HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN STRES
KERJA PADA PERAWAT DI RSUD. WIROSABAN YOGYAKARTA
OLEH
CHRISTINA MARIANA OKTAVIANTI ADOE 802013706
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN STRES
KERJA PADA PERAWAT DI RSUD. WIROSABAN YOGYAKARTA
Christina Mariana Oktavianti Adoe Jusuf Tj. Purnomo
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
i Abstrak
Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial keluarga pada perawat, serta munculnya stres pada perawat. Perawat bekerja untuk merawat dan menjaga pasien selama 24 jam di rumah sakit sehingga hal tersebut dapat menyebabkan stres kerja. Stres kerja merupakan interaksi yang muncul antara tuntutan psikologi dengan kontrol dan dukungan sosial di tempat kerja, dimana tuntutan psikologi tinggi serta kontrol dan dukungan sosial ditempat kerja rendah (Karasek, dalam Sulsky & Smith, 2005). Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif. Kriteria pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan pada perawat di RSUD. Kota Yogyakarta dengan jumlah perawat secara keseluruhan berjumlah 227 orang, yang terbagi atas 53 orang perawat laki-laki dan 174 perawat wanita. Penelitian ini memerlukan sampel sejumlah 145 orang. Alat pengumpulan data berupa kuesioner dukungan sosial keluarga dan stres kerja
yang disusun dengan menggunakan skala Likert. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar -0.194 dengan sing=0,013 (p < 0,05) yang berarti kedua variabel yaitu dukungan sosial keluarga dengan sters kerja memiliki hubungan yang negatif. Hal ini berarti semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah stres kerja yang dialami.
ii Abstract
The aim of research to determine the relationship between family social support to
nurses, as well as the emergence of stress in nurses. Nurses work to care for and
maintain the patient for 24 hours in the hospital so that it can cause work stress. Job
stress is emerging interaction between the psychological demands of control and
social support in the workplace, where high psychological demands and control and
low social support at work (Karasek, in Sulsky & Smith, 2005). The method used in
this research is quantitative method. Criteria sampling with purposive sampling
technique. Research was conducted on nurses in hospitals. Yogyakarta the number of
nurses as a whole amounted to 227 people, consisting of 53 male nurses and 174
female nurses. This study requires a sample of 145 people. Data collection tool is
questionnaire of social support of family and work stress were prepared using a
Likert scale. Based on the test results of correlation calculations, both have at -0194
to sing r = 0.013 (p <0.05), which means the two variables: social support of families
with working sters have a negative relationship. This means that the higher the lower
the social support experienced job stress.
Keywords : Family Social Support, Job Stres
PENDAHULUAN
Teori stres bermula dari penelitian Cannon (1929) yang kemudian diadopsi
oleh Meyer (1951) yang melatih para dokter untuk menggunakan riwayat hidup
penderita sebagai sarana diagnostik karena banyak dijumpai kejadian traumatik pada
penderita yang menjadi penyebab penyakitnya. Stres kerja merupakan suatu fenomena universal yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dan tidak dapat dihindari, setiap orang mengalaminya, stres memberi dampak secara total pada individu yaitu terhadap fisik, psikologis, intelektual, sosial, dan spritual, stres dapat mengancam keseimbangan fisiologis (Rasmun,2004). Dalam kondisi realitas data empiris stress kerja dapat mempengaruhi terhadap kinerja karyawan, artinya karyawan perusahaan pada kondisi lingkungan dan psikologis menentukan terciptanya produktifitas kerja. Di RSUD Wirosaban perawat dituntut untuk menyelesaikan tugas sesuai dengan
standart operating procedure (SOP). Dengan adanya tugas yang terspesifikasi dan target sesuai dengan SOP maka pemenuhan kinerja akan terukur. Kondisi SOP yang memacu perawat untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya merupakan langkah pressure yang sangat efektif dalam menumbuhkan dan menyemangati perawat guna menyelesaikan tugas-tugasnya sesuai dengan program yang dicanangkan oleh RSUD Wirosaban.
(1996), ciri-ciri situasi kerja perawat yang penuh dengan stres, antara lain : 1) bekerja dengan kebutuhan-kebutuhan yang menimbulkan ancaman : pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang tidak sesuai untuk mengatasi masalah keperawatan, 2) pekerjaan tidak sesuai dengan kebutuhan, 3) situasi dimana perawat memiliki sedikit kontrol terhadap pekerjaan berlebih, 4) situasi dimana perawat menerima sedikit dukungan dalam pekerjaan dan diluar pekerjaan.
