EVALUASI PENYESUAIAN FISKAL POSITIF DAN NEGATIF Studi Kasus di PT. AIC
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Gisela Dian Kristianti
NIM: 092114036
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EVALUASI PENYESUAIAN FISKAL POSITIF DAN NEGATIF Studi Kasus di PT. AIC
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Oleh:
Gisela Dian Kristianti
NIM: 092114036
PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
Apa pun yang ingin Anda kerjakan, lakukan sekarang. Akan banyak hal lain
besok yang harus Anda lakukan. (by Mery Riyana)
Karena itu Aku berkata kepadamu : Apa saja yang kamu minta dan doakan,
percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan
kepadamu. (Markus 11 : 24)
Serahkanlah perbuatanmu kepada TUHAN, maka terlaksanalah segala
rencanamu. (Amsal 16 :3)
Serahkanlah segala kekuatiranmu kepadaNya, sebab Ia yang memelihara kamu.
(1 Petrus 5:7)
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Bapakku Ignatius Setiyanto Ibukku Fransisca Sri Yatinah
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Sanata Dharma.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapat bantuan, bimbingan,
dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkat-Nya selama penyelesaian skripsi
2. Rama Wiryono Priyatamtama SJ selaku Rama Rektor Universitas Sanata
Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan
mengembangkan kepribadian kepada penulis.
3. Dra. YFM. Gien Agustinawansari, M.M., Akt., selaku Pembimbing yang
telah membantu serta membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi yang telah membimbing
dengan baik selama proses pembelajaran di Universitas Sanata Dharma.
5. Rm. Andreas, S.J. selaku Director PT. AIC, Bp. Joko Supriyono selaku
General Manager PT. AIC , Bp. V.Y. Suryadi selaku MTP Manager PT. AIC,
Bp. Wijono, Bp. Iskandar, Mbak Erwyn, dan karyawan PT. AIC lainnya yang
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS ... vi
HALAMAN KATA PENGANTAR ... vii
HALAMAN DAFTAR ISI ... ix
HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi
HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xii
ABSTRAK ... xiii
ABSTRACT ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Batasan Masalah ... 3
D. Tujuan Penelitian ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 4
F. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II LANDASAN TEORI ... 7
A. Laporan Keuangan... 7
B. Definisi Pajak Penghasilan ... 8
1. Definisi Pajak ... 8
2. Definisi Penghasilan ... 11
3. Definisi Pajak Penghasilan ... 12
C. Subjek Pajak Penghasilan, Objek Pajak Penghasilan, Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak, dan Penghasilan Yang Dikenai Pajak Bersifat Final ... 13
1. Subjek Pajak Penghasilan ... 13
2. Objek Pajak Penghasilan ... 14
3. Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak ... 23
4. Penghasilan Yang Dikenai Pajak Bersifat Final ... 30
D. Biaya Yang Dapat Dikurangkan Dari PenghasilanBruto ... 32
E. Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto .. 38
F. Penyusutan dan Amortisasi ... 43
1. Penyusutan ... 43
2. Amortisasi ... 48
G. Penyesuaian Fiskal ... 52
H. Surat Tagihan Pajak ... 60
x
BAB III METODE PENELITIAN ... 66
A. Jenis Penelitian ... 66
B. Waktu dan Tempat Penelitian ... 66
1. Waktu Penelitian ... 66
2. Tempat Penelitian ... 66
C. Subjek dan Objek Penelitian ... 66
1. Subjek Penelitian ... 66
2. Objek Penelitian ... 66
D. Jenis Data... 67
1. Data Primer ... 67
2. Data Sekunder ... 67
E. Teknik Pengumpulan Data ... 67
1. Wawancara ... 67
2. Dokumentasi ... 68
F. Teknik Analisis Data ... 68
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... 74
A. Sejarah Perkembangan Perusahaan ... 74
B. Visi dan Misi Perusahaan ... 76
C. Lokasi Perusahaan ... 77
D. Struktur Organisasi ... 77
E. Proses Produksi ... 80
F. Produk ... 84
G. Distribusi ... 86
H. Personalia ... 87
I. Kebijakan Akuntansi dan Perpajakan ... 88
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 90
A. Deskripsi Data ... 90
B. Menganalisis Biaya dan Pendapatan Dalam Laporan Laba Rugi PT. AIC Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Peraturan Perpajakan Yang Berlaku ... 99
C. Penghitungan Penyesuaian Fiskal Positif dan Penyesuaian Fiskal Negatif ... 137
D. Tabel Perbandingan Penyesuaian Fiskal PT. AIC dengan Penyesuaian Fiskal Menurut Peneliti Berdasarkan Peraturan Perpajakan Yang Berlaku ... 143
BAB VI PENUTUP ... 149
A. Kesimpulan ... 149
B. Keterbatasan Penelitian ... 150
C. Saran ... 151
DAFTAR PUSTAKA ... 153
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Harta Berwujud ... 46
Tabel 2.2 Masa Manfaat dan Tarif Amortisasi ... 50
Tabel 3.1 Perbandingan Penyesuaian Fiskal PT. AIC dengan Penyesuaian Fiskal Menurut Peneliti Berdasarkan Peraturan Perpajakan Yang Berlaku ... 70
Tabel 4.1 Penjelasan Masing-Masing Jabatan Dalam Struktur Organisasi ... 76
