HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN
FREKUENSI PERILAKU MEROKOK REMAJA PUTRI
OLEH
VIRGINIA FOURENCY MIGASANTY 802011104
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademika Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Virginia Fourency Migasanty
Nim : 802011104
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Jenis Karya : Tugas Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada UKSW hal bebas royalty non-eksklusif (non-exclusive royality freeright) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN FREKUENSI PERILAKU MEROKOK REMAJA PUTRI
Dengan hak bebas royalty non-eksklusifini, UKSW berhak menyimpan mengalihmedia/ mengalih formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data, merawat dan mempublikasi tugas akhir saya, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Salatiga Pada Tanggal : 26 Juli 2016 Yang menyatakan,
Virginia Fourency Migasanty
Mengetahui, Pembimbing
PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Virginia Fourency Migasanty
Nim : 802011104
Program Studi : Psikologi
Fakultas : Psikologi, Universitas Kristen Satya Wacana
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir, judul :
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN FREKUENSI PERILAKU MEROKOK REMAJA PUTRI
Yang dibimbing oleh :
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Adalah benar-benar hasil karya saya.
Didalam laporan tugas akhir ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan atau gagasan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau gambar serta simbol yang saya akui seolah-olah sebagai karya sendiri tanpa memberikan pengakuan kepada penulis atau sumber aslinya
Salatiga, 26 Juli 2016
Yang memberi pernyataan
LEMBAR PENGESAHAN
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN FREKUENSI PERILAKU MEROKOK REMAJA PUTRI
Oleh
Virginia Fourency Migasanty
802011104
TUGAS AKHIR
Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Disetujui pada tanggal : 26 Juli 2016
Oleh :
Pembimbing,
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS.
Diketahui oleh, Disahkan oleh,
Kaprogdi Dekan
Dr. Chr. Hari Soetjiningsih, MS. Prof. Dr. Sutarto Wijono, MA
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA
HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL KELUARGA DENGAN
FREKUENSI PERILAKU MEROKOK REMAJA PUTRI
Virginia Fourency Migasanty Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
i Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial
keluarga dengan frekuensi perilaku merokok remaja putri. Penelitian ini menggunakan
metode kuantitatif dengan teknik pengambilan data accidental sampling. Partisipan
penelitian ini adalah 79 orang remaja putri yang masih bersekolah berusia antara 15-19
tahun yang merokok. Hasil penelitian menggunakan Spearman. Dari hasil analisa data
diperoleh koefisien korelasi r= 0,156 dengan nilai signifikansi 0,085 (p>0,05) yang
berarti tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan
frekuensi perilaku merokok remaja putri.
ii Abstract
The purpose of this research is to understand the correlation between family social
support with female teenagers smoking frequency. This research used a quantitative
method to collect the data by using accidental sampling. The research has been done 79
female teenagers 15-19 years old smoked. The results of the research using the
Spearman. From analyze data the correlation coefficient is r= 0,156 with a significance
value of 0,085 (p>0,05) show that there is no significance correlation between family
social support with female teenagers smoking behavior frequency.
1
PENDAHULUAN
Di Negara berkembang seperti Indonesia perubahan sosial terjadi sejak orde
pembangunan, dimana banyak urbanisasi dengan segala konsekuensinya termasuk di
dalamnya adalah bergesernya pola keluarga dan pengasuhan, interaksi sosial dan
perubahan nilai-nilai sosial masyarakatnya (Wolfe dalam Dhoranty, 2006). Adanya
perubahan nilai maka membuat masyarakat menjadi lebih kompleks, sehingga
masyarakat harus bisa menyesuaikan diri terhadap segala perubahan yang ada.
Perubahan nilai tersebut juga membawa implikasi terhadap berbagai aspek kehidupan
yang lain, seperti aturan dan nilai baru yang berdampak bagi perubahan struktur sosial
di masyarakatnya yang kadangkala perubahan-perubahan aturan, nilai dan perilaku itu
tidak dikehendaki oleh masyarakatnya (Sarwono, 2000). Ada pendapat yang
mengatakan bahwa perilaku manusia yaitu aksi atau perbuatan dari orang karena
mereka merespon rangsangan di lingkungan mereka dan menjelaskan istilah dari sikap
individu, mengarahkan, kebutuhan dan motivasi seseorang.
Remaja saat ini memiliki pendidikan yang sangat tinggi tetapi mereka justru
menganggap setiap perubahan yang ada adalah suatu perkembangan jaman. Seperti
contoh perilaku merokok, secara kuantitas diketahui bahwa jumlah para perokok baru
semakin lama semakin meningkat. Di Indonesia, perokok pemula adalah mereka yang
masih sangat muda yaitu remaja. Perilaku ini berawal pada masa remaja dan meningkat
menjadi perokok tetap dalam kurun waktu beberapa tahun (Rochadi, 2004). Ada banyak
alasan yang melatarbelakangi perilaku merokok pada remaja, selain disebabkan dari
faktor lingkungan. Perilaku merokok diawali oleh masa ingin tahu dan pengaruh teman
sebaya (Komalasari,2002). Remaja sebagai penerus bangsa seharusnya memiliki
2
sekarang ini yang membahayakan kesehatan mereka sendiri salah satunya adalah
merokok. Perilaku merokok bagi remaja sering diasosiasikan dengan kedewasaan,
menarik bagi lawan jenis, kemampuan bersosialisasi dan berani. Perokok dibagi
menjadi dua, perokok aktif adalah orang yang secara aktif dan perokok pasif adalah
orang yang menerima asap rokok saja, bukan perokoknya sendiri. Menurut Mangku
(2000) perokok pasif adalah seseorang yang menghirup asap rokok dari orang lain yang
sedang merokok. Sedangkan perokok aktif adalah orang yang melakukan langsung
aktivitas menghisap rokok dalam arti rokok tersebut telah dibakar.
