• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

DRAFT SKRIPSI

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA WARALABA DALAM PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING BERDASARKAN PERATURAN

PEMERINTAH NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA

SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA HUKUM

Oleh: GILANG ANTIKA

06 140 247

Program Kekhususan : Hukum Perdata Murni (PK I)

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

(2)

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENERIMA WARALABA

DALAM PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING

(Gilang Antika, 06140247, Fakultas Hukum Unand, 80 halaman, tahun 2011)

ABSTRAK

(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Perencanaan Pembangunan Nasional menetapkan bahwa Rencana pembangunan jangka

Menengah nasional ditetapkan paling lambat 3 bulan setelah presiden dilantik1. Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional merupakan penjabaran visi, misi dan program

presiden selama 5 tahun, ditempuh melalui Strategi Pokok yang dijabarkan dalam Agenda

Pembangunan Nasional memuat sasaran-sasaran pokok yang harus dicapai, arah kebijakan dan

program-program pembangunan.

Pembangunan ekonomi yang telah ditempuh di masa lalu telah menghasilkan berbagai

kemajuan yang cukup berarti namun sekaligus juga mewariskan berbagai permasalahan yang

mendesak untuk dipecahkan.

Penitikberatan pembangunan masa lalu hanya kepada tercapainya tingkat pertumbuhan

ekonomi yang tinggi telah menciptakan peningkatan pendapatan perkapita, penurunan jumlah

kemiskinan dan pengangguran dan perbaikan kualitas hidup manusia secara rata-rata.

Meskipun demikian, pembangunan ekonomi yang sangat berorientasi kepada peningkatan

produksi nasional, tidak disertai oleh pembangunan dan perkuatan institusi-institusi baik

publik maupun institusi pasar terutama institusi keuangan yang seharusnya berfungsi

melakukan alokasi sumber daya secara efisien dan bijaksana.

(4)

Proses pembangunan ekonomi yang ditopang oleh sistem represi dan ketertutupan telah

melumpuhkan berbagai institusi strategi seperti sistem hukum dan peradilan untuk menjamin

kepastian hukum dan keadilan.2 Hukum sangat penting sebagai motor penggerak modernisasi

masyarakat. Hal tersebut mengandung pengertian bahwa eksistensi hukum sangat diperlukan

bagi kehidupan masyarakat disegala bidang, dengan demikian eksistensi hukum dibidang

ekonomi dan dalam pertumbuhan sektor ekonomi itu merupakan gejala yang saling

mempengaruhi dan melengkapi.

Salah satu satu kegiatan ekonomi khususnya di bidang perdagangan yang saat ini

sedang berkembang pesat adalah bisnis dengan sistem.franchise, di Indonesia di kenal dengan

istilah waralaba. Warren J. Keegen mengatakan ”bahwa pengusaha yang bermaksud

mengembangkan usahanya secara internasional dapat melakukan beberapa macam pilihan cara,

salah satunya adalah melakukan pemberian waralaba.”3 Waralaba merupakan salah satu

peluang untuk menjadi wirausaha, yang pada akhir-akhir ini merupakan salah satu kegiatan

ekonomi yang sedang berkembang. Bisnis waralaba pada dasarnya adalah sebuah rnetode

pendistribusian barang dan jasa kepada masyarakat konsumen, sedangkan para pihak di dalam

bisnis waralaba tersebut terdiri dari pemberi waralaba (f'ranchisor) dan penerima waralaba

(franchisee). Pemberi waralaba adalah badan usaha perorangan yang memberikan hak kepada

pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau

penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki, sedangkan penerima waralaba adalah badan

usaha/perorangan yang diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas

kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas yang dirniliki pemberi waralaba.

2 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembanguan Jangka Menengah Nasional. 2004-2009.

