DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ... i
PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
UCAPAN TERIMA KASIH ... iv
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... xi
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Rumusan Masalah ... 5
C.Batasan Masalah ... 5
D.Tujuan Penelitian... 5
E. Manfaat Penelitian... 6
F. Struktur Organisasi ... 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Pemecahan Masalah Matematis ... 8
B.Model Discovery Learning... 13
C.Model Problem Based Learning ... 17
D.Penelitian yang Relevan ... 19
E. Hipotesis Penelitian ... 20
BAB III METODE PENELITIAN A.Metode dan Desain Penelitian ... 21
B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 21
C.Variabel Penelitian ... 22
D.Instrumen Penelitian ... 22
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN
A.Temuan ... 36
1. Analisis Data Nilai Ulangan Harian Siswa ... 37
2. Analisis Data Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 41
B. Pembahasan ... 45
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A.Simpulan ... 48
B.Implikasi ... 48
C.Rekomendasi ... 48
DAFTAR PUSTAKA ... 50
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 54
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bappenas (2006) mengemukakan bahwa majunya suatu bangsa
dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang
berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional atas sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas pula. Perkembangan kehidupan manusia dari
masa ke masa berikutnya dipastikan akan lebih kompleks terutama dalam
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menuntut manusia untuk
selalu bisa bersaing mengikuti perkembangannya dan mampu bertahan dan dapat
menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Soedjadi (dalam Wirantiwi,
2013, hlm.1) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan
agar peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Agar siswa
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka diperlukan suatu alat.
Salah satunya adalah melalui pembelajaran matematika. Sehingga dapat dikatakan
bahwa pembelajaran matematika merupakan kegiatan pendidikan yang
menggunakan matematika untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri.
Menurut Depdiknas (2006, hlm. 346), tujuan yang ingin dicapai melalui
pembelajaran matematika adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran
pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5)
memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
2
Secara garis besar, kemampuan yang terangkum dalam tujuan
pembelajaran matematika di atas adalah kemampuan koneksi, penalaran,
pemecahan masalah, komunikasi, dan disposisi matematik. Dari tujuan
pembelajaran matematika yang dikemukakan Depdiknas tersebut tampak bahwa
arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Menurut
Ruseffendi (2003) kemampuan pemecahan masalah ini sangat berguna bagi siswa
pada saat mendalami matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, bukan
saja bagi mereka yang mendalami matematika, tetapi juga yang akan
menerapkannya baik dalam bidang lain dalam rangka peningkatan kualitas SDM.
Atas dasar itulah Rahmah (dalam Wirantiwi, 2011, hlm.3) menyimpulkan bahwa
kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang dalam hidupnya. Melalui
kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan pada
masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematis
dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.
Oleh karena itu, pemecahan masalah menjadi fokus penting dalam
kurikulum matematika sekolah mulai jenjang sekolah dasar sampai sekolah
menengah. Penguasaan setiap standar kompetensi selalu dilengkapi dengan suatu
kompetensi dasar pemecahan masalah yang berkaitan dengan standar kompetensi
tersebut. Perbaikan kemampuan siswa dalam belajar matematika, khususnya
kemampuan pemecahan masalah perlu dilakukan oleh guru melalui proses
belajar-mengajar matematika. Menurut Sobel dan Maletsky (2001, hlm.1-2) banyak sekali
guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas
tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, memberi tugas lagi kepada siswa.
Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan setiap hari. Apabila
pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator
pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.
Shadiq (2007, hlm.2) memaparkan rendahnya kemampuan pemecahan
masalah matematik siswa disebabkan oleh proses pembelajaran matematika di
kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order
thinking skills) dan kurang terkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari.
Pembelajaran seperti ini tidak sejalan dengan tujuan pemberian matematika pada
sejalan pula dengan prinsip pengembangan KTSP, yaitu berpusat pada potensi,
perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya serta
relevan dengan kebutuhan kehidupan.
