• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus Sprague Dawley.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji toksisitas subakut infusa biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus Sprague Dawley."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

Uji Toksisitas Subakut Infusa Biji Alpukat

(

Persea americana

Mill.) Terhadap Gambaran Histopatologis

Ginjal Tikus

Sprague Dawley

INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya perubahan histopatologis struktural organ ginjal pada tikus Sprague Dawley yang diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dan mengetahui sifat efek toksik yang ditimbulkan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ ginjal tikus Sprague Dawley.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Dalam penelitian ini digunakan lima puluh ekor tikus galur Sprague Dawley (25 betina dan 25 jantan), umur 2-3 bulan, berat badan ±150-250 g. Tikus dibagi secara acak dalam lima kelompokyaitu kelompokI (kontrol negatif) diberi aquadest, kelompok II, III, IV, dan V merupakan kelompok perlakuan yang diberi infusa biji alpukat (Persea americana

Mill.) dengan dosis 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB. Pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dilakukan, selama dua puluh delapan hari berturut-turut. Setelah dua puluh delapan hari organ ginjal hewan uji akan diambil secara acak dari tiap kelompok perlakuan untuk dibandingkan dengan kelompok kontrol. Analisis hasil dilakukan dengan melihat histologi organ ginjal pada tikus galur Sprague Dawley, uji reversibilitas, penimbangan berat badan hewan uji, dan pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji.

Hasil penelitian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang diberikan selama 28 hari dengan dosis 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB tidak menyebabkan perubahan struktural terhadap ginjal tikus Sprague Dawley dan tidak dapat ditentukan sifat efek toksik akibat pemberian infusa subakut biji P. americana Mill. pada organ ginjal tikus Sprague Dawley.

(2)

A Subacute Toxicity Test of an Infused Avocado Seed

(

Persea americana

Mill.) Towards the Histopathologic

Condition of Dawley Sparague Rats

ABSTRACT

This research was aimed to find out whether the structural histopathology change of the kidney of Sprague Dawley mice which were given Persea americana Mill. exists or not. Also, it was to find out the nature of the toxic effects caused by the Persea americana Mill.onthe kidney of the Sprague Dawley

mice.

This research was an experimental research with one-way completely randomized design. This research used fifty mice of Sprague Dawley (25 females and 25 males), aged about 2-3 months, weighted ±150-250 g. The mice were randomly divided into five groups. Group I (negative control) was given distilled water, while Group II, III, IV and V were the treatment groups which were given the Persea americana Mill. The dosage was 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB. The Persea americana Mill. was given for

twenty eight successive days. After twenty eight days, the objects’ kidney would

be randomly taken from each treatment group to be compared to the control group. The result analysis was conducted by observing the kidney histology of

Sprague Dawley mice, conducting reversibility test, weighing the objects and measuring the supply of the objects’ feed and drink.

The research result of Persea americana Mill. given in 28 days using the dosage of 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB does not cause the structural change of the kidney of the Sprague Dawley mice. Also, the nature of the toxic effect due to the infusion subacute of P. americana

Mill. supply on the kidney of the Sprague Dawley mice cannot be determined.

(3)

i

UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI ALPUKAT

(Persea americana Mill.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS

GINJAL TIKUS SPRAGUE DAWLEY

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Levina Apriyani NIM : 118114090

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv

Tuhan membuat segala sesuatu indah pada

waktu-Nya… e de gar le ih dari ya g ka u u apka , e jawa

lebih dari yang kamu pinta, memberi lebih dari yang kamu

bayangkan, dengan waktu dan cara-

Nya se diri…

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahan untuk : Tuhan Yesus Kristus, Bapaku yang setia, sumber harapanku

Mamah, kakak, dan semua keluarga besarku yang selalu mendoakanku dan menyemangatiku Sahabat-sahabatku yang telah hadir di saat susah dan senang

(7)

v

PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala perlindungan, penyertaan dan berkat yang telah diberikanNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “UJI TOKSISITAS SUBAKUT INFUSA BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGIS GINJAL TIKUS SPRAGUE DAWLEY” dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk mmenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis pergunakan untuk mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Ibu Aris Widayati, M.Sc., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Ibu drh. Sitarina Widyarini, M.P., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan mendampingi dan memberikan saran selama pembuatan skripsi ini.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan mendampingi dan memberikan saran selama pembuatan skripsi ini.

(8)

vi

5. Bapak Prof. Dr. C. J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah memberikkan kritik dan saran selama penyususan skripsi.

6. Ibu Agustina Setiawati, M.Sc., Apt., selaku Kepala Penanggung Jawab Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian ini. 7. Bapak Heru dan Bapak Supardjiman selaku Laboran Farmakologi dan

Toksikologi, Bapak Wagiran selaku Laboran Farmakognosi-Fitokimia, Bapak Kayatno selaku Laboran Biokimia, Bapak Kunto selaku Laboran Kimia Analisis, Bapak Ottok selaku pengelola gudang kefarmasian atas segala bantuan selama pelaksanaan skripsi ini.

8. Bapak drh. Sugiyono, M.Sc. yang telah banyak membantu dalam pemeriksaan dan menentukan diagnosis histopatologis organ, serta Bapak Lilik selaku Laboran pada Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan UGM yang telah banyak membantu dalam pembuatan preparat histopatologis.

9. Keluargaku tercinta, Papah Supran Santoso (Alm.), Mamah Leniawati, Riyanto, Handy Wijaya Santoso, Antonius Saputra Santoso yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dan semangat kepada penulis.

10. Keluarga Mardiana yang telah mendukung dan memberikan doa kepada penulis.

(9)

vii

12. Sahabat BiienBii Reza Fiqriyani, Poppy Siti Hasyanah, Ida Aisyah, Nabilah Liwaqisti atas bentuk dukungan yang selalu diberikan selama ini. 13. Sahabat-sahabatku Betzylia Wahyuningsih, Albertus Juanino P, Alexander

Budi K, sebagai sahabat yang selalu mendukung penulis dalam suka dan duka dalam pembuatan skripsi ini.

14. Teman-teman seperjuangan “Avocado girl‟s” Agustina Iswara, Christina Desi, Trifonia Ingrid dan Marselina Cresentia atas kerjasama, bantuan dan semangat dalam proses penyusunan skripsi ini dari awal hingga akhir. 15. Teman-teman FSM B 2011, FKK B 2011 dan seluruh angkatan 2011 atas

kebersamaan kita.

16. Teman-teman kost Gracia Girl‟s, Bernadet Brigita Puspita Wardhani, Vivo Puspita Sari, Kezia Irma Sumomba, Amanda Alexandra Tanne, Skolastika Tianri, Yasinta P, Wuri D, Clara Wina, Fransisca Puspa, Isabella Elga, Pramita A.D, atas kebersamaan, keceriaan, dukungan, semangat dan masukan yang diberikan selama pembuatan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kata sempurna sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.

Yogyakarta,

(10)
(11)
(12)

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL……….i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………..ii

HALAMAN PENGESAHAN………iii

HALAMAN PERSEMBAHAN……….iv

PRAKATA………..……….v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….viii LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI…………..……….ix

DAFTAR ISI………...x

DAFTAR TABEL………...xiv

DAFTAR GAMBAR………xv

DAFTAR LAMPIRAN………....xvii

INTISARI………...xviii

ABSTRACT………xix

BAB 1 PENGANTAR……….1

A. Latar Belakang……….1

(13)

xi

1. Anotomi dan fiiologi ginjal………..11

2. Fungsi ginjal………...16

3. Kerusakan ginjal………...16

D. Ketoksikan dan kerusakan Ginjal………...17

E. Uji Toksikologi ……….19

F. Uji Toksisitas Subakut ………..20

G. Asas Toksikologi ………...23

(14)

xii

BAB III METODE PENELITIAN……… 26

A. Jenis Rancangan Penelitian………26

B. Variabel dan Definisi Operasional………...26

1. Variabel utama………...26

2. Variabel pengacau………26 C. Definisi Operasional………...27

D. Bahan Penelitian………...28

E. Alat dan Instrumen Penelitian………29 F. Tata cara Penelitian………... 29

G. Tata Cara Analisis Hasil………...36

H. Skema Alur Penelitian………38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN………...39

A. Determinasi Biji Persea Americana Mill. ………...39

B. Penetapan Kadar Air………..40

C. Penentuan Dosis Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.)………...40

D. Pemeriksaan Histologis Organ Ginjal ………...41

E. Uji Reversibilitas………....46

F. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Perubahan Berat Badan Tikus Jantan dan Betina………49