Pada saat pertama kali individu merokok yang dirasakan yaitu mual dan pusing,
sehingga pada waktu itulah tubuh perlu melakukan penyesuaian terhadap zat-zat yang
terkandung dalam rokok. Penelitian perilaku merokok dilakukan oleh Nasution (2007),
pada siswa SMA di Medan yang berperilaku merokok pada tahun 2007, menyatakan
bahwa 63% remaja SMA sudah merokok. Kebiasaan menghisap tembakau
bertahun-tahun berpengaruh pula terhadap kesehatan fungsi otak dan psikis. Salah satu
kandungan rokok yaitu nikotin, memiliki efek pada otak antara lain menyebabkan
ketergantungan dan toksisitas pada fungsi kognitif yang memunculkan gejala kesulitan
konsentrasi. Efek ketergantungan nikotin inilah yang mengakibatkan paparan terus
menerus rokok pada perokok nantinya akan mengakibatkan penurunan fungsi kognitif
bagi usia pelajar.
Saat ini jumlah perokok mencapai 18% dari seluruh populasi di dunia dan 80%
diantaranya terjadi di Negara-negara berkembang, siswa-siswi yang masih duduk di
bangku sekolah menengah SMA/SMK yang termasuk kategori remaja merupakan
generasi muda yang terjadi di negara-negara berkembang (Pharucharas&Chalongsuk,
3
1994). Fenomena dilapangan juga menunjukkan banyak terlihat anak-anak SMA/SMK
yang merokok di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah. Saat di sekolah mereka
merokok dengan sembunyi-sembunyi yaitu saat mereka jam pelajaran kosong, saat di
kantin atau biasanya di belakang sekolah yang jarang di jangkau oleh para guru. Saat
diluar sekolah mereka berkelompok untuk kumpul dan merokok di warung dekat
sekolah, di depan gerbang atau di pinggir jalan. Mereka bisa menghabiskan satu hingga
lima batang sekaligus.
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang dinilai sangat merugikan,
baik bagi diri sendiri maupun orang lain di sekitarnya. Sebagian pihak berpendapat
bahwa perilaku merokok biasa dilakukan oleh siapa saja, bahkan wanita sekalipun.
Perilaku merokok dinilai wajar dan bisa dilakukan siapa saja, yang tidak dibatasi oleh
jenis kelamin. Sementara itu, pihak lain berasumsi bahwa nilai moral seorang wanita
akan luntur ketika ia merokok. Hal ini yang menjadi titik berat di sini, yakni masih
berada pada nilai normatif seorang wanita, khususnya pandangan budaya Indonesia
terhadap wanita. Menurut Suhardi (dalam Narulita, 1996) pada tahun 1995 penduduk
wanita di Indonesia yang melakukan perilaku merokok kurang lebih sekitar 0,4% -
3,2%. Namun, penerimaan masyarakat terhadap perilaku merokok yang dilakukan oleh
wanita masih menjadi pro-kontra. Terdapat juga pada penelitian sebelumnya
mengatakan bahwa seorang wanita merokok merupakan hal yang masih jarang bisa
diterima oleh lingkungannya, karena wanita yang merokok akan dipandang wanita yang
tidak baik dan bisa menurunkan nilai moral khususnya pada remaja-remaja putri yang
sekarang ini sudah mengenal rokok. Para wanita yang merokok bertujuan untuk
memberikan kesan pada lingkungan bahwa mereka termasuk orang yang modern dan
4
kemandirian. Para wanita merasa tidak diterima di lingkungannya dan rokok sebagai
tempat pelarian ketika mengalami stres (Fuhrman, dalam Aritonang, 1997). Oleh karena
itu, mereka mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status
tersebut. Perilaku merokok menjadi lebih menarik untuk bahan pembicaraan apabila
merokok dilakukan oleh seorang wanita (Hurlock, 1996).
Peneliti juga menemukan beberapa remaja putri yang merokok yaitu di Jalan
Butuh dan Klaseman Salatiga. Alasan mengapa meneliti disitu dikarenakan sesuai info
yang di dapat dari temannya bahwa memang terdapat beberapa remaja putri yang
merokok. Saat peneliti melakukan observasi dan bertemu dengan beberapa anak sekolah
SMP dan SMA dimana mereka masih menggunakan seragam sekolah. Atau saat tidak
memakai seragam, peneliti mengetahuinya dari seorang teman yang memberitahu serta
mengenalkannya kepada subjek tersebut. Remaja yang dimaksud disini berusia antara
15-19 tahun. Awal bertemu dengan subjek, peneliti mengenalkan dirinya dan bertanya
identitas subjek, setelah itu peneliti bertanya apakah mereka seorang perokok. Ada
subjek yang langsung menjawab dengan jujur tetapi ada juga yang takut- takut untuk
mengatakan bahwa dirinya seorang perokok. Beberapa subjek yang ditemui mengatakan
bahwa awalnya mereka mencoba merokok karena terpengaruh oleh teman-temannya.
