HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN INTENSI
TURNOVER
PADA
PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATIGA
OLEH
DHIMAS CHRISTIAN ADITYA
80 2011 083
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
HUBUNGAN KEPUASAN KERJA DAN INTENSI
TURNOVER
PADA
PERAWAT DI RUMAH SAKIT UMUM PURI ASIH SALATIGA
Dhimas Christian Aditya
Sutarto Wijono
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui signifikansi hubungan antarakepuasan kerjadengan
intensi turnover. Penelitian ini menggunakan teknik sampling jenuh dengan responden 50
perawat. Alat ukur yang dipakai dalam penelitian ini adalah skala kepuasan kerja pada perawat
yang terdiri dari 3 aspek dari Mobley dan skala intensi turnover yang dimodifikasi dari job
satisfaction questionnaire (JSQ) yang disusun oleh Deshpande. Teknik analisa data yang
dipakai adalah teknik korelasi product moment. Dari hasil analisa data diperoleh koefisien
korelasi r = -0,245 (p < 0,05) yang berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara antara
kepuasan kerja dengan turnover intention. Hal ini bermakna bahwa semakin tinggi kepuasan
kerjamaka semakin rendah turnover intention pada perawat di Rumah Sakit Umum Puri Asih
Salatiga.
ii
Abstract
This study aims to determine the significance of the relationship between job satisfaction and
turnover intention. This study uses saturated sampling technique with respondents 50 nurses.
Measuring instrument used in this study was the nurse job satisfaction scale consisting of three
aspects of Mobley and turnover intention modified scale of Job Satisfaction Questionnaire (JSQ)
compiled by Deshpande. Data analysis technique used is a product moment correlation technique.
The result of data analysis obtained correlation coefficient r = -0.245 (p <0.05), which means
there is a negative significant relationship between job satisfaction and turnover intention. The
result refers that if job satisfaction is higher, turnover intention in nurses at the General Hospital
Puri Asih Salatiga will be lower.
1
PENDAHULUAN
Persaingan global tidak hanya terjadi dalam dunia bisnis saja tetapi juga berdampak
pada dunia kesehatan. Seiring dengan tuntutan modernisasi, perkembangan rumah sakit
sebagai organisasi pelayanan kesehatan melaju dengan pesat. Di sisi lain, pengguna rumah
sakit mulai menuntut standar kualitas pelayanan yang mengedepankan keselamatan dan
efisiensi. Ke depan, rumah sakit sebagai organisasi di bidang layanan kesehatan yang akan
semakin kompetifif. Dengan adanya era globalisasi dan otonomi daerah, maka kualitas
pelayanan rumah sakit menjadi hal yang mutlak harus ditingkatkan. Dengan kata lain,
dalam rangka memenuhi dan memuaskan kebutuhan pasien, layanan rumah sakit
diharapkan mempercepat terwujudnya masyarakat Indonesia yang sehat dan produktif yang
berkualitas (Ambawaru, 2011).
Berhasil atau tidaknya rumah sakit sebagai organisasi di bidang layanan kesehatan
dalam mencapai tujuannya, sangat tergantung pada kemampuan sumber daya manusianya
dalam menjalankan tugas-tugas yang telah diberikan kepadanya. Pernyataan tersebut
didukung oleh ungkapan yang menyatakan bahwa komponen utama dalam organisasi
adalah sumber daya manusia. Ia bukan saja bagian dari organisasi, tetapi organisasi itu
sendiri ada karena adanya manusia (Handoko, 1995). Sejalan dengan pendapat tersebut
Damanhuri (2005) memaparkan bahwa sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu
faktor kunci dalam suatu organisasi, yakni bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas
dan memiliki keterampilan melayani serta berdaya saing tinggi dalam persaingan global
yang selama ini diabaikan. Persaingan global membuat organisasi-organisasi modern
berlomba untuk memperbaiki segala aspek, mulai dari ketersediaan modal, struktur
2
saling berkaitan antara satu dengan yang lain dan kemudian membentuk suatu jaringan
kerja yang menjadi tulang punggung dari organisasi itu sendiri. Sejalan pernyataan diatas,
organisasi diharapkan dapat mencapai optimalisasi dalam pengembangan dan pemanfaatan
aspek-aspek tersebut agar dapat menghadapi persaingan global yang dinamis. Sementara itu
Wherther & Davis (1993) berpendapat bahwa, sumber daya manusia (SDM) adalah
orang-orang yang siap, bersedia, dan mampu memberikan kontribusi kepada tujuan organisasi.
Jadi, jelaslah terlihat atas dasar berbagai pemaparan di atas bahwa organisasi dijalankan
oleh sekelompok individu secara bersama-sama dalam usaha mencapai suatu tujuan
bersama.
