• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING: Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di salah satu SMP di Bandung Barat.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS ANTARA SISWA YANG MENDAPATKAN MODEL DISCOVERY LEARNING DENGAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING: Penelitian Eksperimen terhadap Siswa Kelas VII di salah satu SMP di Bandung Barat."

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 5

C.Batasan Masalah ... 5

D.Tujuan Penelitian... 5

E. Manfaat Penelitian... 6

F. Struktur Organisasi ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA A.Pemecahan Masalah Matematis ... 8

B.Model Discovery Learning... 13

C.Model Problem Based Learning ... 17

D.Penelitian yang Relevan ... 19

E. Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN A.Metode dan Desain Penelitian ... 21

B.Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

C.Variabel Penelitian ... 22

D.Instrumen Penelitian ... 22

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 30

(2)

BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A.Temuan ... 36

1. Analisis Data Nilai Ulangan Harian Siswa ... 37

2. Analisis Data Postes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa... 41

B. Pembahasan ... 45

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI A.Simpulan ... 48

B.Implikasi ... 48

C.Rekomendasi ... 48

DAFTAR PUSTAKA ... 50

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 54

(3)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bappenas (2006) mengemukakan bahwa majunya suatu bangsa

dipengaruhi oleh mutu pendidikan dari bangsa itu sendiri, karena pendidikan yang

berkualitas dapat menghasilkan tenaga-tenaga profesional atas sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas pula. Perkembangan kehidupan manusia dari

masa ke masa berikutnya dipastikan akan lebih kompleks terutama dalam

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini menuntut manusia untuk

selalu bisa bersaing mengikuti perkembangannya dan mampu bertahan dan dapat

menyelesaikan segala masalah yang dihadapinya. Soedjadi (dalam Wirantiwi,

2013, hlm.1) mengatakan bahwa pendidikan adalah upaya sadar yang dilakukan

agar peserta didik atau siswa dapat mencapai tujuan tertentu. Agar siswa

mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan, maka diperlukan suatu alat.

Salah satunya adalah melalui pembelajaran matematika. Sehingga dapat dikatakan

bahwa pembelajaran matematika merupakan kegiatan pendidikan yang

menggunakan matematika untuk mencapai tujuan dari pendidikan itu sendiri.

Menurut Depdiknas (2006, hlm. 346), tujuan yang ingin dicapai melalui

pembelajaran matematika adalah: (1) memahami konsep matematika, menjelaskan

keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes,

akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah; (2) menggunakan penalaran

pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat

generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan

matematika; (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan

solusi yang diperoleh; (4) mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah, dan (5)

memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

(4)

2

Secara garis besar, kemampuan yang terangkum dalam tujuan

pembelajaran matematika di atas adalah kemampuan koneksi, penalaran,

pemecahan masalah, komunikasi, dan disposisi matematik. Dari tujuan

pembelajaran matematika yang dikemukakan Depdiknas tersebut tampak bahwa

arah atau orientasi pembelajaran matematika adalah pemecahan masalah. Menurut

Ruseffendi (2003) kemampuan pemecahan masalah ini sangat berguna bagi siswa

pada saat mendalami matematika maupun dalam kehidupan sehari-hari, bukan

saja bagi mereka yang mendalami matematika, tetapi juga yang akan

menerapkannya baik dalam bidang lain dalam rangka peningkatan kualitas SDM.

Atas dasar itulah Rahmah (dalam Wirantiwi, 2011, hlm.3) menyimpulkan bahwa

kemampuan pemecahan masalah membantu seseorang dalam hidupnya. Melalui

kegiatan ini aspek-aspek kemampuan matematika seperti penerapan aturan pada

masalah tidak rutin, penemuan pola, penggeneralisasian, komunikasi matematis

dan lain-lain dapat dikembangkan secara lebih baik.

Oleh karena itu, pemecahan masalah menjadi fokus penting dalam

kurikulum matematika sekolah mulai jenjang sekolah dasar sampai sekolah

menengah. Penguasaan setiap standar kompetensi selalu dilengkapi dengan suatu

kompetensi dasar pemecahan masalah yang berkaitan dengan standar kompetensi

tersebut. Perbaikan kemampuan siswa dalam belajar matematika, khususnya

kemampuan pemecahan masalah perlu dilakukan oleh guru melalui proses

belajar-mengajar matematika. Menurut Sobel dan Maletsky (2001, hlm.1-2) banyak sekali

guru matematika yang menggunakan waktu pelajaran dengan kegiatan membahas

tugas-tugas lalu, memberi pelajaran baru, memberi tugas lagi kepada siswa.

Pembelajaran seperti di atas yang rutin dilakukan setiap hari. Apabila

pembelajaran seperti ini terus dilaksanakan maka kompetensi dasar dan indikator

pembelajaran tidak akan dapat tercapai secara maksimal.

Shadiq (2007, hlm.2) memaparkan rendahnya kemampuan pemecahan

masalah matematik siswa disebabkan oleh proses pembelajaran matematika di

kelas kurang meningkatkan kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order

thinking skills) dan kurang terkait langsung dengan kehidupan nyata sehari-hari.

