commit to user
PERBEDAAN KADAR MAGNESIUM INTRASEL ERITROSIT
PADA ASMA TERKONTROL SEBAGIAN DAN ASMA TIDAK
TERKONTROL DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN
MAGNESIUM ORAL
T E S I S
SOFYAN BUDI RAHARJO NIM : S6006004
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 ii UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PERBEDAAN KADAR MAGNESIUM INTRASEL ERITROSIT
PADA ASMA TERKONTROL SEBAGIAN DAN ASMA TIDAK
TERKONTROL DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN
MAGNESIUM ORAL
Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
DOKTER SPESIALIS ILMU PENYAKIT PARU
SOFYAN BUDI RAHARJO
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I PULMONOLOGI DAN ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 iii
Penelitian ini dilakukan di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran
Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret / Rumah
Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi Surakarta
Pimpinan : Dr. Eddy Surjanto, dr. SpP(K)
Pembimbing : Dr. Eddy Surjanto, dr. SpP(K)
Prof. Dr. Suradi, dr. SpP(K). MARS
Prof. Dr. Santoso, dr. MS. SpOK
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 iv PENELITIAN INI MILIK DEPARTEMEN PULMONOLOGI DAN
ILMU KEDOKTERAN RESPIRASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
PERBEDAAN KADAR MAGNESIUM INTRASEL ERITROSIT
PADA ASMA TERKONTROL SEBAGIAN DAN ASMA TIDAK TERKONTROL DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN MAGNESIUM ORAL
Tesis ini telah disetujui oleh :
1. Dr. Eddy Surjanto, dr. Sp P(K) 1. ………..
Kepala Bagian Pulmonologi FK UNS
2. Prof. Dr. Suradi, dr. Sp P(K). MARS 2. ………..
Ketua Program Studi Pulmonologi FK UNS
3. Dr. Eddy Surjanto, dr. Sp P(K) 3. ………..
Pembimbing I
4. Prof. Dr. Suradi, dr. Sp P(K). MARS. 4. ………..
Pembimbing II
5. Prof. Dr. Santoso, dr. MS. SpOK. 5. ……….
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 v UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kehadirat Allah Subhana Wa Ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai persyaratan akhir pendidikan spesialis di bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan pengarahan dari para guru, keluarga, teman sejawat PPDS paru, karyawan medis dan non medis, serta para pasien yang berpartisipasi selama pendidikan dan penelitian ini. Penulis menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada :
Prof. Dr. Suradi, dr. SpP(K), MARS
Ketua program studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret dan pembimbing utama penelitian ini yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan kritik yang positif. Terima kasih penulis haturkan setinggi-tingginya atas ilmu dan petunjuk yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan.
Prof. Dr. Santoso, dr. MS. SpOK
Selaku pembimbing metodologi penelitian yang telah banyak meluangkan waktu disela kesibukannya sebagai Guru Besar di Fakultas Kedokteran UNS, memberikan bimbingan dan pemahaman statistik sehingga lebih mudah dipahami. Terima kasih atas waktu dan ilmu yang telah diberikan sehingga tesis ini dapat selesai
Dr. Eddy Surjanto, dr. SpP(K)
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 vi Hadi Subroto, dr. SpP(K), MARS
Beliau selalu menanamkan kemandirian, kepercayaan diri, kebersamaan, keutuhan dan dedikasi tinggi bagian Pulmonologi sehingga dapat lebih maju menghadapi tantangan ilmu kedokteran ke depan. Penulis menghaturkan banyak terima kasih atas himbauan dan bimbingan beliau untuk kemajuan bersama bagian Pulmonologi.
Yusup Subagio Sutanto, dr. SpP(K)
Beliau adalah bapak semua PPDS Paru yang senantiasa tidak jemu mengingatkan kami untuk tetap semangat, berdedikasi dan memberikan yang terbaik untuk sesama. Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan atas nilai-nilai luhur yang telah beliau tanamkan kepada penulis.
Dr. Reviono, dr. SpP(K)
Sekretaris Program Studi PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS yang senantiasa memberi bimbingan, saran serta kritik yang membangun. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik yang beliau berikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi.
Ana Rima Setijadi, dr. SpP
Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik selama pendidikan. Terima kasih penulis ucapkan atas bimbingan, saran dan kritik yang telah diberikan selama penulis menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi.
Harsini, dr. SpP
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 vii Jatu Aphridasari, dr. SpP
Beliau senantiasa membimbing, mendorong dan memberi masukan yang baik selama pendidikan. Beliau jugalah yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan tesis ini secara tepat waktu.
Rina Sidarta, dr. SpPK
Beliau senantiasa meluangkan waktu untuk membimbing dan membantu peneltian ini khususnya pemeriksaan kadar magnesium. Sehingga penulis dapat segera menyelesaikan tesis ini secara tepat waktu.
Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada staf pengajar : Fordiastiko, dr. SpP, Hasto Nugroho, dr. SpP, IGN. Widyawati, dr. SpP atas bimbingan dan pengarahan yang sangat berguna selama penulis mengikuti pendidikan keahlian.
Ijinkan penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Direktur RSUD Dr. Moewardi Surakarta
2. Dekan Fakultas Kedokteran UNS
3. Kepala Bagian Patologi Anatomi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS 4. Kepala Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr. Moewardi/FK UNS 5. Kepala Bagian Radiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta 6. Kepala Bagian Kardiologi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta 7. Kepala Bagian Kesehatan Anak RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta 8. Kepala Bagian Anestesi RSUD Dr. Moewardi/FK UNS Surakarta
9. Kepala Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. Moewardi Surakarta 10. Kepala Instalasi Patologi Klinik RSUD Dr. Moewardi Surakarta 11. Direktur Rumah Sakit Paru Dr. Ario Wirawan Ngawen Salatiga 12. Kepala BP4 Klaten
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 viii
Penghargaan dan penghormatan yang setinggi-tingginya penulis haturkan kepada ayahanda Dr. Bambang Priyambodo (Alm) dan ibunda tercinta Endang Sri Rahayu atas asuhan, didikan, pengorbanan tiada tara dan tak terhingga serta do’a kepada ananda. Terima kasih penulis haturkan kepada Bapak Soemarsono, dr. Mkes dan ibu Martini, dr. atas arahan, himbauan dan tauladan yang telah diberikan selama ini. Kepada istri Retno Palupi Kusmariani tercinta yang senantiasa setia, menerima apa adanya dan mendukung setiap langkah penulis sampai akhirnya dapat menyelesaikan pendidikan ini. Untuk putri tercinta Disa Fatihah Putri, buah hati tersayang yang mampu mengubah suasana menjadi riang, sehingga hilang rasa penat dan letih.
Rasa hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada Windu Prasetya, dr. SpP, Chrisrianto EN, dr. SpP, Yani Purnamasari, dr. SpP, Ni Nyoman Priantini, dr. SpP, Ikalius, dr. SpP, Kenyorini, dr. SpP, Allen Wydisanto, dr. SpP, I Wayan Agus Putra, dr. SpP, Joko Susilo, dr. SpP, Enny S Sarjono, dr. SpP, Rianasari, dr. SpP, Juli Purnomo, dr. SpP dan seluruh rekan PPDS-I Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS/RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Penghargaan dan terima kasih penulis sampaikan kepada semua rekan perawat poliklinik (Mbak Krisni, Mbak Harti, Bu Pur, Pak Kuswanto) dan bangsal rawat paru di RSDM, RSP Ario Wirawan Salatiga dan BP4 Klaten serta rekan kerja di SMF paru (mas Waluyo, mbak Yamti, mbak Lusi, mbak Puji, mas Arif, mbak Anita, mbak Ira dan mas Harnoko) atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh karyawan dan PPDS-I bagian Patologi Klinik yang telah membantu penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian.
Akhir kata, penulis menyampaikan mohon maaf atas segala kekhilafan, ketidaksempurnaan dan kekurangan selama menjalani pendidikan di bagian Pulmonologi. Semoga Allah Subhana Wa Ta’ala memberikan ridho-Nya sehingga ilmu dan pengalaman yang penulis miliki dapat bermanfaat bagi sesama.