Menurut survei yang dilakukan oleh Jones, Huxtable, Hodgson, dan Price (dalam Oberlechner & Nimgade, 2005) di Inggris, jumlah pekerja yang mengalami stres meningkat drastis. Hal ini terlihat dari hasil survey mereka yang menunjukkan bahwa jumlah orang yang menderita stres naik dua kali lipat dari jumlah yang ada pada tahun 1990 an, yaitu menjadi sekitar 500.000 orang pekerja. Semakin banyaknya orang yang mengalami stres kerja dapat diakibatkan oleh adanya kemajuan yang terjadi dalam berbagai bidang, seperti bidang ekonomi dan teknologi. Hal ini dikarenakan oleh adanya persaingan yang semakin ketat dalam dunia usaha, yang secara tidak langsung memberikan beban kerja atau tuntutan yang lebih banyak kepada para pekerja. Lebih khusus lagi, orang yang bekerja di bidang keuangan dikabarkan lebih rentan terhadap stres (Webster & Bergman, 1999, dalam Oberlechner & Nimgade, 2005). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian dari Jones, dkk. (dalam Oberlechner & Nimgade, 2005) yang menunjukkan bahwa tingkat stres yang dialami oleh pekerja di bidang keuangan dua kali lipat lebih tinggi dari pekerja lainnya.
rangsangan untuk giat bekerja. Adapun menurut Terry Beehr dan John Newman (1978) dampak negatif dari gejala stress kerja dapat di bagi dalam 3 (tiga) aspek, yaitu gejala psikologis, gejala psikis dan perilaku yaitu: 1) Gejala psikologi meliputi : kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, mengurung diri, depresi, dan kebosanan , 2) Gejala fisik meliputi : Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, Gangguan gastrointestinal, misalnya gangguan lambung, Mudah terluka, Mudah lelah secara fisik, Kematian, dan Gangguan pernafasan 3) Gejala prilaku meliputi : Menunda ataupun menghindari pekerjaan/tugas, Penurunan prestasi dan produktivitas, Meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, Perilaku sabotase, Meningkatnya frekuensi absensi, Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan atau kekurangan), dan Meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi, seperti ngebut, berjudi.
Banyak hasil penelitian membuktikan bahwa stress kerja pada perawat sangat bervariasi, antara lain seperti tersebut di bawah ini : menurut Ilmi (2005), stresor kerja pada perawat sesuai urutannya adalah beban kerja berlebih sebesar 82%, pemberian upah yang tidak adil 58%, kondisi kerja 52%, tidak diikutkan dalam pengambilan keputusan 45%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Mark dan Smith (2011), mengidentifikasi 6 (enam) sumber stres pada perawat yang bekerja di rumah sakit
yaitu : konflik dengan dokter, diskriminasi, beban kerja yang tinggi, menghadapi
pasien, kematian pasien, dan keluarga pasien. Sementara itu Moustaka dan
Constantinidis (2010), menyimpulkan 7 (tujuh) sumber stres perawat yaitu : Perawat
dihadapkan dengan tugas kerja yang berbeda, bekerja dengan shift, terutama shift
malam, kondisi kerja, situasi terkait stres, penderitaan, dan kematian pasien. Hasil
(lima) hal penyebab utama stres kerja pada perawat yaitu : Beban kerja berlebihan,
kesulitan menjalin hubungan dengan staf yang lain, Kesulitan dalam merawat pasien
yang kritis, Berurusan dengan pengobatan atau merawat pasien, dan merawat pasien
yang gagal membaik. Berdasarkan temuan tersebut menyebabkan rendahnya moral,
ketidakpuasan, kinerja yang menurun, dan pengunduran diri pada diri perawat.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Andriani & Subekti (2004), bahwa ada korelasi negatif antara persepsi mengenai kondisi lingkungan kerja dengan dukungan sosial dengan tingkat stres kerja, yang artinya semakin buruk persepsi mengenai kondisi lingkungan kerja dan semakin sedikit dukungan sosial yang diperoleh individu maka semakin tingkat stres kerja yang dialaminya. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Sukma Noor Akbar (2011), semakin positif keceradan emosi maka akan semakin rendah stres kerja yang dialami oleh perawat yang bekerja di rumah sakit. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Nadia Selvia Revalicha (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi stres perawat yaitu : kondisi pasien, resiko tertular penyakit, tanggung jawab atas kondisi dan kesehatan pasien, dan kondisi ruangan tempat perawat bekerja.
keluarga, orang tua, teman, rekan kerja dan lingkungan. Gottlieb (Smet, 1994) menerangkan bahwa dukungan sosial dapat berupa informasi atau nasehat verbal atau non verbal, bantuan nyata atau tindakan yang diberikan oleh keakraban sosial atau didapat dari kehadiran mereka yang mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi penerima.
