• Tidak ada hasil yang ditemukan

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU CURANG DALAM SITUASI MENGERJAKAN TUGAS PADA Dinamika Psikologis Perilaku Kecurangan Akademis Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU CURANG DALAM SITUASI MENGERJAKAN TUGAS PADA Dinamika Psikologis Perilaku Kecurangan Akademis Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU CURANG

DALAM SITUASI MENGERJAKAN TUGAS PADA

SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

PUBLIKASI ILMIAH

Disusun sebagai salah satu syarat guna Memperoleh Gelar Magister dalam Ilmu Psikologi

Oleh :

OSTMAN ARDZI PRADANA S.300080017

PROGRAM STUDI MAGISTER PSIKOLOGI

SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

HALAMAN PERSETUJUAN

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU CURANG DALAM

SITUASI MENGERJAKAN TUGAS PADA SISWA SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN

PUBLIKASI ILMIAH

Oleh :

OSTMAN ARDZI PRADANA S.300080017

Telah diperiksa dan disetujui oleh :

Dosen Pembimbing

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU CURANG DALAM

SITUASI MENGERJAKAN TUGAS PADA SISWA SEKOLAH

MENENGAH KEJURUAN

Oleh :

OSTMAN ARDZI PRADANA S.300080017

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah Surakarta

Pada Hari Jumat, 14 Oktober 2016 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Dewan Penguji :

1. Dr. Sri Lestari, M.Si (...)

2. Dr. Nanik Prihartanti, M.Si (...)

3. Dr. Wiwien Dinar Pratisti, M.Si (...)

Direktur,

(4)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak terdapat karya yang

pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan

orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya diatas, maka akan saya

pertanggungjawabkan sepenuhnya

Surakarta,...2016

Penulis

OSTMAN ARDZI PRADANA

(5)

DINAMIKA PSIKOLOGIS PERILAKU CURANG DALAM SITUASI MENGERJAKAN TUGAS PADA SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN

Abstrak

Tujuan pendidikan nasional kita diantaranya adalah membentuk watak yang bermartabat dan budi pakerti siswa. Namun, pada kenyataannya muncul fenomena berbagai macam kecurangan akademis pada kegiatan pendidikan kita. Kecurangan akademis menjadi sesuatu yang umum dan seolah lumrah terjadi dalam kegiatan belajar. Penelitian ini ingin mengetahui dinamika psikologis perilaku curang dalam mengerjakan tugas pada siswa sekolah menengah kejuruan, faktor apa yang menjadi penyebabnya serta apa yang menjadi motivasi perilaku kecurangan akademis. Subyek penelitian adalah siswa sekolah menengah kejuruan teknik kendaraan ringan kelas pada salah satu sekolah swasta di Salatiga. Sampel yang diambil adalah 80 siswa dari kelas X,XI,XII. Metode pengumpulan datanya adalah dengan kuesioner terbuka berbentuk vignette sebagai metode utama serta wawancara semi terstruktur sebagai metode pendukung. Ada faktor internal maupun eksternal yang mempengaruhi. Faktor internal yang dominan adalah faktor pengendalian diri serta keinginan memperoleh nilai yang bagus, faktor eksternal paling dominan adalah lingkungan belajar yang kurang mendukung serta faktor solidaritas dengan teman sebaya. Dinamika psikologis yang muncul adalah siswa menyadari bahwa kecurangan akademis tidak diperkenankan oleh norma apapun, namun tetap melakukan kecurangan. Meskipun demikian ada perasaan bersalah dan menyesal pada siswa yang curang serta lebih memilih bisa mengerjakan tanpa berbuat curang mengingat pada sekolah menengah kejuruan yang lebih dibutuhkan adalah kompetensi praktek individu.

