EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
MUATAN LOKAL BAHASA JAWA BERBASIS
E-LEARNING
KELAS XI DI SMA NEGERI 2 BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Riansyah Rizky Poetra NIM 12105244001
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN
MUATAN LOKAL BAHASA JAWA BERBASIS
E-LEARNING
KELAS XI DI SMA NEGERI 2 BANTUL
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh:
Riansyah Rizky Poetra NIM 12105244001
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN
JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
MOTTO
“Liberating education consists in acts of cognition, not transferals of information”
(Paulo Freire)
“Technology is just a tool. In terms of getting the kids working together and motivating them, the teacher is most important.”
(Bill Gates)
“Lakukanlah yang terbaik atau kelak dirimu yang sekarang ditertawakan oleh dirimu di masa depan.”
PERSEMBAHAN
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT., skripsi ini penulis
persembahkan kepada:
1. Bapak Dwi Guntoro dan Ibu Suratinah yang tidak pernah henti-hentinya
memberikan do’a, dukungan material dan non-material sehingga skripsi ini
dapat segera terselesaikan.
2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta tercinta yang telah memberikan
kesempatan penulis untuk menuntut ilmu.
3. Fitri Nuryani, S.Pd. yang selalu memberikan kemudahan informasi, bantuan
EVALUASI PROGRAM PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL BAHASA JAWA BERBASIS E-LEARNING KELAS XI DI SMA NEGERI 2 BANTUL
Oleh:
Riansyah Rizky Poetra NIM 12105244001
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ketercapaian program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning kelas XI di SMA Negeri 2 Bantul dengan menggunakan model evaluasi CIPP.
Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif yang dilaksanakan dalam tiga tahap meliputi tahap pengumpulan data awal, tahap pengumpulan dan analisis data serta tahap penyusunan laporan. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI SMAN 2 Bantul, sedangkan waktu penelitian diambil pada semester gasal tahun ajaran 2016/2017. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi. Subyek penelitian adalah 12 orang siswa yang terdiri dari 6 kelas, 1 orang pendidik dan 1 orang kepala sekolah. Teknik analisis data yang digunakan meliputi tahap pengumpulan data, reduksi data, penyajian data kemudian diakhiri dengan penarikan kesimpulan secara deskriptif.
Hasil penelitian dengan model evaluasi CIPP yaitu terdapat pada evaluasi input, fakta dilapangan menemukan bahwa tidak ada experts di bidang E-Learning yang mengelola segi teknis. Selain itu pada evaluasi context belum terciptanya lingkungan berbasis teknologi informasi di kalangan pendidik dan birokrasi juga menjadi fokus evaluasi tersendiri terhadap penghambat keberlangsungan E-Learning Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul. Hasil evaluasi pada indikator yang lain sudah dapat dikatakan baik terkait dengan adanya latar belakang program, analisis kebutuhan program sudah mampu mengantisipasi keberlangsungan kegiatan belajar mengajar, relevansi dengan kurikulum terintegrasi dengan kurikulum sekolah maupun materi pembelajaran, kesesuaian sasaran program dengan target pembelajaran, kompetensi pendidik, kesiapan siswa, ketersediaan sarana dan prasarana, kualitas penyajian materi, pelaksanaan program dan ketercapaian tujuan program. Adapun faktor pendukung yang ditemukan selama penelitian lebih banyak dijumpai daripada faktor penghambat, hal inilah yang terus mendorong keberlangsungan kegiatan pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan
rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir Skripsi dengan
judul “Evaluasi Program Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa Berbasis
E-Learning Kelas XI di SMA Negeri 2 Bantul” dengan lancar. Penulis menyadari tanpa dukungan dari berbagai pihak, Tugas Akhir Skripsi ini tidak dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta
2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta.
3. Ketua Jurusan Teknologi Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas
Negeri Yogyakarta.
4. Suyantiningsih, M.Ed., sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, kritik, saran, dan arahan yang membangun dalam penyusunan
skripsi.
5. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Teknologi Pendidikan Universitas Negeri
Yogyakarta yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan selama kuliah.