Pembelajaran seperti ini tidak sejalan dengan tujuan pemberian matematika pada

(5)

sejalan pula dengan prinsip pengembangan KTSP, yaitu berpusat pada potensi,

perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya serta

relevan dengan kebutuhan kehidupan.

Daeka dkk (2014, hlm.301) mengemukakan bahwa rendahnya

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa, salah satunya dikarenakan

siswa tidak terbiasa melatih kemampuan memecahkan masalahnya. Siswa terbiasa

menghafal definisi, teorema, serta rumus-rumus matematika, dan kurangnya

pengembangan kemampuan lain termasuk kemampuan pemecahan masalah.

Untuk menyikapi hal tersebut salah satunya dengan memilih dan menggunakan

model pembelajaran yang tepat. Ruseffendi (2006, hlm.18) mengatakan bahwa

salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru matematika sekolah menengah

adalah mampu mendemonstrasikan dalam penerapan macam-macam metode dan

teknik mengajar dalam bidang studi yang diajarkan.

Banyak alternatif yang bisa dilakukan agar penyajian materi pelajaran dan

suasana pengajaran lebih menarik, sehingga pembelajaran yang dilakukan

bermakna-guna dan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa. Alternatif yang bisa dilakukan oleh guru adalah dengan

menggunakan metode discovery learning dan problem based learning. Amin

(dalam Supriadi, 2000, hlm.7) menyatakan bahwa suatu kegiatan “discovery atau

penemuan” ialah suatu kegiatan atau pelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat menemukan konsep-konsep dan prinsip-prinsip melalui

proses mentalnya sendiri. Carin dan Sund (dalam Rofingatun, 2006, hlm.19),

memberikan arti tentang discovery learning sebagai berikut: the mental process of

assimilating concepts and principles, learning how to use the mind to discovery.

Pendapat tersebut menyatakan bahwa penemuan merupakan suatu proses mental,

dimana siswa terlibat dalam menggunakan proses mentalnya untuk menemukan

suatu konsep atau prinsip.

Menurut Marsigit (2013), problem based learning merupakan model

pembelajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata yang tidak terstruktur

dengan baik sebagai konteks untuk siswa belajar berpikir kritis dan keterampilan

memecahkan masalah serta memperoleh pengetahuan. Problem based learning

(6)

4

kolaboratif, terintegrasi, dan konstruktif yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial

dan kontekstual. Problem based learning juga ditandai oleh pendekatan yang

berpusat pada siswa, guru sebagai fasilitator, dan soal terbuka atau kurang

terstruktur yang digunakan sebagai rancangan awal untuk belajar.

Beberapa penelitian mengenai model discovery learning atau pun model

problem based learning terhadap kemampuan pemecahan masalah sudah

dilakukan. Salah satu penelitian tindakan kelas yang sudah dilakukan oleh

Rahmaniyah (2010) terhadap siswa kelas VIII MTs 45 Gianyar-Bali dengan judul “Penerapan Metode Penemuan dalam Pembelajaran pada Materi Lingkaran sebagai Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Matematika”, dengan hasil penelitiannya adalah peningkatan kemampuan pemahaman konsep

matematis siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan metode

penemuan lebih baik daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika

dengan model konvensional dengan kualitas sedang. Penelitian lainnya dilakukan

oleh Subakti (2009) terhadap SMAN 1 Cileunyi dengan judul “ Meningkatkan

Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMU melalui

Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah”, dengan hasil penelitiannya adalah

pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran berbasis masalah dapat

meningkatkan kemampuan penalaran dan pemecahan masalah matematik siswa

SMA. Namun belum ada penelitian yang membandingkan kedua model

pembelajaran tersebut terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

pada tingkat SMP.

Dengan melihat beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya,

model discovery learning dan model problem based learning, keduanya dianggap

mampu untuk mendongkrak kemampuan pemecahan masalah matematis siswa

dalam pembelajaran matematika. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk

mencoba membandingkan antara keduanya pada jenjang SMP. Atas dasar itulah

penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang: “Perbandingan Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis Antara Siswa yang Mendapatkan Model

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan yang tercantum dalam latar belakang, maka

beberapa rumusan masalah yang disajikan dalam penelitian ini diantaranya yaitu:

1. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah

mendapatkan pembelajaran dengan model discovery learning?

2. Bagaimanakah kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah

mendapatkan pembelajaran dengan model problem based learning?

3. Apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara

siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery learning dengan

model problem based learning?

C. Batasan Masalah

Untuk menghindari kekeliruan dalam memahami masalah yang dikaji

dalam penelitian ini, masalah penelitian dibatasi pada beberapa aspek sebagai

berikut:

1. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP N 2 Lembang dengan

sampel penelitian yaitu siswa kelas VII B dan VII C yang masing-masing

berjumlah 35 siswa.

2. Pokok bahasan yang diteliti adalah geometri dengan topik konsep luas

segiempat (persegi, persegi panjang, jajargenjang, trapesium, belah ketupat

dan layang-layang) serta menggunakannya dalam pemecahan masalah.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan dari

penelitian ini diantaranya yaitu:

1. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah

mendapatkan pembelajaran dengan model discovery learning.

2. Mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis siswa setelah

mendapatkan pembelajaran dengan model problem based learning.

