ABSTRAK
KEMENANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH
PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN
Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma
2015
Tujuan penelitian ini untuk menjawab permasalahan mengenai : (1) Upaya PDI Perjuangan dalam meraih kemenangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (2) Dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (3) Wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI Perjuangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten.
Metode yang digunakan adalah metode sejarah meliputi: pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), penafsiran sumber (interpretasi) dan penulisan sejarah (historiografi). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dan sosiologi. Model penulisan bersifat deskriftif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa(1) Upaya yang dilakukan PDI Perjuanganberupa konsolidasi organisasi, konsolidasi program, konsolidasi kader dan simpatisan, serta sosialisasi program.(2) Dukungan masyarakat Kabupaten Klatendapat dilihat dari berbagai aktivitas para kader dan simpatisan yang secara sukarela mendirikan posko-posko. Selain itu juga melakukan pemasangan umbul-umbul, pamflet, bendera dan poster yang berisi ajakan pada para anggota masyarakat untuk memilih PDI Perjuangan pada pelaksanaan pemilu 2009.(3) Wujud kemenangan PDI Perjuangandi Kabupaten Klaten berupa perolehan suaraterbanyak di tingkat kabupaten sebesar 40,1% dan unggul di 24 kecamatan dari 26 kecamatan se-Kabupaten Klaten.
ABSTRACT
THE VICTORY OF INDONESIAN DEMOCRATIC PARTY STRUGGLE IN THE 2009 LEGISLATIVE ELECTION IN THE ELECTROLAT DISTRICT 1
IN THE KLATEN REGENCY
Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma
2015
The purpose of this study was to answer the question about: (1). PDI effort in attaining victory in the 2009 election in the Klaten Regency, (2). Public supports for
the PDI’s victory in the 2009 elections in Klaten Regency, (3). Manifestation achieved by PDI-P in the 2009 election in the Klaten Regency.
The methods used in this studywere historical study consisting of five stages, which are : the topic selection, data gathering (heuristik), source criticism (verifikasi), interpretation and historiography. It used political and sociological approach and was written using descriptive analysis.
The results of this study show that (1) The PDI-P efforts can be identified in the form of organizational consolidation, program consolidation, cadres and sympathizers consolidation, as well as program socialization (2) The public support from the citizens in Klaten regency can be seen from the various activities of the cadres and sympathizers who voluntarily establish a some posts. Besides, they were also installing banners, pamphlets, flags and posters containing an invitation to all of the residents to elect the PDI-P in the implementation of the 2009 general election (3) The form of the PDI-P victory was gained through voting in the level of regency by 40,1% and winning in 24 of 26 districts in Klaten Regency.
i
KEMENANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMILIHAN UMUM
LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I
KABUPATEN KLATEN
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh:
Lambertus Dodik Prasetyo NIM : 101314026
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk :
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu memberikan
perlindungan dalam menjalani hidup
2. Orangtua dan adik saya yang selalu mendoakan, mendukung dan memberi
semangat
3. Teman-teman Prodi Pendidikan Sejarah, khususnya angkatan 2010 atas
v MOTTO
Majulah tanpa menyingkirkan oranglain, naiklah tinggi tanpa menjatuhkan oranglain
Hidup adalah tantangan, jangan dengarkan omongan orang yang penting kerja, kerja dan kerja. Kerja akan menghasilkan sesuatu, sementara omongan hanya
menghasilkan alasan.
viii ABSTRAK
KEMENANGAN PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (PDI-P) DALAM PEMILIHAN UMUM LEGISLATIF TAHUN 2009 DI
DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN
Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma
2015
Tujuan penelitian ini untuk menjawab permasalahan mengenai : (1) Upaya PDI Perjuangan dalam meraih kemenangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (2) Dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten, (3) Wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI Perjuangan pada pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten.
Metode yang digunakan adalah metode sejarah meliputi: pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), kritik sumber (verifikasi), penafsiran sumber (interpretasi) dan penulisan sejarah (historiografi). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan politik dan sosiologi. Model penulisan bersifat deskriftif analitis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa(1) Upaya yang dilakukan PDI Perjuanganberupa konsolidasi organisasi, konsolidasi program, konsolidasi kader dan simpatisan, serta sosialisasi program.(2) Dukungan masyarakat Kabupaten Klatendapat dilihat dari berbagai aktivitas para kader dan simpatisan yang secara sukarela mendirikan posko-posko. Selain itu juga melakukan pemasangan umbul-umbul, pamflet, bendera dan poster yang berisi ajakan pada para anggota masyarakat untuk memilih PDI Perjuangan pada pelaksanaan pemilu 2009.(3) Wujud kemenangan PDI Perjuangandi Kabupaten Klaten berupa perolehan suaraterbanyak di tingkat kabupaten sebesar 40,1% dan unggul di 24 kecamatan dari 26 kecamatan se-Kabupaten Klaten.
ix ABSTRACT
THE VICTORY OF INDONESIAN DEMOCRATIC PARTY STRUGGLE IN THE 2009 LEGISLATIVE ELECTION IN THE ELECTROLAT
DISTRICT 1 IN THE KLATEN REGENCY
Lambertus Dodik Prasetyo Universitas Sanata Dharma
2015
The purpose of this study was to answer the question about: (1). PDI effort in attaining victory in the 2009 election in the Klaten Regency, (2). Public
supports for the PDI’s victory in the 2009 elections in Klaten Regency,
(3). Manifestation achieved by PDI-P in the 2009 election in the Klaten Regency. The methods used in this studywere historical study consisting of five stages, which are : the topic selection, data gathering (heuristik), source criticism (verifikasi), interpretation and historiography. It used political and sociological approach and was written using descriptive analysis.
The results of this study show that (1) The PDI-P efforts can be identified in the form of organizational consolidation, program consolidation, cadres and sympathizers consolidation, as well as program socialization (2) The public support from the citizens in Klaten regency can be seen from the various activities of the cadres and sympathizers who voluntarily establish a some posts. Besides, they were also installing banners, pamphlets, flags and posters containing an invitation to all of the residents to elect the PDI-P in the implementation of the 2009 general election (3) The form of the PDI-P victory was gained through voting in the level of regency by 40,1% and winning in 24 of 26 districts in Klaten Regency.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Bapa di surga yang telah melimpahkan rahmat,
anugerah, dan kasihNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 Di Daerah Pemilihan I Kabupaten
Klaten”. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dalam bidang Pendidikan Sejarah di
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini dapat diselesaikan berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan yang berkenan memberi
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang berkenan
memberi kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang berkenan memberi
kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi.
4. Dra. Th. Sumini, M.Pd dan Drs. A. K. Wiharyanto, M.M sebagai dosen
pembimbing yang berkenan memberikan pengarahan, bimbingan dan
masukan kepada penulis selama menyusun skripsi ini.
5. Semua dosen Program Studi Pendidikan Sejarah yang pernah
membimbing dan memberikan ilmunya kepada penulis selama kuliah.
6. Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Klaten yang telah memberikan ijin
penelitian kepada peneliti.
7. Bapak Sutarjo, Wakil Ketua Bidang Ideologi dan Kaderisasi DPC PDI
Perjuangan Kabupaten Klaten atas bantuannya kepada penulis selama
mengadakan penelitian.