Pada suatu kesempatan, Sedyaningsih (2011), selaku Mantan Mentri Kesehatan RI
menyatakan bahwa penting untuk mengembangkan potensi SDM di dalam rumah sakit. Hal
yang bertujuan agar mampu memberikan pelayanan yang memenuhi standar rumah sakit
kelas dunia. Untuk mewujudkan rumah sakit kelas dunia, diperlukan manajemen rumah
sakit yang efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Selain itu
rumah sakit didukung institusi - institusi pendidikan kesehatan yang melahirkan SDM
kesehatan yang juga mampu bersaing di tingkat global. Sementara itu, agar SDM kesehatan
mampu bersaing secara global, harus bekerja di lingkungan rumah sakit yang mampu
memberikan pelayanan prima, efektif dan efisien, terjangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat.
Rumah sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau masyarakat yang berfungsi untuk melakukan upaya
kesehatan dasar / rujukan dan upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit dalam menjalankan
3
pelayanan kesehatan pada masyarakat. Keberhasilan rumah sakit dalam menjalankan
fungsinya ditandai dengan adanya mutu pelayanan prima. Mutu pelayanan rumah sakit
sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya yang paling dominan adalah sumber
daya manusia (Depkes RI, 2002)
Dalam hubungannya dengan sumber daya manusia, dari berbagai penelitian yang
telah dilakukan, perubahan kondisi lingkungan organisasi baik internal maupun eksternal
secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi iklim organisasi dan tingkat
stress karyawan yang dapat menurunkan tingkat kepuasan kerja yang pada akhirnya dapat
menimbulkan niat untuk pindah bagi karyawan (intensi turnover) yang pada akhirnya dapat
menimbulkan turnover yang sebenarnya. Sehubungan dengan munculnya intensi turnover,
karyawan yang memiliki kepuasan kerja akan lebih produktif, memberikan kontribusi
terhadap sasaran dan tujuan organisasi, dan pada umumnya memiliki keinginan yang
rendah untuk keluar dari perusahaan (Harter, Schmidt & Hayes, 2002).
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis peroleh pada tanggal 13 Juli 2015 dari
observasi narasumber yang merupakan bagian personalia di Rumah Sakit Umum Puri Asih
terungkap bahwa kondisi rumah sakit beberapa waktu ini sering terjadi pengunduran diri
dari karyawan. Salah satu yang ia sebutkan adalah perawat yang sering kali hanya bertahan
kurang dari tiga bulan pada masa orientasi. Lebih lanjut berdasarkan data yang penulis
peroleh melalui studi dokumentasi dari narasumber, tampak bahwa jumlah turnover
karyawan khususnya perawat (2012 - 2015) di RS tersebut tergolong cukup tinggi (Tabel
4
Tabel. 1.1 Perawat Rumah Sakit pada Tahun 2012 – 2015
2012 2013 2014 2015 (Juni)
Perawat in Out % out Perawat In Out % Out Perawat in Out % Out Perawat in out % out
25 1 1 3,8 25 4 0 0 29 34 13 20,6 50 4 4 7,4
*Sumber: bagian personalia Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga, tahun 2015
Hasil jumlah turnover karyawan khususnya pada perawat yang diperoleh dari
wawancara dengan pihak Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga, tahun 2012 hanya ada 1
yang keluar dan langsung mendapat perawat pengganti. Tahun 2013 tidak ada perawat yang
keluar namun terdapat 4 perawat yang masuk. Pada tahun 2014 terdapat hasil bahwa
adanya peningkatan angka turnover perawat yang keluar yaitu sebesar 20,6%. Menurut
bagian personalia pada tahun 2014 telah terbit surat keputusan bahwa terdapat kenaikan
kelas di Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga dari tipe D menjadi tipe C sehingga
membutuhkan banyak perawat. Sehingga hal itu timbul juga permasalahan, dimasa kurang
dari tiga bulan perawat tersebut keluar dengan alasan yang beraneka ragam seperti diterima
bekerja ditempat lain.
Sehubungan dengan turnover karyawan, berdasarkan hasil survey Global Strategic
Rewards yang dilakukan oleh Wyatt (2007) mengemukakan bahwa kehilangan karyawan
berprestasi tinggi dan karyawan berprestasi tinggi dan karyawan dengan keahlian khusus
sudah menjadi masalah yang perlu diwaspadai oleh industri di Indonesia. Sebagai contoh
yaitu di sektor perbankan, khususnya untuk tenaga dengan keahlian khusus. Hasil survei
yang dilakukan sejak pertengahan tahun 2006-2007 itu menunjukan turnover untuk
posisi-posisi penting (level manajerial dan diatasnya) di Industri perbankan antara 6,3% - 7,5%.
Sementara itu turnover karyawan di industri pada umumnya hanya berkisar 0,1%-0.74%
5
Intensi turnover perlu diteliti dan harus disikapi sebagai suatu fenomena dan
perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi mengingat bahwa tingkat
keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup signifikan
bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan. Intensi Turnover tersebut akan berujung
pada keputusan karyawan untuk meninggalkan perusahaan (turnover) (Griffin, Hogan,
Lambert, 2013).