(15)

xiii

H. Asupan Minum Tikus Akibat Pemberian Biji P. americana Mill……….56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………58

A. Kesimpulan……….58

B. Saran………...58

DAFTAR PUSTAKA………59

LAMPIRAN………...63

(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Jantan Kelompok Kontrol Dan Kelompok Perlakuan Infusa Biji P. AmericanaMill. selama 28 hari………...41 Tabel II. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Betina Kelompok

Kontrol dan Kelompok Perlakuan Infusa Biji P. americana Mill. selama 28 Hari………..44 Tabel III. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Jantan

Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Infusa Biji

P. americana Mill. Pada Uji Revesibilitas 14 hari………...46 Tabel IV. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Betina

Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Infusa Biji

P. americana Mill. Pada Uji Revesibilitas 14 hari….………..47 Tabel V. Purata Berat Badan ± SE Tikus Jantan Akibat Pemberian

Infusa Biji P. americana Mill. selama 28 hari………50 Tabel VI. Purata Berat Badan ± SE Tikus Betina Akibat Pemberian

(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Gambar Struktur Ginjal……….……….11

Gambar 2. Gambar Struktur Nefron……….………11

Gambar 3. Gambar Struktur glomerulus dan kapiler glomerular……….…...12

Gambar 4. Gambar Korpuskular ginjal secara mikroskopik………13

Gambar 5. Gambar Tubulus kontortus proksimal………14

Gambar 6. Gambar Duktus koligens………14

Gambar 7. Gambar mikroskopik ginjal nefritis interstitial kronik (diwarnai dengan hematoxylin dan Eosin, perbesaran 600x) (Perazella dan Marcowitz, 2010)………....……...17

Gambar 8. Fotomikroskopikginjaltikusjantankelompokperlakuandosis IBA 1140,6 mg/kgBB yang mengalamiperubahanhistopatologis degenerasihidropik (perbesaran 400x, pewarna H-E)………...42

Gambar 9. Fotomikroskopik ginjal tikus jantan kelompok perlakuan dosis IBA 640,8 mg/kgBB yang mengalami perubahan histopatologis nefritis interstitialis (perbesaran 400x, pewarna H-E)...43

(18)

xvi

Gambar 11. Rerata perubahan berat badan tikus jantan selama pemberian

Infusa biji alpukat selama 28 hari………..52

Gambar 12. Rerata perubahan berat badan tikus betina selama pemberian Infusa biji alpukat selama 28 hari………...…...52

Gambar 13.Asupan pakan tikus jantan selama perlakuan……….54

Gambar 14.Asupan pakan tikus betina selama perlakuan……….54

(19)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Foto Biji Alpukat... 63

Lampiran 2. Foto Serbuk Biji Alpukat... 63

Lampiran 3. Foto Infusa Biji Alpukat... 63

Lampiran 4. Foto Pembuatan Infusa Biji Alpukat... 64

Lampiran 5. Foto Pembedahan Hewan Uji... 64

Lampiran 6. Surat Pengesahan Determinasi Biji Alpukat (Persea americana Mill.)... 65

Lampiran 7. Surat Ethics Committee Approval... 66

Lampiran 8. Hasil Diagnosis Histopatologis... 67

Lampiran 9. Analisis Statistika Perubahan Berat Badan Tikus Jantan... 69

(20)

xviii

INTISARI

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui ada tidaknya perubahan histopatologis struktural organ ginjal pada tikus Sprague Dawley yang diberi infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dan mengetahui sifat efek toksik yang ditimbulkan infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) pada organ ginjal tikus Sprague Dawley.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Dalam penelitian ini digunakan lima puluh ekor tikus galur Sprague Dawley (25 betina dan 25 jantan), umur 2-3 bulan, berat badan ±150-250 g. Tikus dibagi secara acak dalam lima kelompok yaitu kelompok I (kontrol negatif) diberi aquadest, kelompok II, III, IV, dan V merupakan kelompok perlakuan yang diberi infusa biji alpukat (Persea americana

Mill.) dengan dosis 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB. Pemberian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) dilakukan, selama dua puluh delapan hari berturut-turut. Setelah dua puluh delapan hari organ ginjal hewan uji akan diambil secara acak dari tiap kelompok perlakuan untuk dibandingkan dengan kelompok kontrol. Analisis hasil dilakukan dengan melihat histologi organ ginjal pada tikus galur Sprague Dawley, uji reversibilitas, penimbangan berat badan hewan uji, dan pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji.

Hasil penelitian infusa biji alpukat (Persea americana Mill.) yang diberikan selama 28 hari dengan dosis 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB tidak menyebabkan perubahan struktural terhadap ginjal tikus Sprague Dawley dan tidak dapat ditentukan sifat efek toksik akibat pemberian infusa subakut biji P. americana Mill. pada organ ginjal tikus Sprague Dawley.

(21)

xix

ABSTRACT

This research was aimed to find out whether the structural histopathology change of the kidney of Sprague Dawley mice which were given Persea americana Mill. exists or not. Also, it was to find out the nature of the toxic effects caused by the Persea americana Mill. on the kidney of the Sprague Dawley mice.

This research was an experimental research with one-way completely randomized design. This research used fifty mice of Sprague Dawley (25 females and 25 males), aged about 2-3 months, weighted ±150-250 g. The mice were randomly divided into five groups. Group I (negative control) was given distilled water, while Group II, III, IV and V were the treatment groups which were given the Persea americana Mill. The dosage was 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB. The Persea americana Mill. was given for twenty eight successive days. After twenty eight days, the objects‟ kidney would be randomly taken from each treatment group to be compared to the control group. The result analysis was conducted by observing the kidney histology of

Sprague Dawley mice, conducting reversibility test, weighing the objects and measuring the supply of the objects‟ feed and drink.

The research result of Persea americana Mill. given in 28 days using the dosage of 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; 1140,6 mg/kgBB does not cause the structural change of the kidney of the Sprague Dawley mice. Also, the nature of the toxic effect due to the infusion subacute of P. americana

Mill. supply on the kidney of the Sprague Dawley mice cannot be determined.

(22)

1

BAB I PENGANTAR

A. LatarBelakang Penelitian

Ginjal merupakan organ eliminasi yang penting bagi tubuh. Ginjal memiliki peran penting dalam mengeliminasi zat-zat dari darah terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, garam-garam asam urat yang direabsorbsi sedikit dan diekresikan ke dalam urin (Donatus, 2001).

Kerusakan struktural pada sel-sel ginjal akibat kondisi patologis tertentu akan berpengaruh pada kerja fungsional dari ginjal. Kerusakan struktural dapat dideteksi secara mikroskopis dengan melihat preparat histologis dari ginjal apakah terlihat secara perubahan patologis yang spesifik atau tidak dari bentuk organ ginjal secara normal. Namun menjadi mustahil dilakukan pada manusia untuk muncuplik jaringan ginjal, maka dari itu digunakan hewan uji. Parameter lain yang digunakan bisa juga seperti perubahan biokimia juga dapat menggambarkan kondisi fungsional dari ginjal (Laboratorium Amerind Bio-Clinic, 2010).