8. Ketua KPU Kabupaten Klaten yang memberikan ijin penelitian kepada
xii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Kajian Pustaka ... 9
F. Landasan Teori ... 12
G. Metode Penelitian ... 24
H. Sistematika Penelitian ... 27
BAB II UPAYA PDI-P DALAM MERAIH KEMENANGAN PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN A. Terbentuknya PDI Perjuangan ... 28
1. Perkembangan PDI ... 28
2. Perpecahan PDI dan Lahirnya PDI Perjuangan ... 35
xiii
B. Persiapan PDI Perjuangan Untuk Meraih Kemenangan ... 48
1. Konsolidasi Struktur Partai ... 50
2. Konsolidasi Non Struktur Partai ... 52
C. Strategi PDI Perjuangan Untuk Meraih Kemenangan ... 63
BAB III DUKUNGAN MASYARAKAT BAGI KEMENANGAN PDI-P DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN A. Bidang Pengabdian Masyarakat ... 65
B. Pendekatan PDI Perjuangan ... 71
C. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemilihan Umum ... 78
BAB IV WUJUD KEMENANGAN YANG BERHASIL DIRAIH PDI-P PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN KLATEN A. Faktor-Faktor Yang Mendorong Kemenangan PDI Perjuangan ... 85
1. Faktor Umum ... 85
2. Faktor Khusus ... 87
B. Keberhasilan PDI Perjuangan Dalam Pemilu 2009 ... 90
C. Hasil Perolehan Suara Pemilu ... 93
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 102
DAFTAR PUSTAKA ... 104
1
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Masalah
Partai politik adalah alat yang paling ampuh bagi manusia untuk mencapai
tujuan-tujuan politiknya. Berdasarkan urgensi partai politik inilah muncul pemeo
dalam masyarakat, politisi modern tanpa partai politik sama dengan ikan yang
berada di luar air. Hubungan antara partai sebagai institusi yang menjadi alat
manusia untuk mengendalikan kekuasaan dengan masyarakatnya sangat erat.
Sebagai alat yang paling ampuh partai politik dalam perkembangannya telah
menampakkan sejarahnya dalam pasang naik dan pasang surut pada kurun waktu
dan tempat tertentu, tergantung dengan kebudayaan yang dianut oleh suatu
masyarakat. Sebagai suatu warisan dari dunia Barat maka persepsi masyarakat
terhadap partai politik juga terpengaruh oleh kebudayaan masyarakat yang
melahirkan itu.1
Partai politik di Indonesia pertama kali lahir pada zaman kolonial sebagai
manifestasi bangkitnya kesadaran nasional. Organisasi dan partai yang muncul
pada zaman itu dilandasi oleh tujuan atau asas politiknya masing-masing dan
memainkan peran penting dalam berkembangnya pergerakan nasional. Beberapa
organisasi dan partai bergerak melalui Volksraad yang berdiri tahun 1918. Selain
itu, di luar Volksraad dibentuk GAPI (Gabungan Politik Indonesia yang
merupakan gabungan partai-partai beraliran nasional) pada tahun 1939.
Sedangkan tahun 1937 dibentuk MIAI (Majelis Islamil a’laa Indonesia yang
1
merupakan gabungan partai-partai beraliran Islam). Mereka sepakat membentuk
Komite Rakyat Indonesia.2
Partai politik mulai lebih leluasa bergerak pada zaman Orde Baru tahun
1966-1998. Pemerintah Orde Baru melakukan pembaharuan struktur politik
dengan cara menyederhanakan sistem kepartaian. Penyederhanaan sistem
kepartaian dilakukan dengan pengelompokan partai politik menjadi tiga
kelompok yang meliputi Golongan Nasionalis, Golongan Spiritual, dan
Golongan Karya. Tanggal 4 Maret 1970 terbentuk Golongan Spiritual yang
terdiri dari NU, Parmusi, PSII dan Perti. Selanjutnya pada tanggal 10 Januari
1973 Golongan Nasionalis diresmikan menjadi Partai Demokrasi Indonesia
(PDI).
Memasuki Era Reformasi pada tahun 1998-1999, terjadi pengalihan
jabatan kepresidenan dari Soeharto kepada B. J. Habibie dan rencana
pelaksanaan pemilu 1999. Pada saat itu B. J. Habibie mencabut larangan
pendirian partai-partai politik dan organisasi lainnya, sehingga pemilu 1999
merupakan pemilu dengan sistem multi partai.3 PDI dibentuk pada 10 Januari
1973. Pembentukan PDI sebagai hasil fusi dari lima politik (parpol) yang
berpaham atau berideologi nasionalisme, marhaenisme, sosialisme, Kristen
Protestan, dan Kristen Katolik. Kelima partai yang bergabung adalah Partai
2Ibid,
hal. 218-219
3
Nasional Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI),
Partai Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik.4
Sejak PDI dibentuk terus-menerus mengalami kemelut intern. Terutama
dengan adanya konflik di kalangan elite kepemimpinan partai yang berasal dari
unsur PNI. Akibatnya, sejak pemilihan umum yang pertama pada masa Orde
Baru (1971) sampai pemilu yang ketiga (1982), perolehan suara PDI selalu
mengalami penurunan. Pada pemilu 1971 dengan lima partai yang bergabung
dalam PDI diperoleh 9,3 persen dari seluruh jumlah suara pemilih yang sah.
Pada pemilu 1977 PDI memperoleh 8,6 persen suara, dan pada pemilu 1982
menjadi 7,9 persen.
Dalam perkembangannya, pada pemilu 1987 atau pemilu yang keempat di
masa Orde Baru, suara yang diraih PDI mengalami kenaikan sekitar 3 persen,
menjadi 10,87 persen; sekitar 9,3 juta dari 85,8 juta suara pemilih yang sah.
Menurut hasil perbandingan dengan persentase perolehan suara PDI pada pemilu
1982 dengan 7,9 persen suara, maka kenaikan yang hanya 3 persen pada pemilu
1987 menjadi sangat berarti bagi partai ini. Apalagi dilihat dari kenaikan jumlah
kursi Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) pusat yang
diperoleh partai ini, yaitu mulai 24 kursi (1982) menjadi 40 kursi (1987).
Kenaikan jumlah suara PDI berkaitan dengan faktor intern maupun ekstern
yang menguntungkan partai ini. Pada pemilu 1987 itu PDI tidak mempunyai
target apa pun, sehingga tidak mempunyai beban apa pun ketika memasuki arena
pemilu. Situasi semacam itu berbeda dengan Golongan Karya (Golkar) yang
4
menargetkan perolehan suara minimal 70 persen, atau Partai Persatuan
Pembangunan (PPP) yang menargetkan meraih 140 kursi DPR-RI pada pemilu
1987. Sebaliknya, memasuki pemilu 1987 PDI masih dalam tahap konsolidasi ke
dalam, khususnya setelah partai ini menyelenggarakan Kongres III bulan April
1986.
Faktor-faktor yang lain, yang membuat keberhasilan PDI baik intern
maupun ekstern, di antaranya jumlah yang besar berasal dari dukungan PNI
yang “pulang kandang”, dimunculkan kembali “sosok” Bung Karno, dukungan
generasi muda yang antusias, sikap Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI) yang lebih netral, dan sikap media massa yang lebih bersimpati pada
partai banteng, serta isu-isu kampanye yang ditampilkan yang lebih segar
seperti soal “kabinet bayangan”.
Pada awal tahun 1999, PDI pecah menjadi dua, yaitu PDI pimpinan Budi
Hardjono dan PDI Perjuangan (PDI-P) pimpinan Megawati. PDI-P diresmikan
melalui akte notaris 1 Februari 1999. Perubahan nama dilakukan untuk
membedakan dengan PDI lainnya.5 Pada pemilu 1999, PDI-P ikut pemilu dan
berhasil mencapai 153 kursi, namun mengalami penurunan 44 kursi pada pemilu
2004, sehingga PDI-P hanya memperoleh 109 kursi.6 Penurunan perolehan suara
kursi yang dialami PDI-P tidak hanya terjadi pada tingkat nasional, tetapi juga di
tingkat daerah pemilihan I termasuk di Kabupaten Klaten.7
5
Hairun Salim, dkk, Tujuh Mesin Pendulang Suara Perkenalan Prediksi Harapan Pemilu 1999, Yogyakarta, LKIS, 1999, hal. 95-96
6
Kedaulatan Rakyat, KPU Sahkan Hasil Pemilu Legislatif 2004, Kamis Pon, 6 Mei 2004, hal. 1
7
Berdasarkan data tersebut, berarti bahwa Partai Demokrasi Indonesia
(PDI) sudah lama berperan dalam kehidupan politik di Indonesia tetapi PDI
Perjuangan pimpinan Megawati baru mengikuti pemilihan umum 1999, sehingga
tergolong partai baru. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan muncul setelah
diadakan Kongres di Medan tahun 1993 dengan calon ketua umumnya
Megawati Sukarnoputri. Kongres itu mengalami kemacetan karena ada dua
kekuatan yaitu kekuatan yang mendukung Soerjadi dan kekuatan yang
mendukung Megawati. Setelah kongres di Medan mengalami jalan buntu, maka
diadakan Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya untuk memilih Megawati
menjadi ketua umum PDI, namun baru resmi terpilih menjadi ketua PDI lewat
Munas di Jakarta.8 Ketika itu muncul 2 PDI, yaitu PDI Soerjadi dan PDI
Megawati. Untuk membedakan PDI Soerjadi dengan PDI Megawati maka
dipilih nama PDI Perjuangan. Hal ini tentu ada kaitannya dengan perjuangan
yang dilakukan partai tersebut, dan akhirnya PDI Perjuangan mampu berdiri dan
mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat, terlebih lagi setelah Orde Baru
runtuh, PDI Perjuangan seakan mendapat angin segar untuk ikut dalam
percaturan politik Indonesia.