3. Mengetahui apakah terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah

matematis antara siswa yang pembelajarannya menggunakan model discovery

(8)

6

E. Manfaat Penulisan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi nyata

bagi beberapa kalangan berikut ini:

1. Bagi siswa

Pengalaman belajar melalui model discovery learning maupun problem

based learning dapat merangsang siswa untuk belajar aktif dan lebih

bermakna sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa.

2. Bagi guru

Penggunaan model discovery learning maupun model problem based

learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa.

3. Bagi peneliti

Sebagai suatu pembelajaran karena peneliti dapat mengaplikasikan segala

pengetahuan yang didapatkan selama perkuliahan maupun di luar

perkuliahan.

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya pemahaman yang berbeda tentang

istilah-istilah yang digunakan di dalam penelitian ini, ada beberapa istilah-istilah yang perlu

dijelaskan yaitu sebagai berikut:

1. Kemampuan pemecahan masalah matematis adalah kemampuan siswa dalam

menyelesaikan masalah yang meliputi kemampuan mengidentifikasi

unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan dan kecukupan unsur-unsur yang diperlukan,

mampu membuat/menyusun model matematika, dapat memilih dan

mengembangkan strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan memeriksa

kebenaran jawaban yang diperoleh.

2. Model discovery learning adalah suatu model pembelajaran yang menitik

beratkan pada aktifitas siswa dalam belajar. Dalam pembelajaran dengan

model ini, guru hanya bertindak sebagai pembimbing dan fasilitator yang

mengarahkan siswa untuk menemukan konsep, dalil, prosedur, algoritma, dan

(9)

3. Model problem based learning adalah suatu model pembelajaran yang

menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar

tentang cara berpikir logis dan kritis, sistematik dan cermat, serta untuk

memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pembelajaran.

Model problem based learning dalam penelitian ini memiliki

langkah-langkah sebagai berikut: mendefinisikan masalah, mendiagnosis masalah,

merumuskan alternatif strategi, menentukan dan menerapkan strategi pilihan,

serta melakukan evaluasi.

G. Struktur Organisasi

Skripsi ini terdiri dari lima Bab yaitu pendahuluan pada Bab I, kajian

pustaka pada Bab II, metode penelitian pada Bab III, temuan dan pembahasan

pada Bab IV, serta simpulan, implikasi dan rekomendasi pada Bab V.

Secara rinci, Bab I berisi latar belakang pemilihan topik peneletian, rumusan

masalah, tujuan, serta manfaat penelitian ini dilakukan. Pada Bab II, penulis

memaparkan tentang kajian pustaka, penelitian yang relevan dan hipotesis

penelitian mengenai masalah yang sudah dirumuskan. Bab III membahas

mengenai desain dan metode penelitian yang akan dilakukan, lokasi dan subjek

penelitian, serta teknik pengumpulan dan analisis data. Pada Bab IV terdapat

pemaparan hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab V menyajikan penafsiran

dan pemaknaan penulis terhadap hasil analisis temuan penelitian sekaligus

(10)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen

melalui pendekatan kuantitatif dengan Quasi Experimental Design. Adapun desain

penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah Two Group Post Test Only.

Kelompok yang akan terlibat di dalam penelitian ini yaitu dua kelas kelompok

eksperimen. Kelompok kelas eksperimen 1 mendapatkan pembelajaran dengan

model discovery learning sedangkan kelompok kelas eksperimen 2 mendapatkan

pembelajaran dengan model problem based learning.

Dengan demikian desain eksperimen dalam penelitian ini (dalam Ruseffendi, 2005,

hlm.50) adalah sebagai berikut:

X1 O1

---

X2 O2

Keterangan:

X1 = Perlakuan (Pembelajaran dengan model discovery learning)

X2 = Perlakuan (Pembelajaran dengan model problem based learning)

O1 = Pengukuran hasil akhir belajar (pada kelompok dengan model

discovery learning)

O2 = Pengukuran hasil akhir belajar (pada kelompok dengan model

problem based learning)

----: Pengelompokkan kelas tidak acak

B. Populasi dan Sampel Penelitian

Subjek yang diteliti dalam penelitian ini adalah siswa Sekolah Menengah

Pertama (SMP). Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP

Negeri 2 Lembang. Sampel yang dipilih adalah sebanyak dua kelas. Kemudian

kelas tersebut dipilih, dimana satu kelas sebagai kelas eksperimen 1 yang mendapat

model discovery learning dan satu kelas lainnya sebagai kelas eksperimen 2 yang

(11)

dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan cara purposing

sampling, yaitu cara pengambilan subjek penelitian berdasarkan pertimbangan

seseorang atau peneliti. Hal ini dilakukan karena berdasarkan hasil observasi di

lapangan, pengambilan sampel dimungkinkan tidak dapat dilakukan secara acak.

Sekolah telah mengelompokkan siswa sedemikian rupa sehingga setiap kelas

memiliki karakteristik yang hampir sama.

C. Variabel Penelitian

Variabel merupakan objek atau titik perhatian dari suatu penelitian. Variabel

yang termuat pada penelitian ini ada dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

Variabel bebas adalah faktor yang dipilih untuk dicari hubungan atau pengaruh

terhadap subjek yang diamati. Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah model

discovery learning dan model problem based learning. Sedangkan variabel terikat

adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini variabel

terikatnya adalah kemampuan pemecahan masalah.

