iv ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN AIR KELAPA (Cocos nucifera) TERHADAP KETAHANAN OTOT LAKI-LAKI DEWASA MUDA NON-ATLET PADA
LATIHAN LARI JARAK JAUH
Ersalina Tresnawati Naryanto, 2015.
Pembimbing I : Fen Tih, dr., M.kes
Pembimbing II : Stella Tinia Hasianna, dr., M.Kes, IBCLC
Seseorang dapat meningkatkan kesehatan dengan menjaga kebugaran tubuh yang dicapai melalui olahraga teratur. Saat olahraga, tubuh mengeluarkan ion-ion dan air dalam bentuk keringat sehingga tubuh menjadi fatigue. Maka diperlukan cairan rehidrasi untuk menggantikan volume cairan dan ion tubuh, contohnya air kelapa yang bersifat isotonis dengan cairan tubuh dan mengandung glukosa, elektrolit, mineral, dan lain-lain.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh air kelapa sebagai minuman hidrasi alami terhadap ketahanan otot pada pria dewasa muda non-atlet dalam melakukan aktivitas lari jarak jauh.
Penelitian ini merupakan eksperimental kuasi komparatif dengan desain pre-test dan post-test. Subjek penelitian adalah 30 laki-laki berusia 18-23 tahun, variabel perlakuan diberikan air mineral dan air kelapa tiap menit ke 0, 15, dan 30. Data yang diukur adalah jumlah jarak dalam meter yang mampu ditempuh selama 45 menit. Analisis statistik menggunakan uji t berpasangan dengan α < 0,05. Rerata jarak tempuh lari dengan pemberian air mineral adalah 8526 m dan setelah pemberian air kelapa terdapat peningkatan rerata jarak tempuh lari menjadi 8850 m. Dari uji statistik didapatkan perbedaan sangat bermakna dengan p = 0,000.
Pemberian air kelapa meningkatkan ketahanan otot pada pria dewasa muda non-atlet dalam melakukan aktivitas lari jarak jauh.
Kata kunci : air kelapa, ketahanan otot
v
ABSTRACT
THE EFFECT OF COCONUT (Cocos nucifera) WATER ADMINISTRATION ON YOUNG ADULT NON-ATHLETIC MEN MUSCLE ENDURANCE IN
LONG DISTANCE RUNNING EXERCISE
Ersalina Tresnawati Naryanto, 2015.
Tutor 1 : Fen Tih, dr., M.kes
Tutor 2 : Stella Tinia Hasianna, dr., M.Kes, IBCLC
People can improve their health by keeping body fitness that can be achieved through regular exercise. In exercise, the body expels ions and water by sweating that can cause the body to be fatigued. Therefore, a rehydrating fluid is needed to replace body ions and water volume, such as coconut water that is isotonic compared to body fluid and contains glucose, electrolytes, minerals, etc.
The objective of this research was to determine the effect of coconut water as a natural hydrating beverage on young adult non-athletic men muscle endurance in long distance running activity.
This study was quasi comparative experiment with pre-test and post-test design. The subject of this study was thirty men aged eighteen to twenty-three years old, treatment variables were mineral water and coconut water, given on each 0, 15, and 30 minutes. Data measured was the amount of distance (in meters) achieved in forty-five minutes. Statistical analysis used paired T test with α < 0.05.
The average of running distance after given mineral water was 8526 meters and after given coconut water there was an increase in average running distance to 8850 meters. Statistical trial showed highly-significant difference with p = 0.000.
Coconut water increase muscle endurance in non-athletic young adult men in long distance running activity.
Keywords: coconut water, muscle endurance
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ...iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ...viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ...xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Identifikasi Masalah ... 2
1.3. Maksud dan Tujuan penelitian ... 2
1.4. Manfaat Karya Tulis Ilmiah ... 3
1.4.1. Manfaat Akademis ... 3
1.4.2. Manfaat Praktis ... 3
1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 3
1.5.1. Kerangka Pemikiran ... 3
ix
1.5.2. Hipotesis Penelitian ... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
2.1. Anatomi dan Histologi Serabut Otot Rangka ... 5
2.2. Fisiologi Kontraksi Otot ... 7
2.3. Latihan Fisik ... 9
2.4. Sumber Energi Kontraksi Otot ... 10
2.5. Daya Tahan Otot dan Kelelahan Otot ... 11
2.6. Tes Ketahanan (Endurance) ... 13
2.7. Cairan Tubuh ... 13
2.7.1. Kompartemen Cairan Tubuh ... 15
2.7.2. Komposisi Cairan Tubuh ... 17
2.8. Kelapa (Cocos nucifera) ... 20
2.8.1. Taksonomi Kelapa ... 20
2.8.2. Komposisi Air Kelapa ... 20
2.8.3. Air Kelapa sebagai Pengganti Cairan Tubuh ... 22
2.8.4. Kandungan Air Minum ... 22
BAB III ALAT DAN METODE PENELITIAN ... 23
3.1. Alat, Bahan, dan Subjek Penelitian ... 23
3.1.1. Alat Penelitian ... 23
3.1.2. Bahan Penelitian... 23
x
3.1.3. Subjek Penelitian ... 23
3.1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24
3.2. Metode Penelitian... 24
3.2.1. Disain Penelitian ... 24
3.2.2. Variabel Penelitian ... 24
3.2.2.1. Variabel Perlakuan ... 24
3.2.2.2. Variabel Respon ... 25
3.2.3. Besar Sampel Penelitian ... 25
3.2.4. Prosedur Kerja ... 25
3.2.4.1. Persiapan Penelitian ... 25
3.2.4.2. Prosedur Penelitian... 25
3.2.5. Analisis Statistik ... 26
3.2.6. Hipotesis Statistik ... 26
3.2.7. Kriteria Uji ... 26
3.2.8. Aspek Etik Penelitian ... 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1. Hasil Penelitian ... 27
4.2. Pembahasan ... 28
4.3. Pengujian Hipotesis Penelitian ... 29
xi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 31
5.1. Simpulan ... 31
5.2. Saran ... 31
DAFTAR PUSTAKA... 32
LAMPIRAN ... 35
RIWAYAT HIDUP ... 41
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Tabel Pemasukan dan Pengeluaran Cairan Harian ... 15
Tabel 2.2. Tabel Komposisi Cairan Intraseluler dan Ekstraseluler ... 18
Tabel 4.1. Hasil Jarak Tempuh Setelah Diberi Air Mineral dan Air Kelapa ... 27
Tabel 4.2. Hasil Analisis Statistik Uji t berpasangan pada Jarak Tempuh Setelah
Konsumsi Air Mineral dan Air Kelapa... 28
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Otot Rangka ... 6
Gambar 2.2. Struktur ATP ... 10
Gambar 2.3. Kompartemen Cairan Tubuh ... 16
Gambar 2.4. Kation dan Anion dalam Cairan Plasma, Cairan Interstitial, dan
Cairan Intraselular ... 19
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Jarak Tempuh Lari Setelah Diberi Air Mineral ... 35
Lampiran 2 Jarak Tempuh Lari Setelah Diberi Air Kelapa ... 36
Lampiran 3 Tabel Statistika ... 37
Lampiran 4 Dokumentasi ... 38
Lampiran 5 Surat Keputusan Komisi Etik Penelitian ... 39
Lampiran 6 Informed Consent ... 40
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Perkembangan teknologi saat ini memberikan berbagai fasilitas yang memudahkan orang dalam beraktivitas. Beberapa contoh ialah orang lebih
memilih menggunakan mobil daripada berjalan, menggunakan elevator daripada
tangga, dan untuk anak-anak lebih senang bermain game di rumah daripada
bermain di lapangan. Hal ini meningkatkan pola sedentary life yang dapat
menyebabkan badan menjadi tidak bugar dan tidak sehat (Hatch, 2011).