6. Drs. Isdarmoko, M.Pd. M.M.Par., Kepala SMAN 2 Bantul yang telah
memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian ini.
7. Setyo Amrih Prasojo, S.Pd., sebagai narasumber yang telah bersedia untuk
berkolaborasi melaksanakan penelitian ini.
8. Orang tua yang senantiasa memberikan doa, dukungan baik moral maupun
DAFTAR ISI
B.Identifikasi Masalah ... 4
C.Batasan Masalah... 5
D.Rumusan Masalah ... 5
E.Tujuan Penelitian ... 5
F. Manfaat Penelitian ... 5
BAB II : KAJIAN TEORI A. Kajian Evaluasi Program ... 8
1. Definisi Program ... 8
2. Macam-Macam Program ... 9
3. Definisi Evaluasi Program ... 11
4. Tujuan Evaluasi Program ... 12
5. Evaluator Program ... 14
6. Evaluasi Program Model CIPP ... 16
a. Evaluasi Context ... 17
c. Evaluasi Process ... 19
d. Evaluasi Product ... 20
B. Kajian E-Learning ... 21
1. Definisi E-Learning ... 21
2. Dasar Teori Pengembangan E-Learning ... 22
a. Teori Kognitif ... 23
b. Teori Konstruktivistik ... 24
c. Teori Sibernetik ... 26
d. Teori Digital Native - Digital Immigrant ... 27
3. Fungsi Pembelajaran E-Learning ... 29
4. Karateristik Pembelajaran E-Learning ... 30
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran E-Learning ... 31
6. Kriteria Keberhasilan Pembelajaran E-Learning... 33
7. Implementasi E-Learning ... 38
C.Kajian Pebelajar E-Learning SMA ... 38
D.Kajian Muatan Lokal Bahasa Jawa SMA ... 41
1. Pengertian Muatan Lokal ... 41
2. Kurikulum Muatan Lokal ... 43
3. Pelaksanaan Muatan Lokal ... 46
E.Relevansi Evaluasi Program Dengan Keilmuan Teknologi Pendidikan ... 47
F. Penelitian Yang Relevan ... 51
G.Kerangka Pikir ... 52
H.Pertanyaan Penelitian ... 55
I. Definisi Istilah ... 55
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 57
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 57
1. Tahap Pengumpulan Data Awal ... 57
2. Tahap Pengumpulan dan Analisis Data ... 58
C. Subjek Penelitian ... 58
D. Metode Pengumpulan Data ... 59
1. Observasi ... 59
2. Wawancara ... 59
3. Dokumentasi ... 60
E.Instrumen Penelitian ... 61
F. Kriteria Evaluasi ... 62
G.Teknik Analisis Data ... 67
H.Keabsahan Data ... 68
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum ... 69
1. Sejarah Singkat ... 69
2. Visi dan Misi SMA Negeri 2 Bantul ... 69
3. Kurikulum SMA Negeri 2 Bantul ... 70
4. E-Learning SMA Negeri 2 Bantul ... 71
5. Fasilitas Sekolah ... 74
B. Hasil Penelitian 1. Evaluasi Context ... 75
a. Latar Belakang Program ... 75
b. Analisis Kebutuhan Program ... 77
c. Relevansi Kurikulum dan Tujuan Program ... 79
d. Sasaran Program ... 81
2. Evaluasi Input ... 82
a. Kompetensi Pendidik ... 82
b. Kesiapan Siswa ... 84
c. Sarana dan Prasarana ... 85
d. Kualitas Penyajian Materi ... 86
e. Kecakapan Pengelola ... 87
3. Evaluasi Process ... 89
a. Pelaksanaan Program ... 89
c. Faktor Penghambat Program ... 93
4. Evaluasi Product ... 94
a. Ketercapaian Tujuan Program ... 94
C. Pembahasan ... 96
D. Keterbatasan Penelitian ... 101
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 103
B. Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA ... 104
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Struktur Kelompok Kurikulum Muatan Lokal ... 46
2. Struktur Standar Kompetensi Inti ... 46
3. Metode Pengumpulan Data dan Sumber Data ... 60
4. Kriteria Evaluasi Program Pembelajaran E-Learning ... 63
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Diagram Model Evaluasi CIPP ... 17
2. Lingkup Kurikulum Muatan Lokal ... 45
3. Kawasan Teknologi Pendidikan Berdasarkan Definisi AECT 1994 ... 48
