DRAFT SKRIPSI
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING BERDASARKAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA HUKUM
Oleh: GILANG ANTIKA
06 140 247
Program Kekhususan : Hukum Perdata Murni (PK I)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERIMA WARALABA
DALAM PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING
(Gilang Antika, 06140247, Fakultas Hukum Unand, 80 halaman, tahun 2011)
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan bahwa Rencana pembangunan jangka
Menengah nasional ditetapkan paling lambat 3 bulan setelah presiden dilantik1. Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional merupakan penjabaran visi, misi dan program
presiden selama 5 tahun, ditempuh melalui Strategi Pokok yang dijabarkan dalam Agenda
Pembangunan Nasional memuat sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan dan
program-program pembangunan.
Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa lalu telah menghasilkan berbagai
kemajuan yang cukup berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai permasalahan yang
mendesak untuk dipecahkan.
Penitikberatan pembangunan masa lalu hanya kepada tercapainya tingkat pertumbuhan
ekonomi yang tinggi telah menciptakan peningkatan pendapatan perkapita, penurunan jumlah
kemiskinan dan pengangguran dan perbaikan kualitas hidup manusia secara rata-rata.
Meskipun demikian, pembangunan ekonomi yang sangat berorientasi kepada peningkatan
produksi nasional, tidak disertai oleh pembangunan dan perkuatan institusi-institusi baik
publik maupun institusi pasar terutama institusi keuangan yang seharusnya berfungsi
melakukan alokasi sumber daya secara efisien dan bijaksana.
Proses pembangunan ekonomi yang ditopang oleh sistem represi dan ketertutupan telah
melumpuhkan berbagai institusi strategi seperti sistem hukum dan peradilan untuk menjamin
kepastian hukum dan keadilan.2 Hukum sangat penting sebagai motor penggerak modernisasi
masyarakat. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa eksistensi hukum sangat diperlukan
bagi kehidupan masyarakat disegala bidang, dengan demikian eksistensi hukum dibidang
ekonomi dan dalam pertumbuhan sektor ekonomi itu merupakan gejala yang saling
mempengaruhi dan melengkapi.
Salah satu satu kegiatan ekonomi khususnya di bidang perdagangan yang saat ini
sedang berkembang pesat adalah bisnis dengan sistem.franchise, di Indonesia di kenal dengan
istilah waralaba. Warren J. Keegen mengatakan ”bahwa pengusaha yang bermaksud
mengembangkan usahanya secara internasional dapat melakukan beberapa macam pilihan cara,
salah satunya adalah melakukan pemberian waralaba.”3 Waralaba merupakan salah satu
peluang untuk menjadi wirausaha, yang pada akhir-akhir ini merupakan salah satu kegiatan
ekonomi yang sedang berkembang. Bisnis waralaba pada dasarnya adalah sebuah rnetode
pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, sedangkan para pihak di dalam
bisnis waralaba tersebut terdiri dari pemberi waralaba (f'ranchisor) dan penerima waralaba
(franchisee). Pemberi waralaba adalah badan usaha perorangan yang memberikan hak kepada
pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki, sedangkan penerima waralaba adalah badan
usaha/perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas
kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dirniliki pemberi waralaba.
2 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembanguan Jangka Menengah Nasional. 2004-2009.
3 Warren J. Keegen, Gloobal Marketing, Management, Dalam Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Waralaba, Raja, Grafindo Persada,
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan kekayaan bagi pemberi waralaba,
karena dapat dialihkan pemanfaatannya atau penggunaannya kepada pihak lain (penerima
waralaba) yang didasarkan pada diperolehnya ijin dari pemberi waralaba. Merek dagang dari
suatu bisnis waralaba yang sudah cukup terkenal dan telah dipatenkan, serta hak cipta yang
mempunyai goodwill, mengakibatkan bisnis waralaba mencapai puncak kejayaannya, hal ini
dikarenakan penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah untuk mempopulerkan merek
dagangnya sendiri dan sudah pasti akan memberikan keuntungan finansial. Atas pemanfaatannya
tersebut, penerima waralaba memberikan suatu imbalan berdasarkan persyaratan perjanjian, yang
dikenal dengan franchise fee.
