• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANCANGAN TONGKAT SEBAGAI ALAT BANTU JALAN BAGI LANSIA (Studi Kasus UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERANCANGAN TONGKAT SEBAGAI ALAT BANTU JALAN BAGI LANSIA (Studi Kasus UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta)"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PERANCANGAN TONGKAT SEBAGAI ALAT BANTU JALAN

BAGI LANSIA

(Studi Kasus UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta)

Skripsi

Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

AHMAD TAUFIQ NUGROHO

I 1306019

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang masalah, perumusan

masalah yang diangkat, tujuan dan manfaat dari tugas akhir yang dilakukan.

Berikutnya diuraikan mengenai batasan masalah, asumsi yang digunakan dalam

permasalahan dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian.

1.1 LATAR BELAKANG

Proses penuaan membawa berbagai konsekuensi berupa masalah fisik,

mental, maupun sosial sehingga seorang lansia akan mengalami keterbatasan.

Seorang lansia cenderung mengalami tingkat ketergantungan yang tinggi karena

secara alamiah kemampuan fisiologis organ lansia telah mengalami penurunan

fungsi, seperti gerakan otot yang semakin kaku, gerakan tangan yang gemetaran,

kontrol keseimbangan semakin labil. Selain mengalami penurunan kemampuan

fisiologis, seorang lansia juga mengalami penurunan kemampuan kognitif yang

ditandai dengan terjadi penurunan daya ingat (demensia) dan juga tidak mudah

menerima ide atau hal yang baru (Nurmianto, 1995).

UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta adalah salah satu lembaga

sosial yang memberikan pelayanan terhadap para lansia di kota Surakarta. Tempat

ini memiliki kegiatan-kegiatan untuk mengisi waktu para penghuni panti. Salah

satu kegiatan yang dilakukan sendiri oleh beberapa penghuni panti adalah

aktivitas jalan. Aktivitas jalan ini juga dilakukan oleh lansia pengguna alat bantu

jalan seperti pengguna tongkat untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di

lingkungan panti misalnya pergi ke kamar mandi, ke toilet maupun pergi ke

mushola. Pengguna tongkat tersebut salah satunya adalah para lansia yang berusia

75 tahun sampai dengan 85 tahun yang mengalami penurunan fungsi organ tubuh

(3)

commit to user

Penggunaan alat bantu jalan berupa tongkat yang sudah ada sebelumnya

sangat rentan terhadap adanya keluhan yang timbul seperti saat berjalan lansia

sering merasa kurang nyaman dalam menggunakan tongkat yang sudah ada

sebelumnya. Tongkat yang ada sebelumnya pada umumnya dirancang seadanya

dan belum sesuai dengan kebutuhan lansia. Hal tersebut ditunjukkan dari tongkat

yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan kayu, memiliki diameter

yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm, serta tongkat tersebut hanya memiliki

panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia. Hal

ini dapat dilihat dari adanya keluhan lansia dalam menggunakan tongkat yang

sudah ada tersebut.

Berdasarkan wawancara terhadap lansia yang menggunakan tongkat yang

ada sebelumnya saat melakukan aktivitas jalan, didapatkan hasil sebanyak 25

responden (100 %) mengeluhkan rasa sakit dibagian lower back atau punggung

hal ini dikarenakan tongkat yang sudah ada hanya memiliki panjang 50 cm dan

tidak dapat diatur ketinggiannya sesuai kebutuhan lansia, sebanyak 16 responden

(64%) mengeluhkan nyeri dibagian lengan atas dan lengan bawah hal ini

dikarenakan diameter tongkat yang kecil yaitu hanya berdiameter 1,5 cm

menyebabkan kondisi tubuh lansia tidak stabil, dan sebanyak 7 responden (28%)

mengeluhkan nyeri pada telapak tangan hal ini disebabkan karena tongkat tersebut

hanya terbuat dari bahan kayu dan memiliki permukaan genggaman tangan yang

keras.

Berdasarkan keluhan yang dialami oleh lansia saat melakukan aktivitas

jalan khususnya aktivitas jalan yang dilakukan oleh lansia pengguna alat bantu

tongkat dalam melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan panti, maka perlu

dilakukan perancangan alat bantu jalan yang lebih baik bagi lansia yaitu

perancangan alat bantu tongkat yang baru dan disesuaikan dengan anthropometri

ukuran tubuh lansia tersebut yang akan memberikan kemudahan bagi para lansia

(4)

commit to user

1.2 PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

pokok permasalahan dari penelitian ini yaitu bagaimana merancang alat bantu

tongkat bagi lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti Surakarta.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini, yaitu menghasilkan

rancangan alat bantu tongkat bagi lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bhakti

Surakarta.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, yaitu memberikan usulan

rancangan alat bantu tongkat yang nyaman bagi lansia di UPTD Panti Wredha

Dharma Bhakti Surakarta.

1.5 BATASAN MASALAH

Agar penelitan ini tidak terlalu luas topik pembahasannya maka

diperlukan adanya pembatasan masalah, adapun batasan masalah dari penelitian

ini adalah penelitian dilakukan terhadap lansia yang berusia 75 tahun sampai

dengan 85 tahun pengguna alat bantu jalan yang berupa tongkat.

1.6 ASUMSI-ASUMSI

Asumsi penelitian diperlukan untuk menyederhanakan permasalahan yang

diteliti. Adapun asumsi yang digunakan sebagai berikut:

1. Tongkat hasil rancangan digunakan pada medan permukaan yang rata.

(5)

commit to user

1.7 SISTEMATIKA PENULISAN

Penulisan penelitian dalam laporan tugas akhir ini mengikuti uraian yang

diberikan pada setiap bab yang berurutan untuk mempermudah pembahasannya.

Dari pokok-pokok permasalahan dapat dibagi menjadi enam bab seperti

dijelaskan, di bawah ini.

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang,

perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah dan

sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisi mengenai landasan teori yang mendukung dan terkait langsung

dengan penelitian yang akan dilakukan dari buku, jurnal penelitian,

sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN

Berisi tentang uraian langkah-langkah penelitian yang dilakukan,

selain juga merupakan gambaran kerangka berpikir penulis dalam

melakukan penelitian dari awal sampai penelitian selesai.

BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Berisi tentang data-data/informasi yang diperlukan dalam

menganalisis permasalahan yang ada serta pengolahan data dengan

menggunakan metode yang telah ditentukan.

BAB V : ANALISIS

Analisis berisi penjelasan dari output yang didapatkan pada tahapan

pengumpulan dan pengolahan data.

BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN

Berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pengolahan data dan

analisis yang telah dilakukan serta rekomendasi yang diberikan untuk

(6)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam

penelitian, sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta

menganalisa permasalahan yang ada.

2.1Gambaran Umum Panti Whreda Dharma Bakti Surakarta

Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta merupakan badan milik pemerintah

dalam bidang sosial yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial bagi

para lanjut usia atau lansia yang terlantar. Upaya peningkatan kesejahteraan

tersebut berupa penyediaan fasilitas hunian yang layak serta terpenuhinya

kebutuhan hidup untuk lansia seperti makan, minum dan lain sebagainya.

Terjaminnya kualitas hidup lansia oleh pemerintah ini mengacu pada UUD 45

Pasal 34 yang berbunyi : ”Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh

negara”, sebagai dasar dalam pengabdian negara kepada masyarakat. Panti

Wredha Dharma Bakti Surakarta beralamatkan di jalan Dr. Rajiman No. 620,

Surakarta.

2.1.1 Visi dan Misi

Adapun visi dan misi panti wredha ini adalah :

a. Visi

Memberikan kesejahteraan pada lanjut usia terlantar

b. Misi

· Menciptakan para lansia terlantar agar hidup sejahtera, aman, dan

tenteram.