4. Bagan Kerangka Berpikir Evaluasi Program Pembelajaran Muatan Lokal Bahasa Jawa Berbasis E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul ... 54
5. Proses E-Learning Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul ... 72
6. Halaman Login Siswa Pada Sistem E-Learning Sekolah ... 82
7. Laboratorium Komputer di SMA Negeri 2 Bantul ... 85
8. Pengemasan Materi Menggunakan Video ... 87
9. Peran Sebagai Pendidik dan Sebagai Fasilitator ... 88
10. Apersepsi Materi Oleh Pendidik ... 90
11. Siswa Sedang Berdiskusi Mengerjakan Tugas ... 91
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pedoman Wawancara ... 109
2. Pedoman Observasi ... 115
3. Pedoman Dokumentasi ... 116
4. Hasil Wawancara ... 117
5. Catatan Lapangan ... 134
6. Profil SMA Negeri 2 Bantul ... 146
7. Jadwal Penggunaan Lab Komputer SMA Negeri 2 Bantul ... 161
8. Daftar Guru Pengajar SMA Negeri 2 Bantul ... 162
9. Daftar Siswa Kelas XI SMA Negeri 2 Bantul ... 163
10. Daftar Inventaris Lab Komputer SMA Negeri 2 Bantul ... 172
11. Daftar Inventaris Kelas XI SMA Negeri 2 Bantul ... 173
12. Proses Perancangan E-Learning Muatan Lokal Bahasa Jawa ... 177
13. Program Tahunan & Program Semester ... 178
14. Kompetensi Dasar Muatan Lokal Bahasa Jawa... 181
15. Portal E-Learning Bahasa Jawa, Gladhen dan Materi ... 191
16. Karya Siswa ... 193
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah dan perkembangan di bidang pendidikan tidak terlepas dari
berkembangnya IPTEKS. Salah satu cirinya diawali dengan munculnya
pembelajaran berbasis komputer (PBK) di berbagai jenjang pendidikan. Saat
ini salah satu bentuk pengembangan pembelajaran yang memanfaatkan PBK
yaitu E-Learning.
Kata “E-Learning” berasal dari dua kata, yaitu “e” yang berarti
elektronik dan “learning” yang berarti pembelajaran. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa E-Learning merupakan pembelajaran yang memanfaatkan
perangkat elektronik melalui pemanfaatan jaringan sebagai penunjang siswa
dalam belajar. Pada awal mula kemunculannya, E-Learning diperkenalkan
oleh Universitas Illions di Urbana-Champaign dengan menggunakan sitem
CAI (computer assisted instruction) dan komputer bernama PLATO (Wahyu
Purnomo, 2009).
Macam-macam perkembangan model pembelajaran berbasis E-Learning
pun beragam, dimulai dengan munculnya CBT (computer based training) pada
tahun 1990. Pada perkembangan selanjutnya diikuti dengan munculnya LMS
(learning management system) pada tahun 1997 dan yang terakhir adalah
web-based learning pada tahun 1999 yang merupakan pengembangan dari LMS. Salah satu aspek yang melandasi terjadinya pembelajaran E-Learning
perlahan ditinggalkan dan mulai beralih berorientasi kepada siswa (student
centered) karena dianggap kurang efektif. Pendidik bertugas sebagai fasilitator yaitu membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Pendidik
juga berperan sebagai perancang dan pengolah materi pembelajaran kedalam
format belajar mandiri. Sedangkan siswa aktif kegiatan, aktif berpikir,
menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang dipelajari (C. Asri
Budiningsih, 2008: 58-59).
SMA Negeri 2 Bantul merupakan salah satu sekolah menengah atas yang
telah memanfaatkan TIK sejak tahun 2007. Sekolah ini mulai memanfaatkan
E-Learning pada tahun 2014 dan muatan lokal Bahasa Jawa pada tahun 2015 sebagai penunjang dan membantu siswa di dalam belajar. Hal tersebut sejalan
dengan kebijakan Kurikulum 2013 yang mengharuskan integrasi TIK kedalam
mata pelajaran.