D. Instrumen Penelitian

Sebagai upaya untuk mendapatkan data dan informasi yang lengkap

mengenai hal-hal yang ingin dikaji melaui penelitian ini, maka dibuatlah

seperangkat instrumen. Adapun instrumen yang akan digunakan pada penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Instrumen Pembelajaran

Instrumen pembelajaran merupakan instrumen yang digunakan selama

pembelajaran berlangsung. Instrumen pembelajaran yang digunakan pada

penelitian ini terdiri dari Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP) dan Lembar

Kerja Kelompok (LKK).

a. Rencana Pelaksanan Pembelajaran (RPP)

Menurut Khairuddin (2007, hlm.145) Rencana Pelaksanaan Pendidikan

(RPP) pada hakekatnya merupakan perencanaan jangka pendek untuk

memperkirakan atau memproyeksikan apa yang akan dilakukan dalam

pembelajaran. Dengan demikian RPP merupakan upaya untuk memperkirakan

(12)

23

untuk kelas eksperimen 1 disesuaikan dengan model discovery learning,

sedangkan penyusunan RPP untuk kelas eksperimen 2 disesuaikan dengan

model problem based learning.

b. Lembar Kerja Siswa

Menurut Suherman (2010, hlm.58), Lembar Kerja Siswa (LKS) berisi

tuntunan aktivitas siswa dalam pembelajaran sehingga terjadi konstruktivistik

atau pembangun pemaknaan. LKK yang diberikan kepada kedua kelas

eksperimen dibuat berdasarkan indikator kemampuan pemecahan masalah

yang berisikan permasalahan-permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa

secara berkelompok.

2. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk tes, yaitu tes

kemampuan pemecahan masalah. Menurut Arifin (2011, hlm. 226), tes adalah suatu

teknik pengukuran yang di dalamnya terdapat berbagai pertanyaan, pernyataan,

atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan atau dijawab oleh responden.

Instrumen tes kemampuan pemecahan masalah ini berbentuk soal-soal uraian yang

disusun untuk mengumpulkan informasi mengenai kemampuan pemecahan

masalah para siswa yang menjadi subjek penelitian. Suherman (2003, hlm. 110)

berpendapat bahwa dengan menggunakan soal berbentuk uraian dapat memiliki

kelebihan diantaranya:

1. Dalam menjawab soal uraian siswa dituntut untuk menjawab secara rinci, maka

proses berpikir, ketelitian dan sistematika penulisan dapat dievaluasi.

2. Terjadinya bias evaluasi kecil karena tidak ada sistem tebak-tebakan atau

untung-untungan. Hasil evaluasi lebih dapat mencerminkan kemampuan siswa.

3. Proses pengerjaan tes akan menimbulkan kreativitas dan aktivitas positif siswa,

karena tes tersebut menuntut siswa agar berpikir secara sistematik,

menyampaikan pendapat dan argumentasi dan mengaitkan fakta-fakta yang

relevan.

Selain itu, Ruseffendi (2005, hlm.118) menyatakan bahwa dalam tes uraian

hanya siswa yang telah menguasai materi dengan baik yang bisa memberikan

jawaban yang baik dan benar. Sehingga melalui tes uraian dapat diketahui strategi

(13)

Sesuai dengan desain penelitian yang telah dipaparkan, tes yang digunakan

dalam penelitian ini adalah postes yang dilaksanakan setelah diberikan perlakuan

(tindakan), dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah

matematis siswa setelah diberikan perlakuan, pada masing-masing kelas

eksperimen.

Postes dilakukan untuk mengamati perbedaan kelas eksperimen 1 yang

mendapat perlakuan discovery learning dan kelas eksperimen 2 yang mendapatkan

perlakuan model problem based learning. Tes tersebut kemudian diujicobakan.

Kemudian di analisis mengetahui validitas, reliabilitas, daya pembeda dan indeks

kesukaran.

1. Validitas

Menurut Suherman (2003, hlm.102) suatu alat evaluasi disebut valid (absah

atau sahih) apabila alat tersebut mampu mengevaluasi apa yang seharusnya

dievaluasi. Oleh karena itu, keabsahannya tergantung pada sejauh mana ketepatan

alat evaluasi itu dalam melaksanakan fungsinya. Dengan demikian suatu alat

evaluasi disebut valid jika ia dapat mengevaluasi dengan tepat sesuatu yang

dievaluasi tersebut dan hasil evaluasi mencerminkan keadaan yang sebenarnya.

Nilai validitas dapat ditentukan dengan menentukan koefisien korelasi

product moment menggunakan rumus korelasi yang dikemukakan oleh Pearson.

