• Tidak ada hasil yang ditemukan

Imron Riyatno S.500907018

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Imron Riyatno S.500907018"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM,

DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA

AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

TESIS

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister

Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

Minat Utama Biomedik

Oleh

Imron Riyatno

NIM S 500907018

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM,

DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA

AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

TESIS

Oleh

Imron Riyatno

NIM S 500907018

Komisi

Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

Pembimbing I Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K)

NIP. 195011041975111001

23-01-2013

Pembimbing II Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS NIP. 194705211976091001

23-01-2013

Telah dinyatakan memenuhi syarat pada tanggal 23-01-2013

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

(3)

commit to user

iii

LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM,

DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA

AKIBAT PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

TESIS

Oleh Imron Riyatno NIM S 500907018

Tim Penguji:

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Dr. Hari Wujoso, dr., SpF, MM 23-01-2013 NIP. 196210221995031001

Sekretaris Prof. Dr. Muchsin D., dr., MARS, PFarK, AIFO 23-01-2013

NIP. 194805311976031001

Anggota 1. Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K) 23-01-2013 Penguji NIP. 195011041975111001

2. Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS 23-01-2013 NIP. 194705211976091001

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat

pada tanggal 23-01-2013

Direktur Program Pascasarjana UNS

Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, MS NIP. 196107171986011001

Ketua Program Studi Magister Kedokteran Keluarga

(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL

SPUTUM, DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA AKIBAT

PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain

untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan

sebagai acuan dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar

pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini,

maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan

perundang-undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).

2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain

harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS

sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester sejak

pengesahan tesis saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan

tesis ini, maka Prodi Magister Kedokteran Keluarga UNS berhak

mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Magister

Kedokteran Keluarga PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari

ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang

berlaku.

Surakarta, -01-2013

Mahasiswa

Imron Riyatno

(5)

commit to user

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis ucapkan atas terselesaikannya tesis

ini. Tesis ini merupakan sebagian persyaratan mencapai derajat Magister Kesehatan

dan Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi

Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Upaya kerjasama berbagai

pihak, bimbingan, pengarahan dan bantuan para guru, keluarga, teman sejawat

residen paru, karyawan rumah sakit, serta para pasien selama penulis menjalani

pendidikan merupakan kunci keberhasilan penyusunan tesis ini.

Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan

kepada Dr. Hari Wujoso, dr., SpF., MM selaku Ketua Program Studi Magister

Ke-dokteran Keluarga dan Afiono Agung Prasetyo, dr., PhD selaku Ketua Minat Utama

Biomedik, para guru besar dan seluruh staf pengajar serta petugas administrasi Pasca

Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta atas kesempatan dan bimbingan yang

diberikan kepada penulis untuk memperoleh dan menyelesaikan pendidikan Magister

Kesehatan di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan

setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Suradi, dr., SpP(K), MARS

Ketua Program Studi PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta sekaligus pembimbing II

penelitian ini yang telah memberikan arahan, bimbingan, dorongan, petunjuk, dan

koreksi yang sangat bermanfaat.

2. Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K)

Kepala Bagian Pulmonologi RSUD Dr. Moewardi Surakarta sekaligus pemxx

bimbing I penelitian ini yang telah memberikan arahan, bimbingan, dorongan,

petunjuk, dan koreksi yang sangat bermanfaat. .

(6)

commit to user

vi

Beliau menanamkan kemandirian, percaya diri, kebersamaan dan dedikasi tinggi

terhadap kemajuan pendidikan kedokteran khususnya di bidang Pulmonologi yang

memberikan makna yang dalam buat penulis. Penulis mengucapkan terima kasih

atas nasehat dan saran beliau terhadap kemajuan ilmu Pulmonologi.

4. Yusup Subagio Sutanto, dr., SpP(K)

Wakil Direktur Pelayanan RSUD Dr. Moewardi Surakarta dan pengajar di bagian

Pulmonologi yang telah memberikan petunjuk, bimbingan, saran dan kritik yang

membangun. Beliau selalu menanamkan nilai-nilai kedisiplinan yang sangat

berarti. Beliau juga mengajarkan ilmu manajemen pelayanan yang sangat

bermanfaat bagi penulis.

5. Dr. Reviono, dr., SpP(K)

Pembantu Dekan II Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

sekaligus pengajar di bagian Pulmonologi yang senantiasa membimbing,

mendorong, dan memberi masukan yang bermanfaat selama pendidikan, disela

kesibukannya. Terima kasih penulis ucapkan atas ilmu dan petunjuk yang telah

diberikan selama menjalani pendidikan pulmonologi.

6. Ana Rima Setijadi, dr., SpP(K)

Sekretaris Program Studi PPDS dan pengajar di bagian Pulmonologi dan Ilmu

Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

yang senantiasa membimbing, mendorong, dan memberi masukan yang

baermanfaat selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,

saran, koreksi dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan

di bagian Pulmonologi.

7. Harsini, dr., SpP

Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang

bermanfaat selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,

saran, koreksi dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan

(7)

commit to user

vii

8. Jatu Aphridasari, dr., SpP

Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang

bermanfaat selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan,

saran, koreksi dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan

di bagian Pulmonologi.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf pengajar lain yaitu:

Fordiastiko, dr., SpP, Hasto Nugroho, dr., SpP, IGN. Widyawati, dr., SpP, Windu

Prasetya, dr., SpP, Dwi Bambang, dr., SpP, Juli Purnomo, dr., SpP atas bimbingan

dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti pendidikan keahlian.

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih juga kepada:

1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta

2. Direktur Pasca Sarjana UNS Surakarta

3. Dekan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta

4. Kepala Bagian Imu Bedah RSUD Dr. Moewardi/FK UNS

5. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/FK UNS

6. Kepala Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

7. Kepala Bagian Kardiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

8. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

9. Kepala Bagian Anestesi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta

10.Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta

11.Direktur Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga

12.Direktur RSUD Sragen

13.Kepala BKPM Semarang

14.Kepala BKPM Klaten

15.Kepala BKPM Pati

16.Kepala BKPM Magelang

beserta seluruh staf atas bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan selama

(8)

commit to user

viii

Penghargaan, penghormatan, dan rasa terima kasih yang setinggi-tingginya

penulis sampaikan kepada ayahanda Soekono dan ibunda tercinta Mukajatin atas

asuhan, didikan, pengorbanan, dukungan, ketulusan, dan doa yang senantiasa

dipanjatkan. Kepada istri tercinta Rahayu Susilowati yang senantiasa setia, menerima

apa adanya dan mendukung setiap langkah suami sampai akhirnya dapat

menyelesaikan pendidikan ini. Untuk anak tercinta: Fatin Yurin Azimah, Zarid Yurin

Ganendra, dan Fizara Yurin Mahestri, buah hati tersayang yang mampu mengubah

suasana sedih dan letih menjadi riang. Kepada seluruh keluarga tercinta, kakak, adik

dan keponakan-keponakan yang selalu memberi dukungan dan bantuan penulis

sepenuh hati untuk menyelesaikan pendidikan ini.

Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada senior yang telah

lebih dulu menyelesaikan pendidikan: Wayan Agus Putra, dr., SpP, Joko Susilo, dr.,

SpP, Eny, dr., SpP, Eva LM, dr., SpP, Rianasari, dr., SpP, Juli P,, dr., SpP, M Irpan,

dr., SpP, M Gani, dr., SpP, Niwan T, dr., SpP, Sofyan B, dr., SpP, Dyah, dr., SpP,

Novita, dr., SpP, Rita, dr., SpP, Fitri, dr., SpP, Aji, dr., SpP, Rudi, dr., SpP, Wawan,

dr., SpP, dan seluruh rekan PPDS Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK

UNS/ RSUD Dr. Moewardi Surakarta.

Ucapan terima kasih khusus penulis ucapkankan kepada rekan seangkatan:

Yudi Prasetyo, dr.,SpP, dan Farih Raharjo, dr., yang telah banyak membantu dan

memberi motivasi sehingga terlaksananya penelitian. Terima kasih pula penulis

ucapkan kepada: Natalie Duyen, dr., Ratna, dr., Miftahuddin, dr., Nugroho, dr.,

Aprilludin, dr., Anita, dr., Yusvi, dr., Lulu, dr., Reni, dr., Dwi Indrayani, dr., Yunita,

dr., Musdalifah, dr., Dina, dr., Magdalena Sutanto, dr., Leonardo, dr., Nisfi, dr.,

Lydia, dr., Prima, dr.,Naifarat, dr., Hayu, dr., serta seluruh rekan peserta PPDS yang

lain atas bantuan selama penelitian berlangsung.

Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pasien,

semua rekan perawat poliklinik paru (bu Krisni, bu Lestari, pak Ranto, pak

Kuswanto) dan bangsal rawat/poliklinik paru di RSUD Dr. Moewardi, RSUD Sragen,

(9)

commit to user

ix

BKPM Semarang serta rekan kerja di SMF paru (mas Waluyo, mbak Yamti, mbak

Anita, mbak Ira dan mas Arif), dan mas Harnoko.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, saran serta

kritik penulis harapkan dalam rangka perbaikan penulisan tesis ini. Semoga dengan

rahmat dan anugerah Allah SWT atas ilmu dan pengalaman yang penulis miliki dapat

bermanfaat bagi sesama.

Surakarta, Desember 2012

(10)

commit to user

x

Imron Riyatno (NIM S 500907018). 2013. Perbedaan Jumlah Eosinofil, Neutrofil

Sputum, dan Volume Ekspirasi Paksa Detik Pertama akibat Pemberian Vitamin C Pada Asma. Tesis. Supervisor I: Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K). II: Prof. Dr.

Suradi, dr., Sp.P(K),MARS. Program Pendidikan Dokter Spesialis Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universtas Sebelas Maret Surakarta.

RINGKASAN

PERBEDAAN JUMLAH EOSINOFIL, NEUTROFIL SPUTUM, DAN VOLUME EKSPIRASI PAKSA DETIK PERTAMA AKIBAT

PEMBERIAN VITAMIN C PADA ASMA

Imron Riyatno

Pendahuluan: Inflamasi kronik saluran napas pasien asma mengakibatkan kondisi

stres oksidatif yang terjadi karena peningkatan produksi oksidan dan atau berkurangnya produksi antioksidan. Vitamin C dapat berperan sebagai antioksidan dan imunoregulator sehingga dapat menurunkan gen proinflamasi. Eosinofil dan neutrofil merupakan indikator derajat inflamasi di saluran napas, nilai VEP1 menunjukkan derajat obstruksi saluran napas.

Tujuan: Mengetahui dan menganalisis perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum

dan VEP1 pada asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol terhadap pemberian vitamin C.

Metode: Rancangan penelitian adalah uji klinis quasi-experimental, consecutive

sampling, rancangan pretest-postest.Subyek penelitian adalah pasien asma terkontrol

sebagian dan tidak terkontrol. Variabel bebas adalah vitamin C 2x500 mg selama 14 hari. Variabel tergantung adalah jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan %VEP1.

Hasil: Subyek yang dianalisis 30 pasien, terdiri dari 15 pasien (50%) asma terkontrol

sebagian dan 15 pasien (50%) asma tidak terkontrol. Sebelum dan sesudah pemberian vitamin C pada asma terkontrol sebagian didapatkan rerata eosinofil 3,93±2,66% dan 3,07±1,75% (p=0,126), neutrofil 48,80±25,52% dan 33,87±18,56% (p= 0,030),

%VEP1 82,27±14,78% dan 86,98±22,61% (p=0,355). Sebelum dan sesudah

pemberian vitamin C pada asma tidak terkontrol didapatkan rerata eosinofil 5,80±2,40 dan 6,40±5,90% (p=0,587), neutrofil 56,13±22,79% dan 48,87±15,43%

(p=0,349), %VEP1 74,79±28,59% dan 83,91±19,09% (p=0,046).

Kesimpulan: Terdapat penurunan jumlah neutrofil pada asma terkontrol sebagian

dan kenaikan %VEP1 pada asma tidak terkontrol yang bermakna sesudah pemberian

vitamin C. Terdapat perbedaan yang tidak bermakna eosinofil sputum dan % VEP1 penderita asma terkontrol sebagian, serta jumlah eosinofil dan neutrofil sputum pasien asma tidak terkontrol antara sebelum dan sesudah pemberian vitamin C.

(11)

commit to user

xi

Imron Riyatno (NIM S 500907018). 2013. Differences of Eosinophils, Neutrophils

Sputum and FEV1 after Administration of Vitamin C in Asthmatic Patient.

Tesis. Supervisor I: Dr. Eddy Surjanto, dr., SpP(K). II: Prof. Dr. Suradi, dr., Sp.P(K),MARS. Master Program in Family Medicine, Post-Graduate Program, Sebelas Maret University Surakarta.

ABSTRACT

DIFFERENCES OF EOSINOPHILS, NEUTROPHILS SPUTUM AND FEV1

AFTER ADMINISTRATION OF VITAMIN C IN ASTHMATIC PATIENT

Imron Riyatno

Introduction: Chronic inflammation of the asthmatic airways of patients results from

increasing oxidative stress either due to elevation of oxidant production or depression of antioxidants production. Vitamin C acts as antioxidants and imunoregulator thus reducing proinflammatory genes. Eosinophils and neutrophils counts are the indicator of airway inflammation degree. The value of FEV1 indicates airway obstruction degree.

Objective: The studi was conducted to determine and analyze the differences of

sputum eosinophils and neutrophils counts, FEV1 value on partly controlled and uncontrolled asthmatic subject after vitamin C administration.

Methods: The study design was quasi-experimental clinical trial, consecutive

sampling, pretest-posttest design. Subjects were partly-controlled and uncontrolled asthmatic patients. The independent variable was vitamin C 500 mg twice a day for 14 days. Dependent variable were sputum eosinophils and neutrophils counts, and % FEV1 value.

Results: Total sample were 30 patients, consist of 15 patients (50%) partly

controlled asthma and 15 patients (50%) uncontrolled asthma. The sputum eosinophils count before and after vitamin C administration on partly-controlled asthmatic patient were 3.93 ± 2.66% and 3.07 ± 1.75% (p = 0.126), neutrophils count

were 48.80 ± 25.52% and 33.87 ± 18.56% (p = 0.030), %FEV1 were 82.27 ± 14.78%

and 86.98 ± 22.61% (p = 0.355). The sputum eosinophils count before and after vitamin C administration on uncontrolled asthmatic patient were 5.80 ± 2.40% and 6.40 ± 5.90% (p = 0.587), neutrophils count were 56.13 ± 22.79% and 48.87 ± 15.43% (p = 0.349), %FEV1 were 74.79 ± 28.59% and 83.91 ± 19.09% (p = 0.046).

Conclusion: There was a decreasing sputum neutrophils count on partly-controlled of

asthmatic patient and increasing %FEV1 in uncontrolled asthmatic patient after vitamin C administration. There were no significant differences of sputum eosinophils and %FEV1 in partly controlled asthmatic patient, as well as eosinophils and neutrophils count sputum in uncontrolled asthmatic patients before and after vitamin C administration.

(12)

commit to user

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN... ii

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS ...iv

KATA PENGANTAR ... v

RINGKASAN ...xi

ABSTRACT ...xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN KATA ... xvii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL...xix

DAFTAR LAMPIRAN ...xxi

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian... 1

B. Rumusan masalah... 6

C. Tujuan penelitian... 6

D. Manfaat penelitian... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. . 8

1. 2. Tingkat Kontrol Asma...9

3. Sel Inflamasi Pada Asma...10

a) Sel mast... 10

b) Limfosit T... c) Makrofag... 12

d) Neutrofil ...13

e) Sel dendritik... 14

f) Basofil... 15

(13)

commit to user

xiii

h)Sel epitel dan fibroblas...16

i) Sitokin... 17

4. Patogenesis Asma... 21

5. Peran Stres Oksidatif Pada Patogenesis 23 6. Patologi Asma... 26

7. Patofisiologi Asma... 28

a) Obstruksi saluran napas b) Hiperesponsivitas saluran napas c) Hipersekresi mukus 8. Peran Stres Oksidatif Pada Patofisiologi Asma .31 9. 10. Pemeriksaan Faal Paru pada B. VITAMIN C... ....35

1. Biokimia vitamin C...36

2. Peran vitamin C pada sistem imunitas...`...37

3. Vitamin C sebagai antioksidan ...37

C. KERANGKA KONSEPTUAL...41

D. HIPOTESIS ...44

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. RANCANGAN PENELITIAN... 45

B. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN...45

C. POPULASI PENELITIAN... 45

D. KRITERIA INKLUSI, EKSKLUSI DAN DISKONTINYU... 45

E. JUMLAH SAMPEL.PENELITIAN ...46

F. IDENTIFIKASI VARIABEL... 47

G. DEFINISI OPERASIONAL... 48

H. ANALISIS DATA...51

I. CARA PENELITIAN... 51

(14)

commit to user

xiv

K. ETIKA PENELITIAN... 55

L. ALUR PENELITIAN... 56

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN ... 57

B. PEMBAHASAN ... . 68

BAB V. SIMPULAN DAN SARAN A. ... 82

B. SARAN ... . 82

DAFTAR PUSTAKA...83

(15)

commit to user

xv

DAFTAR SINGKATAN KATA

AA : asam askorbat

APC : antigen precenting cells

APE : arus puncak ekspirasi

BAL : bronchoalveolar lavage

CD : cluster differentiation

COX-2 : cycloxygenase-2

CTL : cytotoxic T lymphocyte

DALYs : disability-adjusted life years)