Pesatnya pertumbuhan bisnis waralaba di Indonesia, membuktikan bahwa telah terjadi
perubahan cara pandang dalam konsep jaringan distribusi barang dan jasa yang ada selama ini
karena dalam sistem bisnis seperti ini memungkinkan seorang pengusaha melaksanakan upaya
perluasan usaha dengan membuka jaringan outlet di berbagai tempat tanpa harus mengeluarkan
biaya dengan investasi sendiri. Melalui konsep pemasaran sistem waralaba, setiap perusahaan
pemilik waralaba dapat menawarkan hak penggunaan sistem usaha tertentu miliknya kepada
calon penerima waralaba yang disertai dengan pemberian bantuan teknis yang berupa
pemberian latihan, pedoman operasi, supervisi dan manajemen. Pembukaan jaringan outlet
(tempat usaha) semacam itu dapat dilakukan melalui upaya penggalangan hubungan kerjasama
saling menguntungkan dengan pemodal lainnya yang independen, cara ini dapat ditempuh
dengan mengoperasionalkan metode waralaba. Produk bisnis yang diwaralabakan mengandung
unsur-unsur yang unik, maksudnya produk bisnis tersebut (barang ataupun jasa) belum dimiliki
oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain dari yang dimiliki oleh pihak pemberi
mempunyai pasar yang baik, sebab jika produknya mudah ditiru, maka bagaimana mungkin
pihak pemberi waralaba dapat melindungi konsep, image, proses ataupun model usaha yang
diwaralabakan, dengan atau tanpa hak paten, hak merek ataupun hak cipta, dengan demikian
sistem, formula, resep, konsep ataupun racikan yang rahasia merupakan elemen terpenting
dalam setiap waralaba.4 Waralaba saat inipun telah menjadi bagian dari praktik bisnis di
Indonesia. Waralaba tidak hanya menguasai perdagangan barang-barang konsumen, tetapi juga
segala bentuk jasa. Mulai dari jenis bidang usaha fast .food" seperti McDonald's, Kentucky
Fried Chicken dan Wendy's. Manajemen perhotelan seperti Sheraton, Holiday Inn, Ramada;
sampai ke 'fitness & body care" seperti clark Hatch dan slimfit Expression.
Banyaknya waralaba asing masuk ke Indonesia, telah menggerakkan pemerintah untuk
memberikan perhatian khusus terutama dari segi hukum, sehingga lahir Peraturan Pemerintah
Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang penyelenggaranan
Waralaba. Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tersebut, maka
setiap pengusaha yang menjalankan usaha waralaba wajib mendaftarkan usaha waralabanya
pada Kantor Departemen Perdagangan, tujuannya untuk kepentingan pembinaan usaha dengan
cara waralaba. Peraturan Pemerintah Nornor 42 tahun 2007 beserta Keputusan Menteri
Perindustrian dan Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tersebut tujuannya untuk
memberikan aturan yang jelas tentang bisnis waralaba, tetapi karena pengaturan yang terdapat
di dalamnya tersebut masih bersifat terlalu umum dan diatur dengan sangat singkat, sehingga
4
kurang memadai untuk dapat digunakan sebagai peraturan dasar utama untuk menata kegiatan
bisnis waralaba di Indonesia.
Ratusan .franchise asing kini sedang mengincar Indonesia, bukan saja dari Amerika
Serikat tetapi juga datang dari Negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia.5
Berkembangnnya bisnis waralaba asing tersebut sejalan dengan lajunya pertumbuhan ekonomi,
dan menjamurnya pemberi waralaba asing masuk ke Indonesia, untuk itu perlu kiranya
mendapat perhatian khusus dari pemerintah terutama dari segi hukum khususnya dalam hukum
perjanjian (kontrak), karena permasalahan dalam hukum kontrak tidak dapat terlepas dari
pembahasan bisnis waralaba khususnya yang berkaitan dengan hubungan hukum antara
penerima waralaba Indonesia dengan pemberi waralaba asing.