3 Warren J. Keegen, Gloobal Marketing, Management, Dalam Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Waralaba, Raja, Grafindo Persada,

(5)

Hak Atas Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan kekayaan bagi pemberi waralaba,

karena dapat dialihkan pemanfaatannya atau penggunaannya kepada pihak lain (penerima

waralaba) yang didasarkan pada diperolehnya ijin dari pemberi waralaba. Merek dagang dari

suatu bisnis waralaba yang sudah cukup terkenal dan telah dipatenkan, serta hak cipta yang

mempunyai goodwill, mengakibatkan bisnis waralaba mencapai puncak kejayaannya, hal ini

dikarenakan penerima waralaba tidak perlu lagi bersusah payah untuk mempopulerkan merek

dagangnya sendiri dan sudah pasti akan memberikan keuntungan finansial. Atas pemanfaatannya

tersebut, penerima waralaba memberikan suatu imbalan berdasarkan persyaratan perjanjian, yang

dikenal dengan franchise fee.

Pesatnya pertumbuhan bisnis waralaba di Indonesia, membuktikan bahwa telah terjadi

perubahan cara pandang dalam konsep jaringan distribusi barang dan jasa yang ada selama ini

karena dalam sistem bisnis seperti ini memungkinkan seorang pengusaha melaksanakan upaya

perluasan usaha dengan membuka jaringan outlet di berbagai tempat tanpa harus mengeluarkan

biaya dengan investasi sendiri. Melalui konsep pemasaran sistem waralaba, setiap perusahaan

pemilik waralaba dapat menawarkan hak penggunaan sistem usaha tertentu miliknya kepada

calon penerima waralaba yang disertai dengan pemberian bantuan teknis yang berupa

pemberian latihan, pedoman operasi, supervisi dan manajemen. Pembukaan jaringan outlet

(tempat usaha) semacam itu dapat dilakukan melalui upaya penggalangan hubungan kerjasama

saling menguntungkan dengan pemodal lainnya yang independen, cara ini dapat ditempuh

dengan mengoperasionalkan metode waralaba. Produk bisnis yang diwaralabakan mengandung

unsur-unsur yang unik, maksudnya produk bisnis tersebut (barang ataupun jasa) belum dimiliki

oleh orang lain dan belum beredar di pasaran selain dari yang dimiliki oleh pihak pemberi

(6)

mempunyai pasar yang baik, sebab jika produknya mudah ditiru, maka bagaimana mungkin

pihak pemberi waralaba dapat melindungi konsep, image, proses ataupun model usaha yang

diwaralabakan, dengan atau tanpa hak paten, hak merek ataupun hak cipta, dengan demikian

sistem, formula, resep, konsep ataupun racikan yang rahasia merupakan elemen terpenting

dalam setiap waralaba.4 Waralaba saat inipun telah menjadi bagian dari praktik bisnis di

Indonesia. Waralaba tidak hanya menguasai perdagangan barang-barang konsumen, tetapi juga

segala bentuk jasa. Mulai dari jenis bidang usaha fast .food" seperti McDonald's, Kentucky

Fried Chicken dan Wendy's. Manajemen perhotelan seperti Sheraton, Holiday Inn, Ramada;

sampai ke 'fitness & body care" seperti clark Hatch dan slimfit Expression.

Banyaknya waralaba asing masuk ke Indonesia, telah menggerakkan pemerintah untuk

memberikan perhatian khusus terutama dari segi hukum, sehingga lahir Peraturan Pemerintah

Nomor 42 tahun 2007 tentang Waralaba dan Keputusan Menteri Perindustrian dan

Perdagangan Republik Indonesia Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang penyelenggaranan

Waralaba. Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tersebut, maka

setiap pengusaha yang menjalankan usaha waralaba wajib mendaftarkan usaha waralabanya

pada Kantor Departemen Perdagangan, tujuannya untuk kepentingan pembinaan usaha dengan

cara waralaba. Peraturan Pemerintah Nornor 42 tahun 2007 beserta Keputusan Menteri

Perindustrian dan Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tersebut tujuannya untuk

memberikan aturan yang jelas tentang bisnis waralaba, tetapi karena pengaturan yang terdapat

di dalamnya tersebut masih bersifat terlalu umum dan diatur dengan sangat singkat, sehingga

4

(7)

kurang memadai untuk dapat digunakan sebagai peraturan dasar utama untuk menata kegiatan

bisnis waralaba di Indonesia.

