Abstrak
Penelitian ini dilaksanakan untuk memeroleh gambaran mengenai
kategori Gratitude pada remaja laki-laki Panti Sosial Asuhan Anak “X”
Bandung. Penarikan sampel menggunakan teknik purposive sampling dan dalam
penelitian ini berjumlah 20 orang remaja laki-laki Panti Sosial Asuhan Anak “X”
Bandung.
Alat ukur yang digunakan adalah kuesioner yang disusun oleh peneliti
berdasarkan teori gratitude dari Robert A. Emmons (2007). Kuesioner terdiri atas
65 item. Uji validitas alat ukur diuji dengan menggunakan content validity, yaitu
dengan meminta pendapat ahli mengenai alat ukur yang disusun kepada 3 orang
ahli. Data hasil penelitian diolah dengan menghitung distribusi frekuensi data
primer.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar konteks pemberian
direspon nongratitude oleh remaja panti, terutama konteks pemberian uang
jajan/transport yang direspon nongratitude oleh seluruh remaja (100%). Hal ini
menunjukkan bahwa remaja panti gagal dalam mengakui dan menyadari
pemberian panti. Konteks pemberian pendidikan yang paling banyak direspon
gratitude (85%), berarti remaja panti mensyukuri pemberian pendidikan dari
panti dan tidak ada remaja yang merespon ingratitude terhadap
pemberian-pemberian panti.
Peneliti menyarankan untuk meneliti kontribusi faktor-faktor
mempengaruhi gratitude dengan kategori gratitude. Peneliti juga menyarankan
kepada pengurus Panti Sosial Asuhan Anak “X” Bandung untuk melakukan
pembinaan mengenai manfaat dan tujuan setiap pemberian sehingga dapat
meningkatkan pengakuan dan kesadaran remaja akan hal baik dari pemberian
Abstract
This research was conducted to obtain an overview about categories of
Gratitude in teenage boys Childcare Institutions "X" Bandung. Withdrawal of
samples using a purposive sampling technique and in this study amounted to 20
teenage boys Childcare Institutions "X" Bandung.
Measuring instrument used was a questionnaire compiled by the
researcher based on the theory of gratitude from Robert A. Emmons (2007). The
questionnaire consists of 65 items. Test the validity of measuring instruments
tested using content validity, the instrument by asking expert opinions about
measuring instrument arranged to 3 people expert. Data research results made by
calculating the frequency distribution of primary data.
From the research obtained that most of the context granting responded
nongratitude by teenagers, especially the context granting of pocket
money/transport who responded nongratitude by all teens (100%). This show that
teenagers fails in acknowledging and recognizing the granting of parlors. The
context of the granting education most responded gratitude (85%), mean
teenagers grateful the granting education and no teenagers who responded
ingratitude towards awarding-giving parlors.
Researcher suggested to examine the contribution of factors affecting
gratitude with gratitude categories. Researcher also suggest to the management
Childcare Institutions "X" Bandung to conduct development the benefit and every
purpose granting so can increase acknowledge and recognition of teenagers will
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... iii
ABSTRACT ... iv
KATA PENGANTAR ... v
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 10
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 10
1.4 Kegunaan Penelitian ... 11
1.4.1 Kegunaan Teoretis ... 11
1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11
1.5 Kerangka Pemikiran ... 11
1.6 Asumsi ... 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gratitude ... 19
2.1.2 Pengertian Gratitude ... 19
x
2.1.3.1 Acknowledgement ... 20
2.1.3.2 Recognizing ... 20
2.1.4 Kategori Gratitude ... 21
2.1.4.1 Gratitude ... 21
2.1.4.2 Nongratitude ... 22
2.1.4.3 Ingratitude ... 23
2.1.5 Faktor Mempengaruhi Gratitude ... 23
2.1.5.1 Persepsi Terhadap Nilai Dari Pemberian ... 24
2.1.5.2 Persepsi Terhadap Pemberi dan Niat Pemberi ... 24
2.1.5.3 Persepsi Terhadap Harapan Pemberian ... 24
2.2 Panti Sosial Asuhan Anak ... 24
2.3 Perkembangan Remaja ... 25
2.3.1 Perkembangan Kognitif Remaja ... 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian ... 27
3.2 Bagan Rancangan Penelitian ... 27
3.3 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 27
3.3.1 Variabel Penelitian ... 27
3.3.2 Definisi Konseptual ... 27
3.3.3 Definisi Operasional ... 28
3.4 Alat Ukur ... 28