Menurut Ross & Altmaier (1994), banyak sekali kerugian yang harus ditanggung perusahaan akibat adanya stres kerja yang dialami para karyawan. Salah satu contohnya adalah kinerja karyawan yang menurun. Lebih lanjut, stres kerja juga dapat menyebabkan turunnya produktivitas perusahaan karena adanya perilaku membolos (abstenteeism) dari pekerja yang mengalami stres (Rice, 1999). Jadi, stres kerja dapat menyebabkan menurunnya kualitas hidup individu dan kerugian ekonomi yang harus ditanggung oleh perusahaan. Oleh karen itu, fenomena stres kerja merupakan suatu masalah yang penting untuk diteliti.
adalah gejala yang berasal dari individu, seperti menghindari pekerjaan, mengkonsumsi alkohol berlebihan, menurunnya kinerja dan bersikap agresif terhadap rekan kerja. Kategori kedua adalah gejala yang muncul dalam organisasi, seperti perilaku membolos (absenteeism), kecelakaan, dan penurunan produktifitas.
Menurut teori dari Lazarus & Folkman (1984) dan Lazarus (2006) menjelaskan bahwa stres kerja adalah bentuk stres yang terjadi pada ruang lingkup pekerjaan, sehingga individu dapat memiliki penilaian akan kondisi lingkungan dan potensi diri. Potensi yang dimiliki oleh karyawan selalu berubah sesuai dengan pengalaman kerjanya (Lazarus, 2006). Karyawan diharapkan mencoba untuk menyesuaikan interaksi kerja diantara diri dan lingkungannya (Lazarus, 2006). Hal ini disebabkan, tiap individu memiliki cara yang berbeda dalam menilai sesuatu (Lazarus, 2006). Penilaian masing-masing individu akan tuntutan kerja serta penilaian untuk mengevaluasi kemampuan dalam menghadapi penyebab stres (stressor) di lingkungan kerja adalah proses yang pasti dijalani dalam menilai stres kerja (Lazarus, 2006).
struktur dan iklim organisasi, praktek manajemen sumber daya manusia, serta kualitas fisik dan teknologi yang dimiliki oleh perusahaan.
sarapan, mencuci pakaian, walaupun kondisi mereka sangat lelah dan memicu terjadinya stres. Mereka jadi sulit tidur, gelisah, dan kurang fokus dalam bekerja.
Penelitian-penelitian yang juga membahas masalah faktor pekerjaan ini juga telah dilakukan di Indonesia. Sebuah studi yang dilakukan oleh Situngkir (2004) pada departemen operasi PT Badak NGL Bontang Kalimantan Timur memberikan hasil yang menyatakan bahwa dari 131 responden yang diteliti, sebesar 25,2% (33 orang) menganggap bahwa rutinitas kerja mereka membosankan, dan 66,7% dari mereka mengalami stres tingkat sedang. Penelitian berkenaan dengan faktor intristik perkejaan yang dilakukan Siswanto (2004) pada 54 orang karyawan bagian produksi PT Pandu Dayatama, menyatakan bahwa pekerjaan monoton dan beban kerja berlebih berhubungan dengan stres kerja karyawannya. Selain faktor intrinsik pekerjaan, menurut Cooper & Davidson (1987 dalam miller, 2000) stres kerja dapat terjadi karena faktor hubungan/dukungan sosial yang diterima seseorang baik dari rekan kerja, atasan, maupun bawahan. Kaitan antara hubungan seseorang di tempat kerja dengan stres kerja adalah dari segi dukungan sosial yang diperolehnya di tempat
kerja. Dukungan sosial ini mernuru “hipotesis penyangga sosial” strategi coping
terhadap stres, dianggap sebagai penunjang yang potensial terhadap pembebas stres kerja. Meskipun hasil empiris mengenai hipotesis ini masih inkonsisten (Miller, 2000).
sosial dapat mempengaruhi stress kerja perawat wanita rumah sakit RSUD. Wirosaban, Yogyakarta secara signifikan. Penelitian terdahulu umumnya mengangkat responden yang bergelut di dunia pendidikan, sedangkan penelitian ini akan mengangkat responden di yang berbeda dengan karakteristik responden pada penelitian sebelumnya, responden dalam penelitian ini adalah tenaga medis perawat wanita yang telah berkeluarga.
STRES KERJA
Definisi stres kerja menurut teori Lazarus & Folkman (1984) dan Lazarus (2006) mengenai stres. Stres kerja merupakan bentuk stres yang terjadi pada ruang lingkup pekerjaan, sehingga individu dapat memiliki penilaian akan kondisi lingkungan dan potensi diri. Potensi yang dimiliki oleh karyawan selalu berubah sesuai dengan pengalaman kerjanya (Lazarus, 2006). Karyawan diharapkan mencoba untuk menyesuaikan interaksi kerja diantara diri dan lingkungannya (Lazarus, 2006).