Ratusan .franchise asing kini sedang mengincar Indonesia, bukan saja dari Amerika

Serikat tetapi juga datang dari Negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia.5

Berkembangnnya bisnis waralaba asing tersebut sejalan dengan lajunya pertumbuhan ekonomi,

dan menjamurnya pemberi waralaba asing masuk ke Indonesia, untuk itu perlu kiranya

mendapat perhatian khusus dari pemerintah terutama dari segi hukum khususnya dalam hukum

perjanjian (kontrak), karena permasalahan dalam hukum kontrak tidak dapat terlepas dari

pembahasan bisnis waralaba khususnya yang berkaitan dengan hubungan hukum antara

penerima waralaba Indonesia dengan pemberi waralaba asing.

Dasar hukum dari penyelenggaraan waralaba adalah perjanjian atau kontrak antara

penerima waralaba dengan pemberi waralaba. Kontrak waralaba dapat diakomodasi oleh asas

kebebasan berkontrak dengan sistem terbuka, walaupun masih dalam klasifikasi ketentuan

hukum yang bersifat umum, artinya bahwa perjanjian itu hanya bersifat mengatur (regelend)

dan bukan bidang hukum yang bersifat memaksa (dwingend). Para pihak yang membuat

perjanjian bebas untuk menentukan syarat-syarat perjanjian yang diinginkan asal saja tidak

bertentangan dengan undang-undang dan rasa keadilan, selain itu perjanjian tersebut harus

dilaksanakan dengan itikad baik, oleh karena itu untuk hal-hal yang berhubungan dengan isi

perjanjian waralaba, para pihak (pemberi waralaba dan penerima waralaba) dapat mengacu

kepada Pasal 1338 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Juncto Pasal 1320 Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata. Juncto pasal 1319 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(8)

tentang asas kebebasan berkontrak dan syarat sahnya perjanjian serta tennasuk dalam golongan

perjanjian tidak bernama. Sifat hukum perjanjian bisnis waralaba adalah hukum perdata.

Prestasi yang dilakukan adalah memberi dan menerima suatu hak keloia dari suatu produk

berupa barang dan jasa yang nama dan mutunya sudah dikenal dan diakui, tetapi apabila para

pihak dalam perjanjian waralaba tersebut berasal dari negara yang berbeda, maka sifat

hukumnya adalah hukum perdata internasional, karena terdapat unsur asing di dalamnya.

Perjanjian atau kontrak waralaba berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan

Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007, dibuat dalam bentuk tertulis antara pemberi

waralaba dan penerima waralaba. Perjanjian dalam bentuk tertulis memberikan kepastian

hukum kepada kedua belah pihak dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh hak yang telah

disepakati bersama. Suatu kontrak pada dasarnya harus dilaksanakan oleh para pihak

berdasarkan itikad baik, tetapi kenyataannya sering kali terjadi sesuatu masalah yang tidak

dikehendaki oleh para pihak, sehingga menimbulkan sengketa di antara pihak-pihak tersebut,

untuk menyelesaikan sengketa-sengketa yang timbul tersebut tidaklah mudah, karena

pihak-pihak yang bersangkutan berasal dari dua negara yang berbeda yang sistem hukumnya sedikit

banyak juga berbeda. Terdapatnya 2 sistem hukum yang berbeda dalam suatu kontrak, hal ini

tentu saja dapat menimbulkan masalah hukum perdata internasional, karena para pihak

membawa sistem hukumnya masing-masing dalam suatu kontrak, dalam hal ini mereka dapat

memilih hukum nasionalnya atau hukum ncgara lain sepanjang tidak bertentangan dengan

ketertiban umum atau kaidah-kaidah yang bersifat memaksa. Selain mengenai hukum yang

seharusnya berlaku atau pilihan hukum, permasalahan yang dapat timbul dalam suatu kontrak

(9)

Dalam hal ini bagi para pihak dimungkinkan untuk memilih badan arbitrase atau pengadilan

nasionalnya, sebagai forum yang akan menyelesaikan sengketanya.