(6)

THE PSYCHOLOGY DYNAMIC OF STUDENT’S ACADEMIC FRAUD BEHAVIORS IN SITUATION OF DOING TASKS AT A VOCATIONAL SCHOOL

Abstract

The objectives of our national education are to form dignified characters and students’ manners. However, in fact there are phenomenon of academic fraud on our education activities. The academic fraud now become a common thing and usual to happen in learning activities. This research is conducted to know the psychology dynamics of students’ fraud behaviors at a vocational school, the underlying factors and motivations that leads to the academic fraud in situation of doing tasks. The subject of this research are students of light vehicle engineering program at a vocational school, one of the private schools in Salatiga. The samples of taken from eighty students in X, XI, XII grades. The method of collecting data is questionnaires in the form of Vignette, as the main method and semi- structured interview as the supporting method.. There are internal and external factors that influence the situations. The most dominant internal factors are self- control and the desire of getting high scores. Meanwhile, the most dominant external factors are the non-supporting environment for studying and peers solidarity. The psychology dynamic that appears is students realize that academic fraud is not allowed at any norms, yet they still do it. Nevertheless, students feel guilty and regret for doing fraud. Some prefer choose to do the tasks or examinations without doing fraud, they believe that the important skills atr vocational schools is individual practice competency.

(7)

1. PENDAHULUAN

Amanah Undang-undang No.20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dengan tegas menggariskan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Ki Hadjar Dewantoro bapak pendidikan nasional kita jauh-jauh hari sudah menekankan bahwa pendidikan merupakan daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pakerti ( kekuatan batin, karakter ), pikiran ( intellect ), dan tubuh anak. Bahkan hampir di setiap institusi pendidikan memiliki visi-misi yang tidak jauh dari apa yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dan amanah undang-undang No.20/2003. Faktanya fenomena yang muncul di dunia pendidikan kita tidak jarang belum berjalan seiringan dengan amanah undang-undang tersebut. Kasus kecurangan akademis bermunculan sebagaimana kasus yang dialami Alif (Republika,2011) seolah memberikan gambaran bahwa ada yang perlu didalami pada proses pendidikan kita.

Fenomena kecurangan akademis di sekolah, bisa jadi merupakan wujud penyesuaian diri siswa terhadap lingkungan berikut tuntutan-tuntutan yang ada. Perilaku kecurangan akademis seperti mencontek, plagiasi serta perilaku curang lainnya bisa jadi wujud perilaku siswa dalam menjawab tuntutan akademis yang ada seperti misalnya nilai ujian yang bagus. Nilai ujian bagus tidak selalu ditopang kejujuran. Tidak jarang kejujuran dikorbankan untuk mendapatkan nilai yang bagus.

Tindakan kecurangan seperti menyontek misalnya, sudah tidak asing bagi semua orang. Meskipun orang tersebut tidak setuju dan belum pernah melakukan tindakan menyontek. Tindakan menyontek sering dikaitkan dengan ujian karena semua peserta ujian menginginkan hasil yang lebih bagus. Namun masalahnya adalah bagaimana caranya supaya nilai hasil ujianya bagus. Banyak cara yang dapat ditempuh untuk mendapatkan hasil yang lebih mulai dari cara yang benar sampai cara yang curang ( tidak jujur ).

Kecurangan akademis terjadi hampir di semua tingkatan satuan pendidikan mulai dari sekolah dasar ( SD ) sampai perguruan tinggi ( PT ). Survei dari Litbang Media Group pada 19 April 2007 terhadap 480 responden dewasa di enam kota besar di Indonesia, yaitu Makasar, Surabaya, Yogyakarta, Bandung, Jakarta dan Medan menunjukkan bahwa mayoritas anak didik baik dari bangku sekolah dan perguruan tinggi melakukan kecurangan akademis dalam bentuk menyontek. Hampir 70% persen responden yang ditanya apakah pernah menyontek ketika sekolah maupun kuliah menjawab pernah.

(8)

Menengah Kejuruan ( SMK ), salah satu model sekolah menengah yang mempunyai karakteristik relatif berbeda dengan sekolah menengah yang lain terutama dalam hal kurikulum, karena banyak mata pelajaran yang menekankan kompetensi praktek.