Tabel 4.2 Software Design-CAD-CAM ... 78
Tabel 4.3 Mesin CNC Machining ... 79
Tabel 4.4 Mesin Conventional Machining ... 79
Tabel 4.5 Mesin EDM/EDM Drill/Wire Cut ... 80
Tabel 4.6 Mesin untuk Measurement, CMM ... 80
Tabel 4.7 Mesin untuk Plastic Injection ... 81
Tabel 4.8 Mesin untuk Stamping ... 82
Tabel 5.1 Rincian Harga Pokok Penjualan ... 92
Tabel 5.2 Rincian Biaya Penjualan ... 93
Tabel 5.3 Rincian Biaya Administrasi dan Umum ... 94
Tabel 5.4 Penyesuaian Fiskal Biaya Iklan dan Promosi ... 101
Tabel 5.5 Penyesuaian Fiskal Biaya Kerugian Piutang... 105
Tabel 5.6 Penyesuaian Fiskal Biaya Pajak ... 107
Tabel 5.7 Penyesuaian Fiskal Biaya Entertaint ... 110
Tabel 5.8 Penyesuaian Fiskal Biaya Kesejahteraan Karyawan... 112
Tabel 5.9 Penyesuaian Fiskal Biaya Sumbangan ... 115
Tabel 5.10 Penyesuaian Fiskal Biaya Asuransi ... 117
Tabel 5.11 Penyesuaian Fiskal Biaya Penyusutan Inventaris ... 120
Tabel 5.12 Penyesuaian Fiskal Biaya Penyusutan Kendaraan ... 123
Tabel 5.13 Penyesuaian Fiskal Pajak Jasa Giro ... 125
Tabel 5.14 Penghitungan Penghasilan Yang Dikenakan PPh Final Dan Yang Tidak Termasuk Objek Pajak ... 135
Tabel 5.15 Penghitungan Penyesuaian Fiskal Positif dan Negatif Berdasarkan Formulir 1771 Lampiran I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan ... 135
Tabel 5.16 Perbandingan antara penyesuaian fiskal positif menurut PT. AIC dengan penyesuaian fiskal positif menurut peneliti berdasarkan Peraturan Perpajakan Yang Berlaku ... 141
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
ABSTRAK
EVALUASI PENYESUAIAN FISKAL POSITIF DAN NEGATIF STUDI KASUS DI PT. AIC
Gisela Dian Kristianti NIM: 092114036 Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta 2013
Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui kesesuaian penghitungan penyesuaian fiskal positif dan negatif yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan PT. AIC pada tahun 2011 dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Penelitian ini dilakukan di PT. AIC Surakarta, Jawa Tengah. Usaha yang dilakukan oleh PT. AIC adalah industry alat kator.
Langkah yang ditempuh untuk mencapai tujuan penelitian adalah: (1) melakukan analisis deskriptif tentang biaya dan pendapatan dalam laporan laba rugi PT. AIC, (2) menghitung penyesuaian fiskal positif dan negatif berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku sesuai dengan Formulir 1771-I Lampiran I SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan, (3) membuat tabel perbandingan antara penyesuaian fiskal yang dilakukan oleh PT. AIC dengan penyesuaian fiskal menurut peneliti berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku lalu (4) menarik kesimpulan dari hasil analisis data.
xiv
ABSTRACT
AN EVALUATION OF POSITIVE AND NEGATIVE FISCAL ADJUSTMENT
A Case Study at PT. AIC Gisela Dian Kristianti
NIM: 092114036 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2013
The aim of this research was to know the accuracy of the calculation of the positive and negative fiscal adjustment undertaken by the Taxpayer which is PT. AIC in 2011 based on the tax regulations. This research was done in PT. AIC, Central Java which has a core business in manufacturing office equipment.
The steps taken to reach the aims of this research were : (1) doing
descriptive analysis on expenses and revenue of PT. AIC income’s statement, (2)
calculating the positive and negative fiscal adjustment based on the tax regulations , (3) making a comparison table between fiscal adjustment undertaken by PT. AIC with fiscal adjustment according to researchers, then (4) drawing conclusions from the data analysis.
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pajak merupakan iuran yang wajib diberikan kepada Negara oleh
orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang-Undang. Pajak yang dibayarkan digunakan untuk membiayai keperluan
Negara yang berhubungan dengan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Di
Indonesia, salah satu pajak yang dipungut oleh pemerintah adalah Pajak
Penghasilan (PPh) yang terutang oleh pribadi dan badan. Pajak Penghasilan
diatur dalam Undang-Undang terbaru tentang Pajak Pengahsilan yaitu
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
Perseroan Terbatas (PT) merupakan salah satu bentuk wajib pajak
berupa badan. Kewajiban wajib pajak badan dalam hal perpajakan adalah
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak terutang dalam bentuk
Surat Pemberitahuan (SPT) sesuai dengan sistem self assessment. SPT yang
digunakan oleh perusahaan untuk melaporakan pajak terutangnya adalah
Formulir 1771 SPT Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dalam
Formulir 1771 Lampiran I terdapat item penyesuaian fiskal yang terdiri dari
penyesuaian fiskal positif dan penyesuaian fiskal negatif.
