1 PERBEDAAN KEBIASAAN MAKAN PAGI ANTARA ANAK ANEMIA DAN
NON ANEMIA DI SD NEGERI BANYUANYAR III BANJARSARI KOTA SURAKARTA
NASKAH PUBLIKASI
Disusun Oleh:
MUHAMMAD YUSUF J 310 090 013
PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN
3 PERBEDAAN KEBIASAAN MAKAN PAGI ANTARA ANAK ANEMIA DAN
NON ANEMIA DI SD NEGERI BANYUANYAR III BANJARSARI KOTA SURAKARTA
Muhammad Yusuf
Prodi Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan Surakarta 57102
Anemia is a major health problem in developing countries, one of them in Indonesia. Anemia in Indonesia are often linked to iron deficiency. Risk factors of occurrence of anemia shows the factors that affect the incidence of anaemia among others, education, gender, health status, region, and State of the body mass index (IMT) in the category of skinny and eating habits in the morning.
This study aims to find out the difference between the morning eating habits a child anemic and non anemic in SD Negeri Banyuanyar III.
The research was observational approach used with cross sectional design. Subject retrieval technique using Stratified random sampling with a number of research subjects as much as 80 subjects, i.e. as much as 40 child anemia and 40 children non anemic. Eating habits in the morning is obtained by using the method of recall having breakfast as much as 7 times, whereas the levels of hemoglobin are obtained by means of a digital hemometer. Statistical tests used are test Mann Whitney.
the eating habits of elementary school students in the country morning Banyuanyar III of Surakarta anemia have a habit of having breakfast as much as 25% and an unusual breakfast as much as 75%, the usual non-anemic children breakfast as much as 45% and an unusual breakfast as much as 55%. The Status of anemia shows child anaemia as much as 44,88% whereas the number of children of non anemic 55,12% as much.
there is a difference between the morning eating habits a child anemic and non anemic in SD Negeri Banyuanyar III.
Keyword : The Eating Habits Of Morning, The Status Of Anemia, Elementary School Children
Librarianship : 33 : 2000-2013
PENDAHULUAN
Anak usia sekolah adalah investasi bangsa, karena mereka adalah generasi penerus bangsa. Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia harus dilakukan sejak dini, secara sistematis dan berkesinambungan. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini (Judarwanto, 2010). Usia anak sekolah dasar di Indonesia
4 Protein (KEP) dan Anemia (Moehji,
2003).
Berdasarkan survei prevalensi anemia secara nasional maupun daerah yang dilakukan oleh WHO pada tahun 1993 hingga 2005, menunjukkan sekitar 24,8% atau 1,62 milyar dari populasi dunia menderita anemia. Di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan oleh IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tahun 2007 dari 1.000 anak usia sekolah di 11 Propinsi di Indonesia menunjukkan prevalensi anemia sebanyak 20-25% (Lubis, 2008).
Anemia merupakan salah satu permasalahan gizi yang sangat penting terutama jika diderita oleh anak usia sekolah karena berdampak pada menurunnya kemampuan serta konsentrasi belajar, meningkatkan resiko penyakit infeksi yang berhubungan dengan menurunnya sistem imun dan menghambat pertumbuhan fisik dan perkembangan otak (Arisman, 2004). Anemia gizi besi disebabkan karena kebutuhan zat gizi dalam tubuh meningkat akibat penyakit kronis dan kehilangan darah karena menstruasi dan infeksi parasit.
Menurut Price dan Wilson (2006) salah satu penyebab terjadinya anemia adalah karena tidak adanya bahan baku untuk pembentukan eritrosit. Bahan baku dalam pembentukan eritrosit antara lain protein, asam folat, vitamin B12 dan mineral Fe. Faktor risiko terjadinya anemia yang berpengaruh terhadap kejadian anemia antara lain pendidikan, jenis kelamin, wilayah, status kesehatan, keadaan Indeks Massa Tubuh (IMT) dalam kategori kurus dan kebiasaan makan pagi (Permaesih dan Herman, 2005).
Kebiasaan makan pagi merupakan suatu kegiatan makan atau minum yang memberikan energi dan zat lain yang dikonsumsi sebelum melakukan aktifitas pada pagi hari. Khomsan
(2004) menyebutkan bahwa makan pagi memberi kontribusi sekitar 25% dari kebutuhan energi harian yang harus memenuhi beberapa unsur yaitu zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur, oleh karena itu apabila melewatkan makan pagi dapat menyebabkan kurangnya cadangan zat gizi besi dalam tubuh, karena salah satu penyebab rendahnya kadar hemoglobin dalam darah karena asupan makan yang tidak mencukupi. Hasil penelitian pendahuluan menunjukkan bahwa prevalensi anemia di SD Negeri Banyuannyar III Surakarta pada tahun 2012 sekitar 17,41% setelah diberikan PMT-AS, selain itu, dari 20 siswa yang ditanya tentang kebiasaan makan pagi sebanyak 50% siswa tidak makan pagi.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kebiasaan makan pagi antara anak anemia dan non anemia di SD Negeri Banyuanyar III Surakarta.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pendekatan cross Sectional. Penelitian ini di lakukan di SD Negeri Banyuanyar III Surakarta pada bulan April sampai Juni 2013. Populasi dalam penelitian ini adalah anak sekolah dasar kelas III, IV dan V di SD Banyuanyar III Surakarta sebanyak 127 siswa. Sampel yang diambil masing-masing kelompok anemia dan non anemia sebanyak 40 siswa yang memenuhi kriteria. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode stratified random sampling.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subjek
5 sesuai dengan kriteria inklusi dan
eksklusi yang berjumlah 80 siswa,
1. Umur Subjek
Distribusi karakteristik responden penelitian berdasarkan umur bahwa umur minimal responden adalah 9 tahun (22,5%) dan maksimalnya 13 tahun (1,2%), sedangkan sebagian besar umur responden yaitu berumur 10 tahun (40,0%).