Secara umum, tujuan diadakannya pembelajaran E-Learning Bahasa
Jawa di SMA Negeri 2 Bantul yaitu untuk membuka wacana jaringan maya
muatan lokal Bahasa Jawa yang lebih luas sehingga memudahkan muatan lokal
Bahasa Jawa untuk dipelajari oleh khalayak umum. Secara lebih rinci, tujuan
khusus yang ingin dicapai dari pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa
Jawa adalah: (1) Membumikan muatan lokal Bahasa Jawa di kalangan
masyarakat modern; (2) Menciptakan paradigma pembelajaran muatan lokal
Bahasa Jawa yang tidak kuno, baik di kalangan siswa maupun sesama
pendidik; (3) Meningkatkan rasa bangga dan percaya diri sebagai bangsa yang
digital; dan (5) Memperkenalkan Aksara Jawa sebagai bentuk unikode format
teks di dunia Internasional. Hal ini dilakukan karena hanya di SMA Negeri 2
Bantul inilah satu-satunya sekolah di Yogyakarta yang mengintegrasikan
E-Learning kedalam pelajaran muatan lokal Bahasa Jawa.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal yang dilakukan oleh
peneliti kepada pihak pengelola program, terdapat beberapa kendala yang
ditemukan di dalam pelaksanaan E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa.
Diantaranya belum terciptanya birokrasi yang mendukung pengembangan TI
(Teknologi Informasi) secara penuh baik dari penjabat fungsional maupun
non-fungsional. Beberapa pendidik sebidang keilmuan belum sepenuhnya mampu
beralih dari kegiatan pembelajaran konvensional kepada pembelajaran yang
berbasis E-Learning. Selain itu kelengkapan sarana dan prasana di SMA
Negeri 2 Bantul masih terbatas, penunjang pembelajaran masih sebatas
memanfaatkan laboratorium komputer dan belum merambah ke setiap kelas.
Disamping itu, aspek evaluasi sebagai dasar pengambilan keputusan
untuk menindaklanjuti keberadaan program E-Learning di SMA Negeri 2
Bantul secara global belum dilaksanakan. Kegiatan evaluasi yang sudah
dilakukan oleh pihak pengelola masih sebatas pemenuhan kebutuhan melalui
penilaian proses selama kegiatan belajar mengajar.
Penelitian ini berfokus pada masalah perlunya evaluasi pada program
pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa yang dilaksanakan di
SMA Negeri 2 Bantul pada kelas XI. Tujuan evaluasi ini digunakan untuk
perencanaan program. Disamping itu, kegiatan evaluasi ini juga digunakan
untuk melihat perubahan tingkah laku dari siswa pasca penerapan program
E-Learning, yaitu aspek keaktifan siswa, timbal balik, dan kepuasan siswa. Hasil dari evaluasi program yang dilakukan oleh peneliti juga dapat
digunakan sebagai bahan masukan terkait dengan pengembangan program.
Pandangan objektif dari pihak luar penyelenggara program dibutuhkan untuk
mengurangi subjektivitas penilaian pihak penyelenggara terhadap program
yang sedang dijalankan.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat diidentifikasi beberapa permasalahan
yaitu sebagai berikut:
1. Rendahnya minat, motivasi dan kecintaan siswa terhadap muatan lokal
Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul
2. Belum terciptanya birokrasi yang mendukung pengembangan TI
(Teknologi Informasi) secara penuh baik dari penjabat fungsional maupun
non-fungsional di SMA Negeri 2 Bantul maupun dinas-dinas terkait
pengambil keputusan.
3. Sarana dan prasarana yang tersedia belum sepenuhnya menunjang untuk
pembelajaran E-Learning yang ideal di SMA Negeri 2 Bantul.
4. Belum ada kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh sekolah terhadap pihak
pengelola program E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul.