Daeka dkk (2014, hlm.301) mengemukakan bahwa rendahnya
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, salah satunya dikarenakan
siswa tidak terbiasa melatih kemampuan memecahkan masalahnya. Siswa terbiasa
menghafal definisi, teorema, serta rumus-rumus matematika, dan kurangnya
pengembangan kemampuan lain termasuk kemampuan pemecahan masalah.
Untuk menyikapi hal tersebut salah satunya dengan memilih dan menggunakan
model pembelajaran yang tepat. Ruseffendi (2006, hlm.18) mengatakan bahwa
salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru matematika sekolah menengah
adalah mampu mendemonstrasikan dalam penerapan macam-macam metode dan
teknik mengajar dalam bidang studi yang diajarkan.
Banyak alternatif yang bisa dilakukan agar penyajian materi pelajaran dan
suasana pengajaran lebih menarik, sehingga pembelajaran yang dilakukan
bermakna-guna dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Alternatif yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan
menggunakan metode discovery learning dan problem based learning. Amin
(dalam Supriadi, 2000, hlm.7) menyatakan bahwa suatu kegiatan “discovery atau
penemuan” ialah suatu kegiatan atau pelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui
proses mentalnya sendiri. Carin dan Sund (dalam Rofingatun, 2006, hlm.19),
memberikan arti tentang discovery learning sebagai berikut: the mental process of
assimilating concepts and principles, learning how to use the mind to discovery.
Pendapat tersebut menyatakan bahwa penemuan merupakan suatu proses mental,
dimana siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan
suatu konsep atau prinsip.
Menurut Marsigit (2013), problem based learning merupakan model
pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur
dengan baik sebagai konteks untuk siswa belajar berpikir kritis dan keterampilan
memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Problem based learning
4
kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial
dan kontekstual. Problem based learning juga ditandai oleh pendekatan yang
berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator, dan soal terbuka atau kurang
terstruktur yang digunakan sebagai rancangan awal untuk belajar.
Beberapa penelitian mengenai model discovery learning atau pun model
problem based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah sudah
dilakukan. Salah satu penelitian tindakan kelas yang sudah dilakukan oleh
Rahmaniyah (2010) terhadap siswa kelas VIII MTs 45 Gianyar-Bali dengan judul “Penerapan Metode Penemuan dalam Pembelajaran pada Materi Lingkaran sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Matematika”, dengan hasil penelitiannya adalah peningkatan kemampuan pemahaman konsep
matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan metode
penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika
dengan model konvensional dengan kualitas sedang. Penelitian lainnya dilakukan
oleh Subakti (2009) terhadap SMAN 1 Cileunyi dengan judul “ Meningkatkan
Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMU melalui
Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah”, dengan hasil penelitiannya adalah
pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat
meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik siswa
SMA. Namun belum ada penelitian yang membandingkan kedua model
pembelajaran tersebut terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
pada tingkat SMP.
Dengan melihat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,
model discovery learning dan model problem based learning, keduanya dianggap
mampu untuk mendongkrak kemampuan pemecahan masalah matematis siswa
dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk
mencoba membandingkan antara keduanya pada jenjang SMP. Atas dasar itulah
penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang: “Perbandingan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematis Antara Siswa yang Mendapatkan Model
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang tercantum dalam latar belakang, maka
beberapa rumusan masalah yang disajikan dalam penelitian ini diantaranya yaitu:
1. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah
mendapatkan pembelajaran dengan model discovery learning?
2. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah
mendapatkan pembelajaran dengan model problem based learning?
3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara
siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning dengan
model problem based learning?
C. Batasan Masalah
Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami masalah yang dikaji
dalam penelitian ini, masalah penelitian dibatasi pada beberapa aspek sebagai
berikut:
1. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 2 Lembang dengan
sampel penelitian yaitu siswa kelas VII B dan VII C yang masing-masing
berjumlah 35 siswa.
2. Pokok bahasan yang diteliti adalah geometri dengan topik konsep luas
segiempat (persegi, persegi panjang, jajargenjang, trapesium, belah ketupat
dan layang-layang) serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari
penelitian ini diantaranya yaitu:
1. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah
mendapatkan pembelajaran dengan model discovery learning.
2. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah
mendapatkan pembelajaran dengan model problem based learning.
3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah
matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery
6
E. Manfaat Penulisan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata
bagi beberapa kalangan berikut ini:
1. Bagi siswa
Pengalaman belajar melalui model discovery learning maupun problem
based learning dapat merangsang siswa untuk belajar aktif dan lebih
bermakna sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa.
2. Bagi guru
Penggunaan model discovery learning maupun model problem based
learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.
3. Bagi peneliti
Sebagai suatu pembelajaran karena peneliti dapat mengaplikasikan segala
pengetahuan yang didapatkan selama perkuliahan maupun di luar
perkuliahan.
F. Definisi Operasional
Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda tentang
istilah-istilah yang digunakan di dalam penelitian ini, ada beberapa istilah-istilah yang perlu
dijelaskan yaitu sebagai berikut:
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam
menyelesaikan masalah yang meliputi kemampuan mengidentifikasi
unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan dan kecukupan unsur-unsur yang diperlukan,
mampu membuat/menyusun model matematika, dapat memilih dan
mengembangkan strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan memeriksa
kebenaran jawaban yang diperoleh.
2. Model discovery learning adalah suatu model pembelajaran yang menitik
beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam pembelajaran dengan
model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang
mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma, dan
3. Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir logis dan kritis, sistematik dan cermat, serta untuk
memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.
Model problem based learning dalam penelitian ini memiliki
langkah-langkah sebagai berikut: mendefinisikan masalah, mendiagnosis masalah,
merumuskan alternatif strategi, menentukan dan menerapkan strategi pilihan,
serta melakukan evaluasi.
G. Struktur Organisasi
Skripsi ini terdiri dari lima Bab yaitu pendahuluan pada Bab I, kajian
pustaka pada Bab II, metode penelitian pada Bab III, temuan dan pembahasan
pada Bab IV, serta simpulan, implikasi dan rekomendasi pada Bab V.
Secara rinci, Bab I berisi latar belakang pemilihan topik peneletian, rumusan
masalah, tujuan, serta manfaat penelitian ini dilakukan. Pada Bab II, penulis
memaparkan tentang kajian pustaka, penelitian yang relevan dan hipotesis
penelitian mengenai masalah yang sudah dirumuskan. Bab III membahas
mengenai desain dan metode penelitian yang akan dilakukan, lokasi dan subjek
penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data. Pada Bab IV terdapat
pemaparan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab V menyajikan penafsiran
dan pemaknaan penulis terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen
melalui pendekatan kuantitatif dengan Quasi Experimental Design. Adapun desain
penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Two Group Post Test Only.
Kelompok yang akan terlibat di dalam penelitian ini yaitu dua kelas kelompok
eksperimen. Kelompok kelas eksperimen 1 mendapatkan pembelajaran dengan
model discovery learning sedangkan kelompok kelas eksperimen 2 mendapatkan
pembelajaran dengan model problem based learning.
Dengan demikian desain eksperimen dalam penelitian ini (dalam Ruseffendi, 2005,
hlm.50) adalah sebagai berikut:
X1 O1
---
X2 O2
Keterangan:
X1 = Perlakuan (Pembelajaran dengan model discovery learning)
X2 = Perlakuan (Pembelajaran dengan model problem based learning)
O1 = Pengukuran hasil akhir belajar (pada kelompok dengan model
discovery learning)
O2 = Pengukuran hasil akhir belajar (pada kelompok dengan model
problem based learning)
----: Pengelompokkan kelas tidak acak
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah
Pertama (SMP). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP
Negeri 2 Lembang. Sampel yang dipilih adalah sebanyak dua kelas. Kemudian
kelas tersebut dipilih, dimana satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 yang mendapat
model discovery learning dan satu kelas lainnya sebagai kelas eksperimen 2 yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan cara purposing
sampling, yaitu cara pengambilan subjek penelitian berdasarkan pertimbangan
seseorang atau peneliti. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi di
lapangan, pengambilan sampel dimungkinkan tidak dapat dilakukan secara acak.
