Universitas Kristen Maranatha i
Studi Kasus Putusan Hakim Terhadap Hak Pekerja Dalam Sengketa Hubungan Industrial Berdasarkan Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan jo. Undang – Undang No. 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian
Perselisihan Hubungan Industrial Atas Perkara No. 38/G/2011/PHI/PN.Bdg
ABSTRAK
Pekerja dan pengusaha merupakan dua faktor yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya. Pekerja dan Pengusaha diikat oleh perjanjian kerja yang harus ditaati oleh kedua belah pihak untuk memenuhi hak dan kewajibannya. Ketika terjadi sengketa antara pekerja dan pengusaha dapat diselesaikan melalui perundingan BIPARTIT dan apabila tidak terjadi kesepakatan bisa diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Seperti contoh pada perkara No. 38/G/2011/PHI/PN.Bdg. Kasus ini bermula dari Pemutusan Hubungan Kerja pekerja/buruh secara sepihak dikarenakan Penggugat mengalami sakit keras dan sering tidak masuk kerja. Penggugat merasa Tergugat telah melanggar Pasal 156 ayat (1) Undang – undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan karena Tergugat tidak memberikan uang pesangon sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku.
Penulisan tugas akhir ini berbentuk studi kasus yang disusun dengan sistematika sebagai berikut : deskripsi latar belakang, kemudian kasus posisi, dilengkapi dengan kajian teoritik, pemaparan ringkasan kasus, lalu dilakukan analisa pada bagian pembahasan, dan akhirnya ditutup dengan bagian penutup.
Kesimpulan yang didapat dari penelitian studi kasus ini Hakim dalam memutuskan di Pengadilan Hubungan Industrial sudah memenuhi rasa keadilan dalam mewujudkan rasa kemanusiaan dengan mengabulkan hak yang tidak dimohonkan oleh Penggugat. Hal ini sesuai dengan hak pekerja dalam Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Setiap pengusaha yang mengalami sengketa dan diajukan dalam Pengadilan Hubungan Industrial oleh pekerjanya harus memenuhi kewajiban yang sudah diputuskan oleh hakim dalam Pengadilan Hubungan Industrial. Sistem penyelesaian perselisihan Hubungan Industrial melalui Pengadilan Hubungan Industrial dianggap sebagai jalan keluar untuk permasalahan pekerja dan pengusaha.
Universitas Kristen Maranatha ii
Case Study of the Verdict Concerning on the Worker’s Rights in an Industrial Dispute Relation According to the Law Number 13 Year 2003 Regarding
Manpower jo. Law Number 2 Year 2004 Regarding Industrial Dispute Resolution on Case No. 38/G/2011/PHI/PN.Bdg
ABSTRACT
Workers and employers are the two factors that cannot be separated from one another. Workers and Employers bound by a labor agreement that must be obeyed by both sides to fulfill their rights and obligations. A dispute between workers and employers can be resolved by bipartite negotiation and if there is no agreement it can be made to the Industrial Court. The example is the case Number 38/G/2011/PHI/PN.Bdg. The case began with a unilateral termination of work because Plaintiff had severe illness and was often absent from work. Plaintiff proposed that Defendant has violated Article 156 (1) Law Number 13 Year 2003 regarding Manpower because Defendant did not provide severance pay in accordance with the applicable law.
This case studies arranged in systematically order as follows: a description of the background, the case of positions, equipped with theoretical studies, exposure summary of the case, and then analyzed in the analysis section, and finally closed with a concluding section.
The conclusion of this case study: The judge in the Industrial Court has fulfilled the sense of fairness in ruling for creating a sense of humanity to grant rights that are not filed by Plaintiff. This is consistent with the rights of workers in the Law Number 13 Year 2003 regarding Manpower. Every employer who has a dispute with and is filed to the Industrial Court by the workers must fulfill the obligations decided by a judge in the Industrial Court. Industrial dispute resolution system through the Industrial Court is considered the solution to the problems of workers and employers.