5. Belum adanya instrumen dan teknik evaluasi yang struktural untuk menilai
C. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan pelaksanaan pembelajaran yang telah
teridentifikasi yang dikemukakan diatas, peneliti memfokuskan masalah pada
perlunya evaluasi pada program pembelajaran berbasis E-Learning muatan
lokal Bahasa Jawa yang dilaksanakandi kelas XI SMA Negeri 2 Bantul dengan
menggunakan model evaluasi CIPP (context, input, process, product).
D. Rumusan Masalah
Mengacu pada identifikasi masalah dan batasan masalah yang telah
diuraikan, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimana
evaluasi program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning
kelas XI di SMA Negeri 2 Bantul dengan menggunakan model evaluasi CIPP
(context, input, process, product)? E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian
ini adalah mengevaluasi program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa
berbasis E-Learning kelas XI di SMA Negeri 2 Bantul dengan menggunakan
model evaluasi CIPP (context, input, process, product) untuk mengetahui
kesesuaian program terhadap tujuan pembelajaran dan melihat perubahan
tingkah laku dari siswa pasca penerapan program E-Learning, yaitu aspek
keaktifan siswa, timbal balik, dan kepuasan siswa.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini mempunyai dua manfaat, yaitu manfaat teoretis dan
1. Manfaat Teoretis:
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
kajian tentang “Evaluasi Program Pembelajaran muatan lokal Bahasa
Jawa Berbasis E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul”.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih
terhadap bidang ilmu pengetahuan mengenai evaluasi pelaksanaan
program E-Learning di pendidikan sekolah menengah atas.
c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan
penelitian sejenis atau sebagai bahan pengembangan apabila akan
dilakukan penelitian lanjutan.
2. Manfaat Praktis:
a. Bagi Instansi / Lembaga Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan kajian
konseptual pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis
E-Learning pada tingkat sekolah menengah atas serta memberikan gambaran mengenai penerapan evaluasi program dengan menggunakan
model evaluasi CIPP.
b. Bagi SMA Negeri 2 Bantul
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam menganalisis, mengidentifikasi, dan menilai pada program
pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis E-Learning serta
pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan
c. Bagi Pendidik
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan serta perbaikan
kualitas bagi pendidik dalam hal peningkatan kompetensi dan
kualifikasi dalam pelaksanaan program pembelajaran berbasis
E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul. d. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
pengetahuan tentang pelaksanaan program pembelajaran muatan lokal
Bahasa Jawa berbasis E-Learning pada tingkat sekolah menengah atas
serta wawasan mengenai penerapan evaluasi model CIPP pada program
BAB II KAJIAN TEORI
A. Kajian Evaluasi Program
1. Definisi Program
Dalam dunia pendidikan, program dapat dikatakan sebagai rangkaian
kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut
Suharsimi Arikunto (2006: 3-4) ada dua pengertian untuk istilah “program”
yaitu pengertian secara khusus dan umum. Secara umum program diartikan
sebagai “rencana”, sedangkan menurut makna khusus adalah suatu unit atau
kesatuan kegiatan yang merupakan relisasi atau implementasi dari suatu
kebijakan, berlangsung dalam program yang berkesinambungan dan terjadi
dalam suatu organisasi yang melibatkan sekelompok orang.
Suharsimi (2008: 291) mendefinisikan program sebagai sesuatu
kegiatan yang direncanakan dengan seksama. Sedangkan Farida Yunus
(2000: 9) mengartikan program sebagai segala sesuatu yang dicoba lakukan
seseorang dengan harapan akan mendatangkan hasil atau pengaruh. Dalam
buku ini program diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang direncanakan
dengan seksama dan pelaksanaannya berlangsung dalam suatu organisasi
yang melibatkan banyak orang. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
program merupakan kumpulan rancangan yang disusun secara sistematis
2. Macam-Macam Program
Menurut Haryanto (2000: 28-29), macam-macam program
diklarifikasikan berdasarkan tujuan, jenis, jangka waktu, luas, sempit,
pelaksana dan sifatnya antara lain dijelaskan sebagai berikut:
a. Program ditinjau dari tujuan, ada program yang bertujuan mencari
keuntungan, dan ada juga yang bertujuan sukarela. Dengan demikian
ukuran keberhasilan tujuan mencari keuntungan adalah seberapa besar
keuntungan yang didapat sedangkan program yang bertujuan sukarela
ukuran keberhasilannya adalah seberapa banyak program tersebut
bermanfaat bagi orang lain.