Masyarakat kabupaten Klaten menyambut gembira atas nama baru PDI
pimpinan Megawati, karena selama ini sangat sulit membedakan PDI Soerjadi
dan PDI Megawati. Dengan nama baru ini diharapkan masyarakat bisa lebih
teliti dalam membedakan tanda gambar. Dukungan terhadap Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan tidak terbatas di wilayah basis PDI Perjuangan saja, tetapi
8
hampir merata di seluruh Indonesia, seperti di Jawa Timur, Jawa Barat dan
daerah lainnya.
Penulis tertarik membahas partai politik ini, karena penulis ingin
mengetahui lebih jauh tentang perjuangan “ PDI Perjuangan “ dalam melawan
pemerintah Orde Baru yang selalu bersikap keras terhadapnya. Penulis juga
lebih tertarik lagi mengenai bagaimana upaya PDI Perjuangan dalam
memenangkan pemilihan umum 2009. Di Kabupaten Klaten PDI Perjuangan
mengalami kemenangan terbesar setelah beberapa dekade selalu mengalami
kekalahan mutlak.
Dalam skripsi ini penulis akan menguraikan kemenangan PDI Perjuangan
dalam pemilihan umum 2009 di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten. Penulis
mengangkat judul skripsi “Kemenangan Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan Dalam Pemilihan Umum Legislatif Tahun 2009 di Daerah
Pemilihan I Kabupaten Klaten”. Penulis mengambil wilayah daerah pemilihan I
Kabupaten Klaten dengan alasan bahwa beberapa pemilihan umum yang
dilaksanakan Orde Baru tidak pernah memperoleh suara banyak, tetapi pada
pemilihan umum 2009 PDI Perjuangan di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten
berhasil memperoleh suara dan kemenangan ini membuat penulis tertarik karena
selama Orde Baru PDI tidak pernah memenangkan suara dalam Pemilihan
Umum, di daerah pemilihan I kabupaten Klaten selama Orde Baru PDI tidak
pernah menang, tetapi Pemilihan Umum 2009 sangat mengejutkan semua orang
karena PDI pimpinan Megawati yang dengan nama baru PDI Perjuangan
Kemenangan PDI Perjuangan ini membuat masyarakat di Kabupaten
Klaten sebagai pendukung dari PDI Perjuangan menjadi bangga karena selama
itu merasa bahwa kebebasan berpolitik selalu dikekang, tetapi setelah masa
reformasi membuat rakyat khususnya daerah pemilihan I Kabupaten Klaten
menjadi bebas untuk menentukan pilihannya sendiri tidak dengan paksaan dari
manapun juga.
B.Rumusan Masalah
Setelah membaca uraian mengenai latar belakang masalah tersebut, maka
dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan menjadi obyek penelitian
ini. Adapun permasalahan tersebut yaitu :
1. Bagaimana upaya PDI Perjuangan dalam meraih kemenangan pada pemilu
legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten?
2. Bagaimana dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan
dalam pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I Kabupaten
Klaten?
3. Bagaimana wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI Perjuangan pada
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penulisan skripsi yang berjudul “Kemenangan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum Legislatif
Tahun 2009 di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten” yaitu:
1. Untuk mendeskripsikan upaya PDI Perjuangan dalam meraih
kemenangan pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I
Kabupaten Klaten.
2. Untuk mendeskripsikan dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI
Perjuangan dalam pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I
Kabupaten Klaten.
3. Untuk mendeskripsikan wujud kemenangan yang berhasil diraih PDI
Perjuangan pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah pemilihan I
Kabupaten Klaten.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penulisan skripsi yang berjudul berjudul “Kemenangan
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum
Legislatif Tahun 2009 di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten”, yaitu :
1. Bagi Universitas Sanata Dharma
Penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengetahuan dan
dapat melengkapi literatur kepustakaan di Universitas Sanata Dharma
khususnya tentang organisasi politik Partai Demokrasi Indonesia
2. Bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Kabupaten Klaten
Tulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran dalam
mempersiapkan pemilu selanjutnya.
3. Bagi Penulis
Penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan tentang
bagaimana organisasi politik di Indonesia khususnya Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan di Kabupaten Klaten dalam upaya
memenangkan pemilu.
E. Kajian Pustaka
Sumber yang digunakan dalam penelitian ini dapat berupa lisan dan
sumber tertulis. Sumber lisan dapat diperoleh melalui wawancara dengan
tokoh partai dan tokoh lain yang terlibat langsung dalam pemilu legislatif
2009 di Kabupaten Klaten. Sumber lainnya yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu sumber tertulis antara lain:
1. Hasil pemilu tahun 2009 di Kabupaten Klaten.
2. Tata Tertib Rapat Kerja PDI-P Kabupaten Klaten.
Sumber buku pertama yang digunakan dalam penelitian ini yaitu buku “
Perjalanan Partai Politik Di Indonesia”. Disusun oleh Drs. M. Rusli Karim.
Buku tersebut membahas munculnya partai politik di Indonesia secara garis
besar adalah sebagai aktualisasi dari tiga aliran atau pandangan politik yang
menemukan momentum kelahirannya pada dekade kedua dan ketiga abad ke
Aktualisasi aliran Islam muncul pertama kali dalam sejarah Indonesia yang
bercorak nasional. Dengan demikian Sarekat Islam adalah partai pelopor.
Partai ini menjadi dinamis dibawah pimpinan H.O.S. Cokroaminoto. Salah satu
aspek yang menarik dari SI pada periode awal ialah bahwa ia mampu
mengidentitaskan dirinya dengan aspirasi politik Bumi Putera untuk
perjuangan kemerdekaan. Dengan perkataan lain denyutan nadi perjuangan SI
adalah denyutan nadi rakyat terjajah. Oleh sebab itu tidak mengherankan
bahwa pamor SI pada tahun-tahun permulaan itu begitu menjulang. Tapi
kepopuleran SI tidak bertahan lama. Wibawanya sebagai partai pelopor pada
1920-an segera disaingi dan kemudian dikalahkan oleh Partai Komunis
Indonesia (PKI) dan Partai Nasionalis Indonesia (PNI). Dua partai yang
terakhir ini lahir dari ideologi dasar Marxisme dan Nasionalisme. Dengan kata
lain, Islam yang diwakili SI dalam gerakan politik ternyata belum mampu
bersaing dengan ideologi-ideologi modern yang berasal dari Barat itu dalam
merebut massa.9
Buku kedua berjudul “PDI di Mata Golongan Menengah Indonesia”,
yang disusun oleh Arif Zulkifli. Isi dari buku ini yaitu membahas Partai politik
mulai lebih leluasa bergerak pada zaman Orde Baru tahun 1966-1998.
Pemerintah Orde Baru melakukan pembaharuan struktur politik dengan cara
menyederhanakan sistem kepartaian. Penyederhanaan sistem kepartaian
dilakukan dengan pengelompokan partai politik menjadi tiga kelompok yang
meliputi Golongan Nasionalis, Golongan Spiritual, dan Golongan Karya.
9
Buku ini digunakan untuk membahas permasalahan ke 2 tentang bagaimana
dukungan masyarakat bagi kemenangan PDI Perjuangan dalam pemilu
legislatif tahun 2009 di Kabupaten Klaten.