(23)

Biji alpukat (Persea americana Mill.) adalah tanaman yang dikenal mempunyai kemampuan untuk hipertensi (Anaka, Ozolua, Okpo, 2009), juga sebagai anti radang dan menghilangkan rasa sakit (Haryanto, 2009). Arukwe, et al. (2012) melaporkan kandungan kimia biji alpukat (P. americana Mill.), yaitu saponin, flavonoid, tanin, steroid, alkaloid, glikosida sianogen dan fenol bermanfaat sebagai anti inflamasi, antioksidan sebagai peningkat sistem imun. Nwaoguikpe dan Braide (2011) melaporkan kandungan fitokimia ekstrak air biji

P. americana Mill., yakni tanin, saponin, flavonoid, alkaloid, dan glikosidasianogen. Malangngi, Meiske, dan Jessy (2012) memaparkan hasil penelitian mengenai kandungan tanin dan uji aktifitas antioksidan ekstrak biji buah alpukat (P. americana Mill.), ekstrak kering biji alpukat memiliki kandungan tanin total yang tinggi yaitu, 117 mg/kg serta memiliki aktifitas antioksidan yang tinggi, yaitu 93,045%. Makin banyak kandungan tanin maka makin besar aktivitas antioksidannya karena tanin tersusun dari senyawa polifenol yang memiliki aktifitas penangkap radikal bebas. Adanya kandungan antioksidan pada ekstrak kering biji alpukat, memungkinkan antioksidan yang terkandung pada biji alpukat mampu mencegah kerusakan ginjal dengan cara melengkapi elektron bebas pada senyawa radikal sehingga reaktifitas dari senyawa radikal terhadap sel-sel di sekitarnya khususnya sel ginjal dapat dicegah.

(24)

tidak memiliki efek samping (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1992). Banyaknya penelitian mengenai manfaat penggunaan biji alpukat yang telah dipublikasikan sehingga penggunaan akan biji alpukat sebagai obat tradisional akan meningkat. Oleh karena itu, sangat perlunya dilakukan penelitian toksisitas untuk mengetahui ada tidaknya efek toksik yang ditimbulkan dalam penggunaan biji alpukat sebagai obat tradisional dikalangan masyarakat. Berkaitan dengan ketoksikan, lama pemejanan suatu senyawa merupakan salah satu faktor penentu timbulnya efek toksik akibat dari adanya akumulasi senyawa toksik. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi penggunaan biji alpukat jangka panjang oleh masyarakat maka peneliti melakukan uji toksisitas subakut infusa biji alpukat. Uji toksisitas subakut ini memiliki spektrum yang luas, untuk itu perlu dilakukan penelitian toksisitas subakut dengan mengamati perubahan struktural pada organ ginjal, hati, pankreas, testis dan uterus dan perubahan biokimia (SGPT, SGOT, BUN dan kreatinin serta glukosa). Penelitian ini merupakan penelitian yang tak khas serta dilakukan secara parallel dan penelitian ini juga dilakukan bersamaan dengan uji toksisitas akut yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2015).

(25)

per oral sekali sehari selama enam hari berturut-turut, pada hari ketujuh semua kelompok perlakuan diberi induksi karbon tetraklorida dan hasilnya dosis efektif infusa biji alpukat (P. americana Mill.) yang diberikan dengan dosis 360 mg/kgBB memberikan efek nefroprotektif paling efektif sebesar 100%.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah infusa biji P. americana Mill. yang diberikan secara subakut memiliki efek toksik berupa perubahan struktural yang akan dilihat dari gambaran histologis ginjal tikus. Pada penelitian ini organ ginjal yang diteliti karena ginjal merupakan organ eliminasi penting bagi tubuh. Ginjal mempunyai peran dalam mengeliminasi zat-zat dari darah terutama produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin, asam urat, yang akan direabsorbsi sedikit dan diekskresikan dalam jumlah besar ke dalam urin. Ginjal akan dilihat secara histopatologis karena ingin melihat seberapa besar kerusakan yang ditimbulkan karena pemberian subakut infusa biji P. americana

Mill.

(26)

1. Perumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat diuraikan beberapa permasalahan sebagai berikut.

a. Apakah pemberian subakut infusa biji alpukat (P. americana Mill.) menyebabkan perubahan wujud struktural histopatologis organ ginjal pada tikus galur Sprague Dawley yang dilihat secara mikroskopis ?

b. Bagaimana sifat efek toksik yang ditimbulkan oleh infusa biji alpukat (P. americana Mill.) terhadap organ ginjal tikus galur Sprague Dawley ?

2. Keaslian penelitian

Terdapat beberapa penelitian yang sudah dilakukan terhadap biji alpukat (P. americana Mill.) diantaranya penelitian yang dilakukan Anaka, dkk. (2009) menyebutkan bahwa ekstrak air biji alpukat (P. americana Mill.) memiliki efek menurunkan tekanan darah pada tikus galur Sprague Dawley. Anggraeni (2006) menyimpulkan bahwa infusa biji alpukat (P. americana Mill.) dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus Sprague Dawley yang diberi beban glukosa. Idris, Ndukwe, dan Gimba (2009) melaporkan kemampuan biji alpukat (P. americana

Mill.) sebagai antimikroba. Silitonga (2013) menyebutkan bahwa biji alpukat (P. americana Mill.) memiliki efek nefroprotektif dengan penurunan kadar kreatinin serum dan gambaran mikroskopis ginjal yang normal pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian Alhassan, Sule, Atiku, Wudil, Abubakar, dan Mohamed (2012) membuktikan bahwa pemberian ekstrak air biji P. americana

(27)

hipoglikemik lebih besar daripada pemberian jangka pendek. Penelitian Idris, Ndukwe, Gimba (2009) melaporkan ekstrak biji P. americana Mill. memiliki kemampuan sebagai antimikrobia.

Sejauh penelusuran pustaka, penelitian uji toksisitas subakut infusa biji alpukat (P. americana Mill.) pada tikus Sprague Dawley terhadap histopatologi ginjal belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu kefarmasian khususnya perkembangan pengobatan tradisional biji alpukat (P. americana Mill.).

b. Manfaat praktis: Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi mengenai pengaruh penggunaan infusa biji alpukat pada gambaran struktural histologis organ ginjal pada pemakaian jangka panjang dan reversibilitas efek toksik ginjal.

B. TujuanPenelitian

1. Tujuan umum

(28)

2. Tujuankhusus

a. Mengetahui ada tidaknya perubahan wujud histopatologis organ ginjal pada tikus galur Sprague Dawley yang diberi infusa biji alpukat (P. americana

Mill.)

(29)

8

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Persea americana Mill. 1. Sinonim

Laurus persea L., Persea drymifolia Schlecht.and Cham, Persea gratissima Gaertn f., Persea edulis Raf., Persea nubigena, Persea steyermarkii C.K. Allen(Lim, 2012).

2. Taksonomi

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Magnoliidae

Ordo : Laurales Famili : Lauraceae Genus : Persea

Spesies : Persea americana Mill.

(30)

3. Nama umum

Alpukat, avokad (Indonesia), avocado (Filipina), avocado (Amerika), alligator pear, avocado, avocado-pear, butter fruit (Inggris), avocat, avocatier, zabelbok, zaboka (Prancis), alligatorbirne, avocadobirne (Jerman), apukado, avokado, buah mentega (Malaysia), aguacate, pagua (Spanyol), awokado (Thailand) (World Agroforestry Centre, 2002).

4. Morfologi

Biji alpukat (P. americana Mill.) merupakan jenis pohon berkayu menahun (perennial) dan memiliki ukuran sedang sampai besar, dengan tinggi mencapai 20 m. Tumbuhan ini memiliki daun tunggal dan memiliki tepi daun rata. Daun berbentuk elips hingga lanset, bulat telur hingga bulat telur sungsang, dengan panjang daun 5-40 cm dan lebar 3-15 cm, permukaan atas daun terdapat selaput lilin. Bentuk bunga berupa tongkol majemuk yang muncul di ujung cabang. Bunga dari P. americana Mill. ini tergolong bunga banci tersusun atas 3 daun mahkota. Buah besar berdaging dan berair, berbiji tunggal, permukaan buah halus, panjang 7-20 cm. Buah besar dan bulat, dilapisi dua lapisan dan dua kotiledon besar yang melindungi embrio kecil (Proseanet, 2012).

5. Kandungan kimia

(31)

Kandungan yang paling banyak terdapat dalam biji alpukat adalah saponin, yaitu 19,21 mg/100g (Arukwe dkk., 2012).