Surakarta, Desember 2010
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 ix RINGKASAN
PERBEDAAN KADAR MAGNESIUM INTRASEL ERITROSIT
PADA ASMA TERKONTROL SEBAGIAN DAN ASMA TIDAK
TERKONTROL DENGAN DAN TANPA PEMBERIAN
MAGNESIUM ORAL
Sofyan Budi Raharjo
Asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2009 adalah suatu inflamasi kronik saluran napas dengan beberapa elemen seluler memegang peranan penting. Inflamasi kronik tersebut bersama-sama dengan hiperresponsif saluran napas menimbulkan episode wheezing, sesak napas, rasa berat di dada dan batuk yang berulang terutama malam dan dini hari. Obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat reversibel baik secara spontan atau pemberian terapi. Keadaan hipomagnesemia berhubungan dengan peningkatan mengi, hipereaktivitas dan penurunan fungsi paru. Mekanisme efek magnesium pada saluran napas bersifat komplek, memiliki efek antikolinergik dan stabilisasi sel mast sehingga menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan bronkodilatasi.
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 x
tidak terkontrol di poliklinik paru RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Sampel diambil dengan teknik consecutive sampling.
Hasil penelitian dari sampel 42 orang terdiri 15 orang laki-laki (35,7%) dan 27 perempuan (64,3%). Kelompok penelitian terdiri dari 21 orang asma terkontrol sebagian dan 21 orang asma tidak terkontrol. Kelompok asma terkontrol sebagian terdiri dari 13 perempuan (61,9%), 8 laki-laki (38,1%) dan asma tidak terkontrol terdiri dari 14 perempuan (66,7%), 7 laki-laki (33,3%). Rerata umur kelompok asma terkontrol sebagian 43,57 tahun dan kelompok asma tidak terkontrol 43,10 tahun. Subjek penelitian yang mengalami hipomagnesium sebelum terapi diberikan pada kelompok asma terkontrol sebagian sebanyak 9 orang (42,9%) dan pada kelompok asma tidak terkontrol sebanyak 13 orang (61,9%). Rerata kadar magnesium I pada kelompok asma terkontrol sebagian 4,29 ± 0,32 mg/dl sedangkan rerata kadar magnesium I asma tidak terkontrol 4,24 ± 0,27 mg/dl. Rerata kadar magnesium II pada kelompok asma terkontrol sebagian 4,28 ± 0,29 mg/dl sedangkan rerata kadar magnesium II asma tida k terkontrol 4,22 ± 0,27 mg/dl. Rerata kadar magnesium III pada kelompok asma terkontrol sebagian 4,43 ± 0,14 mg/dl sedangkan rerata kadar magnesium III asma tidak terkontrol 4,38 ± 0,11 mg/dl. Secara statistik tidak ada perbedaan bermakna antara kedua kelompok penelitian baik pemeriksaan magnesium I, II maupun III (p>0,05). Dalam 1 kelompok penelitian baik asma terkontrol sebagian maupun tidak terkontrol adalah rerata kadar magnesium I dan II (n=21) juga tidak ada perbedaan secara bermakna (p>0,05). Sedangkan antara rerata kadar magnesium I dan III maupun rerata kadar magnesium II dan III terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05).
Kesimpulan, kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma baik terkontrol sebagian maupun tidak terkontrol tanpa pemberian magnesium oral lebih rendah dibanding kadar magnesium intrasel eritrosit dengan pemberian magnesium oral sehingga perlu dilakukan pemantauan kadar magnesium intrasel eritrosit pada pasien asma secara berkala.
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 xi ABSTRACT
ERYTHROCYE INTRACELLULAR MAGNESIUM LEVEL DIFFERENCE BETWEEN PARTLY CONTROLLED ASTHMA AND
UNCONTROLLED ASTHMA WITH OR WITHOUT ORAL MAGNESIUM ADMINISTRATION
Sofyan Budi Raharjo
Asthma definition according to Global Initiative for Asthma (GINA) 2009 is chronic inflammatory airway with only few cellular elements play an important role. Airway obstruction that occurs is reversible either spontaneously or with therapy administration. Hipomagnesemia corresponds with increased wheezing, hiperreactivity and decreased lung function. Mechanisms of magnesium effect to respiratory tract are complex.
The objective of this study was to determine level difference of intracellular erythrocyte magnesium level difference between patients with uncontrolled asthma and partly controlled with or without oral magnesium administration. This is an experimental study comparing intracellular erythrocyte magnesium level between patients with uncontrolled and partly controlled asthma with and without 200 mg of oral magnesium hydroxide (antacid) administration 3 times daily. Fourty two outpatients with stable asthma from pulmonary clinic Dr. Moewardi Hospital Surakarta were enrolled and divided into 2 groups, patients with partly controlled asthma and 21 patients with uncontrolled asthma. Samples were taken with consecutive sampling technique.
The mean magnesium level in patients with partly controlled asthma is 4.29 ± 0.32 mg / dl while the average magnesium concentration in patients with uncontrolled asthma is 4.24 ± 0.27 mg / dl from 1st examination. While from 2nd examination, mean magnesium level of partly controlled asthma group was 4.28 ± 0.29 mg / dl and patients with uncontrolled asthma was 4.22 ± 0.27 mg / dl. Third examination revealed mean magnesium level in patients with partly controlled asthma was 4.43 ± 0.14 mg / dl and average magnesium concentrations in patients wuth uncontrolled asthma was 4.38 ± 0.11 mg / dl. There was no significant difference between treatment groups, either from magnesium examination I, II and III (p> 0.05). There is no significant difference of mean magnesium levels I and II (n = 21) between partly controlled asthma and uncontrolled asthma (p> 0.490). The average concentrations of magnesium I and III as well as average concentrations of magnesium II and III showed significant difference (p <0.05).
In conclusion, erythrocyte intracellular magnesium level of partly controlled asthma or uncontrolled asthma without oral magnesium provision is lower than with oral magnesium administration, hence periodic monitoring of intracellular magnesium levels is recommended.
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 xiii
Kriteria penerimaan ... 20
Kriteria penolakan ... 20
Kriteria diskontinyu ... 21
Definisi variabel penelitian ... 21
Cara kerja penelitian ... 23
Teknik pemeriksaan ... 23
Analisis data ... 24
Alur penelitian ... 25
BAB V. HASIL PENELITIAN DAN ANALISA DATA ... 26
BABVI. PEMBAHASAN ... ... 33
BAB VII. SIMPULAN DAN SARAN ... ... 39
DAFTAR PUSTAKA ... 41
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 xiv DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Etiologi defisiensi magnesium ... 10
Tabel 2. Sumber diet magnesium ... 11
Tabel 3. Sediaan dan dosis magnesium oral ... 12
Tabel 4. Dosis pemberian MgSO4 parenteral ... 13
Tabel 5. Perbedaan jenis kelamin kedua kelompok pasien asma ... 27
Tabel 6. Perbedaan Umur, Hb dan IMT kedua kelompok pasien asma ... 27
Tabel 7. Perbandingan proporsi hipomagnesium ... 28
Tabel 8. Rerata kadar magnesium kedua kelompok pasien asma ... 29
Tabel 9. Perbedaan kadar Mg I, II dan III kedua kelompok ... 29
Tabel 10. Kadar Magnesium I, II dan III pada Asma Terkontrol Sebagian ... 30
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 xv DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peran Magnesium menghambat kanal Ca ... 8
Gambar 2. Berbagai keadaan penyebab defisiensi magnesium .... ... 14
Gambar 3. Kerangka konsep ... 17
Gambar 4. Alur penelitian ... 25
Gambar 5. Grafik kadar magnesium kelompok asma terkontrol sebagian ... 41
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2010 xvi DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar penjelasan untuk pasien Lampiran 2. Surat persetujuan
Lampiran 3. Data dasar subjek penelitian Lampiran 4. Lembar kelaikan etik
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dengan prevalensi yang
semakin meningkat. Menurut World Health Organization (WHO), asma merupakan
masalah kesehatan masyarakat yang cukup penting. Karakteristik ditandai serangan
sesak napas dan wheezing yang berulang dengan frekuensi dan berat ringan serangan
yang bervariasi pada tiap individu. Asma dapat menyerang semua golongan umur dan
serangan pertama biasa terjadi pada usia muda. Angka kematian akibat asma di seluruh
dunia mencapai 180.000 / tahun dengan prevalensi mencapai 10-15% pada anak usia
5-11 tahun. Asma tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol.1 Penyakit noninfeksi
dan degeneratif seperti asma sudah menjadi penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat. Pasien asma sering dijumpai baik di unit rawat jalan maupun rawat darurat.
Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Republik Indonesia
tahun 2001 memperlihatkan asma menduduki peringkat ke-3 penyebab kematian dari 10
penyebab kematian utama di Indonesia. dikutip dari 2
Berdasarkan data WHO, jumlah penderita asma di dunia diperkirakan mencapai
300 juta orang dan diperkirakan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Jumlah ini
dapat saja lebih besar mengingat asma merupakan penyakit yang underdiagnosed.
Kualitas udara yang buruk dan perubahan pola hidup masyarakat diperkirakan menjadi
penyebab penderita asma meningkat. Hasil penelitian International Study on Asthma
and Alergies in Childhood pada tahun 2005 menunjukkan di Indonesia prevalensi gejala
penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2% menjadi 5,4%. Selama 20 tahun terakhir,
penyakit ini cenderung meningkat dengan kasus kematian yang diprediksi akan
meningkat sebesar 20% hingga 10 tahun mendatang. World Health Organization
memperkirakan tahun 2005 terdapat 255 ribu penderita meninggal dunia karena asma.
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 2 buruk.dikutip dari 3 Penelitian pada beberapa keluarga menunjukan bahwa mengi
merupakan suatu atopi dan memberikan respons saluran napas terhadap agen kolinergik,
merokok dan keterlibatan elektrolit. Penelitian cross sectional tentang hubungan antara
asupan rendah magnesium (Mg) dengan pasien asma menunjukan hasil kadar
magnesium rendah di intraselular. dikutip dari 4
Magnesium merupakan standar terapi preeklampsia pada perempuan hamil dan
dianjurkan untuk terapi pada aritmia jantung atau sakit kepala migrain. Pemberian
magnesium sulfat (MgSO4) melalui intravena pada pasien dengan kejang ekstrimiti dan
distress pernapasan dalam waktu yang singkat mengalami perbaikan. Pengobatan pasien
asma berat tidak memberikan respons dengan pengobatan standar pada masa dahulu
seperti beladona (atropin) dan epinefrin memberikan respons terhadap magnesium.5
Tradelenberg pertama kali memperkenalkan magnesium sebagai bronkodilator dan
melakukan percobaan tahun 1912 terhadap sapi. Rosselo dkk. dikutip dari 6 melaporkan
dengan pemberian magnesium pada pasien asma diharapkan dapat mengurangi sesak.
Magnesium menyebabkan perubahan fungsi paru dengan mengukur kapasitas volume
dan atau volume ekspirasi paksa pada detik pertama (VEP1). Penelitian selanjutnya
diberikan magnesium pada pasien asma serangan ringan, sedang sampai berat dengan
cara yang bervariasi intravena atau nebulisasi. Zervast E dkk.7 pada tahun 2003
melaporkan kadar magnesium intrasel eritrosit menurun pada penderita asma
eksaserbasi akut dibanding dengan kelompok kontrol.
Mekanisme bronkodilatasi Mg belum banyak diketahui, tetapi banyak teori yang
menyebutkan dengan menghambat kanal kalsium (Ca) otot polos saluran napas serta
menghalangi mediasi Ca pada kontraksi otot. Magnesium juga menurunkan pelepasan
asetilkolin pada neuromuscular junction setelah stimulasi parasimpatis.8,9 Magnesium
dapat digunakan sebagai pengobatan yang efektif pada pasien asma. Dilaporkan asupan
magnesium yang rendah berperan dalam etiologi asma serta kejadian sekunder akibat
penggunaan obat-obatan asma seperti b2 agonis, steroid dan metilsantin.7 Pemeriksaan
serum magnesium kurang sensitif untuk mendeteksi defisiensi magnesium karena
magnesium merupakan kation terbesar kedua intraseluler sehingga pemeriksaan
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 3
1.2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Adakah perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma terkontrol
sebagian dan asma tidak terkontrol tanpa pemberian magnesium oral ?
2. Adakah perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma terkontrol
sebagian dan asma tidak terkontrol dengan pemberian magnesium oral ?
3. Adakah perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma terkontrol
sebagian dengan dan tanpa pemberian magnesium oral ?
4. Adakah perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma tidak terkontrol
dengan dan tanpa pemberian magnesium oral ?
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan umum
Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pada pasien asma tidak
terkontrol dan asma terkontrol sebagian dengan dan tanpa pemberian magnesium oral.
Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma
terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol tanpa pemberian magnesium oral.
2. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma
terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol dengan pemberian magnesium oral.
3. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma
terkontrol sebagian dengan dan tanpa pemberian magnesium oral.
4. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma tidak
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 4
1.4. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian adalah sebagai berikut :
1. Pemeriksaan kadar magnesium intrasel eritrosit dapat dipertimbangkan untuk
mengevaluasi keadaan tingkat kontrol asma.
2. Suplemen magnesium diharapkan dapat diberikan untuk meningkatan kadar
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2009 adalah suatu
inflamasi kronik saluran napas dengan beberapa elemen seluler memegang peranan
penting. Inflamasi kronik tersebut bersama-sama dengan hiperresponsif saluran napas
menimbulkan episode wheezing, sesak napas, rasa berat di dada dan batuk yang
berulang terutama malam dan dini hari. Obstruksi saluran napas yang terjadi bersifat
reversibel baik secara spontan atau pemberian terapi.9,11,12 Status asmatikus yang
mengancam keselamatan dapat menyebabkan gagal napas dan kematian. Farmakoterapi
yang agresif dalam keadaan gawat dapat memperbaiki obstruksi saluran napas dan
memberikan perbaikan progesif gagal napas.7,13 Keadaan hipomagnesemia berhubungan
dengan peningkatan mengi, hipereaktivitas dan penurunan fungsi paru. Mekanisme efek
magnesium pada saluran napas bersifat komplek, memiliki efek antikolinergik dan
stabilisasi sel mast sehingga menyebabkan relaksasi otot polos saluran napas dan
bronkodilatasi.7 Pemberian MgSO4 berguna untuk pasien asma akut yang reftrakter
setelah diterapi b2 agonis tidak memberikan respons memuaskan.8
Selama kurun waktu 15 tahun dilaporkan prevalensi asma pada anak di Amerika
Serikat meningkat sampai dengan 75%. Tahun 2005 dilaporkan sebanyak 15,7 juta
orang dewasa dan 6,7 juta anak menderita asma. Peningkatan ini diiringi dengan
peningkatan angka kesakitan dan kematian.14 Nasional Heart, Lung and Blood Institute
(NHLBI) merekomendasikan penggunaan b2 agonis kortikosteroid sistemik untuk pasien
di instalasi gawat darurat (IGD) dengan serangan asma akut sedang sampai berat yang
diberi terapi dengan b2 agonis dan kortikosterid saja memberikan respons tidak komplit
dan sering (19-50%) memerlukan perawatan rumah sakit. Tiga puluh satu persen
anak-anak di IGD dengan serangan asma akut sedang sampai berat diberi terapi dengan
prednison serta nebulisasi salbutamol selama 4 jam tidak ada perbaikan memerlukan
perawatan rumah sakit sehingga beberapa pasien dengan serangan asma akut sedang
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 6
2.1. KONTROL ASMA
Tujuan utama pengobatan asma yaitu untuk mencapai kontrol optimum yaitu
meminimalisasi gejala dan pengguanaan b2 agonis kerja singkat, mencegah
bronkokonstriksi sehingga mengurangi risiko eksaserbasi yang mengancam jiwa dan
kematian.16 Pemakaian antiinflamasi seperti steroid inhalasi dapat meredakan gejala
asma dengan cepat, walaupun secara relatif efeknya kecil dalam mengurangi
hiperreaktivitas bronkus.17
Menurut Global Initiative for Asthma (GINA) 2009 kriteria tingkat kontrol
asma adalah :18
1. Asma terkontrol :
Didapatkan seluruh kriteria berikut :
§ Tidak ada (minimal) gejala harian asma. § Tidak ada keterbatasan aktiviti.