DHA : asam dehidroaskorbat

DNA : deoxyribo nucleid acid

ECP : eosinophil cationic protein

EDN : eosinophil derived neurotoxin

EPO : eosinophil peroxidase

FEF : forced expiratory flow

GINA : global initiative for asthma

GM-CSF : granulocyt monocyt-colony stimulating factor

HAA : hydroxyanthranilate

ICAM-1 : intercellular adhesion molecule-1

IFN- : interferon gamma

IgE : imunoglobulin E

IL : interleukin

iNOS : inducible nitric oxide synthase

KV : kapasitas paksa

KVP : kapasitas vital paksa

LPS : lipopoly-saccharide

LTB4 : leucotrien B4

MBP : major basic protein

(16)

commit to user

xvi

MHC : major histocompatibility complex

MIP : macrophage inflammatory protein

NF- : nuclear factor

-NHLBI : National Institute of Health National Heart, Lung, and Blood Institute

Nrf2 : nuclear factor like 2

PAF : plateletactivating factor

PDGF : platelet derived growth factor

PDPI : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia

PGF2 : prostaglandin F2

RANTES : regulation on activation normal T cell expressed and secreted

ROS : reactive oxygen species

SOD : superoxide dismutase

STAT : signal transducer and activator of transcription

TGF : transforming growth factor

TGF- : transforming growth factor-

Th2 : T helper2

TLR : toll like receptor

TNF- : tumor necrosis factor-

VCAM-1 : vascular cell adhesion molecule-1

VEP1 : volume ekspirasi paksa detik pertama

WHO : world health organization

(17)

commit to user

xvii

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL Halaman

Gambar 1 : Peran sitokin pada asma... 21

Gambar 2 : Patogenesis asma 23 Gambar 3 : Peran stres oksidatif pada asma 26 Gambar 4 : Patofisiologi asma 32

Gambar 5 : Skema 41

Gambar 6 : Skema inhibisi sinyal GM-CSF oleh vitamin C... 42

Gambar 7 : Kerangka konseptual... 44

Gambar 8 : Alur penelitian...57

Gambar 9 : Jumlah sampel menurut jenis kelamin... 60

Gambar 10 : Distribusi jenis kelamin pada kelompok asma... 60

(18)

commit to user

xviii

DAFTAR TABEL Halaman

Tabel 1 : Karakteristik dasar subyek penelitian... 59

Tabel 2 : Uji normaltas menggunakan parameter Shapiro-Wilk... 59

Tabel 3 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama pada asma terkontrol sebagian terhadap

64

Tabel 4 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama pada asma tidak terkontrol terhadap pemberian

vitamin C...66

Tabel 5 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama antara asma terkontrol sebagian dengan asma

tidak terkontrol sebelu 68

Tabel 6 : Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume ekspirasi

paksa detik pertama pada asma terkontrol sebagian dan tidak

(19)

commit to user

xix

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

Lampiran 1 : Lembar penjelasan kepada penderita... 90

Lampiran 2 : Lembar persetujuan mengikuti penelitian... 94

Lampiran 3 : Lembar data penderita... 95

Lampiran 4 : Lembar teknik pemeriksaan...97

Lampiran 5 : Lembar isian kelaikan etik...98

Lampiran 6 : Kelaikan etik ...102

Lampiran 7 : Jadwal penelitian...103

Lampiran 8 : Rekapitulasi hasil pemeriksaan laboratorium...104

Lampiran 9 : Rekapitulasi data...111

Lampiran 10: Analisis data SPSS 15...112

(20)

commit to user

1

BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

Asma tidak hanya menyebabkan masalah kesehatan tetapi juga masalah

ekonomi dan sosial. Data World Health Organization (WHO) menyebutkan

prevalensi total penderita asma di dunia diperkirakan 1-18 %, dan

diperkira-kan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Prevalensi asma meningkat

di banyak negara terutama pada anak. Kematian karena asma diperkirakan

250.000 jiwa setiap tahun dan diperkirakan 15 juta disability-adjusted life

years (DALYs) hilang setiap tahun, hal ini mewakili 1% total penyakit global

(NHLBI 2009). Prevalensi asma di Indonesia pada tahun 1995 sekitar

13/1000 (1,3 %) lebih tinggi dibanding bronkitis kronik (1,1 %) (PDPI 2004).

Proses penyakit asma melibatkan inflamasi kronik pada saluran napas.

Reaksi inflamasi tersebut mengakibatkan peningkatan stres oksidatif yang

berperan dalam patogenesis asma (Cho dan Moon 2010). Stres oksidatif

terjadi karena peningkatan produksi oksidan atau berkurangnya produksi

anti-oksidan sehingga mengakibatkan gangguan kesetimbangan antara anti-oksidan

dan antioksidan. Peningkatan produksi oksidan diantaranya disebabkan

inflamasi pada saluran napas pasien asma. Sel makrofag saluran napas pasien

asma menghasilkan kadar superoksida lebih tinggi dibanding subyek normal.

Polusi udara juga merangsang peningkatan oksidan eksogen yang

ber-pengaruh terhadap insidensi asma. Penurunan kapasitas pertahanan

(21)

commit to user

2

Beberapa gangguan pertahanan antioksidan pada asma mekanismenya sudah

diketahui, diantaranya: berkurangnya kadar selenium (elemen penting

aktivasi glutathione peroxidase), serta berkurangnya kadar tembaga dan seng

yang mengandung superoxide dismutase (Cu, Zn-SOD). Polimorfisme

genetik pada pengaturan antioksidan enzimatik Mangan yang mengandung

superoxide dismutase (Mn-SOD), glutathione S-transferase, nuclear factor

like 2 (Nrf2) dan peroksiredoksin juga didapatkan pada penderita asma

(Dworski 2000, Cho dan Moon 2010).

Kondisi stres oksidatif dapat meningkatkan sitokin proinflamasi dan

pe-rubahan fungsi enzimatik. Reaksi oksidatif akan merubah struktur protein

penyusun enzim intrasel sehingga aktivitasnya berubah. Perubahan aktivitas

enzim menyebabkan aktivasi faktor transkripsi yang berdampak peningkatan

ekspresi gen penyebab proliferasi sitokin. Kondisi tersebut diatas akan

memperberat reaksi inflamasi dan cedera jaringan (Kregel dan Zhang 2007,

Holguin dan Fitzpatrick 2010). Kehilangan kontrol oksidan di saluran napas

menimbulkan inisiasi sel T helper2 (Th2) yang merupakan fase awal

perkembangan inflamasi alergi dalam saluran napas. Peningkatan kadar

reactive oxygen species (ROS) dalam antigen presenting cel (APC)

mempengaruhi sistem imunitas akibat respon Th2 (Peterson et al. 1998). Stres

oksidatif berperan terhadap perkembangan atau kelangsungan inflamasi

saluran napas dengan cara menginduksi beragam mediator proinflamasi.

Perkembangan dan kelangsungan inflamasi tersebut menimbulkan

(22)

commit to user

3

bronkus, dan stimulasi sekresi mukus. Semua hal tersebut diatas terkait

dengan tingkat keparahan asma (Terada 2006, Fitzpatrick et al. 2009, Cho

dan Moon 2010).

Reaksi inflamasi dalam saluran napas penderita asma menyebabkan

aktivasi eosinofil, sehingga jumlahnya meningkat. Terdapat hubungan jumlah

eosinofil, derajat asma, hiperreaktivitas bronkus dan tingkat eksaserbasi pada

pasien asma (Filipofic dan Cekic 2001, Surjanto 2005, Apter dan Weiss

2008). Penelitian membuktikan bahwa jumlah eosinofil di darah perifer dan

bilasan bronkus pasien asma berhubungan dengan berat klinis asma

(Bousquet et al. 2000).

Saluran napas penderita asma akut dan kronik terdapat peningkatan

jumlah dan aktivasi neutrofil (Monteseirin 2009). Peningkatan kadar neutrofil

menyebabkan kerusakan saluran napas akibat pelepaskan sitokin dan

kemokin seperti interleukin (IL)-1, IL-6, IL-8, dan tumor necrosis factor-

(TNF- metabolisme oksigen, protease, dan bahan kationik

(Kips 2001, PDPI 2004).

