informan yang terdiri : (1) Kepala Satlantas Polwiltabes
Surabaya, (2) anggota Satlantas Polwiltabes Surabaya, (3) Sejumlah
masyarakat Di sekitar kawasan jalan yang menjadi kawasan tertib berlalu
lintas.
b. Dokumentasi
Pada teknik penelitian menggunakan dokumen sebagai sumber
data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data yang tepat
dimanfaatkan untuk menguji menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.
c. Observasi
Penelitian mengadakan pengumpulan data dengan cara
pengamatan langsung atau melihat dari dekat obyek penelitian. Observasi
dilakukan terhadap keseharian responden yang ada kaitannya dengan
obyek penelitian.
Data observasi berupa deskripsi yang faktual, cermat dan terinci
mengenai keadaan lapangan, kegiatan manusia dan situasi sosial serta
konteks dimana kegiatan-kegiatan itu terjadi.
3.6 Analisa Data
Dalam penelitian kualitatif analisa data dilakukan sejak awal dan
sepanjang proses penelitian berlangsung. Mengingat penelitian ini
mendiskripsikan mengenai upaya –upaya yang dilakukan Satlantas
Milles dan Hubermen (1992:16) yang terdiri dari:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu data yang dikumpulkan berupa wujud kata-kata
bukan rangkaian kata. Dan itu mungkin telah dikumpulkan dengan angka
macam cara (observasi, wawancara, dokumen, pita rekaman). Dan yang
biasanya “di proses” kira-kira sebelum siap digunakan (melalui
pencatatan, pengetikan atau alas tulis).
2. Reduksi Data
Diartikan sebagai proses pemilihan, perumusan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, dan informasi data kasar yang muncul
dan' catatan tulisan lapangan. Reduksi data merupakan suatu bentuk
analisa menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang
sedemikian rupa sehingga kesimpulan-kesimpulan akhirnya dapat ditarik
dan diverifikasi.
3. Penyajian Data
Sekumpulan informasi yang disusun secara terpadu dan mullah dipahami
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
mengambil tindakan.
4. Menarik kesimpulan atau verifikasi
Peneliti berusaha untuk menganalisa dan mencari pola, terra, hubungan,
persamaan dan hal-hal yang wring timbul yang dituangkan ke dalam
Gambar 2
Analisis Interaktif Menurut Miles Dan Huberman
Sumber : Data Analisa Kualitatif Miles dan Huberman (0992,20)
Berdasarkan gambaran di atas maka menjelaskan bahwa data diperoleh
dilapangan tidak dibuktikan dengan angka-angka tetapi berisikan
uraian-uraian sehingga menggambarkan hasil yang sesuai dengan data yang sudah
dianalisa kemudian diinterpretasikan. Masalah yang dihadapi diuraikan
dengan berpatokan pada teori-teori dan temuan-temuan yang diperoleh pada
saat penelitian tersebut, kemudian dicarikan kesimpulan dan pemecahannya.
3.7 Keabsahan Data
Dalam setiap penelitian memerlukan standar untuk melihat derajat
kepercayaan atau kebenarannya dari hasil penelitian. Dalam penelitian
kualitataif standar tersebut disebut dengan keabsahan data. Menurut Lincoln
dan Guba dalam Moleong ( 2002 : 173 – 174 ) untuk menjamin keabsahan
data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan
Pada dasarnya penerapan kriteria derajat kepercayaan menggantikan
konsep validitas dari non kualitatif. Kriteria ini berfungsi untuk melakukan
inquiri ( penyelidikan ) sedemikian rupa, sehingga tingkat kepercayaan
penemuannya dapat dicapai serta menunjukkan derajat kepercayaan
hasil-hasil penemuan dengan jalan pembuktian oleh peneliti pada kenyataan
ganda yang sedang diteliti. Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam hal
ini adalah :
a. Memperpanjang Masa Observasi
Dengan memperpanjang waktu penelitian sehingga data dapat di edit
dan kemudian diadakan pengecekan kembali ke lapangan.
b. Pengamatan Yang Terus Menerus
Dengan pengamatan yang terus menerus atau kontinyu, peneliti dapat
memperhatikan sesuatu lebih cermat, terinci dan mendalam.
c. Membicarakan dengan orang lain
Sebagai usaha untuk berdiskusi dengan orang lain yang memiliki
pengetahuan tentang pokok penelitian yang diterapkan, hal ini sebagai
usaha untuk memenuhi derajat kepercayaan.
d. Melakukan Triangulasi
Untuk memeriksa kebenaran data tertentu dengan membandingkan
dengan data yang diperoleh dengan sumber lain, pada berbagai fase