Berdasar fenomena tersebut penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang perilaku kecurangan akademis dalam proses mengerjakan tugas, yang meliputi bentuk kecurangan akademis, tujuan kecurangan akademis serta dinamika psikologisnya. Hal ini penting dalam upaya membuat model untuk mewujudkan pendidikan yang berkarakter, berbudi pakerti dan tentunya tidak berbuat curang sebagaimana amanah undang-undang Sistem Pendidikan Nasional.

Pengertian Kecurangan Akademis

Kecurangan akademis dapat didefinisikan sebagai perbuatan yang menggunakan cara-cara yang tidak sah untuk mendapatkan keberhasilan akademis ataupun menghindari kegagalan akademis ( Nursalam, Bani, S., & Munirah, 2013 ). Kecurangan akademis ini dibagi dalam tiga kategori yaitu (1) Memberi, mengambil, atau menerima informasi tertentu, misalnya mencontek jawaban teman pada saat ujian ,baik sepengetahuan atau tanpa sepengetahuan teman tersebut, memberikan jawaban kepada teman pada saat ujian (2) menggunakan suatu alat yang dilarang, misalnya menggunakan handphone atau internet untuk memperoleh jawaban (3) Memanfaatkan kelemahan orang, prosedur, proses untuk mendapatkan keuntungan, misalnya membuka catatan untuk mencari jawaban pada saat pengawas lengah atau keluar ruangan, dalam menyelesaikan tugas akademis menggunakan jasa joki atau meminta dibuatkan oleh temannya dengan imbalan tertentu ( Nursalam, Bani, S., & Munirah, 2013 ). Dalam literatur beberapa jurnal, kecurangan akademis dapat diartikan perilaku atau tindakan curang untuk memperoleh tujuan yang diinginkan dengan tidak menyajikan hasil upaya sendiri melainkan hasil orang lain ( Cauffman, Jensen, Arnet, & Feldman, 2001 ; Sykes, 2010 ; Khezri & Barzegar ; 2012 ). Termasuk kecurangan akademis meliputi perilaku curang pada saat ujian seperti mencontek, menyalin pekerjaan rumah atau tugas siswa lain, plagiarism serta masuk didalamnya fabrikasi, penipuan, penyuapan dan sabotase ( Cauffman, Jensen, Arnet, & Feldman, 2001 ; Edgren & Walters, 2006 ; Strom & Strom, 2007 ; Sykes, 2010 ; Khezri & Barzegar ; 2012 ).

Faktor Penyebab Kecurangan Akademis

(9)

menyontek, tetapi faktor akademik dan non akademik mempunyai pengaruh yang lebih besar terutama factor indek prestasi, beban terlalu berat dan jumlah ujian yang banyak dalam satu hari. Pada penelitian ini dilakukan pada Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) dengan kontek kecurangan akademis yang lebih luas tidak hanya pada fenomena menyontek tetapi dimungkinkan pada bentuk kecurangan akademis yang lain. SMK dipilih karena proporsi pelajaran dan prakteknya berbeda dengan SMA.

Perilaku kecurangan akademis bisa dipengaruhi persepsi perilaku teman sebayanya. Perilaku komunitasnya yang mengganggap kecurangan akademis seperti mencontek atau memberikan contekan adalah hal yang biasa, tidak mau memberikan contekan justru dianggap tidak bisa membaur sampai pada eksrimnya dikucilkan. Siswa cenderung mengikuti persepsi perilaku kawan dalam penyesuaiannya. Penghargaan akademis juga berpengaruh. Selama ini apresiasi untuk siswa cenderung pada hasil atau skor yang diperoleh. Proses cenderung tidak terpantau disini. Padahal untuk memperoleh skor yang tinggi bisa jadi diperoleh dengan cara yang tidak jujur atau curang. Ada hubungan yang nyata antara kecurangan akademis dengan variabel kontekstual yang meliputi persepsi perilaku kawan, persepsi kebijakan kampus, ketentuan publikasi dan penghargaan akademik. ( Anderman, 1998 ; McCabe, 2002 ; Callahan, 2004 ).