Tujuan utama pengobatan asma adalah untuk mencapai keadaan asma

terkontrol (NHLBI 2009). Tingkat kontrol asma adalah manifestasi

perubah-an berupa berkurperubah-ang atau hilperubah-angnya gejala dperubah-an tperubah-anda asma setelah mendapat

terapi (Taylor et al. 2008). Kondisi asma terkontrol dapat meningkatkan dan

mempertahankan kualitas hidup agar penderita asma dapat hidup normal

tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-hari (PDPI 2004). Kriteria

(23)

commit to user

4

terkontrol, terkontrol sebagian, dan tidak terkontrol. Tingkat kontrol asma

tidak hanya menunjukkan kondisi klinis tingkat keparahan asma tapi juga

dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mengetahui derajat inflamasi yang

mendasari patofisiologi asma. Derajat inflamasi yang semakin berat akan

meningkatkan obstruksi saluran napas dan meningkatkan risiko eksaserbasi

(NHLBI 2009).

Gejala asma ditandai dengan adanya keterbatasan aliran udara yang bisa

diukur dengan alat spirometri. Derajat obstruksi dapat dinilai dengan

penurunan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan

spirometri juga dapat menilai reversibilitas setelah pemberian bronkodilator

(NHLBI 2009).

Mekanisme pertahanan antioksidan meliputi non-enzimatik (vitamin

anti-oksidan dan tiol) serta enzimatik (superoxide dismutases/ SOD, katalase, dan

glutathione peroxidase) (Terada 2006). Vitamin C termasuk salah satu

antioksidan nonenzimatik, bersifat larut air, dan berperan penting pada fungsi

metabolisme tubuh. Vitamin ini terbagi menjadi dua bentuk biologis aktif

yaitu asam askorbat (AA) dan asam dehidroaskorbat (DHA). Vitamin C

bertindak sebagai donor elektron untuk membalikkan reaksi oksidasi

sehingga bisa berfungsi sebagai antioksidan yang bereaksi dengan radikal

bebas dan mendeaktivasi oksidan sebelum terjadi kerusakan pada protein atau

lipid (Padayatty et al. 2003). Sebagai antioksidan kuat dapat membantu

menetralisir polutan dan toksin serta mampu menghambat histamin, suatu

(24)

commit to user

5

patogenesis asma (Ottobani F dan Ottobani A 2005). Vitamin C berperan

dalam sistem regulasi intraselular (imunoregulator) yang mengakibatkan

menurunnya ekspresi gen proinflamasi (Carcamo et al. 2002, Carcamo et al.

2004). Vitamin C dapat meregenerasi antioksidan lain (vitamin E), sintesis

kolagen, substansi interselular yang membentuk struktur otot, pembuluh

darah jaringan, tulang, tendon dan ligamen. Vitamin C memainkan peran

dalam sintesis beberapa hormon peptida penting dan neurotransmiter serta

karnitin juga meningkatkan penyerapan zat besi dari makanan yang

diperlukan untuk metabolisme asam empedu (Ottobani F dan Ottobani A

2005).

Terdapat bukti hubungan antara fungsi paru dengan asupan buah,

sayuran, vitamin A, C, dan E pada anak. Asupan vitamin A, C, dan E rendah

dikaitkan dengan penurunan kapasitas vital paksa (KVP), VEP1, dan forced

expiratory flow 25-75 % (FEF 25-75 %) (Gilliland et al. 2003). Tingkat

fungsi paru lebih rendah pada anak juga dihubungkan dengan rendahnya

asupan makanan yang mengandung vitamin antioksidan (Harik et al. 2004).

Pemberian vitamin C dosis 1000 mg per oral pada penderita asma dapat

meningkatkan dosis metakolin yang dibutuhkan untuk menurunkan nilai

VEP1 sebesar 40% (pD40) (Mohsenin et al. 1983). Penelitian tentang

pemberian per oral vitamin C 1000 mg / hari secara bermakna dapat

menurunkan kebutuhan kortikosteroid inhalasi pada penderita asma (Fogarty

(25)

commit to user

6

Seberapa besar peran pemberian vitamin C sebagai antioksidan dan

imunoregulator terhadap inflamasi dan derajat obstruksi saluran napas pada

asma belum diketahui. Berdasar hal tersebut dilakukan penelitian untuk

mengetahui peran vitamin C terhadap jumlah eosinofil dan neutrofil sputum

sebagai penanda inflamasi serta nilai VEP1 sebagai penanda obstruksi saluran

napas penderita asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.

B. RUMUSAN MASALAH

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apakah pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan

neutrofil sputum pada penderita asma terkontrol sebagian.

2. Apakah pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP1 pada

penderita asma terkontrol sebagian.

3. Apakah pemberian vitamin C dapat menurunkan jumlah eosinofil dan

neutrofil sputum pada penderita asma tidak terkontrol.

4. Apakah pemberian vitamin C dapat meningkatkan nilai VEP1 pada

penderita asma tidak terkontrol.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan umum:

Mengetahui dan menganalisis peran vitamin C terhadap sel inflamasi dan

tingkat obstruksi penderita asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.

2. Tujuan khusus:

2.1. Mengetahui dan menganalisis perbedaan jumlah eosinofil dan

(26)

commit to user

7

2.2. Mengetahui dan menganalisis perbedaan nilai VEP1 pasien asma

terkontrol sebagian akibat pemberian vitamin C.

2.3. Mengetahui dan menganalisis perbedaan jumlah eosinofil,

neutrofil sputum pasien asma tidak terkontrol akibat pemberian

vitamin C.

2.4. Mengetahui dan menganalis perbedaan nilai VEP1 pasien asma

tidak terkontrol akibat pemberian vitamin C.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat keilmuan

Membuktikan peran vitamin C untuk memperbaiki kondisi stres oksidatif

dalam saluran napas penderita asma terkontrol sebagian dan tidak

ter-kontrol.

2. Manfaat praktis

Perbaikan hasil pemeriksaan eosinofil, neutrofil sputum, dan VEP1 akibat

pemberian vitamin C menjadi dasar pertimbangan terapi tambahan pada

penderita asma terkontrol sebagian dan tidak terkontrol.

3. Manfaat untuk program Magister Kedokteran Keluarga

Perwujudan salah satu Tridharma Perguruan Tinggi yaitu penelitian

khususnya dibidang kedokteran. Hasil penelitian dapat dipakai acuan

jawaban permasalahan ilmiah, pengembangan penelitian lebih lanjut serta

sebagai acuan penanganan klinis pada praktik pelayanan kesehatan dokter

(27)

commit to user

8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. ASMA

Asma merupakan penyakit saluran napas kronik yang menjadi masalah

kesehatan masyarakat yang serius di berbagai negara di seluruh dunia. Tingkat

keparahan asma bervariasi mulai ringan dan tidak mengganggu aktivitas

sampai yang berat/ menetap dan mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian.

Asma juga dapat menyebabkan kecacatan serta menurunankan produktivitas

dan kualitas hidup (PDPI 2004).

1. Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronik saluran napas yang

me-libatkan banyak sel dan elemennya. Inflamasi kronik menyebabkan

peningkatan hiper-responsif saluran napas yang menimbulkan gejala

episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan

batuk-batuk terutama malam dan atau dini hari. Episodik tersebut berhubungan

dengan obstruksi jalan napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat

reversibel dengan atau tanpa pengobatan (PDPI 2004).

Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang sangat

kompleks, melibatkan faktor genetik, antigen, berbagai sel inflamasi,

interaksi antar sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik

dan remodeling (Rahmawati et al. 2003). Faktor lingkungan dan genetik

masing-masing meningkatkan risiko penyakit asma. Pajanan lingkungan

meningkatkan risiko asma pada individu yang mempunyai predisposisi

(28)

commit to user

9

ditandai dengan peningkatan eosinofil, sel mast, makrofag serta limfosit-T

di lumen dan mukosa saluran napas. Proses ini dapat terjadi pada asma

yang asimptomatik dan bertambah berat sesuai dengan berat klinis

penyakit (Rahmawati et al. 2003).

2. Tingkat Kontrol Asma

Tingkat kontrol asma adalah manifestasi perubahan berupa berkurang

atau hilangnya gejala dan tanda asma setelah mendapat terapi (Taylor et al.

2008). Penatalaksanaan asma ditujukan untuk mencapai kontrol optimal

yaitu meminimalisasi gejala dan penggunaan agonis 2 kerja singkat,

mencegah bronkokonstriksi sehingga mengurangi risiko eksaserbasi yang

mengancam jiwa dan kematian (Juniper et al. 1999). Pemakaian

anti-inflamasi seperti steroid inhalasi dapat meredakan gejala asma dengan

cepat, walaupun efeknya relatif kecil dalam mengurangi hiperreaktivitas

bronkus (Barnes 1993).

Global Initiative for Asthma (GINA) membagi tingkat kontrol asma

berdasarkan kriteria sebagai berikut (NHLBI 2009):

Asma terkontrol :

Didapatkan seluruh kriteria berikut :

Gejala harian asma tidak ada atau kurang dua kali / minggu.