Sebagian lagi mengatakan karena orang tua mereka merokok, sehingga mereka meniru
perilaku merokok tersebut. Dari hasil wawancara kepada tiga remaja putri yang masih
SMP mengatakan bahwa mereka merokok antara 1 hingga 5 batang rokok per hari.
Kadang-kadang hanya merokok 2 batang karena join dengan teman mereka. Biasanya
mereka merokok karena merasa bosan atau saat ada waktu luang. Peneliti bertanya
awalnya mereka merokok karena apa dan mereka menjawab karena terpengaruh teman
5
SMA mengatakan bahwa setiap hari memang mereka sudah terbiasa merokok dan
paling sering saat berkumpul dengan teman-teman. Mereka bisa menghabiskan 8 batang
rokok dalam sehari. Ada juga yang mengatakan bahwa di rumah diperbolehkan
merokok dan respon dari orangtuanya yaitu biasa saja karena orang tuanya juga
merokok. Ada juga yang merokok hanya saat keluar bersama teman-teman karena takut
ketahuan oleh orang tuanya. Remaja- remaja tersebut awalnya terpengaruh oleh
lingkungan mereka dimana pergaulan mereka dengan orang- orang yang terbiasa untuk
merokok, sehingga sangat memungkinkan subjek untuk melakukan perilaku merokok.
Menurut Sarafino (1990), ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang
merokok, yaitu faktor psikologis, faktor biologis dan faktor sosial. Apabila dilihat dari
faktor psikologis, individu mencoba untuk merokok karena alasan ingin tahu,
membebaskan diri dari kebosanan, merangsang perasaannya saja. Tujuannya untuk
mengurangi perasaan-perasaan negatif, karena sudah menjadi kebiasaan, untuk
kepuasan mulut, meningkatkan dukungan sosial dan juga untuk menemani waktu santai.
Selanjutnya dari faktor biologis yang dapat dijadikan alasan yaitu adanya rasa
kecanduan karena di dalam rokok terdapat bahan- bahan kimia yang membuat orang
ketagihan untuk merokok. Dan dilihat dari faktor sosial yang memiliki pengaruh besar
yaitu teman, orang tua dan juga media. Tekanan dari teman-teman merupakan faktor
utama yang terpenting dan pengaruh dari keluarga merupakan faktor penentu kedua
yang terpenting dalam memberi pengaruh perilaku merokok (Smet, 1994). Media
hanyalah sebuah pelengkap untuk mempromosikan rokok tersebut.
Menurut Amin, 1996 (dalam Tandra 2003), sebagian besar perilaku merokok
yang timbul di kalangan anak dan remaja karena pengaruh lingkungan keluarga inti
6
orang tua yang merokok dan individu mencontoh perilaku tersebut dari orang tua
mereka. Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah merupakan anak-anak muda
yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, karena merokok akan menjadi
sebuah pelarian dari sebuah perasaan bosan dan penyelesaian diri dari masalah. Hal
tersebut dapat menyebabkan munculnya konflik, karena orang tua kurang begitu
memperhatikan anak-anaknya (Atkinson, 1999). Orang tua secara tidak direncanakan
mendidik kebiasaan-kebiasaan yang diwariskan dari nenek moyang dan
pengaruh-pengaruh lain yang diterimanya dari masyarakat. Hal ini tentu saja peran ayah dan ibu
sangat menentukan, justru mereka yang memegang tanggung jawab seluruh keluarga
(Sujanto dkk dalam Sitepoe, 1997). Jadi sangat diperlukan sebuah dukungan sosial
keluarga yang akan menyebabkan gaya hidup seseorang lebih sehat, karena dukungan
sosial keluarga merupakan suatu respon yang diperoleh seseorang dari lingkungan yang
menerimanya.
Dilihat uraian diatas, dukungan sosial keluarga sangat berpengaruh dimana
dukungan sosial keluarga merupakan suatu dukungan, perhatian, penghargaan dan
pertolongan yang diberikan seseorang dari lingkungan keluarganya, khususnya dari
kedua orang tuanya. Dukungan yang dimaksud disini merupakan dukungan dimana
seseorang yang merokok khususnya remaja putri akan menghilangkan kebiasaan
merokoknya, karena seorang anak yang mendapat perhatian dari keluarga, individu akan
merasa bahwa dirinya diterima dan tidak akan merasa stres yang mengakibatkan untuk
melarikan diri dari suatu permasalahan dan berujung pada rokok. Tidak hanya perhatian
saja yang diberikan, tetapi keluarga juga harus melakukan pengawasan terhadap tumbuh
kembang seorang remaja, dari bagaimana dia berperilaku serta pergaulannya, karena
7
teman-teman sebayanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada
hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi perilaku merokok pada
remaja putri. Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah peneliti mendapatkan
pengalaman langsung pelaksanaan penelitian di lapangan dan sebagai salah satu syarat
untuk mencapai gelar sarjana psikologi. Bagi pendidik yaitu sebagai tambahan
kepustakaan dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Dari uraian diatas peneliti tertarik
untuk meneliti apakah ada hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi
8
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Frekuensi Perilaku Merokok
Perilaku adalah segala sesuatu yang dilakukan individu antara individu satu
dengan individu yang lain dan bersifat nyata (Sarwono, 2000). Perilaku terbentuk
karena adanya sikap dalam diri seseorang terhadap objek.Perilaku pada hakikatnya
merupakan tanggapan atau balasan terhadap rangsangan (Watson dalam Sarwono,
2000).