Rumus korelasi yang digunakan adalah korelasi product moment dengan angka

kasar. Dalam Suherman (2003, hlm. 120) rumus validitas ditulis sebagai berikut:

� = N  XY −  X  Y

√ N X −  N  Y −  Y

Keterangan:

� = Koefisien korelasi antara variabel x dan variabel y

= Banyaknya siswa

= Skor siswa pada setiap butir soal = Skor total dari seluruh siswa

Untuk menginterpretasi koefisien validitas digunakan kategori Guilford

(14)

25

Tabel 3.1

Klasifikasi Koefisien Validitas

Koefisien Validitas Interpretasi Validitas

0,90  rxy ≤ 1,00 Sangat tinggi (sangat baik)

0,70 < rxy ≤ 0,90 Tinggi (baik)

0,40 < rxy ≤ 0,70 Sedang (cukup)

0,20 < rxy ≤ 0,40 Rendah (kurang)

0,00 < rxy ≤ 0,20 Sangat rendah

rxy  0,00 Tidak valid

Uji coba dilakukan terhadap kelas VIII B di SMP Negeri 2 Lembang. Data

hasil uji coba diolah dengan menggunakan ANATES V4. Berdasarkan analisis hasil

uji coba, dengan mengacu pada klasifikasi Guilford di atas, diperoleh validitas butir

soal sebagai berikut.

Tabel 3.2

Hasil Analisis Validitas Butir Soal

No Soal Koefisien Validitas Interpretasi

1 0,826 Tinggi

2 0,853 Tinggi

3 0,234 Rendah

4 0,793 Tinggi

5 0,768 Tinggi

Berdasarkan pada tabel di atas, empat buah soal memiliki validitas yang

tinggi dan satu buah soal memiliki validitas yang rendah.

2. Reliabilitas

Menurut Suherman (2003, hlm.113), reliabilitas adalah suatu alat yang

memberikan hasil yang sama jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama

meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda. Tes kemampuan pemecahan masalah

(15)

Karena tes dalam penelitian ini berupa uraian, maka rumus yang digunakan

untuk menentukan reliabilitas adalah dengan rumus Alpha (dalam Suherman, 2003,

hlm.154) sebagai berikut:

� = � − 1 1 −� s si

i

Keterangan:

� = Koefisien reliabilitas

� = Banyak butir soal

si = Varians skor total

 si = Jumlah varians skor setiap soal

Tolak ukur untuk menginterpretasikan koefisien reliabilitas digunakan

kategori yang dikemukakan oleh Guilford (Suherman, 2003, hlm.139) berikut ini:

Tabel 3.3

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Koefisien Validitas Derajat Reliabilitas

0,90 < r11 ≤ 1,00 Sangat tinggi

0,70 < r11 ≤ 0,90 Tinggi

0,40 < r11 ≤ 0,70 Sedang

0,20 < r11 ≤ 0,40 Rendah

rxy ≤ 0,20 Sangat rendah

Berdasarkan analisis hasil uji coba dengan menggunakan ANATES V4,

dengan mengacu pada klasifikasi Guilford di atas, diperoleh koefisien reliabilitas

sebagai berikut.

Tabel 3.4

Hasil Analisis Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas �� Interpretasi

0,83 Tinggi

Berdasarkan koefisien reliabilitas yang diperoleh dari tabel 3.4, instrumen

(16)

27

3. Indeks Kesukaran

Menurut Suherman (2003, hlm.169), soal yang baik adalah soal yang tidak

terlalu sukar atau tidak terlalu mudah serta mampu merangsang siswa untuk

memecahkannya. Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal

disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan

1,00. Soal yang terlalu sukar memiliki indeks kesukaran 0,00, sedangkan soal yang

terlalu mudah memiliki indeks kesukaran 1,00.

Untuk mencari indeks kesukaran tipe soal uraian digunakan rumus dari

Depdiknas (dalam Nurafiah, 2013, hlm.33);

�� = � �̅

Keterangan:

�� = Indeks kesukaran

̅ = Rata − rata untuk skor soal itu � � = Skor maksimal ideal bobot

Untuk menginterpretasikan indeks kesukaran digunakan kategori sebagai

berikut (Suherman, 2003, hlm.170):

Tabel 3.5

Klasifikasi Indeks Kesukaran

Nilai Indeks Kesukaran Interpretasi

IK = 0,00 Soal terlalu sukar

0,00 IK ≤ 0,30 Soal sukar

0,30 IK ≤ 0,70 Soal sedang

0,70  IK  1,0 Soal mudah

IK = 1,00 Soal sangat mudah

Hasil pengolahan indeks kesukaran menggunakan ANATES V4 adalah

(17)

Tabel 3.6

Hasil Analisis Indeks Kesukaran

No. Soal Indeks Kesukaran Interpretasi

1 0,78 Mudah

2 0,50 Sedang

3 0,27 Sukar

4 0,49 Sedang

5 0,59 Sedang

Berdasarkan hasil uji instrumen, 1 soal termasuk ke dalam kategori mudah,

1 soal termasuk kategori sukar, dan 3 soal lainnya termasuk ke dalam kategori

sedang.

4. Daya Pembeda

Suherman (2003, hlm.159) mengatakan bahwa daya pembeda suatu soal

adalah seberapa jauh kemampuan butir soal tersebut membedakan antara siswa

yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka

untuk menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi (D).

Besarnya indeks diskriminasi berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Namun, pada

indeks diskriminasi ada tanda negatif. Tanda negatif pada indeks diskriminasi

menunjukkan bahwa soal tersebut terbalik dalam menentukan kualitas siswa.

Dalam menentukan daya pembeda suatu soal maka akan dibagi dua kelompok, yaitu

kelompok kecil dan kelompok besar. Untuk jumlah subjek kurang dari 30, maka

pembagian kelompok terdiri atas 50% kelompok atas dan 50% kelompok bawah.