§ Tidak ada gejala malam.
§ Tidak ada (minimal) kebutuhan obat pelega.
§ Fungsi paru normal.
2. Asma terkontrol sebagian :
Dalam beberapa minggu didapatkan ≤ 2 kriteria berikut :
§ Lebih dari atau sama dengan 2 kali gejala harian asma setiap minggu. § Terdapat beberapa keterbatasan aktiviti.
§ Terdapat beberapa gejala malam.
§ Lebih dari atau sama dengan 2 kali kebutuhan obat pelega.
§ Volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) kurang dari 80% prediksi atau nilai terbaik.
3. Asma tidak terkontrol : dalam beberapa minggu didapatkan 3 atau lebih kriteria
asma terkontrol sebagian.
Kontrol asma dapat diskrining dalam bentuk kuesioner. Berbagai macam
kuesioner sudah dipublikasikan salah satunya adalah Asthma Control Test (ACT).16
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 7 seorang penderita asma untuk mengetahui tingkat kontrol asma. Kuesioner ini terdiri
dari lima pertanyaan, dikeluarkan oleh American Lung Association dengan tujuan
memberi kemudahan kepada dokter dan pasien dalam mengevaluasi asma penderita
yang berusia lebih dari 12 tahun dan menetapkan terapi pemeliharaannya. Kuesioner ini
telah diteliti dan divalidasi sehingga dapat dipakai secara luas untuk menilai dan
memperbaiki kondisi asma seseorang.19
2.2. PEMAKAIAN MAGNESIUM PADA TERAPI ASMA
Pasien dengan serangan asma akut sedang sampai berat yang tidak respons
dengan pengobatan standar, membutuhkan tambahan pengobatan seperti menggunakan
magnesium. McKeever dkk.20 menyatakan ada hubungan yang kuat antara magnesium
dengan fungsi paru dan hiperesponsif, asupan magnesium 100 mg / hari secara oral
dengan nilai volume ekspirasi paksa detik 1 (VEP1) 52,9 ml dan meningkat menjadi
61,9 ml pada tahun 2000.
Penelitian idietary micronutriens / antioksidants melaporkan asupan diet
magnesium memperlihatkan hubungan antara fungsi paru dan reaktiviti bronkus
menyebabkan induksi bronkodilatasi pada saat pemberian intrvena MgSO4 pada pasien
asma.21 Ciaralo dkk. menggunakan dosis 25 mg/kgBB MgSO4 intravena untuk asma
pada anak yang tidak respons terhadap terapi b2 agonis dan terdapat perbaikan yang
bermakna. Sembilan percobaan metaanalisis diambil secara individu. Empat percobaan
menyatakan secara statistik tidak bermakna dan lima percobaan melaporkan perbaikan
bermakna setelah pemberian magnesium intravena. Kesembilan percobaan metaanalisis
tersebut melibatkan 859 pasien dengan hasil yang positif dan tidak terjadi efek samping
yang berat.22
Otot polos bronkus pada asma mengalami peningkatan kontraktilitas akibat dari
inflamasi kronik yang terjadi banyak melepas mediator inflamasi dan neurotransmiter.
Mediator inflamasi seperti histamin dan neurotransmiter seperti asetilkolin yang terlepas
menyebabkan gangguan cytosolic Ca oscilator sehingga terjadi akumulasi kalsium di
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokt brokus.9,23 Pemberian magne
hipomagnesemia akan menye
parental pada penderita asma
dkk.24 melaporkan pada pe
bronkodilatasi, efek cepat seb
Penelitian ion Mg2+ sebagai
mempunyai efek minimal dala
kalsium ke dalam retikulum en
intravena sebagai terapi tamb
pasien yang dilakukan weanin
MgSO4 setelah pemberian b
minimal.dikutip dari 24
Gambar 1. Peran Magnes
Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 gnesium menyebabkan relaksasi otot polos
nyebabkan kontraksi otot polos. Pemberian m
a serangan akut menyebabkan bronkodilatasi.4,
penderita asma diberikan infus MgSO4 te
sebanding bila ditambahkan dengan inhalasi s
i garam magnesium ion yang aktif sedangkan
alam sel. Magnesium tidak hanya memfasilitasi
endoplasmik tapi juga menghambat ion kalsium
eperti terlihat pada gambar 1. Pemberian magne
penghambatan kontraksi otot polos, pelepasan his
in dari ujung syaraf.5
an peningkatan bermakna VEP1 pada menit ke 1
ium MgSO4 dan perawatan di rumah sakit ya
g 78% pada penderita di IGD dengan pemberia
bahan. Mills dkk. melaporkan perbaikan berm
ning dari ventilator mekanik dengan tambahan
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 9 Skobeloff dkk.dikutip dari 25 melaporkan perbaikan bermakna pada arus puncak
ekspirasi (APE) dan penurunan angka perawatan pada 38 pasien dengan eksaserbasi
sedang sampai berat dengan pemberian 1,2 gram MgSO4 setelah terapi b2 agonis dengan
nebulizer. Penyebab defisiensi magnesium pada pasien asma tidak diketahui secara
pasti.26 Beberapa pendapat mengenai keadaan penyebab hipomagnesemia antara lain:27
§ Sebagian magnesium dikeluarkan oleh urin oleh karena pemakaian diuretik. § Penggunaan obat misal agonis β2, steroid dan metilsantin.
§ Asupan rendah atau penghilangan magnesium karena proses memasak.
2.3. FISIOLOGI DAN METABOLISME MAGNESIUM
Magnesium dalam serum tubuh orang normal 1,70 – 2,55 mg/dl (0,70-1,05
mmol/L).28 Pada orang sehat diperlukan 200 mg sampai 350 mg perhari, kira-kira
setengahnya diserap secara aktif dan pasif di usus halus jejenum dan ileum. Filtrasi
terjadi di ginjal kira-kira 2,5 gram perhari dan diekskresi kira-kira 5% dari total, sisanya
diserap oleh tubulus renalis. Penyerapan terjadi sepanjang tubulus renalis. Penyerapan di
loop henle 50%, di tubulus proksimal 25% serta 5% di tubulus distal. Magnesium dalam
sirkulasi tergantung penyerapan, pengaruh katekolamin dan diuretik yang akan
menghambat penyerapan. Magnesium terutama sebagai kation intraselular, lebih dari
99% terdapat dalam ruang intraselular, dua pertiga dalam tulang, sepertiga di otot dan
jaringan lunak seperti otot jantung, otot rangka dan hati. Kadar magnesium dalam
homeostasis dipertahankan tergantung asupan diet tinggi. Sistem regulasi magnesium
dalam memobilisasi dari tulang atau tempat lain untuk mendukung sirkulasi
ekstraselular tidak diketahui. Beberapa faktor yang menyebabkan perubahan rasio
magnesium intraselular / ekstraselular antara lain asidosis dan iskemia menyebabkan
magnesium keluar dari intraselular. Stimulasi reseptor alfa dan beta menyebabkan
magnesium keluar dari sel.25
Perawatan di ruang intensif dapat menyebabkan pergeseran akut magnesium di
dalam sel seperti sindrom refeeding, penggunaan insulin intravena yang mengandung
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 10 keseimbangan ion selular sangat baik. Magnesium berperan dalam fungsi membran sel
pada pompa ATPase Na-K. Kekurangan magnesium akan merusak kegiatan pompa
tersebut dan didahului penurunan adenosin trifosfat (ATP) intraselular dan konsentrasi
natrium (Na) meningkat dalam sel. Beberapa saluran ion tergantung pada magnesium