Turnover karyawan umumnya merupakan isu negatif bagi perusahaan, namun dapat
menjadi isu positif bila dikontrol secara tepat dan logis. Dengan tingginya tingkat turnover
pada perusahaan, akan berdampak pada semakin banyaknya timbul berbagai potensi biaya,
baik itu biaya pelatihan yang sudah di investasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang
mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali (Suwandi &
Indriantoro, dalam toly 2001). Kerugian nyata adalah kehilangan produktifitas sampai
karyawan baru mencapai tingkat produktfitas sama dengan karyawan lama yang berhenti
tersebut.
Intensi Turnover sering digunakan sebagai indikator performan perusahaan dan
mudah dipersepsikan negatif sebagai akibat kinerja efisiensi efektif perusahaan, (Suhanto,
2009). Mobley (1996) juga mengakui bahwa intensi turnover dapat berdampak positif baik
bagi perusahaan maupun karyawan sendiri. Dengan adanyaintensi turnover yang dilakukan
oleh karyawan yang kurang berpotensi akan memberikan kesempatan kepada perusahaan
untuk merekrut karyawan baru yang lebih berpotensi. Sementara itu karyawan yang
berpotensi akan dapat mengembangkan potensinya. Tingginya turnover di rumah sakit
menyebabkan kualitas pelayanan pada masyarakat menjadi tidak optimal. Pernyataan
6
konsekuensi dari kepuasan kerja dapat berupa meningkat atau menurunnya prestasi kerja
pegawai, pergantian pegawai (turnover), kemangkiran atau bahkan pencurian.
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi karyawan melakukan turnover dalam
suatu organisasi. Menurut Kraemer (2000) faktor-faktor tersebut adalah; 1) Komitmen
organisasi. 2) Peluang atau kesempatan pengembangan karier. 3) Kepuasan kerja. 4) Stres
kerja. 5) Keadilan.
Adapun korelasi yang kuat ditemukan antara kepuasan kerja dengan intensi
turnover (Martin Gert, 2008). Salleh et al. (2012) menyatakan bahwa semua aspek
kepuasan kerja yang meliputi promosi, pekerjaan itu sendiri, serta supervisi kecuali rekan
kerja terbukti berpengaruh negatif pada turnover. Pengaruh negatif yang dibuktikan oleh
penelitian tersebut berupaya menjelaskan bahwa semakin tinggi kepuasan kerja, maka
terdapat kecenderungan rendahnya niat untuk keluar dari perusahaan (Andini, 2006).
Beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh para ahli terkait hubungan kepuasan
kerja dan intensi turnover masih menghasilkan kontroversi. Hasil temuan Mudor &
Tooksoon (2011) menyatakan bahwa ada hubungan negatif antara kepuasan kerja dengan
intensi turnover pada karyawan. Penelitian yang lain mengenai hubungan kepuasan kerja
terhadap intensi turnover dilakukan Witasari (2009) menghasilkan kesimpulan kepuasan
kerja mempunyai hubungan yang negatif dengan turnover. Muchinsky (2002) berpendapat
bahwa ada hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dan pergantian karyawan
(turnover) dimana semakin karyawan menyukai pekerjaannya maka semakin kecil
keinginannya untuk keluar dari organisasi tempatnya bekerja. Hal ini disebabkan kepuasan
kerja yang dirasakan oleh karyawan karena pekerjaan akan menimbulkan perasaan senang
7
tetap bekerja, sehingga tidak akan menimbulkan keinginan untuk mencari alternatif
pekerjaan lain. Akan tetapi di sisi lain hasil penelitian dari Lee (1988) menyatakan bahwa
ada hubungan positif antara kepuasan kerja dengan turnover pada karyawan. Sejalan
dengan temuan tersebut, hasil penelitian Ben-Bakr, Al-Shammari, Jefri dan Prasad (1994)
juga menyatakan bahwa ada hubungan positif antara kepuasan kerja dengan turnover pada
karyawan.