Keterbatasan aktivitas tidak ada.

Gejala malam tidak ada.

Kebutuhan obat pelega tidak ada atau kurang dua kali / minggu.

(29)

commit to user

10

Asma terkontrol sebagian :

Dalam kurun waktu

Gejala harian asma > 2 kali / minggu.

Keterbatasan aktivitas ada.

Gejala malam ada.

Kebutuhan obat pelega > 2 kali / minggu.

Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) < 80% prediksi atau

nilai terbaik.

Asma tidak terkontrol :

Dalam beberapa minggu didapatkan 3 atau lebih kriteria asma terkontrol

sebagian.

3. Sel Inflamasi Pada Asma

Elemen selular berperan pada inflamasi kronik saluran napas pasien

asma. Sel mast, eosinofil, limfosit T, makrofag, neutrofil, sel dendritik,

dan sel epitel merupakan sel yang banyak terlibat pada patogenesis asma

(PDPI 2004, NHLBI 2009). Sel-sel penyusun struktur saluran napas yang

lain (sel fibroblas dan sel otot polos juga berperan terhadap kelangsungan

inflamasi dan cedera jaringan (Jarjour dan Kelly 2002). Uraian singkat

peran elemen selular dijelaskan sebagai berikut:

a. Sel mast

Sel mast berperan kunci pada respon awal alergi , biasanya mulai

(30)

commit to user

11

Kelly 2002). Sel mast beredar di sirkulasi sebagai sel mononuklear

cluster of differentiation (CD)-34, kemudian bermigrasi ke mukosa dan

sub-mukosa saluran napas serta mengalami maturasi spesifik di

jaringan. Sel mast menghasilkan berbagai sitokin diantaranya adalah

IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, granulocyte macrophage colony

stimulating factor (GM-CSF), interferon gamma (IFN- tumor

necrosis factor (TNF)- . Sel mast diketahui berperan pada proses

remodeling, diferensiasi, pro-liferasi, adhesi dan motilitas sel-sel

radang, serta morfogenesis jaringan saluran napas. (PDPI 2004,

Boushey et al. 2005, Mangatas et al. 2006). Kemokin yang dihasilkan

sel mast antara lain macrophage inflammatory protein (MIP)-1a,

MIP-1b, monocyte chemoattractant protein (MCP), dan regulated on

activation normal T cell expressed and secreted (RANTES) (Jarjour

dan Kelly 2002).

b. Sel limfosit T

Limfosit T yang berperan pada asma ialah limfosit T-CD4+ subtipe

Th2. Limfosit T ini berfungsi sebagai orkestra inflamasi saluran napas

dengan mengeluarkan berbagai sitokin (PDPI 2004). Sitokin yang

dihasilkan diantaranya adalah IL-4, IL-5, IL-9, dan IL-1. Melalui

sitokin tersebut, sel Th2 berperan dalam rekrutmen dan aktivasi

eosinofil, produksi IgE, sekresi mukus, serta meningkatkan ekspresi

molekul adhesi seperti vascular cell adhesion molecule (VCAM)-1

(31)

commit to user

12

Interleukin-4 berperan dalam menginduksi Th0 ke arah Th2 dan

bersama-sama IL-13 menginduksi sel limfosit B mensintesis

imunoglobulin (Ig)E, IL-3, IL-5 serta GM-CSF berperan pada

maturasi, aktivasi serta memperpanjang ketahanan hidup eosinofil

(Jarjour dan Kelly 2002).

Sel T yang belum terpajan dengan antigen disebut sel T naif atau

Th0. Pajanan antigen menyebabkan sel T naif membentuk ikatan

dengan major histo-compatibility complex (MHC) dan dipresentasikan

oleh antigen-precenting cells (APC) atau rangsangan sitokin spesifik

yang berkembang menjadi subset sel T-CD4+ dan CD8+. Sel T CD4+

dipengaruhi sitokin IL-4, IL-5, IL-10, dan IL-13 yang dilepas sel mast

berkembang menjadi sel Th2 yang merangsang sel B untuk

meningkatkan produksi antibodi (Baratawidjaja 2006).

c. Makrofag

Makrofag merupakan anggota famili leukosit mononuklear,

didistribusikan secara luas hampir ke seluruh jaringan. Fenotif

makrofag sangat bervariasi tergantung pada lingkungan mikro lokal.

Makrofag memainkan peran penting untuk memperkuat respons

inflamasi dengan cara stimulasi sitokin pada sel yang tidak merespon

bakteri atau produk bakteri. Sel fagosit mononuklear, neutrofil dan sel

endotel menghasilkan kemokin CXC saat merespons

lipopoly-saccharide (LPS). Makrofag alveolar secara aktif menghambat

(32)

commit to user

13

mikro sehingga hambatan makrofag terhadap proliferasi sel T akan

berkurang setelah pajanan alergen (Toews 2009).

Alergen mengaktivasi sel monosit akan berubah menjadi

makro-fag. Makrofag melepaskan berbagai mediator antara lain leukotrien

B4 (LTB4), prostaglandin F2 (PGF2), platelet activating factor

(PAF), IL-1, IL-8, IL-10, GM-CSF, dan TNF- Sel ini juga

melepaskan platelet derived growth factors (PDGF), basic fibroblast

growth factor -FGF), dan transforming growth factor (TGF)- yang

berperan pada proses remodeling saluran napas (Rahmawati et al.

2003, PDPI 2004, Mangatas et al. 2006).

d. Neutrofil

Neutrofil merupakan jenis sel paling banyak dalam sputum

orang sehat dan penderita asma. Jumlah neutrofil tidak meningkat

pada sekresi saluran napas pasien asma ringan dan sedang, tetapi

meningkat lebih tinggi dari normal pada asma berat (Fahyi 2009).

Neutrofil berperan dalam patogenesis asma akut maupun kronik

melalui produksi berbagai sitokin dan kemokin seperti 1, 3,

IL-6, IL-8, IL-12, TNF- , IFN- , GMCSF, MIP, dan TGF- Monteseirin

2009). Mediator yang berhubungan dengan reaksi asma fase cepat

diantaranya: matrix metalloproteinase (MMP)-9, elastase, laktoferin,

myeloperoxidase (MPO), molekul adhesi, thromboxane A2 (TXA2)

sedangkan mediator yang terlibat dalam reaksi asma fase lambat

(33)

commit to user

14

neutrofil atas pengaruh IL-8. Terdapat peningkatan kadar MMP-9

teraktivasi pada cairan BAL penderita asma. Penelitian terhadap

pajanan alergen spesifik menunjukkan adanya korelasi antara kadar

MMP-9, perubahan nilai VEP1, dan kadar neutrofil sputum. Produksi

elastase oleh neutrofil pada asma melalui mekanisme IgE dependent.

Elastase terlibat dalam patofisiologi asma diantaranya mengakibatkan

cedera epitel, meningkatkan permeabilitas vaskular, hipersekresi

mukus, metaplasi kelenjar mukus, bronkokonstriksi, dan

hiper-reaktivitas bronkus. Eosinophil cationic protein disekresi oleh

neutrofil akibat stimuli oleh alergen atau antibodi anti-IgE. Eosinophil

cationic protein (ECP) terlibat dalam patofisiologi asma dengan

merangsang pelepasan histamin dan laktoferin oleh basofil yang

mengakibatkan hipersekresi mukus (Monteseirin 2009).

e. Sel dendritik

Fungsi utama sel dendritik adalah sebagai antigen presenting cell

(APC) yang menyajikan antigen ke sel T. Sel ini mempunyai potensi

terbesar menginisisasi dan mempertahanakan inflamasi dalam saluran

napas. Sel dendritik ditemukan di dalam dan dibawah lapisan epitel,

sehingga sangat ideal untuk menangkap, memproses kemudian

mem-presentasikan antigen. Sel ini berasal dari sel sumsum tulang atau dari

prekursor monosit dalam darah dan hanya bertahan hidup selama

(34)

commit to user

15

Sel dendritik juga mensekresi beberapa mediator inflamasi

diantaranya IL-12, PGE2, dan IL-10. Mediator ini akan memicu

perkembangan dan diferensiasi sel T (Boushey 2005). Sel dendritik

berasal dari sel progenitor di sumsum tulang dan sel di bawah epitel

saluran napas. Sel dendritik akan bermigrasi ke jaringan limfe lokal di

bawah pengaruh GMCSF (Rahmawati et al. 2003).

f. Basofil

Sel basofil berasal dari sel CD 34+ di sumsum tulang, yang

ber-deferensiasi dan matur di sumsum tulang kemudian masuk sirkulasi

darah serta mempunyai reseptor IgE afinitas tinggi yaitu Fc RI seperti

sel mast. Sel basofil merupakan efektor dari respons imun yang

diperantarai IgE, termasuk asma dan penyakit alergi yang lain

(Arinobu et al. 2009). Sel ini mampu melepaskan histamin dan LTB4,

sehingga diduga berperan dalam patogenesis asma. Didapatkan sedikit

peningkatan basofil pada saluran napas penderita asma setelah pajanan

alergen (PDPI 2004, Rahmawati et al. 2003).

g. Eosinofil

Eosinofil berasal dari progenitor sel pluripoten CD34+ yang

mengalami diferensiasi dan maturasi di sumsum tulang, akibat

pengaruh IL-3, IL-5, dan GM-CSF (Filipofic dan Cekic 2001).