yang bersifat selektif, termasuk saluran yang dapat dilewati kalium masuk ke dalam sel
dengan kadar magnesium yang adekuat. Jika magnesium masuk ke dalam sel rendah
maka ion kalium akan keluar dari sel. Magnesium juga berperan dalam calcium channel
blocker jika terjadi defisiensi magnesium maka kalsium akan banyak terdapat di
intraselular. Pada otot polos konsentrasi magnesium rendah menyebabkan
vaksokonstriksi yang disebabkan oleh katekolamin dan angiotensin II.15,25 Magnesium
menurunkan pelepasan asetikolin di neuromuscular junction yang disebabkan oleh
stimulasi syaraf parasimpatis.24,25
Magnesium merupakan salah satu ion obligat esensial dalam kehidupan penting
dalam metabolisme glukosa, sintesis dan pemecahan asam lemak dan DNA. Magnesium
diperlukan untuk aktiviti adenilat siklase dan transmisi hormon ekstraselular. Adenilat
siklase diaktifkan oleh protein G yang berlokasi di membran sel. Sub unit alpha proein
G diaktifkan oleh reaksi magnesium dependent guanine phosphorylase.25 Beberapa
penelitian menyatakan berpengaruh terhadap homeostasis magnesium. Dalam keadan
sakit defisiensi magnesium merupakan akibat gangguan sintesis atau pelepasan
parathyrin, serta memperlihatkan peningkatan konsentrasi parathyrin imunoreaktif
dalam serum setelah pemberian magnesium.29 Faktor-faktor yang mempengaruhi
reabsorbsi magnesium dalam tubuh dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Etiologi defisiensi magnesium
Obat-obatan Diuretik, digoksin, amfoterisin-B,
aminoglikosida, cisplatin, siklosporin,
salbutamol dan b2 agonis, diuretik loop &
tiazid pentamidin, agent osmotik, alkohol,
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 11
Gastrointestinal Diare, emesis, penghisapan nasogastrik,
short bowel syrodrome, malabsorption
syndrome, pankreatitis
Pergeseran intraselular akut Refreding syndrome, infus glukosa, infus
asam amino, insulin, katekolamin, asidosis
metabolik
Lain-lain Malnutrisi, nutrisi parenteral total, deplesi
fosfor, alkohol, hungry bone syndrome,
darah sitrat, hipotiroid, hiperkalsemia,
cardiopulmonary by pass, ekspansi volume
intravaskulaer, hipoalbuminemia
Dikutip dari (26)
Hipomagnesemia ringan tidak memperlihatkan kelainan yang bermakna
sedangkan dalam keadaan hipomagnesemia berat akan tampak eksitabiliti
neuromuskular seperti tremor, kejang, tetani dan kelelahan otot termasuk otot
pernapasan.30 Sumber magnesium dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Sumber diet magnesium
Sumber makanan Magnesium mg/100g
Kacang-kacangan 200
Cereal belum diproses 66
Kacang polong 20
Sayuran 14
Produk susu 15
Air minum 30-90 (mg/liter)
Daging 14-30
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 12 Kadar Mg dalam tubuh diatur oleh ginjal dan saluran pencernaan serta
mengambarkan keterlibatan metabolisme kalsium, kalium dan natrium. Kadar Mg
intraseluler dapat rendah walaupun kadar Mg ekstraseluler normal. Hipomagnesemia
ringan tidak menyebabkan kelainan patofisiologik yang bermakna, tetapi jika memberat
akan tampak eksitabilitas neuromuskuler seperti tremor, twitching, seizures, tetani dan
kelelahan otot termasuk otot pernapasan seperti yang telah disebutkan diatas.27
Pemeriksaan magnesium serum dilaporkan mempunyai spesifitas tinggi namun
sensitivitas rendah, penurunan magnesium intraseluler dapat terjadi meskipun dari
pemeriksaan serum normal. Seperti telah diketahui setiap ada kelainan elektrolit langkah
pertama yang harus dilakukan adalah memperbaiki penyebab dasar. Defisiensi
magnesium ringan / sedang (1,2 – 1,7 mg/dl) dapat diberikan terapi diet atau suplemen
oral terlihat pada tabel 3. Absorbsi suplemen magnesium oral berada di usus halus
sekitar 40% – 50% / hari dari total dosis yang diberikan.31
Tabel 3. Sediaan dan dosis magnesium oral.
Sediaan Dosis
Magnesium oxide (tablet 400 mg) 2 x 1 tablet atau 3 x 1 tablet
Magnesium hidroxide (suspensi) 3 x 5 ml atau 4 x 5 ml
Magnesium gluconate (tablet 500mg) 4 x 1 – 2 tablet
Dikutip dari (31)
Pemberian magnesium parenteral dosis terlihat pada tabel 4 dianjurkan untuk
defisiensi magnesium berat (< 1,2 mg/dl) secara pelan selama 3 – 5 hari. Sediaan yang
tersedia hanya magnesium sulfat (MgSO4). Prosedur pemberian harus diencerkan dalam
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 13 Tabel 4. Dosis pemberian MgSO4 parenteral.
Kadar magnesium serum Dosis MgSO4
1,6 – 1,8 mEq/L 8 – 16 mEq (1 – 2 gram)
1,2 – 1,5 mEq/L 16 – 32 mEq (2 – 4 gram)
< 1,2 mEq/L, tanpa gejala klinis 24 – 32 mEq (3 – 4 gram), diperiksa ulang
4 jam setelah koreksi dan evaluasi
pemberian sesuai kebutuhan.
< 1,2 mEq/L, dengan gejala klinis 16 mEq (2 gram) dalam 15 menit
kemudian 24 – 32 mEq (3-4 gram),
diperiksa ulang 4 jam setelah koreksi dan
evaluasi pemberian sesuai kebutuhan.
Dikutip dari (31)
2.4. ANTASIDA
Antasida mengandung magnesium dan alumunium hidroksida merupakan
senyawa yang mempunyai kemampuan menetralkan asam lambung atau mengikatnya.
Ion magnesium dalam usus akan diabsorpsi dan cepat diekskresi oleh ginjal, hal ini akan
membahayakan pasien bila fungsi ginjalnya kurang baik. Ion magnesium yang
diabsorpsi akan bersifat sebagai antasida sistemik sehingga menimbulkan alkaliuria,
tetapi jarang terjadi alkalosis. Pemberian kronik magnesium hidroksida akan
menyebabkan diare akibat efek katartiknya, sebab magnesium yang larut tidak
diabsorpsi tetapi tetap berada dalam usus dan akan menarik air. Sebagaimana tertulis
sebelumnya magnesium mungkin dapat menyebabkan diare, sedangkan alumunium
mungkin dapat menyebabkan konstipasi sehingga dapat mengurangi efek samping
magnesium.32
Penggunaan antasida untuk suplemen hipomagnesium telah banyak
direkomendasikan terutama pada hipomagnesium ringan. Sediaan antasida yang
commit to user
rasa takut meningkatkan eksk
dalam keadaan geram / marah
berbagai keadaan magnesium,
Gambar 2
Hipomagnesium terjadi
darah. Katekolamin dihasilka
pemberian epinerin pada su
kalsium sebelumnya akan me
Pemberian infus epinerin atau
plasma pada subjek normal. I
pemasangan intubasi trakea. P
emosi meningkatkan kortikos
katekolamin dan kortikostero
Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 Diku 0 – 600 mg selama 2 – 5 hari dalam dosis ter
g diare.10
DALAM MEKANISME INTERAKSI STRES
atis oleh stimulasi sensoris atau emosi seperti n
kskresi dalam urin dan norepinefrin dilepaska
rah dan agresif.33 Terlihat gambar 2 mekanism
stres metabolik, trauma fisik dan lingkungan.