Penyesuaian fiskal dalam pengisian Formulir 1771 Lampiran I SPT
Tahunan Pajak Penghasilan Badan perlu dilakukan karena terdapat perbedaan
dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Laporan keuangan yang disusun
oleh perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dapat
menghasilkan besarnya penghasilan neto komersial. Dalam hal perpajakan,
penghasilan neto komersial tidak dapat digunakan secara langsung untuk
menghitung besarnya Pajak Penghasilan (PPh) Badan terutang. Penghasilan
neto komersial perlu disesuaikan dengan peraturan perpajakan, yang lebih
dikenal dengan penyesuian fiskal sehingga menghasilkan penghasilan neto
fiskal. Penghasilan neto fiskal dapat digunakan untuk menghitung Penghasilan
Kena Pajak yang merupakan dasar pengenaan penghitungan Pajak
Penghasilan (PPh) Badan terutang. Peraturan perpajakan tentang penghasilan
dan biaya tersebut diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36
Tahun 2008.
PT. AIC merupakan salah satu perusahaan berkembang dibidang
industri alat kantor di Surakarta yang berdiri pada tahun 2002. Setiap akhir
periode perusahaan telah membuat laporan keuangan yang disusun
berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Dalam kewajiban pajaknya,
perusahaan telah menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri pajak
terutangnya dalam SPT 1771 serta telah melakukan penyesuaian fiskal. Tidak
semua penghasilan dan biaya dalam laporan keuangan PT. AIC dapat diakui
menurut peraturan perpaakan yang berlaku sehingga perusahaan perlu
melakukan penyesuaian fiskal untuk mengetahui besarnya penghasilan neto
Penyesuaian fiskal perlu dilakukan untuk menghitung penghasilan neto
fiskal. Apabila perusahaan tidak melakukan penyesuaian fiskal, dapat terjadi
kesalahan dalam penghitungan penghasilan neto fiskal sehingga berpengaruh
terhadap penghitungan penghasilan kena pajak sebagai dasar menghitung
besarnya pajak penghasilan badan terutang. Pentingnya melakukan
penyesuaian fiskal atas penghasilan sebelum pajak yang berasal dari laporan
laba rugi menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menjadi dasar peneliti
untuk melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Penyesuaian Fiskal Positif
dan Negatif Studi Kasus di PT. AIC.
B. Rumusan Masalah
Apakah penyesuaian fiskal positif dan negatif yang dilakukan Wajib
Pajak Badan PT. AIC tahun 2011 sudah sesuai dengan peraturan perpajakan
yang berlaku?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis mengadakan penelitian di salah satu
perusahaan manufaktur di Jawa Tengah, yang nama perusahaannya
disamarkan menjadi PT. AIC karena data perusahaan bersifat rahasia.
Penelitian dilakukan dengan ruang lingkup permasalahan pada : penyesuaian
fiskal yang dilakukan oleh PT. AIC berdasarkan SPT Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan. Laporan keuangan PT. AIC yang digunakan
yang digunakan sebagai pembanding adalah Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 beserta peraturan pelaksanaannya.
D. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kesesuaian
penghitungan penyesuaian fiskal positif dan negatif yang dilakukan Wajib
Pajak Badan PT. AIC pada tahun 2011 dengan peraturan perpajakan yang
berlaku.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi
bagi perusahaan dan dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam
pembuatan penyesuaian fiskal positif dan negatif sebelum perusahaan
melakukan penghitungan pajak untuk tahun pajak berikutnya.
2. Bagi Universitas
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
penerapan penyesuaian fiskal positif dan negatif sebagai tahap awal dalam
menghitung penghasilan pajak badan terutang dan dapat menjadi referensi
3. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan penulis serta
menambah pengalaman penulis dalam menerapkan ilmu akuntansi
khususnya perpajakan dan pembuatan penyesuaian fiskal positif dan
negatif di dunia kerja.
F. Sistematika Penulisan
Bab I : Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
dan sistematika penulisan.
Bab II : Landasan Teori
Bab ini menjelaskan teori perpajakan yang berhubungan dengan
masalah yang diteliti sebagai dasar penulis dalam melakukan
penelitian dan membuat pembahasan. Teori yang diuraikan adalah
teori mengenai laporan keuangan, pembukuan, pajak, subjek pajak
penghasilan, objek pajak penghasilan, penghasilan yang dikenai
pajak bersifat final, biaya yang dikecualikan dari objek pajak,
beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto, penyusutan
dan amortisasi, penyesuaian fiskal, dan hasil penelitian yang
Bab III : Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan jenis penelitian, waktu dan tempat penelitian,
subjek dan objek penelitian, jenis data, teknik pengumpulan data,
dan teknik analisis data.
Bab IV : Gambaran Umum Perusahaan
Bab ini menguraikan sekilas gambaran perusahaan tempat
penelitian dilakukan. Hal-hal yang diuraikan yaitu sejarah, visi dan
misi perusahaan, lokasi perusahaan, struktur organisasi, produksi,
hasil produksi, distribusi, personalia, serta kebijakan akuntansi dan
perpajakan.
Bab V : Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini menjelaskan deskripsi data, dan hasil dari analisis data
serta pembahasan yang telah dilakukan peneliti.
Bab VI : Penutup
Bab ini berisi kesimpulan yang diambil berdasarkan deskripsi dan
analisis data serta pembahasan yang dilakukan oleh penulis,
keterbatasan dari penelitian yang dilakukan, dan saran yang
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Laporan Keuangan
Dalam dunia bisnis, setiap perusahaan membutuhkan sistem
pencatatan yang mencatat dan merekam semua aktivitas perusahaan sehingga
dapat menghasilkan laporan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
mengenai aktivitas ekonomi dan kondisi perusahaan, yang disebut dengan
laporan keuangan (Rahayu 2009:217). Pengertian laporan keuangan menurut
Munawir (2010: 5) sebagai berikut :
Laporan keuangan adalah dua daftar yang disusun akuntan pada akhir periode untuk satu perusahaan. Kedua daftar ini adalah daftar neraca atau daftar posisi keuangan dan daftar pendapatan atau daftar rugi laba. Pada waktu akhir–akhir sudah menjadi kebiasaan bagi perusahaan-perusahaan untuk menambahkan daftar ketiga yaitu daftar surplus atau daftar laba yang tak dibagikan (laba ditahan).