Sedangkan untuk jumlah subjek lebih dari 30, maka pembagian kelompok menjadi

27% skor teratas sebagai kelompok atas dan 27% skor terbawah sebagai kelompok

bawah.

Untuk mengetahui daya pembeda soal tipe uraian, digunakan rumus dari

Depdiknas (dalam Nurafiah, 2013, hlm.34) adalah:

(18)

29

Keterangan:

DP = Daya pembeda

̅̅̅̅ = Rata − rata skor kelompok atas untuk soal itu ̅̅̅̅ = Rata − rata skor kelompok bawah untuk soal itu � � = Skor maksimal ideal bobot

Untuk menginterpretasikan daya pembeda tiap butir soal digunakan kategori

berikut (dalam Suherman, 2003: hlm.161):

Tabel 3.7

Klasifikasi Daya Pembeda

Nilai Daya Pembeda Interpretasi

DP ≤ 0,00 Sangat jelek

0,00 DP ≤ 0,20 Jelek

0,20 DP ≤ 0,40 Cukup

0,40 DP ≤ 0,70 Baik

0,70 DP ≤ 1,00 Sangat baik

Dengan menggunakn perangkat lunak ANATES V4 diperoleh klasifikasi

interpretasi untuk daya pembeda adalah sebagai berikut.

Tabel 3.8

Hasil Analisis Daya Pembeda

No. Soal Daya Pembeda Interpretasi

1 0,33 Cukup

2 0,43 Baik

3 0,09 Jelek

4 0,53 Baik

5 0,68 Baik

Berdasarkan hasil uji instrmen, 1 soal memiliki daya pembeda yang jelek,

(19)

E. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini terdiri atas empat tahap kegiatan, yaitu tahap persiapan,

pelaksanaan, analisis data, dan pembuatan kesimpulan.

1. Tahap Persiapan

Tahap persiapan pada penelitian ini terdiri dari:

a. Menyusun proposal penelitian.

b. Mengadakan seminar proposal.

c. Membuat instrumen bahan ajar penelitian yang meliputi RPP, LKK dan

instrumen penelitian.

d. Persetujuan bahan ajar dan instrumen penelitian oleh dosen pembimbing.

e. Melakukan perizinan tempat untuk penelitian.

f. Melakukan uji coba instrumen penelitian. Uji coba ini diberikan terhadap

subjek lain di luar subjek penelitian.

g. Menganalisis soal yang telah diujicobakan.

h. Menentukan dan memilih sampel dari populasi yang telah ditentukan.

2. Tahap Pelaksanaan

Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Mendata hasil ulangan harian kedua kelas eksperimen untuk mengetahui

kemampuan awal siswa.

b. Implementasi pembelajaran pada kedua kelas eksperimen. Kelas

eksperimen 1 diberikan pembelajaran dengan model discovery learning

dan kelas eksperimen 2 diberkan pembelajaran dengan model problem

based learning.

c. Melaksanakan postes pada kedua kelas eksperimen untuk mengetahui

kemampuan pemecahan masalah siswa setelah mendapatkan perlakuan.

3. Tahap Analisis Data

Pada penelitian ini, tahap analisis data terdiri dari:

a. Mengumpulkan hasil data kuntitatif dari kelas kedua eksperimen.

b. Mengolah dan menganalisis hasil data yang diperoleh dengan tujuan untuk

(20)

31

4. Tahap Pembuatan Kesimpulan

Pada tahap ini peneliti membuat kesimpulan hasil penelitian yang telah

dilakukan. Kemudian diinterpretasikan dan dibuktikan pada laporan penelitian

(skripsi).

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian berupa data kuantitatif. Data yang

terkumpul selanjutnya akan dilakukan proses pengolahan dan analisis terhadap

data-data tersebut untuk menguji hipotesis penelitian.

Data kuantitatif diperoleh dari hasil ulangan harian dan hasil postes.

a. Analisis Data Nilai Ulangan Harian

Analisis data nilai ulangan harian digunakan untuk mengetahui bahwa

kedua kelas eksperimen memiliki rata-rata nilai yang sama. Dengan kata lain, untuk

mengetahui bahwa kemampuan awalnya sama ataupun tidak jauh berbeda. Untuk

mempermudah dalam melakukan pengolahan data, semua pengujian statistik pada

penelitian ini dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan

SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 20. for windows. Urutan

langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok

sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi

masing-masing kelompok sampel digunakan uji Shapiro-Wilk.

Perumusan hipotesis pengujian normalitas untuk nilai ulangan harian adalah

sebagai berikut:

H0 : Data nilai ulangan harian berdistribusi normal

H1 : Data nilai ulangan harian tidak berdistribusi normal

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% ( = 0,05) maka kriteria

pengujiannya adalah:

a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

(21)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok

sampel mempunyai varians populasi yang sama atau berbeda. Uji homogenitas ini

dilakukan apabila sampel berdistrribusi normal yaitu menggunakan uji Leneve.

Adapun rumusan hipotesis yang digunakan untuk menguji homogenitas nilai

ulangan harian adalah sebagai berikut.