Sekolah telah mengelompokkan siswa sedemikian rupa sehingga setiap kelas
memiliki karakteristik yang hampir sama.
C. Variabel Penelitian
Variabel merupakan objek atau titik perhatian dari suatu penelitian. Variabel
yang termuat pada penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.
Variabel bebas adalah faktor yang dipilih untuk dicari hubungan atau pengaruh
terhadap subjek yang diamati. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model
discovery learning dan model problem based learning. Sedangkan variabel terikat
adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel
terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah.
D. Instrumen Penelitian
Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap
mengenai hal-hal yang ingin dikaji melaui penelitian ini, maka dibuatlah
seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Instrumen Pembelajaran
Instrumen pembelajaran merupakan instrumen yang digunakan selama
pembelajaran berlangsung. Instrumen pembelajaran yang digunakan pada
penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP) dan Lembar
Kerja Kelompok (LKK).
a. Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP)
Menurut Khairuddin (2007, hlm.145) Rencana Pelaksanaan Pendidikan
(RPP) pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk
memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam
pembelajaran. Dengan demikian RPP merupakan upaya untuk memperkirakan
23
untuk kelas eksperimen 1 disesuaikan dengan model discovery learning,
sedangkan penyusunan RPP untuk kelas eksperimen 2 disesuaikan dengan
model problem based learning.
b. Lembar Kerja Siswa
Menurut Suherman (2010, hlm.58), Lembar Kerja Siswa (LKS) berisi
tuntunan aktivitas siswa dalam pembelajaran sehingga terjadi konstruktivistik
atau pembangun pemaknaan. LKK yang diberikan kepada kedua kelas
eksperimen dibuat berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah
yang berisikan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa
secara berkelompok.
2. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes, yaitu tes
kemampuan pemecahan masalah. Menurut Arifin (2011, hlm. 226), tes adalah suatu
teknik pengukuran yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan,
atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden.
Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah ini berbentuk soal-soal uraian yang
disusun untuk mengumpulkan informasi mengenai kemampuan pemecahan
masalah para siswa yang menjadi subjek penelitian. Suherman (2003, hlm. 110)
berpendapat bahwa dengan menggunakan soal berbentuk uraian dapat memiliki
kelebihan diantaranya:
1. Dalam menjawab soal uraian siswa dituntut untuk menjawab secara rinci, maka
proses berpikir, ketelitian dan sistematika penulisan dapat dievaluasi.
2. Terjadinya bias evaluasi kecil karena tidak ada sistem tebak-tebakan atau
untung-untungan. Hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa.
3. Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa,
karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik,
menyampaikan pendapat dan argumentasi dan mengaitkan fakta-fakta yang
relevan.
Selain itu, Ruseffendi (2005, hlm.118) menyatakan bahwa dalam tes uraian
hanya siswa yang telah menguasai materi dengan baik yang bisa memberikan
jawaban yang baik dan benar. Sehingga melalui tes uraian dapat diketahui strategi
Sesuai dengan desain penelitian yang telah dipaparkan, tes yang digunakan
dalam penelitian ini adalah postes yang dilaksanakan setelah diberikan perlakuan
(tindakan), dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa setelah diberikan perlakuan, pada masing-masing kelas
eksperimen.
Postes dilakukan untuk mengamati perbedaan kelas eksperimen 1 yang
mendapat perlakuan discovery learning dan kelas eksperimen 2 yang mendapatkan
perlakuan model problem based learning. Tes tersebut kemudian diujicobakan.
Kemudian di analisis mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks
kesukaran.
1. Validitas
Menurut Suherman (2003, hlm.102) suatu alat evaluasi disebut valid (absah
atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya
dievaluasi. Oleh karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan
alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat
evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang
dievaluasi tersebut dan hasil evaluasi mencerminkan keadaan yang sebenarnya.
Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien korelasi
product moment menggunakan rumus korelasi yang dikemukakan oleh Pearson.