Mengingat bisnis waralaba di Indonesia semakin berkembang sejalan dengan lajunya

pertumbuhan ekonomi dan menjamurnya pemberi waralaba asing masuk ke Indonesia, maka

perlu kiranya mendapat perhatian khusus terutama dari segi hukumnya, karena saat ini

pengaturan mengenai bisnis waralaba khususnya dalam hukum perjanjian/kontrak nasional

belum tersedia. Isi dari perjanjian kontrak yang dilakukan oleh para pihak tergantung pada

kehendak para pihak, seringkali pihak pemberi waralaba asing memiliki kekuatan untuk

memaksakan kepentingannya di dalam pengaturan perjanjian waralaba.

Perjanjian waralaba yang umumnya dibuat dalam bentuk perjanjian standar yang

sebagian besar isinya menguntungkan pihak pemberi waralaba. Pemberi waralaba memiliki

kecenderungan untuk mendiktekan keinginannya, yang salah satunya dapat dilihat dalam

klausula pengakhiran perjanjian, jika menurut penilaian pembeli waralaba tindakan penerima

waralaba diperkirakan dapat merugikan nama baik dan reputasi bisnis pemberi waralaba, maka

pemberi waralaba dapat memutuskan perjanjian secara sepihak dan penerima waralaba harus

menghentikan penggunaan merek dan segala simbol-simbol usaha milik pemberi waralaba,

serta mewajibkan penerima waralaba untuk mengembalikan seluruh manual operation pada

saat perjanjian tidak diperpanjang lagi atau diputus, sebagai pemilik modal hal ini tentu akan

dapat merugikan penerima waralaba. Pemberi waralaba juga dapat memanfaatkan kedudukan

penerima waralaba untuk menguji pasar setelah mengetahui bahwa kondisi pasar

menguntungkan, maka pemberi waralaba memutuskan perjanjian dengan penerima waralaba,

selanjutnya pemberi waralaba mengoperasionalkan sendiri “outlet” atau tempat usaha

(10)

dengan syarat-syarat yang lebih menguntungkan. Pemberi waralaba dalam perjanjian hampir

tidak memiliki resiko yang langsung, sementara penerima waralaba selain berhadapan dengan

resiko investasi, resiko persaingan, kesalahan manajemen dan penghitungan pangsa pasar, juga

masih harus membayar royalty. Belum lagi menghadapi resiko perlakuan tidak adil berupa

mekanisme kontrol yang berlebihan dari pemberi waralaba.

Tidak seimbangnya posisi tawar menawar antara pemberi waralaba dengan penerima

waralaba, terutama dikarenakan segala persyaratan dan isi kontrak waralaba dibuat dalam

bentuk perjanjian standar, hal ini seharusnya tidak terjadi apabila telah terdapat pengaturan

yang memuat mengenai syarat syarat minimal yang harus ada dalam sebuah perjanjian

waralaba. Perkembangan waralaba di Indonesia saat ini telah mencapai tingkat yang lebih

tinggi, hal ini terbukti dengan jumlah waralaba di Indonesia sampai akhir tahun 1995 mencapai

142 buah meliputi 85 waralaba makanan atau 60% (terdiri dari 927 outlet), dan 57 waralaba

lainnya atau 40 %. Sebanyak 124 buah atau 87 % merupakan waralaba asing, sedangkan

waralaba lokal hanya 18 buah, (8 diantaranya waralaba makanan). Waralaba asing terbanyak

berasal dari Amerika Serikat yaitu sebanyak 76 buah atau 54 %, (47 diantaranya waralaba

makanan), jepang 14 buah (waralaba makanan 10 buah) dan sisanya berasaldari Eropa dan