xi
3.4.2 Data Pribadi dan Data Penunjang ... 31
3.4.2.1 Data Pribadi ... 31
3.4.2.2 Data Penunjang ... 31
3.4.3 Validitas Alat Ukur ... 31
3.4 Populasi Sasaran dan Teknik Penarikan Sampel ... 32
3.5.1 Populasi Sasaran ... 32
3.5.2 Karakteristik Populasi ... 32
3.5.3 Teknik Penarikan Sampel ... 32
3.6 Teknik Analisis Data ... 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 34
4.1.1 Gambaran Umum Responden ... 34
4.1.1.1 Gambaran Responden berdasarkan Usia ... 34
4.1.1.2 Gambaran Responden berdasarkan Pendidikan ... 35
4.1.1.3 Gambaran Responden berdasarkan Lamanya Tinggal di Panti ... 36
4.1.2 Kategori Gratitude ... 37
4.1.3 Tabulasi Silang Kategori Gratitude dengan Faktor Mempengaruhi ... 38
4.2 Pembahasan ... 40
xii
5.1 Kesimpulan ... 48
5.2 Saran ... 49
5.2.1 Saran Teoretis ... 49
5.2.1 Saran Praktis ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 51
DAFTAR RUJUKAN ... 52
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kategori Gratitude ... 21
Tabel 3.1 Kisi-kisi Alat Ukur Gratitude ... 29
Tabel 3.2 Kisi-kisi Data Penunjang ... 31
Tabel 4.1 Gambaran Responden berdasarkan Usia ... 34
Tabel 4.2 Gambaran Responden berdasarkan Pendidikan ... 36
Tabel 4.3 Gambaran Responden berdasarkan Lamanya Tinggal di Panti ... 37
Tabel 4.4 Hasil Kategori Gratitude ... 39
Tabel 4.5 Tabulasi Silang Kategori Gratitude dengan Persepsi Terhadap Nilai Pemberian ... 38
Tabel 4.6 Tabulasi Silang Kategori Gratitude dengan Persepsi Terhadap Pemberi dan Niat Pemberi ... 38
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Pikir ... 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Keluarga adalah lingkungan pertama yang dijumpai oleh setiap anak. Di
dalam keluarga, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan
fisik, psikis, dan sosial, sehingga mereka dapat bertumbuh dan berkembang
dengan baik. Makanan, minuman, dan pakaian merupakan kebutuhan fisik yang
dapat dipenuhi oleh keluarga. Kebutuhan psikis yang perlu dipenuhi oleh keluarga
adalah kasih sayang, rasa aman, religius dan pendidikan. Selain itu, keluarga juga
dapat melatih anak berinteraksi sosial seperti cara berkomunikasi dengan orang
lain sebelum anak berinteraksi dengan lingkungan di luar rumah atau dengan
teman-temannya.
Keluarga penting bagi perkembangan dan pertumbuhan anak melalui
pengasuhan yang diberikan oleh orangtua. Namun, tidak semua anak bisa
mendapatkan hal yang seharusnya didapatkannya dari orangtua mereka
disebabkan kematian salah satu atau kedua orangtua, atau pun faktor ekonomi
yang tidak memungkinkan anak untuk tinggal bersama dengan keluarganya. Hal
ini yang banyak terjadi pada anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Panti sosial
asuhan anak berdasarkan Departemen Sosial Republik Indonesia (2004:4) adalah
suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk
memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar dengan
2
pengganti orangtua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan
sosial kepada anak asuh. Dengan begitu anak memperoleh kesempatan yang luas,
tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadiannya sesuai dengan yang
diharapkan sebagai generasi penerus cita-cita bangsa dan sebagi insan yang akan
turut serta aktif di dalam bidang pembangunan nasional.
Dalam data empirik penelitian UNICEF tahun 2009-2010 di Indonesia,
tercatat sebanyak 98 persen anak panti masih mempunyai keluarga. Selain itu,
didapati pula kepadatan penghuni panti terjadi dengan alasan kondisi ekonomi
keluarga yang minim
(http://m.tribunnews.com/2012/08/07/panti-asuhan-harus-berdayakan-keluarga-anak-tidak-mampu).
Panti asuhan yang dihuni oleh sebagian besar anak yang masih memiliki
keluarga juga terdapat di Bandung, Jawa Barat. Salah satunya terjadi pada
anak-anak yang berada di Panti Sosial Asuhan Anak “X” di kota Bandung. Anak-anak-anak
yang berada di Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) “X” 64,52% masih memiliki
orangtua yang lengkap, 16,13% memiliki ibu, 12,9% memiliki ayah, dan hanya
6,45% yang benar-benar sudah tidak memiliki kedua orangtua. Di PSAA “X”
terdapat 31 anak laki-laki yang tinggal, terdiri dari 1 orang anak di tingkat
prasekolah, 10 orang anak di tingkat Sekolah Dasar, 8 orang anak di tingkat
Sekolah Menengah Pertama, 9 orang anak di tingkat Sekolah Menengah Atas, dan
3 orang anak di tingkat Perguruan Tinggi.