Hal ini disebabkan, tiap individu memiliki cara yang berbeda dalam menilai sesuatu (Lazarus, 2006). Penilaian masing-masing individu akan tuntutan kerja serta penilaian untuk mengevaluasi kemampuan dalam menghadapi penyebab stres (stressor) dilingkungan kerja adalah proses yang pasti dijalani dalam menilai stres kerja (Lazarus, 2006). Berdasarkan definisi tersebut, stres kerja dapat diartikan sebagai hasil interaksi antara individu yang melakukan penilaian terhadap penyebab stres (stressor) dilingkup pekerjaan. Penilaian dilakukan untuk menilai apakah lingkungan tersebut membahayakan kesejahteraan dirinya dan mengetahui apakah dirinya dapat mengatasi kondisi lingkungan .
dijabarkan oleh Lazarus and Folkman (1984), menjelaskan bahwa ada sembilan karakteristik yang berkaitan dengan stres kerja khusunya untuk perawat, yaitu :
1. Paparan Kematian dan sekarat (Death and Dying )
Dimana perawat dihadapkan pada situasi mengenai pasien yang sedang sekarat dan akan mengalami kematian. Hal ini dianggap juga dapat memicu munculnya stres kerja pada perawat, karena perawat merasa gagal dalam memberikan bantuan.
2. Konflik dengan dokter (Conflict With Physicians)
Dimana perawat dihadapkan pada situasi mengenai pengobatan pasien dan membuat keputusan mengenai pasien ketika dokter sedang tidak berada di tempat. 3. Persiapan yang tidak memadai (Inadequate Preparation)
Dimana perawat dihadapkan pada persiapan mental dan fasilitas yang kurang memadai dan lengkap di tempat kerja. Sehingga perawat merasa kurang maksimal dalam memberikan pelayanan
4. Masalah dengan rekan kerja (Problems With Peers)
Hubungan sosial yang dimiliki perawat dengan rekan-rekan kerja juga dapat menimbulkan stres. Dinilai dari kurangnya kesempatan untuk berbagi pengalaman dengan perawat lainnya.
5. Masalah dengan supervisor / pimpinan (Problems With Supervisors)
6. Beban kerja (Workload)
Hal ini mencakup peristiwa stres yang ditimbulkan dari beban kerja perawat yang berlebih. Termasuk kuantitas tugas, masalah penjadwalan yang kurang sesuai, dan kurangnya waktu bagi perawat untuk beristirahat.
7. Ketidakpastian tentang pengobatan (Uncertainty Concerning Treatment)
Dalam hal ini perawat berada dalam kondisi merasa tidak cukup terlatih untuk apa yang harus dilakukan, dan bertanggung jawab dengan pengalaman yang kurang cukup.
8. Pasien dan keluarga pasien (Patients and Their Families)
Dalam hal ini berkaitan dengan interaksi antara perawat dengan pasien dan keluarga mereka, dimana perawat memberikan informasi mengenai perkembangan medis pasien.
9. Diskriminasi (Discrimination)
Dalam hal ini stres kerja pada perawat muncul karena adanya diskriminasi yang didasarkan pada jenis kelamin, ras, atau etnis.
DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA
tersebut dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga adalah bantuan atau dukungan yang diberikan oleh orang-orang di sekitar individu yang mampu membuat individu merasa nyaman, baik secara fisik maupun psikologis sebagai bukti bahwa mereka diperhatikan dan dicintai.
Cohen and McKay (1984) berpendapat bahwa ada tiga aspek dalam dukungan sosial keluarga, yaitu :
1. Appraisal Support (Dukungan Penilaian)
Kondisi dimana seseorang merasa dapat bergantung pada lingkungan untuk mendapatkan petunjuk berupa pemberian arah, nasehat, saran, atau pun umpan balik mengenai apa yang sebaiknya mereka lakukan.
2. Belonging Support (Dukungan Kepemilikan)
Kondisi dimana individu merasa ia mempunyai orang lain yang dapat memberi rasa aman dan nyaman pada saat ia menghadapi masa-masa sulit. Atau dapat juga dikatakan bahwa dukungan ini meliputi ekspresi dari empati, kepedulian, dan rasa perhatian yang penuh pada seseorang agar ia merasa nyaman, aman, dicintai, dan merasa menjadi bagian dari kelompok pada saat ia mengalami stres.
3. Tangible Support (Dukungan Nyata)
METODE PARTISIPAN
Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif. Subjek penelitian ini adalah
perawat di RSUD Wirosaban Yogyakarta. Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, dan biaya, maka penulis menggunakan metode purposive sampling dalam penulisan tugas akhir ini. Kriteria dalam pengambilan sampel ini membutuhkan tenaga perawat wanita yang sudah berkeluarga dan memiliki masa kerja di atas satu tahun atau minimal satu tahun masa kerja. Populasi penelitian ini adalah perawat kesehatan di RSUD. Wirosaban, Yogyakarta yang berjumlah 227 orang, yang terbagi atas 53 orang perawat laki-laki dan 174 perawat wanita. Dalam hal ini peneliti menggunakan sampel sebanyak 145 orang responden perawat kesehatan.