6. Khasiat dan kegunaan

Ekstrak biji alpukat (P. americana Mill.) di Nigeria digunakan untuk mengobati hipertensi. Penelitian Anaka dkk. (2009) melaporkan bahwa ekstrak biji alpukat (P. americana Mill.) dapat menurunkan tekanan darah, sedangkan ekstrak kulit kayunya digunakan secara tradisional sebagai pengobatan penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit di Nigeria (Owolabi, Jaja, dan Coker, 2005). Penelitian Silitonga (2013) menyebutkan bahwa biji alpukat (P. americanaMill.) memiliki efek nefroprotektif dengan penurunan kadar kreatinin serum dan gambaran mikroskopis ginjal yang normal pada tikus yang terinduksi karbon tetraklorida. Penelitian Idris, et al. (2009) melaporkan ektrak biji P. americana

(32)

B. Infundasi

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan cara infundasi, yaitu mengekstraksi simplisia nabati dengan air pada suhu 90°C selama 15 menit. Pembuatan infusa merupakan cara yang paling sederhana untuk membuat sediaan herbal dari bahan lunak seperti daun dan bunga. Dapat diminum panas atau dingin. Sediaan herbal yang mengandung minyak atsiri akan berkurang khasiatnya apabila tidak menggunakan penutup pada pembuatan infusa (Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2010).

C. Ginjal

1. Anatomi dan fisiologi ginjal

Ginjal merupakan sepasang organ bersimpai yang berfungsi menyaring darah dan terletak di daerah retroperitoneum pada dinding posterior abdomen. Ginjal dialiri sekitar 25% curah jantung. Ekskresi produk sisa metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam dan basa, serta sekresi berbagai hormon dan autokoid merupakan fungsi penting dari ginjal (Robbins dan Cotran, 2007).

Ginjal adalah organ dalam tubuh manusia yang berbentuk seperti kacang yang letaknya berada di sisi columna vertebralis. Ginjal dijumpai di dalam daerah

(33)

Gambar 1. Struktur ginjal (Huether dan McCance,2008)

Bagian luar pada organ ginjal disebut korteks tebalnya 1,2-1,6 cm, bagian dalam disebut medulla dan bagian paling dalam disebut pelvis (Gambar 1) (Robbins dan Cotran,2007).

Gambar 2. Struktur nefron (McPhee dan Ganong, 2010).

(34)

glomerulus yang dikelilingi oleh struktur yaitu capsula Bowman. Tubulus yang dimiliki oleh ginjal diantaranya, yaitu tubulus proximal, lengkung henle, tubulus distaldan tubulus collectivus (pengumpul) (Stine dan Brown, 1996). Nephron

memiliki fungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring darah lalu mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih dibutuhkan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya yang sudah tidak dibutuhkan akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor oleh tubulus. Hasil akhir yang kemudian diekskresikan disebut urin (McPhee dan Ganong, 2010).

Glomerulus (gambar 3) terdiri atas arteriol aferen dan eferen serta dibungkus oleh suatu epitel yang membentuk suatu lapisan yang berhubungan dengan lapisan yang membentuk simpai Bowman dan tubulus ginjal (McPhee dan Ganong, 2010). Aparatus jukstaglomerulus merupakan tempat utama produksi renin di ginjal, terletak dekat glomerulus di tempat masuknya arteriolaferen

(Kumar, Abbas, dan Fausto, 2010)

(35)

Korpuskular ginjal (gambar 4) terdiri dari capsula Bowman dan rumbai kapiler glomerulus. Glomerulus adalah masa kapiler yang berbentuk bola yang terdapat sepanjang arteriol. Fungsinya untuk filtrasi air dan zat terlarut dalam darah. Capsula bowman merupakan suatu pelebaran nefron yang dibatasi oleh epitel yang menyelubungi glomerulus untuk mengumpulkan zat terlarut yang difiltrasi oleh glomerulus (Lesson, 1996; Sherwood, 2006).

Gambar 4. Korpuskular ginjal secara mikroskopik (SIU School of Medicine, 2005)

Tubulus contortus proximal terletak di dalam cortex ginjal, panjangnya 14 mm dengan diameter 50-60 nm (Gambar 5). Bentuknya berlekuk-lekuk dan berakhir sebagai saluran yang lurus yang berjalan ke arah medula, yaitu ansa henle. Ansa henle merupakan nefron pendek yang memiliki segmen yang tipis yang membentuk lengkung tajam berbentuk huruf U. Bagian pars desendens dari

ansa henle terbentang dari korteks ke bagian medula, sedangkan pars asendens

(36)

berlekuk-lekuk di bagian cortex dan berakhir di ductus koligens (Lesson, 1996; Sherwood, 2006).

Gambar 5. Tubulus kontortus proksimal (p) dan tubulus kontortus distal (d) secara mikroskopik (SIU School of Medicine, 2005)

Duktus koligens merupakan saluran pengumpul yang akan menerima cairan dan zat terlarut dari tubulus distal (Gambar 6). Ductus coligens berjalan dari dalam berkas medula menuju ke medula. Setiap duktus pengumpul yang berjalan ke arah medula akan mengosongkan urin yang telah terbentuk ke dalam pelvis ginjal (Sherwood, 2006).

(37)

2. Fungsi ginjal

Ginjal menjalankan berbagai fungsi dalam homeostasis dalam tubuh sebagai berikut.

a. Ekskresi produk sisa metabolik, bahan kimia asing, obat, dan metabolit hormon.

b. Pengaturan keseimbangan air dan elektrolit. c. Pengaturan tekanan arteri.

(Guyton dan Hall,2006).

3. Kerusakan ginjal

Fungsi utama dari ginjal yaitu sebagai organ eliminasi yang penting dalam tubuh. Meskipun terdapat banyak faktor yang mempengaruhi kerentanan ginjal terhadap efek toksik, tingginya aliran curah jantung dan peningkatan konsentrasi produk ekskresi karena adanya reabsorpsi air dari cairan tubuler merupakan faktor terpenting. Faktor tersebut akan mempengaruhi proses perubahan struktur dari ginjal itu sendiri, terutama di tubulus ginjal karena di tubulus ginjal terjadi proses reabsorpsi dan ekskresi dari zat-zat toksik tersebut (McPhee dan Ganong, 2010).

(38)

(paling tidak sebagian) keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit (Guyton dan Hall, 2006).

D. Ketoksikan dan kerusakan ginjal

Induksi dari senyawa toksik terhadap kerusaan ginjal dapat bersifat ringan ataupun parah, bisa kembali seperti semula ataupun permanen, tergantung dari penyebab ketoksikkan serta dosis yang dipejankan. Ginjal bisa sangat berpotensi sebagai organ yang menjadi target dampak senyawa toksik karena aliran darah yang menuju ginjal sangat tinggi artinya pasokan ke ginjal besar, sehingga senyawa-senyawa toksik yang berada di dalam sirkulasi darah akan masuk ke ginjal dalam jumlah yang besar (Stine dan Brown, 1996; Hodgson, 2010).

Faktor penyebab toksisitas pada ginjal yaitu tingginya aliran darah pada ginjal, konsentrasi senyawa kimia di cairan intraluminal, reabsorpsi dan / atau sekresi senyawa kimia melalui sel-sel tubulus, biotransformasi dari pro-toksikan menjadi intermediet yang reaktif. Adapun aliran darah ke ginjal cukup besar sekitar 25% dari sisa kardiak output. Oleh karena itu, ginjal akan menerima konsentrasi senyawa toksik lebih tinggi dalam tiap gram jaringan terutama pada bagian korteks (Hodgson, 2010).

(39)

peningkatan progresif nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN) dan kreatinin serum, menyebabkan uremia (McPhee dan Ganong, 2010).

Gambar 7.Gambaran mikroskopik nefritis interstitial kronik (diwarnai dengan

hematoxylin dan eosin, perbesaran 600x) (Perazella dan Markowitz, 2010).

Pada gambar 7 menjelaskan nefritis interstitial kronik di mana tubulus muncul menyusut dan atrofi (ditunjukkan oleh panah), dan dipisahkan oleh fibrosis interstisial yang luas (ditunjukkan oleh panah) (Perazella dan Markowitz, 2010).