Dari hasil wawancara peneliti dengan salah seorang pengurus panti
diketahui bahwa semua anak yang berada di PSAA “X”, memilih tinggal di panti
3
mereka harus tinggal berjauhan dari keluarganya. Anak-anak di PSAA “X”
berasal dari keluarga dengan keadaan ekonomi yang kurang mampu, mereka
diberi informasi oleh dinas sosial di daerah tempat tinggal mereka bahwa mereka
dapat mengikuti pendidikan secara gratis dengan ikut tinggal di PSAA ”X”. Selain
itu, mereka juga diajak oleh teman-teman yang sudah berada di panti terlebih
dahulu untuk ikut tinggal di PSAA “X” agar dapat bersekolah. Anak-anak di
PSAA “X” berasal dari berbagai daerah, yaitu 32,26% anak berasal dari dalam
kota Bandung dan 67,74% anak berasal dari luar kota Bandung, seperti
Tasikmalaya, Cianjur, Tegal, Pandeglang, Bogor, Kutoarjo, dan Nusa Tenggara
Timur.
Visi dan misi PSAA “X” adalah menjadi salah satu lembaga yang peduli
terhadap kepentingan dan pembinaan masa depan anak-anak yang kurang
mendapatkan perhatian orangtua karena keterbatasan kemampuan ekonomi.
Selain itu, juga membantu meringankan beban kaum yatim piatu dengan
memberikan pelayanan dan pembinaan kepada anak asuh sebagai bekal untuk
membentuk pribadi yang tangguh, berahlak mulia, berpendidikan, dan mandiri.
Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut, PSAA “X” yang berdiri sejak tahun
2000 membantu anak-anak yang kurang mampu dengan memberikan pendidikan
secara gratis dengan tinggal di panti. Berdasarkan hasil wawancara peneliti
dengan salah seorang pengurus panti diungkapkan bahwa anak-anak juga diberi
peralatan sekolah, seperti seragam, buku cetak, dan buku tulis serta dilengkapi
sebuah komputer untuk digunakan bersama-sama. Selain diberi pendidikan,
4
melukis, menjahit, menyablon kain, dan membatik yang diajarkan oleh pengurus
panti. Setiap minggu anak-anak diwajibkan mengikuti kegiatan mengaji yang
diadakan oleh panti. Selain itu, anak-anak di PSAA “X” secara tidak langsung
juga diberi tempat tinggal dan kebutuhan sehari-hari, seperti pakaian, makanan,
uang jajan dan transport serta memiliki kesempatan untuk memperoleh teman.
Anak-anak di PSAA “X” juga diajarkan untuk mandiri, seperti diwajibkan
untuk mencuci baju masing-masing dan melaksanakan jadwal piket
membersihkan panti serta berbelanja ke pasar secara bergantian. Bila anak-anak
sudah mengerjakan semua tugas, mereka diperbolehkan untuk bebas bermain.
Anak-anak tidak memiliki pengawas selama tinggal di panti. Pengurus panti
hanya datang pada siang hari untuk berkunjung dan mengawasi mereka sehingga
para remaja yang usianya lebih tua dipercayai untuk menjaga anak-anak panti lain
yang usianya lebih kecil.
Ketika anak-anak sudah selesai mengikuti pendidikan di tingkat SMA,
mereka dibebaskan untuk memilih kembali pulang ke rumah, melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi, atau langsung bekerja. Bila mereka ingin
langsung bekerja, pengurus panti akan membantu mencarikan pekerjaan ke
donatur-donatur yang membantu panti, seperti bekerja di restoran atau di biro
konsultan. Anak-anak yang telah menyelesaikan pendidikannya namun belum
mendapatkan pekerjaan diperbolehkan tetap tinggal di panti dan bekerja sebagai
pengurus panti tanpa diberi imbalan. Mereka dapat meninggalkan panti bila
mereka sudah dapat menghidupi kehidupannya sendiri seperti beberapa anak panti
5
Dari hasil wawancara peneliti dengan pengurus PSSA “X”
mengungkapkan bahwa anak-anak sering melanggar peraturan, terutama anak
remaja. Hampir setiap semester ada remaja yang melanggar peraturan sekolah,
seperti bolos sekolah padahal mereka tetap berangkat dari panti dengan tujuan
bersekolah karena mereka tidak suka dengan kegiatan sekolah. Pada saat kegiatan
belajar bersama di panti pun, sebagian remaja menghindar dari kegiatan tersebut
karena lebih memilih untuk bermain. Masalah ini juga sering terjadi pada kegiatan
mengaji karena terdapat beberapa remaja yang tidak mengikuti kegiatan mengaji.