· Mempersiapkan untuk kebahagiaan hidup bagi lanjut usia terlantar baik

lahir maupun batin

2.1.2 Tugas Pokok

a. Menyelenggarakan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaan urusan rumah

(7)

commit to user

b. Merumuskan kebijakan teknis penyelenggaraan Panti Wredha Dharma Bakti

Surakarta sesuai dengan kebijaksanaan.

c. Melaksanakan motivasi dan observasi kepada calon klien.

d. Melayani, membina dan merawat untuk memperoleh rasa aman.

e. Menyelenggarakan urusan tata usaha Panti Wredha Dharma Bakti

f. Menggali sumber dana dari masyarakat

g. Melaksanakan tata tertib administrasi serta membuat laporan berkala

2.1.3 Data Panti

a. Kapasitas panti dapat menampung 85 orang

b. Pegawai 8 orang dan tenaga 5 orang

c. Luas tanah panti + 3.500 meter persegi

d. Luas tanah makam khusus panti + 2.600 meter persegi, yang teletak di

wilayah Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo

e. Sarana panti : asrama warga sebanyak 38 ruangan, aula 1 buah, kantor 1 buah,

masjid 1 buah, dan rumah dinas

f. Perlengkapan asrama terdiri dari kelengkapan tempat tidur klien, penerangan

listrik, air minum PDAM, alat masak dengan kompor gas

g. Asrama dikelompokan menjadi 7 kelompok dan masing-masing dibimbing

oleh petugas panti

h. Sumber dana dari Pemerintah Kota Surakarta dan donator masyarakat

2.1.4 Gambaran aktivitas di Panti Whreda

Salah satu aktivitas yang ada di UPTD Panti Whreda Dharma Bakti

Surakarta untuk mengisi kegiatan para lansia ialah aktivitas fisik. Adapun

aktivitas fisik yang disarankan untuk seorang lansia adalah yang memiliki beban

ringan atau sedang, waktu relatif lama dan tidak bersifat kompetitif. Aktivitas

tersebut antara lain jalan kaki, senam ringan, beribadah ke mushola serta

melakukan aktivitas pekerjaan rumah tangga sehari-hari seperti mencuci baju,

mencuci piring dan membersihkan tempat tidur. Aktivitas tersebut jika dilakukan

secara rutin dapat menghambat laju perubahan degeneratif pada orang berusia

(8)

commit to user

tinggi diperlukan sebagai pencegahan terjadinya kecelakaan pada lansia selama

beraktivitas. Fasilitas ini harus dapat menunjang semua keterbatasan kaum lansia

sehingga mereka dapat beraktivitas seperti biasa tanpa khawatir akan mengalami

masalah selama beraktivitas. Keterbatasan kemampuan gerak menjadi

pertimbangan dalam perancangan fasilitas untuk lansia (Tarwaka dkk, 2004).

2.2Lanjut Usia

2.2.1 Proses Penuaan

Usia lanjut adalah proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Proses

menjadi tua disebabkan oleh faktor biologik yang terdiri dari 3 fase yaitu fase

progresif, fase stabil, dan fase regresif. Dalam fase regresif mekanisme lebih ke

arah kemunduran yang dimulai dalam sel yang merupakan komponen terkecil dari

tubuh manusia. Sel-sel menjadi aus karena lama berfungsi sehingga

mengakibatkan kemunduran yang dominan dibandingkan terjadinya pemulihan.

Di dalam struktur anatomik proses menjadi tua terlihat sebagai kemunduran di

dalam sel. Proses ini berlangsung secara alamiah, terus menerus, dan

berkesinambungan, yang selanjutnya akan menyebabkan perubahan anatomis,

fisiologis, dan biokemis pada jaringan tubuh dan akhirnya akan mempengaruhi

fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan (Madyana, 1991).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ketuaan meliputi hereditas

(keturunan), nutrisi (makanan), status kesehatan, pengalaman hidup, lingkungan,

dan stres. Menjadi tua juga ditandai oleh kemunduran-kemunduran biologis yang

terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik antara lain:

· Kulit mulai mengendur dan pada wajah timbul keriput serta garis-garis

yang menetap.

· Rambut mulai beruban dan menjadi putih.

· Gigi mulai ompong.

· Penglihatan dan pendengaran berkurang.

· Mudah lelah.

· Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah.

· Kerampingan tubuh menghilang, terjadi timbunan lemak terutama di

(9)

commit to user

Selain kemunduran biologis menjadi tua juga ditandai oleh kemunduran

kemampuan-kemampuan kognitif antara lain:

· Sering lupa, ingatan tidak berfungsi baik.

· Ingatan kepada hal-hal di masa muda lebih baik daripada kepada hal-hal

yang baru terjadi.

· Orientasi umum dan persepsi terhadap waktu dan ruang/tempat juga

mundur, erat hubungannya dengan daya ingat yang sudah mundur dan

juga pandangan biasanya sudah menyempit.

· Meskipun telah mempunyai banyak pengalaman, skor yang dicapai dalam

tes-tes intelegensi menjadi lebih rendah.

· Tidak mudah menerima hal-hal atau ide-ide baru.

2.2.2 Penurunan Kemampuan Fisik

Kemampuan fisik seseorang dicapai pada saat usianya antara 25-30 tahun,

dan kapasitas fisiologis akan menurun 1% per tahunnya setelah kondisi

puncaknya terlampaui. Proses penuaan ditandai dengan tubuh yang mulai

melemah, gerakan tubuh makin lamban dan kurang bertenaga, keseimbangan

tubuh semakin berkurang, dan makin menurunnya waktu reaksi (Santoso, 2004).

Pulat (1992) menyatakan bahwa pada usia 60 tahun kapasitas fisik seseorang akan

menurun 25% yang ditandai dengan penurunan kekuatan otot, sedang kemampuan

sensoris dan motorisnya menurun sebesar 60%.

2.2.3 Penurunan Sistem Saraf

Liliana (2007) menyatakan bahwa perubahan sistem saraf pada lansia

ditandai dengan keadaan sebagai berikut:

1. Matinya sel di dalam otak secara kontinyu mulai seseorang berumur 50 tahun.

Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pasokan darah ke otak.

2. Berkurangnya kecepatan konduksi saraf. Hal ini disebabkan oleh penurunan

kemampuan saraf dalam menyampaikan impuls dari dan ke otak.

Akibat lain yang perlu mendapat perhatian adalah penurunan kepekaan

(10)

commit to user

1. Berkurangnya keseimbangan tubuh, diupayakan dengan mengurangi lintasan

yang membutuhkan keseimbangan tinggi seperti titian, blind-step juga

tangga.

2. Penurunan sensitifitas alat perasa pada kulit, diupayakan untuk menggunakan

peralatan kamar mandi yang relatif aman bagi lansia seperti pemanas air dan

termostat.

3. Terjadi buta parsial, melemahnya kecepatan focusing pada mata lansia dan

makin buramnya lensa yang ditandai dengan lensa mata makin berwarna

putih. Hal ini akan mempersulit lansia membedakan warna hijau, biru dan

violet. Keadaan ini berakibat pada gerakan lansia yang semakin lamban dan

terbatas sehingga diperlukan alat bantu untuk memudahkan dalam bergerak

seperti pegangan tangan (Ginting, 2010).

Gambar 2.1 Berkurangnya Keseimbangan pada Lansia Sumber : Tarwaka, 2004

2.2.4 Penurunan Kekuatan Otot

Penurunan kekuatan otot tubuh pada lansia meliputi, penurunan kekuatan

otot tangan sebesar 16%-40%. Variasi ini tergantung pada tingkat kesegaran

jasmani seeorang. Penurunan kekuatan genggam tangan menurun sebesar 50%,

(11)

commit to user

Gambar 2.2 Penurunan kekuatan otot menyebakan lansia tidak bisa bergerak dengan mandiri

Sumber : Tarwaka, 2004

2.2.5 Penurunan Koordinasi Gerak Anggota Tubuh

Makin berkurangnya kemampuan koordinasi tubuh akan mempersulit

lansia dalam melakukan koordinasi pekerjaan yang berisi informasi yang

kompleks (Sutalaksana, 1979). Terdapat penurunan kestabilan baik berdiri

maupun duduk setelah midlife. Perubahan pada tulang, otot,dan jaringan saraf

juga terjadi pada orang tua. Degenerasi proses pada tulang rawan (cartilage) dan

otot menyebabkan penurunan mobilitas dan meningkatnya resiko cedera. 50%

Kekuatan hilang pada umur 65 tahun, tetapi kekuatan tangan hanya turun 16%.