Brigham (1991) menyatakan bahwa perilaku merokok bagi remaja merupakan
perilaku simbolisasi.Simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan dan daya tarik
terhadap lawan jenis. Di sisi lain, saat pertama kali mengkonsumsi rokok, gejala-gejala
yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa getir dan perut mual. Namun
demikian, sebagian dari para pemula tersebut mengabaikan perasaan tersebut, biasanya
berlanjut menjadi kebiasaan dan akhirnya menjadi ketergantungan.Ketergantungan ini
dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan psikologis.
Perilaku merokok pada remaja umumnya semakin lama akan semakin
meningkat sesuai dengan tahap perkembangannya yang ditandai dengan meningkatnya
frekuensi dan intensitas merokok, dan sering mengakibatkan mereka ketergantungan
nikotin (Leventhal&Cleary dalam Mc Gee, 2005). Frekuensi mungkin cara yang paling
sederhana untuk mencatat perilaku hanya dengan menghitung jumlah munculnya
perilaku tersebut, seperti halnya frekuensi merokok. Frekuensi merokok adalah jumlah
rokok yang dihisap dalam satuan batang per hari.Dari sini jenis perokok dapat dibagi
atas perokok ringan hingga perokok berat. Menurut Smet (1994) ada tipe-tipe perokok
9
batang rokok dalam sehari, perokok sedang yang menghisap 5-14 batang rokok dalam
sehari, sedangkan perokok berat bisa menghisap lebih dari 15 batang rokok dalam
sehari.
Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Merokok
Seperti pendapat Smet (1994) mengatakan bahwa ada tiga faktor yang
mempengaruhi perilaku merokok, yaitu pertama faktor lingkungan sosial, dimana faktor
ini meliputi pengaruh dari teman sebaya, keluarga inti dan media. Faktor utama yaitu
adanya tekanan dari teman-teman sebaya dan pengaruh keluarga merupakan faktor
penentu kedua yang terpenting. Lingkungan yang menerima perilaku merokok
seseorang, maka orang tersebut akan mempertahankan perilaku merokoknya.
Sebaliknya bila lingkungan yang tidak dapat menerima perilaku merokok seseorang,
maka orang tersebut akan membentuk persepsi tentang sisi negatif merokok.
Faktor kedua yaitu faktor demografis, dimana semakin muda seseorang
merokok, maka semakin besar kemungkinan untuk merokok di kemudian hari dan jenis
kelamin berpengaruh pada perilaku merokok.Pada mulanya merokok hanya dilakukan
oleh kaum pria, tetapi seiringnya perkembangan jaman wanita juga ambil bagian dalam
perilaku merokok (Leventhal&Dhuyvettere dalam Smet, 1994).
Faktor ketiga yaitu sosio-kultural, dimana faktor ini meliputi kebiasaan budaya,
tingkat pendidikan dan penghasilan (Nainggolan, 1996).
Definisi Dukungan Sosial Keluarga
Setiap manusia membutuhkan kehadiran orang lain dalam kehidupannya.
10
sosial pada umumnya menggambarkan mengenai peranan atau pengaruh yang dapat
ditimbulkan oleh orang lain yang berarti seperti anggota keluarga, teman, saudara, rekan
kerja.
R. Weiss (dalam Cutrona, 1994), mendefinisikan bahwa dukungan sosial
merupakan pertukaran interpersonal dimana salah seorang memberikan bantuan atau
pertolongan kepada yang lain. Dukungan sosial muncul karena adanya persepsi bahwa
terdapat orang-orang yang akan membantu apabila terjadi suatu peristiwa yang
dipandang akan menimbulkan masalah dan bantuan tersebut dirasakan dapat menaikkan
perasaan positif. Dukungan sosial tersebut dapat diperoleh dari keluarga, teman,
sahabat, pasangan hidup dan juga kelompok.Dukungan sosial mencakup dukungan
informasi berupa saran, nasehat, dukungan perhatian atau emosi berupa kehangatan,
kepedulian dan empati, dukungan instrumental berupa bantuan materi atau finansial dan
penilaian berupa penghargaan positif terhadap gagasan atau perasaan orang lain.
Namun, dukungan sosial yang dimaksud disini adalah dukungan sosial yang
berasal dari keluarga, karena keluarga merupakan tempat pertumbuhan dan
perkembangan individu. Dalam keluarga individu mulai melakukan interaksi dengan
orang lain. Dukungan sosial juga disebut sebagai pemberian rasa nyaman baik secara
fisik maupun psikologis oleh keluarga kepada seseorang untuk menghadapi
masalah.Individu akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tempat bercerita,
dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bila individu mengalami persoalan (Irwanto,
1991). Oleh karena itu seorang remaja tidak akan meninggalkan keluarganya secara
penuh tetapi mereka mendefinisikan ulang tentang bentuk hubungan mereka dengan
11
Aspek-Aspek Dukungan Sosial
Weiss (dalam Cutrona dkk, 1994) mengemukakan dukungan sosial ke dalam
enam bagian yang berasal dari hubungan dengan individu lain. Berikut merupakan enam
komponen dukungan sosial :
1.Reliable alliance (Ketergantungan yang dapat diandalkan)
Pengetahuan yang dimiliki individu bahwa ia dapat mengandalkan bantuan yang
nyata ketika membutuhkan. Individu yang menerima bantuan ini akan merasa tenang
karena ia menyadari ada orang yang dapat diandalkan untuk menolongnya dalam
menghadapi masalah.