2. Jenis Kelamin
Distribusi responden penelitian berdasarkan jenis kelamin dapat diketahui bahwa sebagian besar jumlah responden adalah laki-laki yaitu sebanyak 57,5%.
B. Hasil Penelitian 1. Status Anemia
Status anemia merupakan suatu keadaan dengan kadar Hb yang lebih rendah daripada normal. Rata-rata kadar Hb anak sekolah dasar kelas III, IV, dan V di SDN III Banyuanyar Surakarta adalah 11,41 g/dl, kadar minimum yang di peroleh sebesar 8,4 g/dl dan kadar maksimum 13,9 g/dl dengan standar deviasi sebesar ± 1,12. Sulistyoningsih (2011) menyebutkan bahwa anak
sekolah rawan terhadap anemia disebabkan karena asupan makan yang salah sehingga menyebabkan
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan asupan. Asupan makan anak sekolah dasar sering kali tidak memenuhi kebutuhan energi harian karena anak sekolah dasar sering kali melewatkan makan pagi. Khomsan (2004) menyebutkan bahwa makan pagi memberikan kontribusi sekitar 25% dari kebutuhan energi harian yang memenuhi unsur zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
2. Kebiasaan Makan Pagi Anak Anemia
Kebiasaan makan pagi yang dilakukan oleh 40 siswa yang anemia menunjukan bahwa sebanyak 75% memiliki kebiasaan tidak makan pagi. Hal ini jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian Linda (2003) yang dilakukan pada anak sekolah dasar kelas V dan VI di 7 desa miskin Kabupaten Bogor, bahwa anak yang anemia memiliki kebiasaan tidak makan pagi sebesar 36,5% sedangkan yang memiliki kebiasaan makan pagi sebanyak 14,5%.
Tabel 1
Distribusi Rata-rata Asupan Energi Makan Pagi Anak Anemia Kebiasaan Makan Pagi Mean Min Mak ± SD Biasa Makan Pagi 23,09 15,11 32,51 5,831 Tidak Biasa Makan Pagi 12,70 2,85 18,56 3,126
Distribusi rata-rata asupan makan pagi diketahui bahwa kebiasaan makan pagi anak anemia yang biasa makan pagi memiliki nilai rata-rata asupan 23,09 nilai minimum 15,11, nilai
6 minimum 2,85, nilai maksimum
18,56 dan nilai standar deviasi ± 3,126.
3. Kebiasaan Makan Pagi Anak Non Anemia
Kebiasaan makan pagi yang dilakukan oleh 40 siswa yang memiliki status non anemia menunjukkan bahwa sebanyak 55% memiliki kebiasaan tidak
makan pagi. Hal ini jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil dari penelitian Palupi (2011) tentang kebiasaan makan pagi pada siswa sekolah dasar di Kabupaten Sukoharjo yang dilakukan di SD Negeri Trangasan Kecamatan Gatak, menunjukan bahwa sebanyak 32,4% memiliki kebiasaan makan pagi yang tidak baik.
Tabel 2
Distribusi Rata-rata Asupan Energi Makan Pagi Anak Non Anemia Kebiasaan Makan Pagi Mean Min Mak ± SD
Biasa Makan Pagi 22,72 7,38 31,96 6,351
Tidak Biasa Makan Pagi 16,48 8,40 34,35 6,211
Asupan energi responden yang memiliki status non anemia diambil dengan menggunakan metode recall makan pagi selama 7 kali. Nilai rata-rata asupan energi anak non anemia yang biasa makan pagi 22,72, nilai minimum 7,38, nilai maksimum 31,96 dan nilai standar deviasi ± 6,351, sedangkan rata-rata asupan energi makan pagi anak non anemia yang tidak biasa makan pagi memiliki nilai rata-rata asupan 16,48, nilai minimum 8,40, nilai maksimum 34,35 dan nilai standar deviasi ± 6,21.
Brown dkk (2008) menyatakan bahwa anak yang mempunyai sumbangan asupan energi yang kurang ketika berangkat ke sekolah akan memiliki status kesehatan yang lebih buruk daripada anak sekolah yang memiliki asupan energi cukup ketika berangkat ke sekolah.