Menurut Kieso and Weygant (2007:5), ”Laporan keuangan yang sering
disajikan adalah neraca, laporan laba atau rugi, laporan arus kas, laporan
ekuitas pemilik atau pemegang saham.”
Tujuan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
Nomor 1 (satu) adalah sebagai berikut :
1. Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja serta
perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi
2. Laporan keuangan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan bersama
sebagian besar pemakai, namun laporan keuangan tidak menyediakan
semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai dan pengambilan
keputusan ekonomi karena secara umum menggambarkan pengaruh
keuangan dari kejadian di masa lalu dan tidak diwajibkan untuk
menyediakan informasi non keuangan;
3. Menunjukkan apa yang dilaporkan manajemen atau pertanggungjawaban
manajemen atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya sehingga
pemakai laporan keuangan dapat membuat keputusan ekonomi.
Laporan keuangan perusahaan yang sudah dilakukan penyesuaian fiskal
positif maupun negatif dapat dipakai sebagai sumber untuk menghitung
besarnya Penghasilan Neto setelah penyesuaian (Waluyo, 2010:112).
B. Definisi Pajak Penghasilan 1. Definisi Pajak
Pengertian pajak berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
sebagai berikut:
Menurut Waluyo (2009 : 2) pengertian pajak sebagai berikut :
Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.
Definisi pajak menurut Soemitro (2002) dalam Zuraida (2011 : 3),
“Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa imbal
(kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan
untuk membayar pengeluaran umum.”
Pengertian pajak menurut Brotodihardjo (2004) yang ditinjau dari
sudut pandang peralihan aset dari sektor privat ke sektor publik dalam
Zuraida (2011 : 4) sebagai berikut :
Pajak adalah keseluruhan dan peraturan-peraturan yang meliputi wewenang pemerintah, untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui Kas Negara, sehingga ia merupakan bagian dari Hukum Publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum atar negara dan orang-orang atau badan-badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak (selanjutnya disebut Wajib Pajak).
Definisi pajak berdasarkan pasal 1 angka 1 Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan,
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2009 ( Ida, 2011: 4), “Pajak adalah kontribusi wajib
kepada negara yang terutang oleh pribadi atau badan yang bersifat
memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan
Menurut Waluyo (2010:17) sistem pemungutan pajak dapat dibagi
menjadi :
a. Official Assessment System, merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pemerintah untuk menentukan besarnya
pajak terutang
b. Self Assessment System, merupakan sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang harus dibayar.
c. Withholding System, merupakan sitem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau
memungut besarnya pajak yang terutang oleh Wajib Pajak.
Menurut Purwono (2010 : 10-11) pajak dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :
a. Berdasarkan Wewenang Pemungutan
Berdasarkan wewenang pemungutannya, pajak dibedakan
menjadi pajak pusat dan pajak daerah. Pajak pusat adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah pusat, misalnya Pajak Penghasilan, Pajak
Bumi dan Bangunan. Sedangkan pajak daerah adalah pajak yang
dipungut oleh pemerintah daerah.
b. Berdasarkan Administrasi dan Pembebanan
Berdasarkan administrasi dan pembebanannya, pajak
dibedakan menjadi pajak langsung dan pajak tidak langsung. Pajak
pajak, tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain dan dikenakan secara
berkala, misalnya Pajak Penghasilan. Sedangkan pajak tidak langsung
adalah pajak yang dapat dilimpahkan kepada oranglain dan dikenakan
hanya bila terjadi suatu peristiwa yang dikenakan pajak, contohnya
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
c. Berdasarkan Sasaran
Berdasarkan sasarannya, pajak dibedakan menjadi pajak
subjektif dan pajak objektif. Pajak subjektif merupakan pajak yang
memperhatikan keadaan pribadi Wajib Pajak seperti Pajak
Penghasilan. Sedangkan pajak objektif adalah pajak yang
memperhatikan objek yang menyebabkan timbulnya kewajiban
membayar pajak, misalnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah.
2. Definisi Penghasilan
Penghasilan menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor
36 Tahun 2008 yaitu :
Setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yag bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Pengertian penghasilan menurut Standar Akuntasi Keuangan
(SAK) : Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan
dalam Suwardjono (2008 : 353), “Peningkatan manfaat ekonomi selama
penurunan liabilitas yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak
berasal dari kontribusi penanam modal.”
Pengertian penghasilan (income) menurut SAK meliputi
pendapatan (revenue); dan keuntungan (gain). Pendapatan merupakan
penghasilan yang timbul selama dalam aktivitas normal perusahaan, yang
bisa dikenal dengan sebutan yang berbeda seperti penjualan, penghasilan
jasa (fees), bunga, deviden, royalti dan sewa. Keuntungan (gains)
mencerminkan pos lainnya yang memenuhi definisi penghasilan dan
mungkin timbul atau mungkin tidak timbul dalam pelaksanaan aktivitas
perusahaan yang biasa.