Amerika Latin. Pada tahun 2004, jumlah outlet yang dimiliki oleh pemberi waralaba di seluruh

Indonesia meningkat menjadi 1.978 outlet.6

Berdasarkan uraian di atas, dengan semakin menjamurnya waralaba asing masuk ke

Indonesia, sedangkan pengaturan waralaba di Indonesia saat ini kurang memadai, maka perlu

dipikirkan pembentukan hukum waralaba yang lebih memadai, oleh karena itu penulis

tertarik untuk menelitinya lebih lanjut dan menuangkannya kedalam bentuk skripsi yang

(11)

berjudul "PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENERIMA WARALABA DALAM

PERJANJIAN WARALABA DENGAN PIHAK ASING BERDASARKAN

PERATURAN PEMERINTAH NO 42 TAHUN 2007 TENTANG WARALABA".

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan diteliti dapat

diidentifikasikan sebagai berikut:

l. Bagaimanakah mekanisme pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2007 dalam

memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada penerima waralaba dalam perjanjian

waralaba dengan pemberi waralaba asing?

2. Bagaimana penyelesaian sengketa kontrak bisnis waralaba Indonesia dengan pemberi

waralaba asing dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang

Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan identifikasi masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan yang ingin

diperoleh dalam penelitian ini adalah:

l. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007

telah memberikan perlindungan hukum yang optimal kepada penerima waralaba dalam

(12)

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kontrak bisnis

waralaba Indonesia dengan pemberi waralaba asing dihubungkan dengan Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh kegunaan teoritis dan kegunaan praktis

sebagai berikut:

1. Secara teoritis, dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengembangan ilmu

pengetahuan dalam bidang hukum khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap

penerima waralaba dalam perjanjian waralaba dengan pihak asing.

2. Secara praktis, sebagai sumber masukan secara teori melalui penelitian perpustakaan

maupun secara praktik tentang permasalahan-permasalahan hukum yang terjadi dalam

praktik sehubungan dengan perlindungan hukum terhadap penerima waralaba dalam

perjanjian waralaba dengan pihak asing. Sebagai penambahan literatur pada bidang hukum,

sehingga mengurangi kesulitan dalam mendapatkan bahan bacaan yang berhubungan

dengan perlindungan hukum terhadap penerima waralaba dalam perjanjian waralaba

(13)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis penulis dari hasil penelitian ini, sebagaimana telah dijelaskan

dalam bab-bab sebelumnya, maka akhirnya penulis mengambii beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba beserta Keputusan

Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang

Penyelenggaraan Waralaba, belum memberikan perlindungan hukum yang optimal

kepada pihak penerima waralaba Indonesia karena isi/klausula didalam perjanjian

waralaba lebih banyak menguntungkan pihak pemberi waralaba.

2. Penyelesaian sengketa kontrak bisnis yang bersifat internasional, seperti perjanjian

waralaba Indonesia dengan pemberi waralaba asing, umumnya lebih banyak

menggunakan lembaga arbitrase dengan memakai arbiter asing, karena menurut

penjelasan umum Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase mempunyai kelebihan-kelebihan

dibandingkan dengan lembaga pengadilan, kelebihan arbitrase tersebut adalah

(14)

B. Saran

Menurut analisis penulis ada beberapa hal yang sebaiknya mendapat perhatian dari

pihak-pihak yang berkepentingan, antara lain:

l. Perjanjian/kontrak waralaba Indonesia yang dilakukan dengan pihak asing selalu dibuat

dalam bentuk baku oleh pemberi waralaba yang seringkali penerima waralaba Indonesia

berada pada posisi yang lemah dalam perjanjian, oleh karena itu perlu dari pihak

pemerintah khususnya dari Departemen Perdagangan untuk lebih pro-aktif dalam

mengawasi perjanjian waralaba yang ada, sehingga diharapkan akan tercipta bisnis

waralaba yang saling menguntungkan baik bagi pemberi waralaba maupun bagi

penerima waralaba.