Waktu reksi sekurangkurangnya turun 20% pada umur 60 tahun dibandingkan

pada umur 20 tahun (Wignjosoebroto, 1995). Lansia membutuhkan tempat tinggal

dan beraktivitas yang lebih aman dan nyaman untuk bergerak, dan latihan untuk

dapat menyesuaikan diri terhadap hambatan koordinasi yang dimilikinya.

2.3Pengertian Ergonomi

Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti “kerja” dan

nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi

tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara

anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain/perancangan

(Nurmianto, 2004). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk

memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat, kemampuan dan keterbatasan

manusia untuk merancang suatu sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan

bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan

(12)

commit to user

Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi adalah (Madyana, 1991) :

a. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan

cedera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan

mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja.

b. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak

sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna dan

meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif

maupun setelah tidak produktif.

c. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek

teknis, ekonomis, antropologis dan budaya dari setiap sistem kerja yang

dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi

Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat

perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja

ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai

manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang

benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut, sehingga efektivitas fungsionalnya

meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan

kepuasann dapat terpelihara. Terlihat disini bahwa ergonomi memiliki 2 aspek

sebagai contohnya yaitu efektivitas sistem manusia didalamya dan sifat

memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut,

pendekatan ergonomi merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih

tentang manusia secara sistematis dalam perancangan sisten-sistem manusia

benda, manusia-fasilitas dan manusia lingkungan. Dengan lain perkataan

ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi

dengan obyek-obyek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari (Panero dan

Zelnik, 1979).

Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat

bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu :

a. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang

dibutuhkan.

b. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha

(13)

commit to user

Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu

menghasilkan suatu mesin yang baik pula, bila mana sebelumnya tidak

dirancang untuk berinteraksi antara satu sama tainnya. Demikian manusia

sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara

efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan (Pulat, 1992).

2.4Anthropometridalam Ergonomi

Aspek-aspek ergonomi dalam suatu proses rancang bangun fasilitas kerja

adalah merupakan suatu faktor penting dalam menunjang peningkatan pelayanan

jasa produksi. Perlunya memperhatikan faktor ergonomi dalam proses rancang

bangun fasilitas pada dekade sekarang ini adalah merupakan sesuatu yang tidak

dapat ditunda lagi. Hal tersebut tidak akan terlepas dari pembahasan mengenai

ukuran anthropometri tubuh manusia maupun penerapan data-data antrhropometri

manusia.

2.4.1 Pengertian Anthropometri

Istilah anthropometri berasal dari kata anthro yang berarti “manusia” dan

metri yang berarti “ukuran”. Anthropometri adalah studi tentang dimensi tubuh

manusia (Santoso, 2004). Anthropometri merupakan suatu ilmu yang secara

khusus mempelajari tentang pengukuran tubuh manusia guna merumuskan

perbedaan-perbedaan ukuran pada tiap individu ataupun kelompok dan lain

sebagainya (Panero dan Zelnik, 1979). Data anthropometri yang ada dibedakan

menjadi dua kategori, antara lain (Santoso, 2004):

a. Dimensi struktural (statis)

Dimensi struktural ini mencakup pengukuran dimensi tubuh pada posisi

tetap dan standar. Dimensi tubuh yang diukur dengan posisi tetap meliputi berat

badan, tinggi tubuh dalam posisi berdiri, maupun duduk, ukuran kepala, tinggi

atau panjang lutut berdiri maupun duduk, panjang lengan dan sebagainya.

b. Dimensi fungsional (dinamis)

Dimensi fungsional mencakup pengukuran dimensi tubuh pada berbagai

posisi atau sikap. Hal pokok yang ditekankan pada pengukuran dimensi

fungsional tubuh ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang berkaitan dengan

gerakan-gerakan nyata yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan

(14)

commit to user

Data anthropometri dapat diaplikasikan dalam beberapa hal, antara lain

(Wignjosoebroto, 1995):

a. Perancangan areal kerja

b. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, perkakas dan sebagainya

c. Perancangan produk-produk konsumtif seperti pakaian, kursi/meja komputer,

dan lain-lain

d. Perancangan lingkungan kerja fisik

Perbedaan antara satu populasi dengan populasi yang lain adalah

dikarenakan oleh faktor-faktor sebagai berikut (Nurmianto, 2004):

a. Keacakan/random

Walaupun telah terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas

sama jenis kelamin, suku/bangsa, kelompok usia dan pekerjaannya, namun masih

akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat.

b. Jenis kelamin

Ada perbedaan signifikan antara dimensi tubuh pria dan wanita. Untuk

kebanyakan dimensi pria dan wanita ada perbedaan signifikan di antara mean dan

nilai perbedaan ini tidak dapat diabaikan. Pria dianggap lebih panjang dimensi

segmen badannya daripada wanita sehingga data anthropometri untuk kedua jenis

kelamin tersebut selalu disajikan secara terpisah.

c. Suku bangsa

Variasi di antara beberapa kelompok suku bangsa telah menjadi hal yang

tidak kalah pentingnya karena meningkatnya jumlah angka migrasi dari satu

negara ke negara lain. Suatu contoh sederhana bahwa yaitu dengan meningkatnya

jumlah penduduk yang migrasi dari negara Vietnam ke Australia, untuk mengisi

jumlah satuan angkatan kerja, maka akan mempengaruhi anthropometri secara

nasional.

d. Usia, digolongkan atas berbagai kelompok usia yaitu:

· Balita

· Anak-anak

· Remaja

· Dewasa

(15)

commit to user

Hal ini jelas berpengaruh terutama jika desain diaplikasikan untuk

anthropometri anak-anak. Anthropometrinya cenderung terus meningkat sampai

batas usia dewasa. Namun setelah menginjak usia dewasa, tinggi badan manusia

mempunyai kecenderungan menurun yang disebabkan oleh berkurangnya

elastisitas tulang belakang (intervertebral discs) dan berkurangnya dinamika

gerakan tangan dan kaki.

e. Jenis pekerjaan

Beberapa jenis pekerjaan tertentu menuntut adanya persyaratan dalam

seleksi karyawannya, misalnya: buruh dermaga/pelabuhan harus mempunyai

postur tubuh yang relatif lebih besar dibandingkan dengan karyawan perkantoran

pada umumnya. Apalagi jika dibandingkan dengan jenis pekerjaan militer.

f. Pakaian

Hal ini juga merupakan sumber keragaman karena disebabkan oleh

bervariasinya iklim/musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya

terutama untuk daerah dengan empat musim. Misalnya pada waktu musim dingin

manusia akan memakai pakaian yang relatif lebih tebal dan ukuran yang relatif

lebih besar. Ataupun untuk para pekerja di pertambangan, pengeboran lepas

pantai, pengecoran logam. Bahkan para penerbang dan astronaut pun harus

mempunyai pakaian khusus.

g. Faktor kehamilan pada wanita

Faktor ini sudah jelas mempunyai pengaruh perbedaan yang berarti kalau

dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, terutama yang berkaitan dengan

analisis perancangan produk dan analisis perancangan kerja.

h. Cacat tubuh secara fisik

Suatu perkembangan yang menggembirakan pada dekade terakhir yaitu

dengan diberikannya skala prioritas pada rancang bangun fasilitas akomodasi

untuk para penderita cacat tubuh secara fisik sehingga mereka dapat ikut serta

merasakan “kesamaan” dalam penggunaan jasa dari hasil ilmu ergonomi di dalam

pelayanan untuk masyarakat. Masalah yang sering timbul misalnya: keterbatasan

jarak jangkauan, dibutuhkan ruang kaki (knee space) untuk desain meja kerja,

(16)

commit to user

untuk keluar masuk perkantoran, kampus, hotel, restoran, supermarket dan

lain-lain.

2.4.2 Dimensi Anthropometri

Data anthropometri dapat dimanfaatkan untuk menetapkan dimensi ukuran

produk yang akan dirancang dan disesuaikan dengan dimensi tubuh manusia yang

akan menggunakannya. Pengukuran dimensi struktur tubuh yang biasa diambil

dalam perancangan produk maupun fasilitas dapat dilihat pada gambar 2.4 di

bawah ini.