Untuk meningkatkan kesehatan, seseorang harus menyadari kebutuhan
tubuhnya agar tetap bugar. Tubuh yang bugar dapat menjauhkan seseorang dari
penyakit kardiovaskular. Kebugaran tubuh dapat dicapai melalui olahraga teratur
dengan melatih kekuatan, daya, dan ketahanan otot. Ketahanan otot berdasarkan
pada kandungan glikogen dalam otot. Selain glikogen, ion dan cairan tubuh juga
berperan dalam meningkatkan kebugaran tubuh (Guyton, 2007).
Pada saat melakukan aktivitas fisik sehari-hari terutama olahraga, tubuh
akan mengeluarkan ion-ion dan air dalam bentuk keringat. Oleh karena itu tubuh
akan kehilangan ion sehingga tubuh menjadi fatigue / lelah. Karena itu selama
olahraga atau setelahnya dianjurkan minum air untuk menggantikan cairan tubuh
yang hilang, terutama kandungan ion dalam tubuh (Martins, 2012).
Kandungan air dan mineral saja tidak cukup untuk menggantikan ion yang
hilang, maka dibutuhkan cairan yang mengandung bahan yang diperlukan untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang, salah satu contohnya adalah air kelapa
(Martins, 2012).
Kelapa (Cocos nucifera) banyak terdapat di daerah tropis, terutama di
Indonesia. Bagian dari tanaman kelapa mulai dari daun, minyak, kulit, daging,
serta airnya dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Air kelapa adalah air
bening yang terdapat di bagian tengah dalam buah kelapa. Dalam masyarakat di
berbagai negara, air kelapa dikenal akan kegunaannya untuk melancarkan saluran
2
kencing, gastritis, cegukan, dan lain-lain (Prades, 2012).
Kandungan ion dalam air kelapa seperti natrium, kalium, magnesium, dan
kalsium dapat menggantikan ion tubuh yang telah hilang. Glukosa yang
terkandung di dalam air kelapa juga membantu dalam memperpanjang ketahanan
otot tubuh (Reddy, 2014).
Air kelapa kaya akan berbagai zat yang menguntungkan bagi tubuh manusia.
Kandungan dalam air kelapa antara lain adalah kalium, natrium, fosfor, klorida,
magnesium, asam askorbat, dan glukosa. Secara klinis air kelapa dapat digunakan
sebagai anti-karsinogenik, anti-oksidan, anti-aging, anti-trombotik, dan minuman
rehidrasi akibat penyakit disentri, kolera, influensa, dan penyakit infeksi lain yang
menyebabkan dehidrasi (Manjunatha, 2013).
Air kelapa mempunyai rasa yang lebih enak dan dapat meningkatkan kadar
gula darah lebih cepat bila dibandingkan dengan minuman berelektrolit. Air
kelapa bersifat isotonis karena mengandung komposisi elektrolit yang sama
seperti di ruang intraselular tubuh dan dapat menggantikan cairan serta elektrolit
yang hilang tanpa membuat gangguan pencernaan (Saat, 2002).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh air kelapa terhadap
ketahanan otot laki-laki dewasa muda non-atlet pada latihan lari jarak jauh.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan muncul pertanyaan apakah
pemberian air kelapa dapat meningkatkan ketahanan otot laki-laki dewasa muda
non-atlet pada latihan lari jarak jauh.
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh air
kelapa sebagai minuman hidrasi alami terhadap ketahanan otot laki-laki dewasa
muda non-atlet pada latihan lari jarak jauh.
3
1.4. Manfaat Karya Tulis Ilmiah
Manfaat akademis : memberi pengetahuan mengenai pengaruh pemberian air
kelapa terhadap ketahanan otot pada laki-laki dewasa non-atlet.
Manfaat praktis : memberi bukti kepada masyarakat mengenai kegunaan air
kelapa sebagai minuman hidrasi alami.
1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
1.5.1. Kerangka Pemikiran
Ketahanan otot pada tubuh ditentukan oleh berapa lama otot tersebut kuat
untuk berkontraksi secara terus-menerus. Kontraksi otot disebabkan karena
adanya interaksi jembatan silang antara aktin dan miosin melalui mekanisme
pergeseran filamen. Adanya potensial aksi akan memicu pelepasan Ca2+,
menyebabkan terjadinya penarikan kompleks troponin-tropomiosin hingga
berikatan dengan molekul aktin, menimbulkan kayuhan kuat (Sherwood, 2012).
Kontraksi otot yang terus menerus dilakukan selama beraktivitas pada
akhirnya menyebabkan suatu keadaan yang disebut kelelahan otot. Kelelahan otot
merupakan ketidakmampuan proses kontraksi dan metabolisme serabut-serabut
otot untuk terus memberikan hasil kerja yang sama (Guyton, 2007). Faktor yg
mempengaruhi kelelahan otot antara lain adalah penurunan jumlah ATP, inhibisi
pelepasan Ca2+, peningkatan H+, penumpukan asam laktat, dan K+ (Lännergren,
2006).
Untuk memperlambat terjadinya kelelahan otot agar aktivitas menjadi lebih
efektif, dapat digunakan berbagai minuman berelektrolit (sport drink). Beberapa
orang mencari minuman yang alami dibanding minuman berelektrolit buatan dan
air kelapa menjadi pilihan utama sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang
(Kalman, 2012).
Air kelapa merupakan minuman yang diduga dapat digunakan sebagai
minuman rehidrasi alami karena komposisi yang terkandung di dalamnya dapat
4
memenuhi kebutuhan tubuh yang hilang seperti glukosa dan elektrolit. Saat ini
diketahui bahwa air kelapa mengandung glukosa 1 gram/dL, kalium 51 mEq/L,
natrium 33 mEq/L, kalsium 5-17 mEq/L, dan klorida 52 mEq/L.
Kandungan-kandungan inilah yang berperan dalam meningkatkan ketahanan otot
(Kalman, 2012).
Glukosa adalah karbohidrat yang penting untuk tubuh. Glukosa berperan
penting sebagai sumber energi dalam tubuh terutama dalam kontraksi otot.
Natrium akan meningkatkan afinitas glukosa hingga masuk ke dalam sel.
Selanjutnya glukosa akan diproses dan menghasilkan ATP untuk mempertahankan
fungsi tubuh (Mardiana, 2012). Natrium sendiri berperan dalam meningkatkan
absorpsi glukosa dan retensi air. Kalium berfungsi untuk keseimbangan cairan dan
elektrolit serta bersama dengan kalsium dan natrium berperan dalam kontraksi
otot (Anwari, 2007).
1.5.2. Hipotesis Penelitian
Pemberian air kelapa meningkatkan ketahanan otot laki-laki dewasa muda
non-atlet pada latihan lari jarak jauh.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Orang yang mampu mempertahankan agar tubuhnya tetap bugar dapat
memperpanjang dan meningkatkan kualitas hidup. Beberapa cara untuk
mempertahankan kebugaran adalah dengan menjaga pola makan, olahraga teratur,
dan menetapkan pola hidup sehat. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa antara
usia 50 -70 tahun terjadi penurunan kematian tiga kali lipat pada orang yang bugar
daripada yang tidak terlalu bugar (Guyton, 2007).
2.1. Anatomi dan Histologi Serabut Otot Rangka
Otot merupakan kelompok jaringan terbesar yang membentuk tubuh. Otot
rangka membentuk sekitar 40% berat tubuh pada pria dan 32% pada wanita,
dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10% berat lainnya. Berdasarkan
struktur dan fungsinya, otot dibedakan menjadi tiga jenis yaitu otot rangka, otot
polos, dan otot jantung. Otot rangka atau disebut juga otot lurik bersifat volunter
dan berfungsi untuk pergerakan tubuh relatif.Otot polos bersifat involunter,
berbentuk gelendong, dan berfungsi untuk pergerakan isi organ berongga. Otot
jantung bersifat involunter, tampak lurik dengan adanya khas serat-serat otot
jantung disatukan dalam suatu anyaman bercabang. Otot jantung berfungsi khusus
untuk memompa darah keluar jantung (Sherwood, 2012).