2. Usaha waralaba yang tengah marak di Indonesia hendaknya disertai dengan pengaturan

yang lebih memadai, yaitu pengaturan dengan undang-undang, adanya undang-undang

yang mengatur mengenai waralaba ini penting untuk dapat membatasi berlakunya asas

kebebasan berkontrak yang dibuat dalam perjanjian waralaba, terutama perjanjian

waralaba yang dilakukan dengan pihak asing yang seringkali memberlakukan hukum

asing, pihak Indonesia sebagai penerirna waralaba seringkali berada pada posisi yang

lemah dalam perjanjian, maka peran pemerintah terhadap adanya perlindungan hukum

(15)

DAFTAR PUSTAKA

A.Buku - Buku

Erni Rifana, Informasi Tentang Waralaba, Direktorat Bina Usaha Perdagangan Jakarta, 1992.

Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Waralaba, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001

Huala Adofl, Hukum Perdagangan Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

Ida Bagus Wyasa Putra, Aspek Hukum Perdata Internasional Dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2000

Lindawati S. Sewu, Franchise Pola Bisnis Spektakuler Dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, Budi Utomo, Bandung, 2004

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Dalam Menata Bisnis Modern Di Era Global, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002

Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Bina Cipta, Jakarta, Cetakan Ketiga , 1985

Sudargo Gutama, Perkembangan Arbitare dagang Internasional di Indonesia, Eresco, Bandung, 1989

R. Soebekti, Arbitrase Perdagangan, Binacipta, Bandung, 1984

Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003

B.Majalah

Gatra, Hukum Franchise, “Kemelut di Dapur Pizza Hut”. Edisi 13 April 1996

C.Perundang-Undangan

Kitab Undang- undang Hukum Perdata

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

(16)

Peraturan Presiden No 42 Tahun 2007 tentang Waralaba

Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembanguan Jangka Menengah Nasiona

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba

D.Internet

Amir Karamoy, Konsultan Waralaba, www. Sinar Harapan.

co.id/ekonomi/usaha/2005/0326/ukm 1. Html.

http://www.google.com/law, diakses 21 November 2010

www. Sinar Harapan. co.id/ekonomi/usaha/2005/0326/ukm 1. Html.

Referensi

Dokumen terkait

At the end of the design and development of application program for linguistic analysis, some conclusions can be drawn through the test, namely the application

Sebelum plesteran dilakukan terlebih dahulu dinding dibersihkan dari semua kotoran, kemudian dinding dibasahi dengan air dan permukaan beton yang akan diplester dibuat kasar agar

The results of this study showed that the estimated value which was generated by using the indirect estimation had a smaller value when it was compared with the predicted value

banyak berkas saat mengajar. Kemudian koordinasi antara guru mata pelajaran, guru BK dan wali kelas tidak berjalan karena kesulitan dalam menentukan waktu. Koordinasi hanya

Mahasiswa memiliki kesadaran kritis dalam menggunakan dan menganalisa serta bersikap terhadap pesan – pesan yang ada di media sosial, dan mampu menyaring isi pesan-pesan yang

Apakah petugas loket menuliskan register pendaftaran dengan lengkap dan merekap register setiap akhir pelayanan5. Apakah diruang loket terpasang SPO dengan lengkap dan mudah

jika pengunaan nya secara aromatic jika dipakai sebelum tidur dengan dosis 5 tetes/hari minyak ini bisa anda gunakan sebanyak 50 kali atau 50 hari..

Defenisi operasional merupakan petunjuk bagaimana suatu variabel dapat diukur. Sebagaimana pada hasil penelitian terdahulu terdapat permasalahan mengenai Pengaruh