Gambar 2.3 Anthropometri Untuk Perancangan Produk atau Fasilitas

Sumber: Wignjosoebroto, 1995

Keterangan gambar 2.1 di atas, yaitu:

1 : Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai sampai dengan ujung

kepala).

2 : Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3 : Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

4 : Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus).

5 : Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam

(17)

commit to user

6 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk (di ukur dari alas tempat duduk pantat

sampai dengan kepala).

7 : Tinggi mata dalam posisi duduk.

8 : Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9 : Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).

10 : Tebal atau lebar paha.

11 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan. ujung lutut.

12 : Panjang paha yang di ukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari

lutut betis.

13 : Tinggi lutut yang bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk.

14 : Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang di ukur dari lantai sampai dengan

paha.

15 : Lebar dari bahu (bisa di ukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk).

16 : Lebar pinggul ataupun pantat.

17 : Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak tampak ditunjukkan

dalam gambar).

18 : Lebar perut.

19 : Panjang siku yang di ukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam

posisi siku tegak lurus.

20 : Lebar kepala.

21 : Panjang tangan di ukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari.

22 : Lebar telapak tangan.

23 : Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar kesamping kiri kanan

(tidak ditunjukkan dalam gambar).

24 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak.

25 : Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak.

26 : Jarak jangkauan tangan yang terjulur kedepan di ukur dari bahu sampai

dengan ujung jari tangan.

Selanjutnya untuk memperjelas mengenai data anthropometri yang tepat

diaplikasikan dalam berbagai rancangan produk ataupun fasilitas kerja, diperlukan

pengambilan ukuran dimensi anggota tubuh. Penjelasan mengenai pengukuran

(18)

commit to user pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Pengukuran dimensi tubuh

Data Anthropometri Keterangan Cara Pengukuran

Tinggi siku berdiri (tsb)

Ukur jarak vertikal mulai dari telapak kaki sampai siku. Subjek berdiri tegak dengan siku direntangkan kedepan

Panjang telapak tangan

(ptt)

Ukur panjang tangan

diukur dari pergelangan

tangan sampai dengan

ujung jari tengah

Diameter lingkar genggam

(dlg)

Ukur diameter telapak tangan pada saat posisi menggenggam

(19)

commit to user

2.4.3 Aplikasi Distribusi Normal Dalam Anthropometri

Penerapan data anthropometri, distribusi yang umum digunakan adalah

distribusi normal (Nurmianto, 2004). Dalam statistik, distribusi normal dapat

diformulasikan berdasarkan nilai rata-rata (x) dan standar deviasi (σ) dari data

yang ada. Nilai rata-rata dan standar deviasi yang ada dapat ditentukan percentile

sesuai tabel probabilitas distribusi normal.

Adanya berbagai variasi yang cukup luas pada ukuran tubuh manusia

secara perorangan, maka besar “nilai rata-rata” menjadi tidak begitu penting bagi

perancang. Hal yang justru harus diperhatikan adalah rentang nilai yang ada.

Secara statistik sudah diketahui bahwa data pengukuran tubuh manusia pada

berbagai populasi akan terdistribusi dalam grafik sedemikian rupa sehingga

data-data yang bernilai kurang lebih sama akan terkumpul di bagian tengah grafik,

sedangkan data-data dengan nilai penyimpangan ekstrim akan terletak di

ujung-ujung grafik. Merancang untuk kepentingan keseluruhan populasi sekaligus

merupakan hal yang tidak praktis. Berdasarkan uraian tersebut, maka kebanyakan

data anthropometri disajikan dalam bentuk percentile.

Presentil menunjukkan jumlah bagian per seratus orang dari suatu populasi

yang memiliki ukuran tubuh tertentu (atau yang lebih kecil) atau nilai yang

menunjukkan persentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di

bawah nilai tersebut. Sebagai contoh bila dikatakan presentil pertama dari suatu

data pengukuran tinggi badan, maka pengertiannya adalah bahwa 99% dari

populasi memiliki data pengukuran yang bernilai lebih besar dari 1% dari populasi

yang tadi disebutkan. Contoh lainnya : bila dikatakan presentil ke-95 dari suatu

pengukuran data tinggi badan berarti bahwa hanya 5% data merupakan data tinggi

badan yang bernilai lebih besar dari suatu populasi dan 95% populasi merupakan

data tinggi badan yang bernilai sama atau lebih rendah pada populasi tersebut. The

Anthropometric Source Book yang diterbitkan oleh Badan Administrasi Nasional

Aeronotika dan penerbangan Luar Angkasa Amerika Serikat (NASA)

merumuskan pengertian presentil yaitu definisi presentil sebenarnya sederhananya

saja. Untuk suatu kelompok data apapun. Misalnya data berat badan pilot,

presentil pertama menunjukkan data sejumlah pilot yang berat badannya lebih

(20)

commit to user

dan dilain pihak merupakan data berat badan dari setiap pilot yang kurang berat

badannya dari 99% pilot dengan berat badan yang terbesar. Dapat juga dikatakan

bahwa presentil kedua merupakan data yang bernilai lebih besar daripada 2% pilot

yang paling ringan, dan lebih kecil dari 98% pilot-pilot terberat. Jadi, berapapun

besaran nilai k dari 1 hingga 99 maka presentil ke-k tersebut merupakan nilai yang

lebih besar dari k% berat badan terkecil dan kurang dari yang terbesar (100k)%.

Presentil 50 yang merupakan nilai dari suatu rata-rata, merupakan nilai yang

membagi data menjadi dua bagian, yaitu yang berisi data bernilai terkecil dan

terbesar masing-masing sebesar 50% dari keseluruhan nilai tersebut.

Persentil ke-50 memberi gambaran yang mendekati nilai rata-rata ukuran

dari suatu kelompok tertentu. Suatu kesalahan yang serius pada penerapan suatu

data adalah dengan mengasumsikan bahwa setiap ukuran pada persentil ke-50

mewakili pengukuran manusia rata-rata pada umumnya, sehingga sering

digunakan sebagai pedoman perancangan. Kesalahpahaman yang terjadi dangan

asumsi tersebut mengaburkan pengertian atas makna 50% dari kelompok.

Sebenarnya tidak ada yang dapat disebut “manusia rata-rata”.

Ada dua hal penting yang harus selalu diingat bila menggunakan presentil.

Pertama, suatu persentil anthropometrik dari tiap individu hanya berlaku untuk

satu data dimensi tubuh saja. Hal dapat merupakan data tinggi badan atau data

tinggi duduk. Kedua, tidak dapat dikatakan seseorang memiliki persentil yang

sama, ke-95 atau ke-90 atau ke-5, untuk keseluruhan dimensi tubuhnya. Hal ini

hanya merupakan gambaran dari suatu makhluk dalam khayalan, karena

seseorang dengan presentil ke-50 untuk data tinggi badannya, dapat saja memiliki

persentil ke-40 untuk data tinggi lututnya, atau persentil ke-60 untuk data panjang

(21)

commit to user

Gambar 2.4 Ilustrasi Persentil

Sumber: Wignjosoebroto, 1995

Pemakaian nilai-nilai percentile yang umum diaplikasikan dalam

perhitungan data anthropometri dijelaskan pada gambar 2.6 dan dalam tabel 2.2 di

bawah ini.

Gambar 2.5 Distribusi normal dengan data anthropometri

(22)

commit to user

Tabel 2.2 Jenis persentil dan cara perhitungan dalam distribusi normal

Sumber : Nurmianto, 2004

2.4.4 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan

Penggunaan data anthropometri dalam penentuan ukuran produk harus

mempertimbangkan prinsip-prinsip di bawah ini agar produk yang dirancang bisa

sesuai dengan ukuran tubuh pengguna (Wignjosoebroto, 1995) yaitu :

a. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim

Rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi 2 sasaran produk yaitu :

· Sesuai dengan ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi

ekstrim.

· Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain

(mayoritas dari populasi yang ada)

Agar dapat memenuhi sasaran pokok tersebut maka ukuran diaplikasikan

yaitu

· Dimensi minimum yang harus ditetapkan dari suatu rancangan produk

umumnya didasarkan pada nilai percentile terbesar misalnya 90-th,

95-th, atau 99-th percentile.

