• Tidak ada hasil yang ditemukan

Llaporan Verifikasi Lapangan Pembangunan Desa Paska Diberlakukannya UU 62014 Desa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Llaporan Verifikasi Lapangan Pembangunan Desa Paska Diberlakukannya UU 62014 Desa"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN VERIFIKASI LAPANGAN

PEMBANGUNAN DESA PASKA DIBERLAKUKANNYA UU 6/2014 DESA

(2)

ARAH PEMBANGUNAN DESA DILAKUKAN SESUAI PERBUP YANG MENGACU PADA

PERMENDES, PERMENDAGRI, DAN PERMENKEU

74.754 DESA

L APO R AN / D A T A PENDAMPING DESA MEMBANGUN L APO R AN / D A T A

PEMDA

PUSAT

APBD

APBN

LSM / Warga

P R O G R A M

D AN A D ESA AL O KASI D AN A D ESA BAG I H ASI L P AJAK & R ET R IBU SI

PROGRAM PROGRAM

A N G G A R A N K / L

PRIORITAS PEMANFAATAN DANA DESA (PERMENDES, PERMENDAGRI)

ALOKASI PUSAT

DANA

PROGRAM / KEBIJAKAN

(3)

PROGRAM 2015-2019

BIDANG SUMBER DAYA AIR

KONDISI PEMBANGUNAN DESA SAAT INI

PENINGKATAN DANA DESA KURANG BERDAMPAK PADA PENURUNAN KETIMPANGAN

LAJU KETIMPANGAN MENINGKAT PESAT •  Tingkat ketimpangan tinggi dan naik lebih

pesat dibanding banyak negara Asia Timur lain (Bank Dunia)

•  Sejak tahun 2010, 10 persen orang paling kaya secara konsisten menguasai

seperempat total konsumsi, sementara 10 persen termiskin menguasai kurang dari sepersepuluh

•  pada 2014 konsumsi dari 10 persen penduduk terkaya setara dengan total konsumsi dari 54 persen penduduk termiskin(BPS)

Akibatnya, koefisien Gini naik pesat dalam 15 tahun – dari 0,30 pada tahun 2000

menjadi 0,41 pada tahun 2013.

NAMUN

0.00% 0.50% 1.00% 1.50% 2.00% 2.50% 3.00% 3.50% 0 10 20 30 40 50 60 70

2015 2016 2017

Alokasi dana desa terus meningkat dari tahun 2015 ke 2017 (Rp, Trilyun)

APBN Persentase Dana Desa dengan APBN

40 T

60 T

EMPAT PENYEBAB KETIMPANGAN DI INDONESIA

1.  Ketimpangan peluang. Anak dari keluarga miskin tidak memiliki akses kepada pendidikan dan kesehatan berkualitas yang sama dengan anak dari keluarga yang tidak miskin.

2. Ketimpangan pasar kerja. Pekerja dengan keterampilan tinggi menerima gaji yang lebih besar sehingga tenaga kerja lainnya terperangkap dalam pekerjaan informal dengan produktivitas rendah dan pemasukan yang kecil, tanpa kepastian peluang naik tingkat.

3.  Konsentrasi kekayaan. Kaum elit memiliki aset keuangan, seperti properti atau saham, yang ikut mendorong ketimpangan saat ini dan di masa depan.

4.  Ketimpangan dalam ketahanan menghadapi gejolak

ekonomi. Saat terjadi goncangan, masyarakat miskin dan rentan akan lebih terkena dampak, menurunkan kemampuan mereka untuk memperoleh pemasukan dan melakukan investasi kesehatan dan pendidikan.

(4)

PROGRES FISIK PEMBANGUNAN DESA CUKUP BAIK NAMUN DAMPAKNYA KURANG

SIGNIFIKAN MENJAWAB KEBUTUHAN MASYARAKATNYA SECARA LANGSUNG

Laporan capaian program dan kegiatan prioritas pantauan KSP menunjukkan persentase capaian yang cukup baik,

namun ternyata dalam implementasi,

dampak pembangunan tidak terlihat.

Jalan tanah di Desa Sungai Enau, Kubu Raya, Kalbar

(5)

TEMUAN UTAMA:

PEMBANGUNAN TERLALU FOKUS PADA INFRASTRUKTUR FISIK DESA

Kondisi di lapangan:

Pembangunan fisik di desa

terlaksana, tetapi pembangunan

manusia di desa (kesehatan,

pendidikan dan peningkatan ketrampilan

dasar) tidak terlaksana.