Faktor lain penyebab kecurangan akademis adalah keinginan untuk mendapatkan nilai lebih tinggi ( Rattinger,2005, Pujiatni & Lestari, 2010 ). Siswa bertindak curang dengan jalan pintas karena kurang tekun, tidak mau belajar dengan giat serta kurang percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki. Hal ini didorong oleh kekhawatiran memperoleh nilai yang tidak bagus, ingin mendapat nilai yang lebih tinggi supaya orang tuanya senang. Padahal orang tua mayoritas tidak setuju anaknya berperilaku curang (Perkins, 2007). Barzegar (2011) mengemukakan bahwa perancangan lingkungan proses pembelajaran yang kurang efektif bisa menjadi pemicu kecurangan akademis. Lingkungan yang mendukung seseorang untuk berbuat tidak jujur misalnya pengawasan yang longgar pada saat ujian, atau misalnya teman-teman yang menyontek.

(10)

Besarnya kesempatan untuk berbuat curang akan berpengaruh terhadap potensi untuk berbuat curang, meskipun menyadari bahwa perilaku curang tidak diperkenankan.

Dinamika Psikologis

Dinamika mempunyai arti gerak atau kekuatan secara terus menerus yang dimiliki sekumpulan orang dalam masyarakat yang dapat menimbulkan perubahan dalam tata hidup masyarakat tersebut ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ). Dalam Hendrastin & Purwoko (2014) disimpulkan bahwa Dinamika adalah adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok satu dengan anggota kelompok secara keseluruhan. Dinamika adalah gerakan atau interaksi seseorang dengan kelompok. Sedangkan psikologis adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang dan unsur-unsur psikologis yang meliputi motivasi, persepsi, kepribadian, memori, emosi, kepercayaan, dan sikap. Dinamika Psikologis menurut Nursalim & Purwoko ( dalam Hendrastin & Purwoko, 2014 ) adalah proses dan suasana kejiwaan internal individu dalam menghadapi dan mensolusi konflik yang dicerminkan oleh pandangan atau persepsi, sikap dan emosi, serta perilakunya.

2. METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Gejala penelitian yang hendak diungkap disini adalah dinamika perilaku curang dalam

mengerjakan tugas pada siswa SMK. Teknik pengambilan sampelnya adalah purposive

sampling dengan karakteristik partisipan adalah siswa SMK swasta di Kota Salatiga, berada di jenjang kelas X, XI dan XII, berusia 15 – 19 tahun. Alat pengumpul data

dalam penelitian ini adalah menggunakan kuesioner terbuka berbentuk vignette

didukung dengan wawancara semi terstruktur. Quesioner terbuka berbentuk vignette merupakan cerita ilustrasi pendek tentang suatu karakter dalam keadaan atau situasi tertentu dan berfokus pada persepsi, perasaan dan pengalaman subjektif dari subyek serta alasan atau tujuan dari perilaku yang ditunjukan ( Finch, 1987 ). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan quesioner yang sudah ada dari Lestari dan Asyanti (2014) dengan menambahkan item terkait proses belajar di sekolah menengah kejuruan.

Dari hasil kuesioner terbuka yang telah diisi oleh responden kemudian dilakukan analisis tematik berupa proses pengkodean informasi yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema atau indikator yang komplek mengenai tema, kualifikasi mengenai tema atau gabungan ketiganya ( Poerwandari, 1997 ). Tema dalam kontek ini adalah kecurangan akademis.

(11)

Analisis data yang digunakan adalah analisis tematik, yaitu proses pengkodean informasi yang dapat menghasilkan daftar tema, model tema serta indicator tema yang komplek yang umumnya terkait dengan tema tersebut atau gabungan ketiganya. Tema tersebut secara minimal mendeskripsikan fenomena dan secara maksimal memungkinkan intepretasi tema (Poerwandari, 1997). Tahapan analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah 1) Organisasi data, 2) Pengkodean data, 3) Kategorisasi dan deskripsi data, 4) Interpretasi data