INSTRUMEN
Skala Dukungan Sosial Keluarga
Skala dukungan sosial keluarga dalam penelitian ini dikembangkan oleh Cohen & McKay (1984). Skala ini terdiri dari 12 aitem yang dikelompokkan dalam tiga aspek yaitu Appraisal Support dengan 4 aitem misalnya, “Saya rasa tidak ada
seorang pun yang bisa saya ajak berbagi kekuatiran dan ketakutan terbesar saya”.
Tangible Supportdengan 4 aitem missalnya, “Jika saya memutuskan mengganti shift
kerja saya dengan seseorang, saya bisa dengan mudah menemukan seseorang untuk
mau bertukar shift kerja dengan saya”. Belonging Support dengan 4 aitem misalnya,
“Jika saya ingin pergi jalan-jalan, saya akan kesulitan menemukan seseorang untuk
pergi bersama saya”. Model skala ini adalah skala Likert dan memiliki empat
alternatif pilihan yang meliputi pilihan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Sistem penilaian jawaban Sangat Setuju (SS) = 1, Setuju (S) = 2, Tidak Setuju (TS) = 3, dan Sangat Tidak Setuju (STS) = 4.
Skala Stres Kerja
Skala stres kerja yang digunakan dalam penelitian ini merupakan perluasan dari skala stres keperawatan (ENSS: French, Lenton, Walters, dan Eyles, 2000). Hal ini menjelaskan bahwa stres dapat terjadi ketika seorang individu merasakan stres atau tekanan dari lingkungannya yang membawa dampak negatif kepada individu tersebut. Skala ini terdiri dari 54 aitem, yang dikelompokkan ke dalam tujuh faktor yaitu paparan kematian dan sekarat dengan 7 aitem misalnya, “Menunjukkan dan
melakukan prosedur bahwa para pasien mengalami rasa sakit”. Konflik dengan dokter
dengan 5 aitem misalnya, “Kritik dari dokter”. Persiapan yang tidak memadai dengan
3 aitem misalnya, “Merasa cukup siap untuk membantu kebutuhan emosional
keluarga pasien”. Masalah dengan rekan kerja dengan 6 aitem misalnya, “Kurangnya
masalah yang ada di dalam lingkungan atau ruang lingkup kerja”. Masalah dengan
supervisor dengan 7 aitem misalnya, “Perselisihan atau pertentangan dengan seorang
atasan atau pembimbing”. Beban kerja dengan 4 aitem misalnya, “Daftar pegawai
dan daftar penjadwalan yang tidak terduga”. Ketidakpastian tentang pengobatan
dengan 9 aitem misalnya, “Informasi yang tidak memadai dari dokter mengenai
kondisi medis pasien”. Pasien dan keluarga pasien dengan 8 aitem misalnya,
“Keharusan berurusan dengan pasien-pasien yang berperilaku kasar”. Diskriminasi
dengan 3 aitem misalnya, “Kesulitan dalam bekerja dengan para perawat yang
berlainan jenis”. Model skala ini masih menggunakan skala Likert dan memiliki
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Seleksi Item dan Reliabilitas 1. Dukungan Sosial keluarga
Berdasarkan pada penghitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala dukungan sosial keluarga yang terdiri dari 12 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 1 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,339 – 0,597. Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik koefisien Alpha Cronbach dengan koefisien Alpha pada skala dukungan sosial keluarga sebesar 0,801. Hal ini berarti skala dukungan sosial keluarga reliabel.
2. Stres Kerja
Berdasarkan pada penghitungan uji seleksi item dan reliabilitas skala stres kerja yang terdiri dari 54 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 14 item dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,341 – 0,586. Untuk menguji reliabilitas digunakan teknik koefisien Alpha Cronbach dengan koefisien Alpha pada skala stres kerja sebesar 0,924. Hal ini berarti skala stres kerja reliabel.
Uji Asumsi
Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas, yaitu:
Uji Normalitas
Uji Linearitas
Hasil uji linearitas diperoleh nilai Fbeda sebesar 0,1336 dengan sig.= 0,225
(p<0,05) yang menunjukkan dukungan sosial keluarga dengan stres kerja adalah linear.
Uji Deskriptif
1. Variabel Dukungan Sosial Keluarga
TabelKategorisasi Pengukuran Skala Dukungan Sosial Keluarga Interval Kategori Mean N Persentase
33,75 ≤ x ≤ 44 Sangat
Tinggi
37 27,8%
27,5 ≤ x < 35,75 Tinggi 21,95 96 72,2%
19,25 ≤ x < 27,5 Rendah 0 0%
11 ≤ x < 19,25 Sangat
Rendah
0 0%
Jumlah 133 100%
SD = 2,466 Min = 14 Max = 24 Keterangan: x = Dukungan sosial keluarga
kategori tinggi. Skor yang diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 14 sampai dengan skor maksimum sebesar 24 dengan standard deviasi 2,466.