Penyebab:

Lemahnya kemampuan

perencanaan di desa.

Tidak berfungsinya peran

pendamping desa yang disediakan

Pemerintah Pusat.

Kesimpulan

MASALAH PEMBANGUNAN DI DESA:

1.

Akuntabilitas penggunaan Dana

Desa kurang maksimal

2.

Pembangunan hanya fokus di

bidang infrastruktur desa

3.

Pendamping Desa tidak

membantu kualitas perencanaan

dan pelaporan.

4.

Keberhasilan model

pembangunan terpadu di desa

beragam tingkatnya

Kalimantan Barat: 2 Desa di Kab. Kubu Raya dan Kab. Sanggau

DIY dan Jateng: 4 Desa di Kab. Gunung Kidul, dan Kab. Banyumas

Jambi: 4 Desa di Kab. Muaro Jambi dan Kab. Tanjung Jabung Timur

Sulawesi Selatan: 3 Desa di Kab. Toraja Utara dan Kab. Pangkajene Kepulauan

Bali: 2 Desa di Kab. Gianyar dan Kab. Badung

NTB: 2 Desa di Kab. Lombok Tengah

(6)

TEMUAN I:

AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA DESA KURANG MAKSIMAL

PENYEBAB:

Tidak

harmonisnya

pendekatan

pembangunan

bottom up dan

pendekatan top

down

Tata cara alokasi

Dana Desa yang

tidak berbasis

ekuitas (keadilan)

Pengawasan

penggunaan dana

desa yang tidak

tepat

Konflik peran regulator perencanaan

(Kemdagri, Bappenas, Kemendes, dan Pemda) yang membingungkan desa

DAMPAK:

Desa-desa menghindari resiko hukum dengan membelanjakan dana tunainya hanya untuk belanja yang mudah dipertanggungjawabkan seperti: mempercantik jembatan desa, memperbaiki estetika jalan, di saat kebutuhan lain yang lebih mendesak;

DAMPAK:

Desa dengan penduduk yang besar akan menerima alokasi per kapita lebih rendah dibandingkan dengan desa dengan penduduk yang kecil. Perhitungan alokasi perkapita digunakan untuk memprediksi kualitas belanja desa dan jenis pelayanan yang dapat ditingkatkan di desa mengingat bahwa jumlah penduduk, angka kemiskinan, dan luas wilayah adalah penentu utama besarnya biaya perbaikan pelayanan;

Ketimpangan dalam pendanaan kebutuhan, di mana desa yang

makmur akan menerima kelebihan alokasi dibandingkan dengan desa yang miskin;

Alokasi Dana Desa adalah:

90% alokasi prorata, 10% berikutnya berdasarkan variabel luas wilayah,

populasi, tingkat kemiskinan, dan jarak ke ibukota kabupaten.

DAMPAK:

BPKP memperlakukan desa seperti instansi pemerintah dalam audit

dana desa, sehingga Desa mementingkan kerapihan LPJ dibandingkan perbaikan pembangunan

Keterlibatan masyarakat dalam mengawasi penggunaan dana desa

tidak dirancang dengan baik, sehingga masyarakat tidak bisa ikut mengawasi kendati LPJ rapi,

Pemda dan Pemerintah Pusat tidak mengetahui perkembangan di

desa sehingga Pemerintah tidak mengetahui kebutuhan desa Pengawasan Dana

Desa yang tidak tepat:

1

2

(7)

FAKTA LAPANGAN (1/3):

AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA DESA KURANG MAKSIMAL

Lokasi: Desa Kerta, Kab. Gianyar, Bali

Pembangunan pasar yang tidak operasional. Padahal Kabupaten Gianyar memiliki angka stunting 20-30%, buta huruf perempuan sekitar 10-20%, dan desa sendiri tidak mengenal stunting dan tidak memiliki data buta huruf perempuan.

Pembangunan fasilitas PAUD tidak terlaksana, padahal bersifat mendesak dan biaya pembangunan relatif lebih kecil daripada pembangunan lain di desa Darek. Sebagai

kontradiksi, Kabupaten Lombok Tengah memiliki angka stunting diatas 40% (BPS), buta huruf perempuan sekitar 30-40% (termasuk tertinggi di Indonesia), dan desa sendiri tidak mengenal stunting dan tidak memiliki data buta huruf perempuan.