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini, SMK yang dipilih adalah sekolah menengah kejuruan di bidang teknik. Pada sekolah tersebut mempunyai empat jurusan yaitu (1) Teknik instalasi tenaga listrik/TITL, (2) Teknik pemesinan/TP, (3) Teknik kendaraan ringan/TKR, (4) Tata busana/TB. Sekolah SMK tersebut mempunyai jumlah kelas total 23 kelas dengan jumlah murid sebanyak 807 siswa yang terdiri dari 745 siswa laki-laki dan 62 siswa perempuan. Komposisi mata pelajarannya adalah 70% pelajaran praktek dan 30% pelajaran teori. Partisipan yang mengisi data ada 80 siswa yang terdiri dari 79 laki-laki dan 1 perempuan serta 3 siswa sebagai sampel wawancara yaitu M,I dan R dari kelas X,XI,XII TKR. Rerata usia siswa adalah 17 tahun

Dari penelitian diperoleh hasil bahwa Bentuk perilaku curang saat mengerjakan tugas ini diungkap dalam 4 situasi, yaitu a) siswa lupa mengerjakan tugas dari gurunya yang harus dikumpulkan pada hari itu juga, b) siswa kesulitan menemukan buku bahan menyusun makalah dan mengetahui teman-temannya mengutip dari blog, c) situasi dimana temannya meminjam tugas kemudian diminta menghadap guru karena tugasnya sama persis, d) situasi saat ada teman yang tidak pernah datang dalam mengerjakan tugas kelompok namun meminta namanya dicantumkan.

Dalam situasi lupa mengerjakan tugas, diperoleh hasil bahwa sebagian besar siswa melakukan tindakan curang berupa meminjam atau menyontek teman sebesar 94% dengan tujuan berbuat curang tersebut diantaranya supaya bisa menyelesaikan

pekerjaannya, karena terdesak atau ada responden yang mengistilahkan kahanan, supaya

tidak dimarahi guru, serta supaya dapat nilai. Siswa yang memilih tidak berbuat curang berupa tidak menyontek sebanyak 3% dengan tujuan bersikap sportif dan supaya tidak dimarahi oleh guru. 1% responden memilih tidak berbuat curang dengan meminta teman mengajari dengan tujuan supaya paham.

(12)

minta bantuan teman sebanyak 15% dengan tujuan mempermudah pekerjaan. Sedangkan siswa yang tidak melakukan perbuatan curang sebanyak 12% berupa tetap berusaha dan tidak mengutip dari blog sebanyak 11% dengan tujuan mengukur kemampuan diri, memenuhi tugas guru serta supaya pekerjaannya tidak sama dengan teman lainnya. 1% responden menegur temannya dengan tujuan supaya temannya berperilaku jujur. Sisanya termasuk dalam kategori tidak relevan.

Dalam situasi siswa dipanggil guru karena tugasnya sama persis dengan teman yang meminjam tugasnya, sebanyak 8% siswa berbuat curang, berupa pura-pura tidak tahu dengan tujuan supaya tugasnya diterima oleh guru, diam karena solidaritas dengan teman, mencari alasan dengan tujuan karena takut dimarahi guru, serta tidak memenuhi panggilan guru karena takut dimarahi guru. Sedangkan siswa tidak berbuat curang sebanyak 85% berupa membela diri dengan tujuan menceritakan kejadian sebenarnya dan supaya tetap memperoleh nilai. Mengakui perbuatannya dengan tujuan menceritakan kejadian sebenarnya, membantu teman, supaya tidak dimarahi guru, supaya tidak dihukum guru, karena solidaritas, tanggung jawab, takut dosa, supaya tugasnya diterima serta uuntuk kebaikan bersama. Perilaku tidak curang yang lain adalah memarahi teman dengan tujuan biar tidak terulang lagi dan biar tidak dimarahi guru.