Dalam pelatihan keterampilan seperti kegiatan membatik yang diajarkan
oleh pengurus di panti, terdapat remaja yang mengikuti pelatihan keterampilan
hanya sekedar memenuhi kewajiban karena mereka hanya datang dan kemudian
mengikuti jalannya pelatihan tanpa adanya rasa ingin tahu yang lebih untuk
menguasainya. Hal ini yang membutuhkan waktu yang lama bagi mereka untuk
dapat menguasai keterampilan tersebut. Dalam hal makanan pun, beberapa remaja
sering mengeluh tentang menu makanan. Ketika ada menu makanan yang tidak
disukai oleh mereka maka mereka akan mengeluh, terutama ketika lebih banyak
menu sayuran.
Selain itu, masalah lain yang juga sering terjadi pada remaja panti, yaitu
bertengkar karena ada yang tidak mau mengantri untuk menggunakan kamar
mandi, bertengkar karena ada yang sembarangan menggunakan sepatu atau kaos
kaki milik anak lain tanpa izin, dan ada yang sampai membolos sekolah karena
tidak ada celana seragam sekolah yang dapat digunakan. Hal ini disebabkan
6
sekolahnya sehingga membuat barang-barang tersebut sulit ditemukan ketika
hendak dipakai dan akhirnya mereka memakai milik anak lain tanpa izin. Padahal
setiap tahunnya mereka diberikan seragam dan peralatan sekolah masing-masing.
Semua hal di atas menunjukkan berbagai tingkah laku bermasalah yang
muncul pada remaja PSAA “X”. Tingkah laku tersebut menunjukkan bahwa
mereka kurang menghargai dan kurang peduli terhadap pemberian panti, seperti
pemberian kesempatan dalam hal pendidikan, pelatihan keterampilan, makanan,
dan pemberian lainnya. Remaja seperti menyia-nyiakan dan tidak mensyukuri atas
pemberian yang diberikan oleh panti. Remaja kurang mengetahui manfaat dan
tujaun diberikannya pemberian panti tersebut. Padahal tujuan utama mereka
tinggal di panti adalah untuk mendapatkan pendidikan gratis yang diberikan oleh
panti. Namun, pada kenyataannya remaja lebih banyak yang tidak dapat
memanfaatkan dengan baik pemberian yang telah diberikan oleh panti. Masalah
yang timbul dari tingkah laku remaja di atas merupakan wujud respon dari
penilaian mereka terhadap pemberian panti yang dihayati terdapat sisi kekurangan
(ingratitude). Ingratitude (Emmons: 2007) merupakan pengakuan dan kesadaran
individu atas keburukan dari pemberian yang didapatkannya.
Selain ingratitude, terdapat respon gratitude, anak mampu mengakui dan
menyadari nilai dari hal baik yang telah diterimanya serta menghargai niat
pemberi. Rasa syukur (gratitude) tersebut terdiri atas acknowledgement
(pengakuan) bahwa individu telah menerima kebaikan dan recognition
(kesadaran) bahwa sumber kebaikan berasal dari orang lain dan tanpa orang lain
7
Di PSAA “X” juga terdapat remaja yang gratitude terhadap pemberian
panti terlihat dari hasil wawancara peneliti terhadap pengurus panti yang juga
mengungkapkan bahwa terdapat 1 atau 2 orang dari 20 remaja yang benar-benar
berusaha untuk mendapatkan nilai dan prestasi yang optimal atau di atas KKM
sekolah. Mereka rajin belajar di sekolah dan juga di panti sehingga bisa
mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi negeri. Ada juga anak yang
benar-benar belajar untuk menguasai keterampilan dengan baik sehingga ia dapat
mengembangkan keterampilan yang sudah dipelajari yang menjadi sebuah hasil
karya seperti kaligrafi dinding yang dijual kepada para donator yang tertarik.
Remaja tersebut biasanya rajin membersihkan, merapikan, dan menyetrika
pakaian mereka sendiri. Mereka pun memiliki insiatif untuk membantu memasak.
Tingkah laku tersebut menunjukkan bahwa remaja menghargai dan peduli
terhadap pemberian dari panti. Remaja mengetahui manfaat dan tujuan dari
pemberian panti sehingga mereka tidak menyia-nyiakan pemberian-pemberian
panti tersebut.
Kategori respon lain yang dapat muncul menurut Robert A. Emmons
(2007), yaitu nongratitude yang merupakan kegagalan individu dalam mengakui
dan menyadari pemberian yang didapatkan. Respon yang muncul dari pemberian
merupakan pilihan sikap yang secara sadar dipilih oleh individu (Emmons,
2007:18).