Eosinofil meninggalkan sumsum setelah matur menuju sirkulasi

darah selanjutnya ke jaringan dan bertahan hidup selama 4-10 hari

(35)

commit to user

16

Eosinofil mengandung granula yang memproduksi mediator

inflamasi toksik dan disintesis setelah terjadi interaksi aktivasi sel.

Granula tersebut mengandung inti kristaloid yang terdiri dari major

basic protein (MBP), eosinophil cationic protein (ECP), eosinophil

derived neurotoxin (EDN), dan eosinophil peroxidase (EPO). Major

basic protein (MBP) dapat menyebabkan kerusakan saluran napas dan

berperan pada hiperresponsivitas saluran napas. Eosinofil juga

memproduksi leukotrien, sitokin, matriks metaloproteinase, dan

reaktif oksigen spesies yang berperan pada obstruksi dan cedera

saluran napas (Jarjour dan Kelly 2002).

Jumlah eosinofil dalam darah bisa digunakan sebagai marker

inflamasi secara tidak langsung pada saluran napas penderita asma.

Jumlah eosinofil mencerminkan aktivitas asma, dapat digunakan

untuk menentukan dosis steroid dan deteksi dini eksaserbasi (Filipofic

dan Cekic 2001, Surjanto 2005). Peningkatan jumlah eosinofil dalam

darah perifer dan hasil sekresi saluran napas merupakan gambaran

khas pada asma dan berhubungan dengan derajat keparahan asma.

Kelompok asma eosinofilia menunjukkan subepithelial basement

membrane lebih tebal dibanding noneosinofilia (Mitchell 2009).

h. Sel epitel dan fibroblas

Sel epitel dan fibroblas merupakan sel penyusun struktur saluran

napas. Sel tersebut juga berperan pada inflamasi dan cedera saluran

(36)

commit to user

17

protein (elastin, fibronektin, laminin, dan kolagen) (Jarjour dan Kelly

2002). Miofibroblas menyebabkan penebalan membran basal retikuler

(PDPI 2004, Barnes dan Rennard 2002).

i. Sitokin

Sitokin yang terlibat dalam proses inflamasi saluran napas pada

asma meliputi:

Interleukin-4

Interleukin-4 terutama dihasilkan oleh Th2, sel mast,

basofil, dan eosinofil. Sintesis IL-4 diinduksi oleh stimulasi

reseptor antigen dalam sel T. Peran IL-4 berhubungan dengan

aktivasi limfosit B dengan jalan meningkatkan ekspresi molekul

MHC kelas II, CD-23, reseptor Fc RI CD-40 dan reseptor IL-2.

Sitokin ini mampu meningkatkan sintesis IgE dan IgG4 oleh sel B

(Chung dan Barnes 1999). Stimuli IL-4 terhadap IgE akan

mengaktivasi sel mast yang berperan penting dalam

per-kembangan reaksi alergi tipe cepat. Interleukin-4 juga dapat

menyebabkan obstruksi saluran napas melalui induksi gen musin

dan hipersekresi mukus. Ekspresi eotaksin dan sitokin inflamasi

dari fibroblas yang lain juga ditingkatkan oleh IL-4 sehingga akan

menyebabkan inflamasi dan remodeling saluran napas (John et al.

1999). Efek IL-4 di sisi lain juga menghambat biosintesis

metalloproteinase oleh makrofag alveolar, menghambat sintesis

(37)

commit to user

18

dan IL l-8 pada sel otot polos saluran napas (Chung dan Barnes

1999).

Vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1) pada endotel

juga distimuli oleh IL-4, sehingga dapat meningkatkan inflamasi

pada pasien asma (John dan Larry 2001). Interaksi VCAM-1

dengan IL-4 secara langsung menyebabkan migrasi limfosit T,

monosit, basofil, dan eosinofil ke daerah inflamasi (Moser et al.

1992). Aktivitas biologis IL-4 dapat mengendalikan diferensiasi

sel limfosit Th0 menjadi Th2, yang bisa mensekresikan IL-4, IL-5,

IL-9, dan IL-13 (Scott et al. 2001). Ekspresi IL-4 pada CD4+,

CD8+, eosinofil, dan sel mast penderita asma atopi maupun

nonatopi meningkat. Terdapat bukti peningkatan jumlah limfosit

yang mengekspresikan IL-4 dan IL-5 secara bersama-sama pada

cairan BAL setelah pajanan alergen (Chung dan Barnes 1999).

Interleukin-5

Interleukin-5 diproduksi oleh limfosit T dan peningkatan

ekspresi IL-5 mRNA ditunjukkan pada sel CD4+ saluran napas

pasien asma. Sel CD8+ dan eosinofil diduga juga dapat

mensekresi IL-5. Sitokin ini berperan pada produksi, maturasi,

aktivasi dan menjaga kelangsungan hidup eosinofil. Interleukin-5

merupakan sitokin utama yang mengaktifkan eosinofil pada

(38)

commit to user

19

eksogen terbukti menyebabkan eosinofilia pada model percobaan

invivo (Chung dan Barnes 1999).

Interleukin-5 berperan penting dalam recruitment eosinofil

dari darah ke jaringan, serta memicu aktivasi eosinofil jaringan

yang mengalami inflamasi (Scott et al. 2001). Sitokin ini juga

berfunsi sebagai kemoatraktan dan terlibat dalam peningkatan

hiperresponsivitas saluran napas. Peningkatan ekspresi IL-5

dalam sel dan jaringan penderita asma mendukung keterlibatan

sitokin ini dalam patogenesis asma (Chung dan Barnes 1999).

Interleukin-9

Interleukin-9 dihasilkan oleh Th2 dan sebelumnya

di-identifikasi sebagai faktor pertumbuhan sel T. Interleukin-9

merangsang proliferasi sel T yang telah teraktivasi, meningkatkan

produksi IgE dari sel B, merangsang proliferasi dan diferensiasi

sel mast dari haematopoietic progenitor (Chung dan Barnes

1999). Sitokin ini juga berperan dalam hiperplasia sel goblet dan

perkembangan sel mast (Yuhong et al. 2001). Pada percobaan

hewan peningkatan ekspresi IL-9 berhubungan dengan infiltrasi

eosinofil dan limfosit yang masif serta peningkatan jumlah sel

mast pada saluran napas. Percobaan yang lain menunjukkan

terjadi peningkatan hiperresponsivitas saluran napas tanpa terjadi

(39)

commit to user

20 Interleukin-13

Interleukin-13 disintesis oleh sel T CD4+ dan CD8+ yang

teraktivasi, akibat respon terhadap rangsang antigen spesifik.

Aktivitas biologis dan struktur reseptor IL-13 mirip dengan IL-4

(Chung dan Barnes 1999). Peran IL-13 pada asma overlap dengan

IL-14 diantaranya merangsang sel B untuk mensintesis Ig E,

mengatur ekspresi reseptor Ig E, mengatur peningkatan ekspresi

VCAM-1 meningkatkan survival eosinofil, kemotaksis dan

aktivasi fibroblas, serta merangsang produksi mukus (Humbert et

al. 1997). Peran sitokin pada asma terlihat pada gambar satu.

[image:39.595.168.500.233.563.2]

Gambar 1. Sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma. Berbagai sitokin dikeluarkan oleh sel inflamasi dan sel pembentuk struktur saluran napas, membentuk suatu orkestra inflamasi.

(40)

commit to user

21

4. Patogenesis Asma

Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang

melibatkan beberapa sel, menyebabkan pelepasan mediator yang dapat

mengaktivasi sel target saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi,

kebocoran mikrovaskular, edema, hipersekresi mukus dan stimulasi

refleks saraf (Barnes dan Rennard 2002).

Asma berhubungan dengan peningkatan kepekaan saluran napas

sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas dan batuk

terutama pada malam atau dini hari. Gejala ini berhubungan dengan luas

inflamasi, menyebabkan obstruksi saluran napas yang bervariasi

derajatnya dan bersifat reversible secara spontan maupun dengan

pengobatan (Barnes dan Rennard 2002)

Proses inflamasi pada asma khas ditandai dengan peningkatan

eosinofil, sel mast, makrofag serta limfosit-T di lumen dan mukosa

saluran napas. Proses ini mulai terjadi pada asma yang asimptomatik dan

bertambah berat sesuai dengan berat klinis penyakit (Bousquet et al.