Rumus korelasi yang digunakan adalah korelasi product moment dengan angka
kasar. Dalam Suherman (2003, hlm. 120) rumus validitas ditulis sebagai berikut:
� = N XY − X Y
√ N X − N Y − Y
Keterangan:
� = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y
= Banyaknya siswa
= Skor siswa pada setiap butir soal = Skor total dari seluruh siswa
Untuk menginterpretasi koefisien validitas digunakan kategori Guilford
25
Tabel 3.1
Klasifikasi Koefisien Validitas
Koefisien Validitas Interpretasi Validitas
0,90 rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)
0,70 < rxy ≤ 0,90 Tinggi (baik)
0,40 < rxy ≤ 0,70 Sedang (cukup)
0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah (kurang)
0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat rendah
rxy 0,00 Tidak valid
Uji coba dilakukan terhadap kelas VIII B di SMP Negeri 2 Lembang. Data
hasil uji coba diolah dengan menggunakan ANATES V4. Berdasarkan analisis hasil
uji coba, dengan mengacu pada klasifikasi Guilford di atas, diperoleh validitas butir
soal sebagai berikut.
Tabel 3.2
Hasil Analisis Validitas Butir Soal
No Soal Koefisien Validitas Interpretasi
1 0,826 Tinggi
2 0,853 Tinggi
3 0,234 Rendah
4 0,793 Tinggi
5 0,768 Tinggi
Berdasarkan pada tabel di atas, empat buah soal memiliki validitas yang
tinggi dan satu buah soal memiliki validitas yang rendah.
2. Reliabilitas
Menurut Suherman (2003, hlm.113), reliabilitas adalah suatu alat yang
memberikan hasil yang sama jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama
meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda. Tes kemampuan pemecahan masalah
Karena tes dalam penelitian ini berupa uraian, maka rumus yang digunakan
untuk menentukan reliabilitas adalah dengan rumus Alpha (dalam Suherman, 2003,
hlm.154) sebagai berikut:
� = � − 1 1 −� s si
i
Keterangan:
� = Koefisien reliabilitas
� = Banyak butir soal
si = Varians skor total
si = Jumlah varians skor setiap soal
Tolak ukur untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas digunakan
kategori yang dikemukakan oleh Guilford (Suherman, 2003, hlm.139) berikut ini:
Tabel 3.3
Klasifikasi Koefisien Reliabilitas
Koefisien Validitas Derajat Reliabilitas
0,90 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi
0,70 < r11 ≤ 0,90 Tinggi
0,40 < r11 ≤ 0,70 Sedang
0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah
rxy ≤ 0,20 Sangat rendah
Berdasarkan analisis hasil uji coba dengan menggunakan ANATES V4,
dengan mengacu pada klasifikasi Guilford di atas, diperoleh koefisien reliabilitas
sebagai berikut.
Tabel 3.4
Hasil Analisis Koefisien Reliabilitas
Koefisien Reliabilitas ��� Interpretasi
0,83 Tinggi
Berdasarkan koefisien reliabilitas yang diperoleh dari tabel 3.4, instrumen
27
3. Indeks Kesukaran
Menurut Suherman (2003, hlm.169), soal yang baik adalah soal yang tidak
terlalu sukar atau tidak terlalu mudah serta mampu merangsang siswa untuk
memecahkannya. Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal
disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan
1,00. Soal yang terlalu sukar memiliki indeks kesukaran 0,00, sedangkan soal yang
terlalu mudah memiliki indeks kesukaran 1,00.