Remaja panti diharapkan mampu mengakui dan menyadari pemberian dari
panti karena perkembangan kognitif mereka sudah berada di tahap operasional
8
secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang
tersedia terlepas dari apa yang dapat diamati saat itu. Tahap operasional formal
adalah tahap keempat dan terakhir dari teori perkembangan kognitif Piaget (dalam
Santrock, 2003 ) yang diyakini muncul sekitar usia 11 sampai 15 tahun atau biasa
disebut remaja. Hal ini dapat membantu remaja untuk menilai baik buruknya
pemberian yang diberikan oleh panti. Remaja panti juga diharapkan mampu
mengakui dan menyadari pemberian dari panti. Pemberian dalam hal ini adalah
fasilitas yang diberikan oleh panti yaitu pendidikan beserta peralatannya seperti
seragam, buku cetak, dan buku tulis, pelatihan keterampilan seperti menggambar,
menjahit, menyablon kain, dan membatik, tempat tinggal, kesempatan untuk
memperoleh teman, dan kebutuhan sehari-hari, seperti pakaian, makanan, uang
jajan dan transport, serta kegiatan mengaji.
Dari hasil survei yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner pada 5
orang remaja laki-laki yang terdiri dari 2 remaja SMP, 2 remaja SMA, dan 1
remaja Perguruan Tinggi di PSAA “X”, didapatkan hasil, yaitu pada konteks
pemberian pendidikan, sebesar 80% remaja yang merespon gratitude. Mereka
mampu mengakui dan menyadari pendidikan merupakan pemberian yang baik
bagi mereka. Respon gratitude mereka terlihat dari ungkapan mereka seperti
harus belajar dengan benar, tidak malas ke sekolah, tidak nakal di dalam maupun
di luar panti, dan rasa senang mereka karena diberi kesempatan untuk bersekolah.
Sedangkan 20% sisanya merespon ingratitude pada pendidikan. Hal ini terlihat
9
dari jumlah yang dibutuhkan. Mereka mengakui dan menyadari terdapat
kekurangan yang menjadi hal yang buruk dari pemberian tersebut.
Pada konteks pemberian pelatihan keterampilan, sebesar 20% remaja
merespon gratitude. Hal ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa pelatihan
keterampilan yang diberikan menambah ilmu mereka. Sedangkan 80% sisanya
merespon nongratitude dilihat ketika mereka tidak dapat menyebutkan pelatihan
keterampilan sebagai hal yang diberikan panti.
Pada konteks pemberian kesempatan untuk memperoleh teman, sebesar
100% remaja merespon nongratitude. Semua remaja tidak dapat menyebutkan
teman sebagai salah satu yang mereka dapatkan ketika mereka tinggal di panti.
Hal ini menggambarkan bahwa mereka gagal mengakui dan menyadari teman
sebagai pemberian panti.
Pada konteks pemberian makanan, sebesar 80% merespon gratitude. Hal
ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa mereka berdoa sebelum makan untuk
mengucapkan terima kasih. Sedangkan 20% sisanya merespon nongratitude
karena tidak dapat menyebutkan makanan sebagai salah satu pemberian panti.
Pada konteks pemberian pakaian dan kegiatan pengajian, sebesar 40%
remaja merespon gratitude. Hal ini terlihat dari ungkapan mereka bahwa mereka
harus berusaha untuk merawatnya dan mempergunakan pakaian serta rasa senang
mendapat ilmu belajar mengaji di panti. Sebesar 60% sisanya merespon
nongratitude terlihat dari remaja tidak mampu menyebutkan pakaian dan kegiatan
10
Pada pemberian uang jajan/transport, sebesar 20% remaja merespon
gratitude dengan mengungkapkan bahwa harus menggunakan uang yang
diberikan secukupnya. Sebesar 80% sisanya merespon nongratitude dengan tidak
menyebutkan uang jajan/transport sebagai salah satu pemberian panti.
Dari survei tersebut, didapatkan hasil bahwa ada remaja yang dapat
mengakui dan menyadari hal-hal yang diberikan dari panti merupakan hal yang
baik bagi dirinya (gratitude), ada juga remaja yang gagal mengakui dan
menyadari hal-hal yang diberikan oleh panti sebagai hal yang baik bagi dirinya
(nongratitude), dan ada remaja yang mengakui dan menyadari bahwa hal-hal yang
diberikan panti merupakan suatu keburukan baginya (ingratitude). Berdasarkan
hal yang dipaparkan, peneliti tertarik untuk meneliti gratitude pada remaja panti
sosial asuhan anak “X” di kota Bandung.
1.2 Identifikasi Masalah
Dari penelitian ini ingin diketahui gambaran mengenai gratitude pada
remaja laki-laki panti sosial asuhan anak ‘X’ Bandung.
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah untuk mengetahui gratitude pada remaja
laki-laki panti sosial asuhan anak ‘X’ Bandung.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kategori gratitude, yaitu
gratitude, nongratitude, dan ingratitude pada remaja laki-laki panti sosial asuhan
11
1.4 Kegunaan Penelitian
1.4.1 Kegunaan Teoretis
Kegunaan teoretis penelitian ini adalah:
1. Memberi informasi tambahan mengenai gratitude pada remaja bagi
bidang ilmu psikologi sosial.