Otot rangka berukuran relatif besar dengan bentuk silindris, dengan ukuran
garis tengah berkisar dari 10 hingga 100 µm dan panjang hingga 750.000 µm.
Otot rangka terdiri dari serat-serat otot yang tersusun sejajar satu sama lain dan
terbentang di keseluruhan panjang otot. Serat-serat otot dipersatukan oleh jaringan
ikat (Sherwood, 2012).
6
Gambar 2.1. Struktur Otot Rangka (Guyton, 2007)
Serat otot rangka mengandung banyak struktur intrasel berbentuk silindris
dengan diameter 1 µm yang memanjang ke keseluruhan panjang serat otot disebut
miofibril. Miofibril membentuk 80% volume serat otot. Miofibril terdiri dari
susunan teratur mikrofilamen sitoskeleton, yaitu filamen tebal dan filamen tipis.
Filamen tebal bergaris tengah 12 sampai 18 nm dan panjang 1,6 µm yang terdiri
dari protein miosin. Filamen tipis mempunyai garis tengah 5 hingga 8 nm dan
panjang 1 µm, terdiri dari tiga protein yaitu aktin, tropomiosin, dan troponin
dengan aktin sebagai protein utama. Melalui mikroskop elektron, sebuah miofibril
memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) secara bergantian. Pita
A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal dengan sebagian filamen tipis yang
tumpang-tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya terdapat di pita
A dan terbentang di seluruh lebarnya. Daerah yang lebih terang di tengah pita A,
7
tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis adalah zona H. Bagian tengah zona H
terdapat garis M, yaitu protein-protein penunjang yang menahan filamen-filamen
tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Pita I terdiri dari bagian filamen tipis
yang tidak menjulur ke dalam pita A dan terlihat garis Z di bagian tengah pita
tersebut. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional otot
rangka. Dengan mikroskop elektron, terlihat adanya jembatan silang halus yang
terbentang dari masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis sekitar di
tempat filamen tebal dan filamen tipis bertumpang tindih. Jembatan silang ini
berperan dalam mekanisme kontraksi (Sherwood, 2012).
2.2. Fisiologi Kontraksi Otot
Kontraksi otot disebabkan karena adanya interaksi jembatan silang antara
aktin dan miosin melalui mekanisme pergeseran filamen. Sewaktu kontraksi,
filamen tipis di kedua sisi sarkomer bergeser ke arah dalam terhadap filamen tebal
yang diam menuju ke pusat pita A. Saat bergeser, filamen tipis menarik garis-garis
Z sehingga sarkomer memendek, menyebabkan seluruh serat otot memendek.
Sewaktu kontraksi jembatan silang miosin dapat berikatan dengan molekul aktin
sekitar, disebabkan adanya pergeseran tropomiosin dan troponin oleh Ca2+. Dua
kepala miosin di masing-masing molekul miosin bekerja secara independen,
dengan satu kepala yang melekat ke aktin pada suatu saat. Ketika tempat
perlekatan dengan aktin terpajan, molekul miosin pada ekor menekuk untuk
memudahkan pengikatan kepala miosin dengan molekul aktin yang terdekat. Pada
pengikatan, kepala miosin menekuk 45⁰ ke arah dalam, menarik filamen tipis ke
pusat sarkomer. Mekanisme ini disebut dengan kayuhan kuat jembatan silang
(Sherwood, 2012).
Pada akhir satu siklus jembatan silang, ikatan antara jembatan silang miosin
dan molekul aktin terputus. Jembatan silang kembali ke bentuk semula dan
berikatan dengan molekul aktin berikutnya di belakang aktin pertama. Jembatan
silang kembali menekuk ke arah dalam untuk menarik filamen tipis lebih jauh,
kemudian terlepas dan mengulangi siklus (Sherwood, 2012).
8
Kontraksi otot rangka dirangsang oleh adanya pelepasan asetilkolin (ACh)
di neuromuscular junction antara terminal neuron motorik dan serat otot.
Pengikatan ACh dengan end-plate motoric suatu serat otot menyebabkan
perubahan permeabilitas di serat otot dan menghasilkan potensial aksi yang
dihantarkan ke seluruh permukaan membran sel otot. Terdapat dua struktur dalam
serat otot yang berperan penting dalam proses eksitasi dan kontraksi, yaitu tubulus
transversus (tubulus T) dan retikulum sarkoplasma (Sherwood, 2012).
Di setiap pertemuan antara pita A dan pita I, membran permukaan masuk ke
dalam serat otot membentuk tubulus T. Tubulus ini berjalan tegak lurus dari
permukaan membran sel otot ke dalam bagian tengah serat otot. Potensial aksi di
membran permukaan menyebar turun menelusuri tubulus T, menyalurkan aktivitas
listrik permukaan ke bagian tengah serat dengan cepat. Potensial aksi lokal di
tubulus T memicu perubahan permeabilitas di retikulum endoplasma. Retikulum
endoplasma yang sudah dimodifikasi disebut dengan retikulum sarkoplasma.
Retikulum sarkoplasma mengelilingi miofibril di seluruh panjangnya namun tidak
kontinu. Ujung dari segmen retikulum sarkoplasma membentuk kantong, disebut
saccus lateralis. Saccus ini mengandung Ca2+, sehingga penyebaran potensial
aksi pada tubulus T akan memicu pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma di
dekatnya masuk ke sitosol. Adanya susunan foot protein yang membentang di
antara tubulus T dan retikulum sarkoplasma berfungsi sebagai kanal pelepasan ion
Ca2+. Pada jembatan silang miosin terdapat tempat untuk ATP-ase yang berfungsi
untuk menghasilkan miosin berenergi tinggi. Ketika serat otot mengalami eksitasi,
Ca2+ menarik kompleks troponin-tropomiosin hingga berikatan dengan molekul
aktin. Kontak miosin-aktin menyebabkan pengikatan dan menghasilkan kayuhan
kuat (Sherwood, 2012).
Otot rangka memiliki tiga jenis serat yang berbeda berdasarkan kemampuan
dalam hidrolisis dan sintesis ATP yaitu serat oksidatif lambat (tipe I), serat
oksidatif cepat (tipe IIa), dan serat glikolitik cepat (tipe IIx). Serat cepat memiliki
aktivitas miosin ATP-ase (pengurai ATP) yang lebih cepat daripada yang dimiliki
serat lambat. Semakin tinggi aktivitas ATP-ase maka semakin cepat ATP terurai
dan terbentuk menjadi energi untuk siklus jembatan silang. Tipe serat oksidatif
9
dan glikolisis dibedakan berdasarkan kemampuannya untuk membentuk ATP.
Pembentukan ATP bisa terjadi melalui fosforilasi oksidatif dan glikolisis anaerob.
Serat yang melakukan fosforilasi oksidatif menghasilkan lebih banyak ATP
sehingga lebih resisten terhadap kelelahan dibanding serat glikolitik. Serat
oksidatif kaya akan kapiler dan mioglobin sehingga menimbulkan warna merah.
Serat oksidatif disebut juga serat merah. Serat glikolitik disebut serat putih karena
mengandung sedikit mioglobin. Persentase tiap-tiap tipe terutama ditentukan oleh
jenis aktivitas yang khusus dilakukan untuk otot yang bersangkutan. Selain itu,
persentasi tipe serat otot juga berbeda tiap individu (Sherwood, 2012).