Pengertian penghasilan menurut Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 lebih luas daripada pengertian
penghasilan menurut Pernyataan Standar Akuntansi (PSAK). Menurut
Undang-Undang Pajak Penghasilan, penghasilan adalah setiap tambahan
ekonomis yang diperoleh Wajib Pajak yang dipakai untuk konsumsi atau
menambah kekayaan, sedangkan menurut PSAK, penghasilan meliputi
pendapatan dan keuntungan.
3. Definisi Pajak Penghasilan
Pengertian pajak penghasilan berdasarkan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (1), “Pajak yang
dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan
Pengertian pajak penghasilan menurut Pernyataan Standar
Akuntansi (PSAK) 46 tentang Akuntansi Pajak Penghasilan, “Pajak yang
dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan pajak ini dikenakan atas
penghasilan kena pajak perusahaan.”
C. Subjek Pajak Penghasilan, Objek Pajak Penghasilan, Penghasilan Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak, dan Penghasilan Yang Dikenai Pajak Bersifat Final
1. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
tentang Pajak Penghasilan Pasal 2 adalah sebagai berikut :
a. Orang pribadi dan warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak.
b. Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk
c. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang
pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang
berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga)
hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak
didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia.
2. Objek Pajak Penghasilan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7
tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan pasal 4 ayat (1), objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak, yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, termasuk :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, gratifikasi,uang pension, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini;
Semua pembayaran atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan,
seperti upah, gaji, premi asuransi jiwa, dan asuransi kesehatan yang
Objek Pajak. Pengertian imbalan dalam bentuk lainnya termasuk
imbalan dalam bentuk natura yang pada hakikatnya merupakan
penghasilan.
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
Hadiah termasuk hadiah dari undian, pekerjaan, dan kegiatan seperti
hadiah undian tabungan, hadiah dari pertandingan olahraga dan lain
sebagainya. Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan
dengan kegiatan tertentu, misalnya imbalan yang diterima sehubungan
dengan penemuan benda-benda purbakala.
c. Laba usaha;
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
1) Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan,
persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal;
Dalam hal terjadi pengalihan harta sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal, keuntungan berupa selisih antara harga pasar
dari harta yang diserahkan dan nilai bukunya merupakan
penghasilan.
2) Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham,
sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan
badan lainnya;
Apabila Wajib Pajak menjual harta dengan harga yang lebih tinggi
selisih harga tersebut merupakan keuntungan. Dalam hal penjualan
harta tersebut terjadi antara badan usaha dan pemegang sahamnya,
harga jual yang dipakai sebagai dasar untuk penghitungan
keuntungan dari penjualan tersebut adalah harga pasar.
3) Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan,
pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi
dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Apabila suatu badan dilikuidasi, keuntungan dari penjualan harta
yaitu selisih antara harga jual berdasarkan harga pasar dan nilai
sisa buku harta tersebut, merupakan objek pajak. Selisih lebih
antara harga pasar dan nilai sisa buku dalam hal terjadi
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan
pengambilalihan usaha merupakan penghasilan.
4) Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
Keuntungan berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan
atau nilai sisa buku atas pengalihan harta berupa hibah, bantuan
atau sumbangan merupakan penghasilan bagi pihak yang
mengalihkan kecuali harta tersebut dihibahkan kepada keluarga
sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat. Keuntungan
berupa selisih antara harga pasar dan nilai perolehan atau nilai sisa
buku atas pengalihan harta berupa bantuan atau sumbangan dan
hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan
usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Menteri Keuangan bukan merupakan
penghasilan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan.
5) Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau
seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan,
atau permodalan dalam perusahaan pertambangan;
Apabila Wajib Pajak merupakan pemilik hak penambangan yang
mengalihkan sebagian atau seluruh hak tersebut kepada Wajib
Pajak lain, maka keuntungan yang diperoleh merupakan objek
pajak.
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
Pengembalian pajak yang tekah dibebankan sebagai biaya pada saat
menghitung Penghasilan Kena Pajak merupakan objek pajak. Sebagai
contoh, Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar dan dibebankan
sebagai biaya, yang karena sesuatu sebab dikembalikan, maka jumlah
sebesar pengembalian tersebut merupakan penghasilan.
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
pengembalian utang;
Premium terjadi apabila misalnya surat obligasi dijual di atas nilai
nominalnya sedangkan diskonto terjadi apabila surat obligasi dibeli di
bawah nilai nominalnya. Premium tersebut merupakan penghasilan
bagi yang menerbitkan obligasi dan diskonto merupakan penghasilan
bagi yang membeli obligasi.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen
dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa
hasil usaha koperasi;
Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau
pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi
yang diperoleh anggota koperasi. Termasuk dalam pengertian dividen
adalah :
1) Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung,
dengan nama dan dalam bentuk apapun;
2) Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal
3) Pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran
termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
4) Pembagian laba dalam bentuk saham;
5) Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6) Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau
diperoleh pemegang saham karena pembelian kembali
saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
7) Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang
disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh
keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari
pengecilan modal dasar (statute) yang dilakukan secara sah;
8) Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang
diterima sebagai penebusan tada-tanda laba tersebut;
9) Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10)Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11)Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
12)Pengeluaran perusahaa untuk keperluan pribadi pemegang saham
yang dibebankan sebagai biaya perusahaan
Apabila terjadi pembagian atau pembayaran dividen secara
terselubung, misalnya dalam hal pemegang saham yang telah menyetor
penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan
imbalan bunga yang melebihi kewajaran, maka selisih lebih antara
diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan
sebagai dividen tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh
perseroan yang bersangkutan.
h. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara
atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak,
sebagai imbalan atas :
1) Penggunaan atau hak menggunkaan hak cipta di bidang
kesusastraan, kesenian atau karya ilmiah, paten, desain atau model,
rencana, formula atau proses rahasia, merek dagang, atau bentuk
hak kekayaan intelektual atau industrial atau hak serupa lainnya;
2) Penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan
industrial, komersial, atau ilmiah;
3) Pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal,
industrial, atau komersial;
4) Pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan
penggunaan atau hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1,
penggunaan atau hak menggunakan peralatan atau perlengkapan
tersebut pada angka 2, atau pemberian pengetahuan atau informasi
tersebut pada angka 3, berupa :
a) Penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman
suara atau keduanya, yang disalurkan kepada masyarakat
b) Penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau
rekaman suara atau keduaya, untuk siaran televisi atau radio
yang disiarkan atau dipancarkan melalui satelit, kabel, serat
optik, atau teknologi yang serupa;
c) Penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh
spektrum radio komunikasi;
5) Penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion
pictures film), film atau pita video untuk siaran televisi, atau pita
suara untuk siaran radio; dan
6) Pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan
penggunaan atau pemberian hak kekayaan intelektual atau
industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana tersebut di atas.
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
Pengertian sewa termasuk imbalan yang diterima atau diperoleh
dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan
penggunaan harta gerak atau harta tak gerak, misalnya sewa mobil,
sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang.
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
Penerimaan berupa pembayaran berkala, misalnya “alimentasi” atau
tunjangan seumur hidup yang dibayar secara berulang-ulang dalam
waktu tertentu.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
Pembebasan utang oleh pihak yang berpiutang dianggap sebagai
penghasilan bagi pihak yang semula berutang, sedangkan bagi pihak
yang berpiutang dapat dibebankan sebagai biaya. Namun, dengan
Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan bahwa peembebasan utang
debitur kecil misalnya Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra),
Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Usaha Rakyat (KUR), kredit untuk
perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil lainnya sampai dengan
jumlah tertentu dikecualikan sebagai objek pajak.
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing
diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan
secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku di Indonesia.
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19 Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun
2008 merupakan penghasilan.
n. Premi asuransi;
Premi asuransi yang dimaksud termasuk premi reasuransi.
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
p. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum
Tambahan kekayaan neto pada hakekatnya merupakan akumulasi
penghasilan baik yang telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek
Pajak serta yang belum dikenakan pajak. Apabila diketahui adanya
tambahan kekayaan neto yang melebihi akumulasi penghasilan yang
telah dikenakan pajak dan yang bukan Objek Pajak, maka tambahan
kekayaan neto tersebut merupakan penghasilan.
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah;
Kegiatan usaha berbasis syariah memiliki landasan filosofi yang
berbeda dengan kegiatan usaha yang bersifat konvensional. Namun,
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha berbasis
syariah tersebut tetap merupakan objek pajak menurut Undang-Undang
Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008.
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang
mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
s. Surplus Bank Indonesia
3. Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak
Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008
Pasal 4 ayat (3) penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak adalah
sebagai berikut :
a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan
amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh
penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan;
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di
antara pihak-pihak yang bersangkutan;
c. Warisan;
d. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
Pada prinsipnya, harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh
badan merupakan tambahan kemampuan ekonomis bagi badan
tersebut. Harta yang diterima merupakan pengganti atau penyertaan
modal, maka harta yang diterima tersebut bukan merupakan objek
e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dari
Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau
Wajib Pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed
profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan
berkenaan dengan pekerjaan atau jasa merupakan tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang.
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura seperti beras, gula, dan
sebagainya, dan imbalan dalam bentuk kenikmatan seperti penggunaan
mobil, rumah, dan fasilitas pengobatan bukan merupakan objek pajak.
Apabila yang memberi imbalan berupa natura atau kenikmatan bukan
Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang
bersifat final dan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan
berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit), imbalan
dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut merupakan penghasilan
bagi yang menerima atau memperolehnya.
f. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
Penggantian atau santunan yang diterima oleh orang pribadi dari
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa, bukan merupakan Objek Pajak. Hal ini selaras dengan ketentuan
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf d UU PPh.
g. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat :
1) dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2) bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh
lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah adalah
perusahaan perseroan (Persero), bank pemerintah, dan bank
pembangunan daerah. Dalam hal penerima dividen atau bagian laba
adalah Wajib Pajak selain badan-badan tersebut di atas, seperti orang
pribadi baik dalam negeri maupun luar negeri, firma, perseroan
komanditer, yayasan dan organisasi sejenis dan sebagainya,
penghasilan berupa dividen atau bagian laba tersebut tetap merupakan
h. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi
kerja maupun pegawai;
Dalam hal ini yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah iuran yang
diterima dari peserta pensiun, baik atas beban sendiri maupun yang
ditanggung pemberi kerja. Iuran yang diterima oleh dana pensiun
tersebut merupakan dana milik peserta pensiun, yang akan dibayarkan
kembali kepada mereka pada waktunya. Pengenaan pajak atas iuran
tersebut berarti mengurangi hak para peserta pensiun, sehingga iuran
tersebut dikecualikan sebagai Objek Pajak.
i. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf g UU PPh, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan;
Pengecualian sebagai Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 4
ayat (3) huruf g UU PPh hanya berlaku bagi dana pensiun yang
pendiriannya telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan.