Penyakit yang terjadi pada ginjal sangat komplek, sehingga untuk dapat bisa memahaminya dapat membagi penyakit ginjal berdasarkan komponen morfologi dasar ginjal, yaitu glomerulus, tubulus, interstisium dan pembuluh darah. Sebagian besar penyakit pada glomerulus disebabkan oleh proses imunologik, sedangkan penyakit pada tubulus dan interstisium dapat disebabkan oleh bahan-bahan toksik atau infeksi. Penyakit-penyakit tersebut dijelaskan sebagai berikut:

(40)

eritematosus, hipertensi, diabetes melitus. Penyakit glomerulonefritis dapat dibagi menjadi sindrom nefrotik, sindrom nefrotik akut, glomerulonefritis progresif cepat, gagal ginjal kronik dan hematuria atau proteinuria asimtomatik.

b. Penyakit yang mengenai tubulus dan interstisium. Penyakit yang mengenai kedua komponen ini yaitu cedera tubulus iskemik atau toksik yang menyebabkan Nekrosis Tubulus Akut (NTA) dan gagal ginjal akut serta reaksi peradangan di tubulus dan interstisium (nefritis tubule interstisium).

c. Penyakit pembuluh darah. Adanya penyakit vaskular sistemik dapat mengenai pembuluh darah ginjal. Penyakit yang menyerang bagian pembuluh darah ginjal yaitu nefrosklerosis jinak, hipertensi maligna dan nefrosklerosis akseleratif, steanosis arteri renalis, serta mikroangiopati trombolitik (Robbin dan Cotran, 2007).

Nefritis interstitialis yaitu peradangan pada daerah interstisium yang disebabkan oleh reaksi alergi obat, penyakit autoimun, infeksi atau infiltrasi penyakit lainya. Pada nefritis interstitial akut, kerusakan tubular menyebabkan disfungsi tubular ginjal, dengan atau tanpa gagal ginjal. Terlepas dari tingkat keparahan kerusakan epitel tubular, disfungsi ginjal ini umumnya bersifat reversibel (Kumar, Abbas dan Fausto, 2010).

E. Uji Toksikologi

(41)

jenis hewan uji. Uji ketoksikan tidak khas yaitu uji ketoksikan akut, sub kronis dan kronis. Uji ketoksikan khas adalah uji toksikologi yang dirancang untuk mengevaluasi secara rinci efek toksik yang khas pada suatu senyawa pada semua hewan uji. Yang termasuk dalam uji ketoksikan khas adalah uji potensiasi, kekarsinogenetikan, kemutagenetikan, keteratogenetikan, reproduksi, kulit dan mata, dan perilaku (Donatus, 2001).

F. Uji Toksisitas Subakut

Uji toksisitas subakut atau yang disebut dengan subkronis ialah uji ketoksikan suatu senyawa yang diberikan dengan dosis berulang pada hewan uji tertentu, selama kurang dari tiga bulan. Uji ini ditujukan untuk mengungkapkan spektrum efek toksik senyawa uji, serta untuk memperlihatkan apakah spektrum efek toksik itu berkaitan dengan takaran dosis (Donatus, 2001). Tujuan lain dari uji toksisitas subakut, yaitu untuk memperoleh informasi adanya efek toksik zat yang tidak terdeteksi pada uji toksisitas akut, efek toksik setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu, dosis yang tidak menimbulkan efek toksik dan mempelajari adanya efek kumulatif serta efek reversibilitas setelah pemaparan sediaan uji secara berulang dalam jangka waktu tertentu (BPOM, 2014).

(42)

klinis sekali pakai dan berulang dalam waktu satu sampai empat minggu (BPOM, 2014).

Uji toksisitas subakut dilakukan untuk mengeksplorasi secara luas keseluruhan efek biologis yang ditimbulkan pada tempat aksi yang diberikan pada rentang dosis tertentu. Uji toksisitas subakut dapat menentukan ketoksikan secara kualitatif (pengaruh atau efek yang ditimbulkan terhadap jaringan dan plasma darah) dan secara kualitatif (organ target dan efek yang ditimbulkan) dari pemberian dosis berulang pada hewan uji (Gad, 2002).

Prinsip uji toksisitas subakut adalah bentuk sediaan yang akan diujikan dibagi dalam beberapa tingkat dosis diberikan setiap hari pada kelompok hewan uji. Hewan uji harus diamati setiap hari selama waktu pemberian sediaan uji untuk menentukan adanya toksisitas. Hewan uji yang yang mati selama waktu pemberian sediaan uji harus segera di otopsi, organ dan jaringan dilakukan pengamatan secara makropatologi dan histopatologi. Pada akhir pemberian sediaan uji, semua kelompok hewan uji yang masih hidup di otopsi dan dilakukan pengamatan makropatologi pada setiap organ dan jaringan, pemeriksaan hematologi, biokimia klinis dan histopatologi (BPOM, 2014).

(43)

satu kelompok kontrol dan tiga kelompok perlakuan peringkat dosis. Jumlah hewan uji selama perlakuan paling tidak terdapat lima jantan dan lima betina dalam tiap kelompok perlakuan. Hewan uji harus diadaptasikan terlebih dahulu selama beberapa hari sebelum dilakukan perlakuan agar hasil percobaan yang akan didapatkan benar-benar merupakan hasil perlakuan bukan karena faktor lingkungan yang baru bagi hewan uji.

Pengamatan dan pemeriksaan yang dilakukan dari uji ketoksikan subakut meliputi hal-hal sebagai berikut.

1. perubahan berat badan yang diperiksa paling tidak tujuh hari sekali,

2. asupan pakan untuk masing-masing hewan atau kelompok hewan yang ditimbang diukur paling tidak tujuh hari sekali,

3. gejala klinis umum yang diamati setiap hari,

4. pemeriksaan hematologi paling tidak diperiksa dua kali pada awal dan akhir uji coba,

5. pemeriksaan kimia darah paling tidak dua kali pada awal dan akhir uji coba,

6. analisis urin paling tidak sekali, dan

(44)

G. Asas Toksikologi

Toksikologi memiliki beberapa asas, adapun asas-asas toksikologi adalah sebagai berikut.

a. Kondisi pemberian dan makhluk hidup. Kondisi pemberian ialah semua faktor yang menentukan keberadaan racun di tempat aksinya. Jalur pemberian secara intravena, inhalasi, intraperitonial, subkutan, intramuskular, dermal, dan oral akan menentukan ketersediaan senyawa induk atau metabolit di tempat aksi. Saat pemberian, serta besarnya takaran racun akan mempengaruhi besarnya ketersediaan zat beracun di tempat aksi tertentu dan kerentanan makhluk hidup terhadap racun. Kondisi makhluk hidup adalah keadaan fisiologi (berat badan, jenis kelamin, dan kehamilan) serta patologi (penyakit) makhluk hidup dapat mempengaruhi ketersediaan racun di sel sasaran dan keefektifan antar aksi senyawa antara kedua perubahan ini (Donatus, 2001).

(45)

tubuh tidak lagi mampu memperbaiki akan timbul respon toksik berupa perubahan biokimia, fungsional, atau struktural (Donatus, 2001).

c. Wujud efek toksik. Wujud efek toksik sesuatu racun dapat berupa prubahan biokimia, fungsional, dan struktural. Jenis wujud efek toksik berdasarkan perubahan bikoimia berkaitan dengan respon dan perubahan atau kekacauan biokimia terhadap luka sel, akibat antar aksi antara racun dan tempat aksi terbalikan. Antar aksi yang terbalikan yang dimaksud adalah reaksi yang terjadi antara molekul racun dan tempat aksi yang khas, seperti reseptor-reseptor neurotransmitter, tempat aktif enzim, dan lain sebagainya. Jenis wujud efek toksik berdasarkan perubahan fungsional berkaitan dengan antar aksi racun yang terbalikan dengan reseptor atau tempat aktif enzim, sehingga mempengaruhi fungsi homeostatis tertentu. Sedangkan pada jenis efek toksik berdasarkan perubahan struktural diantaranya perlemakan (degenerasi melemak), nekrosis, karsinogenesis, mutagenesis, dan terarogenesis (Donatus, 2001).

(46)

H. Keterangan Empiris

(47)

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian toksisitas subakut infusa biji alpukat terhadap gambaran histopatologis ginjal tikus ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni dengan rancangan sederhana, acak, lengkap dan pola searah.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel utama

Variabel utama penelitian ini terdari dari variabel bebas dan tergantung. a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi dosis infusa biji alpukat (P. americana Mill.).