2. Guidance (Bimbingan)
Dukungan sosial berupa nasehat dan informasi dari sumber yang dapat
dipercaya.Dukungan ini dapat berupa pemberian umpan balik atau suatu yang telah
dilakukan individu.
3. Reassurance of Worth (Pengakuan positif)
Dukungan sosial ini berbentuk pengakuan atau penghargaan terhadap
kemampuan dan kualitas individu (Cutrona dkk, 1984).Dukungan ini membuat individu
merasa dirinya diterima dan dihargai.
4.Attachment(Kerekatan)
Pengekspresian dari kasih sayang dan cinta yang diterima individu yang dapat
memberikan rasa aman kepada individu yang menerima.
5. Social Integration (Integrasi Sosial)
Dukungan ini berbentuk kesamaan minat dan perhatian serta rasa memiliki
12
6.Opportunity to Provide Nurturance (Kesempatan untuk mengasuh)
Dinyatakan bahwa dukungan ini berupa perasaan individu bahwa ia dibutuhkan
oleh orang lain.
Efek Dukungan Sosial Keluarga
Smet (1994) mengemukakan bahwa dukungan sosial memiliki dua model
peranan dalam kehidupan, yaitu model efek langsung (direct effect) dan model efek
penyangga (buffer effect). Dalam efek langsung dukungan sosial keluarga sangat
bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan tidak peduli banyaknya stres yang dialami
seseorang, karena efek dukungan sosial yang positif sebanding di bawah
intensitas-intensitas stres tinggi dan rendah. Misalnya, seseorang yang mendapat dukungan sosial
tinggi akan memiliki penghargaan diri yang lebih tinggi yang membuat mereka tidak
begitu mudah stres. Sedangkan dalam efek penyangga, dukungan sosial keluarga
mempengaruhi kesehatan dengan melindungi seseorang terhadap efek negatif dari stres
berat. Fungsi yang bersifat melindungi ini efektif bila seseorang menjumpai stres yang
kuat. Efek ini bekerja paling sedikit dengan dua cara. Pertama yaitu, individu dengan
dukungan sosial tinggi mungkin akan kurang menilai situasi penuh stres, misal mereka
tahu bahwa mungkin akanada seseorang yang dapat membantu mereka. Kedua yaitu,
individu dengan dukungan sosial tinggi akan merubah respon mereka terhadap sumber
stres. Kedua segi tersebut sangat mempengaruhi dampak sumber stres.
Berdasarkan pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial
keluarga merupakan tindakan positif dari keluarga yang berfungsi memberi bantuan
melalui hubungan interpersonal yang dekat dan menimbulkan kenyamanan secara fisik
13
Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga Dengan Frekuensi Perilaku Merokok Remaja Putri
Perilaku merokok adalah perilaku yang dilakukan individu sebagai suatu bentuk
memberi tanggapan terhadap stimulus dan dorongan, yang berasal dari diri sendiri, yaitu
adanya perasaan lebih baik secara fisik dan dalam memuaskan kebutuhan psikologis
maupun yang berasal dari lingkungan seperti tekanan-tekanan sosial.
Biasanya, mereka memperhatikan tindakan orang lain dan kadang mencoba
untuk meniru perlakuannya. Hal ini sebagai suatu proses yang terjadi pada remaja untuk
mencari jati diri dan belajar menjalani hidup. Namun, sangat disayangkan karena tidak
hanya kebiasaan yang baik saja yang ditiru, melainkan juga
kebiasaan-kebiasaan buruk, termasuk kebiasaan-kebiasaan merokok. Jika seseorang yang bukan perokok
ternyata hidup atau bekerja dengan seorang perokok, maka akan kemungkinan
terpengaruh merokok. Bisa jadi, seseorang yang bukan perokok akan mulai mencoba
merokok dan mungkin juga sebaliknya, yaitu perokok mengurangi frekuensi perilaku
merokok. Disadari maupun tidak, hal itu dilakukan sebagai upaya untuk menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
Perilaku merokok seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun
faktor yang sangat mempengaruhi yaitu faktor lingkungan teman sebaya, dimana faktor
ini individu mendapat tekanan dari teman- temannya sehingga mudah terpengaruh untuk
melakukan perilaku merokok. Meskipun individu memiliki dukungan sosial keluarga
yang tinggi tidak menjamin bahwa individu tidak akan melakukan perilaku merokok.
Kembali lagi kepada diri individu apakah mereka bisa membatasi diri mereka untuk
14
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jalan Butuh dan Klaseman Salatiga,
dan wawancara yang dilakukan menunjukkan bahwa dari remaja yang ditemukan
merokok awalnya mereka terpengaruh oleh lingkungan dimana pergaulan mereka
sehingga membuat mereka melakukan perilaku merokok. Pada ketiga remaja SMP
melakukan perilaku merokok karena merasa bosan dan merasa ingin tahu bagaimana
rasanya merokok. Dan mereka bisa menghabiskan 1 hingga 5 batang rokok dalam
sehari. Sedangkan pada remaja SMA bisa menghabiskan 8 batang rokok setiap harinya.