Buku ketiga berjudul“PDI dan Prospek Pembangunan Politik”, ditulis
oleh Adriana Elisabeth Sukamto, dkk. Buku tersebut membahas pembentukan
PDI sebagai hasil fusi dari lima partai politik (parpol) yang berpaham atau
berideologi Nasionalisme, Marhaenisme, Sosialisme, Kristen Protestan, dan
Kristen Katolik. Kelima partai yang bergabung adalah Partai Nasional
Indonesia (PNI), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI), Partai
Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo), dan Partai Katolik. Sejak PDI
dibentuk terus-menerus mengalami kemelut intern. Terutama dengan peristiwa
yang menimbulkan konflik di kalangan elite kepemimpinan partai yang berasal
dari unsur PNI. Akibatnya, sejak pemilihan umum (Pemilu) 1971 yang pertama
pada masa Orde Baru sampai pemilu 1982 yang ketiga, perolehan suara PDI
selalu mengalami penurunan. Pada Pemilu 1971 dengan lima partai yang
bergabung dalam PDI diperoleh 9,3 persen dari seluruh jumlah suara pemilih
yang sah. Pada pemilu 1977 PDI memperoleh 8,6 persen suara, dan pada
Pemilu 1982 menjadi 7,9 persen. Buku ini digunakan untuk membahas tentang
permasalahan ke 3 tentang bagaimana wujud kemenangan PDI Perjuangan
pada pemilu legislatif tahun 2009 di Kabupaten Klaten.
Penulisan skripsi juga menggunakan sumber atau buku-buku lain
sebagai penunjang. Sumber-sumber atau buku-buku tersebut diambil
dan Partai Politik, Jakarta, Gramedia, 1982. C.S.T. Kansil, Memahami
Pemilihan Umum dan Referendum, Jakarta, Radar Jaya, 1986, hal.1. Miriam
Budiardjo. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
2000, hal.160.
F. Landasan Teori 1. Demokrasi
Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang
menggunakannya sebab dengan demokrasi hak masyarakat untuk
menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu
hampir semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu
memberikan posisi penting bagi rakyat kendati secara operasional
implikasinya di berbagai negara tidak selalu sama. Sekedar untuk
menunjukkan betapa rakyat diletakkan pada posisi penting dalam azas
demokrasi ini berikut akan dikutip beberapa pengertian demokrasi.
Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara memberi pengertian bahwa
pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah
pokok yang mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai
kebijaksanaan negara, oleh karena kebijaksanaan tersebut menentukan
kehidupan rakyat.10 Jadi negara demokrasi adalah negara yang
diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat atau jika
ditinjau dari sudut organisasi ia berarti suatu pengorganisasian negara yang
10
dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan
berada di tangan rakyat.11
Demokrasi, dalam konteks menimbang berarti bahwa masyarakat di
segala tingkatan dilibatkan dalam proses pembicaraan, perumusan dan
pengambilan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kehidupan
mereka sendiri. Atau seperti dikatakan oleh Arendt, komunitas politik secara
radikal demokratis. Karena politik adalah aktivitas publik, maka seseorang
tidak dapat menjadi bagian (terlibat) di dalamnya tanpa dalam arti tertentu
hadir di ruang publik. Terlibat dalam politik berarti secara aktif
berpartisipasi dalam berbagai forum publik, dimana keputusan-keputusan
yang berakibat pada komunitas diambil. Partisipasi seperti ini penting demi
pembentukan relasi manusiawi dan solidaritas antara warga negara.12
Prinsip terpenting demokrasi adalah kewarganegaraan (citizenship).
Ini mencakup hak untuk mendapat perlakuan sama dengan orang lain
berkenaan dengan penentuan pilihan-pilihan bersama, dan kewajiban pihak
yang berwenang melaksanakan pilihan tersebut untuk bertanggungjawab
pada dan membuka akses terhadap seluruh rakyat. Sebaliknya, prinsip ini
juga membebankan kewajiban pada rakyat, untuk menghormati keabsahan
pilihan-pilihan yang dibuat bersama secara sengaja, dan hak penguasa untuk
bertindak dengan kewenangan (dan paksaan, kalau perlu), untuk mendorong
efektivitas pilihan-pilihan ini, serta untuk melindungi negara dari
ancaman-ancaman atas kelangsungannya.
11Amirmacmud., “Demokrasi. Undang
-Undang dan Peran Rakyat”,dalam PRISMA No. 8 LP3ES, Jakarta, 1984.
12
Ciri-ciri Demokrasi:
1. Adanya jaminan HAM (pasal 28A-J UUD 1945).
2. Adanya jaminan kemerdekaan bagi warga Negara untuk berkumpul dan
beroposisi.
3. Perlakuan dan kedudukan sama bagi seluruh warga Negara dalam hukum
(pasal 27 ayat 1 UUD).
4. Kekuasaan yang dikontrol oleh rakyat melalui perwakilan yang dipilih
rakyat.
5. Jaminan kekuasaan yang telah disepakati bersama.13 Unsur – unsur Demokrasi :
1. Kebebasan
Kebebasan adalah keleluasan untuk membuat pilihan terhadap beragam
pilihan atau melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan
bersama atas kehendak sendiri, tanpa tekanan dari pihak manapun. Namun,
kebebasan bukan keleluasan untuk melakukan segala hal tanpa batas.
Kebebasan harus digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi
masyarakat, dan dengan cara yang tidak melanggar tata aturan yang sudah
disepakati bersama.
2. Persamaan
Tuhan menciptakan setiap manusia sebagai pribadi yang unik. Namun,
demokrasi berpandangan bahwa manusia yang berbeda-beda itu
hakikatnya sama sederajat. Demokrasi tidak berpendirian bahwa manusia
itu semuanya sama, melainkan berbeda satu sama lain. Tetapi disamping
perbedaanya, manusia itu sesungguhnya sama derajat di depan Allah, sama
derajat dalam nilainya dan harga keluhurannya sebagai manusia (dignity of
13Guillermo O’Donnell, dkk, Transisi Menuju Demokrasi
man as human being) dalam masyarakat, sama kedudukan di dalam
hukum, politik, dan sebagainya.
3. Solidaritas
Solidaritas atau kesetiakawanan adalah kesediaan untuk memperhatikan
kepentingan dan bekerja sama dengan orang lain. Nilai solidaritas
mengikat manusia yang sama-sama memiliki kebebasan untuk
mempertimbangkan kepentingan pihak lain. Dalam kehidupan demokratis
di kenal „agree to disagree‟ yang berarti ’setuju untuk tidak setuju’.
Ungkapan itu menunjukan adanya prinsip solidaritas ; sebab, walau
berbeda pandangan atau kepentingan, para pihak tetap sepakat untuk
mempertahankan kesatuan/ikatan bersama.
4. Toleransi
Toleransi adalah sikap atau sifat toleran. Bersikap toleran artinya bersikap
menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) pendirian
(pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, kelakuan dan sebagainya)
yang bertentangan atau berbeda dengan pendirian sendiri.
5. Menghormati Kejujuran
Kejujuran adalah keterbukaan untuk menyatakan kebenaran. Kejujuran
diperlukan agar hubungan antar pihak berjalan dengan baik dan tidak
menimbulkan benih – benih konflik di masa depan. Kejujuran dalam
komunikasi antar warga negara amat diperlukan bagi terbangunnya
solidaritas yang kokoh antar sesama pendukung masyarakat demokratis.
terbuka kepada rakyat tentang bagaimana semua keputusan pemerintah
dibuat, dan atas pertimbangan apa sebuah kebijakan dipilih di antara
sejumlah alternatif kebijakan yang ada.
6. Menghormati Penalaran
Penalaran adalah penjelasan mengapa seseorang memiliki pandangan
tertentu, membela tindakan tertentu, dan menuntut hal serupa dari orang
lain. Kebiasaan memberi penalaran akan membutuhkan kesadaran bahwa
ada banyak alternatif sumber informasi dan ada banyak kemungkinan cara
untuk mencapai tujuan.