· Dimensi maksimum yang harus ditetapkan diambil berdasarkan

percentile terkecil misalnya 1-th, 5-th, atau 10-th percentile

Persentil Perhitungan

1-St

2,5-th

5-th

10-th

50-th

x - 2,325 . s

x - 1,96 . s

x - 1,645 . s

x - 1,28 . s

x

90-th

95-th

97,5-th

99-th

x + 1,28 . s

x + 1,645 . s

x + 1,96 . s

(23)

commit to user

b. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang

ukuran tertentu (adjustable).

Produk dirancang dengan ukuran yang dapat diubah-ubah sehingga cukup

fleksible untuk dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai

macam ukuran tubuh. Mendapatkan rancangan yang fleksibel semacam ini

maka data anthropometri yang umum diaplikasikan adalah dalam rentang

nilai 5-th, 50-th, dan 95-th.

c. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata

Produk dirancang berdasarkan pada ukuran rata-rata tubuh manusia atau

dalam rentang 50-th percentile.

Berkaitan dengan aplikasi data anthropometri yang diperlukan dalam

proses perancangan produk ataupun fasilitas kerja, beberapa rekomendasi yang

bisa diberikan sesuai dengan langkah-langkah, sebagai berikut:

a. Pertama kali terlebih dahulu harus ditetapkan anggota tubuh yang mana

yang nantinya difungsikan untuk mengoperasikan rancangan tersebut,

b. Tentukan dimensi tubuh yang penting dalam proses perancangan tersebut,

dalam hal ini juga perlu diperhatikan apakah harus menggunakan data

structural body dimension ataukah functional body dimension,

c. Selanjutnya tentukan populasi terbesar yang harus diantisipasi,

diakomodasikan dan menjadi target utama pemakai rancangan produk

tersebut,

d. Tetapkan prinsip ukuran yang harus diikuti semisal apakah rancangan

rancangan tersebut untuk ukuran individual yang ekstrim, rentang ukuran

yang fleksibel atau ukuran rata-rata,

e. Pilih persentil populasi yang harus diikuti; ke-5, ke-50, ke-95 atau nilai

persentil yang lain yang dikehendaki,

f. Setiap dimensi tubuh yang diidentifikasikan selanjutnya pilih atau tetapkan

nilai ukurannya dari tabel data anthropometri yang sesuai. Aplikasikan

data tersebut dan tambahkan faktor kelonggaran (allowance) bila

diperlukan seperti halnya tambahan ukuran akibat faktor tebalnya pakaian

yang harus dikenakan oleh operator, pemakaian sarung tangan (gloves),

(24)

commit to user

2.4.5 Identifikasi kebutuhan

Tahap ini merupakan jembatan penghubung antara pengguna sebagai

target pasar dengan perusahaan pengembangan produk. Proses identifikasi

kebutuhan pelanggan merupakan bagian yang integral dalam proses

pengembangan produkl dan merupakan tahapan yang mempunyai hubungan

paling erat dengan proses penurunan konsep, seleksi konsep, benchmark dengan

pesaing dan menetapkan spesifikasi produk (Mital, 2008). Identifikasi kebutuhan

pelanggan terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut:

a. Pengumpulan data awal

Pengumpulan data awal berhubungan dengan konsumen dan pengalaman

penggunaan dari produk yang dikembangkan ini. Terdapat dua metode dalam

pengumpulan data mentah yang banyak digunakan adalah wawancara, dan

observasi produk saat digunakan (Mital, 2008).

Metode yang paling dianjurkan adalah wawancara, karena wawancara

relatif lebih berbiaya rendah dan dengan wawancara tim pengembang produk

dapat merasakan lingkungan penggunaan produk tersebut (Mital, 2008).

Pada metode wawancara ini telah terdapat suatu pedoman mengenai

jumlah wawancara yang harus dilakukan, 10 wawancara dirasa kurang sedangkan

50 buah wawancara akan menjadi terlalu banyak. Wawancara dapat diadakan

secara berurutan, dan dihentikan bila tidak ada lagi kebutuhan konsumen yang

baru yang terungkap oleh wawancara tambahan (Mital, 2008).

Pertanyaan-pertanyaan yang biasa digunakan dalam wawancara ini adalah

meliputi kapan dan mengapa menggunakan produk ini, beri contoh penggunaan

produk, apa yang anda sukai dari produk yang ada saat ini, hal apa saja yang

dipertimbangkan saat membeli produk, dan perbaikan apa yang diharapkan

terhadap produk (Mital, 2008).

b. Intepretasi data mentah menjadi kebutuhan konsumen

Kebutuhan konsumen diekspresikan sebagai pernyataan tertulis dan

merupakan hasil intepretasi kebutuhan yang berupa data mentah yang diperoleh

dari konsumen. Berikut ini pedoman dalam mengintepretasikan data awal yaitu

ekspresikan kebutuhan sebagai ”apa yang harus dilakukan ?” atau ” bagaimana

(25)

commit to user

gunakan pernyataan positif bukan negatif, ekspresikan kebutuhan sebagai atribut

dari produk, dan hindari kata ”harus” atau ”sebaiknya” (Mital, 2008).

c. Pengorganisasian kebutuhan menjadi hierarki

Hasil dari pengorganisasian ini menghasilkan daftar yang berisi satu set

kebutuhan-kebutuhan primer yang masing-masing tergolong lebih lanjut

membentuk kebutuhan-kebutuhan sekundernya (Mital, 2008).

d. Menetapkan kepentingan relatif setiap kebutuhan

Terdapat dua pendekatan dasar dari tahapan ini yaitu pengadaan pada

konsensus dari anggota tim berdasarkan pada pengalaman mereka saat bersama

konsumen dan pengadaan pada hasil penilaian tingkat kepentingan dengan survey

lebih lanjut pada konsumen (Mital, 2008).

2.4.6 Penetapan Spesifikasi Produk

Spesifikasi produk untuk menjelaskan tentang hal-hal yang harus dilakukan

oleh sebuah perusahaan. Beberapa perusahaan menggunakan istilah “kebutuhan

produk” atau “ karakteristik engineering” untuk hal ini. Target spesifikasi dibuat

setelah kebutuhan pelanggan diidentifikasi tetapi sebelum konsep dikembangkan.

Hasil dari spesifikasi produk adalah matrik kebutuhan. Matrik tersebut

menjelaskan tentang keinginan konsumen dan karakteristik engineering yang ada

untuk memenuhi keinginan tersebut (Ulrich, 2001).

2.4.7 Penyusunan Konsep Produk

Proses penyusunan konsep dimulai dari serangkaian kenutuhan pelanggan

dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai pilihan akhir

(Ulrich, 2001). Tahapan dari penyusunan konsep adalah :

a. Memperjelas Masalah

Penjelasan masalah mencakup pembangunan pengertian secara general dan

kemudian memecah menjadi sub masalah. Pemecahan ini disebut sebagai

dekomposisi masalah. Salah satu pendekatan dalam dekomposisi masalah adalah

berdasarkan kebutuhan utama pelanggan. Pendekatan ini berguna untuk produk

yang masalah utamanya adalah bentuk, bukan pada prinsip kerja atau

(26)

commit to user b. Pencarian eksternal (Benchmarking)

Pencarian eksternal bertujuan untuk menemukan penyelesaian bagi masalah

dan submasalah yang telah diidentifikasi pada tahap penjelasan masalah.

Pencarian eksternal untuk pemecahan masalah ini adalah pengumpulan informasi.

Lima cara untuk mengumpulkan informasi dari sumber eksternal sebagai berikut

wawancara konsumen utama, konsultasi dengan ahli, pencarian literatur, dan

perbandingan kompetitif (Ulrich, 2001).

c. Pencarian Internal

Pencarian internal dilakukan oleh pengembang. Pencarian internal

merupakan pencarian atau pemunculan ide-ide baru mengenai alternatif

komponen produk (Ulrich, 2001).

d. Menggali Secara Sistematis.

Teknik yang digunakan pada langkah ini adalah pohon klasifikasi konsep.