PENYEBAB:

Tidak

harmonisnya

pendekatan

pembangunan

bottom up dan

pendekatan top

down

Tata cara

alokasi

Dana Desa yang

tidak berbasis

ekuitas (keadilan)

Pengawasan

penggunaan

dana

desa yang

tidak

tepat

1

2

3

(8)

FAKTA LAPANGAN (2/3) :

AKUNTABILITAS PENGGUNAAN DANA DESA RENDAH

Desa Birang, Kab. Berau, Kaltim

o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 4.8

o Jumlah Penduduk: 286

o Alokasi DD TA 2015 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 266 juta

o Alokasi per kapita: Rp. 932.000

Desa Senaru, Kab. Lombok Utara, NTB o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 35.9

o Jumlah Penduduk: 6,350

o Alokasi DD TA 2015 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 328 juta

o Alokasi per kapita: Rp. 52,000

Contoh ketimpangan Alokasi yang terjadi pada tahun 2015

(berdasarkan alokasi per kapita)

Desa Sungai Enau, Kab. Kubu Raya, Kalimantan Barat

o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 13 o Jumlah Penduduk: 5,861

o Luas Wilayah : 7836Ha

o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi dasar 90

%: Rp. 720 juta

o Alokasi per Ha: Rp. 91,940

Desa Losari, Kab. Banyumas, Jawa Tengah o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 18

o Jumlah Penduduk: 8,646

o Luas Wilayah : 645 Ha

o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi dasar 90 %: Rp. 720 juta

o Alokasi per Ha: Rp. 1,116,480

Desa Darek, Kab. Lombok Tengan, NTB o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 13 o Jumlah Penduduk: 9,197

o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi

dasar 90 %: Rp. 720 juta

o Alokasi per kapita: Rp. 78,334

Desa Padang Lampe, Kab. Pangkajene & Kepulauan, Sulawesi Selatan

o Tingkat kemiskinan Kabupaten (%): 13 o Jumlah Penduduk: 2015

o Alokasi DD TA 2017 berdasar alokasi

dasar 90 %: Rp. 720 juta

o Alokasi per kapita: Rp. 357,539

Contoh ketimpangan Alokasi yang terjadi pada tahun 2017 (berdasarkan alokasi per kapita dan luas wilayah)

PENYEBAB:

Tidak

harmonisnya

pendekatan

pembangunan

bottom up

dan

pendekatan

top

down

Tata cara alokasi

Dana Desa yang

tidak berbasis

ekuitas (keadilan)

Pengawasan

penggunaan

dana

desa yang

tidak

tepat

1

2

(9)

Contoh LPJ di Desa Baleharjo,

Kab. Gunungkidul, DIY, yang rapi Kab. Sanggau, Kalbar yang rapi Contoh LPJ di Desa Kenaman,

PENYEBAB:

Tidak

harmonisnya

pendekatan

pembangunan

bottom up

dan

pendekatan

top

down

Tata cara

alokasi

Dana Desa yang

tidak berbasis

ekuitas (keadilan)

Pengawasan

penggunaan dana

desa yang tidak

tepat

1

2

3

NAMUN Keterlibatan pengawasan akuntabilitas keuangan oleh masyarakat tidak dirancang dengan baik. Panduan implementasi Dana Desa dan pembangunan di desa (APBDes) tidak mensyaratkan adanya papan pengumuman proyek di desa dan disertai informasi biaya satuan. Informasi biaya satuan adalah format informasi yang dapat dipahami warga dan dapat diawasi warga.

Kemajuan pembangunan di desa tidak tercatat dalam laporan apa pun, dan oleh karenanya tidak otomatis diketahui Pemda maupun Pemerintah Pusat. Laporan APBDes dan dana desa saat ini menyerupai laporan keuangan milik pemerintah, yang berisi akun-akun keuangan, namun tidak berisi informasi yang bermanfaat untuk

FAKTA LAPANGAN (3/3):

(10)

Pembangunan manusia (pendidikan, kesehatan, ketrampilan) tidak terlaksana, dan masalah

nasional (stunting, AKI) tidak tertanggulangi

PENYEBAB:

1.  Tidak sinkronnya perencanaan di pusat, di daerah. Bappenas, Kemendagri, Kemendesa PDT&T masing-masing memiliki cara mengatur Pemda dan cara mengatur Desa dalam urusan membangun dan urusan penetapan prioritas.