7. Keadaban
Keadaban adalah ketinggian tingkat kecerdasan lahir batin atau kebaikan
budi pekerti. Perilaku yang beradab adalah perilaku yang mencerminkan
penghormatan dan mempertimbangkan kehadiran pihak lain sebagaimana
dicerminkan oleh sopan santun dalam bertindak, termasuk penggunaan
bahasa tubuh dan berbicara yang beradap.
2. Organisasi Politik
Sebagai definisi umum dapat dikatakan bahwa organisasi politik
adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara
aktif dalam kehidupan politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara
dan secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan
pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti
memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum,
hubungan contacting dengan pejabat pemerintah atau negara parlemen dan
sebagainya.14 Dimana warga negara memiliki kesempatan untuk
berpartisipasi dalam politik lewat mengambil bagian dalam memerintah dan
diperintah, karena semua warga negara adalah bebas dan sederajat. 15
Kegiatan seseorang dalam partai politik merupakan suatu bentuk
partisipasi politik. Partisipasi politik mencakup semua kegiatan sukarela
melalui mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan
pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tak langsung dalam
pembentukan kebijaksanaan umum. Kegiatan-kegiatan ini mencakup
kegiatan memilih dalam pemilihan umum, menjadi anggota golongan politik
seperti partai, kelompok penekan, kelompok kepentingan, duduk dalam
lembaga politik seperti dewan perwakilan rakyat atau mengadakan
komunikasi dengan wakil-wakil rakyat yang duduk dalam badan itu,
berkampanye, dan menghadiri kelompok diskusi, dan sebagainya.16
Ciri-ciri Organisasi, yaitu :
1. Adanya komponen (atasan dan bawahan) 2. Adanya kerja sama
3. Adanya sasaran 4. Adanya tujuan
5. Adanya keterikatan format dan tata tertib yang harus ditaati 6. Adanya pendelegasian wewenang dan koordinasi tugas-tugas. Adapun Unsur – unsur Organisasi Politik itu sendiri, yaitu : 1. Adanya manusia,
7. Adanya kerangka / konstruksi mental Organisasi.
14
Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politik, Jakarta, Gramedia, 1982.
15
Yosef Keladu Koten, Partisipasi Politik, Flores, Ledalore, 2010.
16
3. Pemilihan Umum
Sesuai namanya, pemilihan umum itu harus dilakukan dengan dasar
umum. Pada pokoknya, seluruh rakyat harus mendapat kesempatan untuk
memilih wakil-wakilnya. Tidak ada perbedaan antara yang kaya dengan
yang miskin, antara ningrat dengan marhaen, antara laki-laki dengan
perempuan, antara yang pandai tulis-baca dengan yang buta huruf, dll.17
Berdasarkan daftar peserta partai politik, sistem pemilihan umum
terbagi 2 jenis yaitu :18
a. sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto
peserta partai politik.
b. Sistem Tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai
politik tertentu. Kedua sistem memiliki persamaan yaitu pemilih
memilih nama tokoh yang sama dimana tokoh-tokoh tersebut bisa
bermasalah di depan publik.
Berdasarkan perhitungan, sistem pemilihan umum terbagi 3 jenis
yaitu:
a. Sistem distrik yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta politik
mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya :
Mayoritas mutlak (First Past The Post/FPTP), suara alternatif (Block
Vote/BV), Sistem putaran dua (Two Round System/TRS).
b. Sistem semi proporsional, yaitu perhitungan sistem distrik yang
menjembatani proporsional.
17
Yunan Nasution, Konstituante Parlemen dan Pemilihan Umum, Jakarta, Pustaka Antara, 1953, hal. 28.
18
c. Sistem proporsional, yaitu perhitungan rumit yaitu calon peserta politik
mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih.
Sistem pemilihan umum yang digunakan di Indonesia menurut UU
No.10 tahun 2009 tentang pemilu legislatif Pasal 36, Ayat 3 dan 5,
menggunakan sistem stelsel aktif. Dalam sistem ini menyebutkan, lembaga
penyelenggara pemilu sampai pada tingkatan paling bawah yaitu Panitia
Pemungutan Suara (PPS) hanya menentukan Daftar Pemilih Sementara
(DPS). Kemudian, DPS tersebut diumumkan di tempat-tempat terbuka dan
mudah diakses oleh publik selama 7-14 hari untuk mendapatkan masukan
dan tanggapan masyarakat dan peserta pemilu. Hal ini diperkuat oleh
Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2008 tentang Tahapan, Program dan
Jadwal Pemilu Anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam aturan tersebut, KPU
memberikan waktu tertentu bagi masyarakat dan peserta pemilu untuk
melakukan cross check atas validasi daftar pemilih yang diumumkan.
Secara umum, mekanisme pendaftaran pemilih dalam sistem pemilu
di Indonesia menggunakan dua pola: pertama stelsel aktif sebagaimana
diterapkan pada pemilu legislatif 2009 lalu, dan kedua stelsel pasif seperti
pada pemilu 1999 dan 2004. Pada stelsel aktif, pemilih yang telah
memenuhi syarat 17 tahun dan sudah pernah kawin untuk “mendaftarkan”
dirinya kepada Panitia Pemilih Suara (PPS). Berbeda dengan stelsel aktif,
pada stelsel pasif pemilih “didaftar” oleh PPS. Pada pola pertama, pemilih
kedua, PPS berkewajiban mendaftar pemilih karena itu merupakan hak
bagi si pemilih.
Menurut C.S.T. Kansil, pemilihan umum (Pemilu) adalah sarana
pelaksanaan asas Kedaulatan Rakyat berdasarkan Pancasila (Demokrasi
Pancasila) dalam negara Republik Indonesia.19 Tujuan pemilu adalah untuk
memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk dalam dewan
permusyawaratan maupun dewan perwakilan. Wakil-wakil rakyat yang
terpilih akan membawakan aspirasi rakyat dalam membangun dan
mempertahankan Negara Indonesia. Dalam setiap penyelenggaraan pemilu
di Negara Indonesia, terdapat tiga unsur yang ikut secara aktif yaitu
organisasi sosial politik sebagai peserta pemilu. Kedua, pemerintah dengan
aparaturnya sebagai penyelenggara yang mempersiapkan prasarana,
gelanggang dan menciptakan iklim yang demokratis. Unsur yang ketiga
adalah rakyat sebagai pemilih dalam pemilihan umum. Secara universal
pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang
memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan yang
menurut Dahl, merupakan gambaran ideal dan maksimal bagi suatu
pemerintahan demokrasi di zaman modern. Bahkan pengertian demokrasi
sendiri secara sederhana tidak lain adalah suatu sistem politik di mana para
pembuat keputusan kolektif tertinggi dalam sistem itu dipilih melalui
pemilihan umum yang adil, jujur, dan berkala. Karena itu, pemilu tak hanya
berkaitan dengan kebutuhan pemerintah akan keabsahan kekuasaannya,
19
melainkan juga, bahkan barangkali yang terpenting sebagai sarana bagi
rakyat untuk mengartikulasikan aspirasi dan kepentingan mereka dalam
kehidupan bersama.20
Dalam penelitian ini, pemilihan umum yang dimaksud adalah pemilu
tahun 2009 yaitu pemilu yang dilaksanakan pada saat bangsa Indonesia
dalam pemerintahan transisi dan dalam rangka memenuhi tuntutan
Reformasi. Pemilu tahun 2009 berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya
yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru, karena pemilu tahun 2009
lebih menjamin adanya kebebasan bagi rakyat untuk memilih partai yang
dianggap mampu menyalurkan aspirasinya. Selain itu juga ada kebebasan
bagi rakyat untuk mendirikan partai politik. Dalam penulisan skripsi ini,
yang akan dibahas adalah PDI Perjuangan, maka dalam usaha mencari
jawaban atas permasalahan yang ada diperlukan berbagai definisi atau
pengertian yang berhubungan dengan judul skripsi ini agar lebih mudah
pemahamannya. Pertama-tama yang harus dimengerti adalah mengenai
partai politik khususnya PDI Perjuangan.
Menurut Miriam Budiardjo, partai politik adalah suatu kelompok yang
terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan
cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh
kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik biasanya dengan cara
konstitusional untuk melaksanakan kebijaksanaan mereka.21
20
Syamsuddin Haris, dkk, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 1998, hal.7.