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah perubahan histopatologi organ ginjal akibat pemberian subakut infusa biji alpukat (P. americana

Mill.) pada tikus galur Sprague Dawley.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali

(48)

gram dan umur 2-3 bulan. Bahan uji yang digunakan, yaitu biji alpukat (P. americana Mill.) yang mempunyai waktu panen, tempat tumbuh dan suhu yang sama. Frekuensi pemberian infusa satu kali sehari selama 28 hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama secara per oral.

b. Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi patologis dan fisiologis dari tikus galur Sprague Dawley yang digunakan dalam penelitian.

C. Definisi Operasional

1. Dosis infusa biji alpukat (P. americana Mill.)

Dosis infusa biji alpukat didefinisikan sebagai volume (mL) infusa biji alpukat (P. americana Mill.) tiap kg berat badan subjek uji yang digunakan.

2. Infusa biji alpukat (P. americanaMill.)

Infusa serbuk kering biji alpukat (P. americana Mill.) didapatkan dari dengan menginfundasi 8,0 g serbuk kering biji alpukat (P. americana Mill.) dalam 100,0 mL air pada suhu 90°C selama 15 menit, sehingga menghasilkan infusa biji alpukat dengan konsentrasi 8% b/v.

3. Pemberian subakut

(49)

4. Sifat efek toksik

Sifat efek toksik yang mungkin adalah keterbalikan atau tak terbalikan.

5. Perubahan histopatologis

Perubahan histopatologis dilihat dari gambaran mikroskopis kelompok perlakuan yang dibandingkan terhadap kelompok kontrol.

D. Bahan Penelitian

1. Bahan Penelitian

a. Biji alpukat (P. americana Mill.) yang ambil selama bulan Juni dan diperoleh dari Depot Es Teller 77 yang berada di Galeria Mall Yogyakarta. b. Hewan uji yang digunakan, yaiu tikus galur Sparague Dawley umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 gram diperoleh dari Laboratorium Imunologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

c. Aquadest untuk asupan minum dan sebagai pelarut infusa. Pelet AD-2 untuk asupan pakan tikus.

(50)

E. Alat dan Instrumen Penelitian

1. Alat pembuatan simplisia

Mesin blender, timbangan digital, oven, blender, ayakan no. 40, dan wadah untuk menyimpan serbuk biji alpukat.

2. Alat penetapan kadar air

Alat Moisture Balance, sendok, dan stopwatch.

3. Alat pembuatan infusa

Panci lapis enamel, termometer, stopwatch, beaker glass, gelas ukur, batang pengaduk, kompor listrik, timbangan analitik, dan kain flannel.

4. Alat- alat untuk perlakuan dan pemeriksaan histologis

Kandang tikus (metabolic cage), jarum suntik per ora, spuit injeksi, timbangan, seperangkat alat bedah, alat-alat gelas dan pot-pot untuk menyimpan organ.

F. Tata Cara Penelitian

1. Determinasi tanaman

(51)

2. Pengumpulan biji alpukat

Bahan uji pada penelitian ini yang digunakan adalah biji alpukat.Biji alpukat diperoleh dari salah satu Depot Es Teller 77 yang berada di Galeria Mall Yogyakarta pada bulan Juni 2014.

3. Pembuatan serbuk biji alpukat

Biji alpukat dibersihkan dari kulit luarnya, dipotong tipis kemudian dikeringkan dengan dimasukkan kedalam oven yang sudah diatur suhunya, suhu yang digunakan 500C selama 72 jam. Potongan biji yang telah kering kemudian diserbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan no. 40.

4. Penetapan kadar air serbuk kering biji alpukat (P. americana Mill.) Serbuk kering biji alpukat (P. americana Mill.) yang sudah terayak, dimasukkan ke dalam alat moisture balance ± 5 g kemudian diratakan, lalu akan muncul % kadar air.

5. Pembuatan infusa biji alpukat (P. americana Mill.)

(52)

6. Penetapan dosis infusa biji alpukat (P. americana Mill.)

Peringkat dosis yang digunakan untuk dosis infusa biji alpukat (P. americana Mill.) didasarkan pada masyarakat, yaitu ± 2 sendok makan (4g) yang direbus dalam 250 ml air. Maka dosis perlakuan adalah 4g/70kgBB manusia. Dari data tersebut konversi dosis manusia 70kg ke tikus 200g = 0,018.

Dosis untuk tikus 200g = 0,018 x 4g – 0,72g/200gBB = 360 mg/kgBB

Berdasarkan orientasi yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya konsentrasi maksimal infusa biji alpukat adalah 8g/100ml dengan berat hewan uji sebesar 350mg, dan volume maksimal pemberian infusa secara p.o 5ml.

Perhitungan untuk menentukan dosis tinggi perlakuan dilakukan dengan cara sebagai berikut.

D x BB = C x V D x 350g = 8g/100ml x 5ml

D = 1142,8 ml/kgBB

(53)

Dosis I : 360 mg/kgBB : 1,78 = 202,24 mg/kgBB Dosis II : 360 mg/kgBB

Dosis III : 360 mg/kgBB x 1,78 = 640,8 mg/kgBB Dosis IV : 450 mg/kgBB x 1,78 = 1140,6 mg/kgBB

7. Penetapan dosis aquadest sebagai kontrol negatif

Menentukan dosis aquadest yang digunakan ditentukan oleh dosis tertinggi untuk mengetahui jumlah volume maksimal yang harus diberikan pada hewan uji, berdasarkan rumus didapatkan volume maksimum sebagai berikut.

D x BB = C x V

D x 350 g = 1 g/100 ml x 5 ml D = 14285 mg/kgBB

8. Penyiapan dan pemeliharaan hewan uji

Hewan uji yang digunakan uji toksisitas subakut terdiri dari tikus jantan dan betina, galur Sparague Dawley, umur 2-3 bulan, berat badan 150-250 g, berjumlah 50 ekor (25 jantan dan 25 betina) disiapkan dan ditempatkan dalam kandang. Satu kandang metabolic cage berisi satu tikus sesuai kelompok dosis, betina dan jantan dipisahkan. Tiga hari sebelum perlakuan hewan uji diadaptasikan pada metabolic cage.

(54)

Hewan uji tikus diberikan minum berupa air reverse osmosis setiap hari sebanyak 100 ml selama 28 hari masa perlakuan dan 14 hari perlakuan reversibilitas. Minuman diberikan dalam wadah botol berskala dengan pipa yang diberi lubang pada ujungnya.

Penelitian ini telah mendapat persetujuan Ethical Clearance dari Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (Lampiran 7).

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

(55)

10. Prosedur pemusnahan hewan percobaan

Hewan uji yang akan dibedah dikorbankan terlebih dahulu dengan cara anestetika overdosis, yakni memasukkan tikus kedalam wadah tertutup berisi eter yang akan diinhalasi oleh tikus. Hewan uji yang telah dibedah dibedah kemudian diambil organ yang diinginkan dengan menggunakan pinset dan gunting bedah, kemudian organ dicuci dengan NaCl 0,9% dan dimasukkan ke dalam pot formalin 10% untuk diawetkan. Hewan uji yang sudah diambil organnya, dimasukkan ke dalam kantong plastik dan dibungkus lagi dengan kertas, diletakkan di dalam tas plastik, ditutup dan dikubur di halaman laboratorium.

11. Pembuatan dan pemeriksaan preparat histologis ginjal

Ginjal yang telah disimpan dalam larutan formalin 10% dicelupkan ke dalam aquadest, kemudian dibuat preparat dan mendiagnosis gambaran histologi ginjal yang dilakukan oleh pihak Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

12. Teknik pembuatan slide a. Trimming

Trimming adalah tahapan yang dilakukan setelah proses fiksasi denan melakukan pemotongan tipis jaringan setebal 4 mm dengan orientasi sesuai dengan organ yang akan dipotong.

b. Dehidrasi

Dehidrasi jaringan yang dilakukan setelah trimming mengunakan

(56)

jaringan dengan menggunakan cairan dehidran seperti etanol atau iso propil alkohol.

c. Embedding

Jaringan yang berada dalam ‘embedding cassette’ dipindahkan ke dalam ‘base mold’, setelah melalui proses dehidrasi. Kemudian diisi dengan parafin cair, kemudian dilekatkan pada balok kayu ukuran 3x3cm atau pada

embedding cassette. Jaringan yang sudah dilekatkan pada balok kayu atau cassette

disebut blok. Fungsi dari balok kayu atau cassette adalah untuk pemegang pada saat balok dipotong pada mikrotom.

d. Cutting

Cutting adalah pemotongan jaringan yang sudah didehidrasi dengan menggunakan mikroton.

e. Staining / Pewarnaan

Teknik pewarnaan H&E dipergunakan untukpemeriksaan rutin, sedangkan untuk pewarnaan khusus jamur digunakan teknik PAS, kuman tahan asam digunakan teknik Ziehl-Neelsen. Badan inklusi digunakan teknik Page Gren, Chlamydia digunakan teknik Pinkerton dan untuk deteksi virus digunakan teknik immunoperoksidase.

f. Mounting

Mounting dilakukan setelah jaringan pada slide diwarnai, dengan cara meneteskan bahan mounting (DPX, Entelan, Canada balsam) sesuai

kebutuhan dan ditutup dengan „coverglass‟ jangan sampai ada gelembung udara

(57)

g. Pembacaan slide dengan mikroskop

Slide diperiksa di bawah mikroskop cahaya. Semua lesi pada berbagai organ tubuh dicatat.