2000). Sel inflamasi yang terlibat dalam asma adalah sel limfosit,

eosinofil, basofil, neutrofil, makrofag, dan sel mast. Limfosit yang

berperan pada asma adalah limfosit T-CD4+ subtipe Th2. Limfosit ini

mengeluarkan sitokin antara lain IL-3, IL-4, IL-5, IL-13 dan GM-CSF.

Interleukin-5 dan GM-CSF memicu pembentukan eosinofil di sumsum

tulang. Neutrofil berperan sebagai efektor reaksi inflamasi melalui fungsi

(41)

commit to user

22

Neutrofil juga menghasilkan sitokin dan kemokin seperti IL- -6,

IL-8, dan

TNF-membuat dan mensekresi activator plasminogen dan metalloproteinase

yang dapat merusak komponen matriks ekstraseluler saluran napas

(Mangatas et al. 2006). Inflamasi terdapat pada semua derajat asma

(asma intermiten maupun asma persisten) serta ditemukan pada berbagai

bentuk asma (asma alergi, non alergi, asma kerja, dan asma yang

[image:41.595.165.503.241.610.2]

dicetuskan oleh aspirin) (PDPI 2004). Patogenesis asma terlihat pada

gambar dua.

Gambar 2. Patogenesis asma.

Dikutip dari (Jarjour dan Kelly 2002)

Ekspresi protein inflamasi (sitokin, enzim, reseptor, molekul

adhesi) secara bersamaan berpengaruh terhadap proses inflamasi pada

(42)

commit to user

23

meningkatkan transkripsi gen target. Nuclear factor-

(NF-merupakan salah satu faktor transkripsi yang memainkan peran penting

dalam asma. Faktor transkripsi ini diaktivasi oleh banyak rangsangan

termasuk aktivator protein C kinase, oksidan, dan sitokin proinflamasi

(seperti IL- - dan Rennard 2002).

5. Peran Stres Oksidatif Pada Patogenesis Asma

Stres oksidatif terjadi karena peningkatan produksi oksidan atau

ber-kurangnya produksi antioksidan sehingga mengakibatkan gangguan

kese-timbangan antara oksidan dan antioksidan. Peningkatan produksi oksidan

diantaranya disebabkan inflamasi pada saluran napas pasien asma. Sel

makrofag saluran napas pasien asma menghasilkan kadar superoksida

lebih tinggi dibanding subyek normal. Polusi udara juga merangsang

peningkatan oksidan eksogen yang berpengaruh terhadap insidensi asma.

Pengurangan produksi antioksidan pada asma disebabakan oleh beberapa

gangguan yang mekanismenya sudah diketahui yaitu berkurangnya kadar

selenium (elemen penting aktivitas aktivasi glutathione peroxidase), serta

berkurangnya aktivitas tembaga dan seng yang mengandung superoxide

dismutase (Cu, Zn-SOD) pada sel epitel bronkus dan cairan BAL.

Terdapat bukti adanya polimorfisme genetik pada antioksidan enzimatik

Mn-SOD dan glutathione S-transferase pada penderita asma (Dworski

2000). Penelitian pada model hewan coba asma menunjukkan adanya

penurunan kadar nuclear factor like 2 (Nrf2) dan peroksiredoksin

(43)

commit to user

24

aktivitas pertahanan antioksidan intraselular berpengaruh terhadap

perkembangan asma (Cho dan Moon 2010). Kehilangan kontrol oksidan

di saluran napas dapat menimbulkan inisiasi sel Th2 yang merupakan fase

awal perkembangan inflamasi alergi dalam saluran napas. Peningkatan

kadar ROS dalam APC mempengaruhi sistem imunitas akibat respon Th2

(Peterson et al. 1998). Kondisi stres oksidatif menyebabkan gangguan

maturasi sel dendritik ditandai penurunan sekresi IL-12 dan IFN- yang

berdampak down regulation terhadap Th1 (Kim et al. 2007, Kroening et

al. 2010). Pajanan oksidan terhadap sel dendritik terbukti meningkatkan

produksi IL-4, IL-8 dan

TNF-(Verhasselt et al. 1998). Sel makrofag yang mengalami stres oksidatif

akan mengalami peningkatan produksi IL-6 dan IL-10 dan akan

mendeferensiasi Th0 ke arah respons Th2 (Murata et al. 2002).

Peningkatan stres oksidatif juga berkontribusi pada perkembangan atau

kelangsungan inflamasi saluran napas, menimbulkan peningkatan

hiperresponsivitas saluran napas, stimulasi sekresi mukus, dan induksi

berbagai mediator kimia proinflamasi. Semua hal tersebut diatas terkait

dengan tingkat keparahan asma (Fitzpatrick et al. 2009).

Sel makrofag saluran napas pasien asma menghasilkan kadar

superoksida lebih tinggi dibanding subyek normal. Pajanan antigen juga

terbukti meningkatkan kadar ROS saluran napas. Sel inflamasi pada

sirkulasi diduga juga menjadi sumber stres oksidatif. Monosit darah

(44)

commit to user

25

mensekresi superoksida. Isolasi eosinofil dari pasien asma setelah

pajanan antigen selama 24 jam menghasilkan kadar hidrogen peroksida

lebih tinggi. Eosinofil dan monosit darah pasien asma terbukti juga

mengandung kadar ROS lebih tinggi dibandingkan dengan subyek

normal. Data tersebut di atas menunjukkan bahwa sel-sel inflamasi

saluran napas maupun intravaskular berkontribusi pada peningkatan

stres oksidatif pada asma (Bowler dan Crapo 2002). Peran stres oksidatif

[image:44.595.164.500.237.587.2]

terhadap perkembangan asma terlihat pada gambar tiga.

Gambar 3. Peran stres oksidatif pada asma.

Dikutip dari (Cho dan Moon 2010)

Sebagian besar bukti epidemiologis dan klinis mendukung adanya

hubungan antara peningkatan ROS dan patogenesis asma bronkial.

Molekul yang terlibat dalam stres oksidatif lebih banyak ditemukan dari

(45)

commit to user

26

kontrol subyek normal. Insidensi pasien asma juga dilaporkan lebih

tinggi di daerah dengan polusi udara, menunjukkan adanya pengaruh

rangsang oksidan eksogen terhadap asma (Cho dan Moon 2010).

Kenaikan ROS pada asma terkait dengan kerusakan berbagai molekul

biologis di paru. Peningkatan nitrotyrosine dan chlorotyrosine pada

sampel cairan BAL menunjukkan adanya kerusakan protein, yang

berhubungan dengan penurunan aktivitas 1 protease inhibitor (Bowler

dan Crapo 2002).

6. Patologi Asma

Inflamasi saluran napas pada asma melibatkan interaksi berbagai sel

dan mediator berperan sentral pada patologi asma (Barnes dan Rennard

2002). Mediator inflamasi dan protein hasil sekresi sel-sel inflamasi

berperan terhadap perubahan struktur dan fungsi saluran napas. Proses

inflamasi kronik tersebut akan mengakibatkan perubahan struktur berupa

peningkatan epitel, hiperplasia sel goblet, peningkatan jumlah pembuluh

darah, peningkatan dan perubahan matriks ekstraselular (extra-cellular

matrix / ECM) serta pe-ningkatan massa otot polos saluran napas (airway

smooth muscle / ASM) (Postma dan Timens 2006).

Analisis patologi penderita asma berat menunjukkan terjadi

peningkatan sebagian besar unsur dinding saluran napas (otot polos,

jaringan ikat, dan kelenjar mukus). Peningkatan ini terjadi pada saluran

napas semua ukuran kecuali kelenjar mukus. Perubahan patologis saluran

(46)

commit to user

27

di saluran napas kecil dengan diameter 2-4 mm. Ketebalan dinding

saluran napas juga berhubungan dengan derajat keparahan dan lama

penyakit (Homer dan Elias 2005).

Penyebab terpenting penebalan saluran napas adalah peningkatan

massa otot polos karena hipertrofi dan hiperplasia (Larsson 2010).

Penebalan lapisan kolagen saluran napas penderita asma juga menonjol.

Tebal lapisan kolagen saluran napas normal sekitar 5 m. Tebal lapisan

kolagen pasien asma meningkat menjadi 20 m (Larsson 2010).