Berdasarkan fenomena yang ditemukan dan hasil penelitan yang ada maka penulis
tergerak untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Ada beberapa hal mendasar yang
membedakan penelitian ini dengan penelitian – penelitian sebelumnya yakni, penelitian ini
difokuskan pada karyawan yang bekerja di rumah sakit khususnya perawat yang sangat
jarang diteliti sedangkan pada beberapa penelitian terlebih dahulu menggunakan karyawan
di perusahaan umum. Salah satu sumber daya manusia yang terpenting di sebuah rumah
sakit adalah perawat. Menurut Undang-Undang RI. No 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya, yang diperoleh melalui pendidikan
perawatan. Mereka memiliki peran yang besar dalam memberikan pelayanan kesehatan
selain karena harus memberikan pelayanan kesehatan secara konsisten dan terus menerus
selama 24 jam kepada pasien (Departemen Kesehatan RI, 2002), juga karena mereka
memiliki jumlah profesi yang paling dominan di rumah sakit yaitu sekitar 55%-65% (Agus,
2009). Oleh karena itu perawat dituntut untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
kepada pengguna jasa.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan variabel keinginan berpindah kerja
8
karyawan dari satu organisasi dimana karyawan bekerja pada akhirnya akan mempengaruhi
perilaku perpindahan karyawan. Menurut Mobley (1986) intensi turnover adalah
berhentinya seseorang dari keanggotaan suatu organisasi tertentu, yang dari 3 aspek yaitu
berpikir untuk mengundurkan diri, intensi untuk mencari pekerjaan lain, intensi untuk
keluar atau mengundurkan diri. Mobley, Horner, & Hollingsworth (dalam Grant et all,
2001) keinginan untuk pindah dapat dijadikan gejala awal terjadinya turnover dalam sebuah
perusahaan. Intensi turnover juga dapat diartikan sebagai pergerakan tenaga kerja keluar
dari organisasi, turnover dapat berupa pengunduran diri, perpindahan keluar unit organisasi,
pemberhentian atau kematian anggota organisasi.
Untuk memperkuat mengenai kepuasan kerja terhadap turnover intention Wibowo
(2007) mengemukakan bahwa “dengan demikian kekuatan hubungan tertentu, manajer
disarankan untuk mengurangi turnover intention dengan meningkatkan kepuasan kerja”.
Secara umum karyawan yang merasa tidak puas dan memiliki intensi turnover akan
meninggalkan pekerjaannya (Mobley, 1996).
Dari uraian diatas tampak jelas bahwa kepuasan kerja erat kaitannya dengan
turnover karyawan, karena salah satu faktor yang mempengaruhi intensi turnover karyawan
yaitu kepuasan kerja karyawan. Berlatar belakang hasil penelitian - penelitian yang sudah
dilakukan sebelumnya yang masih terdapat kontroversi dan uraian - uraian yang ada di atas
maka penulis ingin meneliti hubungan antara kepuasan kerja dan intensi turnover di Rumah
9
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan dari
penelitian ini adalah “apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kepuasan kerja dan
intensi turnover pada perawatdi Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga?”.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui informasi secara empiris
mengenai adanya hubungan negatif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan intensi
turnover pada perawat di Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga.
TINJAUAN PUSTAKA
Intensi Turnover
Berbagai definisi intensi turnover telah diungkapkan oleh para ahli. Intensi turnover
menurut Mobley (1986) adalah berhentinya seseorang dari keanggotaan suatu organisasi
tertentu. Sejalan dengan pernyataan tersebut Harnoto (2002) menyatakan bahwa intensi
turnover adalah keinginan seseorang untuk keluar dari suatu perusahaan. Tingkat Intensi
turnover adalah kriteria yang cukup baik untuk mengukur stabilitas yang terjadi di
organisasi tersebut, dan juga bisa mencerminkan kinerja dari organisasi.
Mobley (1986) juga menyatakan bahwa intensi turnover terdiri dari 3 aspek, yaitu:
1. Berpikir untuk keluar atau mengundurkan diri (thinking of quitting). Karyawan
memiliki beberapa pikiran untuk berhenti dari pekerjaannya pada perusahaan dan
10
membanding-bandingkan apa yang diperoleh di perusahaan ini dengan apa yang
diperoleh oleh teman di perusahaan yang lain.
2. Intensi untuk mencari alternatif pekerjaan lain (intention to search). Karyawan
melakukan usaha-usaha seperti melihat lowongan pekerjaan melalui berbagai media
informasi yang tersedia ataupun menanyakan informasi lowongan pekerjaan di luar
perusahaan tempatnya bekerja.
3. Intensi untuk keluar atau mengundurkan diri (intention to quit). Karyawan mulai
menunjukan perilaku-perilaku tertentu yang menunjukan keinginannya untuk keluar
dari perusahaan. Misalnya memiliki niat untuk mengundurkan diri dan mulai dapat
memastikan bahwa dirinya akan berhenti dari perusahaan.
Alasan digunakannya intensi turnover menurut Mobley (1986) adalah karena dirasa
paling sesuai atau tepat dengan kondisi obyek penelitian yaitu perawat.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya intensi turnover
Kraemer (2000) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi keinginan
(intensi) seseorang karyawan untuk berpindah, faktor-faktor tersebut adalah:
1) Komitmen organisasi: seorang karyawan yang punya komitmen terhadap organisasi
akan mempengaruhinya secara kuat untuk tetap bertahan di perusahaannya.
2) Peluang atau kesempatan pengembangan karier: dalam hal ini bagaimana seseorang
melihat masa depannya di perusahaan. Karyawan akan bertahan bila peluang
pendidikan dan karir diberikan oleh perusahaan.