Universitas Kristen Maranatha
LEMBAR PERSETUJUAN PANITIA SIDANG UJIAN………..iv
KATA PENGANTAR……….v
3. Hak dan Kewajiban Pekerja dan Pengusaha………13
4. Hubungan Industrial………16
D. Pertimbangan Hakim Dalam Menetapkan Putusan………30
E. Amar Putusan………..38
Universitas Kristen Maranatha iv
A. Pertimbangan Hukum Hakim Sehingga Lahirnya Putusan Hubungan
Industrial Nomor 38/G/2011/PHI/PN.Bdg………40 B. Akibat Hukum Dari Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor :
38/G/2011/PHI/PN.Bdg Berdasarkan Undang – undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial………...46 BAB V PENUTUP……………..49
A. Pertimbangan Hukum Hakim Sehingga Lahirnya Putusan Hubungan
Industrial Nomor 38/G/2011/PHI/PN.Bdg………49 B. Akibat Hukum Dari Putusan Pengadilan Hubungan Industrial Nomor :
38/G/2011/PHI/PN.Bdg Berdasarkan Undang – undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial………50
DAFTAR PUSAKA……….51
Universitas Kristen Maranatha
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia diciptakan Tuhan untuk saling berinteraksi, bermasyarakat,
dan saling tolong menolong dalam memenuhi kebutuhan pribadi, kebutuhan
untuk bermasyarakat serta berkumpul dengan sesama merupakan kebutuhan
dasar (naluri), walaupun manusia membutuhkan manusia lainnya dalam
melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari, tetapi manusia tetap memiliki
otonomi untuk menentukan nasibnya sendiri.
Pada awalnya, kegiatan perekonomian tidak mempunyai susunan atau
struktual yang teratur. Namun, setelah peradaban manusia berkembang dan
semakin meningkatnya kebutuhan hidup, maka mulailah manusia mempelajari
bagaimana cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, atau bagaimana usaha
– usaha untuk mencapai kemakmuran. Adapun kegiatan pokok ekonomi yang
dilakukan manusia yaitu kegiatan konsumsi. Kegiatan konsumsi adalah
kegiatan manusia untuk menggunakan barang atau jasa secara
berangsur-angsur atau sekaligus habis dipakai untuk memenuhi kebutuhan.
Adanya kegiatan konsumen dan kegiatan produsen maka adanya
hubungan yang terbentuk yaitu hubungan industrial. Hubungan industrial
2
Universitas Kristen Maranatha pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan, dan pemerintah, sehingga tercapai
ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha. Tidak dapat dipungkiri
bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang saling
membutuhkan. Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang
ataupun jasa jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya.
Pada Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 Pasal 1
ayat (16) Hubungan Industrial didefinisikan sebagai “Suatu sistem hubungan
yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/ atau jasa
yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang
didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945”.
Meskipun suatu perjanjian kerja atau perjanjian perburuhan telah
berlaku bagi para pihak yang telah mengikat masing-masing pihak namun
dalam pelaksanaannya seringkali tidak sejalan seperti yang diharapkan,
sehingga menimbulkan perselisihan. Timbulnya perselisihan antara pengusaha
dengan pekerja/buruh biasanya berpangkal dari adanya perasaan kurang puas.
Dimana pengusaha memberikan kebijakan yang menurut pertimbangannya
sudah baik dan dapat diterima oleh pekerja/buruh, namun kenyataannya
pekerja/buruh yang bersangkutan memiliki pemikiran dan pandangan yang
berbeda-beda, maka akibatnya kebijakan yang diberikan oleh pengusaha
menjadi tidak sejalan sehingga terjadilan perselisihan-perselisihan. Selain
3
Universitas Kristen Maranatha pihak pengusaha dalam satu perusahaan sekarang yang marak terjadi adalah
Pemutusan Hubungan Kerja.
Pemutusan Hubungan Kerja (yang selanjutnya disingkat PHK) dapat
diartikan sebagai pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara perkerja/buruh dan
pengusaha/majikan.