2. Berbagai keadaan penyebab defisiensi magnes
jadi pada pasien dengan kadar katekolamin menin
lkan oleh medula adrenal dan ujung syaraf (e
sukarelwan dengan atau tanpa pengobatan p
enyebabkan magnesium dan kalium dalam seru
tau terapi dengan salbutamol menurunkan kadar m
l. Infus MgSO4 menghambat pelepasan katekola
. Percobaan dengan tikus yang diisolasi lama me
kosteroid serum. Perlombaan lari meningkatk
roid, pemberian suplemen magnesium akan m
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 15 ekskresi kortikosteroid. Pada atlet yang terlatih didapatkan kadar magnesium meningkat
dalam sel darah merah.33
Pemberian inhalasi histamin menyebabkan penurunan jumlah magnesium di
eritrosit secara bermakna dari 1,84 fmmol. cell-1 menjadi 1,78 fmmol. cell-1 sedangkan
magnesium di plasma tidak terpengaruh, induksi oleh histamin menurunkan kadar
magnesium tanpa memperhatikan diagnosis asma.34 Simpanan magnesium menurun
dapat menyebabkan terbentuknya aterosklerosis, infark miokard, hipertensi dan
disaritmia. Defisiensi magnesium berat pada hewan percobaan secara langsung
menyebabkan kerusakan miokard. Penggunaan terapi diuretik menyebabkan magnesium
keluar lebih banyak melalui urin akan menyebabkan simpanan magnesium total dan
regional tubuh menurun. Penelitian menunjukkan secara statistik tidak ada hubungan
yang bernakna antara konsentrasi magnesium serum dengan konsentrasi di otot rangka,
miokard atau di sel mononuklear. Elin RJ dkk.29 berpendapat konsentrasi magnesium
dalam serum atau eritrosit dapat digunakan untuk menilai status keadaan klinis
magnesium. Analisis keduanya memperlihatkan prediktor yang buruk karena mewakili
1% dari magnesium total tubuh. Zervas dkk.6,34 melaporkan asma akut berhubungan
dengan kadar magnesium eritrosit yang rendah, konsentrasi magnesium di plasma tetap
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 16
2.6. KERANGKA KONSEPTUAL
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas dapat diambil kesimpulan bahwa inflamasi
memegang peranan penting pada patogenesis asma dengan melibatkan berbagai sel
inflamasi. Reaksi inflamasi terjadi setelah provokasi antigen yang akan mengaktivasi sel
T limfosit CD4 dan selanjutnya sel T helper 2 (Th2) yang memproduksi sitokin (IL-3,
IL-4, IL-5, IL-6, IL-9 dan GM-CSF) menyebabkan proliferasi dan aktivasi eosinofil,
basofil dan neutrofil.35,36,37 Mediator proinflamasi seperti histamin, leukotrien dan
prostaglandin terlepas menyebabkan kebocoran vaskuler, hipersekresi mukus, kontraksi
otot polos, pengelupasan epitel dan hiperreaktivitas bronkus. Mediator inflamasi yang
terlepas tersebut menyebabkan akumulasi kalsium di dalam sel otot polos bronkus
sehingga terjadi kontraksi otot polos brokus.36,38,39 Magnesium menyebabkan relaksasi
sel otot polos. Mekanisme bronkodilatasi Mg dengan menghambat kanal kalsium otot
polos saluran napas serta menghalangi mediasi kalsium pada kontraksi otot. Pasien asma
pada umumnya terdapat penurunan kadar magnesium. Defisiensi magnesium dapat
terjadi melalui beberapa mekanisme dalam darah dan diduga diperberat dengan
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 18
2.7. HIPOTESIS PENELITIAN
1. Kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma tidak terkontrol lebih rendah
dibanding pasien asma terkontrol sebagian tanpa pemberian magnesium oral.
2. Kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma tidak terkontrol lebih rendah
dibanding pasien asma terkontrol sebagian dengan pemberian magnesium oral.
3. Kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma terkontrol sebagian tanpa pemberian
magnesium oral lebih rendah dibanding dengan pemberian magnesium oral.
4. Kadar magnesium intrasel eritrosit pasien asma tidak terkontrol tanpa pemberian
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 19
BAB III
BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. DESAIN PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara studi eksperimental.
3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian dilakukan di poliklinik Paru RS Dr. Moewardi Surakarta pada bulan Juni
2010 sampai bulan Agustus 2010.
3.3. POPULASI
Pasien yang datang ke poliklinik Paru RS Dr. Moewardi Surakarta dengan asma.
3.4. PEMILIHAN SAMPEL
Sampel pasien asma stabil (tidak dalam eksaserbasi akut) dengan tingkat kontrol
asma terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol diambil di poliklinik Paru RS Dr.
Moewardi Surakarta sesuai klasifikasi tingkat kontrol dari GINA. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara consecutive sa mpling yaitu pengumpulan sampel dilakukan
berurutan sampai jumlah sampel terpenuhi, sesuai perhitungan rumus.
Perkiraan besar sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
(Za+Zb).Sd 2
n = d
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 20
a = tingkat kemaknaan : 0,05 ; Za = 1,960
b = kekuatan / power : 0,80 ; Zb = 0,842
Sd = simpang baku = 2,64 (dari pustaka)
d = selisih nilai yang bermakna = 1,056
n = 21
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut populasi tiap kelompok minimal 21 orang, maka
n total = 42 orang, terdiri dari kelompok asma terkontrol sebagian 21 orang dan asma
tidak terkontrol 21 orang.
3.5. CIRI – CIRI SAMPEL
Kriteria penerimaan
· Asma stabil (tidak dalam serangan).
· Usia 15 – 70 tahun.
· Gizi normal.
· Gizi lebih.
· Obese.
· Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani lembar persetujuan.
Kriteria penolakan
· Asma terkontrol.
· Asma disertai infeksi pernapasan akut (ISNA, bronkopneumonia, abses paru,
empiema) maupun infeksi saluran napas kronik (tuberkulosis dan bronkiektasis).
· Riwayat penyakit paru kronik selain asma (PPOK, tumor paru).
· Asma dengan penyakit jantung.
· Perokok.
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 21 · Asma dengan penyakit metabolik (diabetes melitus, tiroiditis).
· Klinis gangguan gastrointestinalis.
· Pemakaian antasida dan laksantif.
· Anemia.
· Azotemia.
· Intoleransi terhadap magnesium hidroksida dan alumunium hidroksida.
Kriteria diskontinyu
· Responden tidak terlacak lagi saat follow up penelitian.
· Responden mengundurkan diri dari penelitian.
· Timbul efek samping terhadap magnesium hidroksida dan alumunium
hidroksida.
3.6. DEFINISI VARIABEL OPERASIONAL
1. Umur : selisih hari kelahiran dengan ulang tahun terakhir pada saat penelitian
dimulai.
2. Jenis kelamin : laki-laki dan perempuan.
3. Asma : kelainan inflamasi kronik saluran napas yang hiperesponsif, menyebabkan
aliran udara terbatas dan obtruksi oleh karena sumbatan mukus, inflamasi meluas,
dan bronkokonstriksi.23,41 Diagnosis ditegakkan oleh dokter spesialis paru.
4. Eksaserbasi akut : merupakan serangan sesak napas dalam pemeriksaan terdapat
mengi, penggunaan otot bantu napas, frekuensi napas dan denyut jantung meningkat,
pengukuran arus puncak ekspirasi (APE) ditemukan penurunan fungsi paru.18
5. Asma stabil : tidak dijumpai tanda dan gejala serangan eksaserbasi akut dalam dua
minggu terakhir sampai pasien mengikuti penelitian.
6. Arus puncak ekspirasi : jumlah aliran udara maksimal yang dapat dicapai saat
ekspirasi paksa dalam waktu tertentu yang dilakukan dengan menggunakan peak
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 22 4. Asthma control test (ACT) : sebuah kuesioner yang dikeluarkan oleh American Lung
Association tahun 2004 untuk menilai tingkat kontrol asma.43
5. Asma terkontrol : penilaian tingkat kontrol asma didapatkan dari kuesioner ACT
dengan skor 25.43
6. Asma terkontrol sebagian : penilaian tingkat kontrol asma didapatkan dari kuesioner
ACT dengan skor 20-24.43
7. Asma tidak terkontrol : penilaian tingkat kontrol asma didapatkan dari kuesioner
ACT dengan skor kurang atau sama dengan 19.43
8. Magnesium merupakan atom bernomor 12 dengan massa atom 24,32 Da, merupakan
kation keempat terbesar yang berlimpah dalam tubuh manusia dan kedua terbesar di
cairan ekstraselular.29
9. Dosis pemberian magnesium oral :
Magnesium oral menggunakan antasida sirup ( setiap 5 ml mengandung magnesium
hidroksida 200 mg, alumunium hidroksida 200 mg), dosis 3 x 5 ml (pagi, siang dan
malam).
11.Anemia bila Hb kurang atau sama dengan 10 gr %.
12.Azotemia bila terjadi peningkatan kadar BUN (lebih dari 50 mg/dl) dan atau serum
kreatinin (lebih dari 1,2 mg/dl).
13.Penyakit jantung : kelainan fungsi jantung baik akut maupun kronik atas
pemeriksaan dokter spesialis jantung.