H0 : Tidak terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas

eksperimen 2

H1 :Terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas

eksperimen 2

Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:

H0 : 12= 22

H1 : 1222

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (= 0,05) maka kriteria

pengujiannya adalah:

a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

3) Uji Kesamaan Dua Rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas

memiliki rata-rata yang sama atau tidak. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai

berikut:

 Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka

pengujian dilakukan menggunakan uji t (Independent Sample Test).

 Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak homogen, maka

pengujian dilakukan menggunakan uji t’ (Independent Sample Test).

 Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non

parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis pengujian kesamaan dua rata-rata untuk data nilai

ulangan harian adalah:

H0 : Kemampuan matematis siswa kelas eksperimen 1 sama dengan

(22)

33

H1 : Kemampuan matematis siswa kelas eksperimen 1 tidak sama dengan

kemampuan matematis siswa kelas eksperimen 2

Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:

H0 : x= y

H1 : x y

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5%(= 0,05) maka kriteria

pengujiannya adalah:

a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

b. Analisis Data Postes Kemampuan Pemecahan Masalah

Analisis data postes digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan

hasil belajar siswa sebelum dan sesudah diberi perlakuan. Analisis data postes

dilakukan dengan cara menentukan rata-rata setiap kelompok untuk mengetahui

rata-rata hitung kedua kelompok. Kemudian menghitung simpangan baku pada

setiap kelompok untuk mengetahui penyebaran kelompok. Untuk mempermudah

dalam melakukan pengolahan data, semua pengujian statistik pada penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan software Microsoft Excel 2013 dan SPSS

(Statistical Product and Service Solution) versi 20. for windows. Urutan langkah

pengujiannya adalah sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok

sampel berdistribusi normal atau tidak. Untuk menghitung normalitas distribusi

masing-masing kelompok sampel digunakan uji Shapiro-Wilk.

Perumusan hipotesis pengujian normalitas hasil postes adalah sebagai

berikut:

H0 : Data postes berdistribusi normal

H1 : Data postes tidak berdistribusi normal

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% ( = 0,05) maka kriteria

pengujiannya adalah:

c) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

(23)

2) Uji Homogenitas

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok

sampel mempunyai varians populasi yang sama atau berbeda. Uji homogenitas ini

dilakukan apabila sampel berdistrribusi normal yaitu menggunakan uji Leneve.

Adapun rumusan hipotesis yang digunakan untuk menguji homogenitas hasil postes

adalah sebagai berikut.

H0 : Tidak terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas

eksperimen 2

H1 :Terdapat perbedaan nilai varians untuk kelas eksperimen 1 dan kelas

eksperimen 2

Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:

H0 : 12= 22

H1 : 1222

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5% (= 0,05) maka kriteria

pengujiannya adalah:

a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

b) Jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 maka H0 ditolak

3) Uji Perbedaan Dua Rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata bertujuan untuk mengetahui apakah kedua kelas

memiliki rata-rata yang sama atau tidak. Ketentuan pengujiannya adalah sebagai

berikut:

 Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen, maka

pengujian dilakukan menggunakan uji t (Independent Sample Test).

 Jika data berdistribusi normal dan memiliki varians yang tidak homogen, maka

pengujian dilakukan menggunakan uji t’ (Independent Sample Test).

 Jika data tidak berdistribusi normal, maka digunakan uji statistik non

parametrik yaitu uji Mann-Whitney.

Perumusan hipotesis pengujian perbedaan dua rata-rata untuk data

postes adalah:

H0 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan

(24)

35

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan model problem based learning.

H1 : Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan model discovery learning tidak sama dengan

kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang mendapatkan

pembelajaran dengan model problem based learning.

Dengan menggunakan hipotesis statistik dapat ditulis sebagai berikut:

H0 : x= y

H1 : x y

Dengan menggunakan taraf signifikansi 5%(= 0,05) maka kriteria

pengujiannya adalah:

a) Jika nilai signifikansi (Sig.) ≥ 0,05 maka H0 diterima

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Annisah, S. (2009). Penggunaan Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan, Metode dan Paradigma Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Arthur, L.B.(2008). Problem Solving. USA: Wikimedia Foundation, Inc.

Bappenas. (2006). Pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia. [Online]. Diakses dari http://www.bappenas.go.id/get-file-server/mode/7208.

Branca, N.A. (1980). Problem Solving as Goal, Process, and Basic Skill. dalam S. Krunik & R.E. Reys (Eds.), Problem Solving in School Mathematics (pp. 3-8). Reston, VA: National Council of Teachers of Mathematics (NCTM), Inc.

Daeka, dkk. (2014). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dan Think Pair Share (TPS) ditinjau dari Kreatifitas Belajar Siswa Kelas VII SMP Negeri di Kabupaten Pacitan. [Online]. Diakses dari http://jurnal.fkip.uns.ac.id

Dahar, R.W. (1989). Teori-teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang StandarIsi. Jakarta: Depdiknas.

Febianti, G. (2012). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Antara Siswa yang Memperoleh Pembelajaran Melalui Pendekatan Anchored Instruction dan Pendekatan Problem Posing. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Gagne, et al. (1992). Principles of Intructional Design. Florida: Hotland Winston.