Untuk mencari indeks kesukaran tipe soal uraian digunakan rumus dari
Depdiknas (dalam Nurafiah, 2013, hlm.33);
�� = � �̅
Keterangan:
�� = Indeks kesukaran
̅ = Rata − rata untuk skor soal itu � � = Skor maksimal ideal bobot
Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran digunakan kategori sebagai
berikut (Suherman, 2003, hlm.170):
Tabel 3.5
Klasifikasi Indeks Kesukaran
Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi
IK = 0,00 Soal terlalu sukar
0,00 IK ≤ 0,30 Soal sukar
0,30 IK ≤ 0,70 Soal sedang
0,70 IK 1,0 Soal mudah
IK = 1,00 Soal sangat mudah
Hasil pengolahan indeks kesukaran menggunakan ANATES V4 adalah
Tabel 3.6
Hasil Analisis Indeks Kesukaran
No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi
1 0,78 Mudah
2 0,50 Sedang
3 0,27 Sukar
4 0,49 Sedang
5 0,59 Sedang
Berdasarkan hasil uji instrumen, 1 soal termasuk ke dalam kategori mudah,
1 soal termasuk kategori sukar, dan 3 soal lainnya termasuk ke dalam kategori
sedang.
4. Daya Pembeda
Suherman (2003, hlm.159) mengatakan bahwa daya pembeda suatu soal
adalah seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut membedakan antara siswa
yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka
untuk menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D).
Besarnya indeks diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Namun, pada
indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi
menunjukkan bahwa soal tersebut terbalik dalam menentukan kualitas siswa.
Dalam menentukan daya pembeda suatu soal maka akan dibagi dua kelompok, yaitu
kelompok kecil dan kelompok besar. Untuk jumlah subjek kurang dari 30, maka
pembagian kelompok terdiri atas 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.
Sedangkan untuk jumlah subjek lebih dari 30, maka pembagian kelompok menjadi
27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27% skor terbawah sebagai kelompok
bawah.
Untuk mengetahui daya pembeda soal tipe uraian, digunakan rumus dari
Depdiknas (dalam Nurafiah, 2013, hlm.34) adalah:
29
Keterangan:
DP = Daya pembeda
̅̅̅̅ = Rata − rata skor kelompok atas untuk soal itu ̅̅̅̅ = Rata − rata skor kelompok bawah untuk soal itu � � = Skor maksimal ideal bobot
Untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap butir soal digunakan kategori
berikut (dalam Suherman, 2003: hlm.161):
Tabel 3.7
Klasifikasi Daya Pembeda
Nilai Daya Pembeda Interpretasi
DP ≤ 0,00 Sangat jelek
0,00 DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 DP ≤ 0,70 Baik
0,70 DP ≤ 1,00 Sangat baik
Dengan menggunakn perangkat lunak ANATES V4 diperoleh klasifikasi
interpretasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut.
Tabel 3.8
Hasil Analisis Daya Pembeda
No. Soal Daya Pembeda Interpretasi
1 0,33 Cukup
2 0,43 Baik
3 0,09 Jelek
4 0,53 Baik
5 0,68 Baik
Berdasarkan hasil uji instrmen, 1 soal memiliki daya pembeda yang jelek,
E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu tahap persiapan,
pelaksanaan, analisis data, dan pembuatan kesimpulan.
1. Tahap Persiapan
Tahap persiapan pada penelitian ini terdiri dari:
a. Menyusun proposal penelitian.
b. Mengadakan seminar proposal.
c. Membuat instrumen bahan ajar penelitian yang meliputi RPP, LKK dan
instrumen penelitian.
d. Persetujuan bahan ajar dan instrumen penelitian oleh dosen pembimbing.
e. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian.
f. Melakukan uji coba instrumen penelitian. Uji coba ini diberikan terhadap
subjek lain di luar subjek penelitian.
g. Menganalisis soal yang telah diujicobakan.
h. Menentukan dan memilih sampel dari populasi yang telah ditentukan.
2. Tahap Pelaksanaan
Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Mendata hasil ulangan harian kedua kelas eksperimen untuk mengetahui
kemampuan awal siswa.
b. Implementasi pembelajaran pada kedua kelas eksperimen. Kelas
eksperimen 1 diberikan pembelajaran dengan model discovery learning
dan kelas eksperimen 2 diberkan pembelajaran dengan model problem
based learning.
c. Melaksanakan postes pada kedua kelas eksperimen untuk mengetahui
kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mendapatkan perlakuan.