Dalam hal ini yang dikecualikan dari Objek Pajak adalah penghasilan
dari modal yang ditanamkan di bidang-bidang tertentu berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 234/PMK.03/2009 tentang
Bidang Penanaman Modal Tertentu Yang Memberikan Penghasilan
Kepada Dana Pensiun Yang Dikecualikan Sebagai Objek Pajak
j. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham,
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit
penyertaan kontrak investasi kolektif;
Untuk kepentingan pengenaan pajak, badan-badan sebagaimana
disebut yang merupakan himpunan para anggotanya dikenai pajak
sebagai satu kesatuan, yaitu pada tingkat badan tersebut. Bagian laba
yang diterima oleh para anggota badan tersebut bukan lagi merupakan
objek pajak.
k. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut :
1) merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang
menjalankan kegiatan dalam sector-sektor usaha yang diatur
dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan
2) sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
Pengertian perusahaan modal ventura adalah suatu perusahaan yang
kegiatan usahanya membiayai usaha (sebagai pasangan usaha) dalam
bentuk penyertaan modal untuk suatu jangka waktu tertentu. Bagian
laba yang diterima atau diperoleh dari perusahaan pasangan usaha
tidak termasuk sebagai objek pajak, dengan syarat perusahaan
menengah, atau yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
dalam sector-sektor tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,
dan saham perusahaan tersebut tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia. Apabila pasangan usaha perusahaan modal ventura
memenuhi ketentuan Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh, dividen yang
diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura bukan merupakan
objek pajak.
l. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 Tentang
BeasiswaYang Dikecualikan Dari Objek Pajak;
m. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan
prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan,
dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya
sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
n. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur
4. Penghasilan yang dikenai pajak bersifat final
Penghasilan yang dapat dikenai pajak bersifat final sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 pasal 4 ayat (2),
adalah:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan
oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi;
Obligasi yang dimaksud termasuk surat utang berjangka waktu lebih
dari 12 (dua belas) bulan, seperti Medium Term Note, Floating Rate
Note yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. Surat
Utang Negara yang dimaksud meliputi Obligasi Negara dan Surat
Perbendaharaan Negara. Penghasilan tersebut diatur lebih lanjut dalam
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak SE-01/PJ.43/2001 tentang
Peraturan Pemerintah Nomor 131 Tahun 2000 tentang Pajak
Penghasilan Atas Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto
Sertifikat Bank Indonesia dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor
51/KMK.04/2001 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Atas Bunga
Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia.
Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi diatur lebih lanjut
Penghasilan atas Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh Koperasi
kepada Anggota Koperasi Orang Pribadi.
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
Penghasilan ini diatur lebih lanjut dalam Keputusan Dirjen Pajak
Nomor KEP-395/PJ/2001 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Atas
Hadiah dan Penghargaan.
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi
derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham
atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang
diterima oleh perusahaan modal ventura;
Ketentuan mengenai pajak penghasilan atas Bunga dan diskonto
obligasi yang diperdagangkan dan/atau dilaporkan perdagangannya di
bursa efek diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2002. Perturan yang terkait dengan penghasilan dari transaksi
penjualan saham di bursa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 1997.
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan
tanah dan/atau bangunan; dan
Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau
bangunan termasuk usaha real estate diatur lebih lanjut dalam
dengan penghasilan dari transaksi usaha jasa konstruksi adalah
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2009.
e. Penghasilan tertentu lainnya
D. Biaya Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Untuk Menentukan Besarnya Penghasilan Kena Pajak
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 6
ayat (1), menjelaskan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk
menentukan besarnya penghasilan kena pajak adalah sebagai berikut :
1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
usaha, antara lain :
a. Biaya pembelian bahan;
b. Biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
Pengeluaran-pengeluaran sehubungan dengan pekerjaan yang boleh
dikurangkan dari penghasilan bruto harus dilakukan dalam bentuk
uang. Pengeluaran yang dilakukan dalam bentuk natura dan
kenikmatan, tidak boleh dibebankan sebagai biaya, dan bagi pihak
yang menerimanya bukan merupakan penghasilan. Namun,
pengeluaran dalam bentuk natura atau kenikmatan tertentu seperti
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai boleh
dibebankan sebagai biaya.
Bunga atas pinjama yang dipergunakan untuk membeli saham tidak
dapat dibebankan sebagai biaya sepanjang dividen yang diterimanya
tidak merupakan objek pajak. Bunga pinjaman yang tidak boleh
dibiayakan tersebut dapat dikapitalisasi sebagai penambah harga
perolehan saham. Pembayaran bunga atas pinjaman yang dipergunakan
untuk keperluan pribadi peminjam yang tidak ada hubungannya
dengan upaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
d. Biaya perjalanan;
Pengeluaran-pengeluaran yang tidak ada hubungannya dengan upaya
untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, misalnya
pengeluaran-pengeluaran untuk keperluan pribadi pemegang saham
tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
e. Biaya pengolahan limbah;
f. Premi asuransi;
Pembayaran premi asuransi oleh pemberi kerja untuk kepentingan
pegawainya boleh dibebankan sebagai biaya perusahaan, tetapi bagi
pegawai yang bersangkutan premi tersebut merupakan penghasilan.