2. Memberi informasi tambahan bagi peneliti selanjutnya mengenai
gratitude pada remaja.
1.4.2 Kegunaan Praktis
Kegunaan praktis penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi bahan perenungan dan ceramah dalam kegiatan
pengajian kepada pengurus panti sosial asuhan anak ‘X’ di kota
Bandung mengenai kategori gratitude pada remaja laki-laki panti
sosial asuhan anak ‘X’ Bandung.
2. Memberikan gambaran dan informasi pada pengurus panti sosial
asuhan anak ‘X’ Bandung mengenai gratitude remaja laki-laki
sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk pembinaan
mengenai manfaat dan tujuan pemberian panti.
1.5 Kerangka Pemikiran
Remaja yang tinggal di panti asuhan adalah anak-anak yang tidak bisa
12
mereka. Hal ini bisa disebabkan kematian salah satu atau kedua orangtua, atau
pun faktor ekonomi yang tidak memungkinkan anak untuk tinggal bersama
dengan keluarganya. Di panti asuhan remaja mendapatkan fasilitas yang
disediakan oleh panti yaitu pendidikan beserta peralatannya seperti seragam, buku
cetak, dan buku tulis, pelatihan keterampilan seperti menggambar, menjahit,
menyablon kain, dan membatik, tempat tinggal, kesempatan untuk memperoleh
teman, dan kebutuhan sehari-hari, seperti pakaian, makanan, uang jajan dan
transport serta kegiatan mengaji.
Remaja panti diharapkan mampu mengakui dan menyadari pemberian dari
panti karena perkembangan kognitif mereka sudah berada di tahap operasional
formal. Tahap operasional formal adalah tahap keempat dan terakhir dari teori
perkembangan kognitif Piaget (dalam Santrock, 2003) yang diyakini muncul
sekitar usia 11 sampai 15 tahun atau biasa disebut remaja. Dalam tahap ini,
seseorang sudah memiliki kemampuan untuk berpikir secara abstrak, menalar
secara logis, dan menarik kesimpulan dari informasi yang tersedia terlepas dari
apa yang dapat diamati saat itu. Remaja juga sudah dapat mengambil keputusan
dengan memikirkan pilihan beserta risiko-risikonya berdasarkan hipotesis.
Berbagai macam respon dapat dimunculkan oleh remaja sebagai penerima
pemberian dari panti. Ada tiga kategori respon yang dapat muncul atas pemberian
yang diterima, menurut Robert A. Emmons, yaitu gratitude, nongratitude, dan
ingratitude. Respon-respon ini didasarkan pada kemampuan remaja panti dalam
mengakui (acknowledgement) dan menyadari (recognition) atas pemberian yang
13
menerima kebaikan dalam kehidupannya. Recognition adalah kesadaran bahwa
sumber kebaikan berasal dari orang lain (Emmons, 2007:5).
Kategori pertama, yaitu gratitude atau rasa syukur adalah saat remaja panti
mengakui bahwa dirinya telah menerima pemberian, menyadari nilai dari
pemberian tersebut, dan menghargai niat panti sebagai pemberi.
Acknowledgement atau pengakuan bahwa mereka telah menerima kebaikan
berarti mereka mengetahui bahwa pemberian-pemberian panti sebagai hal yang
baik untuk mereka dan mereka mengakui hal tersebut terjadi pada mereka.
Remaja panti mengakui menerima pemberian seperti fasilitas pendidikan beserta
dengan peralatan sekolah, pelatihan keterampilan dan hal-hal lainnya. Selain
pengakuan, remaja juga menyadari (recognizing) bahwa sumber kebaikan tersebut
berasal dari orang lain, dimana pemberian yang mereka terima didapatkan dari
panti tempat mereka tinggal serta donator yang memberikan donasi kepada panti.
Dengan kata lain, tanpa tinggal di panti remaja tidak bisa mendapatkan hal-hal
yang baik dari pemberian panti.
Dalam kategori gratitude, kesadaran bahwa tanpa panti mereka tidak
mungkin mendapatkan kebaikan pemberian akan membuat mereka cenderung
berperilaku baik terhadap pemberian panti seperti belajar dan merawat barang
dengan baik. Hal ini akan membawa dampak positif bagi remaja panti untuk
memanfaatkan dan tidak menyia-nyiakan pemberian panti. Hal ini akan
memperlihatkan bahwa remaja menghargai dan bertanggung jawab karena mereka
14
Kategori kedua, nongratitude adalah kegagalan remaja panti dalam
mengakui pemberian yang telah diterimanya dan gagal menyadari sumber
pemberian tersebut berasal dari panti. Dalam pengakuan (acknowledgement),
remaja gagal mengakui bahwa mereka telah menerima kebaikan berarti mereka
lupa bahwa pemberian-pemberian yang diberikan oleh panti merupakan hal baik.