Setiap alasan PHK mengandung konsekuensi yang berbeda, khususnya
mengenai hak para pekerja/buruh yang di PHK karena ada yang karena PHK
pekerja tersebut harus mendapatkan uang pesangon, uang penggantian hak
dan uang penghargaan masa kerja.
Akan tetapi, walaupun aturan soal PHK dan konsekuensi yang harus
diterima oleh pekerja dan atau dilakukan oleh pengusaha sudah diatur dalah
Undang-Undang Ketenagakerjaan dengan rinci akan tetapi persoalan PHK
selalu menjadi perdebatan. Ada pekerja yang menganggap tidak pantas untuk
di PHK, ada yang menganggap proses PHK yang dikenakan padanya tidak
sesuai prosedur bahkan ada pelaku usaha yang telah melakukan PHK akan
tetapi tidak mau membayar uang pesangon atau pengganti hak.
Persoalan PHK ini tidak hanya menjadi perdebatan biasa antara
pekerja dan pengusaha. Akan tetapi persoalan ini bahkan tidak sedikit yang
kemudian masuk ke pengadilan hubungan industrial untuk memperoleh
4
Universitas Kristen Maranatha
B.
KASUS POSISI
Menarik masalah Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja hal ini
dapat dilihat dari salah satu contoh kasus yang akan dikaji oleh penulis.
Penulis menemukan permasalahan hukum yang menarik dalam putusan
nomor 38/G/2011/PHI/PN.Bdg. Setelah membaca hasil dari putusan, terdapat
penyimpangan hukum yang terjadi di dalam kasus tersebut yakni perusahaan
tempat Penggugat bekerja memutuskan hubungan kerja karena Penggugat
sakit dan sering tidak masuk. Dilain pihak, terdapat pengaturan dalam Undang
- Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa :
apabila pekerja sakit perusahaan masih harus membayar upah pegawai dan
membiayai pengobatan pegawai selama 1 (satu) tahun sebelum pegawai
diberhentikan. Peraturan tersebut terdapat dalam Pasal 153 butir a Undang -
Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; “Pengusaha dilarang
melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan : pekerja/buruh
berhalangan masuk kerja karena sakit menurut keterangan dokter selama
waktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus”.
Di dalam putusan diketahui bahwa Penggugat sakit semenjak Oktober
2009 dan sering tidak masuk kerja dan puncaknya pada Februari 2010
Penggugat tidak masuk kerja selama 3 (tiga) minggu berturut – turut.
Penggugat sudah melampirkan surat dokter ditambah izin via SMS kepada
5
Universitas Kristen Maranatha dokter. Penggugat telah berupaya untuk datang ke perusahaan dengan diantar
oleh anak Penggugat, namun dalam perjalanan menuju lokasi perusahaan
terhambat oleh banjir besar sehingga Penggugat tidak dapat mencapai lokasi
perusahaan milik Tergugat. Penggugat tetap berusaha memaksakan diri hadir
ke perusahaan beberapa hari setelah banjir untuk bekerja dan diantar oleh
anak Penggugat. Namun beberapa saat kemudian, Penggugat mengalami
kondisi badan yang drop sehingga hampir pingsan yang waktu itu juga
diketahui oleh Wakil Direktur Perusahaan Penggugat, kemudian Penggugat
pulang meninggalkan perusahaan. Pada tanggal 22 Februari 2010 Penggugat
tidak menghadiri sidang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di Pengadilan
Hubungan Industrial. Pada tanggal 2 Maret 2010 Penggugat menyampaikan 3
(tiga) surat keterangan dokter melalui pegawai perusahaan Tergugat yang
datang menjenguk ke rumah Penggugat untuk disampaikan kepada Wakil
Direktur Perusahaan Penggugat dan telah diterima dengan baik. Pada tanggal
8 Maret 2010, Penggugat telah kedatangan utusan dari perusahaan Tergugat
bernama Sdr. Erwin dengan maksud menyampaikan bahwa Penggugat telah
diberhentikan pertanggal 5 Maret 2010 dengan kebijakan sebesar 2 (dua)
bulan gaji. Penggugat menerima putusan Pemutusan Hubungan Kerja, akan
tetapi Penggugat mengatakan bahwa Penggugat menginginkan hak – hak
Penggugat sesuai dengan perundang – undangan yang berlaku dan hal itu
6
Universitas Kristen Maranatha hanya akan memberikan uang penghargaan sebesar Rp. 5.000.000,- (lima juta
rupiah) tetapi Penggugat menolak.