3) Kepuasan kerja: seorang karyawan yang mempunyai kepuasan kerja yang tinggi tidak
11
4) Stres kerja: jika karyawan mengalami stress tinggi, maka cenderung akan meninggalkan
perusahaan. Begitu juga sebaliknya.
5) Keadilan: perlakuan secara adil bagi seluruh karyawan akan meneguhkan karyawan
semakin loyal terhadap perusahaan dan akan tetap bertahan.
Kepuasan Kerja
Howell dan Robert (dalam Wijono, 2010) mengemukakan kepuasan kerja sebagai
hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya karyawan terhadap berbagai
aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain, kepuasan kerja mencerminkan sikap karyawan
terhadap pekerjaannya. Jika karyawan bersikap positif terhadap pekerjaan yang
dikerjakannya maka karyawan akan merasa puas. Sebaliknya, jika karyawan bersikap
negatif (tidak suka) maka ia akan merasa tidak puas terhadap apa yang dikerjakannya.
Menurut Robbins (2003)kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang,
yang mununjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah
yang mereka yakini seharusnya mereka terima.
Teori dua faktor (two factor theory) dikemukakan oleh Herzberg (1959) yang
membagi konsep kepuasan kerja menjadi dua yaitu intrinsik dan ekstrinsik. Herzberg
menyatakan bahwa hubungan seorang individu dengan kerjanya merupakan hubungan
dasar yang dapat menentukan sukses tidaknya individu yang bersangkutan. Dikatakan pula
bahwa dalam bekerja ada faktor – faktor yang dapat menimbulkan kepuasan atau
sebaliknya yang disebutnya sebagai faktor motivasi dan ada faktor – faktor yang tidak
menyebabkan terjadinya kepuasan tetapi hanya berfungsi sebagai faktor pemelihara
kepuasan yang disebut faktor hygiene. Kebutuhan – kebutuhan tersebut dibagi dua yaitu
12
pertumbuhan, tanggung jawab, kemajuan, pengakuan, status), kedua hygiene (Hubugan
dengan penyelia, hubugan antar kolega, hubugan dengan bawahan, kualitas penyelia,
kebijakan perusahaan dan administrasi, keamanan kerja, kondisi – kondisi kerja, gaji)
Deshpande (1996), yang mengembangkan alat ukur kepuasan kerja yang disebut job
satisfaction questionnaire (JSQ), berikut ini kelima aspek tersebut :
a. Gaji merupakan sistem ganjaran moneter yang diterima individu sebagai imbal jasa atas
keterlibatannya dalam rangka pencapaian tujuan dan kinerja organisasi. Gaji yang
diterima dari bekerja memberikan jawaban atas kebutuhan individu dan keluarga. Inilah
yang menjadi alasan mengapa karyawan memiliki kinerja yang tinggi terhadap
pekerjaannya apabila masalah gaji (yang sesuai) ini dapat dipenuhi oleh perusahaan
b. Promosi memberikan individu status sosial yang lebih tinggi, pertumbuhan pribadi, dan
tanggung jawab yang lebih banyak. Oleh karena itu individu yang yang
mempersepsikan bahwa keputusan promosi dibuat dengan cara yang adil, kemungkinan
besar akan mengalami kepuasan dari pekerjaan mereka
c. Hubungan dengan teman sekerja. Hal ini merupakan faktor yang penting dalam
menciptakan kepuasan kerja karena bagaimanapun juga manusia merupakan makhluk
sosial yang pasti membutuhkan interaksi dengan individu lain. Tidak mungkin seorang
individu akan selalu mengandalkan dirinya sendiri, karena setiap individu mempunyai
batas kemampuannya masing-masing. Dengan terciptanya hubungan yang baik di
antara rekan sekerja maka rasa aman dan nyaman dalam bekerja akan tercipta di
13
d. Supervisi pemimpin yang dapat menerapkan gaya kepemimpinan yang tepat akan dapat
memuaskan bawahannya. Hal itu akan tercermin pada sikap bawahannya yang
cenderung patuh kepada atasannya dan akan mempunyai semangat kerja yang tinggi.
e. Pekerjaan itu sendiri. Bila seorang karyawan dalam sebuah organisasi memiliki
otonomi yang tinggi, kebebasan menentukan tugas – tugas dan jadwal kerja mereka
sendiri, perubahan dalam variabel ini memberi pengaruh yang secara besar pula
terhadap kepuasan kerja.
Alasan dipilihnya aspek kepuasan kerja dari Deshpande adalah karena aspek –
aspek tersebut paling sesuai dengan kondisi yang ada di dalam Rumah Sakit Umum Puri
Asih Salatiga dan perawat juga dipengaruhi dengan menggunakan lima aspek kepuasan
kerja yakni kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap rekan
kerja, kepuasan terhadap atasan, dan kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri, maka
kelimanya mewakili perasaan kepuasan kerja perawat yang merupakan obyek dari
penelitian ini.