3. Tahap Analisis Data
Pada penelitian ini, tahap analisis data terdiri dari:
a. Mengumpulkan hasil data kuntitatif dari kelas kedua eksperimen.
b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh dengan tujuan untuk
31
4. Tahap Pembuatan Kesimpulan
Pada tahap ini peneliti membuat kesimpulan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Kemudian diinterpretasikan dan dibuktikan pada laporan penelitian
(skripsi).
F. Analisis Data
Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data kuantitatif. Data yang
terkumpul selanjutnya akan dilakukan proses pengolahan dan analisis terhadap
data-data tersebut untuk menguji hipotesis penelitian.
Data kuantitatif diperoleh dari hasil ulangan harian dan hasil postes.
a. Analisis Data Nilai Ulangan Harian
Analisis data nilai ulangan harian digunakan untuk mengetahui bahwa
kedua kelas eksperimen memiliki rata-rata nilai yang sama. Dengan kata lain, untuk
mengetahui bahwa kemampuan awalnya sama ataupun tidak jauh berbeda. Untuk
mempermudah dalam melakukan pengolahan data, semua pengujian statistik pada
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan
SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 20. for windows. Urutan
langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok
sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi
masing-masing kelompok sampel digunakan uji Shapiro-Wilk.
Perumusan hipotesis pengujian normalitas untuk nilai ulangan harian adalah
sebagai berikut:
H0 : Data nilai ulangan harian berdistribusi normal
H1 : Data nilai ulangan harian tidak berdistribusi normal
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% ( = 0,05) maka kriteria
pengujiannya adalah:
a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima
b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok
sampel mempunyai varians populasi yang sama atau berbeda. Uji homogenitas ini
dilakukan apabila sampel berdistrribusi normal yaitu menggunakan uji Leneve.
Adapun rumusan hipotesis yang digunakan untuk menguji homogenitas nilai
ulangan harian adalah sebagai berikut.
H0 : Tidak terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas
eksperimen 2
H1 :Terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas
eksperimen 2
Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:
H0 : 12= 22
H1 : 1222
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (= 0,05) maka kriteria
pengujiannya adalah:
a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima
b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak
3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas
memiliki rata-rata yang sama atau tidak. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai
berikut:
Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka
pengujian dilakukan menggunakan uji t (Independent Sample Test).
Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak homogen, maka
pengujian dilakukan menggunakan uji t’ (Independent Sample Test).
Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non
parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Perumusan hipotesis pengujian kesamaan dua rata-rata untuk data nilai
ulangan harian adalah:
H0 : Kemampuan matematis siswa kelas eksperimen 1 sama dengan
33
H1 : Kemampuan matematis siswa kelas eksperimen 1 tidak sama dengan
kemampuan matematis siswa kelas eksperimen 2
Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:
H0 : x= y
H1 : x y
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5%(= 0,05) maka kriteria
pengujiannya adalah:
a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima
b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak
b. Analisis Data Postes Kemampuan Pemecahan Masalah
Analisis data postes digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan
hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Analisis data postes
dilakukan dengan cara menentukan rata-rata setiap kelompok untuk mengetahui
rata-rata hitung kedua kelompok. Kemudian menghitung simpangan baku pada
setiap kelompok untuk mengetahui penyebaran kelompok. Untuk mempermudah
dalam melakukan pengolahan data, semua pengujian statistik pada penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan SPSS
(Statistical Product and Service Solution) versi 20. for windows. Urutan langkah
pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Uji Normalitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok
sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi
masing-masing kelompok sampel digunakan uji Shapiro-Wilk.
Perumusan hipotesis pengujian normalitas hasil postes adalah sebagai
berikut:
H0 : Data postes berdistribusi normal
H1 : Data postes tidak berdistribusi normal
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% ( = 0,05) maka kriteria
pengujiannya adalah:
c) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima
2) Uji Homogenitas
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok
sampel mempunyai varians populasi yang sama atau berbeda. Uji homogenitas ini
dilakukan apabila sampel berdistrribusi normal yaitu menggunakan uji Leneve.
Adapun rumusan hipotesis yang digunakan untuk menguji homogenitas hasil postes
adalah sebagai berikut.