Dasar hukum dari penyelenggaraan waralaba adalah perjanjian atau kontrak antara
penerima waralaba dengan pemberi waralaba. Kontrak waralaba dapat diakomodasi oleh asas
kebebasan berkontrak dengan sistem terbuka, walaupun masih dalam klasifikasi ketentuan
hukum yang bersifat umum, artinya bahwa perjanjian itu hanya bersifat mengatur (regelend)
dan bukan bidang hukum yang bersifat memaksa (dwingend). Para pihak yang membuat
perjanjian bebas untuk menentukan syarat-syarat perjanjian yang diinginkan asal saja tidak
bertentangan dengan undang-undang dan rasa keadilan, selain itu perjanjian tersebut harus
dilaksanakan dengan itikad baik, oleh karena itu untuk hal-hal yang berhubungan dengan isi
perjanjian waralaba, para pihak (pemberi waralaba dan penerima waralaba) dapat mengacu
kepada Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Juncto Pasal 1320 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Juncto pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
tentang asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian serta tennasuk dalam golongan
perjanjian tidak bernama. Sifat hukum perjanjian bisnis waralaba adalah hukum perdata.
Prestasi yang dilakukan adalah memberi dan menerima suatu hak keloia dari suatu produk
berupa barang dan jasa yang nama dan mutunya sudah dikenal dan diakui, tetapi apabila para
pihak dalam perjanjian waralaba tersebut berasal dari negara yang berbeda, maka sifat
hukumnya adalah hukum perdata internasional, karena terdapat unsur asing di dalamnya.
Perjanjian atau kontrak waralaba berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007, dibuat dalam bentuk tertulis antara pemberi
waralaba dan penerima waralaba. Perjanjian dalam bentuk tertulis memberikan kepastian
hukum kepada kedua belah pihak dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah
disepakati bersama. Suatu kontrak pada dasarnya harus dilaksanakan oleh para pihak
berdasarkan itikad baik, tetapi kenyataannya sering kali terjadi sesuatu masalah yang tidak
dikehendaki oleh para pihak, sehingga menimbulkan sengketa di antara pihak-pihak tersebut,
untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul tersebut tidaklah mudah, karena
pihak-pihak yang bersangkutan berasal dari dua negara yang berbeda yang sistem hukumnya sedikit
banyak juga berbeda. Terdapatnya 2 sistem hukum yang berbeda dalam suatu kontrak, hal ini
tentu saja dapat menimbulkan masalah hukum perdata internasional, karena para pihak
membawa sistem hukumnya masing-masing dalam suatu kontrak, dalam hal ini mereka dapat
memilih hukum nasionalnya atau hukum ncgara lain sepanjang tidak bertentangan dengan
ketertiban umum atau kaidah-kaidah yang bersifat memaksa. Selain mengenai hukum yang
seharusnya berlaku atau pilihan hukum, permasalahan yang dapat timbul dalam suatu kontrak
Dalam hal ini bagi para pihak dimungkinkan untuk memilih badan arbitrase atau pengadilan
nasionalnya, sebagai forum yang akan menyelesaikan sengketanya.
Mengingat bisnis waralaba di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan lajunya
pertumbuhan ekonomi dan menjamurnya pemberi waralaba asing masuk ke Indonesia, maka
perlu kiranya mendapat perhatian khusus terutama dari segi hukumnya, karena saat ini
pengaturan mengenai bisnis waralaba khususnya dalam hukum perjanjian/kontrak nasional
belum tersedia. Isi dari perjanjian kontrak yang dilakukan oleh para pihak tergantung pada
kehendak para pihak, seringkali pihak pemberi waralaba asing memiliki kekuatan untuk
memaksakan kepentingannya di dalam pengaturan perjanjian waralaba.