Dalam situasi siswa diminta untuk mencantumkan nama teman yang tidak pernah ikut mengerjakan tugas kelompok, diperoleh hasil bahwa terdapat 23% siswa berperilaku curang dengan tetap menuliskan nama temannya dengan tujuan karena kasihan, karena bagian dari kelompok, karena solidaritas, supaya temannya tidak dimarahi guru, dan supaya temannya bayar iuran. Sedangkan 72% siswa berperilaku tidak curang berupa tidak menulis nama temannya, memarahi temannya, menasehati temannya, serta disampaikan ke guru. Hal ini dilakukan dengan tujuan karena temannya tidak ikut mengerjakan, supaya ikut mengerjakan, supaya temannya sadar, supaya temannya tidak dapat nilai, serta biar adil dalam kelompok, supaya temannya tanggung jawab, supaya temannya mengubah sikap serta supaya temannya dimarahi oleh guru. Sisanya masuk dalam jawaban tidak relevan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh data rerata dari questioner mengenai kecurangan akademis. Pada situasi tugas diperoleh rerata perilaku curang sebesar 48,2%. Catatan hasil wawancara dengan siswa bahwa semua siswa pernah berbuat curang dalam bentuk mencontek.

(13)

demikian, dari hasil penelitian, siswa yang melakukan kecurangan akademis juga mengalami perasaan ragu-ragu, merasa bersalah dan menyesal sampai dengan keinginan tidak melakukannya lagi.

4. PENUTUP

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui dinamika kecurangan akademis pada siswa sekolah menengah kejuruan beserta tujuannya, sehingga dapat disimpulkan bahwa :

1. Bentuk kecurangan akademis yang muncul pada situasi mengerjakan tugas yaitu berperilaku curang, menyontek, membuat contekan, menyontek dengan menggunakan handphone, mengikuti teman berbuat curang, copy paste dari blog maupun kepunyaan teman.

2. Tujuan dari kecurangan akademis yang muncul adalah supaya bisa mengerjakan

tugas, supaya pekerjaan cepat selesai, karena terpaksa, serta supaya memperoleh nilai yang bagus.

3. Dinamika Psikologis perilaku kecurangan akademis yang muncul adalah secara

umum siswa tahu serta sadar bahwa apa yang dilakukan merupakan bagian dari bentuk perilaku kecurangan akademis. Siswa juga menyadari bahwa kecurangan akademis yang dilakukan tidak diperkenankan oleh norma-norma umum yang ada. Siswa tetap melakukan kecurangan akademis sebagai wujud kompromi siswa dengan lingkungannya, hal tersebut tidak terlepas dari persepsi siswa tersebut terhadap lingkungannya. Kendati demikian ada perasaan bersalah dan menyesal pada siswa yang curang serta lebih memilih bisa mengerjakan tanpa berbuat curang.

Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian, maka peneliti memberikan saran beberapa hal yang dapat dipertimbangkan, antara lain :

1. Siswa, diharapkan untuk tetap percaya kepada kemampuan diri sendiri,

meningkatkan serta mengembangkan kemampuan yang dimiliki, mengikuti perilaku yang baik serta menghindari perilaku yang buruk, senantiasa mengingat nasehat orang tua serta berdoa kepada Allah SWT agar senantasa kemudahan.

2. Guru dan sekolah, diharapkan kepada guru untuk konsisten dengan peraturan yang

(14)

3. Orang tua, diharapkan untuk orang tua supaya tidak terlalu membebani siswa dengan prestasi akademis, namun lebih kepada memberikan motivasi kepada siswa untuk mngembangkan potensi akademis yang dimilikinya. Diharapkan pula untuk orang tua senantiasa mengembangkan nilai-nilai spiritual kepada siswa serta membangun komunikasi yang positif kepada siswa dalam bentuk kasih sayang serta dukungan moral.