Mereka merokok saat berkumpul dengan teman- temannya. Tetapi sangat disayangkan
ada keluarga yang membiarkan remaja untuk melakukan perilaku merokok. Seharusnya
keluarga memberi pengawasan kepada remaja- remaja khususnya remaja putri untuk
tidak melakukan perilaku merokok. Pengawasan dalam pergaulannya sehingga remaja-
remaja ini tidak mudah terpengaruh oleh teman- temannya. Dalam interaksi sosial,
individu akan menyesuaikan diri dengan yang lain ataupun sebaliknya, sehingga
perilaku individu tidak dapat lepas dari lingkungan sosialnya.
Disini dukungan sosial keluarga berperan penting dalam menentukan dan
mengarahkan perilaku individu. Individu yang merokok diharapkan dapat menghentikan
atau mengurangi perilaku merokoknya. Peranan penting tersebut ditunjukkan dengan
kenyataan bahwa setiap individu selalu berusaha memperoleh keseimbangan dalam
dirinya. Dukungan sosial keluarga diharapkan mampu menunjang seseorang melalui
tindakan yang bersifat membantu dengan melibatkan emosi, pemberian informasi,
bantuan materi dan penilaian positif pada individu atas usaha yang telah dilakukannya.
Dukungan sosial inilah nanti yang diharapkan membantu individu memiliki keinginan
15
Hipotesis
Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan
frekuensi perilaku merokok remaja putri.
METODE PENELITIAN
Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah dukungan sosial
keluarga dan yang menjadi variabel terikatnya adalah frekuensi perilaku merokok.
Definisi Operasional Variabel
Adapun definisi operasional dari variabel- variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Frekuensi perilaku merokok adalah jumlah rokok yang dihisap dalam satuan batang
per hari. Data diperoleh dalam 1 minggu terakhir sebelum data diambil yaitu mulai hari
Senin 4 April 2016 - Minggu, 10 April 2016.
2. Dukungan sosial keluarga adalah pertukaran interpersonal dimana salah seorang
memberikan bantuan atau pertolongan kepada yang lain. Dukungan sosial keluarga
diukur dengan menggunakan angket dukungan sosial yang disusun berdasarkan
aspek-aspek dukungan sosial didasarkan pada konsep teori yang dikemukakan R. Weiss
(dalam Cutrona 1994). Terdiri dari enam komponen yaitu Reliabel alliance, Guidance,
Reassurance of worth, Attachment, Social integration, dan Opportunity to provide
nurturance. Dengan 18 item unfavorable dan 18 item favorable sehingga di dalam
16
Partisipan
Partisipan dalam penelitian ini adalah remaja putri di Jalan Butuh dan Klaseman
Salatiga yang masuk pada kategori perokok ringan, sedang atau berat. Pengambilan
subjek pada Jalan Butuh dan Klaseman Salatiga di dapat dari info yang diperoleh bahwa
di daerah situ terdapat beberapa remaja putri yang merokok. Dengan sampel sebanyak
79 remaja putri yang berusia 15-19 tahun. Teknik pengambilan sampel dengan
menggunakan Accidental Sampling.
Pengumpulan Data dan Alat Ukur
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan skala pengukuran psikologis, yang terdiri dari Skala Dukungan Sosial
dan Data Frekuensi Perilaku Merokok. Sebelum dilakukan uji coba dengan menghitung
daya diskriminasi (r = ≥ 0,30) dan reliabilitasnya (semakin mendekati r = ≥0,30, maka
semakin baik).
Analisis Data
Data penelitian yang diperoleh akan di analisis dengan menggunakan uji korelasi
Spearman untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara variabel bebas (dukungan
sosial keluarga) dan variabel terikat (frekuensi perilaku merokok). Skala dukungan
sosial yang terdiri dari 36 item, yaitu item favorable diberi skor 4, 3, 2, 1, sebaliknya
pada item unfavorable diberi skor 1, 2, 3 , 4. Dan untuk frekuensi perilaku merokok
berupa data frekuensi merokok per hari yang akan di hitung oleh subjek. Untuk menjaga
keakuratan dan kemudahan pengolahan data digunakan teknik pengolahan data dari
17
1. Variabel Dukungan Sosial Keluarga
Variabel dukungan sosial keluarga memiliki skala yang berisi 36 item dengan
nilai berjenjang antara nilai 1 hingga nilai 4, dan memiliki mean sebesar 100,39
dengan standar deviasi 19,579 dan jumlah subjek (N) sebanyak 79 yang
memperoleh nilai empirik minimum sebesar 57 dan maksimum 141 (lihat tabel 1).
Untuk menentukan tinggi rendahnya hasil pengukuran variabel dukungan sosial
keluarga, peneliti menggunakan 4 (empat) kategori yaitu rendah, sedang, tinggi dan
sangat tinggi. Maka skor hipotetik maksimum 4x36 item valid = 144 dan skor
minimum 1x36 item valid = 36, maka intervalnya adalah 27 (diperoleh dari
perhitungan Interval).