H0 : Tidak terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas
eksperimen 2
H1 :Terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas
eksperimen 2
Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:
H0 : 12= 22
H1 : 1222
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (= 0,05) maka kriteria
pengujiannya adalah:
a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima
b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak
3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas
memiliki rata-rata yang sama atau tidak. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai
berikut:
Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka
pengujian dilakukan menggunakan uji t (Independent Sample Test).
Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak homogen, maka
pengujian dilakukan menggunakan uji t’ (Independent Sample Test).
Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non
parametrik yaitu uji Mann-Whitney.
Perumusan hipotesis pengujian perbedaan dua rata-rata untuk data
postes adalah:
H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan
35
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model problem based learning.
H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model discovery learning tidak sama dengan
kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan
pembelajaran dengan model problem based learning.
Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:
H0 : x= y
H1 : x y
Dengan menggunakan taraf signifikansi 5%(= 0,05) maka kriteria
pengujiannya adalah:
a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima
DAFTAR PUSTAKA
Annisah, S. (2009). Penggunaan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Arthur, L.B.(2008). Problem Solving. USA: Wikimedia Foundation, Inc.
Bappenas. (2006). Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. [Online]. Diakses dari http://www.bappenas.go.id/get-file-server/mode/7208.
Branca, N.A. (1980). Problem Solving as Goal, Process, and Basic Skill. dalam S. Krunik & R.E. Reys (Eds.), Problem Solving in School Mathematics (pp. 3-8). Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Inc.
Daeka, dkk. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS) ditinjau dari Kreatifitas Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Pacitan. [Online]. Diakses dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id
Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang StandarIsi. Jakarta: Depdiknas.
Febianti, G. (2012). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Antara Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Melalui Pendekatan Anchored Instruction dan Pendekatan Problem Posing. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Gagne, et al. (1992). Principles of Intructional Design. Florida: Hotland Winston.
Gallagher, S.A. (1997). Problem Based Learning: Where Did It Come From, What Does It Do, and Where Is It Going?, Jurnal for the Education of The Gifted, 20(4), 332-362.
Hasibuan, E. (2014). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Mengurangi Kecemasan Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran ARIAS. (Tesis). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
51
Khairuddin. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep dan Implementasinya di Madrasah. Semarang: Madrasah Development Centre (MDC) Pilar Media Jateng.
Krulik S., & Rudnick J.A. (1996). The New Source for Teaching Reasoning and Problem Solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn and Bacon.
Marsigit. (2013). Berbagai Metode Pembelajaran yang Cocok untuk Kurikulum 2013. [Online]. Diakses dari http://uny.academia.edu/MarsigitHrd.
Nurafiah, F. (2013). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Nurmalasari. (2003). Pendekatan Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran IPA SD untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. (Skripsi). FIP, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Polya, G. (1994). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Princeton, NJ: Princeton Science Library Printing.
Rahmaniyah, R. (2010). Penerapan Metode Penemuan dalam Pembelajaran pada Materi Lingkaran sebagai Upaya Peningkatn Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Matematika. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Riana. (2011). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Antara Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model CPS (Creative Problem Solving) dan PBL (Problem Based Learning). (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Rofingatun, S. (2006). Penerapan Metode Penemuan dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Ruseffendi, E.T. (2003). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
__________.(2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
___________.(2006). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.
Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Diakses dari http://p4tkmatematika.org/downloads.
Sobel M.A & E. M. Maletsky. (2001). Mengajar Matematika. Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas dan Strategi. Jakarta: Erlangga.
Subakti, J. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMU Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.
Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika untuk Calon Guru dan Mahasiswa Calon Guru Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
___________.(2010). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Supriadi, K. (2000). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Penemuan. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdaya.
Taofiq. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Wahyuni, E.A. (2010). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta: Bumi Aksara.
Wirantiwi, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Proyek Based Learning). (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
Wulandari, R.A. (2011). Pengaruh implementasi model pembelajaran creative problem dolving (CPS) dengan teknik two stay-two stray (TSTS) terhadap kreativitas dan ketuntasan belajar siswa. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
53