2. Variabel Stres Kerja
Tabel Kategorisasi Pengukuran Skala Stres Kerja
Interval Kategori Mean N Persentase
130 ≤ x ≤ 160 Sangat
Tinggi
3 2,26%
100 ≤ x < 130 Tinggi 10 7,52%
70 ≤ x < 100 Rendah 131,74 90 67,70%
40 ≤ x < 70 Sangat
Rendah
30 22,52%
Jumlah 133 100%
SD = 14,170 Min = 108 Max = 195 Keterangan: x = Stres Kerja
Uji Korelasi
Dari perhitungan uji korelasi antara variabel bebas dan terikat, dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel Hasil Uji Korelasi antara Stres Kerja Dengan Dukungan sosial
Correlations
DukunganSosial StresKerja
DukunganSosial Pearson Correlation 1 -.194*
Sig. (1-tailed) .013
N 133 133
StresKerja Pearson Correlation -.194* 1
Sig. (1-tailed) .013
N 133 133
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan stres kerja pada perawat RSUD. Wirosaban Yogyakarta, didapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan negatif antara dukungan sosial keluarga dengan stres kerja pada perawat RSUD Wirosaban Yogyakarta. Berdasarkan hasil uji perhitungan korelasi, keduanya memiliki r sebesar -0,194 dengan sig. = 0,013 (p < 0.05) yang berarti kedua variabel yaitu dukungan sosial keluarga dengan stres kerja memiliki hubungan yang negatif. Dengan kata lain, semakin tinggi dukungan sosial, maka semakin rendah stres kerja yang dialami atau sebaliknya.
Banyak faktor yang menyebabkan tinggi rendahnya stres kerja, dukungan sosial keluarga merupakan salah satu faktor pendukung dari semua faktor yang memengaruhi tinggi rendahnya stres kerja. Jika dilihat sumbangan efektif yang diberikan dukungan sosial keluarga terhadap stres kerja, dukungan sosial keluarga memberikan kontribusi sebesar 3,76% dan sebanyak 96,24% dipengaruhi oleh faktor lain di luar dukungan sosial keluarga yang dapat berpengaruh terhadap stres kerja, seperti dukungan sosial, ambiguitas, konflik peran, dan beban kerja. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa dukungan sosial keluarga memberikan kontribusi terhadap stres kerja, sehingga nampak jelas bahwa dukungan sosial keluarga mempunyai hubungan negatif dengan stres kerja.
Ada kemungkinan bahwa dukungan sosial dianggap sebagai atribut kepribadian yang penting bagi perawat saat melakukan serangkaian aktifitas di rumah sakit sehingga munculnya stres kerja menjadi lebih rendah. Pernyataan ini didukung oleh Cooperr & Davidson (1987 dalam Miller, 2000) yang mengemukakan bahwa stres kerja dapat terjadi karena rendahnya faktor hubungan / dukungan sosial yang diterima seseorang baik dari keluarga, rekan kerja, atasan, atau bawahan. Karyawan yang memiliki dukungan sosial yang baik akan lebih memiliki nilai kinerja tinggi dan minimnya stres kerja yang ditimbulkan.
Penelitian ini memberikan bukti bahwa dukungan sosial keluarga mempunyai peranan yang cukup penting terhadap stres kerja pada tenaga perawat di RSUD. Wirosaban. Berdasarkan hasil korelasi aspek-aspek dukungan sosial keluarga dan stres kerja, maka aspek dukungan sosial memberikan kontribusi yang efektif sebesar 3,76% dan sebanyak 96,24% dipengaruhi oleh faktor lain diluar dukungan sosial keluarga yang dapat berpengaruh terhadap stres kerja, seperti dukungan sosial, ambiguitas, konflik peran, dan beban kerja.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya. Jones, Huxtable, Hodgson, dan Price (dalam Oberlechner & Nimgade, 2005), menyatakan bahwa stres kerja meningkat drastis dikarenakan kurangnya dukungan sosial yang diperoleh oleh tenaga kerja, baik itu dari keluarga, rekan kerja, atasan, dan bawahan sehingga hal ini menimbulkan menurunya kinerja pada karyawan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa : Terdapat hubungan negatif antara dukungan sosial keluarga dengan stres kerja pada perawat kesehatan di RSUD. Wirosaban Yogyakarta. Ini artinya bahwa dukungan sosial keluarga memberikan kontribusi terhadap stres kerja, dimana apabila adanya dukungan sosial keluarga yang tinggi maka stres kerja pada perawat akan menurun begitu pula sebaliknya.