Perjanjian waralaba yang umumnya dibuat dalam bentuk perjanjian standar yang
sebagian besar isinya menguntungkan pihak pemberi waralaba. Pemberi waralaba memiliki
kecenderungan untuk mendiktekan keinginannya, yang salah satunya dapat dilihat dalam
klausula pengakhiran perjanjian, jika menurut penilaian pembeli waralaba tindakan penerima
waralaba diperkirakan dapat merugikan nama baik dan reputasi bisnis pemberi waralaba, maka
pemberi waralaba dapat memutuskan perjanjian secara sepihak dan penerima waralaba harus
menghentikan penggunaan merek dan segala simbol-simbol usaha milik pemberi waralaba,
serta mewajibkan penerima waralaba untuk mengembalikan seluruh manual operation pada
saat perjanjian tidak diperpanjang lagi atau diputus, sebagai pemilik modal hal ini tentu akan
dapat merugikan penerima waralaba. Pemberi waralaba juga dapat memanfaatkan kedudukan
penerima waralaba untuk menguji pasar setelah mengetahui bahwa kondisi pasar
menguntungkan, maka pemberi waralaba memutuskan perjanjian dengan penerima waralaba,
selanjutnya pemberi waralaba mengoperasionalkan sendiri “outlet” atau tempat usaha
dengan syarat-syarat yang lebih menguntungkan. Pemberi waralaba dalam perjanjian hampir
tidak memiliki resiko yang langsung, sementara penerima waralaba selain berhadapan dengan
resiko investasi, resiko persaingan, kesalahan manajemen dan penghitungan pangsa pasar, juga
masih harus membayar royalty. Belum lagi menghadapi resiko perlakuan tidak adil berupa
mekanisme kontrol yang berlebihan dari pemberi waralaba.
Tidak seimbangnya posisi tawar menawar antara pemberi waralaba dengan penerima
waralaba, terutama dikarenakan segala persyaratan dan isi kontrak waralaba dibuat dalam
bentuk perjanjian standar, hal ini seharusnya tidak terjadi apabila telah terdapat pengaturan
yang memuat mengenai syarat syarat minimal yang harus ada dalam sebuah perjanjian
waralaba. Perkembangan waralaba di Indonesia saat ini telah mencapai tingkat yang lebih
tinggi, hal ini terbukti dengan jumlah waralaba di Indonesia sampai akhir tahun 1995 mencapai
142 buah meliputi 85 waralaba makanan atau 60% (terdiri dari 927 outlet), dan 57 waralaba
lainnya atau 40 %. Sebanyak 124 buah atau 87 % merupakan waralaba asing, sedangkan
waralaba lokal hanya 18 buah, (8 diantaranya waralaba makanan). Waralaba asing terbanyak
berasal dari Amerika Serikat yaitu sebanyak 76 buah atau 54 %, (47 diantaranya waralaba
makanan), jepang 14 buah (waralaba makanan 10 buah) dan sisanya berasaldari Eropa dan
Amerika Latin. Pada tahun 2004, jumlah outlet yang dimiliki oleh pemberi waralaba di seluruh
Indonesia meningkat menjadi 1.978 outlet.6
Berdasarkan uraian di atas, dengan semakin menjamurnya waralaba asing masuk ke
Indonesia, sedangkan pengaturan waralaba di Indonesia saat ini kurang memadai, maka perlu
dipikirkan pembentukan hukum waralaba yang lebih memadai, oleh karena itu penulis
tertarik untuk menelitinya lebih lanjut dan menuangkannya kedalam bentuk skripsi yang
berjudul "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA WARALABA DALAM
PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING BERDASARKAN
PERATURAN PEMERINTAH NO 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA".
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dapat
diidentifikasikan sebagai berikut:
l. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 dalam
memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada penerima waralaba dalam perjanjian
waralaba dengan pemberi waralaba asing?
2. Bagaimana penyelesaian sengketa kontrak bisnis waralaba Indonesia dengan pemberi
waralaba asing dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang
Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ingin
diperoleh dalam penelitian ini adalah:
l. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007
telah memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada penerima waralaba dalam
2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kontrak bisnis
waralaba Indonesia dengan pemberi waralaba asing dihubungkan dengan Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kegunaan teoritis dan kegunaan praktis
sebagai berikut:
1. Secara teoritis, dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu
pengetahuan dalam bidang hukum khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap
penerima waralaba dalam perjanjian waralaba dengan pihak asing.