Penebalan ini semula hanya digambarkan sebagai penebalan basement

membrane. Kelainan juga terjadi pada matriks nonkolagen termasuk

elastin, proteoglikan, dan kartilago. Fibrosis subepitel memberikan

kontribusi terjadi perubahan distensibilitas saluran napas dan mungkin

berhubungan dengan hiperesponsif saluran napas pada asma. Fibrosis

subepitel merupakan tanda sangat dini fenotipe asma pada anak-anak dan

tidak berkorelasi dengan lama waktu atau tingkat keparahan inflamasi

(Homer dan Elias 2005).

Peningkatan vaskularisasi juga memberikan kontribusi terhadap

penebalan dinding saluran napas pada asma dan berhubungan dengan

keparahan penyakit. Angiogenesis merupakan gambaran khas asma berat

tetapi juga muncul pada beberapa kasus asma ringan (Larsson 2010).

Penderita asma berat memiliki jumlah pembuluh darah mukosa saluran

napas lebih banyak dibanding penderita asma ringan. Peningkatan

(47)

commit to user

28

epitel saluran napas. Dinding pembuluh kapiler dan venula penderita

asma terjadi edema dan penebalan subendothelial basement membrane,

hipotrofi atau atrofi miosit serta fibrosis arteriol. Pembuluh darah

penderita asma menunjukkan recruitment eosinofil, aktivasi, dan lisis

intravaskular (Homer dan Elias 2005).

Dilatasi, kongesti, dan edema dinding pembuluh darah mukosa

bronkus merupakan gambaran yang muncul konsisten pada asma berat

dan dapat menjelaskan penyebab penebalan dan kekakuan dinding

saluran napas (Larsson 2010).

7. Patofisiologi Asma

Respons inflamasi kronik pada asma mendasari kelainan faal paru.

Kelainan faal paru tersebut akibat kerusakan epitel saluran napas, fibrosis

subepitel saluran napas, hiperplasia dan hipertrofi saluran napas,

vasodilatasi pembuluh darah, kebocoran plasma, hipersekresi mukus,

serta aktivasi saraf sensorik (Barnes dan Rennard 2002). Perubahan faal

paru pada asma diantaranya adalah:

a. Obstruksi saluran napas

Obstruksi saluran napas pada asma bersifat difus dan derajatnya

ber-variasi, dapat membaik dengan atau tanpa pengobatan. Penyebab

utama obstruksi adalah kontraksi otot polos bronkus yang diprovokasi

oleh mediator yang dilepaskan sel inflamasi (Rahmawati et al. 2003).

Fibrosis subepitel saluran napas dengan penimbunan kolagen

(48)

commit to user

29

yang terdapat pada penderita asma. Peningkatan aliran darah mukosa

saluran napas menyebabkan peningkatan volume pembuluh darah

diduga juga berperan terhadap penyempitan saluran napas yang

mengakibatkan obstuksi. Peningkatan produksi mukus berperan dalam

peningkatan viskositas mucus plugs yang dapat menyebabkan oklusi

saluran napas penderita asma (Barnes dan Rennard 2002).

b. Hiperesponsivitas saluran napas

Mekanisme hiperresponsivitas saluran napas belum diketahui

secara pasti. Salah satu penyebabnya diduga karena perubahan sifat

otot polos saluran napas sekunder terhadap perubahan fenotip

kontraktilitas. Inflamasi dinding saluran napas terutama di daerah

peribronkial dapat menambah penyempitan saluran napas selama

kontraksi otot polos. Hiperesponsivitas saluran napas dapat diukur

dengan uji provokasi bronkus. Pada penderita asma terjadi

peningkatan pemendekan otot polos bronkus saat kontraksi isotonik.

Perubahan fungsi kontraksi mungkin disebabkan oleh perubahan

aparatus kontraksi (Rahmawati et al. 2003). Kerusakan epitel saluran

napas diduga penting dalam kontribusi terjadinya hiperesponsivitas

saluran napas. Kerusakan epitel dapat terjadi melalui beberapa

mekanisme yaitu: kehilangan fungsi pertahanan untuk melawan

masuknya alergen, kehilangan enzim (neural peptidase) yang secara

normal menurunkan mediator inflamasi, kehilangan faktor relaksasi,

(49)

commit to user

30

juga berperan dalam hiperresponsivitas saluran napas pada penderita

asma (Barnes dan Rennard 2002).

c. Hipersekresi mukus

Saluran napas penderita asma terjadi hiperplasia kelenjar

submukosa dan sel goblet, sehingga menyebabkan penyumbatan

saluran napas oleh mukus. Hipersekresi mukus akan mengurangi

gerakan silia, mempengaruhi lama inflamasi dan menyebabkan

kerusakan struktur / fungsi epitel (Rahmawati et al. 2003).

Peningkatan respons sekresi ini mungkin akibat dari aktivitas mediator

inflamasi pada kelenjar submukosa dan akibat dari stimulasi elemen

saraf (Barnes dan Rennard 2002). Gambaran patofisiologi asma

terlihat pada gambar empat.

[image:49.595.173.499.234.655.2]

Gambar 4. Patofisiologi asma.

(50)

commit to user

31

8. Peran Stres Oksidatif Pada Patofisiologi Asma

Stres oksidatif berperan pada peningkatan dan kelangsungan inflamasi

saluran napas berdampak pada peningkatan hiperresponsivitas saluran

napas, merangsang sekresi mukus, dan menginduksi mediator

proinflamasi, yang semua terkait dengan derajat keparahan asma

(Fitzpatrick et al. 2009). Peningkatan produksi ROS berkorelasi

ter-balik dengan FEV1 (Bowler dan Crapo 2002). Kekurangan

asup-an makasup-anasup-an yang mengandung antioksidan juga terkait dengan

peningkatan insiden asma (Grievink et al. 1998). Pajanan polusi udara

juga menyebabkan peningkatan keparahan dan frekuensi serangan.

Peningkatan stres oksidatif pada pasien asma juga ber-hubungan dengan

penurunan fungsi paru (Cho dan Moon 2010).

Kadar antioksidan sirkulasi rendah darah atau asupan antioksidan yang

rendah diduga menjadi faktor risiko asma. Reaktif oksigen spesies secara

langsung dapat menimbulkan eksaserbasi melalui efek pada otot polos

saluran napas dan sekresi mukus. Reaktif oksigen spesies juga

menurunkan -adrenergik pada paru, serta meningkatkan kepekaan

kontraksi otot polos saluran napas terhadap induksi asetilkolin. Hidrogen

peroksida mampu mengaktivasi mitogen-activated kinase dalam sel otot

serta me-rangsang kontraksi otot polos saluran napas (Bowler dan Crapo

(51)

commit to user

32

9. Peran Steroid Terhadap Tingkat Stres Oksidatif

Glukokortikoid terbukti tidak bisa menghambat pembentukan

oksidan dalam eosinofil pada percobaan invitro, tetapi inhalasi

glukokortikoid mampu menurunkan kadar H2O2 dalam udara ekshalasi

napas pasien asma. Dosis rendah glukokortikoid inhalasi juga mampu

Gambar

Tabel 3 :  Perbedaan jumlah eosinofil, neutrofil sputum dan volume  ekspirasi
Gambar 1. Sitokin yang terlibat dalam patogenesis asma. Berbagai sitokin dikeluarkan oleh sel inflamasi dan sel pembentuk struktur saluran napas, membentuk suatu orkestra inflamasi
gambar dua.
Gambar 3. Peran stres oksidatif pada asma.  Dikutip dari (Cho dan Moon 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna pada rata- rata jumlah total leukosit dan neutrofil pada pasien periodontitis perokok dan bukan perokok

Dari hasil analisis perbedaan efektivitas pemberian nebulizer dengan menggunakan mouthpiece dibandingkan dengan masker pada penderita asma akut rata-rata selisih APE pada pasien

Kesimpulan, kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma baik terkontrol sebagian maupun tidak terkontrol tanpa pemberian magnesium oral lebih rendah dibanding

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan faktor risiko penyakit asma bronkial pada pasien penderita asma bronkial dan pasien tanpa asma

Pengaruh Pajanan Sinar Ultraviolet Terhadap Kadar Interleukin 17 pada Pasien Asma yang Terkontrol sebagian Hubungan Kadar Interleukin - 4 dengan Gambaran Foto Toraks dan

Keimpulan: Terdapat penurunan jumlah neutrofil dan eosinofil yang bermakna pada pasien sinusitis kronik yang mendapatkan pengobatan gurah dibanding yang tidak digurah..

Angka banding neutrofil/limfosit di pasien CM metastasis juga lebih tinggi dibandingkan dengan yang nonmetastasis, dan perbedaan ini bermakna.

Hasil dari pemeriksaan spirometri nilai FEV1, FVC maupun FEV1/FVC penderita asma terkontrol sebagian yang telah mendapatkan terapi kombinasi inhalasi kortikosteroid dan