Mereka menganggap bahwa pemberian-pemberian tersebut merupakan sebuah hal
yang sudah seharusnya mereka terima ketika mereka tinggal di panti. Hal ini
membuat mereka tidak menyadari (recognizing) bahwa sumber dari pemberian
berasal dari panti. Remaja lupa bahwa tanpa tinggal di panti mereka tidak akan
mendapatkan pemberian-pemberian panti yang merupakan hal baik bagi diri
mereka.
Remaja nongratitude yang menganggap bahwa pemberian panti sudah
selayaknya mereka terima tidak mengetahui bahwa pemberian tersebut merupakan
hal yang baik bagi mereka. Mereka tidak merasa pemberian merupakan hal yang
berharga dan perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya. Hal ini akan memperlihatkan
bahwa remaja lupa bahwa pemberian yang diberikan panti untuk kebaikan diri
mereka.
Kategori ketiga, ingratitude adalah saat remaja mengakui keburukan dari
pemberian yang diterimanya dan meyadari sumber keburukan berasal dari panti.
Pengakuan atau acknowledgement, remaja mengakui bahwa terdapat keburukan
dari pemberian yang mereka terima. Remaja mengetahui bahwa
pemberian-pemberian panti memiliki sisi keburukan atau kekurangan sehingga pemberian-pemberian
15
karena mereka melihat kekurangan dalam pemberian tersebut, misalnya
menganggap pendidikan hanya menyita waktu mereka untuk bermain. Dengan
begitu, remaja juga menyadari (recognizing) bahwa sumber keburukan pemberian
yang diterimanya berasal dari panti. Mereka merasa keburukan tersebut terjadi
bukan karena dirinya dan bila mereka tidak tinggal di panti mereka tidak akan
menerima keburukan dari pemberian panti.
Dalam ingratitude, remaja tidak mampu mengapresiasikan pemberian
yang telah dilakukan panti karena mereka lebih melihat sisi kekurangan daripada
kebaikan dari pemberian. Hal ini memperlihatkan bahwa remaja tidak menghargai
dan tidak bertanggung jawab karena remaja tidak memanfaatkan dan tidak peduli
terhadap pemberian yang diberikan panti.
Dalam menentukan respon terhadap pemberian yang diberikan oleh panti,
terdapat faktor-faktor yang dapat memengaruhi penentuan respon tersebut. Faktor
yang pertama adalah persepsi terhadap nilai dari pemberian, remaja yang melihat
makna atau nilai pemberian akan lebih mengalami rasa syukur dan akan lebih
menjaga pemberian tersebut. Remaja yang lebih menilai pemberian sebagai hal
yang baik dan patut dihargai maka akan merasakan rasa syukur terhadap
pemberian panti yang diterimanya (gratitude). Remaja yang tidak melihat nilai
kebaikan dari pemberian panti karena merasa pemberian tersebut sudah
seharusnya mereka terima (nongratitude). Sedangkan remaja yang lebih menilai
atau memaknakan pemberian panti sebagai hal yang buruk atau negatif tidak akan
16
Faktor yang kedua adalah persepsi terhadap pemberi dan niat pemberi,
remaja yang mengakui pemberi dibalik pemberian dan niat baik pemberi akan
lebih mengalami rasa syukur. Remaja yang tahu dan berpikir niat baik panti
sengaja menyediakan dan memberikan pemberian untuk kebaikan mereka maka
remaja akan merasakan syukur karena tinggal di panti (gratitude). Remaja yang
lupa bahwa panti sengaja mempunyai niat menyediakan pemberian untuk
membantu mereka karena merasa hal tersebut sudah seharusnya mereka terima
tidak akan merasakan syukur karena tinggal di panti (nongratitude). Sedangkan
remaja yang tidak mempedulikan niat panti menyediakan bantuan karena mereka
berpikir ada sesuatu yang diinginkan panti dari diri mereka tidak akan merasa
bersyukur karena tinggal di panti (ingratitude).
Faktor yang terakhir adalah persepsi terhadap harapan pemberian,
pemberian yang melebihi harapan remaja akan membuat mereka lebih merasa
bersyukur. Remaja yang memiliki harapan yang rendah terhadap pemberian akan
merasa bersyukur (gratitude) saat menerima pemberian yang lebih dari apa yang
diharapkan atau dipikirkannya. Remaja yang tidak memikirkan untuk memiliki
harapan terhadap pemberian yang diterimanya tidak akan bersyukur dan hanya
menerima apa yang diterimanya (nongratitude). Sedangkan remaja yang memiliki
harapan yang tinggi terhadap pemberian akan merasa kecewa dan tidak bersyukur
17
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
1.6 Asumsi
1. Respon gratitude yang akan dipilih oleh remaja laki-laki di Panti Sosial
Asuhan Anak “X” di kota Bandung dapat dilihat melalui
aspek-aspeknya, yaitu acknowledgement dan recognition.