Berdasarkan permasalahan hukum diatas penulis akan membahas
tentang pelanggaran Pasal 153 butir a Undang - Undang No. 13 tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan tentang PHK. Jelas bahwa Penggugat sakit dan surat
dokter terlampir tetapi karena alasan Tergugat perusahaan dalam keadaan
merugi karena terkena banjir besar dan perusahaan tidak mau merugi lebih
besar dengan membiayai pengobatan Penggugat maka dari itu Penggugat
diberhentikan dari pekerjaannya. Penggugat merasa hal itu tidak adil maka
dari itu Penggugat mengajukan gugatan ke Pengadilan Hubungan Industrial
49
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan dari hasil Studi Kasus atas putusan Pengadilan Hubungan
Industrial No : 38/G/2011/PHI/PN.bdg maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Berdasarkan pertimbangan hukum hakim dalam putusan
pengadilan hubungan industrial Nomor 38/G/2011/PHI/PN.Bdg,
telah sesuai dan berdasarkan pada Undang-undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dan Undang – undang No. 2 Tahun
2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial,
sehingga Penggugat mendapatkan hak-hak normatifnya. Hak – hak
normatif tersebut terdapat dalam Pasal 156 ayat (1) Undang –
undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
2. Akibat hukum yang ada dari lahirnya putusan ini adalah setiap
perusahaan harus benar – benar memperhatikan status perkerjanya
sebagai pekerja tetap atau perkerja kontrak. Selain itu perusahaan
juga harus mengerti bahwa undang – undang No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan sifatnya mutlak dan apabila perusahaan
memiliki peraturan perusahaan harus berdasarkan Undang –
50
B. Saran
Adapun saran yang penulis tawarkan dalam studi kasus atas perkara
Hubungan Industrial No : 38/G/2011/PHI/PN.Bdg adalah :
1. Bagi pemerintah
Memberikan pengawasan bagi perusahaan – perusahaan di Indonesia
agar selalu memperhatikan Peraturan Perusahaan masih berlaku atau
tidaknya dan mengawasi peraturan perusahaan yang ada agar tidak
menyimpang dari Undang – undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
2. Bagi pengusaha
Dengan adanya Studi Kasus ini diharapkan agar pengusaha lebih
memperhatikan status kerja pekerja/buruh di perusahaannya dan lebih
memperhatikan hak – hak pekerja/buruh bukan hanya mementingkan
hak – hak Pengusaha saja.
3. Bagi akademisi
Menambah khazanah pengetahuan Undang – undang No. 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan dalam penyelesaian perselisihan
51
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku – Buku :
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2002
Imam Soepomo, Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Industrial, Pradnya Paramita, Bandung, 2001.
Manulang H. Sendjun, Ketenagakerjaan, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 2004. M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, Dan Peninjauan
Kembali (Edisi 2), Sinar Grafika, Jakarta, 2007
Supomo Suparman, Hukum Acara Peradilan Hubungan Industrial, Tata Cara
Penyelesaian Sengketa Perburuhan, Jala Permata Aksara, Jakarta,
2009.
Ugo, Pujiyo, Hukum Acara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
B. Undang – undang :
Kitab Undang – Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek) Undang – undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Undang – Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
C. Rujukan Elektronik
Al Mumtaza,
52
Irman, (http://irmangenotip.blogspot.co.id/2015/01/mengetahui-hak-hak-normatif-buruh.html), 17 Februari 2016.
Tazkhya,