Hipotesis
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti membuat hipotesis sebagai berikut :
H0 : Tidak ada hubungan negatif signifikan antara kepuasan kerja dengan intensi turnover
perawat di Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga.
H1`: Ada hubungan negatif signifikan antara kepuasan kerja dengan intensi turnover
14
METODE
Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kepuasan kerja sedangkan Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah adalah intensi turnover.
Populasi dan Sampel Penelitian
Untuk melihat hubungan antara kepuasan kerja dengan intensi turnover di Rumah
Sakit Umum Puri Asih Salatiga, peneliti mengambil subjek penelitian yaitu perawat di
Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga. Populasi penelitian berjumlah 50 perawat sehingga
peneliti menggunakan teknik sampling jenuh. Sampling jenuh adalah teknik sampling yang
menggunakan seluruh anggota pupulasi sebagai sampel subjek penelitian. Biasanya
dilakukan jika populasi dianggap kecil atau kurang dari 100.
Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua skala, yaitu skala intensi turnover dan kepuasan
kerja. Skala intensi turnover peneliti susun berdasarkan 3 aspek menurut Mobley (1986),
yaitu berpikir untuk mengundurkan diri, intensi untuk mencari pekerjaan lain, intensi untuk
keluar atau mengundurkan diri. Berdasarkan data yang diperoleh, uji diskriminasi aitem
dan reliabilitas dilakukan lagi oleh peneliti dengan try-out terpakai dan ditemukan 6 aitem
gugur menyisakan 11 aitem yang reliable dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,848.
Koefisien reliabilitas ini berada pada kisaran 0,8 sampai 0,9 sehingga dapat dikatakan
bahwa alat ukur yang digunakan baik (Azwar, 2001).
Sedangkan skala kepuasan kerja menggunakan Deshpande (1996) dengan 5 aspek
kepuasan kerja yakni kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap promosi, kepuasan
15
sendiri. Berdasarkan data yang diperoleh, uji diskriminasi aitem dan reliabilitas dilakukan
lagi oleh peneliti dengan try-out terpakai dan ditemukan 10 aitem gugur menyisakan 15
aitem yang reliable dengan koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,829. Koefisien reliabilitas
ini berada pada kisaran 0,8 sampai 0,9 sehingga dapat dikatakan bahwa alat ukur yang
digunakan baik (Azwar, 2001).
Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan skala
psikologi, yaitu seperangkat pernyataan atau pertanyaan yang disusun untuk menungkap
atribut tertentu melalui respon terhadap pernyataan atau pertanyaan tersebut (Azwar, 2012)
yang akan disebarkan kepada partisipan terdiri atas 2 skala psikologi yaitu skala intensi
turnover dan skala kepuasan kerja. Item dalam skala-skala tersebut dikelompokkan dalam
pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala
Likert yang telah dimodifikasi yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan
Sangat Tidak Sesuai (STS). Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang telah
dibagikan kepada subjek.
HASIL
Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan uji one sample-Kolmogrov
Smirnov. Uji normalitas hanya dilakukan pada angket kepuasan kerja dan angket intensi
16
Smirnov 0,729 (p > 0,05) sedangkan nilai Kolmogrov Smirnov angket intensi turnover
sebesar 1,006 (p > 0,05). Syarat data normal adalah p > 0,05. Hal ini berarti data
responden berdistribusi normal.
2. Uji Linearitas
Uji linearitas dilakukan untuk melihat data linear atau tidak. Uji linearitas
dilakukan dengan melihat nilai F. Nilai F = 2,378 (p > 0,05), hal ini berarti uji linearitas
terpenuhi.
Analisis Deskriptif
1. Kepuasan Kerja
Berdasarkan angket Kepuasan Kerja terdapat 15 item valid. Berdasarkan hasil
analisa dari angket kepuasan kerja di dapat skor tertinggi adalah 60 dan skor terendah
Dari tabel di atas, menunjukan bahwa rata – rata kepuasan kerja pada perawat di
17
2. Intensi Turnover
Berdasarkan angket intensi turnover terdapat 11 item valid. Berdasarkan hasil
analisa dari angket intensi turnover di dapat skor tertinggi adalah 44 dan skor terendah
adalah 11.
Dari tabel di atas, menunjukan bahwa rata – rata intensi turnover.pada perawat di
Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga berada pada kategori sedang.