21
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang sering disingkat PDI
Perjuangan adalah salah satu partai politik di Indonesia yang muncul setelah
Orde Baru berakhir. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan merupakan
pecahan PDI pada masa Orde Baru, yakni partai yang selalu kalah dalam
pemilihan umum dan mempunyai peran besar dalam kehidupan politik.
Partai Demokrasi Indonesia dengan nama baru PDI Perjuangan muncul
menjelang Orde Baru tumbang. Hal ini disebabkan karena pemerintah pada
waktu itu hanya mengakui Partai Demokrasi Indonesia yang dipimpin oleh
Soerjadi, sehingga untuk membedakan PDI pimpinan Soerjadi dengan PDI
pimpinan Megawati menggunakan nama PDI Perjuangan.
Nama PDI Perjuangan selain untuk membedakan PDI pimpinan
Soerjadi juga ada hubungannya dengan perjuangan yang dilakukan oleh
partai tersebut. Dalam menghadapi berbagai hambatan yang ada, PDI
pimpinan Megawati juga harus berjuang melewati beberapa konggres yang
sering mengalami kemacetan akibat adanya dua kubu pendukung PDI
Megawati yang mengakibatkan konggres berjalan tidak lancar bahkan
seringkali konggres membawa korban yang ditandai dengan baku hantam
dan berakibat bentrokan yang sering kali terjadi antara kedua kubu tersebut.
Setelah berjuang melewati berbagai konggres akhirnya PDI Perjuangan
mampu berdiri dan mendapat dukungan yang luas dari berbagai kalangan
dalam Munas (Musyawarah Nasional) di Jakarta pada tahun 1993 walaupun
jalan kepemimpinannya tidak mulus dan rata.22
Syarat Keikutsertaan Dalam Pemilihan Umum :
Pasal 39
1. Partai Politik dapat menjadi peserta Pemilihan Umum apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a.Diakui keberadaannya sesuai dengan Undang-Undang tentang Partai
Politik;
b.Memiliki pengurus lebih dari ½ (setengah) jumlah propinsi di
Indonesia;
c.Memiliki pengurus lebih dari ½ (setengah) jumlah
kabupaten/kotamadya di propinsi sebagaimana dimaksud pada huruf b
d.Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik.
2. Partai Politik yang telah terdaftar, tetapi tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak dapat menjadi Peserta
Pemilihan Umum, namun keberadaannya tetap diakui selama partai
tersebut melaksanakan kewajiban-kewajiban sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang tentang Partai Politik.
3. Untuk dapat mengikuti Pemilihan Umum berikutnya, Partai Politik
harus memiliki sebanyak 2% (dua per seratus) dari jumlah kursi DPR
atau memiliki sekurang-kurangnya 3% (tiga per seratus) jumlah kursi
DPRD I atau DPRD II yang tersebar sekurang-kurangnya di ½
(setengah) jumlah propinsi dan di ½ (setengah) jumlah
Kabupaten/Kotamadya seluruh Indonesia berdasarkan hasil Pemilihan
Umum.
4. Partai Politik Peserta Pemilihan Umum yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak boleh ikut dalam Pemilihan
Umum berikutnya, kecuali bergabung dengan Partai Politik lain.
22
5. Pendaftaran Partai Politik untuk menjadi Peserta Pemilihan Umum,
diatur lebih lanjut dengan keputusan KPU.
Syarat Mengikuti Pemilihan Pada Pemilu :
1. Warga Negara Indonesia
2. Telah berusia 17 tahun ke atas atau sudah menikah
3. Terdaftar sebagai calon pemilih
4. Tidak sedang terganggu ingatannya atau sakit jiwa
5. Tidak sedang menjalani hukuman pidana penjara atau pidana kurungan
6. Tidak sedang dicabut hak pilih berdasarkan keputusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
G. Metode Penelitian
Peristiwa atau kejadian tidak semuanya dapat direkonstruksi karena masa
lampau sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali dan dalam hidup
semua orang pastilah ada peristiwa, orang, kata-kata, pikiran-pikiran,
tempat-tempat, serta bayangan-bayangan yang ketika terjadi sama sekali tidak
menimbulkan kesan, atau yang kini telah dilupakan.23 Peristiwa yang terjadi
tidak semuanya dapat ditampilkan karena ada keterbatasan sumber. Peristiwa
yang terjadi pada saat itu juga tidak mempunyai arti apa-apa tetapi sesudah
peristiwa itu berlalu baru akan dirasakan keberartiannya. Peristiwa tersebut
dapat ditulis kembali untuk mengingat peristiwa tersebut.
Dalam penelitian ini menggunakan metode historis. Dalam mencari
sumber-sumber data untuk bahan penulisan, penulis menggunakan data
23
historis yang diperoleh dari literatur yang ada diperpustakaan dan sumber lain
yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang ada di kantor Kabupaten Klaten
dan wawancara. Dalam penelitian ini penulis mengambil teori dan konsep
sebagai pendukung penelitian serta mengikuti perkembangan penelitian dalam
bidang yang akan diteliti untuk memperoleh pengetahuan yang lebih luas
mengenai topik yang dipilih.
Skripsi ini ditulis dalam bentuk deskriptif analisis. Data-data ini diambil
berdasarkan permasalahan-permasalahan yang digunakan. Lebih lanjut
penelitian ini mengambil lokasi di Kabupaten Klaten. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode sejarah dengan langkah-langkah
penelitian berikut ini:
1. Pengumpulan sumber ( Heuristik )
Sumber yang digunakan untuk menganalisis
permasalahan-permasalahan diatas diperoleh melalui sumber lisan dan tertulis.
Sumber lisan diperoleh melalui wawancara dengan nara sumber yang
berjumlah 6 orang, antara lain : wawancara dengan Ketua Umum PDI
Perjuangan Kabupaten Klaten, Sekretaris PDI Perjuangan Kabupaten
Klaten, Bendahara PDI Perjuangan Kabupaten Klaten,
Anggota-anggota DPRD Kabupaten dari Fraksi PDI Perjuangan, Kader PDI
Perjuangan Kabupaten Klaten dan dengan simpatisan PDI Perjuangan
Kabupaten Klaten. Sumber tertulis dalam penelitian ini diperoleh dari
tentang situasi Pemilihan Umum tahun 2009 di Kabupaten Klaten,
buku-buku yang membahas tentang partai politik.
2. Kritik sumber ( Verifikasi )
Kritik sumber sendiri diperlukan untuk mengetahui kebenaran dan
keaslian sumber. Jika setelah dilakukan perbandingan antara data yang
satu dengan yang lainnya diperoleh persamaan / kesesuaian isi, maka
data tersebut dapat digunakan sebagai sumber penelitian. Setelah
data-data diperoleh yang berkaitan dengan PDI Perjuangan dalam
pemilihan umum 2009 kemudian dilakukan kritik sumber.
3. Interpretasi ( Penafsiran Sumber )
Interprestasi ada dua macam yaitu analisis dan sintesis. Analisis adalah
menguraikan sebuah sumber yang mengandung beberapa
kemungkinan. Sintesis adalah penyatuan dari beberapa data.24 Dengan
adanya interpretasi maka dapat diperoleh fakta yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dipercaya sehingga akan menghasilkan
susunan tulisan.
4. Historiografi ( Penulisan Sejarah )
Historiografi adalah ilmu yang mempelajari praktik ilmu sejarah. Hal
ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, termasuk mempelajari
metodologi sejarah dan perkembangan sejarah sebagai suatu disiplin
akademik.25 Dilakukan dengan cara menyajikan hasil penelitian
24Ibid
., hal. 100-101.
25
menjadi satu bentuk tulisan sejarah sehingga dapat mempermudah
penyampaian peristiwa kepada pembaca.