2.3. Latihan Fisik
Latihan fisik berat merupakan aktivitas fisik yang menyebabkan adanya
perubahan pada tubuh secara fisiologis seperti metabolisme dan hormon. Fisiologi
olahraga antara atlet pria dan wanita tidak menunjukkan adanya perbedaan, hanya
terdapat perbedaan kuantitatif yang disebabkan karena perbedaan ukuran tubuh,
komposisi tubuh, dan ada tidaknya hormon seks pria testosteron. Testosteron yang
disekresi oleh testis memiliki efek anabolik yang kuat terhadap peningkatan
pengendapan protein di setiap tempat dalam tubuh terutama di dalam otot.
Sedangkan hormon estrogen akan meningkatkan penimbunan lemak pada wanita
terutama pada payudara, paha, dan jaringan subkutan (Guyton, 2007).
Terdapat tiga komponen aktivitas otot dalam melakukan latihan fisik yaitu
kekuatan, daya, dan ketahanan otot. Kekuatan sebuah otot ditentukan terutama
oleh ukurannya dengan suatu daya kontraktilitas maksimum antara 3-4 kg/cm2
pada satu daerah potongan melintang otot. Pada manusia yang melakukan latihan
kerja sehingga ototnya membesar maka kekuatan ototnya akan bertambah juga.
Kekuatan yang mempertahankan otot kira-kira 40% lebih besar dari kekuatan
kontraksi, sehingga diperlukan gaya 40% lebih besar untuk meregangkan otot
tersebut. Daya kontraksi otot merupakan suatu pengukuran dari jumlah total kerja
yang dilakukan oleh otot dalam satuan waktu. Daya ditentukan tidak hanya oleh
kekuatan kontraksi otot tetapi juga oleh jarak kontraksi otot dan jumlah otot yang
10
berkontraksi tiap menit. Daya otot diukur dalam satuan kg-m per menit. Daya otot
yang besar memungkinkan seseorang dapat berlari sprint dengan jarak 100 m
dalam waktu 10 detik pertama, sedangkan untuk perlombaan ketahanan jangka
panjang seperti lari marathon, daya yang dikeluarkan otot hanya satu perempat
lebih besar daripada saat awal kontraksi. Pengukuran lain untuk latihan otot
adalah ketahanan. Ketahanan dapat dipengaruhi nutrisi. Seseorang makan tinggi
karbohidrat menyimpan lebih banyak glikogen dalam otot sebelum latihan
dibanding orang yang makan tinggi lemak (Guyton, 2007).
2.4. Sumber Energi Kontraksi Otot
Sistem metabolik otot dalam latihan dibagi menjadi tiga, yaitu sistem
fosfokreatin-kreatin, sistem glikogen-asam laktat, dan sistem aerobik. Sumber
energi untuk kontraksi otot adalah adenosine trifosfat (ATP) yang memiliki
struktur dasar seperti pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Struktur ATP (Murray, 2009)
Ikatan yang melekatkan dua fosfat radikal terakhir pada molekul yang
dilambangkan dengan simbol “ ~ “ merupakan ikatan fosfat berenergi tinggi.
Setiap ikatan ini mengandung 7300 kalori energi per mol ATP di bawah kondisi
standar. Oleh karena itu bila satu ikatan fosfat dipindahkan, akan dilepaskan lebih
dari 7300 kalori untuk melakukan kontraksi otot. Perpindahan fosfat pertama akan
mengubah ATP menjadi adenosine difosfat (ADP), perpindahan fosfat kedua akan
11
mengubah ADP menjadi adenosine monofosfat (AMP). Jumlah ATP yang terdapat
di dalam otot hanya cukup untuk mempertahankan daya otot yang maksimal
kira-kira tiga detik, sehingga ATP penting dibentuk terus menerus (Guyton, 2007).
Latihan fisik dapat menyebabkan adanya perubahan pada otot rangka,
bergantung dari jenis latihan fisik yang dilakukan. Latihan fisik yang
mementingkan kekuatan otot akan menyebabkan adanya peningkatan ukuran
(hipertrofi) dan bisa juga peningkatan jumlah serabut (hiperplasia). Sebaliknya
pada latihan ketahanan otot (endurance) akan meningkatkan kemampuan oksidatif
otot dengan adanya peningkatan jumlah mitokondria. Latihan fisik juga
mempengaruhi persentase tipe serat otot pada seseorang. Pada atlet sprint,
mempunyai serat otot cepat dalam persentase yang besar, sedangkan atlet yang
mementingkan ketahanan otot akan mempunyai serat otot lambat lebih banyak
dibanding serat otot cepat. Menurut penelitian, latihan ketahanan mempengaruhi
perubahan serat otot cepat menjadi serat otot lambat. Awalnya serat otot tipe IIx
akan berubah menjadi tipe IIa. Apabila latihan dilakukan dalam jangka panjang,
lama kelamaan serat otot tipe IIa akan dikonversikan ke serat otot tipe I (Powers,
2007).
2.5. Daya Tahan Otot dan Kelelahan Otot
Daya tahan otot adalah kapasitas otot untuk melakukan kontraksi secara
terus-menerus pada tingkat intensitas submaksimal (Widiastuti, 2015). Terdapat
pula definisi lain yaitu daya tahan otot (endurance) merupakan kemampuan otot
untuk berkontraksi beberapa kali atau menahan sekali kontraksi dalam jangka
waktu lama tanpa mengalami kelelahan otot. Faktor yang mempengaruhi daya
tahan otot adalah nutrisi terutama kandungan glikogen yang tersimpan dalam otot
sebelum latihan. Konsumsi tinggi karbohidrat akan menyimpan lebih banyak
glikogen dibandingkan dengan konsumsi tinggi lemak. Selama awal latihan lemak
juga digunakan sebagai energi dalam bentuk asam lemak dan asetoasetat yang
akan lebih dibutuhkan saat cadangan glikogen otot hampir habis (Guyton, 2007).
Faktor lain yang mempengaruhi adalah jumlah mitokondria, jenis serat dan jumlah
12
serat, sistem kardiovaskuler, dan heat load. Peningkatan jumlah mitokondria
berhubungan dengan peningkatan enzim yang terlibat dalam metabolisme
oksidatif (siklus Krebs, siklus asam lemak, dan transport elektron). Perubahan
juga terjadi pada “shuttle system” dengan adanya perpindahan NADH yang
dihasilkan dalam glikolisis dari sitoplasma ke mitokondria yang digunakan dalam
transpor elektron untuk produksi ATP. Jenis dan jumlah serat otot mempengaruhi
ketahanan otot dimana serat otot tipe II akan menghasilkan energi yang banyak
dalam waktu yang singkat. Sistem kardiovaskuler juga berperan dalam ketahanan
otot. Stroke volume maksimal akan mempengaruhi cardiac output yang akhirnya
akan menentukan jumlah VO2max seseorang. Ketahanan aerobik juga dipengaruhi
oleh hemoglobin (Hb) yang berfungsi mengikat O2 dalam darah. Heat load akan
membutuhkan sebagian dari sistem kardiovaskuler pada kecepatan lari. Ada bukti
bahwa pada suhu tertentu, saat beraktivitas fisik bisa membuat kelelahan melalui
penurunan impuls saraf yang menggerakkan otot rangka (Powers, 2007).
Faktor yang mempengaruhi ketahanan otot berbeda berdasarkan tipe
ketahanan otot. Ketahanan otot jangka pendek bergantung pada serat tipe IIx yang
dapat menghasilkan energi banyak melalui proses anaerob. Ketahanan otot jangka
panjang membutuhkan sistem kardiovaskuler yang dapat menghantarkan O2 dalam
jumlah banyak ke serat otot yang mengandung banyak mitokondria (Powers,
2007).
Apabila proses kontraksi dan metabolisme serabut-serabut otot sudah tidak
mampu untuk terus memberikan hasil kerja yang sama, hal ini yang disebut
dengan kelelahan otot (Guyton, 2007).