Uji Korelasi
Dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat dilihat pada
tabel berikut:
Tabel Hasil Uji Korelasi antara Kepuasan Kerja Dengan Intensi Turnover
18
Dari hasi uji normalitas dan uji linearitas data, didapat hasil data berdistribusi
normal dan linear. Jadi, perhitungan korelasi yang dilakukan adalah menggunakan korelasi
person product momment. Berdasarkan pada perhitungan Uji korelasi person product
momment dari output SPSS terlihat bahwa nilai r = -0,245 (p < 0,05). Melihat hasil
perhitungan tersebut H1 diterima dan H0 ditolak. Ini berarti disimpulkan bahwa ada
hubungan yang negatif dan signifikan antara kepuasan kerja dengan intensi turnover pada
perawat di Rumah Sakit Umum Puri AsihSalatiga.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh koefisien korelasi antara karakteristik kepuasan
kerja dan intensi turnover pada perawat adalah -0,245 (p < 0,05) yang artinya ada
hubungan yang negatif dan signifikan antara kepuasan dan intensi turnover. Hal ini juga
berarti hipotesis yang diajukan dapat diterima bahwa semakin tinggi kepuasan kerja
semakin rendah intensi turnover. Sebaliknya, semakin rendah kepuasan kerja semakin
tinggi intensi turnover. Jika melihat harga koefisien determinan r2 (-0,245) = (0.060) atau
sebesar 6% menunjukan adanya sumbangan efektif kepuasan kerja terhadap intensi
turnover.
Ada beberapa alasan mengapa kepuasan kerja dan intensi turnover berhubungan
negatif dan siginifikan. Alasan pertama, sebagian besar perawat menganggap kepuasan
kerja adalah perasaan yang dapat membuat mereka bekerja lebih nyaman dan menikmati
sehingga turnover menjadi turun. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Mudor &
Tooksoon (2011) menyatakan bahwa secara langsung ada hubungan negatif antara
19
dapat mengurangi perilaku pengunduran diri karyawan begitu juga sebaliknya. Penelitian
yang lain mengenai hubungan kepuasan kerja terhadap intensi turnover dilakukan juga oleh
Witasari (2009) menghasilkan kesimpulan kepuasan kerja mempunyai hubungan yang
negatif dengan turnover.
Alasan kedua, pada umumnya perawat menganggap menyukai pekerjaannya
sekarang karena perawat dalam bekerja memiliki rasa aman dan nyaman sehingga mereka
enggan untuk keluar. Pernyataan tersebut didukung oleh Muchinsky (2002) yang
berpendapat bahwa ada hubungan yang negatif antara kepuasan kerja dan pergantian
karyawan (turnover) dimana semakin karyawan menyukai pekerjaannya maka semakin
kecil keinginannya untuk keluar dari organisasi tempatnya bekerja. Hal ini disebabkan
kepuasan kerja yang dirasakan oleh perawat karena pekerjaan akan menimbulkan perasaan
senang dan terbebas dari perasaan tertekan sehingga menimbulkan rasa aman dan nyaman
untuk tetap bekerja, sehingga tidak akan menimbulkan keinginan untuk mencari alternatif
pekerjaan lain. Sebaliknya, jika perawat tidak puas dengan pekerjaan merupakan sumber
munculnya niat untuk meninggalkan organisasi. Hal ini sejalan dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Mobley (dalam Novliadi, 2007) bahwa perasaan tidak puas pada perawat
menimbulkan pikiran untuk keluar yang dilanjutkan dengan upaya mencari pekerjaan lain.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja tidak
memberikan kontribusi terhadap intensi turnover perawat, sehingga nampak jelas bahwa
kepuasan kerja mempunyai hubungan negatif dan signifikan dengan intensi turnover
20
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang ada pada bab sebelumnya, maka peneliti
menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang negatif signifikan antara kepuasan kerja
dengan intensi turnover perawat di Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga. Dengan
demikian hipotesis dalam penelitian yang berbunyi ada hubungan negatif signifikan antara
kepuasan kerja dan intensi turnover karyawan di Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga
diterima.
Saran
Melalui penelitian ini, peniliti mengemukakan beberapa saran baik kepada baik
kepada pihak pengelola di Rumah Sakit Umum Puri Asih Salatiga maupun kepada pihak
karyawan :
1. Kepada Pihak Pengelola
Cara Meningkatkan Kepuasan kerja secara konkrit adalah :
1. Pihak Pengelola memberikan ketrampilan kepada setiap karyawan agar dapat
mempunyai kesempatan untuk ikut berpartisipasi aktif secara lebih baik sehingga
karyawan menjadi lebih puas dalam bekerja dan akhirnya mengurangi turnover
karyawan.
2. Setiap Karyawan mendapatkan supervisi yang lebih baik dari atasan dalam
melakukan tugasnya sehingga mereka dapat lebih diperhatikan untuk menetralisir
21
2. Perawat
1. Setiap perawat bersama untuk menciptakan hubungan interaksi sosial yang lebih
kondusif agar dapat membuat mereka merasa nyaman dan mengurangi adanya
turnover.
2. Setiap perawat diharapkan dapat lebih memiliki rasa tanggung jawab dalam
melakukan tugas dan pekerjaan mereka sehingga membuat pekerjaan mereka lebih
produktif dan mengurangi turnover.