14.Gangguan gastrointestinal : saat responden datang untuk ikut penelitian tidak
menderita gangguan gatrointestinal (dispepsi, gastritis, gastroenteritis) baik akut
maupun kronik atas pemeriksaan dokter spesialis penyakit dalam.
15.Perokok : orang yang merokok lebih dari 100 sigaret sepanjang hidupnya dan saat
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 23 16.Nilai normal magnesium intrasel eritrosit sama dengan 4,44 – 7,10 mg/dl.45
3.7. CARA KERJA PENELITIAN
Subjek penelitian adalah pasien asma di poli Paru RS Dr. Moewardi Surakarta
diminta persetujuan penelitian. Diagnosis tingkat kontrol asma ditegakkan dengan
memakai kuisener Asthma Control Test (ACT) sesuai rekomendasi dari GINA ( Global
Initiative for Asthma ). Semua pasien yang periksa di poli paru dengan asma stabil
(pemeriksaan fisik dan APE) kemudian dilakukan penilaian tingkat kontrol dengan
mengisi kuisener dari ACT. Pasien yang memenuhi kriteria asma terkontrol sebagian
dan asma tidak terkontrol diambil sebagai sampel. Pasien mendapat terapi standar untuk
asma yaitu inhalasi kortikosteroid (budesonide) 400 – 800 µgr setiap hari dan inhalasi
b2 agonis (salbutamol) dengan dosis 200 µgr sekali semprot sesuai kebutuhan. Selesai
penilaian tingkat kontrol dilakukan pengambilan sampel darah vena dan dilakukan
pemeriksaan magnesium intrasel eritrosit. Lima hari kemudian pasien diambil kembali
sampel darah vena dan dilakukan pemeriksaan magnesium intrasel eritrosit ulang.
Kemudian pasien diberikan tambahan terapi magnesium oral dalam bentuk sediaan
antasida sirup (magnesium hidroksida 200 mg dan alumunium hidroksida 200 mg) 3 x 5
ml/hari selama 5 hari kemudian diambil sampel darah vena kembali dan diperiksa
magnesium intrasel eritrosit.
3.8. TEKNIK PEMERIKSAAN
Prosedur pengambilan contoh darah dengan spuit disposible 10 cc diambil darah
vena sebanyak 7 ml kemudian dimasukkan ke dalam tabung vacuette I yang berisi
EDTA sebanyak 2 ml darah untuk menghitung jumlah sel. Tabung vascuetteke II
sebanyak 2 ml darah berisi litium heparin untuk determinasi kation magnesium plasma
dan eritrosit dan tabung ke III tabung polipropilen yang berisi HNO3 2mol/L sebanyak
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 24 sebanyak 3 ml dilakukan pengocokan agar tercampur merata antara darah dengan cairan
asam nitrat (HNO3).46
Hematokrit (Hct) dihitung dengan menggunakan mikrokapiler disentrifus selama
5 menit 25000 kali gravitasi. Kalkulasi magnesium eritrosit diekspresikan dengan
mikrogram pergram Hb (mg/gr Hb) atau nanogram per 106 sel. Penilaian secara metode
indirek: konsentrasi magnesium di whole blood – {konsentrasi di plasma X ( 1- Hct
dalam desimal)}, per gram Hb atau per jumlah eritrosit.46
Alat yang digunakan Cobas Mira spektrofotometri tipe 50/60 Hz 850 VA. Serial
no 25-1459. Alat ini kalibrasikan setahun 2 kali sesuai standar.
3.9. ANALISA DATA
Analisa data dilakukan dengan memakai SPSS 10 untuk melihat perbedaan antar
variabel menggunakan uji t maupun alternatifnya.47
Ukuran nilai statistik :48
Batas kemaknaan
- nilai p > 0,05 : tidak bermakna
commit to user
Asma terkontrol sebagian Asma tidak terkontrol
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 26
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA
Penelitian dilakukan pada pasien asma stabil di poliklinik paru RSUD Dr.
Moewardi Surakarta mulai bulan Juni sampai dengan Agustus 2010. Subjek penelitian
dibagi dalam dua kelompok yaitu asma terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol
sesuai penilaian tingkat kontrol asma dengan kuesioner ACT. Setiap pasien dilakukan
pemeriksaan magnesium intrasel eritrosit dengan metode indirek sebanyak tiga kali
pemeriksaan dengan rentang waktu antar pemeriksaan 5 hari. Setelah pemeriksaan
magnesium kedua pasien yang mengalami hipomagnesium mendapat terapi magnesium
hidroksida oral selama 5 hari kemudian diperiksa ulang magnesium. Penelitian untuk
tiap masing-masing sampel berlangsung selama 10 hari dan tidak ada laporan efek
samping pemberian magnesium oral. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kadar magnesium intrasel eritrosit pada kelompok penelitian pasien asma
tidak terkontrol dan asma terkontrol sebagian dengan dan tanpa pemberian magnesium
oral.
A. Karakteristik subjek penelitian
Subjek penelitian sejumlah 42 orang terdiri dari 15 orang laki-laki (35,7%) dan
27 perempuan (64,3%). Kelompok penelitian terdiri dari 21 orang asma terkontrol
sebagian dan 21 orang asma tidak terkontrol. Kelompok asma terkontrol sebagian terdiri
dari 13 perempuan (61,9%), 8 laki-laki (38,1%) dan asma tidak terkontrol terdiri dari 14
perempuan (66,7%) dan 7 laki-laki (33,3%). Rerata umur kelompok asma terkontrol
sebagian 43,57 tahun dan kelompok asma tidak terkontrol 43,10 tahun. Rerata kadar Hb
kelompok asma terkontrol sebagian 13,16 gr% dan kelompok asma tidak terkontrol
13,27 gr%. Rerata IMT asma terkontrol sebagian 24,99 dan kelompok asma tidak
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 27 Tabel 5. Perbedaan jenis kelamin kedua kelompok pasien asma.
NO VARIABEL Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol ANALISIS
n % n % Hasil p
1 JENIS KELAMIN 21 100 21 100
Laki-laki 8 38,1 7 33,3 X2=0,104 0,747
Perempuan 13 61,9 14 66,7
Dilakukan dengan uji Chi Kuadrat (X2).
Tabel 6. Perbedaan Rerata Umur, Hb dan IMT kedua kelompok pasien asma.
NO VARIABEL Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol ANALISIS
Rerata SD Rerata SD Hasil p
1 Umur (tahun) 43,57 12,71 43,10 12,25 t=0,124 0.902
2 Hb 13,16 1,43 13,27 1,79 t=-0,271 0,787
3 IMT 24,99 5,46 24,34 4,99 Z=-0,390 0,689
Membandingkan variabel numerik kedua kelompok penelitian dengan menggunakan Uji t tidak berpasangan atau uji alternatif (Uji Mann Whitney).
Kelompok asma terkontrol sebagian dan asma tidak terkontrol berdasarkan jenis
kelamin, umur, Hb dan IMT secara statistik didapatkan tidak berbeda bermakna. Kedua
kelompok penelitian tersebut menggunakan inhalasi dosis terukur steroid (budesonide)
dengan dosis 400 – 800 µgr setiap hari dan inhalasi β2 agonis (salbutamol) 200 µgr bila
perlu.
B. Proporsi hipomagnesium pada kedua kelompok penelitian
Hasil pemeriksaan magnesium sebelum terapi magnesium diberikan, yang
mengalami hipomagnesium pada kelompok asma terkontrol sebagian sebanyak 9 orang
(42,9%) dan pada kelompok asma tidak terkontrol sebanyak 13 orang (61,9%) terlihat
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 28 Tabel 7. Perbandingan proporsi yang mengalami hipomagnesium dan yang tidak
mengalami hipomagnesium pada kedua kelompok pasien asma.
VARIABEL Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol ANALISIS
n % n % X2 p
Kadar Magnesium (Mg) pra-terapi 21 100 21 100
Mg ≤ 4,44 (Hipomagnesium) 9 42,9 13 61,9 0,859 0,354
Mg > 4,44 12 57.1 8 38.1
Dilakukan dengan uji Chi Kuadrat (X2).