KETERBATASAN DAN KELEBIHAN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan alat ukur berbahasa Inggris yang sebelumnya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Kekurangan peneliti dalam pengalihan bahasa berakibat pada reliabilitas dan validitas alat ukur yang mengakibatkan banyaknya aitem yang gugur terutama untuk alat ukur stres kerja. Penelitian ini juga hanya melibatkan 145 partisipan sehingga kekuatan generalisasi menjadi terbatas. Menurut peneliti hasil penelitian dengan menggunakan variabel dukungan sosial keluarga dan stres kerja dirasa cukup baik dan bermanfaat bagi instansi, sehingga melalui penelitian ini instansi dapat lebih meningkatkan dukungan sosial keluarga yang ada di dalam diri perawat untuk mengurangi stres kerja pada perawat sehingga tidak mempengaruhi kinerja perawat pada instansi.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani,R dan Subekti,E.M.A. (2004). Pengaruh Persepsi Mengenai Kondisi Lingkungan Kerja dan Dukungan Sosial terhadap Tingkat Burn Out pada
Perawat IRD RSUD dr. Soetomo Surabaya. Jurnal Insan.
Arnold, M., Almedia, J. D. Dan Miller, C. (2000). Administering Apache. McGraw-Hill,. New York.
As‟ad, Mohammad. (1995), Psikologi Industriedisi ke-empat. Yogyakarta : Liberty.
Baron, Robert A. & Donn Byrne (2000). Social Psychology (9th edition). USA: Allyn & Bacon.
Bart Smet. (1994). Psikologi Kesehatan. Penerbit PT Grasindo.
Bakker, A.B., & Heuven, E. (2006). Emotional dissonance, burnout, and in-role performance among nurses and police officers. International Journal of Stress Management, 13, 423-440.
Ballick, M.J. dan P.A. Cox. (1996). Plants, People and Culture: The Science of Ethnobotany. Scientific American Library. New York.
Beehr, T. A. (1978). Psychologycal Stress In The Workplace. London: Rotledge.
Clark, C. O., J. E. Cole and P. J. Webster, (1999). Indian Ocean SST and Indian summer rainfall: predictive relationships and their decadal variability.
Cooper, J.M. (ed.) 1990. Classroom Teaching Skill. Lexington. Massachusetts Toronto: D.C. Heath and Company.
Cooper, C. L. & Davidson, M. (1987). Psychosocial Factors at Wark and Their Relation to Health. Geneve: Word Health Organization.
Deeter, D.R., dan Ramsey, RP., (1997). Considering Source and Types of Social Support : A Psychometric Evaluation of the House and Wells (1978)Instrument. Journal of Personal Selling and Sales Management, Vol. XVII, No.1.1997.
Dessler, Gary. (1997), “Manajemen Personalia”. Jakarta : PT. Erlangga
Dobreva-Martinova, T., Villeneuve, M..,Strickland, L & Matheson, K. (2002). Occupational stress in the Canadian forces: Its association with individual and organizational well-being. Canadian Journal of Behavioral Science, 34, 111-121. Dunseath, J., Beehr, T. A., & King, D. W. (1995). „Job stress– social support buffering
effects across gender, education and occupational groups in a municipal
workforce: implications for EAP‟s and further research‟. Review of Public
Personnel Administration & Society, 15: 60-83.
Eko, S. (2004). “Mengelola Stres Kerja”. Fokus Ekonomi. pp. 121-128. vol.3, no.2,
Agustus.
Edwin B. Fillipo. (1988), “Manajemen Personalia”. Jakarta : PT. Erlangga.
James L Gibson, Jolin M. Ivancevich, James H. Donnelly (1996), Organisasi Perilaku, Struktur dan Proses, Binarupa Aksara, Jakarta.
Ghozali, Imam. (2006). “Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program.
SPSS”.Semarang : Badan Penerbit Undip
James L Gibson, Jolin M Ivanicevich, dan James H Donnely. (1995), Organisasi : Perilaku, Struktur, dan Proses. Jakarta : PT. Erlangga.
Gibson, Roy (2002). Perilaku Organisasi (Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi), Prenhalindo, Jakarta
T Hani Handoko. (1998), Manajemen. Yogyakarta : BPFE.
Nur Indriantoro dan Bambang Supomo. (1999). Metodologi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan. Manajemen. Edisi Pertama. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta Isnovijanti,T.(2002). pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Stres Kerja dan Kepuasan
Kerja (Studi kasus: Polres Pati Polda Jateng). Tesis Magister Manajemen Universitas Diponegoro, Tidak diterbitkan
Rita Johan. (2002), “Kepuasan Kerja Karyawan Dalam Lingkungan Institusi
Pendidikan”. http://www.1.bpkpenabur.or.id/jurnal/01/006-031.pdf.