Pohon klasifikasi konsep digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian

yang mungkin menjadi beberapa kelas berbeda sehingga akan memudahkan

perbandingan dan pemangkasan. Sebagai hasil dari pencarian eksternal dan

internal, terdapat puluhan atau ratusan penyelesaian konsep untuk

subpermasalahan-subpermasalahan. Pemeriksaan secara sistematis ini bertujuan

untuk mengarahkan kemungkinan dengan mengelompokkan dan menyatukan

fragmen-fragmen solusi tersebut. Terdapat dua alat spesifik yang dapat membantu

tahapan ini yaitu the concept classification tree dan the concept combination

table. Alat ini membantu kita menemukan keseluruhan dari variasi produk dengan

mengkombinasikan bagian alternatif-alternatif yang ada (Ulrich, 2001).

2.4.8 Pemilihan Konsep Produk

Pemilihan konsep produk adalah proses evaluasi dengan kriteria VoC dan

kriteria lainnya, membandingkan kelebihan dan kekurangan relatif dari

masing-masing konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penelitian atau

pengembangan lebih lanjut (Ulrich, 2001).

Sebuah perancangan yang sukses adalah yang menjalani pemilihan konsep

(27)

commit to user

digunakan memiliki dua buah tahapan proses yaitu penyaringan konsep dan

penilaian konsep yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Penyaringan konsep (concept screening)

Penyaringan konsep menggunakan sebuah konsep referensi untuk

mengevaluasi berbagai macam konsep berdasarkan kriteria pemilihan.

Penyaringan konsep menggunakan sebuah sistem perbandingan kasar untuk

memperkecil jumlah konsep yang dipertimbangkan lebih lanjut. Penyaringan

konsep ini berdasarkan sebuah metode yang dibangun oleh Sturt Pugh pada tahun

1980-an dan disebut sebagai metode Pugh (Ulrich, 2001).

Penyaringan konsep melewati lima buah langkah pengerjaan, yaitu :

1. Mempersiapkan matriks pemilihan

Untuk mempersiapkan matriks, dipilih media yang tepat untuk

menuangkan konsep-konsep yang akan dibahas. Kemudian matriks diisi dengan

inputnya yaitu konsep-konsep dan kriterianya. Konsep-konsep yang akan dibahas

akan sangat baik bila digambarkan dengan deskripsi tertulis dan juga

penggambaran secara grafis (Ulrich, 2001).

Kriteria-kriteria ini dipilih berdasarkan VoC (Voice of Customer). Kriteria

pemilihan sebaiknya dipilih karena mampu membedakan konsep satu dengan

yang lainnya. Setelah dipertimbangkan dengan teliti, kemudian dipilih sebuah

konsep yang menjadi referensi perbandingan membangun konsep-konsep solusi.

Pencarian internal ini dapat dilakukan oleh individu maupun tim. Terdapat dua

buah acuan yang berguna untuk melakukan pencarian internal baik untuk individu

maupun tim yaitu menunda keputusan, mengembangkan banyak ide (Ulrich,

2001).

2. Menghitung nilai dari konsep

Nilai-nilai yaitu ”lebih baik” (+), ”sama” (0), atau ”lebih buruk” (-)

diletakkan pada setiap sel pada matriks yang menunjukkan bagaimana

perbandingan setiap konsep dengan konsep referensi terhadap setiap kriteria.

Proses ini disarankan untuk menilai setiap konsep terhadap satu kriteria sebelum

melangkah pada kriteria selanjutnya. Bagaimanapun, bila yang terjadi adalah

(28)

commit to user

menilai konsep satu konsep pada setiap kriteria, baru melangkah ke konsep

selanjutnya (Ulrich, 2001).

3. Memberi rangking pada tiap konsep

Setelah menilai semua konsep yang ada, kemudian dijumlahkan nilai ”lebih

baik”, ”sama”, dan ”lebih buruk”. Kemudian nilai total pada setiap konsep dapat

diperoleh dengan mengurangi jumlah nilai ”lebih baik” dengan nilai ”lebih

buruk”. Setelah penjumlahan selesai, langkah selanjutnya adalah memberi

rangking pada setiap konsep secara urut. Terlihat jelas, konsep-konsep dengan

banyak nilai positif dan sedikit nilai negatif akan memiliki ranking yang lebih

tinggi (Ulrich, 2001).

4. Menyatukan dan memperbaiki konsep

Setelah setiap konsep telah dinilai dan diranking, sebaiknya diperiksa

apakah setiap konsep masuk akal dan kemudian mempertimbangkan

kemungkinan adanya konsep-konsep yang dapat disatukan dan diperbaiki (Ulrich,

2001).

5. Memilih satu atau lebih konsep

Setelah puas dengan pengertian tentang setiap konsep dan kualitasnya,

maka langkah selanjutnya adalah memilih konsep mana yang akan dilanjutkan

pada penyaringan dan analisis lebih jauh (Ulrich, 2001).

2.5Tahap Pengujian Konsep

Pada tahap pengujian konsep ini, pengembang produk meminta respons

dari pengguna potensial terhadap target pasar yang dituju mengenai uraian dan

gambaran konsep produk. Pengujian konsep berhubungan erat dengan seleksi

konsep, dimana kedua aktivitas ini bertujuan untuk menyempitkan jumlah konsep

yang akan dikembangkan lebih lanjut (Ulrich, 2001).

Berikut ini adalah tahapan dalam proses pengujian konsep:

a. Mendefinisikan Maksud Pengujian Konsep

Pengembang produk secara eksplisit menuliskan pertanyaan-pertanyaan yang

(29)

commit to user

b. Memilih Populasi Survey

Hal yang mendasari pengujian konsep adalah populasi pelanggan potensial

yang disurvei mencerminkan target pasar dari sebuah produk, karena itu

pengembang harus memilih populasi survei yang mencerminkan target pasar

yang sebenarnya (Ulrich, 2001).

c. Memilih Format Survey

Format survei berikut ini biasa digunakan dalam pengujian konsep: interaksi

langsung, telepon, lewat surat (pos), E-mail dan internet (Ulrich, 2001).

d. Mengkomunikasikan konsep

Pilihan format survei sangat berkaitan dengan bagaimana konsep akan

dikomunikasikan. Konsep dapat dikomunikasikan dalam bentuk salah satu

dari cara-cara berikut ini: uraian verbal, sketsa, foto dan gambar, storyboard,

video, simulasi, multimedia interaktif, model fisik, dan prototipe yang

dioperasikan (Ulrich, 2001).

2.6Mekanika Konstruksi

2.6.1 Statika

Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban

terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga

dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau

beban (Mott L, 2009).

Terdapat 3 jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis

perletakan yang digunakan dalam menahan beban yag ada dalam struktur, beban

yang ditahan oleh perletakan masing-masing adalah:

a. Tumpuan rol

Yaitu tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus

bidang peletakannya.

Gambar 2.6 Tumpuan rol

(30)

commit to user

b. Tumpuan sendi

Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya

selalu menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki

[image:30.595.129.511.166.501.2]

satu gaya.

Gambar 2.7 Tumpuan sendi

Sumber : Mott L, 2009

c. Tumpuan jepitan

Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen

sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya.

Dari kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam

keadaan setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu ∑FHorisontal = 0, ∑FVertikal = 0, ∑M= 0

Gambar 2.8 Tumpuan sendi

Sumber : Mott L, 2009

2.6.2 Gaya

Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja

padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan

pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga

keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila

resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan

kata lain ∑Fx = 0, ∑Fy = 0,∑Fz = 0, ∑M = 0 (Popov, 1991).

Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam

menjadi bergerak atau sebaliknya (Popov, 1991). Dalam ilmu statika berlaku

hukum (Aksi = Reaksi), gaya dalam statika kemudian dikenal dibedakan menjadi :

a. Gaya Luar

(31)

commit to user

1991). Sedangkan beban adalah beratnya beban atau barang yang

didukung oleh suatu konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan

menjadi beberapa macam yaitu :

· Beban mati yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti

dining, penutup lantai dll.

· Beban sementara yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan,

ataupun beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil

(kendaraan), kereta dll.

· Beban terbagi rata yaitu beban yang secara merata membebani

struktur. Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban

segitiga.

· Beban titik terpusat adalah beban yang membebani pada suatu titik.