13
2.6. Tes Ketahanan (Endurance)
Tes berjalan atau tes lari sering digunakan untuk mengukur ketahanan otot, ini disebabkan karena tes ini dapat dipakai untuk semua kelompok umur, berbagai
tingkatan kebugaran tubuh, dapat dilakukan sekaligus untuk kelompok besar, dan
terutama karena tes ini mudah dilakukan (Balke, 1963).
Salah satu faktor yang menyebabkan kesalahan dari tes ini adalah karena tes
ini membutuhkan kecepatan yg baik. Untuk mengurangi kesalahan karena faktor
tersebut, instruktur dapat melakukan beberapa upaya antara lain memberi
penjelasan pada peserta pentingnya melakukan tes dengan usaha yang maksimal,
melakukan tes percobaan satu minggu sebelum tes yang sebenarnya, dan
menyemangati peserta (Balke, 1963).
Salah satu tes kebugaran yang dilakukan adalah tes Balke. Cara kerja tes ini
yaitu peserta berlari selama 15 menit dan jumlah jarak yang ditempuh akan dicatat.
Berjalan diperbolehkan namun peserta tetap diharapkan untuk tetap berupaya
semaksimal mungkin. Tes Balke sudah dilakukan sejak dahulu sehingga terdapat
beberapa modifikasi, contohnya Balke treadmill test. Peserta berjalan di atas
treadmill pada kecepatan tertentu yang konstan, kemudian pemeriksa mengukur
waktu dari mulai tes hingga peserta sudah tidak mampu lagi untuk melanjutkan
tes (Hanson, 1984).
2.7. Cairan Tubuh
Homeostasis merupakan pemeliharaan aneka kondisi yang hampir selalu
konstan di dalam tubuh, dengan bagian yang penting adalah mempertahankan
volume cairan tubuh agar relatif konstan dan komposisinya tetap stabil. Kestabilan
cairan tubuh yang relatif disebabkan karena adanya pertukaran cairan dan zat
terlarut yang terus menerus dengan lingkungan eksternal, dan dalam berbagai
kompartemen tubuh lainnya. Asupan cairan yang sangat bervariasi harus
disesuaikan dengan pengeluaran yang sebanding dari tubuh, untuk mencegah
adanya penurunan atau peningkatan volume cairan tubuh (Guyton, 2007).
14
Asupan cairan yang masuk ke dalam tubuh manusia terjadi melalui dua
sumber utama yaitu melalui cairan dalam makanan (normalnya menambah cairan
tubuh sekitar 2100 mL/hari) dan melalui proses oksidasi karbohidrat di dalam
tubuh (menambah sekitar 200 mL/hari). Jadi asupan cairan harian total ± 2300
ml/hari. Namun asupan cairan sangat bervariasi tergantung pada cuaca, kebiasaan,
dan tingkat aktivitas fisik (Guyton, 2007).
Insensible water loss adalah keadaan di mana terjadi pengeluaran cairan
terus menerus tanpa dapat dirasakan melalui mekanisme evaporasi dari saluran
pernapasan dan difusi melalui kulit. Pada keadaan normal, kedua mekanisme ini
dapat mengeluarkan air ± 700 mL/hari. Insensible water loss yang terjadi pada
kulit tidak bergantung pada keringat, jumlah kehilangan cairan melalui
mekanisme ini rata-rata 300-400 mL/hari. Jumlah rata-rata pengeluaran melalui
saluran pernapasan ± 300-400 mL/hari. Kehilangan cairan melalui keringat
jumlahnya sangat bervariasi, bergantung pada aktivitas fisik dan suhu lingkungan.
Volume keringat normalnya ± 100 mL/hari, namun pada cuaca yang panas atau
selama melakukan aktivitas berat kehilangan cairan bisa mencapai 1-2 liter/jam.
Kehilangan air melalui feses relatif sedikit, yaitu 100 mL/hari. Namun
pengeluaran dapat meningkat hingga beberapa liter sehari, biasanya terjadi pada
orang dengan diare berat. Kehilangan air melalui ginjal terjadi dalam bentuk urin.
Volume urin yang dikeluarkan bervariasi, pada orang dehidrasi urin yang
dikeluarkan berkurang hingga 0,5 liter/hari. Sedangkan orang yang minum
sejumlah besar air dapat mengeluarkan urin sebanyak 20 liter/hari. Selain air,
ginjal juga mengatur pengeluaran elektrolit tubuh seperti natrium, klorida, dan
kalium. Kehilangan air dalam volume besar dapat menghabiskan cairan tubuh
apabila asupan air tidak ditingkatkan melalui peningkatan refleks haus (Guyton,
2007).
15
Tabel 2.1. Tabel Pemasukan dan Pengeluaran Cairan Harian (Guyton, 2007)
Normal Aktivitas Berat
Insensible- paru-paru 350 650
Keringat 100 5000
cairan ekstrasel dan cairan intrasel. Cairan ekstrasel sendiri dibagi lagi menjadi
cairan interstitial dan plasma. Ada juga kompartemen cairan lainnya yang disebut
sebagai cairan transelular, meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum,
perikardium, intraokular serta cairan serebrospinal. Cairan transelular seluruhnya
berjumlah satu sampai dua liter. Cairan tubuh total pada manusia sekitar 60%
berat badan, sebagai contoh pada orang dengan berat 70 kg memiliki total cairan
tubuh sekitar 42 liter. Perubahan dapat terjadi bergantung pada usia, jenis kelamin,
dan derajat obesitas. Pada orang yang lebih tua memiliki persentase total cairan
tubuh yang lebih rendah dibanding dengan orang yang lebih muda. Hal ini
disebabkan karena adanya peningkatan persentase lemak tubuh sehingga
mengurangi persentase cairan dalam tubuh (Guyton, 2007).
16
Gambar 2.3. Kompartemen Cairan Tubuh (Guyton, 2007)
Cairan intrasel merupakan 40% dari berat badan total atau sekitar 28 liter
dari jumlah total 42 liter cairan di dalam tubuh. Cairan masing-masing sel berbeda
komposisinya namun konsentrasi zat antara satu sel dengan sel lainnya mirip.
Cairan ekstrasel merupakan semua cairan yang berada di luar sel. Cairan ini
merupakan 20% dari berat badan atau sekitar 14 liter pada orang dewasa normal
dengan berat badan 70 kg. Cairan interstitial mencakup lebih dari tiga perempat
bagian cairan ekstrasel, sedangkan plasma berjumlah hampir seperempat cairan
ekstrasel atau sekitar tiga liter. Plasma merupakan bagian darah yang tidak
mengandung sel, biasanya bertukar zat dengan cairan interstitial melalui pori-pori
membran kapiler. Pori-pori ini bersifat sangat permeabel untuk hampir semua zat
terlarut dalam cairan ekstrasel, kecuali protein (Guyton, 2007).
17
2.7.2. Komposisi cairan tubuh
Komposisi cairan tubuh dalam cairan ekstrasel berbeda dengan cairan
intrasel, hal ini dapat dilihat pada tabel. Seperti yang sudah dibicarakan
sebelumnya, cairan ekstrasel terdiri dari cairan plasma dan cairan interstitial.
Kedua cairan ini dipisahkan oleh membran kapiler yang sangat permeabel
sehingga komposisi ion plasma serupa dengan komposisi cairan interstitial.