Hasil perhitungan statistik tidak terdapat perbedaan proporsi pasien yang mengalami
hipomagnesium dan yang tidak mengalami hipomagnesium antara kedua kelompok
pasien asma, dengan nilai p=0,354 (>0,05).
C. Kadar magnesium pada kedua kelompok penelitian
Hasil pemeriksaan magnesium I (hari ke-0) didapatkan rerata kadar magnesium
pada kelompok asma terkontrol sebagian 4,29 ± 0,32 mg/dl dengan nilai kadar terendah
3,84 mg/dl dan tertinggi 4,11 mg/dl sedangkan rerata kadar magnesium asma tidak
terkontrol 4,24 ± 0,27 mg/dl dengan nilai kadar terendah 3,77 mg/dl dan tertinggi 4,23
mg/dl. Pemeriksaan magnesium II (hari ke-5) didapatkan rerata kadar magnesium pada
kelompok asma terkontrol sebagian 4,28 ± 0,29 mg/dl dengan nilai kadar terendah 3,78
mg/dl dan tertinggi 4,21 mg/dl sedangkan rerata kadar magnesium asma tidak terkontrol
4,22 ± 0,27 mg/dl dengan nilai kadar terendah 3,82 mg/dl dan tertinggi 4,24 mg/dl.
Pemeriksaan magnesium III (hari ke-10) didapatkan rerata kadar magnesium pada
kelompok asma terkontrol sebagian 4,43 ± 0,14 mg/dl dengan nilai kadar terendah 4,19
mg/dl dan tertinggi 4,61 mg/dl sedangkan rerata kadar magnesium asma tidak terkontrol
4,38 ± 0,11 mg/dl dengan nilai kadar terendah 4,22 mg/dl dan tertinggi 4,57 mg/dl.
Rerata kadar magnesium dapat dilihat pada tabel 8 dan perhitungan statistik terlihat
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 29 Tabel 8. Rerata kadar magnesium (Mg) kedua kelompok pasien asma.
No Variabel Asma Terkontrol Sebagian Asma Tidak terkontrol n Rerata SD Min Maks n Rerata SD Min Maks
1 Mg I 21 4,29 0,32 3.84 4.11 21 4,24 0,27 3.77 4.23
2 Mg II 21 4,28 0,29 3.78 4.21 21 4,22 0,27 3.82 4.24
3 Mg III 9 4,43 0,14 4.19 4.61 12 4,38 0,11 4.22 4.57
Data Primer, 2010.
Menggambarkan jumlah subjek penelitian (n), rerata kadar magnesium dan standar deviasi (SD) dengan tiga kali pengukuran pada masing-masing kelompok penelitian.
Tabel 9. Perbedaan rerata kadar magnesium (Mg) I, II dan III kedua kelompok pasien asma.
NO VARIABEL Terkontrol Sebagian Tidak Terkontrol ANALISIS
n Rerata SD n Rerata SD Hasil P
1 Magnesium I 21 4,29 0,32 21 4,24 0,27 Z=-0,390 0.696
2 Magnesium II 21 4,28 0,29 21 4,22 0,27 Z=-0,440 0,660
3 Magnesium III 9 4,43 0,14 12 4,38 0,11 t=0,924 0,367
Membandingkan variabel numerik kedua kelompok penelitian dengan menggunakan Uji t tidak berpasangan bila memenuhi syarat atau uji alternatif (Uji Mann Whitney).
Diantara pemeriksaan magnesium I dan II pasien tidak mendapat terapi
magnesium. Setelah pemeriksaan magnesium II baik kelompok asma terkontrol
sebagian maupun asma tidak terkontrol yang mengalami hipomagnesium diberikan
terapi magnesium hidroksida (antasida sirup) 600 mg/hari selama 5 hari kemudian
dilakukan pemeriksaan magnesium III. Perhitungan statistik didapatkan tidak ada
perbedaan bermakna antara kedua kelompok penelitian tersebut baik pemeriksaan
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 30
D. Perbedaan rerata pengukuran Mg I, II, dan III pada asama terkontrol sebagian
Hasil pemeriksaan magnesium pada kelompok asma terkontrol sebagian
didapatkan rerata kadar magnesium I adalah 4,29 ± 0,32 mg/dl (n=21) dan rerata kadar
magnesium II adalah 4,28 ± 0,29 mg/dl (n=21). Frekuensi pasien pada kelompok asma
terkontrol sebagian yang mengalami hipomagnesium adalah 9 orang sehingga terapi
magnesium diberikan pada kelompok ini hanya pada 9 orang tersebut. Hasil rerata kadar
magnesium I adalah 3,95 ± 0,09 (n=9), rerata kadar magnesium II adalah 3,97 ± 0,13
(n=9) dan rerata kadar magnesium III adalah 4,43 ± 0,14 (n=9) seperti terlihat pada tabel
10 dan grafik 1.
Tabel 10. Perbedaan Rerata Kadar antara pengukuran Magnesium I, II dan III darah pada kelompok pasien Asma Terkontrol Sebagian.
No Variabel Rerata SD Rerata SD t p
1 Mg I – Mg II (n=21) 4,29 0,31 4,28 0,29 0,703 0,490
2 Mg I – Mg III (n=9) 3,95 0.09 4,43 0,14 -20,39 0,000
3 Mg II – Mg III (n=9) 3.97 0,13 4,43 0,14 -20,13 0,000
Membandingkan variabel numerik dalam setiap kelompok penelitian dengan menggunakan Uji t berpasangan bila memenuhi syarat atau uji alternatif (Uji Wilcoxon).
Perbedaan rerata kadar magnesium I dan II (n=21) secara stastitik tidak ada
perbedaan secara bermakna (p=0,490). Sedangkan perbedaan rerata kadar magnesium I
dan III (n=9) maupun rerata kadar magnesium II dan III (n=9) terdapat perbedaan yang
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 31 Grafik 1. Peningkatan rerata kadar magnesium pada kelompok asma terkontrol
sebagian (n=9).
E. Perbedaan rerata pengukuran Mg I, II, dan III pada asam tidak terkontrol.
Hasil pemeriksaan magnesium pada kelompok asma tidak terkontrol didapatkan
rerata kadar magnesium I adalah 4,24 ± 0,27 mg/dl (n=21) dan rerata kadar magnesium
II adalah 4,22 ± 0,27 mg/dl (n=21). Frekuensi pasien pada kelompok asma tidak
terkontrol yang mengalami hipomagnesium adalah 12 orang sehingga terapi magnesium
diberikan pada kelompok ini hanya pada 12 orang tersebut. Hasil rerata kadar
magnesium I adalah 4,03 ± 0,14 mg/dl (n=12), rerata kadar magnesium II adalah 4,01 ±
0,12 mg/dl (n=12) dan rerata kadar magnesium III adalah 4,38 ± 0,11 mg/dl (n=12)
seperti terlihat pada tabel 11 dan grafik 2.
3,95 3,97
4,43
3,7 3,8 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5
commit to user
Bagian Pulmonologi dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UNS / RSUD Dr.Moewardi, 2011 32 Tabel 11. Perbedaan Rerata Kadar antara pengukuran Magnesium I, II dan III darah
pada kelompok pasien Asma Tidak Terkontrol.
No Variabel Rerata SD Rerata SD t p
1 Mg I – Mg II (n=21) 4,24 0,27 4,22 0,27 1,254 0,224
2 Mg I – Mg III (n=12) 4,03 0,14 4,38 0,11 -11,66 0,000
3 Mg II – Mg III (n=12) 4,01 0,12 4,38 0,11 -13,67 0,000
Membandingkan variabel numerik dalam setiap kelompok penelitian dengan menggunakan Uji t berpasangan bila memenuhi syarat atau uji alternatif (Uji Wilcoxon).
Perbedaan rerata kadar magnesium I dan II (n=21) secara stastitik tidak ada
perbedaan secara bermakna (p=0,224). Sedangkan perbedaan rerata kadar magnesium I
dan III (n=12) maupun rerata kadar magnesium II dan III (n=12) terdapat perbedaan
yang bermakna (p=0,000).
Grafik 2. Peningkatan rerata kadar magnesium pada kelompok asma tidak terkontrol (n=12).
4,03 4,01
4,38
3,8 3,9 4 4,1 4,2 4,3 4,4 4,5