(15)

DAFTAR PUSTAKA

Anderman, Eric, Tripp Griesinger & Gloria Werterfield. (1998). Motivation and Cheating

During Early Adolesence. Journal Educational Psychology ; 90 (1): 84-93

Barzegar, Kazem & Khezri Hasan. (2012). Predicting Academic Cheating Among the Fifth

Grade Students : The Role of Self Efficacy and Academic Self-Handicapping. Journal

of Life Science and Biomedicine. 2(1):1-6

Bolin, Aaron U. (2004). Self-Control, Perceived Opportunity, and Attitudes as Predictors of

Academic Dishonesty. The Journal of Psychology; 138(2). 101-114

Cauffman, Jensen, Arnet & Feldman. (2001). It’s Wrong, But Everybody Does It : Academic

Dishonesty Among High School and College Students. Contemporary Educational

Psychology 27, 209-228

Finch, J. (1987). The Vignette Technique in Survey Research. Sociology, 21,105-114

Geddes, Kimberly A. (2011). Academic Dishonesty Among Gifted and High-Achiefed Students. Spring 34 (2)

Halida, Rizka (2007). Mayoritas Siswa-Mahasiswa Menyontek. Litbang Media Group.diunduh

dari http://www.sampoernafoundation.org

Hendrastin, R. J & Purwoko, B. (2014). Studi Kasus Dinamika Psikologis Konflik Interpersonal Siswa Merujuk Teori Segitiga ABC Konflik Galtung dan Kecenderungan Penyelesaiannya Pada Siswa Kelas XII Jurusan Multimedia (MM) Di SMK Mahardika

Surabaya. Jurnal BK UNESA, 04(2), 364-374

Koss, J. (2011). Academic Dishonesty Among Adolescents. American Psychological

Association, 11(2), 38-46

Kustiwi, N. (2014). Motivasi dan Perilaku Plagiat di Kalangan Siswa SMA : Persepsi Siswa Terhadap Perilaku Plagiat dan Motivasi Siswa Dalam Melakukan Tindak Plagiat di

Kalangan Siswa SMA Cita Hati Surabaya. Jurnal Universitas Airlangga, 3 (2) 569-587

Kusumah Wijaya & Dwitagama Dedi. (2011). Mengenal Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Indeks

(16)

McCabe & Trevino. (1993). Academic Dishonesty: Honor Codes and Other Contextual Influences. The Journal of Higher Education, 64 (5), 522-538

Nursalam, Bani, S., & Munirah. (2013). Bentuk Kecurangan Akademis ( Academic Cheating )

Mahasiswa PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Alaudin Makasar. Jurnal

Lentera Pendidikan, 16 (2) 127-138

Papalia, D. E.,Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2009). Human Development. Jakarta: Salemba Humannika

Perkins, Serena A & Elliot Turiel. (2007). To Lie Not To Lie : To Whom and Under What

Circumstances. Child Development, 78 (2) 609-621

Permatasari, A. (2004) Hubungan Antara Pengawasan Dengan Perilaku Menyontek Pada Siswa. Naskah Publikasi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Poerwandari, E Kristi. (1997). Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Psikologi. Jakarta : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Fakultas Psikologi Universitas Indonesia

Rettinger, David A & Jordan, Augistis E (2005). The Relationship Among Religion, Motivation

and College Cheating : A Natural Axperiment, ETHICS & BEHAVIOR, 15(2), 107-129,

Lawrence Erlbaum Associates,. Inc

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Surat Penetapan Pemenang Nomor : 10/Atap/Adpemb/ULP-2012 tanggal 3 Mei 2012, dengan ini kami Pokja Konstruksi II pada Bagian Administrasi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis antara siswa yang mendapatkan pembelajaran model problem-based

Hal ini juga menunjukkan bahwa pemodelan regresi klasik terhadap AHH yang bersifat global kurang tepat, karena model regresi klasik menganggap AHH untuk seluruh kabupaten/kota di

[r]

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan Rina Trisnawati dan Shinta Permata Sari (2000) melakukan penelitian tentang: pengaruh

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui kesesuain Peraturan Bupati Nomor 6 Tahun 2013 dengan praktik pelaksanaan pemungutan pajak restoran, mengetahui

Faktis gelap adalah salah satu bahan bantu olah ( processing aid ) karet yang dibuat dengan cara memvulkanisasi minyak dengan vulkanisator sulfur pada suhu tinggi. Faktis

Pendidikan Anak Usia Dini Al Firdaus merupakan unit pendidikan yang berbasiskan Islam bagi anak prasekolah, meliputi play group dengan usia 1 tahun.. 11 bulan sampai dengan 3 tahun