King, A J C; Peart, M J.(1992). The Satisfaction and Stress of Being a Teacher. Worklife Report, Journal 8, 6, 12-13
Kreitner dan Kinicki. (2005). Perilaku Organisasi, Buku 1 dan 2, Salemba Empat, Jakarta
Leonard Lodish, Magid Abraham (1990). Sales Promotion as Strategic Communacation: The Case of Singapore. The Journal of Product and Brand Manajement. Singapura: Nanyang Technological University. 2002
Luthans, F. (2002). Organizational Behavior. McGraw-Hill International Book Comp. Inc. New York
---, (2005). Perilaku Organisasi, Edisi Sepuluh, Diterjemahkan oleh : Vivin Andhika Yuwono; Shekar Purwanti; Th.Arie Prabawati; dan Winong Rosari. Penerbit Andi, Yogyakarta
---. (2006). Perilaku Organisasi 10th. Edisi Indonesia. Yogyakarta : Penerbit ANDI.
Fuad Mas‟ud. (2002), “40 Mitos Manajemen Sumber Daya Manusia”. Semarang :
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Fuad Mas`ud. (2004). “Survai Diagnosis Organisasional, Konsep & Aplikasi”.
Mangkunegara, Anwar Prabu. Evaluasi Kinerja SDM, PT. Refika Cipta, Bandung, (2005)
Manning, MR, Jackson, CN, Fusilier, MR. (1996). Occupational Stres, Sosial Support, and The Cost of Health Care. Academy of Management Vol. 39, No. 3, pp.
738-750.
Margianti Lulus, (1999). Stres kerja : Latar belakang Penyebab dan Alternatif Pemecahanannya. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan dan Politik, 3 : 71-80, Surabaya ; Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga
Mark, G., & Smith, A.P., 2011. Occupational stress, job characteristics, coping, and the mental health of nurses. Journal of Health Psychology, Vol 1, No 1, 1-17.
Moustaka, E,. & Constantinidis, T.C. 2010. Sources and effects of work-related stress in nursing. Health science journal, Vol 4, No 4, 210-216.
Nimran Umar, (1999). Perilaku Organisasi., Citra Media, Surabaya.
Nadia Selvia Revalicha. 2013. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Shift Kerja pada Perawat di RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Jurna Psikologi Universitas Airlangga
Surabaya.
Oberlechner T, Nimgade A (2005). Work stress and performance among financial traders. Stress and Health: J. Int. Soc. Invest. Stress, 21(5): 285-293
Parasuraman, Saroj, Jeffrey H. Greenhaus & Cherlyn. (1992). Role Stresors, Sosial Support, And Well-Being Among Two-Career Couples. Journal of Organizational Behavior (1986-1998). Juli 1992. 13, 4, ABI/INFORM Global. pp.339
Rasmun. (2004). Stress, koping dan adaptasi teori dan pohon masalah keperawatan. Jakarta: CV Sagung Seto
Ross, R. R., & Altmaier, E. (1994). Intervention in occupational stress. Thousand Oaks, CA: Sage Publications.
Robbins, dan Timothy, J. (2007). Perilaku Organisasi,. Jakarta : Salemba Empat Sarafino. (2002). Health psychology : biopsychosocial interaction. Fifth Edition
Siagian, Sondang. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia.Cet. 18. Jakarta : Bumi Aksara
Sugiyono.( 2004). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV. Alfabeta
Suhanto, Edi. (2009). “Pengaruh Stres Kerja dan Iklim Organisasi Terhadap Turnover Intention dengan Kepuasan Kerja sebagai Variabel Intervening” (Studi pada
Bank Internasional Indonesia). Tesis Magister Manajemen Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
Sutingkir, P.J. (2004). Gambarn Kejadian Stres dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stres pada Pekerja di Departemen Operasi PT Badak NGL Bontang
Kalimantan Timur Taun 2004. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Indonesia: Depok
Sutojo, Siswanto. (2004). Membangun Citra Perusahaan. Damar Mulia Pustaka. Jakarta.
Sukma, N.A. 2011. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Stres Kerja Pada Perawat. Jurnal Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Transisca Erma Hendrayani. (2006). Analisis Pengaruh Locus of Control, Dukungan
Sosial, dan Pengalaman Kerja Terhadap Terjadinya Stres Kerja Serta Pengaruhnya terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Pupuk Kaltim, Tbk).
Wahyuningsih, Heni Puji. (2006). Etika Profesi Kebidanan Sebuah Pengantar. Yogyakarta : Fitrimaya
Wexley, dan Yukl, (1992), Perilaku Organisasi dan Psikologi Personil. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Wijono, (2006). Pengaruh Kepribadian Type A dan Peran terhadap Stres Kerja Perawat Jurnal Kesehatan Insan Vol 8 No. 3 Desember 2006. Surakarta.
Winarsunu, T. (2008). Psikologi Keselamatan Kerja. Malang: UMM Press.
Yahya & Nik Husain, (2007) stress level and its influencing factors among secondary school teachers in johor, melaka, negeri sembilan and selangor. Faculty of Education University Technology Malaysia Skudai Johor. Journal Vol 77, No 2, 139-145.