Gallagher, S.A. (1997). Problem Based Learning: Where Did It Come From, What Does It Do, and Where Is It Going?, Jurnal for the Education of The Gifted, 20(4), 332-362.

Hasibuan, E. (2014). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Mengurangi Kecemasan Matematis Siswa dengan Menggunakan Model Pembelajaran ARIAS. (Tesis). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

(26)

51

Khairuddin. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Konsep dan Implementasinya di Madrasah. Semarang: Madrasah Development Centre (MDC) Pilar Media Jateng.

Krulik S., & Rudnick J.A. (1996). The New Source for Teaching Reasoning and Problem Solving in Junior and Senior High School. Boston: Allyn and Bacon.

Marsigit. (2013). Berbagai Metode Pembelajaran yang Cocok untuk Kurikulum 2013. [Online]. Diakses dari http://uny.academia.edu/MarsigitHrd.

Nurafiah, F. (2013). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Means Ends Analysis (MEA) Dan Problem Based Learning (PBL). (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Nurmalasari. (2003). Pendekatan Penemuan Terbimbing dalam Pembelajaran IPA SD untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa. (Skripsi). FIP, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Polya, G. (1994). How to Solve It: A New Aspect of Mathematical Method. Princeton, NJ: Princeton Science Library Printing.

Rahmaniyah, R. (2010). Penerapan Metode Penemuan dalam Pembelajaran pada Materi Lingkaran sebagai Upaya Peningkatn Pemahaman Siswa Terhadap Konsep Matematika. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Riana. (2011). Perbandingan Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Antara Siswa yang Pembelajarannya Menggunakan Model CPS (Creative Problem Solving) dan PBL (Problem Based Learning). (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Rofingatun, S. (2006). Penerapan Metode Penemuan dalam Pembelajaran Matematika untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa SMP. (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Ruseffendi, E.T. (2003). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.

__________.(2005). Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non-Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

___________.(2006). Dasar-dasar Matematika Modern dan Komputer untuk Guru. Bandung: Tarsito.

(27)

Shadiq, F. (2004). Penalaran, Pemecahan Masalah dan Komunikasi dalam Pembelajaran Matematika. [Online]. Diakses dari http://p4tkmatematika.org/downloads.

Sobel M.A & E. M. Maletsky. (2001). Mengajar Matematika. Sebuah Buku Sumber Alat Peraga, Aktivitas dan Strategi. Jakarta: Erlangga.

Subakti, J. (2009). Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMU Melalui Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis UPI: Tidak diterbitkan.

Suherman, E. (2003). Evaluasi Pembelajaran Matematika untuk Calon Guru dan Mahasiswa Calon Guru Matematika. Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.

___________.(2010). Belajar dan Pembelajaran Matematika. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Supriadi, K. (2000). Pembelajaran Matematika dengan Menggunakan Metode Penemuan. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Syah, M. (2004). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdaya.

Taofiq. (2012). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan Metode Pembelajaran Berbasis Proyek. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Wahyuni, E.A. (2010). Peningkatan Kemampuan Komunikasi dan Koneksi Matematis Siswa SMP Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. (Tesis). Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Wena, M. (2010). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer (Suatu Tinjauan Konseptual Operasional). Jakarta: Bumi Aksara.

Wirantiwi, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMA melalui Model Pembelajaran Berbasis Proyek (Proyek Based Learning). (Skripsi). FPMIPA, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Wulandari, R.A. (2011). Pengaruh implementasi model pembelajaran creative problem dolving (CPS) dengan teknik two stay-two stray (TSTS) terhadap kreativitas dan ketuntasan belajar siswa. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

(28)

53

Gambar

Tabel 3.1 Klasifikasi Koefisien Validitas
Tabel 3.4 Hasil Analisis Koefisien Reliabilitas
Tabel 3.5
Tabel 3.6 Hasil Analisis Indeks Kesukaran
+2

Referensi

Dokumen terkait

Rajah 7 menunjukkan gabungan pepejal yang terdiri daripada sebuah silinder dan sebuah prisma

MENINGKATKAN LITERASI SAINS SISWA KELAS 7 SMP PADA TEMA PERUBAHAN BENDA-BENDA DI SEKITAR

Setelah pemberian aquades dan larutan KCNS 10 % terlihat perubahan warna pada masing – masing tabung reaksi, pada tabung reaksi dengan volume NH4Fe(SO4)2 1 ml warna

Klasifikasi senyawa organik pada umumnya didasarkan atas ikatan kovalen yang terdapat diantara atom karbon, keistimewaan dalam struktur molekul dan radikal atau gugus fungsi

Pembelajaran Menggunakan Permainan Media Balok Untuk Meningkatkan Kemampuan Visual- Spasial Anak Taman Kanak-Kanak.. Universitas Pendidikan Indonesia |

Pengaruh Penerapan Standar Akuntansi Pemerintahan, Kualitas Aparatur Pemerintah daerah dan Good Governance Terhadap Kualitas Laporan Keuangan di Kota Semarang (Studi Kasus pada

PENENTUAN KADAR PROTEIN PADA TAUCO DENGAN METODE KJELDAHL DIBALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN MEDAN..

w imr Kecepatan angin induksi arah vertikal pada rotor utama m/s. w hf Kecepatan angin relatif arah vertikal, lokal di sirip horisontal