Namun, pembayaran premi asuransi untuk kepentingan pribadi yang
tidak ada hubungannya dengan upaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
g. Biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Biaya promosi perlu dibedakan antara biaya yang benar-benar
dikeluarkan untuk promosi dan biaya yang pada hakikatnya merupakan
sumbangan. Besarnya biaya promosi dan penjualan yang
diperkenankan sebagai pengurang penghasilan bruto diatur
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010
tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan
Bruto dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-9/PJ/2010 tentang
Penyampaian Peraturan Menteri Keuangan Nomor 02/PMK.03/2010
tentang Biaya Promosi Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan
Bruto. Dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut besarnya biaya
promosi yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto merupakan
akumulasi dari jumlah :
1) Biaya periklanan di media elektronik, media cetak, dan/atau media
lainnya;
2) Biaya pameran produk;
3) Biaya pengenalan produk baru; dan/atau
4) Biaya sponsorship yang berkaitan dengan promosi produk
Sehubungan dengan Wajib Pajak mengeluarkan Biaya Promosi yang
dapat dikurangkan dari penghasilan bruto kepada pihak lain, maka
Wajib Pajak wajib membuat daftar nominatif atas pengeluaran biaya
tersebut.
h. Biaya administrasi; dan
Pajak-pajak yang dapat dibebankan sebagai biaya selain Pajak
Penghasilan, misalnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Materai
(BM), Pajak Hotel, dan Pajak Restoran.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan harta tak
berwujud serta pengeluaran lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun, pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau
amortisasi sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak
Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 11 dan Pasal 11A.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan boleh dibebankan sebagai biaya, sedangkan iuran yang
dibayarkan kepada dana pension yang pendiriannya tidak atau belum
disahkan oleh Menteri Keuangan tidak boleh dibebankan sebagai biaya.
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan
digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan;
Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang menurut tujuan
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta
yang dimiliki tetapi tidak digunakan perusahaan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasila, tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto.
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing;
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia;
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
Biaya yang dikeluarkan untuk keperluan beasiswa, magang, dan pelatihan
dalam rangka peningkatan kualitas sumber daya manusia dapat
dibebankan sebagai biaya perusahaan dengan memperhatikan kewajaran,
termasuk beasiswa yang yang diberikan kepada pelajar, mahasiswa, dan
pihak lain.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam lapora laba rugi komersial;
b. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
c. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
pengakuan dari debitur bahwa utangya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu;
d. Syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k;
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 4
ayat (1) huruf k menjelaskan bahwa keuntungan karena pembebasan
utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 130 Tahun 2000 tentang Pengecualian
Sebagai Objek Pajak Atas Keuntungan Karena Pembebasan Utang
Debitur Kecil.
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 dan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-62PJ/2010 tentang Penyampaian
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 57/PMK.03/2010 tentang Perubahan
atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.03/2009 tentang
Piutang yang Nyata-Nyata Tidak Dapat Ditagih Yang Dapat Dikurangkan
Dari Penghasilan Bruto;
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah;
10.Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di
11.Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
12.Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah; dan
13.Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
E. Biaya Yang Tidak Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Untuk Menentukan Besarnya Penghasilan Kena Pajak
Pada prinsipnya biaya yang boleh dikurangkan dari penghasila bruto
adalah biaya yang mempunyai hubungan langsung dan tidak langsung dengan
usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang merupakan objek pajak yang pembebanannya dapat
dilakukan dalam tahun pengeluaran atau selama masa manfaat dari
pengeluaran tersebut. Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya pemakaian penghasilan
atau yang jumlahnya melebihi kewajaran.
Undang-Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 pasal 9
ayat (1) menjelaskan bahwa biaya yang tidak boleh dikurangkan dari
penghasilan bruto untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah
sebagai berikut :
1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk
pembayaran dividen kepada pemilik modal, pembagian sisa hasil usaha
koperasi kepada anggotanya, dan pembayaran dividen oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, tidak boleh dikurangkan dari penghasila
badan yang membagikannya karena pembagian laba tersebut merupakan
bagian dari penghasilan badan tersebut yang akan dikenai pajak
penghasilan.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota;
Biaya-biaya yang dikeluarkan atau dibebankan oleh perusahaan untuk
kepentingan pemegang saham, sekutu atau anggota, seperti perbaikan
rumah pribadi, biaya perjalanan dan biaya premi asuransi yang dibayar
oleh perusahaan untuk kepentingan pribadi para pemegang saham atau
keluarganya tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan soial yang
dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.011/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.03/2009
tentang Pembentukan Atau Pemupukan Dana Cadangan Yang Boleh
Dikurangkan Sebagai Biaya.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau
imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang
berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Penggantian atau imbalan dimaksud dianggap bukan merupakan
pengeluaran yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja.
Namun, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
83/PMK.03/2009 tentang Penyediaan Makanan dan Minuman Bagi
Seluruh Pegawai serta Penggantian atau Imbalan dalam Bentuk Natura dan
Pekerjaan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi
Kerja, pemberian natura dan kenikmatan berikut ini dapat dikurangkan
dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan
bagi pegawai yang menerimanya :
1) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang
diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tersebut
dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong
pembangunan di daerah terpencil;
2) Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam
pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena
sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya;
3) Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh
pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
Pembayaran imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang
saham yang jumlahnya melebihi kewajaran tersebut tidak boleh
dibebankan sebagai biaya. Misalnya, seorang tenaga ahli yang merupakan
pemegang saham dari suatu badan memperoleh imbalan sebesar
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Apabila untuk jasa yang sama
yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang setara hanya dibayar
(tiga puluh juta rupiah) tidak boleh dibebankan sebagai biaya, karena
jumlah tersebut dianggap sebagai dividen.
7. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU
PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Psal 6 ayat (1)
huruf i sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah;
8. Pajak Penghasilan;
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
10.Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
Anggota firma, persekutuan, dan perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham dip