2.  Aturan di desa masih bersifat instruktif dan tidak fokus kepada pemberdayaan masyarakat desa agar mampu membangun

DAMPAK SISTEMIK:

Lokasi: Desa Kampung, Kab. Gunungkidul, DIY.

Pembangunan Drainase pada tahun 2017. Sejak tahun 2015,

fokus pembangunan tetap pada pembangunan

infrastruktur.

Padahal tingkat stunting di Kabupaten DIY adalah 30-40% (BPS), dan tingkat kemiskinan 20-30% (BPS)

Lokasi: Desa Aikbual, Kab. Lombok Tengah, NTB.

Pembangunan Posko Kamtibmas pada tahun 2017. Sejak tahun 2015, fokus pembangunan tetap pada pembangunan infrastruktur.

Padahal tingkat stunting di Kabupaten Lombok Tengah diatas 40% (BPS), dan tingkat kemiskinan 15-20% (BPS)

Lokasi: Desa Buntu Tagari, Kab. Toraja Utara, Sulawesi Selatan.

Meskipun telah berfokus pada pembangunan infrastruktur, kebutuhan infrastruktur desa tetap tidak terpenuhi oleh dana desa, karena alokasi yang tidak tepat. Jumlah Dana Desa yang diterima tahun 2016 Rp. 800 juta padahal jarak ke ibu kota Kabupaten adalah 27km dengan kondisi jalan jelek.

TEMUAN II:

(11)

TEMUAN III:

KEBERADAAN

PENDAMPING DESA TIDAK BERDAMPAK PADA PERBAIKAN KUALITAS

PERENCANAAN DAN PELAPORAN DESA

1.

Pola rekrutmen tidak memperhatikan kebutuhan khusus desa. Pemda dan perangkat desa tidak

terlibat dalam menentukan keterampilan yang diperlukan untuk kebutuhan khusus desa.

2.

Distribusi pendamping belum sesuai dengan sasaran per desa. Saat ini, satu pendamping

membantu rata-rata empat desa, padahal kebutuhan pendamping sangat intens mengingat bahwa

pemahaman substansi seperti kesehatan, kewirausahaan, tidak dimiliki warga desa.

Contoh Pelaporan di Desa Kampung, Kab. Gunung Kidul, DIY.

Pelaporan tidak menjelaskan manfaat dan dampak

pembangunan desa.

Dampak:

Laporan tidak dapat digunakan untuk perencanaan oleh pemerintah daerah dan pusat.

Contoh Pelaporan di Desa Cingebul, Kab. Banyumas, Jateng.

Pembuatan laporan

administratif menyita

waktu Pendamping Desa.

Akibat:

Pendampingan untuk kebutuhan unik/ khusus desa tidak berjalan. 0% 50% 100% % b e la n ja d e sa ( ra ta -ra ta )

ALOKASI RATA-RATA UNTUK EMPAT KATEGORI BELANJA (APBDES) untuk 2015 dan 2016 (Bank Dunia)

Community empowerment Social AcOviOes Village development Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan Sosial Pembangunan Desa Administrasi Desa

‘Latar belakang saya guru dan petani. Saya kesulitan dalam membantu untuk membuat rincian anggaran untuk pembuatan jalan yang dibutuhkan desa.’

(12)

TEMUAN IV:

MODEL PEMBANGUNAN DESA TERPADU BERAGAM TINGKATANNYA

FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN MODEL PEMBANGUNAN TERPADU:

a. Keterlibatan Pemda dan perangkat desa dalam perencanaan: semakin Pemda terlibat dalam perencanaan program, maka peluang keberhasilan akan semakin baik dan sistematis.

b. Relevansi program dengan masalah di desa: pada program yang relevan dengan masalah desa, terdapat penyediaan in-kind dan kontribusi tunai dari desa. Sedangkan program yang relevansinya tidak terlalu tinggi, tetap berjalan namun pemanfaatannya kecil.

c. Koordinasi yang baik antara pihak pemerintah dan non-pemerintah: aktor program non-pemerintah memiliki tingkat kesungguhan yang lebih baik daripada aktor program pemerintah, seperti: proses pengawasan, proses identifikasi, proses evaluasi.