Perbedaan utama antara dua kompartemen ini adalah konsentrasi protein yang
lebih tinggi pada cairan plasma. Hal ini disebabkan karena kapiler memiliki
permeabilitas yang rendah terhadap protein plasma, hanya sebagian kecil protein
yang masuk dalam ruang interstitial di kebanyakan jaringan. Karena efek Donan,
konsentrasi ion bermuatan positif (kation) lebih besar sekitar dua persen dalam
plasma dibanding pada cairan interstitial. Protein plasma mempunyai muatan
akhir negatif sehingga cenderung mengikat kation seperti natrium dan kalium,
karena itu sebagian besar kation berada di dalam plasma. Sebaliknya konsentrasi
ion negatif (anion) dalam cairan interstitial cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan plasma. Namun untuk tujuan praktis, konsentrasi ion dalam cairan
interstitial dan plasma dianggap sama (Guyton, 2007).
Cairan intrasel dipisahkan dari cairan ekstrasel oleh membran sel yang
sangat permeabel terhadap air namun tidak permeabel terhadap sebagian besar
elekrolit dalam tubuh. Cairan intrasel hanya mengandung sedikit ion natrium dan
klorida, bahkan hampir tidak ada ion kalsium. Sebaliknya, ion kalium dan fosfat
banyak terdapat di dalam cairan intrasel, ion magnesium dan fosfat dalam jumlah
sedang. Sel juga mengandung sejumlah besar protein, jumlahnya hampir empat
kali dibandingkan dengan jumlah protein dalam plasma (Guyton, 2007).
18
Tabel 2.2. Tabel Komposisi cairan intraseluler dan ekstraseluler (Guyton, 2007)
intrasel. Sebagian besar cairan ekstrasel dan cairan intrasel secara elektris
seimbang, kecuali sebagian kecil ion total intrasel dan ekstrasel yang terlibat
19
dalam potensial membran. Pada cairan ekstrasel Na+ diiringi oleh anion Cl- dan
dengan sedikit HCO3- (bikarbonat). Anion intrasel utama adalah PO43- (fosfat) dan
protein-protein bermuatan negatif yang tertahan di dalam sel (Sherwood, 2012).
Elektrolit di dalam tubuh memiliki fungsi yang bermacam-macam. Na+
berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh, menjaga aktivitas
saraf, kontraksi otot, dan juga berperan dalam proses retensi air dan absorpsi
glukosa. Di dalam tubuh K+ mempunyai fungsi dalam keseimbangan cairan dan
elektrolit serta keseimbangan asam-basa. Bersama dengan Na+ dan Ca2+, K+ akan
berperan dalam transmisi saraf, pengaturan enzim, dan kontraksi otot. Cl-
mempunyai fungsi fisiologis yang penting yaitu sebagai pengatur derajat
keasaman lambung dan ikut berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa
tubuh (Anwari, 2007).
Gambar 2.4. Kation dan Anion dalam Cairan Plasma, Cairan Interstitial, dan Cairan Intraselular (Sherwood, 2012)
20
2.8. Kelapa(Cocos nucifera)
2.8.1. Taksonomi Kelapa (Classification, n.d.)
Kingdom : Plantae
dan batang pohonnya, dapat digunakan sebagai material bangunan, serta akarnya
dapat digunakan untuk obat. Fokus utama dari pohon kelapa adalah buah kelapa,
merupakan bagian yang paling banyak kegunaannya. Bagian sekam (mesocarp)
dapat diproses menjadi tali, karpet, geotekstil, dan media pertumbuhan. Bagian
batok kelapa dapat digunakan sebagai arang yang berkualitas tinggi. Bagian dalam
dari buah disebut juga endosperm, dibagi menjadi daging buah dan air kelapa
(Priya, 2014).
2.8.2. Komposisi Air Kelapa
Air kelapa merupakan minuman menyegarkan dan manis yang diambil
langsung dari dalam buah kelapa. Air kelapa dibedakan dengan santan, dimana
santan adalah cairan putih yang diperas dari parutan daging kelapa yang segar. Air
kelapa dikenal tidak hanya sebagai minuman tropis tapi juga sebagai obat
tradisional, media pertumbuhan mikrobiologi, dan bisa diproses menjadi cuka
21
ataupun wine. Komposisi mineral tertentu dan kandungan glukosa didalamnya
membuat air kelapa menjadi cairan isotonik alami. Karakteristik air kelapa ini
menjadikan air kelapa sebagai minuman rehidrasi yang menyegarkan setelah
melakukan aktivitas fisik (Prades, 2012).
Air kelapa sebagian besar dikonsumsi sebagai minuman alami yang
menyegarkan selama bertahun-tahun di negara-negara tropis. Air kelapa adalah
minuman bernutrisi dan mengandung sejumlah besar mineral seperti natrium,
kalium, fosfor, klorida, magnesium, asam askorbat, dan juga mengandung glukosa.
Air kelapa juga mengandung beberapa elemen seperti zink, selenium, iodin, sulfur,
mangan, dan lain-lain. Semua mineral berbentuk elektrolit, sehingga memudahkan
diabsorpsi oleh tubuh. Lebih dari dua dekade, air kelapa digunakan untuk
mengobati penyakit kolera, disentri, influenza, dan berbagai macam penyakit
infeksi lain yang dapat menyebabkan dehidrasi. Air kelapa memiliki berbagai
fungsi seperti sebagai cairan hidrasi elektrolit, anti-karsinogenik, anti-oksidan,
anti-aging, anti-trombotik, dan lain-lain (Manjunatha, 2013).
Komponen yang terkandung di dalam air kelapa antara lain adalah
gula-gula, elektrolit-mineral, asam amino, dan vitamin. Air kelapa mengandung
glukosa, fruktosa, dan sukrosa yang akan membentuk energi untuk metabolisme
manusia. Konsentrasi gula di dalam air kelapa akan meningkat seiring dengan
kematangan buah (Reddy, 2014).
Air kelapa mempunyai komposisi elektrolit yang dibutuhkan oleh tubuh.
Elektrolit-elektrolit yang dibutuhkan antara lain kalium, natrium, magnesium,
fosfor, dan kalsium. Kalium adalah kation terpenting intrasel. Fungsi kalium
adalah untuk regulasi denyut jantung dan fungsi otot. Natrium merupakan kation
paling penting ekstrasel. Natrium adalah ion yang paling banyak hilang melalui
keringat dan urin setelah melakukan aktivitas. Magnesium merupakan ion yang
penting dalam menjaga potensial aksi dalam sel dan mencegah kelebihan kalsium.
Fosfor berperan dalam kontraksi otot, serta bersama-sama dengan kalsium
meregulasi kesehatan tulang dan fungsi saraf. Klorida adalah ion yang penting
yang bergabung dengan ion hidrogen menjadi HCl dalam perut. Klorida dan
HCO3- berperan dalam mempertahankan level pH darah. Mineral seperti Fe
22
dibutuhkan dalam proses transportasi oksigen di dalam tubuh. Fe juga ikut
berperan dalam konversi gula darah menjadi energi (C. Nancy, 2000). Sejumlah
kecil asam amino terdapat di dalam air kelapa. Persentase jumlah arginin, alanin,
sistein, dan serin dalam air kelapa lebih banyak dibandingkan dengan susu sapi.
Asam amino berperan tidak hanya untuk pembentukan tubuh saja tapi juga
sebagai sumber energi dan membentuk produksi limfosit (W. H. Jean, 2009).
Vitamin yang terkandung di dalam air kelapa antara lain asam askorbat, dan
kelompok vitamin B. Vitamin mempunyai peran vital dalam berbagai
metabolisme dan meningkatkan aktivitas selular untuk melawan infeksi (Ewan,
2003).
2.8.3. Air Kelapa Sebagai Pengganti Cairan Tubuh
Air kelapa terdiri dari berbagai kompleks vitamin, mineral, asam amino,
karbohidrat, antioksidan, enzim, dan nutrien penting lainnya. Karena kandungan
elektrolit dalam air kelapa sama dengan cairan plasma, air kelapa bisa dijadikan
sport drink alami. Berbeda dengan minuman lain, air kelapa dapat digunakan
sebagai infus karena sangat kompatibel dengan tubuh manusia (Pummer, 2001).