3. Peneliti Berikutnya
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa masih ada faktor lain di luar kepuasan
kerja yang memengaruhi intensi turnover sebesar 6%. Diharapkan Peneliti selanjutnya juga
bisa meneliti hal-hal lain yang berpengaruh terhadap terjadinya turnover intention, seperti
22
DAFTAR PUSTAKA
Ambawaru, G, T. (2011). Pengantar Studi Manajemen Pelayanan Rumah Sakit. Artikel.
Andini, R. (2006). Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional pada Turnover Intention (Studi Kasus pada Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah Semarang). Jurnal Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pandanaran, 1-10.
Andini, Rita. (2001). Analisis Pengaruh Kepuasan Gaji, Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention ,Universitas Pandanaran Semarang. Arianto, Agus. (2009). Analisis Faktor - Faktor yang mempengaruhi Turnover Intentions
pada Staf Kantor Akuntan Publik. Universitas Kristen Petra.
Azwar, S. (2001). Penyusunan skala psikologi edisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2012). Penyusunan skala psikologi edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ben-Bakr, K. A., Al-Shammari, Id. S., Jefri, O. A., & Prasad, J. N. (1994). Organizational Commitment, Satisfaction, and Turnover in Saudi Organizations: A Predictive Study. The Journal of Socio-Economics. 23 (04), 449-456.
Damanhuri, D. S. (2005). SDM Indonesia Dalam Persaingan Global. Artikel.
Deshpande, S.P. (1996). The Impact of ethical climate types on Facets of job satisfaction: an empirical investigation. Journal of Business Ethics, 15, 665-660.
Grant Kent, David W. Cravens, George S. Low and William C. Moncrief, 2001, “The Role of Satisfaction With Territory Design on the Motivation, Attitudes, and Work Outcomes of Salespeople,” Journal of the Academy of Marketing Science, 29 (2), 165-178
Griffin, L. M., Hogan, L. N., and Lambert. G. E. (2013). Career Stage Theory and Turnover Intent Among Correctional Officer. International Association for Correctional and Forensic Psychology. Journal of Criminal Justice and Behavior, 20, 1-16.
23
Harnoto. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi-2). Jakarta : PT. Prehallindo. Harter, J. K., Schmidt, F. L., & Hayes, T. L. (2002). Business‐Unitlevel Relationship
Between Employee Satisfaction, Employee Engagement, And Business Outcomes: A Meta‐Analysis. Journal of Applied Psychology, 87, 268-79
Herzberg, 1959. The Motivation to Work. New York: John Willey and Sons.
Kraemer, F. W. (2000). Employee Turnover: The Role of Cultural Mismatching.
Lee, W. T. (1988). How Job Dissatisfaction Leads to Employee Turnover. Journal of Business and Psychology. 02 (03), 263-271.
Martin, A. and Gert R. (2008). Perceptions of Organisational Commitment, Job Satisfaction. Journal of Industrial Psychology, 34(1), 23-31.
Mobley, W. H. 1986. Pergantian Karyawan: Sebab, Akibat dan Pengendaliannya Terjemahan. Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo.
Mobley, W. H.. (1996). Pergantian Karyawan: Sebab Akibat dan Pengendaliannya,
Terjemahan, Jakarta: PT Pustaka Binaman Pressindo
Muchinsky, N. N. (2002). Psychology Applied to work an introduction to industrial and organizational psychology. Chicago : The Dorsey Press.
Mudor, H. & Tooksoon, P. (2011). Conceptual Framework on The Relationship Between Human Resource Management Practices, Job Satisfaction, and Turnover. Journal of Economics and Behavioral Studies. 02(02), 41-49.
Nestorm, J. W. & Davis, K. (1985). Human Behaviour at Work : Organizational Behaviour. New York : McGraw-Hill Inc.
Novliadi, F. (2007). Intensi Turnover Karyawan Ditinjau Dari Budaya Perusahaan dan Kepuasan Kerja. Skripsi. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Robbins, Stephen P. (2003). Perilaku Organisasi, Jilid 2, PT. Indeks Kelompok Gramedia, Jakarta.
24
Company in Malaysia. World Academy of Science, Engineering and Technology, 316-322.
Sedyaningsih, E. R. (2011). Menkes Kunjungi RSUD Malang. Artikel.
Suhanto, E, (2009), Pengaruh Stress Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Turnover Intention Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening. Studi di BII,
UniversitasDiponegoro.
Toly, A. A. (2001). Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Turnover Intention pada staf Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan keuangan, 8.
Werther, W. B. & Davis, K. (1993). Human Resources and Personnel Management. New York : McGraw-Hill.
Wibowo. (2007). Manajemen Kinerja. PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Wijono, S. (2010). Psikologi Industri & Organisasi : Dalam Suatu Bidang Gerak Psikologi Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Prenada Media Group
Witasari, L. 2009. Analisis Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen Organisasional Terhadap Turnover Intention Studi Empiris pada Novotel Semarang. Tesis Program Pasca Sarjana Magister ManajemenUniversitas Diponegoro. Semarang.