G. Tata Cara Analisis Hasil

1. Pemeriksaan histologis organ

Data pemeriksaan histopatologis organ dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan mikroskop cahaya (Olympus DP10) berdasarkan perubahan morfologi yang terjadi dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif. Data ini digunakan untuk melihat hubungan antara dosis dan spektrum efek toksik.

2. Uji reversibilitas

Uji reversibilitas dilakukan selama 14 hari dimulai setelah perlakuan 28 hari yang dilakukan pada dua hewan uji yang tersisa baik pada kelompok perlakuan empat peringkat dosis maupun pada kelompok kontrol. Pada uji reversibilitas, pemberian infusa biji alpukat pada kelompok perlakuan serta aquadest pada kelompok kontrol pada hewan uji dihentikan, namun tetap diberikan asupan makan maupun minum. Setelah hari ke-15 maka dilakukan pembedahan pada seluruh tikus pada uji reversibilitas dan dilakukan pengamatan histopatologis.

3. Penimbangan berat badan hewan uji

(58)

yang digunakan sebagai data pendukung adalah data penimbangan hewan uji tiap minggunya. Data penimbangan berat badan hewan uji dihitung purata perubahan berat badan tiap kelompok hewan uji pada hari ke-0, 7, 14, 21 dan 28. Data perubahan berat badan hewan uji antar minggu dan kelompok perlakuan dianalisis secara statistik dengan analisis General Linear Model (metode Multivariate). Dari hasil General Linear Model (metode Multivariate) akan terbaca nilai signifikansi (sig.) berat badan sehingga akan tampak adanya perubahan berat badan yang signifikan atau tidak.

4. Pengukuran asupan pakan dan minum hewan uji

(59)

H. Skema Alur Penelitian

Kemudian 2 hewan uji sisanya didiamkan selama 14 hari untuk uji reversibilitas, pada hari ke-15 diakukan pembedahan dan pengamatan histopatologi 50 ekor tikus yakni 25 jantan dan 25 betina masing-masing dibagi kedalam

5 kelompok

Hewan uji ditempatkan dalam metabolic cage secara acak dan diadaptasikan selama 3 hari sebelum memulai perlakuan

Hewan uji ditimbang untuk menghitung volume pemberian infusa pada masing masing hewan uji

Hewan uji dikembalikan dalam metabolic cage

Hewan uji diberi infusa biji alpukat secara peroral dan diberi asupan pakan pada :

Dilakukan pengukuran asupan pakan, minum dan pengamatan berat badan selama 28 hari setiap pagi

Selama 28 hari injeksi infusa biji alpukat secara peroral pada hewan uji dilakukan pada jam yang sama dengan hari pertama

(60)

39

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya perubahan histopatologis struktural organ ginjal pada tikus galur Sprague Dawley

yang diberi infusa biji alpukat. Agar lebih memperjelas lagi, tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat efek toksik yang ditimbulkan infusa biji alpukat (P. americana Mill.) pada organ ginjal tikus Sprague Dawley.

Penelitian ini juga dilakukan untuk melihat reversibilitas efek toksik yang terjadi pada organ ginjal, perubahan yang dilihat berdasarkan analisis kualitatif histologis ginjal tikus.

Hasil penelitian yang akan dibahas adalah determinasi biji P. americana

Mill., penetapan kadar air serbuk biji P. americana Mill., serta pemeriksaan histologis ginjal tikus. Data pendukung dalam penelitian ini yaitu data asupan pakan dan asupan minum, dan data berat badan. Data berat badan di analisis dengan General Linear Model (metode Multivariate). Data asupan pakan dan minum dibuat grafik untuk melihat apakah pemberian infusa biji P. americana

Mill. dapat mempengaruhi pola makan dan minum hewan uji.

A. Determinasi Biji Persea americana Mill.

(61)

Sehingga tidak akan terjadi kesalahan dalam penyiapan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini. Determinasi dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (Lampiran 6). Hasil determinasi yang dilakukan membuktikan bahwa serbuk yang digunakan untuk penelitian ini benar merupakan biji yang berasal dari tanaman P. americana Mill.

B. Penetapan Kadar Air

Tujuan dilakukannya penetapan kadar air ini adalah untuk mengetahui kandungan air dalam serbuk biji alpukat (P. americana Mill.), agar diketahui bahwa serbuk simplisia tersebut memenuhi persyaratan kadar air yang baik atau tidak. Kadar air yang baik dalam serbuk simplisia yaitu kurang dari 10% (Direktorat Jenderal Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2008). Metode yang digunakan dalam penetapan kadar, yaitu metode Gravimetri dengan menggunakn alat moisture balance. Serbuk dimasukkan dalam alat moisture balance dan dipanaskan pada suhu 1050C selama 15 menit. Hasil yang didapatkan bahwa serbuk biji alpukat (P. americana Mill.) memiliki kadar air sebesar 5,63 %, maka serbuk biji alpukat (P. americana Mill.) memenuhi syarat kadar air yang sudah ditentukan.

C. Penentuan Dosis Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.)

(62)

americana Mill. di masyarakat, yaitu 2 sendok makan (4 g) yang direbus dengan 250 mL air, maka dianggap dosis penggunaan infusa biji alpukat (P. americana

Mill.) pada manusia adalah 4 g/70 kgBB manusia. Sehingga dibutuhkan konversi dosis untuk diberikan pada tikus yaitu 360 mg/kgBB tikus.

Penelitian ini menggunakan empat peringkat dosis dengan faktor pengali dan pembagi sebesar 1,78. Hasil perhitungan diperoleh empat peringkat dosis secara berturut yaitu, 202,24 mg/kgBB; 360 mg/kgBB; 640,8 mg/kgBB; dan 1140,6 mg/kgBB.

D. Pemeriksaan Histologis Organ Ginjal

(63)

Tabel I. Hasil perhitungan histopatologis ginjal tikus jantan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan infusa biji P. americana Mill. selama 28 hari

Dosis

Perubahan struktural pada organ ginjal (n=3)

DH NI

Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat DH = Degenerasi Hidropik NI = Nefritis Interstitialis

(64)

ditemukan degenerasi hidropik, dimungkinkan karena kondisi awal dari tikus memang telah terjadi perubahan secara struktural pada organ ginjal.