H. Sistematika Penulisan
Sistematika dari penulisan skripsi berjudul “ Kemenangan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Dalam Pemilihan Umum Legislatif
Tahun 2009 di Daerah Pemilihan I Kabupaten Klaten “ ini , yaitu :
Bab I atau Pendahuluan, antara lain berisi mengenai keterkaitan antara
latar belakang masalah dengan permasalahan yang akan dibahas. Didalam bab
ini juga diuraikan mengenai tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian
pustaka, landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II tentang upaya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
dalam meraih kemenangan pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah
pemilihan I Kabupaten Klaten.
Bab III berisi tentang dukungan masyarakat bagi kemenangan Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) dalam pemilu legislatif tahun 2009
di daerah pemilihan I Kabupaten Klaten.
Bab IV berisi wujud kemenangan yang berhasil diraih Partai Demokrasi
Indonesia Perjuangan (PDI-P) pada pemilu legislatif tahun 2009 di daerah
pemilihan I Kabupaten Klaten.
Bab V berisi simpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan
28
BAB II
UPAYA PDI-P DALAM MERAIH KEMENANGAN PADA PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2009 DI DAERAH PEMILIHAN I KABUPATEN
KLATEN
A. Terbentuknya PDI Perjuangan
1. Perkembangan PDI
Partai Demokrasi Indonesia atau lebih dikenal dengan nama PDI
didirikan pada tanggal 10 Januari 1973. PDI merupakan fusi dari lima partai
politik yang berfaham Nasionalisme, Marhaenisme, Sosialisme, Kristen
Protestan, dan Kristen Katholik, yakni PNI, Ikatan Pendukung Kemerdekaan
Indonesia (IPKI), Partai Murba, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai
Katholik.1 PNI sebagai partai bermassa terbesar dalam PDI yang didirikan
oleh Soekarno, mempunyai basis massa di Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Pada awal berdirinya PDI pada tahun 1973 dipimpin Oleh Mohammad
Isnaeni. PDI mempunyai komitmen ideologi Pancasila sebagai dasar
perjuangannya.
Setelah terbentuk, PDI tidak lepas dari berbagai macam konflik yang
terjadi di dalam tubuh partai. Konflik yang terjadi dalam tubuh PDI, antara
lain : pada tahun 1977 yang melibatkan tokoh-tokoh dari unsur PNI. Konflik
tersebut terjadi antara Sanusi-Asep dari kubu garis keras, dan Isnaeni-Sunawar
dari kubu moderat. Pemicu dari konflik antara kubu Isnaeni-Sunawar dan
1
Sanusi-Asep, yakni tentang pengklaiman kepemimpinan PDI. Konflik tersebut
akhirnya dapat di selesaikan karena adanya campur tangan pihak pemerintah,
yakni dengan adanya penetapan kubu Isnaeni-Sunawar sebagai pengurus DPP
PDI. Campur tangan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut, dilakukan
sebagai usaha untuk menyingkirkan tokoh-tokoh radikal yang dianggap
membahayakan posisi pemerintah Orde Baru.2
Dalam perkembangan selanjutnya, konflik yang terjadi dalam tubuh
PDI masih terus berlanjut. Hal ini nampak pada saat penyelenggaraan Kongres
ke III PDI (15-17 April 1986) di Jakarta. Hal yang memicu terjadinya konflik
adalah terpilihnya Soejardi sebagai Ketua Umum DPP PDI, sebab sebelum
pelaksanaan Kongres III PDI tidak dicalonkan menjadi Ketua Umum DPP
PDI, sedangkan tokoh yang banyak memperoleh dukungan dari para peserta
kongres yakni Harjanto Somodisastro justru tidak terpilih menjadi Ketua
Umum DPP PDI pada pelaksanaan Kongres III PDI. Konflik tersebut akhirnya
dapat diselesaikan, karena adanya campur tangan pemerintah berupa
penetapan Soejardi sebagai Ketua DPP PDI. Berbagai masalah yang timbul
dalam tubuh PDI semenjak berdirinya PDI hingga tahun 1986, membuat
perolehan suara PDI pada setiap pelaksanaan pemilu kurang memuaskan jika
dibandingkan dengan dua parpol lain peserta pemilu.3
Pada saat pelaksanaan pemilihan umum tahun 1987 dan 1992, PDI
mengalami peningkatan dalam hal perolehan suara, jika dibandingkan pada
pelaksanaan pemilihan umum tahun 1972 dan 1982. Peningkatan perolehan
2Ibid,
hal. 55.
3Ibid,
suara PDI pada pelaksanaan pemilihan umum 1987, dipengaruhi oleh dua
faktor yakni :
a. Faktor ekstern, yang mendukung peningkatan perolehan suara PDI pada
pelaksanaan pemilihan umum tahun 1987 karena PPP mengalami
penurunan dalam hal perolehan suara akibat kembalinya NU ke Khitah
1926.
b. Faktor Intern, yang mendukung peningkatan perolehan suara PDI pada
pelaksanaan pemilihan umum tahun 1987, karena PDI menghadirkan
Megawati Soekarnoputri sebagai juru bicara kampanye.4
Kehadiran Megawati Soekarnoputri pada pelaksanaan kampanye PDI
tahun 1987 ternyata berhasil menarik massa, ini dibuktikan dengan banyaknya
massa yang menghadiri kampanye PDI, pada saat Megawati Soekarnoputri
sebagai juru bicara dalam kampanye. Kehadiran Megawati Soekarnoputri
dalam kampanye PDI pada tahun 1987, ternyata berhasil menaikkan jumlah
perolehan suara PDI dalam pemilihan umum tahun 1987 sebanyak 10,87%
dan menempatkan wakil-wakilnya di DPR sebanyak 40 orang. Sedangkan
peningkatan perolehan suara PDI pada pemilihan umum tahun 1992, yakni
akibat dari perekrutan secara resmi Megawati Soekarnoputri dan Guruh
Soekarnoputra dalam susunan struktur organisasi PDI.5 Perekrutan secara
resmi Megawati Soekarnoputri dan Guruh Soekarnoputra dalam jajaran
struktur organisasi PDI pada tahun 1992, ternyata mampu memberikan
4
Tempo, PDI dan Pemilu, 25 Desember 1993, hal. 23-24.
5
sumbangan dalam perolehan suara PDI pada pelaksanaan pemilihan umum
tahun 1992, sebanyak 14,90%.6
Pada perkembangan selanjutnya, eksistensi PDI tidak bisa lepas dari
figur Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI periode
1993-1996. Karier Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI,
diawali ketika pada pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di asrama
Haji Sukokilo Surabaya pada tahun 1993, Megawati Soekarnoputri dicalonkan
menjadi Ketua Umum DPP PDI. Namun ada upaya dari orang-orang yang
berada dalam tubuh organisasi PDI yang mendapat dukungan dari pihak
pemerintah, untuk mencegah langkah dari Megawati Soekarnoputri menjadi
Ketua Umum DPP PDI. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk
mencegah langkah Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI,
yakni dengan cara pelarangan penggunaan sistem floor oleh Yogi S. Memet.
Dalam pemilihan Ketua Umum DPP PDI dihimbau untuk
menggunakan sistem formatur dalam pemilihan Ketua Umum DPP PDI, yang
dianggap oleh Yogi S. Memet sesuai dengan ciri musyawarah dan mufakat di
Indonesia. Himbauan dari pemerintah dalam penggunaan sistem formatur
dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP PDI tersebut dinilai oleh
para pengamat politik sangat menguntungkan posisi Budi Harjono untuk
menjadi Ketua Umum DPP PDI. Sebab jika dalam pemilihan Ketua Umum
DPP PDI menggunakan sistem floor,semua peserta KLB berhak memberikan
6
suaranya secara langsung dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP
PDI menggunakan sistem formatur seperti yang dianjurkan oleh pemerintah.