C. Perbedaan Kebiasaan Makan Pagi dengan Anemia
Perbedaan kebiasaan makan pagi dengan status anemia pada siswa siswi kelas III, IV, dan V di SDN III Banyuanyar Surakarta dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3
Distribusi Kebiasaan Makan Pagi Menurut Status Anemia
Kebiasaan Makan Pagi
Status Anemia
Total p
Anemia Non Anemia
(n) (%) (n) (%) (n) (%)
0,048*
Biasa 10 25 18 45 28 35
Tidak Biasa 30 75 22 55 52 65
Total 40 100 40 100 80 100
*Mann Whitney
Peran kebiasaan makan pagi sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia. Berdasarkan Tabel 3 anak yang biasa makan
7 dibandingkan dengan anak yang
anemia (25%). Anak yang tidak biasa makan pagi cenderung mengalami anemia, hal ini dapat dilihat bahwa prosentase anak yang tidak biasa makan pagi lebih banyak (75%) dibandingkan dengan anak yang anemia (55%).
Hasil uji Mann Whitney didapatkan nilai p=0,048 (p<0,05), berarti Ho ditolak, maka ada perbedaan kebiasaan makan pagi antara anak anemia dan non anemia di SD Negeri III Banyuanyar Surakarta. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Syukri (2004) bahwa ada hubungan antara kebiasaan makan pagi dengan anemia (p=0,030). Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh Linda (2003) ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan makan pagi dengan kejadian anemia pada anak.
KETERBATASAN PENELITIAN Tidak dapat dianalisis faktor-faktor lain yang mempengaruhi status anemia seperti infeksi penyakit dan parasit karena keterbatasan waktu penelitian.
KESIMPULAN
1. Status anemia dari 80 subjek di SD Negeri Banyuanyar III menunjukkan rata-rata kadar Hb siswa yang anemia 10,5 g/dl dan rata-rata kadar Hb untuk siswa non anemia sebanyak 12,3 g/dl, dengan nilai kadar Hb minimum 7,1 g/dl dan nilai maksimum 14,9 g/dl.
2. Anak anemia yang biasa melakukan makan pagi sebanyak 25% dan yang tidak biasa makan pagi sebanyak 75%. Kebiasaan makan pagi anak non anemia yang biasa melakukan makan pagi sebanyak 45% dan yang tidak biasa makan pagi sebanyak 55%
3. Ada perbedaan kebiasaan makan pagi antara anak anemia dan non anemia di SDN III Banyuanyar Surakarta (p=0.048).
SARAN
1. Pihak SD Negeri Banyuanyar III Pihak sekolah agar selalu memberi motivasi kepada siswa untuk membiasakan makan pagi sebelum berangkat sekolah yang disampaikan secara lisan ketika jam pelajaran ataupun olahraga.
2. Dinas Kesehatan Kota Surakarta Dinas terkait seperti puskesmas dan Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk memberikan tablet Fe atau sirup Fe untuk menekan atau mengurangi angka kejadian anemia di wilayah setempat.
3. Penelitian Selanjutnya
8 DAFTAR PUSTAKA
Arisman, 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan, Cetakan Ketiga. Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Brown JL, Beardslee WH, Prothrow-Stith D. 2008. Impact of School
Breakfast on Children’s Health
and Learning, An Analysis of the Scientific Research. Sodexo Foundation.
Judarwanto, W. 2010, Perilaku Makan
Anak Sekolah,
www.kesulitanmakan.bravehost. com
Khomsan A, 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan Pertama. Penebar Swadaya, Jakarta.
Linda, N. 2003. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia Gizi pada Anak SD/MI Kelas V dan VI di 7 Desa Miskin Kabupaten Bogor Tahun 2002. Depok.
Lubis, B. 2008. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi Sejak Bayi Sebagai Salah Satu Upaya Optimalisasi Fungsi Kognitif Anak Pada Usia Sekolah. Bidang Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara: Aceh.
Moehji, S. 2003. Ilmu Gizi dan Penanggulangan Gizi Buruk. Papas Sinar Sinanti. Jakarta.
Palupi, A.I, 2011. Hubungan antara Kebiasaan Makan Pagi dengan ingkat Kesegaran jasmani pada Siswa SD Negeri di Kelurahan Trangasan Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo. Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan. UMS. Surakarta
Permaesih D & Herman S. 2005.
Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Anemia pada Remaja. Buletin Penelitian Kesehatan, 33 (4) : 162-71.
Price, S.A & Wilson L.M.2006, (Penerjemah: Kuncara HY dkk). Patofisiologi: Konsep klinir proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Vol 1.EGC. Jakarta
Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Kesehatan Ibu Dan Anak. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Syukri. 2004. Status Anemia dan Faktor-Faktor yang Berhubungan pada Anak SD Kelas 2 di Kecamatan Batu Ceper dan Neglasari Kota Tangerang Tahun 2003/2004. Tesis. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Depok.
World Health Organization, 2005.
World wide prevalence of
anaemia 1993–2005. WHO.
Geneva
World Health Organization. 2008.
World wide prevalence of
anaemia 1993–2005. WHO.