Menurut Kalman, air kelapa dipertimbangkan oleh berbagai penelitian
sebagai minuman sumber karbohidrat dan elektrolit yang alami. Secara spesifik
air kelapa terbukti mengandung glukosa 1 g/dL, kalium 51 mEq/L, natrium 33
mEq/L, kalsium 5-17 mEq/L dan klorida 52 mEq/L, namun semua ini bergantung
pada variasi buah kelapa.
2.8.4. Kandungan Air Minum
Air minum memiliki kandungan elektrolit yang dapat berkontribusi dalam
jumlah signifikan untuk asupan sehari-hari. Kandungan elektrolit yang dapat
ditemukan adalah natrium, kalium, kalsium, magnesium, Fe, mangan, fosfor, dan
zinc. Air mineral secara standar internasional mengandung kalium 12,8 mEq/L,
natrium 21 mEq/L, kalsium 5 mEq/L, dan klorida 14 mEq/L (WHO, 2005).
23
BAB III
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
3.1. Alat, Bahan, dan Subjek Penelitian
3.1.1. Alat Penelitian
‒ Stopwatch ‒ Alat tulis
‒ Gelas ukur
‒ Meteran / alat pengukur jarak
3.1.2. Bahan Penelitian
‒ Air mineral
‒ Air kelapa dalam kemasan (250 mL) yang mengandung glukosa, natrium, kalium, dan kalsium
3.1.3. Subjek Penelitian
Subjek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 30 orang mahasiswa Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Universitas Pendidikan
Indonesia (FPOK UPI) Bandung.
‒ Kriteria Inklusi :
▪ Usia 18-23 tahun
▪ Olahraga rutin minimal 1 minggu sekali
▪ BMI 18-22,9
‒ Kriteria Eksklusi :
▪ Perokok, minum alkohol
24
▪ Mempunyai riwayat penyakit jantung dan pernapasan, diabetes mellitus, trauma muskuloskeletal
▪ Alergi terhadap air kelapa
3.1.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi : Lapangan Olahraga Universitas Pendidikan Indonesia dan Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha
Waktu : Penelitian mulai dari bulan Januari 2015 sampai Desember 2015
3.2. Metode Penelitian
3.2.1. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan eksperimental kuasi yang bersifat komparatif
dengan menggunakan data pre-test dan post-test.
Analisis statistik menggunakan uji t berpasangan dengan α < 0,05.
3.2.2. Variabel Penelitian
3.2.2.1. Variabel Perlakuan
‒ Pemberian air mineral sebanyak 250 mL pada percobaan hari pertama selama 3x dalam selang waktu 15 menit selama melakukan
lari jarak jauh.
‒ Pemberian air kelapa dalam kemasan sebanyak 250 mL pada percobaan hari kedua selama 3x dalam selang waktu 15 menit selama
melakukan lari jarak jauh.
‒ Antara percobaan hari pertama dan kedua diberi waktu jeda selama 7 hari.
25
3.2.2.2. Variabel Respon
Ketahanan otot dinilai dengan pengukuran jarak dalam meter yang mampu
ditempuh selama melakukan lari jarak jauh selama 45 menit.
3.2.3. Besar Sampel Penelitian
Penelitian ini menggunakan jumlah sampel minimal penelitian
eksperimental yaitu tiga puluh sampel (Hill, 2012).
3.2.4. Prosedur Kerja
3.2.4.1. Persiapan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, subjek penelitian beraktivitas seperti biasa
dan tidak melakukan kegiatan berlebihan yang dapat menyebabkan kelelahan otot.
3.2.4.2. Prosedur Penelitian
1. Subjek penelitian melakukan pemanasan (stretching) selama 10
menit.
2. Subjek penelitian diberi minum air mineral sebanyak 250 mL.
3. Subjek berlari selama 15 menit dan catat jarak yang ditempuh
(meter).
4. Subjek penelitian berhenti dan diberi minum air mineral sebanyak
250 mL.
5. Subjek berlari selama 15 menit dan catat jarak yang ditempuh
(meter).
6. Subjek penelitian berhenti dan diberi minum air mineral sebanyak
250 mL.
7. Subjek berlari selama 15 menit dan catat jarak yang ditempuh
26 (meter).
8. Hitung jumlah jarak yang ditempuh oleh masing-masing subjek
penelitian.
9. Pada Minggu ke-2 dilakukan prosedur yang sama hanya air mineral
digantikan dengan air kelapa dalam kemasan.
3.2.5. Analisis Statistik
Data yang diukur berupa jarak tempuh dalam satuan meter selama 45 menit.
Analisis data secara statistik dengan metode uji t berpasangan.
3.2.6. Hipotesis Statistik
H0 = pemberian air kelapa dalam kemasan tidak meningkatkan ketahanan
otot selama melakukan lari jarak jauh.
H1 = pemberian air kelapa dalam kemasan meningkatkan ketahanan otot
selama melakukan lari jarak jauh.
3.2.7. Kriteria Uji
Diterima atau tidak H0/H1 ditentukan berdasarkan kriteria uji sebagai berikut.
‒ P > 0,05 maka H0 gagal ditolak.
‒ P ≤ 0,05 maka H0 ditolak.
3.2.8. Aspek Etik Penelitian
Penelitian ini telah disetujui oleh Komisi Etik Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Maranatha - Rumah Sakit Immanuel dengan
No.86/KEP/V/2015. Subjek penelitian sudah diberi penjelasan sebelum mengikuti
penelitian ini dan telah menyetujuinya.
27
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Pengambilan data dilakukan sebanyak dua kali. Pengambilan data pertama dilakukan untuk mengetahui jumlah jarak yang ditempuh selama 45 menit setelah
diberi air mineral pada 30 subjek penelitian. Minggu berikutnya dilakukan
pengambilan data kedua untuk mengetahui jumlah jarak yang ditempuh dengan
diberi air kelapa dengan subjek penelitian yang sama. Berikut adalah tabel
perbandingan hasil pengukuran jarak tempuh lari selama 45 menit pada subjek
penelitian yang diberi air mineral dan air kelapa.
Tabel 4.1 Hasil Jarak Tempuh Setelah Diberi Air Mineral dan Air Kelapa
NO.
JARAK TEMPUH (meter)
NO.
JARAK TEMPUH (meter)
Pre Test Post Test Pre Test Post Test
(Air mineral) (Air Kelapa) (Air mineral) (Air Kelapa)
28
Pada Tabel 4.1 didapatkan rerata hasil pengukuran jarak tempuh lari saat
subjek penelitian diberi air kelapa adalah 8850 m. Hasil tersebut lebih tinggi
dibandingkan saat diberi air mineral yaitu 8526 m.
Untuk menentukan apakah perbedaan rerata jarak tempuh lari bermakna
secara statistik dilakukan uji t berpasangan dengan α=0,05. Hasil analisis statistik disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Analisis Statistik uji t berpasangan pada Jarak Tempuh Setelah Konsumsi Air Mineral dan Air Kelapa
N Rerata St dev T p
Air mineral 30 8526 1229.5
-9.668 0.000**
Air Kelapa 30 8850 1207.7
Pada tabel 4.2 didapatkan bahwa jarak tempuh lari setelah diberi air mineral dan air kelapa berbeda sangat bermakna secara statistik dengan p = 0,000. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian air kelapa dapat meningkatkan ketahanan otot
secara sangat bermakna dibandingkan dengan air mineral.