Para peserta KLB dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP PDI
tidak menggunakan hak pilihnya secara langsung dalam pemilihan Ketua DPP
PDI. Tetapi hanya bisa menyetujui calon Ketua Umum DPP PDI yang sudah
ditetapkan oleh tim khusus, atau bisa dikatakan bahwa jika dalam pelaksanaan
pemilihan Ketua Umum DPP PDI menggunakan sistem formatur seolah-olah
para peserta KLB hanya sebagai penggembira saja. Sebab hanya bisa bersikap
menyetujui tentang calon Ketua Umum DPP yang telah ditetapkan oleh tim
formatur. Dengan adanya anjuran dari pemerintah untuk menggunakan sistem
formatur, menurut Riswanda Imawan merupakan salah satu bentuk upaya
yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencegah langkah dari Megawati
Soekarnoputri untuk menjadi Ketua Umum DPP PDI. Anjuran dari
pemerintah agar menggunakan sistem formatur dalam pelaksanaan pemilihan
Ketua Umum DPP PDI pada pelaksanaan KLB di asrama Haji Sukokilo
ditolak oleh para peserta KLB, sebab para peserta KLB beranggapan bahwa
penggunaan sistem floor merupakan cara terbaik (sesuai dengan asas
demokrasi). Mereka belajar dari kenyataan yang selama ini terjadi, bahwa
sistem formatur selalu melahirkan elit yang kurang aspiratif terhadap
dinamika partai.7
Akhirnya setelah usaha yang dilakukan oleh pemerintah untuk
menghambat langkah Megawati Soekarnoputri untuk menjadi Ketua Umum
7
DPP PDI dapat diatasi. Maka pada tanggal 6 Desember 1993 akhirnya
Megawati Soekarnoputri berhasil menjadi Ketua Umum DPP PDI periode
1993-1998, secara de facto. Keberhasilan dari Megawati Soekarnoputri
menjadi Ketua Umum DPP PDI secara de facto, tidak terlepas dari peranan
“tim sukses”, yang mendukung langkah Megawati Soekarnoputri menjadi
Ketua Umum DPP PDI. Adapun nama-nama “tim sukses” yang secara khusus
mempunyai peranan terhadap keberhasilan Megawati Soekarnoputri menjadi
Ketua Umum DPP PDI secara de facto, antara lain: Taufik Kiemas, Aberson
Marle Sihaloho, Sophan Sophiaan, Djati Koesumo, Mangara Siahaan,
Suparlan, Gusti Bahar, dan Sidik Singadekane.8
Taufik Kiemas (suami Megawati Soekarnoputri) memiliki peran yang
sangat besar dalam mendorong Megawati Soekarnoputri untuk dapat
menduduki kursi tertinggi di PDI. Taufik Keimas tidak hanya memberikan
dorongan moral pada Megawati Soekarnoputri, tetapi ia juga memberikan
sumbangan dana yang berasal dari keuntungan pompa bensin miliknya di
Jakarta untuk mendukung keberhasilan Megawati Soekarnoputri menjadi
Ketua Umum DPP PDI.9 Dana tersebut digunakan untuk pengadilan soal
sengketa dengan Suryadi yang terkait kasus kudati 27 Juli 1996. Nama
berikutnya yang dianggap berjasa dalam mensukseskan Megawati
Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI secara de facto, yakni Aberson
Marle Sihaloho. Ia merupakan salah satu orang yang mengajak dan membujuk
Megawati Soekarnoputri agar bersedia bergabung dalam organisasi PDI pada
8
Ahmad Bahar, Biografi Megawati Soekarnoputri 1993-1996, Yogyakarta, PT Pena Cendekia, 1996, hal. 55-56.
9Ibid,
tahun 1987. Keberhasilan Aberson dalam mensukseskan langkah Megawati
Soekarnoputri dalam pelaksanaan pemilihan Ketua Umum DPP PDI pada
pelaksanaan KLB di asrama Haji Sukokilo Surabaya.
Sementara itu Sophan Sophiaan dinilai sukses mengangkat Megawati
Soekarnoputri, sebagai dampak dari keberhasilannya melobi dan mengajak
DPC PDI Sulawesi Selatan untuk mendukung pencalonan Megawati
Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI. Di samping itu ia dinilai
sangat pandai dalam menggaris bawahi setiap komentar dari para pejabat
pemerintah yang dirasa tidak keberatan terhadap pencalonan dari Megawati
Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI. Djati Kusumo secara khusus
mempunyai peranan dalam hal pengerahan massa yang berjumlah sekitar
seratus orang di rumah Megawati Soekarnoputri, tujuan dari adanya
pengerahan massa di rumah Megawati Soekarnoputri yakni untuk memberikan
citra bahwa pencalonan Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP
PDI mendapatkan banyak dukungan dari masyarakat. Peranan dari Mangara
Siahaan dalam rangka mensukseskan pencalonan Megawati Soekarnoputri
sebagai Ketua Umum DPP PDI, yakni melakukan berbagai macam usaha
untuk menepis sejumlah isu yang berkembang di masyarakat dan KLB yang
bertujuan menggagalkan usaha Megawati Soekarnoputri untuk menjadi Ketua
Umum DPP PDI.10
10Ibid,
2. Perpecahan PDI dan Lahirnya PDI Perjuangan
Setelah Megawati Soekarnoputri menjadi Ketua Umum DPP PDI
periode 1993-1998 secara de facto. Dalam perkembangan selanjutnya berkat
adanya desakan yang kuat dari masa arus bawah terhadap pemerintah agar
mau mengakui Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum DPP PDI,
akhirnya pemerintah terpaksa mau mengakui Megawati Soekarnoputri sebagai
Ketua Umum DPP PDI. Dengan adanya pengakuan secara resmi dari
pemerintah tentang kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum
DPP PDI periode 1993-1998, maka dua minggu setelah pelaksanaan KLB PDI
di Surabaya kemudian PDI mengadakan Musyawarah Nasioanal (MUNAS) di
Jakarta, untuk meresmikan kedudukan Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua
Umum DPP PDI periode 1993-1998.
Setelah menjabat sebagai Ketua Umum DPP PDI periode 1993-1996,
ternyata Megawati Soekarnoputri dan para pendukungnya mendapatkan
banyak tekanan baik mental maupun fisik. Adapun bentuk-bentuk tekanan
tersebut, antara lain adanya perseteruan yang terjadi dalam tubuh DPD PDI di
Jawa Timur tentang dualisme kepemimpinan, antara Latif Pujasakti dan
Sucipto. Perseteruan antara Latif Pujasakti dan Sucipto ini bermula dari
masalah klaim kepemimpinan. Baik pihak Sucipto maupun Latif Pujasakti,
masing-masing pihak merasa paling berhak untuk menduduki jabatan sebagai
Ketua DPD PDI Jawa Timur.
Sucipto merasa berhak menduduki jabatan Ketua DPD PDI Jawa Timur
DPP PDI No. 043 Tahun 1994. Sedangkan Latif Pujosakti merasa dirinya
yang paling berhak menduduki jabatan Ketua DPP PDI Jawa Timur, karena
mendapat dukungan dari Gubernur Jawa Timur (Basofi Sudirman). Namun
pertikaian antara Sucipto dan Latif ini bisa diselesaikan berkat adanya
dukungan yang kuat dari masa arus bawah, yang berusaha mencegah upaya
untuk menjatuhkan kepengurusan PDI yang sah.11
Tekanan paling berat yang dirasakan oleh PDI pada masa pemerintahan
Orde Baru, yakni adanya upaya dari pemerintah Orde Baru untuk memecah
belah PDI. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk memecah belah PDI
berupa pelaksanaan Kongres di Medan pada tanggal 20-22 Juni 1996 atau
lebih dikenal dengan nama Kongres Medan. Pelaksanaan Kongres Medan
tersebut diprakarsai oleh 16 anggota DPP PDI yang dipimpin oleh Fatimah
Ahmad, dan mendapat dukungan dari pemerintah. Adapun dalih dari
pemerintah memberikan dukungan terhadap pelaksanaan Kongres Medan,
karena pemerintah menganggap kepemimpinan Megawati Soekarnoputri tidak
konstitusional. Dukungan yang diberikan oleh pemerintah Orde Baru terhadap
penyelenggaraan Kongres Medan untuk menggusur kedudukan Megawati
Soekarnoputri menurut beberapa pengamat politik, merupakan salah satu
bentuk ketakutan pemerintah Orde Baru terhadap kekuatan dari para
pendukung PDI, yang dikhawatirkan akan menjadi pemenang dalam
pelaksanaan pemungutan suara pemilihan umum tahun 1997.12
11
Achmad Bahar, op-cit., hal. 83-84.
12