2. Remaja laki-laki di Panti Sosial Asuhan Anak “X” di kota Bandung akan
merespon pemberian-pemberian yang diberikan oleh panti dengan
gratitude, nongratitude, atau ingratitude.
3. Respon gratitude yang akan dipilih oleh remaja laki-laki di Panti Sosial
Asuhan Anak “X” di kota Bandung dipengaruhi oleh persepsi terhadap Remaja Laki-laki
- Persepsi terhadap nilai pemberian
- Persepsi terhadap pemberi dan niat pemberi
18
nilai pemberian, persepsi tehadap pemberi dan niat pemberi, serta
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai kategori gratitude yang dilakukan
pada 20 orang remaja Panti Sosial Asuhan Anak “X” Bandung, maka dapat
disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Remaja PSAA “X” Bandung lebih banyak merespon nongratitude terhadap
pemberian-pemberian panti dibandingkan dengan remaja yang merespon
gratitude maupun ingratitude.
2. Respon nongratitude dari remaja PSAA “X” Bandung pada umumnya dalam
konteks pemberian uang jajan/transport dan juga dalam konteks pemberian
makanan serta pakaian. Hal ini menunjukkan bahwa remaja gagal dalam
mengakui dan menyadari pemberian uang jajan/transport, makanan, dan
pakaian merupakan pemberian dari panti.
3. Respon gratitude dari remaja PSAA “X” Bandung pada umumnya dalam
konteks pemberian pendidikan. Hal ini menunjukkan pemberian pendidikan
diakui dan disadari remaja sebagai hal yang baik yang mereka terima dari
pemberian panti.
4. Diantara faktor-faktor yang memiliki kecenderungan keterkaitan, yaitu
persepsi terhadap nilai pemberian, persepsi terhadap pemberi dan niat
49
memiliki kecenderungan keterkaitan dengan respon nongratitude remaja
PSAA “X” Bandung.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diajukan
beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
yang berkepentingan.
5.2.1 Saran Teoretis
1. Peneliti yang ingin meneliti mengenai kategori gratitude dapat melakukan
penelitian mengenai studi kontribusi mengenai faktor yang mempengaruhi
gratitude terhadap kategori gratitude sehingga dapat ditemukan kaitan yang
lebih spesifik.
2. Peneliti yang ingin meneliti mengenai kategori gratitude dapat memperbanyak
jumlah responden sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang
digeneralisasikan pada kelompok populasi yang lebih luas.
3. Petunjuk pengisian kuesioner kedua (kategori gratitude & ingratitude) dengan
syarat responden harus mengisi kuesioner dengan jumlah jawaban ganjil
sehingga mempermudah dalam menentukan kategori gratitude dan
ingratitude.
4. Peneliti yang ingin meneliti mengenai kategori gratitude dapat melakukan
penelitian menggunakan penelitian kuantitatif dan kualitatif sehingga hasil
50
5.2.1 Saran Praktis
1. Informasi mengenai kategori gratitude remaja panti yang diberikan kepada
pengurus Panti Sosial Asuhan Anak “X” Bandung dapat dijadikan bahan
pertimbangan memberikan waktu lebih untuk perenungan dan ceramah yang
dilakukan dalam kegiatan pengajian agar dapat meningkatkan kemampuan
pengakuan dan kesadaran anak panti.
2. Informasi mengenai kategori gratitude remaja panti yang diberikan kepada
pengurus PSAA “X” Bandung dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk
pembinaan mengenai manfaat dan tujuan setiap pemberian yang diberikan
panti sehingga dapat meningkatkan pengakuan dan kesadaran remaja panti
DAFTAR PUSTAKA
Emmons, Robert A. 2007. Thanks! How the New Science of Gratitude Can Make
You Happier. New York: Houghton Mifflin Company
Gulö, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo
Narbuko, Cholid dan Abu Achmadi. 2001. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi Aksara
Nazir, Moh. 2003. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga
DAFTAR RUJUKAN
http://m.tribunnews.com/2012/08/07/panti-asuhan-harus-berdayakan-keluarga-anak-tidak-mampu
repository.upi.edu/operator/upload/s_pkn_0705432_chapter2.pdf
Samuel, Kris. 2011. Studi Deskriptif Mengenai Gratitude Pada Anak-anak Panti
Asuhan “X” Bandung. Skripsi. Bandung: Fakultas Psikologi Universitas