Model pembangunan desa terpadu seharusnya membantu desa dalam memenuhi

kebutuhan spesifik masyarakat desa-nya

Program Kampung KB di Desa Darek, NTB. Belum ada implementasi, tapi dinyatakan berjalan berhasil.

Program Desbumi, di Desa Darek, NTB. Desbumi

adalah program LSM dan

sangat membantu warga

desa yang memiliki anggota keluarga sebagai TKI di LN.

PAUD berjalan di Desa Suka Maju, Kab. Tanjung Jabung Timur, Jambi, namun pelibatan mereka dalam musrenbangdes masih sangat terbatas.

Koperasi di Desa Kerta, Kab. Gianyar, yang sudah beroperasi sejak tahun 2000, dan setiap tahun menerima bimbingan dari Pemda, mampu

menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 1M

?

(13)

USULAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN DANA DESA (1/2):

UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN

1

Tata cara alokasi:

o

Kementerian Keuangan: memperbesar porsi Formula dan memperkecil porsi Alokasi Dasar,

agar lebih berbasis ekuitas (keadilan)

o

Kementerian Keuangan dan BPS: memperbaiki transparansi penentuan alokasi dengan

mempublikasikan basis data penentuan alokasi, agar Kabupaten/Kota dapat menggunakan

basis data yang sama dalam menentukan alokasi ADD.

2

Pencairan Dana:

o

Pemerintah Daerah: memasukkan Dana Desa ke dalam laporan penyerapan anggaran APBD.

o

Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Desa PDTT: menyederhanakan bentuk

pelaporan dan pengawasan Dana Desa agar menjadi lebih ringkas dan terpadu

o

Pemerintah Daerah: memastikan agar Sistem Informasi Keuangan Daerah merefleksikan

(14)

USULAN KEBIJAKAN PEMANFAATAN DANA DESA (2/2):

UNTUK MENGATASI KETIMPANGAN PEMBANGUNAN

3

Perencanaan dan Belanja

4

Akuntabilitas

BPKP: menyesuaikan metode audit dana desa agar menjadi lebih sederhana

Pemda, Kemenkeu, dan Kemendes PDTT: menggunakan laporan Dana Desa dalam

perencanaan dan menunjukkan penggunaan tersebut.

Pemda dan Kemendes PDTT: memastikan transparansi dengan penggunaan papan informasi

kegiatan/proyek yang didanai Dana Desa dengan melampirkan informasi harga unit terkecil

pembelian

Kemendes PDTT: memastikan laporan dana desa mengedepankan laporan tentang hasil/

keluaran.

Kementerian Desa PDTT: memastikan tenaga pendamping memiliki keterampilan yang

mumpuni sesuai dengan kebutuhan desa

Kementerian Desa PDTT dan Kemendagri: mengubah tata kelola tenaga pendamping agar

Pemda dapat memberikan kontribusi atas penilaian kinerja tenaga pendamping

Kementerian Desa PDTT: memberikan pilihan menu tema penggunaan dana desa, disertai

rincian masing-masing tema.

CONTOH FOKUS:

oPenyediaan air bersih: fasilitas umum, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, rumah tangga

oPenyediaan listrik: penerangan rumah tangga, dsb

oPenyediaan fasilitas pendidikan & kesehatan : infrastruktur posyandu regular, pemberian makanan tambahan bergizi dari

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Perlu kajian lanjutan terhadap faktor-faktor kehilangan air akibat penyadapan dan pengoperasian bangunan pelengkap irigasi, sehingga nilai efisiensi yang diperoleh akan lebih

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan modul bimbingan belajar yang layak dan efektif sebagai pengembangan media layanan bimbingan belajar untuk

Berdasarkan hasil penelitian dan uaraian pada pembahasan diatas, dapat di tarik kesimpulan dari penelitian ini adalah : Dari hasil analisis internal dan eksternal SWOT PD. Bank

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan vitamin E dalam pakan buatan berbasis tepung ikan rucah terhadap kematangan gonad ikan

Dari analisis yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa kadar klorida pada air sumur bor di daerah sekitar TPA II Musi II Kelurahan Karya Jaya melebihi kadar

Sikap tersebut merupakan kesiapan untuk penghayatan terhadap pengetahuan ini meliputi komponen pokok untuk praktik pencegahan : kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep,

Diharapkan peningkatan produksi tembakau rajangan rakyat tipe Mutilanan dapat dilakukan dengan terus menjalin kemitraan seluas-luasnya dengan petani, menambah