4.2 Pembahasan
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jarak tempuh lari dengan
pemberian air kelapa lebih besar dibandingkan pemberian air mineral pada pria
dewasa muda non-atlet. Rata-rata jarak tempuh lari sesudah mengonsumsi air
kelapa meningkat dibandingkan setelah mengonsumsi air mineral. Hal ini
menunjukkan bahwa pemberian air kelapa pada pria dewasa non atlet dapat
meningkatkan ketahanan otot. Penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh
Antonio Martins dan Daniel Waldschutz mengenai air kelapa sebagai sport drink
dan efeknya pada laki-laki dewasa juga memberikan hasil adanya peningkatan
ketahanan otot setelah pemberian air kelapa. Penelitian Martins dan Waldschutz
dilakukan selama 6 bulan dengan pengambilan data VO2max sebanyak tiga kali
dalam satu minggu pada pria dewasa usia 45-55 tahun yang rutin berolahraga.
29 (Martins, 2012).
Air kelapa mengandung berbagai komponen seperti glukosa, elektrolit, dan
lainnya. Elektrolit seperti Na+ berfungsi untuk menjaga keseimbangan cairan di
dalam tubuh, menjaga aktivitas saraf, kontraksi otot, dan juga berperan dalam
proses absorpsi glukosa. Di dalam tubuh K+ mempunyai fungsi dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit serta keseimbangan asam-basa. Bersama
dengan Na+ dan Ca2+, K+ akan berperan dalam transmisi saraf, pengaturan enzim,
dan kontraksi otot (Anwari Irawan, 2007).
Air kelapa lebih baik sebagai sport drink dibandingkan dengan minuman
lain karena air kelapa dapat meningkatkan kadar glukosa darah lebih cepat dan
mempertahankan kadar dalam jumlah yang fisiologis. Selain itu, air kelapa juga
dapat meningkatkan kapasitas aerobik dengan meningkatkan kemampuan
produksi energi yang dapat berpengaruh dalam peningkatan ketahanan otot
(Martins, 2012). Glukosa diubah menjadi energi (ATP) yang akan digunakan
dalam kontraksi otot (Guyton, 2007).
4.3 Pengujian Hipotesis Penelitian
Hipotesis : Pemberian air kelapa meningkatkan ketahanan otot laki-laki dewasa muda non-atlet pada latihan lari jarak jauh.
Hal-hal yang mendukung :
Terdapat peningkatan rata-rata jarak tempuh lari pada pemberian air kelapa
dibandingkan pemberian air mineral.
Hasil uji “t” berpasangan menunjukkan adanya perbedaan rata-rata jarak
tempuh lari yang sangat bermakna antara pemberian air kelapa dan air
mineral dengan p= 0,000** (p≤0,01)
30
Hal-hal yang Tidak Mendukung : Tidak ada
Simpulan :
Hipotesis penelitian ini diterima dan teruji oleh data
31
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Pemberian air kelapa meningkatkan ketahanan otot laki-laki dewasa muda non-atlet pada latihan lari jarak jauh dibandingkan dengan pemberian air mineral.
5.2. Saran
Mengganti air mineral maupun sport drink yang biasa diminum pada saat
melakukan aktivitas lari jarak jauh dengan air kelapa untuk meningkatkan
ketahanan otot.
Melakukan penelitian lanjutan untuk menentukan kandungan glukosa dan
elektrolit paling optimal air kelapa berdasarkan usia kematangan buah
untuk meningkatkan ketahanan otot pada saat melakukan aktivitas lari
jarak jauh.
Melakukan penelitian selanjutnya menggunakan metode yang berbeda.
32
DAFTAR PUSTAKA
Anwari, I. (2007). Cairan Tubuh, Elektrolit & Mineral. Retrieved from Retrieved
from http://www.pssplab.com/journal/01.pdf
Balke, B. (1963). A Simple Field Test for The Assessment of Physical fitness.
Oklahoma City: Federal Aviation Agency.
C.Nancy, & Andrews. (2000). Iron metabolism : Iron Deficiency and Iron
Overload. Genomics and Human Genetics 1, 75-98.
Classification. (n.d.). Retrieved from United State Department of Agriculture:
http://plants.usda.gov/java/ClassificationServlet?source=profile&symbol=
CONU&display=31
Costanzo, L. (2011). Board Review Series Physiology 5th edition. Virginia:
Lippincot.
Ewan, H., & Michael, B. (2003). Functional Properties Of Whey, Whey
Components, And Essensial Amino Acids : Mechanisms Underlying
Health Benefits For Active People. The Journal of Nutritional
Biochemistry 14, 251-258.
Guyton, A., & Hall, J. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC.
Hanson, P. (1984). Clinical Exercise Training. In: Sport Medicine. Philadelphia:
Saunders Company.
Hatch, K. E. (2011). Retrieved from digitalcomons@etal.uri.edu:
http://digitalcommons.uri.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1212&context=
srhonorsprog
Hill, Robin. (2012). What Sample Size is “Enough” in Internet Survey Research?. IPCT-J vol. 6 no3-4, 1-10.
Kalman, D., Feldman, S., Kringer, D., & Bloomer, R. (2012). Comparison of
Coconut Water and a Carbohydrate-Electrolyte Sport Drink on Measure of
Hydration and Physical Performance in Exercise-Trained Man. Journal of
the International Society of Sport Nutrition, 1-10.
33
Lännergren, J., Westerblad, H., & Allen, D. (2006). Mechanisms of Fatigue as
Studied in Single Muscle Fibres. 3-9.
Manjunatha, S., & Raju, P. (2013). Modelling the Rheological Behaviour of
Tender Coconut (Cocos nucifera L) Water and Its Concentrates.
International Food Research Journal 20(2), 731-743.
Mardiana, Kartini, A., & Widjasena, B. (2012). Pemberian Cairan Karbohidrat
Elektrolit, Status Hidrasi dan Kelelahan pada Pekerja Wanita. Media
Medika Indonesiana volume 46 nomor 1, 6-11.
Martins, A., & Waldschutz, D. (2012). Coconut Water as a Sports Drink and Its
Effects on the Fitness of Aging Athletes. Asian Journal of Exercise
&Sports Science 2012 vol. 9 no.2, 1-12.
Murray, R., Granner, D., Mayes, P., & Rodwell, V. (2009). Harper's Illustrated
Biochemistry 26th edition. USA: Lange Medical Books.
Powers, Scott K., Howley, Edward T. (2007). Exercise Physiology Theory and
Application to Fitness and Performance 6th edition. New York :
McGraw-Hill.
Prades, A., Dornier, M., Diop, N., & Pain, J.-P. (2012). Coconut Water Uses,
Composition and Properties. Fruits vol 67 (2), 87-102.
Priya, S., & Ramaswamy, L. (2014). Tender Coconut Water- Natures Elixir to
Mankind. International Journal of Recent Scientific Research, 1485.
Pummer, S., Heil, P., Maleck, W., & Petroianu, G. (2001). Influence of Coconut
Water on Hemostasis. Am. J. Emerg. Med 19, 287-289.
Reddy, P., & Lakshmi, T. (2014). Coconut Water - Properties, Uses, Nutritional
Benefits in Health and Wealth and in Health and Disease. Journal of
Current Trends in Clinical Medicine & Laboratory Biochemistrty, 6-15.
Saat, M., Singh, R., Siringhe, R., & Nawawi, M. (2002). Rehydration After
Exercise with Fresh Young Coconut Water, Carbohydrate-Electrolyte
Beverage and Plain Water. Journal of Physiological Anthropology and
Applied Human Science, 21 (2), 93-104.
Sherwood, L. (2012). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 8. Jakarta: EGC.
34
W.H. Jean, Y., Liya, G., Yan, F., & Swee, N. (2009). The Chemical Composition
and Biological Properties of Coconut (Cocos nucifera L.) Water,
Molecules. 14, 5144-5164.
World Health Organization (WHO). 2005. Nutrients in Drinking Water :
Protection of the Human Environment-Water, Sanitation and Health. WHO
Press, Geneva, Switzerland, pp. 186.
Widiastuti. (2015). Tes dan Pengukuran Olahraga. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada.