• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam pemilihan umum legislatif tahun 2009 Di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam pemilihan umum legislatif tahun 2009 Di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten."

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

KEMENANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH

PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN

Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma

2015

Tujuan penelitian ini untuk menjawab permasalahan mengenai : (1) Upaya PDI Perjuangan dalam meraih kemenangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (2) Dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (3) Wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI Perjuangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten.

Metode yang digunakan adalah metode sejarah meliputi: pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), penafsiran sumber (interpretasi) dan penulisan sejarah (historiografi). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dan sosiologi. Model penulisan bersifat deskriftif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa(1) Upaya yang dilakukan PDI Perjuanganberupa konsolidasi organisasi, konsolidasi program, konsolidasi kader dan simpatisan, serta sosialisasi program.(2) Dukungan masyarakat Kabupaten Klatendapat dilihat dari berbagai aktivitas para kader dan simpatisan yang secara sukarela mendirikan posko-posko. Selain itu juga melakukan pemasangan umbul-umbul, pamflet, bendera dan poster yang berisi ajakan pada para anggota masyarakat untuk memilih PDI Perjuangan pada pelaksanaan pemilu 2009.(3) Wujud kemenangan PDI Perjuangandi Kabupaten Klaten berupa perolehan suaraterbanyak di tingkat kabupaten sebesar 40,1% dan unggul di 24 kecamatan dari 26 kecamatan se-Kabupaten Klaten.

(2)

ABSTRACT

THE VICTORY OF INDONESIAN DEMOCRATIC PARTY STRUGGLE IN THE 2009 LEGISLATIVE ELECTION IN THE ELECTROLAT DISTRICT 1

IN THE KLATEN REGENCY

Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma

2015

The purpose of this study was to answer the question about: (1). PDI effort in attaining victory in the 2009 election in the Klaten Regency, (2). Public supports for

the PDI’s victory in the 2009 elections in Klaten Regency, (3). Manifestation achieved by PDI-P in the 2009 election in the Klaten Regency.

The methods used in this studywere historical study consisting of five stages, which are : the topic selection, data gathering (heuristik), source criticism (verifikasi), interpretation and historiography. It used political and sociological approach and was written using descriptive analysis.

The results of this study show that (1) The PDI-P efforts can be identified in the form of organizational consolidation, program consolidation, cadres and sympathizers consolidation, as well as program socialization (2) The public support from the citizens in Klaten regency can be seen from the various activities of the cadres and sympathizers who voluntarily establish a some posts. Besides, they were also installing banners, pamphlets, flags and posters containing an invitation to all of the residents to elect the PDI-P in the implementation of the 2009 general election (3) The form of the PDI-P victory was gained through voting in the level of regency by 40,1% and winning in 24 of 26 districts in Klaten Regency.

(3)

i

KEMENANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA

PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMILIHAN UMUM

LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I

KABUPATEN KLATEN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh:

Lambertus Dodik Prasetyo NIM : 101314026

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan untuk :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberikan

perlindungan dalam menjalani hidup

2. Orangtua dan adik saya yang selalu mendoakan, mendukung dan memberi

semangat

3. Teman-teman Prodi Pendidikan Sejarah, khususnya angkatan 2010 atas

(7)

v MOTTO

Majulah tanpa menyingkirkan oranglain, naiklah tinggi tanpa menjatuhkan oranglain

Hidup adalah tantangan, jangan dengarkan omongan orang yang penting kerja, kerja dan kerja. Kerja akan menghasilkan sesuatu, sementara omongan hanya

menghasilkan alasan.

(8)
(9)
(10)

viii ABSTRAK

KEMENANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2009 DI

DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN

Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma

2015

Tujuan penelitian ini untuk menjawab permasalahan mengenai : (1) Upaya PDI Perjuangan dalam meraih kemenangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (2) Dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (3) Wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI Perjuangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten.

Metode yang digunakan adalah metode sejarah meliputi: pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), penafsiran sumber (interpretasi) dan penulisan sejarah (historiografi). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dan sosiologi. Model penulisan bersifat deskriftif analitis.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa(1) Upaya yang dilakukan PDI Perjuanganberupa konsolidasi organisasi, konsolidasi program, konsolidasi kader dan simpatisan, serta sosialisasi program.(2) Dukungan masyarakat Kabupaten Klatendapat dilihat dari berbagai aktivitas para kader dan simpatisan yang secara sukarela mendirikan posko-posko. Selain itu juga melakukan pemasangan umbul-umbul, pamflet, bendera dan poster yang berisi ajakan pada para anggota masyarakat untuk memilih PDI Perjuangan pada pelaksanaan pemilu 2009.(3) Wujud kemenangan PDI Perjuangandi Kabupaten Klaten berupa perolehan suaraterbanyak di tingkat kabupaten sebesar 40,1% dan unggul di 24 kecamatan dari 26 kecamatan se-Kabupaten Klaten.

(11)

ix ABSTRACT

THE VICTORY OF INDONESIAN DEMOCRATIC PARTY STRUGGLE IN THE 2009 LEGISLATIVE ELECTION IN THE ELECTROLAT

DISTRICT 1 IN THE KLATEN REGENCY

Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma

2015

The purpose of this study was to answer the question about: (1). PDI effort in attaining victory in the 2009 election in the Klaten Regency, (2). Public

supports for the PDI’s victory in the 2009 elections in Klaten Regency,

(3). Manifestation achieved by PDI-P in the 2009 election in the Klaten Regency. The methods used in this studywere historical study consisting of five stages, which are : the topic selection, data gathering (heuristik), source criticism (verifikasi), interpretation and historiography. It used political and sociological approach and was written using descriptive analysis.

The results of this study show that (1) The PDI-P efforts can be identified in the form of organizational consolidation, program consolidation, cadres and sympathizers consolidation, as well as program socialization (2) The public support from the citizens in Klaten regency can be seen from the various activities of the cadres and sympathizers who voluntarily establish a some posts. Besides, they were also installing banners, pamphlets, flags and posters containing an invitation to all of the residents to elect the PDI-P in the implementation of the 2009 general election (3) The form of the PDI-P victory was gained through voting in the level of regency by 40,1% and winning in 24 of 26 districts in Klaten Regency.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Bapa di surga yang telah melimpahkan rahmat,

anugerah, dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 Di Daerah Pemilihan I Kabupaten

Klaten”. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam bidang Pendidikan Sejarah di

Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan yang berkenan memberi

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang berkenan

memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang berkenan memberi

kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.

4. Dra. Th. Sumini, M.Pd dan Drs. A. K. Wiharyanto, M.M sebagai dosen

pembimbing yang berkenan memberikan pengarahan, bimbingan dan

masukan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.

5. Semua dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang pernah

membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.

6. Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Klaten yang telah memberikan ijin

penelitian kepada peneliti.

7. Bapak Sutarjo, Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPC PDI

Perjuangan Kabupaten Klaten atas bantuannya kepada penulis selama

mengadakan penelitian.

8. Ketua KPU Kabupaten Klaten yang memberikan ijin penelitian kepada

(13)
(14)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Kajian Pustaka ... 9

F. Landasan Teori ... 12

G. Metode Penelitian ... 24

H. Sistematika Penelitian ... 27

BAB II UPAYA PDI-P DALAM MERAIH KEMENANGAN PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN A. Terbentuknya PDI Perjuangan ... 28

1. Perkembangan PDI ... 28

2. Perpecahan PDI dan Lahirnya PDI Perjuangan ... 35

(15)

xiii

B. Persiapan PDI Perjuangan Untuk Meraih Kemenangan ... 48

1. Konsolidasi Struktur Partai ... 50

2. Konsolidasi Non Struktur Partai ... 52

C. Strategi PDI Perjuangan Untuk Meraih Kemenangan ... 63

BAB III DUKUNGAN MASYARAKAT BAGI KEMENANGAN PDI-P DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN A. Bidang Pengabdian Masyarakat ... 65

B. Pendekatan PDI Perjuangan ... 71

C. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum ... 78

BAB IV WUJUD KEMENANGAN YANG BERHASIL DIRAIH PDI-P PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN A. Faktor-Faktor Yang Mendorong Kemenangan PDI Perjuangan ... 85

1. Faktor Umum ... 85

2. Faktor Khusus ... 87

B. Keberhasilan PDI Perjuangan Dalam Pemilu 2009 ... 90

C. Hasil Perolehan Suara Pemilu ... 93

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

(16)

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Partai politik adalah alat yang paling ampuh bagi manusia untuk mencapai

tujuan-tujuan politiknya. Berdasarkan urgensi partai politik inilah muncul pemeo

dalam masyarakat, politisi modern tanpa partai politik sama dengan ikan yang

berada di luar air. Hubungan antara partai sebagai institusi yang menjadi alat

manusia untuk mengendalikan kekuasaan dengan masyarakatnya sangat erat.

Sebagai alat yang paling ampuh partai politik dalam perkembangannya telah

menampakkan sejarahnya dalam pasang naik dan pasang surut pada kurun waktu

dan tempat tertentu, tergantung dengan kebudayaan yang dianut oleh suatu

masyarakat. Sebagai suatu warisan dari dunia Barat maka persepsi masyarakat

terhadap partai politik juga terpengaruh oleh kebudayaan masyarakat yang

melahirkan itu.1

Partai politik di Indonesia pertama kali lahir pada zaman kolonial sebagai

manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Organisasi dan partai yang muncul

pada zaman itu dilandasi oleh tujuan atau asas politiknya masing-masing dan

memainkan peran penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Beberapa

organisasi dan partai bergerak melalui Volksraad yang berdiri tahun 1918. Selain

itu, di luar Volksraad dibentuk GAPI (Gabungan Politik Indonesia yang

merupakan gabungan partai-partai beraliran nasional) pada tahun 1939.

Sedangkan tahun 1937 dibentuk MIAI (Majelis Islamil a’laa Indonesia yang

1

(17)

merupakan gabungan partai-partai beraliran Islam). Mereka sepakat membentuk

Komite Rakyat Indonesia.2

Partai politik mulai lebih leluasa bergerak pada zaman Orde Baru tahun

1966-1998. Pemerintah Orde Baru melakukan pembaharuan struktur politik

dengan cara menyederhanakan sistem kepartaian. Penyederhanaan sistem

kepartaian dilakukan dengan pengelompokan partai politik menjadi tiga

kelompok yang meliputi Golongan Nasionalis, Golongan Spiritual, dan

Golongan Karya. Tanggal 4 Maret 1970 terbentuk Golongan Spiritual yang

terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Selanjutnya pada tanggal 10 Januari

1973 Golongan Nasionalis diresmikan menjadi Partai Demokrasi Indonesia

(PDI).

Memasuki Era Reformasi pada tahun 1998-1999, terjadi pengalihan

jabatan kepresidenan dari Soeharto kepada B. J. Habibie dan rencana

pelaksanaan pemilu 1999. Pada saat itu B. J. Habibie mencabut larangan

pendirian partai-partai politik dan organisasi lainnya, sehingga pemilu 1999

merupakan pemilu dengan sistem multi partai.3 PDI dibentuk pada 10 Januari

1973. Pembentukan PDI sebagai hasil fusi dari lima politik (parpol) yang

berpaham atau berideologi nasionalisme, marhaenisme, sosialisme, Kristen

Protestan, dan Kristen Katolik. Kelima partai yang bergabung adalah Partai

2Ibid,

hal. 218-219

3

(18)

Nasional Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI),

Partai Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.4

Sejak PDI dibentuk terus-menerus mengalami kemelut intern. Terutama

dengan adanya konflik di kalangan elite kepemimpinan partai yang berasal dari

unsur PNI. Akibatnya, sejak pemilihan umum yang pertama pada masa Orde

Baru (1971) sampai pemilu yang ketiga (1982), perolehan suara PDI selalu

mengalami penurunan. Pada pemilu 1971 dengan lima partai yang bergabung

dalam PDI diperoleh 9,3 persen dari seluruh jumlah suara pemilih yang sah.

Pada pemilu 1977 PDI memperoleh 8,6 persen suara, dan pada pemilu 1982

menjadi 7,9 persen.

Dalam perkembangannya, pada pemilu 1987 atau pemilu yang keempat di

masa Orde Baru, suara yang diraih PDI mengalami kenaikan sekitar 3 persen,

menjadi 10,87 persen; sekitar 9,3 juta dari 85,8 juta suara pemilih yang sah.

Menurut hasil perbandingan dengan persentase perolehan suara PDI pada pemilu

1982 dengan 7,9 persen suara, maka kenaikan yang hanya 3 persen pada pemilu

1987 menjadi sangat berarti bagi partai ini. Apalagi dilihat dari kenaikan jumlah

kursi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pusat yang

diperoleh partai ini, yaitu mulai 24 kursi (1982) menjadi 40 kursi (1987).

Kenaikan jumlah suara PDI berkaitan dengan faktor intern maupun ekstern

yang menguntungkan partai ini. Pada pemilu 1987 itu PDI tidak mempunyai

target apa pun, sehingga tidak mempunyai beban apa pun ketika memasuki arena

pemilu. Situasi semacam itu berbeda dengan Golongan Karya (Golkar) yang

4

(19)

menargetkan perolehan suara minimal 70 persen, atau Partai Persatuan

Pembangunan (PPP) yang menargetkan meraih 140 kursi DPR-RI pada pemilu

1987. Sebaliknya, memasuki pemilu 1987 PDI masih dalam tahap konsolidasi ke

dalam, khususnya setelah partai ini menyelenggarakan Kongres III bulan April

1986.

Faktor-faktor yang lain, yang membuat keberhasilan PDI baik intern

maupun ekstern, di antaranya jumlah yang besar berasal dari dukungan PNI

yang “pulang kandang”, dimunculkan kembali “sosok” Bung Karno, dukungan

generasi muda yang antusias, sikap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

(ABRI) yang lebih netral, dan sikap media massa yang lebih bersimpati pada

partai banteng, serta isu-isu kampanye yang ditampilkan yang lebih segar

seperti soal “kabinet bayangan”.

Pada awal tahun 1999, PDI pecah menjadi dua, yaitu PDI pimpinan Budi

Hardjono dan PDI Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati. PDI-P diresmikan

melalui akte notaris 1 Februari 1999. Perubahan nama dilakukan untuk

membedakan dengan PDI lainnya.5 Pada pemilu 1999, PDI-P ikut pemilu dan

berhasil mencapai 153 kursi, namun mengalami penurunan 44 kursi pada pemilu

2004, sehingga PDI-P hanya memperoleh 109 kursi.6 Penurunan perolehan suara

kursi yang dialami PDI-P tidak hanya terjadi pada tingkat nasional, tetapi juga di

tingkat daerah pemilihan I termasuk di Kabupaten Klaten.7

5

Hairun Salim, dkk, Tujuh Mesin Pendulang Suara Perkenalan Prediksi Harapan Pemilu 1999, Yogyakarta, LKIS, 1999, hal. 95-96

6

Kedaulatan Rakyat, KPU Sahkan Hasil Pemilu Legislatif 2004, Kamis Pon, 6 Mei 2004, hal. 1

7

(20)

Berdasarkan data tersebut, berarti bahwa Partai Demokrasi Indonesia

(PDI) sudah lama berperan dalam kehidupan politik di Indonesia tetapi PDI

Perjuangan pimpinan Megawati baru mengikuti pemilihan umum 1999, sehingga

tergolong partai baru. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan muncul setelah

diadakan Kongres di Medan tahun 1993 dengan calon ketua umumnya

Megawati Sukarnoputri. Kongres itu mengalami kemacetan karena ada dua

kekuatan yaitu kekuatan yang mendukung Soerjadi dan kekuatan yang

mendukung Megawati. Setelah kongres di Medan mengalami jalan buntu, maka

diadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya untuk memilih Megawati

menjadi ketua umum PDI, namun baru resmi terpilih menjadi ketua PDI lewat

Munas di Jakarta.8 Ketika itu muncul 2 PDI, yaitu PDI Soerjadi dan PDI

Megawati. Untuk membedakan PDI Soerjadi dengan PDI Megawati maka

dipilih nama PDI Perjuangan. Hal ini tentu ada kaitannya dengan perjuangan

yang dilakukan partai tersebut, dan akhirnya PDI Perjuangan mampu berdiri dan

mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat, terlebih lagi setelah Orde Baru

runtuh, PDI Perjuangan seakan mendapat angin segar untuk ikut dalam

percaturan politik Indonesia.

Masyarakat kabupaten Klaten menyambut gembira atas nama baru PDI

pimpinan Megawati, karena selama ini sangat sulit membedakan PDI Soerjadi

dan PDI Megawati. Dengan nama baru ini diharapkan masyarakat bisa lebih

teliti dalam membedakan tanda gambar. Dukungan terhadap Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan tidak terbatas di wilayah basis PDI Perjuangan saja, tetapi

8

(21)

hampir merata di seluruh Indonesia, seperti di Jawa Timur, Jawa Barat dan

daerah lainnya.

Penulis tertarik membahas partai politik ini, karena penulis ingin

mengetahui lebih jauh tentang perjuangan “ PDI Perjuangan “ dalam melawan

pemerintah Orde Baru yang selalu bersikap keras terhadapnya. Penulis juga

lebih tertarik lagi mengenai bagaimana upaya PDI Perjuangan dalam

memenangkan pemilihan umum 2009. Di Kabupaten Klaten PDI Perjuangan

mengalami kemenangan terbesar setelah beberapa dekade selalu mengalami

kekalahan mutlak.

Dalam skripsi ini penulis akan menguraikan kemenangan PDI Perjuangan

dalam pemilihan umum 2009 di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten. Penulis

mengangkat judul skripsi “Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia

Perjuangan Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 di Daerah

Pemilihan I Kabupaten Klaten”. Penulis mengambil wilayah daerah pemilihan I

Kabupaten Klaten dengan alasan bahwa beberapa pemilihan umum yang

dilaksanakan Orde Baru tidak pernah memperoleh suara banyak, tetapi pada

pemilihan umum 2009 PDI Perjuangan di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten

berhasil memperoleh suara dan kemenangan ini membuat penulis tertarik karena

selama Orde Baru PDI tidak pernah memenangkan suara dalam Pemilihan

Umum, di daerah pemilihan I kabupaten Klaten selama Orde Baru PDI tidak

pernah menang, tetapi Pemilihan Umum 2009 sangat mengejutkan semua orang

karena PDI pimpinan Megawati yang dengan nama baru PDI Perjuangan

(22)

Kemenangan PDI Perjuangan ini membuat masyarakat di Kabupaten

Klaten sebagai pendukung dari PDI Perjuangan menjadi bangga karena selama

itu merasa bahwa kebebasan berpolitik selalu dikekang, tetapi setelah masa

reformasi membuat rakyat khususnya daerah pemilihan I Kabupaten Klaten

menjadi bebas untuk menentukan pilihannya sendiri tidak dengan paksaan dari

manapun juga.

B.Rumusan Masalah

Setelah membaca uraian mengenai latar belakang masalah tersebut, maka

dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian

ini. Adapun permasalahan tersebut yaitu :

1. Bagaimana upaya PDI Perjuangan dalam meraih kemenangan pada pemilu

legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten?

2. Bagaimana dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan

dalam pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I Kabupaten

Klaten?

3. Bagaimana wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI Perjuangan pada

(23)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul “Kemenangan Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum Legislatif

Tahun 2009 di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten” yaitu:

1. Untuk mendeskripsikan upaya PDI Perjuangan dalam meraih

kemenangan pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I

Kabupaten Klaten.

2. Untuk mendeskripsikan dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI

Perjuangan dalam pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I

Kabupaten Klaten.

3. Untuk mendeskripsikan wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI

Perjuangan pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I

Kabupaten Klaten.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan skripsi yang berjudul berjudul “Kemenangan

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum

Legislatif Tahun 2009 di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten”, yaitu :

1. Bagi Universitas Sanata Dharma

Penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan dan

dapat melengkapi literatur kepustakaan di Universitas Sanata Dharma

khususnya tentang organisasi politik Partai Demokrasi Indonesia

(24)

2. Bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Klaten

Tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam

mempersiapkan pemilu selanjutnya.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan tentang

bagaimana organisasi politik di Indonesia khususnya Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan di Kabupaten Klaten dalam upaya

memenangkan pemilu.

E. Kajian Pustaka

Sumber yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa lisan dan

sumber tertulis. Sumber lisan dapat diperoleh melalui wawancara dengan

tokoh partai dan tokoh lain yang terlibat langsung dalam pemilu legislatif

2009 di Kabupaten Klaten. Sumber lainnya yang digunakan dalam penelitian

ini yaitu sumber tertulis antara lain:

1. Hasil pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten.

2. Tata Tertib Rapat Kerja PDI-P Kabupaten Klaten.

Sumber buku pertama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku “

Perjalanan Partai Politik Di Indonesia”. Disusun oleh Drs. M. Rusli Karim.

Buku tersebut membahas munculnya partai politik di Indonesia secara garis

besar adalah sebagai aktualisasi dari tiga aliran atau pandangan politik yang

menemukan momentum kelahirannya pada dekade kedua dan ketiga abad ke

(25)

Aktualisasi aliran Islam muncul pertama kali dalam sejarah Indonesia yang

bercorak nasional. Dengan demikian Sarekat Islam adalah partai pelopor.

Partai ini menjadi dinamis dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto. Salah satu

aspek yang menarik dari SI pada periode awal ialah bahwa ia mampu

mengidentitaskan dirinya dengan aspirasi politik Bumi Putera untuk

perjuangan kemerdekaan. Dengan perkataan lain denyutan nadi perjuangan SI

adalah denyutan nadi rakyat terjajah. Oleh sebab itu tidak mengherankan

bahwa pamor SI pada tahun-tahun permulaan itu begitu menjulang. Tapi

kepopuleran SI tidak bertahan lama. Wibawanya sebagai partai pelopor pada

1920-an segera disaingi dan kemudian dikalahkan oleh Partai Komunis

Indonesia (PKI) dan Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Dua partai yang

terakhir ini lahir dari ideologi dasar Marxisme dan Nasionalisme. Dengan kata

lain, Islam yang diwakili SI dalam gerakan politik ternyata belum mampu

bersaing dengan ideologi-ideologi modern yang berasal dari Barat itu dalam

merebut massa.9

Buku kedua berjudul “PDI di Mata Golongan Menengah Indonesia”,

yang disusun oleh Arif Zulkifli. Isi dari buku ini yaitu membahas Partai politik

mulai lebih leluasa bergerak pada zaman Orde Baru tahun 1966-1998.

Pemerintah Orde Baru melakukan pembaharuan struktur politik dengan cara

menyederhanakan sistem kepartaian. Penyederhanaan sistem kepartaian

dilakukan dengan pengelompokan partai politik menjadi tiga kelompok yang

meliputi Golongan Nasionalis, Golongan Spiritual, dan Golongan Karya.

9

(26)

Buku ini digunakan untuk membahas permasalahan ke 2 tentang bagaimana

dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilu

legislatif tahun 2009 di Kabupaten Klaten.

Buku ketiga berjudul“PDI dan Prospek Pembangunan Politik”, ditulis

oleh Adriana Elisabeth Sukamto, dkk. Buku tersebut membahas pembentukan

PDI sebagai hasil fusi dari lima partai politik (parpol) yang berpaham atau

berideologi Nasionalisme, Marhaenisme, Sosialisme, Kristen Protestan, dan

Kristen Katolik. Kelima partai yang bergabung adalah Partai Nasional

Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai

Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik. Sejak PDI

dibentuk terus-menerus mengalami kemelut intern. Terutama dengan peristiwa

yang menimbulkan konflik di kalangan elite kepemimpinan partai yang berasal

dari unsur PNI. Akibatnya, sejak pemilihan umum (Pemilu) 1971 yang pertama

pada masa Orde Baru sampai pemilu 1982 yang ketiga, perolehan suara PDI

selalu mengalami penurunan. Pada Pemilu 1971 dengan lima partai yang

bergabung dalam PDI diperoleh 9,3 persen dari seluruh jumlah suara pemilih

yang sah. Pada pemilu 1977 PDI memperoleh 8,6 persen suara, dan pada

Pemilu 1982 menjadi 7,9 persen. Buku ini digunakan untuk membahas tentang

permasalahan ke 3 tentang bagaimana wujud kemenangan PDI Perjuangan

pada pemilu legislatif tahun 2009 di Kabupaten Klaten.

Penulisan skripsi juga menggunakan sumber atau buku-buku lain

sebagai penunjang. Sumber-sumber atau buku-buku tersebut diambil

(27)

dan Partai Politik, Jakarta, Gramedia, 1982. C.S.T. Kansil, Memahami

Pemilihan Umum dan Referendum, Jakarta, Radar Jaya, 1986, hal.1. Miriam

Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,

2000, hal.160.

F. Landasan Teori 1. Demokrasi

Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang

menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk

menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu

hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu

memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional

implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk

menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam azas

demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.

Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa

pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah

pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai

kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan

kehidupan rakyat.10 Jadi negara demokrasi adalah negara yang

diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat atau jika

ditinjau dari sudut organisasi ia berarti suatu pengorganisasian negara yang

10

(28)

dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan

berada di tangan rakyat.11

Demokrasi, dalam konteks menimbang berarti bahwa masyarakat di

segala tingkatan dilibatkan dalam proses pembicaraan, perumusan dan

pengambilan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kehidupan

mereka sendiri. Atau seperti dikatakan oleh Arendt, komunitas politik secara

radikal demokratis. Karena politik adalah aktivitas publik, maka seseorang

tidak dapat menjadi bagian (terlibat) di dalamnya tanpa dalam arti tertentu

hadir di ruang publik. Terlibat dalam politik berarti secara aktif

berpartisipasi dalam berbagai forum publik, dimana keputusan-keputusan

yang berakibat pada komunitas diambil. Partisipasi seperti ini penting demi

pembentukan relasi manusiawi dan solidaritas antara warga negara.12

Prinsip terpenting demokrasi adalah kewarganegaraan (citizenship).

Ini mencakup hak untuk mendapat perlakuan sama dengan orang lain

berkenaan dengan penentuan pilihan-pilihan bersama, dan kewajiban pihak

yang berwenang melaksanakan pilihan tersebut untuk bertanggungjawab

pada dan membuka akses terhadap seluruh rakyat. Sebaliknya, prinsip ini

juga membebankan kewajiban pada rakyat, untuk menghormati keabsahan

pilihan-pilihan yang dibuat bersama secara sengaja, dan hak penguasa untuk

bertindak dengan kewenangan (dan paksaan, kalau perlu), untuk mendorong

efektivitas pilihan-pilihan ini, serta untuk melindungi negara dari

ancaman-ancaman atas kelangsungannya.

11Amirmacmud., “Demokrasi. Undang

-Undang dan Peran Rakyat”,dalam PRISMA No. 8 LP3ES, Jakarta, 1984.

12

(29)

Ciri-ciri Demokrasi:

1. Adanya jaminan HAM (pasal 28A-J UUD 1945).

2. Adanya jaminan kemerdekaan bagi warga Negara untuk berkumpul dan

beroposisi.

3. Perlakuan dan kedudukan sama bagi seluruh warga Negara dalam hukum

(pasal 27 ayat 1 UUD).

4. Kekuasaan yang dikontrol oleh rakyat melalui perwakilan yang dipilih

rakyat.

5. Jaminan kekuasaan yang telah disepakati bersama.13 Unsur – unsur Demokrasi :

1. Kebebasan

Kebebasan adalah keleluasan untuk membuat pilihan terhadap beragam

pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan

bersama atas kehendak sendiri, tanpa tekanan dari pihak manapun. Namun,

kebebasan bukan keleluasan untuk melakukan segala hal tanpa batas.

Kebebasan harus digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi

masyarakat, dan dengan cara yang tidak melanggar tata aturan yang sudah

disepakati bersama.

2. Persamaan

Tuhan menciptakan setiap manusia sebagai pribadi yang unik. Namun,

demokrasi berpandangan bahwa manusia yang berbeda-beda itu

hakikatnya sama sederajat. Demokrasi tidak berpendirian bahwa manusia

itu semuanya sama, melainkan berbeda satu sama lain. Tetapi disamping

perbedaanya, manusia itu sesungguhnya sama derajat di depan Allah, sama

derajat dalam nilainya dan harga keluhurannya sebagai manusia (dignity of

13Guillermo O’Donnell, dkk, Transisi Menuju Demokrasi

(30)

man as human being) dalam masyarakat, sama kedudukan di dalam

hukum, politik, dan sebagainya.

3. Solidaritas

Solidaritas atau kesetiakawanan adalah kesediaan untuk memperhatikan

kepentingan dan bekerja sama dengan orang lain. Nilai solidaritas

mengikat manusia yang sama-sama memiliki kebebasan untuk

mempertimbangkan kepentingan pihak lain. Dalam kehidupan demokratis

di kenal „agree to disagree‟ yang berarti ’setuju untuk tidak setuju’.

Ungkapan itu menunjukan adanya prinsip solidaritas ; sebab, walau

berbeda pandangan atau kepentingan, para pihak tetap sepakat untuk

mempertahankan kesatuan/ikatan bersama.

4. Toleransi

Toleransi adalah sikap atau sifat toleran. Bersikap toleran artinya bersikap

menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian

(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya)

yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri.

5. Menghormati Kejujuran

Kejujuran adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran. Kejujuran

diperlukan agar hubungan antar pihak berjalan dengan baik dan tidak

menimbulkan benih – benih konflik di masa depan. Kejujuran dalam

komunikasi antar warga negara amat diperlukan bagi terbangunnya

solidaritas yang kokoh antar sesama pendukung masyarakat demokratis.

(31)

terbuka kepada rakyat tentang bagaimana semua keputusan pemerintah

dibuat, dan atas pertimbangan apa sebuah kebijakan dipilih di antara

sejumlah alternatif kebijakan yang ada.

6. Menghormati Penalaran

Penalaran adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan

tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang

lain. Kebiasaan memberi penalaran akan membutuhkan kesadaran bahwa

ada banyak alternatif sumber informasi dan ada banyak kemungkinan cara

untuk mencapai tujuan.

7. Keadaban

Keadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin atau kebaikan

budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan

penghormatan dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain sebagaimana

dicerminkan oleh sopan santun dalam bertindak, termasuk penggunaan

bahasa tubuh dan berbicara yang beradap.

2. Organisasi Politik

Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa organisasi politik

adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara

aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara

dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan

pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti

memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum,

(32)

hubungan contacting dengan pejabat pemerintah atau negara parlemen dan

sebagainya.14 Dimana warga negara memiliki kesempatan untuk

berpartisipasi dalam politik lewat mengambil bagian dalam memerintah dan

diperintah, karena semua warga negara adalah bebas dan sederajat. 15

Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk

partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela

melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan

pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tak langsung dalam

pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan-kegiatan ini mencakup

kegiatan memilih dalam pemilihan umum, menjadi anggota golongan politik

seperti partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan, duduk dalam

lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan

komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan itu,

berkampanye, dan menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya.16

Ciri-ciri Organisasi, yaitu :

1. Adanya komponen (atasan dan bawahan) 2. Adanya kerja sama

3. Adanya sasaran 4. Adanya tujuan

5. Adanya keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati 6. Adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas. Adapun Unsur – unsur Organisasi Politik itu sendiri, yaitu : 1. Adanya manusia,

7. Adanya kerangka / konstruksi mental Organisasi.

14

Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta, Gramedia, 1982.

15

Yosef Keladu Koten, Partisipasi Politik, Flores, Ledalore, 2010.

16

(33)

3. Pemilihan Umum

Sesuai namanya, pemilihan umum itu harus dilakukan dengan dasar

umum. Pada pokoknya, seluruh rakyat harus mendapat kesempatan untuk

memilih wakil-wakilnya. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dengan

yang miskin, antara ningrat dengan marhaen, antara laki-laki dengan

perempuan, antara yang pandai tulis-baca dengan yang buta huruf, dll.17

Berdasarkan daftar peserta partai politik, sistem pemilihan umum

terbagi 2 jenis yaitu :18

a. sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto

peserta partai politik.

b. Sistem Tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai

politik tertentu. Kedua sistem memiliki persamaan yaitu pemilih

memilih nama tokoh yang sama dimana tokoh-tokoh tersebut bisa

bermasalah di depan publik.

Berdasarkan perhitungan, sistem pemilihan umum terbagi 3 jenis

yaitu:

a. Sistem distrik yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta politik

mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya :

Mayoritas mutlak (First Past The Post/FPTP), suara alternatif (Block

Vote/BV), Sistem putaran dua (Two Round System/TRS).

b. Sistem semi proporsional, yaitu perhitungan sistem distrik yang

menjembatani proporsional.

17

Yunan Nasution, Konstituante Parlemen dan Pemilihan Umum, Jakarta, Pustaka Antara, 1953, hal. 28.

18

(34)

c. Sistem proporsional, yaitu perhitungan rumit yaitu calon peserta politik

mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih.

Sistem pemilihan umum yang digunakan di Indonesia menurut UU

No.10 tahun 2009 tentang pemilu legislatif Pasal 36, Ayat 3 dan 5,

menggunakan sistem stelsel aktif. Dalam sistem ini menyebutkan, lembaga

penyelenggara pemilu sampai pada tingkatan paling bawah yaitu Panitia

Pemungutan Suara (PPS) hanya menentukan Daftar Pemilih Sementara

(DPS). Kemudian, DPS tersebut diumumkan di tempat-tempat terbuka dan

mudah diakses oleh publik selama 7-14 hari untuk mendapatkan masukan

dan tanggapan masyarakat dan peserta pemilu. Hal ini diperkuat oleh

Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Tahapan, Program dan

Jadwal Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam aturan tersebut, KPU

memberikan waktu tertentu bagi masyarakat dan peserta pemilu untuk

melakukan cross check atas validasi daftar pemilih yang diumumkan.

Secara umum, mekanisme pendaftaran pemilih dalam sistem pemilu

di Indonesia menggunakan dua pola: pertama stelsel aktif sebagaimana

diterapkan pada pemilu legislatif 2009 lalu, dan kedua stelsel pasif seperti

pada pemilu 1999 dan 2004. Pada stelsel aktif, pemilih yang telah

memenuhi syarat 17 tahun dan sudah pernah kawin untuk “mendaftarkan”

dirinya kepada Panitia Pemilih Suara (PPS). Berbeda dengan stelsel aktif,

pada stelsel pasif pemilih “didaftar” oleh PPS. Pada pola pertama, pemilih

(35)

kedua, PPS berkewajiban mendaftar pemilih karena itu merupakan hak

bagi si pemilih.

Menurut C.S.T. Kansil, pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana

pelaksanaan asas Kedaulatan Rakyat berdasarkan Pancasila (Demokrasi

Pancasila) dalam negara Republik Indonesia.19 Tujuan pemilu adalah untuk

memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam dewan

permusyawaratan maupun dewan perwakilan. Wakil-wakil rakyat yang

terpilih akan membawakan aspirasi rakyat dalam membangun dan

mempertahankan Negara Indonesia. Dalam setiap penyelenggaraan pemilu

di Negara Indonesia, terdapat tiga unsur yang ikut secara aktif yaitu

organisasi sosial politik sebagai peserta pemilu. Kedua, pemerintah dengan

aparaturnya sebagai penyelenggara yang mempersiapkan prasarana,

gelanggang dan menciptakan iklim yang demokratis. Unsur yang ketiga

adalah rakyat sebagai pemilih dalam pemilihan umum. Secara universal

pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang

memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan yang

menurut Dahl, merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu

pemerintahan demokrasi di zaman modern. Bahkan pengertian demokrasi

sendiri secara sederhana tidak lain adalah suatu sistem politik di mana para

pembuat keputusan kolektif tertinggi dalam sistem itu dipilih melalui

pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala. Karena itu, pemilu tak hanya

berkaitan dengan kebutuhan pemerintah akan keabsahan kekuasaannya,

19

(36)

melainkan juga, bahkan barangkali yang terpenting sebagai sarana bagi

rakyat untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan mereka dalam

kehidupan bersama.20

Dalam penelitian ini, pemilihan umum yang dimaksud adalah pemilu

tahun 2009 yaitu pemilu yang dilaksanakan pada saat bangsa Indonesia

dalam pemerintahan transisi dan dalam rangka memenuhi tuntutan

Reformasi. Pemilu tahun 2009 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya

yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru, karena pemilu tahun 2009

lebih menjamin adanya kebebasan bagi rakyat untuk memilih partai yang

dianggap mampu menyalurkan aspirasinya. Selain itu juga ada kebebasan

bagi rakyat untuk mendirikan partai politik. Dalam penulisan skripsi ini,

yang akan dibahas adalah PDI Perjuangan, maka dalam usaha mencari

jawaban atas permasalahan yang ada diperlukan berbagai definisi atau

pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi ini agar lebih mudah

pemahamannya. Pertama-tama yang harus dimengerti adalah mengenai

partai politik khususnya PDI Perjuangan.

Menurut Miriam Budiardjo, partai politik adalah suatu kelompok yang

terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan

cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh

kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik biasanya dengan cara

konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.21

20

Syamsuddin Haris, dkk, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998, hal.7.

21

(37)

Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang sering disingkat PDI

Perjuangan adalah salah satu partai politik di Indonesia yang muncul setelah

Orde Baru berakhir. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merupakan

pecahan PDI pada masa Orde Baru, yakni partai yang selalu kalah dalam

pemilihan umum dan mempunyai peran besar dalam kehidupan politik.

Partai Demokrasi Indonesia dengan nama baru PDI Perjuangan muncul

menjelang Orde Baru tumbang. Hal ini disebabkan karena pemerintah pada

waktu itu hanya mengakui Partai Demokrasi Indonesia yang dipimpin oleh

Soerjadi, sehingga untuk membedakan PDI pimpinan Soerjadi dengan PDI

pimpinan Megawati menggunakan nama PDI Perjuangan.

Nama PDI Perjuangan selain untuk membedakan PDI pimpinan

Soerjadi juga ada hubungannya dengan perjuangan yang dilakukan oleh

partai tersebut. Dalam menghadapi berbagai hambatan yang ada, PDI

pimpinan Megawati juga harus berjuang melewati beberapa konggres yang

sering mengalami kemacetan akibat adanya dua kubu pendukung PDI

Megawati yang mengakibatkan konggres berjalan tidak lancar bahkan

seringkali konggres membawa korban yang ditandai dengan baku hantam

dan berakibat bentrokan yang sering kali terjadi antara kedua kubu tersebut.

Setelah berjuang melewati berbagai konggres akhirnya PDI Perjuangan

mampu berdiri dan mendapat dukungan yang luas dari berbagai kalangan

(38)

dalam Munas (Musyawarah Nasional) di Jakarta pada tahun 1993 walaupun

jalan kepemimpinannya tidak mulus dan rata.22

Syarat Keikutsertaan Dalam Pemilihan Umum :

Pasal 39

1. Partai Politik dapat menjadi peserta Pemilihan Umum apabila memenuhi

syarat-syarat sebagai berikut :

a.Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai

Politik;

b.Memiliki pengurus lebih dari ½ (setengah) jumlah propinsi di

Indonesia;

c.Memiliki pengurus lebih dari ½ (setengah) jumlah

kabupaten/kotamadya di propinsi sebagaimana dimaksud pada huruf b

d.Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik.

2. Partai Politik yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi persyaratan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat menjadi Peserta

Pemilihan Umum, namun keberadaannya tetap diakui selama partai

tersebut melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam

Undang-Undang tentang Partai Politik.

3. Untuk dapat mengikuti Pemilihan Umum berikutnya, Partai Politik

harus memiliki sebanyak 2% (dua per seratus) dari jumlah kursi DPR

atau memiliki sekurang-kurangnya 3% (tiga per seratus) jumlah kursi

DPRD I atau DPRD II yang tersebar sekurang-kurangnya di ½

(setengah) jumlah propinsi dan di ½ (setengah) jumlah

Kabupaten/Kotamadya seluruh Indonesia berdasarkan hasil Pemilihan

Umum.

4. Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang tidak memenuhi ketentuan

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak boleh ikut dalam Pemilihan

Umum berikutnya, kecuali bergabung dengan Partai Politik lain.

22

(39)

5. Pendaftaran Partai Politik untuk menjadi Peserta Pemilihan Umum,

diatur lebih lanjut dengan keputusan KPU.

Syarat Mengikuti Pemilihan Pada Pemilu :

1. Warga Negara Indonesia

2. Telah berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah

3. Terdaftar sebagai calon pemilih

4. Tidak sedang terganggu ingatannya atau sakit jiwa

5. Tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara atau pidana kurungan

6. Tidak sedang dicabut hak pilih berdasarkan keputusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

G. Metode Penelitian

Peristiwa atau kejadian tidak semuanya dapat direkonstruksi karena masa

lampau sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali dan dalam hidup

semua orang pastilah ada peristiwa, orang, kata-kata, pikiran-pikiran,

tempat-tempat, serta bayangan-bayangan yang ketika terjadi sama sekali tidak

menimbulkan kesan, atau yang kini telah dilupakan.23 Peristiwa yang terjadi

tidak semuanya dapat ditampilkan karena ada keterbatasan sumber. Peristiwa

yang terjadi pada saat itu juga tidak mempunyai arti apa-apa tetapi sesudah

peristiwa itu berlalu baru akan dirasakan keberartiannya. Peristiwa tersebut

dapat ditulis kembali untuk mengingat peristiwa tersebut.

Dalam penelitian ini menggunakan metode historis. Dalam mencari

sumber-sumber data untuk bahan penulisan, penulis menggunakan data

23

(40)

historis yang diperoleh dari literatur yang ada diperpustakaan dan sumber lain

yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada di kantor Kabupaten Klaten

dan wawancara. Dalam penelitian ini penulis mengambil teori dan konsep

sebagai pendukung penelitian serta mengikuti perkembangan penelitian dalam

bidang yang akan diteliti untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas

mengenai topik yang dipilih.

Skripsi ini ditulis dalam bentuk deskriptif analisis. Data-data ini diambil

berdasarkan permasalahan-permasalahan yang digunakan. Lebih lanjut

penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Klaten. Metode penelitian yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu metode sejarah dengan langkah-langkah

penelitian berikut ini:

1. Pengumpulan sumber ( Heuristik )

Sumber yang digunakan untuk menganalisis

permasalahan-permasalahan diatas diperoleh melalui sumber lisan dan tertulis.

Sumber lisan diperoleh melalui wawancara dengan nara sumber yang

berjumlah 6 orang, antara lain : wawancara dengan Ketua Umum PDI

Perjuangan Kabupaten Klaten, Sekretaris PDI Perjuangan Kabupaten

Klaten, Bendahara PDI Perjuangan Kabupaten Klaten,

Anggota-anggota DPRD Kabupaten dari Fraksi PDI Perjuangan, Kader PDI

Perjuangan Kabupaten Klaten dan dengan simpatisan PDI Perjuangan

Kabupaten Klaten. Sumber tertulis dalam penelitian ini diperoleh dari

(41)

tentang situasi Pemilihan Umum tahun 2009 di Kabupaten Klaten,

buku-buku yang membahas tentang partai politik.

2. Kritik sumber ( Verifikasi )

Kritik sumber sendiri diperlukan untuk mengetahui kebenaran dan

keaslian sumber. Jika setelah dilakukan perbandingan antara data yang

satu dengan yang lainnya diperoleh persamaan / kesesuaian isi, maka

data tersebut dapat digunakan sebagai sumber penelitian. Setelah

data-data diperoleh yang berkaitan dengan PDI Perjuangan dalam

pemilihan umum 2009 kemudian dilakukan kritik sumber.

3. Interpretasi ( Penafsiran Sumber )

Interprestasi ada dua macam yaitu analisis dan sintesis. Analisis adalah

menguraikan sebuah sumber yang mengandung beberapa

kemungkinan. Sintesis adalah penyatuan dari beberapa data.24 Dengan

adanya interpretasi maka dapat diperoleh fakta yang dapat

dipertanggungjawabkan dan dipercaya sehingga akan menghasilkan

susunan tulisan.

4. Historiografi ( Penulisan Sejarah )

Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah. Hal

ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari

metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin

akademik.25 Dilakukan dengan cara menyajikan hasil penelitian

24Ibid

., hal. 100-101.

25

(42)

menjadi satu bentuk tulisan sejarah sehingga dapat mempermudah

penyampaian peristiwa kepada pembaca.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika dari penulisan skripsi berjudul “ Kemenangan Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum Legislatif

Tahun 2009 di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten “ ini , yaitu :

Bab I atau Pendahuluan, antara lain berisi mengenai keterkaitan antara

latar belakang masalah dengan permasalahan yang akan dibahas. Didalam bab

ini juga diuraikan mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian

pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II tentang upaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)

dalam meraih kemenangan pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah

pemilihan I Kabupaten Klaten.

Bab III berisi tentang dukungan masyarakat bagi kemenangan Partai

Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam pemilu legislatif tahun 2009

di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten.

Bab IV berisi wujud kemenangan yang berhasil diraih Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah

pemilihan I Kabupaten Klaten.

Bab V berisi simpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan

(43)

28

BAB II

UPAYA PDI-P DALAM MERAIH KEMENANGAN PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN

KLATEN

A. Terbentuknya PDI Perjuangan

1. Perkembangan PDI

Partai Demokrasi Indonesia atau lebih dikenal dengan nama PDI

didirikan pada tanggal 10 Januari 1973. PDI merupakan fusi dari lima partai

politik yang berfaham Nasionalisme, Marhaenisme, Sosialisme, Kristen

Protestan, dan Kristen Katholik, yakni PNI, Ikatan Pendukung Kemerdekaan

Indonesia (IPKI), Partai Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai

Katholik.1 PNI sebagai partai bermassa terbesar dalam PDI yang didirikan

oleh Soekarno, mempunyai basis massa di Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Pada awal berdirinya PDI pada tahun 1973 dipimpin Oleh Mohammad

Isnaeni. PDI mempunyai komitmen ideologi Pancasila sebagai dasar

perjuangannya.

Setelah terbentuk, PDI tidak lepas dari berbagai macam konflik yang

terjadi di dalam tubuh partai. Konflik yang terjadi dalam tubuh PDI, antara

lain : pada tahun 1977 yang melibatkan tokoh-tokoh dari unsur PNI. Konflik

tersebut terjadi antara Sanusi-Asep dari kubu garis keras, dan Isnaeni-Sunawar

dari kubu moderat. Pemicu dari konflik antara kubu Isnaeni-Sunawar dan

1

(44)

Sanusi-Asep, yakni tentang pengklaiman kepemimpinan PDI. Konflik tersebut

akhirnya dapat di selesaikan karena adanya campur tangan pihak pemerintah,

yakni dengan adanya penetapan kubu Isnaeni-Sunawar sebagai pengurus DPP

PDI. Campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, dilakukan

sebagai usaha untuk menyingkirkan tokoh-tokoh radikal yang dianggap

membahayakan posisi pemerintah Orde Baru.2

Dalam perkembangan selanjutnya, konflik yang terjadi dalam tubuh

PDI masih terus berlanjut. Hal ini nampak pada saat penyelenggaraan Kongres

ke III PDI (15-17 April 1986) di Jakarta. Hal yang memicu terjadinya konflik

adalah terpilihnya Soejardi sebagai Ketua Umum DPP PDI, sebab sebelum

pelaksanaan Kongres III PDI tidak dicalonkan menjadi Ketua Umum DPP

PDI, sedangkan tokoh yang banyak memperoleh dukungan dari para peserta

kongres yakni Harjanto Somodisastro justru tidak terpilih menjadi Ketua

Umum DPP PDI pada pelaksanaan Kongres III PDI. Konflik tersebut akhirnya

dapat diselesaikan, karena adanya campur tangan pemerintah berupa

penetapan Soejardi sebagai Ketua DPP PDI. Berbagai masalah yang timbul

dalam tubuh PDI semenjak berdirinya PDI hingga tahun 1986, membuat

perolehan suara PDI pada setiap pelaksanaan pemilu kurang memuaskan jika

dibandingkan dengan dua parpol lain peserta pemilu.3

Pada saat pelaksanaan pemilihan umum tahun 1987 dan 1992, PDI

mengalami peningkatan dalam hal perolehan suara, jika dibandingkan pada

pelaksanaan pemilihan umum tahun 1972 dan 1982. Peningkatan perolehan

2Ibid,

hal. 55.

3Ibid,

(45)

suara PDI pada pelaksanaan pemilihan umum 1987, dipengaruhi oleh dua

faktor yakni :

a. Faktor ekstern, yang mendukung peningkatan perolehan suara PDI pada

pelaksanaan pemilihan umum tahun 1987 karena PPP mengalami

penurunan dalam hal perolehan suara akibat kembalinya NU ke Khitah

1926.

b. Faktor Intern, yang mendukung peningkatan perolehan suara PDI pada

pelaksanaan pemilihan umum tahun 1987, karena PDI menghadirkan

Megawati Soekarnoputri sebagai juru bicara kampanye.4

Kehadiran Megawati Soekarnoputri pada pelaksanaan kampanye PDI

tahun 1987 ternyata berhasil menarik massa, ini dibuktikan dengan banyaknya

massa yang menghadiri kampanye PDI, pada saat Megawati Soekarnoputri

sebagai juru bicara dalam kampanye. Kehadiran Megawati Soekarnoputri

dalam kampanye PDI pada tahun 1987, ternyata berhasil menaikkan jumlah

perolehan suara PDI dalam pemilihan umum tahun 1987 sebanyak 10,87%

dan menempatkan wakil-wakilnya di DPR sebanyak 40 orang. Sedangkan

peningkatan perolehan suara PDI pada pemilihan umum tahun 1992, yakni

akibat dari perekrutan secara resmi Megawati Soekarnoputri dan Guruh

Soekarnoputra dalam susunan struktur organisasi PDI.5 Perekrutan secara

resmi Megawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra dalam jajaran

struktur organisasi PDI pada tahun 1992, ternyata mampu memberikan

4

Tempo, PDI dan Pemilu, 25 Desember 1993, hal. 23-24.

5

(46)

sumbangan dalam perolehan suara PDI pada pelaksanaan pemilihan umum

tahun 1992, sebanyak 14,90%.6

Pada perkembangan selanjutnya, eksistensi PDI tidak bisa lepas dari

figur Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI periode

1993-1996. Karier Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI,

diawali ketika pada pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di asrama

Haji Sukokilo Surabaya pada tahun 1993, Megawati Soekarnoputri dicalonkan

menjadi Ketua Umum DPP PDI. Namun ada upaya dari orang-orang yang

berada dalam tubuh organisasi PDI yang mendapat dukungan dari pihak

pemerintah, untuk mencegah langkah dari Megawati Soekarnoputri menjadi

Ketua Umum DPP PDI. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk

mencegah langkah Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI,

yakni dengan cara pelarangan penggunaan sistem floor oleh Yogi S. Memet.

Dalam pemilihan Ketua Umum DPP PDI dihimbau untuk

menggunakan sistem formatur dalam pemilihan Ketua Umum DPP PDI, yang

dianggap oleh Yogi S. Memet sesuai dengan ciri musyawarah dan mufakat di

Indonesia. Himbauan dari pemerintah dalam penggunaan sistem formatur

dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP PDI tersebut dinilai oleh

para pengamat politik sangat menguntungkan posisi Budi Harjono untuk

menjadi Ketua Umum DPP PDI. Sebab jika dalam pemilihan Ketua Umum

DPP PDI menggunakan sistem floor,semua peserta KLB berhak memberikan

6

(47)

suaranya secara langsung dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP

PDI menggunakan sistem formatur seperti yang dianjurkan oleh pemerintah.

Para peserta KLB dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP PDI

tidak menggunakan hak pilihnya secara langsung dalam pemilihan Ketua DPP

PDI. Tetapi hanya bisa menyetujui calon Ketua Umum DPP PDI yang sudah

ditetapkan oleh tim khusus, atau bisa dikatakan bahwa jika dalam pelaksanaan

pemilihan Ketua Umum DPP PDI menggunakan sistem formatur seolah-olah

para peserta KLB hanya sebagai penggembira saja. Sebab hanya bisa bersikap

menyetujui tentang calon Ketua Umum DPP yang telah ditetapkan oleh tim

formatur. Dengan adanya anjuran dari pemerintah untuk menggunakan sistem

formatur, menurut Riswanda Imawan merupakan salah satu bentuk upaya

yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah langkah dari Megawati

Soekarnoputri untuk menjadi Ketua Umum DPP PDI. Anjuran dari

pemerintah agar menggunakan sistem formatur dalam pelaksanaan pemilihan

Ketua Umum DPP PDI pada pelaksanaan KLB di asrama Haji Sukokilo

ditolak oleh para peserta KLB, sebab para peserta KLB beranggapan bahwa

penggunaan sistem floor merupakan cara terbaik (sesuai dengan asas

demokrasi). Mereka belajar dari kenyataan yang selama ini terjadi, bahwa

sistem formatur selalu melahirkan elit yang kurang aspiratif terhadap

dinamika partai.7

Akhirnya setelah usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk

menghambat langkah Megawati Soekarnoputri untuk menjadi Ketua Umum

7

(48)

DPP PDI dapat diatasi. Maka pada tanggal 6 Desember 1993 akhirnya

Megawati Soekarnoputri berhasil menjadi Ketua Umum DPP PDI periode

1993-1998, secara de facto. Keberhasilan dari Megawati Soekarnoputri

menjadi Ketua Umum DPP PDI secara de facto, tidak terlepas dari peranan

“tim sukses”, yang mendukung langkah Megawati Soekarnoputri menjadi

Ketua Umum DPP PDI. Adapun nama-nama “tim sukses” yang secara khusus

mempunyai peranan terhadap keberhasilan Megawati Soekarnoputri menjadi

Ketua Umum DPP PDI secara de facto, antara lain: Taufik Kiemas, Aberson

Marle Sihaloho, Sophan Sophiaan, Djati Koesumo, Mangara Siahaan,

Suparlan, Gusti Bahar, dan Sidik Singadekane.8

Taufik Kiemas (suami Megawati Soekarnoputri) memiliki peran yang

sangat besar dalam mendorong Megawati Soekarnoputri untuk dapat

menduduki kursi tertinggi di PDI. Taufik Keimas tidak hanya memberikan

dorongan moral pada Megawati Soekarnoputri, tetapi ia juga memberikan

sumbangan dana yang berasal dari keuntungan pompa bensin miliknya di

Jakarta untuk mendukung keberhasilan Megawati Soekarnoputri menjadi

Ketua Umum DPP PDI.9 Dana tersebut digunakan untuk pengadilan soal

sengketa dengan Suryadi yang terkait kasus kudati 27 Juli 1996. Nama

berikutnya yang dianggap berjasa dalam mensukseskan Megawati

Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI secara de facto, yakni Aberson

Marle Sihaloho. Ia merupakan salah satu orang yang mengajak dan membujuk

Megawati Soekarnoputri agar bersedia bergabung dalam organisasi PDI pada

8

Ahmad Bahar, Biografi Megawati Soekarnoputri 1993-1996, Yogyakarta, PT Pena Cendekia, 1996, hal. 55-56.

9Ibid,

(49)

tahun 1987. Keberhasilan Aberson dalam mensukseskan langkah Megawati

Soekarnoputri dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP PDI pada

pelaksanaan KLB di asrama Haji Sukokilo Surabaya.

Sementara itu Sophan Sophiaan dinilai sukses mengangkat Megawati

Soekarnoputri, sebagai dampak dari keberhasilannya melobi dan mengajak

DPC PDI Sulawesi Selatan untuk mendukung pencalonan Megawati

Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI. Di samping itu ia dinilai

sangat pandai dalam menggaris bawahi setiap komentar dari para pejabat

pemerintah yang dirasa tidak keberatan terhadap pencalonan dari Megawati

Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI. Djati Kusumo secara khusus

mempunyai peranan dalam hal pengerahan massa yang berjumlah sekitar

seratus orang di rumah Megawati Soekarnoputri, tujuan dari adanya

pengerahan massa di rumah Megawati Soekarnoputri yakni untuk memberikan

citra bahwa pencalonan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP

PDI mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat. Peranan dari Mangara

Siahaan dalam rangka mensukseskan pencalonan Megawati Soekarnoputri

sebagai Ketua Umum DPP PDI, yakni melakukan berbagai macam usaha

untuk menepis sejumlah isu yang berkembang di masyarakat dan KLB yang

bertujuan menggagalkan usaha Megawati Soekarnoputri untuk menjadi Ketua

Umum DPP PDI.10

10Ibid,

(50)

2. Perpecahan PDI dan Lahirnya PDI Perjuangan

Setelah Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI

periode 1993-1998 secara de facto. Dalam perkembangan selanjutnya berkat

adanya desakan yang kuat dari masa arus bawah terhadap pemerintah agar

mau mengakui Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI,

akhirnya pemerintah terpaksa mau mengakui Megawati Soekarnoputri sebagai

Ketua Umum DPP PDI. Dengan adanya pengakuan secara resmi dari

pemerintah tentang kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum

DPP PDI periode 1993-1998, maka dua minggu setelah pelaksanaan KLB PDI

di Surabaya kemudian PDI mengadakan Musyawarah Nasioanal (MUNAS) di

Jakarta, untuk meresmikan kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua

Umum DPP PDI periode 1993-1998.

Setelah menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1996,

ternyata Megawati Soekarnoputri dan para pendukungnya mendapatkan

banyak tekanan baik mental maupun fisik. Adapun bentuk-bentuk tekanan

tersebut, antara lain adanya perseteruan yang terjadi dalam tubuh DPD PDI di

Jawa Timur tentang dualisme kepemimpinan, antara Latif Pujasakti dan

Sucipto. Perseteruan antara Latif Pujasakti dan Sucipto ini bermula dari

masalah klaim kepemimpinan. Baik pihak Sucipto maupun Latif Pujasakti,

masing-masing pihak merasa paling berhak untuk menduduki jabatan sebagai

Ketua DPD PDI Jawa Timur.

Sucipto merasa berhak menduduki jabatan Ketua DPD PDI Jawa Timur

(51)

DPP PDI No. 043 Tahun 1994. Sedangkan Latif Pujosakti merasa dirinya

yang paling berhak menduduki jabatan Ketua DPP PDI Jawa Timur, karena

mendapat dukungan dari Gubernur Jawa Timur (Basofi Sudirman). Namun

pertikaian antara Sucipto dan Latif ini bisa diselesaikan berkat adanya

dukungan yang kuat dari masa arus bawah, yang berusaha mencegah upaya

untuk menjatuhkan kepengurusan PDI yang sah.11

Tekanan paling berat yang dirasakan oleh PDI pada masa pemerintahan

Orde Baru, yakni adanya upaya dari pemerintah Orde Baru untuk memecah

belah PDI. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecah belah PDI

berupa pelaksanaan Kongres di Medan pada tanggal 20-22 Juni 1996 atau

lebih dikenal dengan nama Kongres Medan. Pelaksanaan Kongres Medan

tersebut diprakarsai oleh 16 anggota DPP PDI yang dipimpin oleh Fatimah

Ahmad, dan mendapat dukungan dari pemerintah. Adapun dalih dari

pemerintah memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Kongres Medan,

karena pemerintah menganggap kepemimpinan Megawati Soekarnoputri tidak

konstitusional. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah Orde Baru terhadap

penyelenggaraan Kongres Medan untuk menggusur kedudukan Megawati

Soekarnoputri menurut beberapa pengamat politik, merupakan salah satu

bentuk ketakutan pemerintah Orde Baru terhadap kekuatan dari para

pendukung PDI, yang dikhawatirkan akan menjadi pemenang dalam

pelaksanaan pemungutan suara pemilihan umum tahun 1997.12

11

Achmad Bahar, op-cit., hal. 83-84.

12

Gambar

gambar partai politik kepada kader, simpatisan, dan sebagian warga
Tabel 3 Hasil Perbandingan Ketiga Partai Dalam Rekapitulasi Perhitungan Suara Pada Pemilu Legislatif Tahun 2009 Di Kabupaten Klaten
gambar lainnya. Figur Sukarno ini memiliki kharisma tersendiri bagi masyarakat
gambar-gambar dan kenyataannya dalam setiap putaran kampanye
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peneliti dengan mengucapkan terima kasih kepada Direktur Akademi Pariwisata Medan yang telah bekenan memberikan kesempatan dalam melaksanakan penelitian yang berjudul :

Kandungan LK yang diperoleh dari penelitian ini pada kisaran normal yaitu antara 2,699% - 3,391%, sesuai dengan pendapat Haryanto (2012) yang menyatakan bahwa

Hasil analisis data menunjukkan bahwa jika dilihat secara parsial masing-masing variabel bebas, dimana variabel perencanaan, kualitas dokumen kontrak, pengendalian biaya

Setelah memilih tampilan selanjutnya akan muncul kode pada layar guru yang harus dimasukkan murid-murid ke dalam handphone seperti pada gambar 7, sedangkan

Simpulan: Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kadar kreatinin serum pada pasien penyakit ginjal kronik stadium 5 non dialisis2. Kata kunci:

dosis rendah tinta cumi (10 mg/kgbb/day), dan kelompok pemberian dosis tinggi tinta cumi(100mg/kgbb/day) selama 14 hari percobaan menujukkan hasil pengukuran kadar Hb

Dari uraian informasi dan masalah yang terjadi diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan pengembangan aplikasi yang ber judul “ RANCANG BANGUN SISTEM

1) Kegiatan penilaian surat masuk sebenarnya sudah mulai dilaksanakan pada tahap pencatatan, yaitu pada waktu menilai sementara apakah surat masuk termasuk yang