Norma kategorisasi hasil pengukuran Skala Dukungan Sosial dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2
Kategorisasi Pengukuran Skala Dukungan Sosial Keluarga
No. Interval Kategori Mean N Presentase
18
2 63 ≤ x<90 Rendah 23 29,11%
3 90 ≤ x<117 Tinggi 100,39 38 48,10%
4 117 ≤ x≤ 144 Sangat Tinggi 15 18,99%
Jumlah 79 100%
SD = 19,579, Min = 57 , Max = 141
Berdasarkan Tabel 2. di atas dapat dilihat bahwa 15 orang memiliki skor
dukungan sosial yang berada pada kategori sangat tinggi dengan presentase 18,99%, 38
orang memiliki skor dukungan sosial pada kategori tinggi dengan presentase 48,10%,
23 orang memiliki dukungan sosial yang berada pada kategori rendah dengan presentase
29,11% dan 3 orang berada pada kategori sangat rendah dengan presentase 3,80%.
Berdasarkan rata-rata dukungan sosial keluarga berada pada kategori tinggi. Skor yang
diperoleh subjek bergerak dari skor minimum sebesar 57 sampai dengan skor
maksimum sebesar 141 dengan standar deviasi 19,579. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa dari kategorisasi dukungan sosial keluarga menunjukkan 38 remaja putri
memiliki dukungan sosial keluarga yang tinggi.
2. Variabel Frekuensi Perilaku Merokok
Berdasarkan pendapat Smet (1994) tentang frekuensi merokok per hari, maka dapat
di kategorikan sebagai berikut :
Kategori Jumlah Rokok Jumlah Partisipan %
Perokok Ringan 1-4 batang 42 53,16%
Perokok Sedang 5-14 batang 37 46,84%
19
Jadi, berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
partisipan ( 53,16%) ada pada kategori perokok ringan.
Uji Normalitas
Untuk uji normalitas sebaran skor digunakan uji One-Sample Kolmogorov-
Smirnov Test.
Normal Parametersa Mean 100.39 32.58
Std. Deviation 19.579 18.854
Most Extreme Differences Absolute .145 .102
Positive .053 .102
Negative -.145 -.067
Kolmogorov-Smirnov Z 1.288 .910
Asymp. Sig. (2-tailed) .073 .380
Berdasarkan hasil uji normalitas yang menggunakan Kolmogorov smirnov pada
tabel 4 diatas, dapat diketahui variabel Dukungan Sosial Keluarga memiliki nilai
Kolmogorov sebesar 1,288 dengan nilai signifikansi sebesar 0,073 (p>0,05), maka
distribusi data berdistribusi normal. Hal ini juga terjadi pada variabel Frekuensi Perilaku
Merokok yang memiliki nilai Kolmogorov sebesar 0,910 dengan nilai signifikansi
sebesar 0,380 (p>0,05), maka data Frekuensi Perilaku Merokok juga berdistribusi
normal.
Uji Linieritas
Uji Linieritas dilakukan untuk menguji integritas hubungan data yaitu variabel
bebas dan variabel terikat, untuk mengetahui apakah variabel bebas berhubungan
20
Tabel 5.
Hasil Uji Linieritas antara Dukngan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Perilaku Merokok
Within Groups 5701.467 34 167.690
Total 27727.215 78
Dari hasil uji linieritas diperoleh nilai F(beda) sebesar 3,038 dengan signifikansi
sebesar 0,001 (p<0,05) yang menunjukkan hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan frekuensi perilaku merokok pada remaja putri adalah tidak linier.
Uji Korelasi
Hasil korelasi antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi perilaku
merokok pada remaja putri yang menggunakan analisis korelasi Spearman dapat dilihat
pada Tabel 6, berikut ini :
Tabel 6.
Hasil Uji Korelasi antara Dukungan Sosial Keluarga dengan Frekuensi Perilaku Merokok
Correlation Coefficient 1.000 .156
Sig. (1-tailed) . .085
21
Frekuensi Perilaku Merokok
Correlation Coefficient .156 1.000
Sig. (1-tailed) .085 .
N 79 79
Berdasarkan hasil perhitungan uji korelasi diperoleh koefisien korelasi antara
dukungan sosial keluarga dengan frekuensi perilaku merokok remaja putri, sebesar
0,156 dengan signifikansi = 0,085 (p>0,05), yang berarti bahwa ada hubungan yang
tidak signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi perilaku merokok
remaja putri.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang tidak
signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan frekuensi perilaku merokok. Dari
hasil perhitungan korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian
diterima.
Tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan sosial keluarga dengan
frekuensi perilaku merokok bukan hanya karena remaja kurang mendapatkan dukungan
sosial dari keluarga, tetapi ada kemungkinan besar remaja tersebut terpengaruh oleh
lingkungan maupun teman-temannya. Remaja putri tersebut dapat terpengaruh dengan
perkumpulan teman laki-laki maupun teman perempuan mereka yang memang memiliki
perilaku merokok, sehingga kemungkinan besar remaja tersebut akan terpengaruh untuk
berperilaku merokok. Hal ini sesuai dengan pernyataan Smet (1994) yang mengatakan
bahwa tekanan dari teman-teman sebaya merupakan faktor utama, sedangkan pengaruh
22
Berdasarkan teori model efek langsung (direct effect) dan model efek penyangga
(buffer effect) yang dikemukakan oleh Smet (1994), tentang model peranan dalam
kehidupan, peneliti menyimpulkan bahwa sebelum remaja-remaja ini terpengaruh oleh
lingkungan atau teman-teman mereka, maka dukungan sosial dari keluarga merupakan
salah satu tindakan positif yang berfungsi memberi bantuan melalui hubungan
interpersonal yang dekat dan menimbulkan kenyamanan secara fisik maupun psikologis
untuk membantu individu dalam menghadapi masalahnya yang membuat individu
mengalami stres, sehingga mereka tidak mudah terpengaruh untuk berperilaku merokok.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Irwanto (1991) yang menyatakan
bahwa individu akan menjadikan keluarga sebagai tumpuan harapan, tempat bercerita,
dan tempat mengeluarkan keluhan-keluhan bila individu mengalami persoalan.
Berdasarkan hasil analisa deskriptif dalam penelitian ini, diperoleh data bahwa
dukungan sosial keluarga sebesar 100,39% yang ada pada kategori tinggi, sedangkan
53,16% frekuensi perilaku merokok remaja putri berada pada kategori perokok ringan.
Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok seseorang tidak hanya ditentukan oleh
kurangnya dukungan sosial keluarga tetapi kemungkinan besar akibat terpengaruh oleh
lingkungan dan teman-teman sebaya, karena di masa remaja sangat rentan sekali untuk
mudah terpengaruh. Dan dukungan sosial keluarga yang akan menjadi individu
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa
tidak ada hubungan yang signifikan antara hubungan antara dukungan sosial keluarga
dengan frekuensi perilaku merokok remaja putri. Dari hasil penghitungan menunjukkan
rata-23
rata sebesar 100,39 yang berada pada kategori tinggi, dan 53,16% data frekuensi
perilaku merokok remaja putri berada pada kategori perokok ringan.
Saran
1. Bagi Remaja
Mengikuti sebuah sosialisasi tentang rokok dan bahaya rokok secara berkala
2. Bagi Keluarga
Keluarga terus berperan dalam mengawasi, membimbing dan menjaga remaja
dalam pergaulan mereka, serta selalu menjaga komunikasi dengan baik.
3. Bagi Sekolah
Membuat sanksi yang lebih tegas untuk murid yang merokok di lingkungan
sekolah serta mengadakan sosialisasi tentang rokok dan bahaya rokok secara berkala
agar timbul kesadaran dalam diri masing-masing untuk berhenti ataupun tidak mencoba
untuk merokok.
4. Bagi Peneliti selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi sebagai data awal bagi
penelitian selanjutnya mengenai frekuensi perilaku merokok seseorang tidak dilihat dari
dukungan sosial keluarga yang tinggi atau rendah, tetapi adanya faktor lain yang dapat
24
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang, M.E.R. (1997). Fenomena Wanita Merokok. Skripsi (tidak diterbitkan),
Yogyakarta:Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Atkinson, R.L., Atkinson, RC., Hilgard,s E.R. (1999). Pengantar Psikologi, Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Brigham, C.J., (1991). Social Psychology. Boston:Harper Collins Publisher, Inc.
Cutrona, C.E & Russell, D. (1987). The provisions of social relationship and adaptation to
stress. Advances in personal relationships, I, 37-67. Greenwich CT:JAI Press.
Dhoranty, N. (2006). Hubungan Dukungan Sosial Orang Tua Dengan Penyesuaian Sosial Pada
Remaja. Skripsi (tidak diterbitkan) Salatiga:Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana.
Hurlock.E.B. (1996).Perkembangan Anak, Jilid II (terjemahan:Istiwidiyanti& Meitasari
Tjandrasa). Jakarta:Erlangga.
Irwanto, dkk.(1991). Psikologi Umum. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Komalasari, D. & Helmi, A.F., (2008). Faktor Penyebab Perilaku Merokok pada Remaja. Jurnal Psikologi Universitas Gadjah Mada, 2. Yogyakarta:Universitas Gadjah Mada.
Mangku, S. (2000).Kekhususan Rokok Di Indonesia. Jakarta:PT. Gramedia.
Mc Gee, dkk. (2005). Is Cigarette Smoking Associated With Suicidal Ideation Among Young People?:The American Journal of Psychology. Washington.
Nainggolan, R.A. (1996). Anda Mau Berhenti Merokok? Pasti Berhasil.
Bandung:IndonesiaPublishing House.
Narulita, E.F. (1996). Harga diri pada remaja Pria ditinjau dari Perilaku merokok di SMU Don
Bosco dan SMU Santo Michael. Skripsi: Semarang, Universitas Katolik
Soegijapranata.
Pramadi, A. (1996). Blibiotherapy.Anima. 12 (45), 97-99.
Sarafino, E.P. (1990). Health Psychology:Biopsychosocial Interaction. Canada:John Wiley
and Sons, Inc.
Sarwono, S.W. (2000). Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada.
Sitepoe, (1997). Usaha Mencegah Bahaya Merokok. Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta:PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Stewart, A. C. and Koch, J.B. (1983). Children Development Through Adolescence.
Canada:John Willey and Sons, Inc.
Tandra, H. (2003). Merokok dan kesehatan. Jakarta:Kompas.