Gambar 8. Fotomikroskopik ginjal tikus jantan kelompok perlakuan dosis IBA 1140,6 mg/kgBB yang mengalami perubahan histopatologis degenerasi hidropik: (a) sel epitel tubulus membengkak, keruh dan lumen tubulus menyempit, (b) normal tubulus (perbesaran 400x, pewarna H-E)

Tikus pada kelompok perlakuan dosis infusa biji alpukat 202,24mg/kgBB dan 360 mg/kgBB tidak menunjukkan perubahan struktural. Hal ini membuktikan pada kedua peringkat dosis (202,24 mg/kgBB dan 360 mg/kgBB), penggunaan infusa biji alpukat secara berturut-turut tidak merubah struktur organ ginjal hewan uji jantan. Pada dosis infusa biji alpukat 640,8 mg/kgBB dua hewan uji tidak mengalami perubahan secara struktural pada organ ginjal, sedangkan satu hewan uji jantan mengalami perubahan struktural pada organ ginjal, yaitu nefritis interstitialis (Gambar 9). Nefritis interstitialis merupakan kelainan pada ginjal di mana ruang antara tubulus ginjal ditemukan infiltrasi limfosit (Kumar, Abbas dan Fausto,2010). Perubahan nefritis

a

a

(65)

interstitialis bukan disebabkan oleh karena senyawa IBA yang diberikan, karena kejadian nefritis interstitialis membutuhkan waktu yang cukup lama. Kemungkinan keadaan awal tikus sebelum perlakuan dosis 640,8 mg/kgBB sudah mengalami nefritis interstitialis. Pada dosis infusa biji alpukat 1140,6 mg/kgBB dua hewan uji tidak terjadi perubahan pada organ ginjal secara histopatologis, sedangkan satu hewan uji mengalami perubahan histopatologis berupa degenerasi hidropik. Perubahan degenerasi hidropik yang terjadi bukan akibat perlakuan infusa biji alpukat, karena kejadian yang sama juga terjadi pada kelompok kontrol.

Gambar 9. Fotomikroskopik ginjal tikus jantan kelompok perlakuan IBA 640,8 mg/kgBB yang mengalami perubahan histopatologis nefritis interstitialis: (a) limfosit pada jaringan interstitial, (b) glomerulus (perbesaran 400x pewarna H-E)

a

(66)

Tabel II. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Betina Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Infusa Biji P. americana Mill. Selama 28 Hari

Dosis

Perubahan struktural pada organ ginjal (n=3)

DH NI

Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat DH = Degenerasi Hidropik NI = Nefritis Interstitialis

(67)

Berdasarkan deskripsi gambaran histopatologis ginjal pada tikus jantan dan betina tersebut dapat disimpulkan perubahan struktural bukan disebabkan oleh perlakuan, namun merupakan akibat faktor patologis dari individu tikus itu sendiri, dilihat dengan cara dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan secara pararel oleh Wati (2015) yang melaporkan adanya kadar Blood Urea Nitrogendan kreatinin masih dalam batas normal. Jadi pada pemberian infusa biji alpukat selama 28 hari menunjukkan tidak adanya perubahan histopatologis organ ginjal tikus. Menurut Kopacova (2012) peningkatan dua kali lipat dari kadar normal kreatinin pada manusia mengindikasikan terjadinya kerusakan ginjal sebesar 50% sedangkan peningkatan tiga kali lipat dari keadaaan normal kreatinin mengindikasikan terjadinya kerusakan ginjal sebesar 75%.

Ada kemungkinan infusa biji P. americana Mill. memberikan pengaruh terhadap ginjal, sehingga untuk lebih memastikan hubungan efek toksik yang ditimbulkan oleh infusa biji P. americana Mill. perlu dilakukan uji toksisitas subakut infusa biji P. americana Mill. yang lebih dari 28 hari, yakni 90 hari agar dapat melihat efek toksik yang lebih jelas terhadap hewan uji tikus yang dilihat dari gambaran histopatologis dan juga pengukuran kadar Blood Urea Nitrogen

dan kreatinin.

E. Uji Reversibilitas

(68)

terbalikan atau tak terbalikan. Terbalikan berarti bahwa efek toksik yang terjadi dapat kembali seperti keadaan normal sebelum terjadi efek toksik jika pemberian perlakuan infusa biji P. americana Mill dihentikan. Tak keterbalikan berarti efek toksik yang terjadi merupakan kerusakan struktural, meskipun pemberian infusa biji P. americana Mill. dihentikan struktur dan fungsi organ ginjal tidak dapat kembali seperti keadaan normal seperti sebelum diberi perlakuan.

Tabel III. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Jantan Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Infusa Biji P. americana Mill. Pada Uji Revesibilitas 14 hari

Dosis Perubahan struktural pada organ ginjal (n=2)

DH NI

Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat DH = Degenerasi Hidropik NI = Nefritis Interstitialis

(69)

struktural histologis tikus infusa biji alpukat 640,8 mg/KgBB bukan akibat perlakuan infusa biji alpukat, karena kejadian degenerasi hidropik bersifat reversibel.

Tabel IV. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Betina Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan Infusa Biji P. americana Mill. Pada Uji Revesibilitas 14 hari

Dosis Perubahan struktural pada organ ginjal (n=2)

DH NI Keterangan : IBA = Infusa Biji Alpukat

DH = Degenerasi Hidropik NI = Nefritis Interstitialis

(70)

Gambar 10. Fotomikroskopik ginjal tikus betina reversibilitas kelompok kontrol aquadst 14285,7 mg/kgBB mengalami perubahan histopatologis degenerasi hidropik (perbesaran 400x pewarna H-E)

F. Pengaruh Pemberian Infusa Biji Alpukat (Persea americana Mill.) terhadap Perubahan Berat BadanTikus Jantan dan Betina

Data berat badan pada penelitian ini dijadikan data pendukung. Perubahan berat badan hewan uji berkaitan erat dengan kondisi fisik hewan tersebut. Penimbangan berat badan ini bertujuan untuk mengetahui kesehatan hewan uji dan untuk menyesuaikan pemberian infusa biji P. americana Mill. Perubahan tersebut dapat meningkat dan dapat menurun tergantung kecukupan gizi yang terkandung dalam pakan. Pengukuran berat badan tikus dapat mempengaruhi volume pemberian infusa biji P. americana Mill. yang diberikan selama perlakuan.

(71)

(Hertarinda, 2013). Perubahan berat badan dapat disebabkan karena jumlah asupan makan yang dikonsumsi atau bisa juga disebabkan adanya suatu penyakit. Adanya suatu penyakit dapat menyebabkan berkurangnya nafsu makan yang berdampak penurunan berat badan karena konsumsi makanan yang tidak cukup. Data berat badan yang diuji dengan analisis General Linear Model (metode

Multivariate).

Purata data berat badan hewan uji jantan maupun betina (Tabel V dan Tabel VI) menunjukkan adanya kenaikan berat badan hewan uji pada kelompok kontrol aquadest maupun kelompok perlakuan infusa biji P. americana Mill. Data yang diperoleh lalu di analisis menggunkan uji General Linear Model (metode

(72)

Tabel V. Purata Berat Badan ± SE Tikus Jantan Akibat PemberianInfusa Biji P. americana Mill. selama 28 hari

Kel. Dosis

Purata Berat Badan ±SE (g)

0 7 14 21 28

178,8+7,6 185+12,0 193,4+16,9 220,2+11,1 239+9,3

II

IBA 202,24

mg/kgBB 199,8+9,6 202,8+12,1 210,8+14,6 238,4+12,1 262,2+12,1

III

mg/kgBB 198,6+12,2 214,2+8,8 220,6+10,5 242,4+9,0 259+10,3

V

IBA 1140,6 mg/kgBB

192,8+13,8 192,2+8,2 193,2+6,6 216,6+6,1 221,6+20,2 Keterangan :

IBA = Infusa Biji Alpukat SE = Standar Error of Mean

Dosis I = Kontrol aquadest dosis 14285 mg/kgBB

Gambar

Tabel II. Hasil Perhitungan Histopatologis Ginjal Tikus Betina Kelompok
Gambar 13.Asupan pakan tikus jantan selama perlakuan……………………….54
Gambar 1. Struktur ginjal (Huether dan McCance,2008)
Gambar 3. Struktur glomerulus dan kapiler glomerular (Huether dan McCance, 2008).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sebanyak 30 tikus jantan galur Wistar umur 2-3 bulan dibagi secara acak dalam enam kelompok , kelompok I yaitu kelompok kontrol negatif dengan pemberian olive oil dosis

secara akut terhadap kadar kreatinin dan gambaran histologis ginjal tikus Wistar jantan terinduksi karbon tetraklorida.. Sebanyak 30 tikus jantan galur Wistar umur 2-3 bulan,

Kelompok I (kontrol nefrotoksin) diberi karbon tetraklorida dengan dosis 2 ml/kg BB secara i.p, kelompok II (kontrol negatif) diberi olive oil dosis 2 ml/kg BB secara

Namun penurunan AST yang terjadi belum dapat mencapai keadaan normal, terlihar dari perbedaan yang bermakna pada ketiga variasi waktu dengan kontrol olive oil.. americana