2. Secara praktis, sebagai sumber masukan secara teori melalui penelitian perpustakaan
maupun secara praktik tentang permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi dalam
praktik sehubungan dengan perlindungan hukum terhadap penerima waralaba dalam
perjanjian waralaba dengan pihak asing. Sebagai penambahan literatur pada bidang hukum,
sehingga mengurangi kesulitan dalam mendapatkan bahan bacaan yang berhubungan
dengan perlindungan hukum terhadap penerima waralaba dalam perjanjian waralaba
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis penulis dari hasil penelitian ini, sebagaimana telah dijelaskan
dalam bab-bab sebelumnya, maka akhirnya penulis mengambii beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba beserta Keputusan
Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang
Penyelenggaraan Waralaba, belum memberikan perlindungan hukum yang optimal
kepada pihak penerima waralaba Indonesia karena isi/klausula didalam perjanjian
waralaba lebih banyak menguntungkan pihak pemberi waralaba.
2. Penyelesaian sengketa kontrak bisnis yang bersifat internasional, seperti perjanjian
waralaba Indonesia dengan pemberi waralaba asing, umumnya lebih banyak
menggunakan lembaga arbitrase dengan memakai arbiter asing, karena menurut
penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase mempunyai kelebihan-kelebihan
dibandingkan dengan lembaga pengadilan, kelebihan arbitrase tersebut adalah
B. Saran
Menurut analisis penulis ada beberapa hal yang sebaiknya mendapat perhatian dari
pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:
l. Perjanjian/kontrak waralaba Indonesia yang dilakukan dengan pihak asing selalu dibuat
dalam bentuk baku oleh pemberi waralaba yang seringkali penerima waralaba Indonesia
berada pada posisi yang lemah dalam perjanjian, oleh karena itu perlu dari pihak
pemerintah khususnya dari Departemen Perdagangan untuk lebih pro-aktif dalam
mengawasi perjanjian waralaba yang ada, sehingga diharapkan akan tercipta bisnis
waralaba yang saling menguntungkan baik bagi pemberi waralaba maupun bagi
penerima waralaba.
2. Usaha waralaba yang tengah marak di Indonesia hendaknya disertai dengan pengaturan
yang lebih memadai, yaitu pengaturan dengan undang-undang, adanya undang-undang
yang mengatur mengenai waralaba ini penting untuk dapat membatasi berlakunya asas
kebebasan berkontrak yang dibuat dalam perjanjian waralaba, terutama perjanjian
waralaba yang dilakukan dengan pihak asing yang seringkali memberlakukan hukum
asing, pihak Indonesia sebagai penerirna waralaba seringkali berada pada posisi yang
lemah dalam perjanjian, maka peran pemerintah terhadap adanya perlindungan hukum
DAFTAR PUSTAKA
A.Buku - Buku
Erni Rifana, Informasi Tentang Waralaba, Direktorat Bina Usaha Perdagangan Jakarta, 1992.
Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001
Huala Adofl, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000
Lindawati S. Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Budi Utomo, Bandung, 2004
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Dalam Menata Bisnis Modern Di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, Cetakan Ketiga , 1985
Sudargo Gutama, Perkembangan Arbitare dagang Internasional di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989
R. Soebekti, Arbitrase Perdagangan, Binacipta, Bandung, 1984
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003
B.Majalah
Gatra, Hukum Franchise, “Kemelut di Dapur Pizza Hut”. Edisi 13 April 1996
C.Perundang-Undangan
Kitab Undang- undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
Peraturan Presiden No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembanguan Jangka Menengah Nasiona
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba
D.Internet
Amir Karamoy, Konsultan Waralaba, www. Sinar Harapan.
co.id/ekonomi/usaha/2005/0326/ukm 1. Html.
http://www.google.com/law, diakses 21 November 2010
www. Sinar Harapan. co.id/ekonomi/usaha/2005/0326/ukm 1. Html.