· Beban berjalan adalah beban yang bisa berjalan atau

dipindah-pindahkan baik itu beban mrata, titik, atau kombinasi antar keduanya.

b. Gaya dalam

Akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan

perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan terjadinya

deformasi atau perubahan bentuk. Agar suatu struktur tidak hancur atau

runtuh maka besarnya gaya akan bergantung pada struktur gaya luar

(Popov, 1991).

c. Gaya geser (Shearing Force Diagram)

Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang

arah garis kerjanya tegak lurus (^) pada sumbu batang yang ditinjau

[image:31.595.127.516.139.591.2]

seperti tampak pada Gambar 2.11.

Gambar 2.9 Sketsa prinsip statika kesetimbangan

Sumber : Popov, 1991

Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram),

dimana penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+)

(32)

commit to user

Gambar 2.10 Sketsa shearing force diagram

Sumber : Popov, 1991

d. Gaya normal (Normal force)

Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban

yang arah garis kerjanya searah (// ) sumbu batang yang ditinjau (Popov,

1991).

Gambar 2.11 Sketsa normal force

Sumber : Popov, 1991

Agar batang tetap utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar. Pada

gambar diatas nampak bahwa tanda (-) negative yaitu batang tertekan,

sedang bertanda (+) batang tertarik.

e. Momen

Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang

terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut (Popov,

1991).

Gambar 2.12 Sketsa moment bending (+)

[image:32.595.127.515.204.504.2]
(33)

commit to user

Gambar 2.13 Landasan Sketsa moment bending (-)

Sumber : Popov, 1991

Dalam sebuah perhitugan gaya dalam momen memiliki kesepakatan yang

senantiasa dipenuhi yaitu pada arah tinjauan, diantaranya:

[image:33.595.153.493.246.533.2]

· Ditinjau dari arah kanan

Gambar 2.14 Landasan arah kanan

Sumber : Popov, 1991

· Ditinjau dari arah kiri

Gambar 2.15 Landasan arah kiri

Sumber : Popov, 1991

2.6.3 Perhitungan Gaya Pada Rancangan

a. Perhitungan gaya pada rancangan menggunakan persamaan:

F = m . a ...persamaan 2.1 dengan;

F = gaya (N)

m = massa (kg)

a = percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

Bila searah jarum jam (+)

Bila berlawanan jarum jam (-)

(34)

commit to user

b. Perhitungan gaya pada pegas menggunakan persamaan:

Fs = k (Lf – Ls). ...persamaan 2.2 dengan;

Fs = gaya pegas (N)

k = konstanta pegas (N/mm) Lf = panjang bebas pegas (mm) Ls = panjang solid pegas (mm)

2.7Penelitian Sebelumnya

Perancangan ulang boncengan anak-anak pada sepeda motor oleh Ivan

Saputra (2009). Perancangan ulang kursi boncengan anak-anak ini

mempertimbangkan aspek ketidaksesuaian anthropometri penggunanya yang

mengakibatkan keluhan pada beberapa bagian tubuh. Metode yang digunakan

adalah pendekatan anthropometri untuk menentukan dimensi ukuran boncengan

dan konsep perancangan yang dipakai adalah konsep perancangan Ulrich. Data

anthropometri yang digunakan adalah lebar bahu, tinggi bahu duduk, tinggi siku

duduk, panjang siku ke ujung jari, panjang pantat popliteal, tinggi popliteal,

panjang telapak kaki, tinggi duduk, lebar kepala, panjang telapak kaki, lebar

telapak kaki, lebar tangan, mulut ke puncak kepala dan tebal telapak kaki. Data

anthropometri ini berasal dari dimensi anthropometri tubuh anak umur 3-6 tahun

di TK BA Aisyiyah Wironanggan dan Klewer. Penelitian ini menghasilkan

rancangan boncengan anak pada sepeda motor dengan penambahan penyangga

kepala, penyangga kaki dan penyangga tangan.

Pengembangan Desain Axillary Kruk Menggunakan Pemodelan Dempster

oleh Margareta Bayu (2008). Pengembangan desain ini dilakukan untuk

mengetahui besarnya gaya dan tekanan yang terjadi pada ketiak dan pergelangan

tangan saat berjalan menggunakan axillary kruk. Berdasarkan penyebaran

kuesioner yang diberikan kepada 20 pengguna axillary kruk yang berada di RS.

Orthopedi Prof. Dr. Soeharso diperoleh informasi bahwa 20 pengguna axillary

diantaranya yaitu 60 % mengeluhkan rasa tidak nyaman pada bagian pad axillary

atau bantalan dari kruk, 75 % pengguna mengeluhkan rasa sakit pada bagian

(35)

commit to user

mudah terpeleset jika berjalan di permukaan basah dan miring. Penelitian ini

menghasilkan desain axillary kruk yang memberikan kenyamanan pada saat

digunakan tanpa menimbulkan rasa sakit pada bagian pergelangan tangan dan

pada bagian ketiak.

Perancangan ulang meja komputer hidesk di SAT UNS oleh Muji Lestari

(2007). Penelitian ini diawali dengan pengumpulan data keluhan dengan

kuesioner NBM dan keluhan mengenai kekurangan dari meja komputer

sebelumnya. Data anthropometri yang digunakan adalah jangkauan tangan ke

depan, lebar bahu, panjang telapak kaki, tebal paha, tinggi siku duduk, panjang

telapak tangan, sudut putaran kaki ke belakang dan tinggi mata duduk. Data

tersebut berasal dari para pengunjung SAT dan data mahasiswa jurusan Teknik

Industri UNS. Penelitian ini menggunakan pendekatan anthropometri untuk

menentukan dimensi meja dan pendekatan biomekanik untuk mengevaluasi posisi

duduk yang baik untuk bekerja. Penelitian ini menghasilkan rancangan meja

komputer hidesk yang ergonomis untuk mengurangi kelelahan dengan

(36)

commit to user

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang

dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam

[image:36.595.149.488.202.723.2]

penelitian ditunjukan pada gambar. 3.1 sebagai berikut.

(37)
[image:37.595.113.513.87.488.2]

commit to user

Gambar 3.1 Metodologi penelitian (lanjutan)

Diagram alir penelitian yang digambarkan di atas, setiap tahapannya akan

dijelaskan secara lebih lengkap dalam sub bagian berikut ini.

3.1Tahap Identifikasi Masalah

Tahap ini diawali dengan studi pustaka, studi lapangan, perumusan masalah,

penentuan tujuan penelitian dan menentukan manfaat penelitian. Langkah-langkah

yang ada pada tahap identifikasi masalah tersebut dijelaskan pada sub bab berikut

ini.

3.1.1 Studi Pustaka

Studi pustaka dilakukan untuk mendukung proses identifikasi fasilitas

kerja yang berupa perancangan alat bantu tongkat pada UPTD Panti Wredha

Dharma Bakti Surakarta. Studi pustaka dilakukan dengan mencari informasi yang

berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam perancangan ini. Pencarian

informasi ini dilakukan dengan melalui internet, perpustakaan, sehingga diperoleh

(38)

commit to user

3.1.2 Studi Lapangan

Studi Lapangan digunakan untuk mengetahui dan mempelajari keadaan

lansia saat melakukan aktivitas khususnya aktivitas jalan di tempat penelitian

dengan maksud untuk mendapatkan informasi awal yang lengkap serta

menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan

data awal dilakukan dengan pengamatan langsung, pendokumentasian gambar,

dan wawancara kepada para lansia dengan tujuan untuk mengetahui keluhan yang

dirasakan oleh lansia.

Wawancara kepada para lansia dilakukan untuk mengetahui keluhan yang

dirasakan oleh lansia saat menggunakan tongkat yang sudah ada sebelumnya.

Wawancara ini dilakukan kepada 25 orang lansia pengguna alat bantu tongkat

yang berusia 75 tahun sampai dengan 85 tahun saat melakukan aktivitas jalan

untuk melakukan kegiatan sehari-harinya di lingkungan panti. Munculnya keluhan

atau rasa tidak nyaman ini cukup mendukung untuk dilakukan penelitian

mengenai alat bantu jalan yang sudah ada sebelumnya berupa tongkat yang

digunakan oleh lansia di UPTD Panti Wredha Dharma Bakti Surakarta.

3.1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan, kemudian disusun

sebuah rumusan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas lebih lanjut

adalah bagaimana merancang alat bantu tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.

3.1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ditetapkan agar penelitian yang dilakukan dapat

menjawab dan menyelesaikan rumusan masalah yang dihadapi. Adapun tujuan

penelitian yang ditetapkan dari hasil perumusan masalah adalah menghasilkan

rancangan alat bantu tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.

3.1.5 Manfaat Penelitian

Suatu permasalahan akan diteliti apabila di dalamnya mengandung unsur

manfaat. Agar memenuhi suatu unsur manfaat maka perlu ditentukan terlebih

(39)

commit to user

diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan usulan rancangan alat bantu

tongkat sesuai dengan kebutuhan lansia.

3.2Tahap Pengumpulan Data

Tahap-tahap pengumpulan data yang diperlukan untuk mendukung

penelitian mengenai perancangan alat bantu tongkat, sebagai berikut:

3.2.1 Dokumentasi

Dokumentasi diperoleh dengan cara pengambilan gambar berupa kondisi

awal lansia saat menggunakan alat bantu jalan tongkat yang ada sebelumnya yang

berada di Panti Wredha tersebut.

3.2.2 Wawancara

Wawancara dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dari

penghuni panti wredha mengenai kesulitan atau keluhan yang dialami lansia saat

melakukan aktivitas jalan khususnya saat menggunakan tongkat yang sudah ada.

Wawancara ini dilakukan kepada 25 orang lansia pengguna alat bantu tongkat

yang berusia 75 tahun sampai dengan 85 tahun. Hasil dari wawancara tersebut

merupakan keinginan dan keluhan yang dialami oleh lansia yang kemudian akan

digunakan oleh pihak engineer atau peneliti sebagai dasar dalam melakukan

perancangan.

3.2.3 Identifikasi Alat Bantu Jalan Tongkat

Identifikasi dilakukan untuk mengetahui kondisi alat bantu tongkat yang

sudah ada sebelumnya. Selain itu identifikasi dapat dijadikan sebagai informasi

awal untuk mengetahui kelemahan-kelemahan alat bantu jalan tongkat yang

digunakan sebelumnya serta perlunya proses perancangan alat bantu tongkat.

Alat bantu tongkat yang sudah ada sebelumnya hanya terbuat dari bahan

kayu, memiliki diameter yang kecil yaitu hanya berdiameter 1.5 cm, serta tongkat

tersebut hanya memiliki panjang 50 cm dan tidak dapat diatur ketinggiannya

(40)

commit to user

3.3Penyusunan Konsep Perancangan

Proses penyusunan konsep dimulai dari serangkaian kenutuhan pelanggan

dan diakhiri dengan terciptanya beberapa konsep produk sebagai pilihan akhir

(Ulrich, 2001). Tahapan dari penyusunan konsep adalah :

1. Memperjelas Masalah

Penjelasan masalah mencakup pembangunan pengertian secara general dan

kemudian memecah menjadi sub masalah. Pemecahan ini disebut sebagai

dekomposisi masalah. Salah satu pendekatan dalam dekomposisi masalah adalah

berdasarkan kebutuhan utama pelanggan. Pendekatan ini berguna untuk produk

yang masalah utamanya adalah bentuk, bukan pada prinsip kerja atau

teknologinya (Ulrich, 2001).

2. Pencarian eksternal (Benchmarking)

Pencarian eksternal bertujuan untuk menemukan pemecahan keseluruhan

masalah dan sub masalah yang ditemukan selama langkah memperjelas masalah

(Ulrich, 2001).

3. Pencarian Internal

Pencarian internal dilakukan oleh pengembang. Pencarian internal

merupakan pencarian atau pemunculan ide-ide baru mengenai alternatif

komponen produk (Ulrich, 2001).

4. Menggali Secara Sistematis.

Teknik yang digunakan pada langkah ini adalah pohon klasifikasi konsep.

Pohon klasifikasi konsep digunakan untuk memisahkan keseluruhan penyelesaian

yang mungkin menjadi beberapa kelas berbeda sehingga akan memudahkan

perbandingan dan pemangkasan. Sebagai hasil dari pencarian eksternal dan

internal, terdapat puluhan atau ratusan penyelesaian konsep untuk

subpermasalahan-subpermasalahan. Pemeriksaan secara sistematis ini bertujuan

untuk mengarahkan kemungkinan dengan mengelompokkan dan menyatukan

fragmen-fragmen solusi tersebut. Terdapat dua alat spesifik yang dapat membantu

tahapan ini yaitu the concept classification tree dan the concept combination

table. Alat ini membantu kita menemukan keseluruhan dari variasi produk dengan

[image:40.595.115.509.213.494.2]
(41)

commit to user

Pemilihan konsep produk adalah proses evaluasi dengan kriteria voice of

costumer dan kriteria lainnya, membandingkan kelebihan dan kekurangan relatif

dari masing-masing konsep, dan memilih satu atau lebih konsep untuk penelitian

atau pengembangan lebih lanjut (Ulrich, 2001).

Sebuah perancangan yang sukses adalah yang menjalani pemilihan konsep

yang terstruktur (Ulrich, 2001). Sebuah metode terstruktur yang banyak

digunakan memiliki dua buah tahapan proses yaitu penyaringan konsep dan

penilaian konsep yang dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. ConceptScreening (Penyaringan Konsep)

Penyaringan konsep menggunakan sebuah konsep referensi untuk

mengevaluasi berbagai macam konsep berdasarkan kriteria pemilihan.

Penyaringan konsep menggunakan sebuah sistem perbandingan kasar untuk

memperkecil jumlah konsep yang dipertimbangkan lebih lanjut. Penyaringan

konsep ini berdasarkan sebuah metode yang dibangun oleh Sturt Pugh pada tahun

1980-an dan disebut sebagai metode Pugh (Ulrich, 2001).

Penyaringan konsep melewati lima buah langkah pengerjaan, yaitu :

a. Mempersiapkan matriks pemilihan

Untuk mempersiapkan matriks, dipilih media yang tepat untuk

menuangkan konsep-konsep yang akan dibahas. Kemudian matriks diisi

dengan inputnya yaitu konsep-konsep dan kriterianya. Konsep-konsep

yang akan dibahas akan sangat baik bila digambarkan dengan deskripsi

tertulis dan juga penggambaran secara grafis (Ulrich, 2001).

Konsep-konsep memasuki bagian atas dari matriks, dan kriteria

memasuki bagian kiri. Kriteria-kriteria ini dipilih berdasarkan VoC (Voice

of Customer). Kriteria pemilihan sebaiknya dipilih karena mampu

membedakan konsep satu dengan yang lainnya. Setelah dipertimbangkan

dengan teliti, kemudian dipilih sebuah konsep yang menjadi referensi

perbandingan membangun konsep-konsep solusi. Pencarian internal ini

dapat dilakukan oleh individu maupun tim. Terdapat empat buah acuan

yang berguna untuk melakukan pencarian internal baik untuk individu

maupun tim yaitu menunda keputusan, mengembangkan banyak ide

(42)

commit to user b. Menghitung nilai dari konsep

Nilai-nilai yaitu ”lebih baik” (+), ”sama” (0), atau ”lebih buruk” (-)

diletakkan pada setiap sel pada matriks yang menunjukkan bagaimana

perbandingan setiap konsep dengan konsep referensi terhadap setiap

kriteria. Proses ini disarankan untuk menilai setiap konsep terhadap satu

kriteria sebelum melangkah pada kriteria selanjutnya. Bagaimanapun, bila

yang terjadi adalah jumlah konsep yang banyak, maka yang dilakukan

adalah sebaliknya yaitu menilai konsep satu konsep pada setiap kriteria,

baru melangkah ke konsep selanjutnya (Ulrich, 2001).

c. Memberi rangking pada tiap konsep

Setelah menilai semua konsep yang ada, kemudian dijumlahkan nilai

”lebih baik”, ”sama”, dan ”lebih buruk”. Kemudian nilai total pada setiap

konsep dapat diperoleh dengan mengurangi jumlah nilai ”lebih baik”

dengan n

Gambar

Gambar 2.7 Tumpuan sendi
Gambar 2.9 Sketsa prinsip statika kesetimbangan
Gambar 2.11 Sketsa normal force
Gambar 2.14 Landasan arah kanan
+7

Referensi

Dokumen terkait