b. Program ditinjau dari jenis merupakan program yang ditinjau dari isi
kegiatan dalam program tersebut yang cenderung kurang memberikan
variasi atas penilaiannya. Contoh program koperasi, program pertanian
dan lain-lain.
c. Program ditinjau dari jangka waktu yang terdiri dari program jangka
pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Program jangka pendek
merupakan program yang berlangsung selama satu tahun atau kurang,
program jangka menengah merupakan program yang berlangsung
selama satu sampai lima tahun, sedangkan program jangka panjang
merupakan program yang berlangsung selama lebih dari lima tahun.
d. Program ditinjau dari keluasannya, ada program sempit dan program
luas. Program sempit merupakan program yang hanya menyangkut
e. Program ditinjau dari pelaksana yaitu program yang melibatkan
seberapa banyak orang. Program kecil hanya dilaksanakan beberapa
orang sedangkan program besar dilaksanakan berpuluh bahkan beratus
orang.
f. Program ditinjau dari sifatnya merupakan program yang dilihat dari
tingkat kepentingan. Program penting adalah program yang dampaknya
menyangkut nasib orang banyak mengenai hal yang vital sedangkan
program tidak penting merupakan sebaliknya.
Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (1988: 2), program
diklasifikasikan menjadi beberapa macam, yaitu:
1) Program ditinjau dari tujuan, yaitu program yang diselenggarakan
bertujuan untuk kepentingan komersial atau kepentingan sukarela
(sosial). Program komersial bertujuan untuk mencari untung, sedangkan
program sukarela/sosial bertujuan untuk memberi manfaat kepada orang
lain.
2) Program ditinjau dari jenis, yaitu program yang diklasifikasikan
berdasarkan isi dari kegiatan program tersebut. Program yang tergolong
berdasarkan jenisnya yaitu program pendidikan, program industrial,
program kesehatan dan sebagainya.
3) Program ditinjau dari jangka waktu, terbagi menjadi dua yaitu program
4) Program ditinjau dari keluasannya, terbagi menjadi dua yaitu program
sempit dan program luas. Sempit dan luasnya program diukur
berdasarkan variabel yang terlibat di dalam program.
5) Program ditinjau dari pelaksana, terbagi menjadi dua yaitu program
kecil dan program besar. Hal ini dipengaruhi berdasarkan jumlah orang
yang terlibat di dalam program tersebut.
6) Program ditinjau dari sifatnya, terbagi menjadi dua yaitu program
penting dan program kurang penting. Penting tidaknya suatu program
dilihat jika program tersebut mempengaruhi nasib orang banyak atau
tidak.
Dari pemaparan macam program di atas, maka dapat dirangkum
bahwa program pembelajaran muatan lokal Bahasa Jawa berbasis
E-Learning di SMA Negeri 2 Bantul tergolong ke dalam program sukarela (sosial), program berpelaksana besar, program pendidikan dan program
berjangka waktu panjang.
3. Definisi Evaluasi Program
Ada tiga istilah yang sering digunakan dalam evaluasi, yaitu tes,
pengukuran dan penilaian. Tes merupakan salah satu cara untuk menaksir
besarnya kemampuan seseorang secara tidak langsung, yaitu melalui
respons seseorang terhadap stimulus atau pernyataan (Djemari Mardapi,
2008: 67). Evaluasi program evaluasi program adalah upaya untuk
mengetahui efektivitas komponen program dalam mendukung pencapaian
Menurut Ralph Tyler (Suharsimi Arikunto, 2006: 4) evaluasi program
adalah proses untuk mengetahui apakah tujuan pendidikan sudah dapat
terealisasikan. Selain itu Cronbach dan Stufflebeam dalam Suharsimi
Arikunto (2008: 5) mengemukakan bahwa evaluasi program adalah upaya
menyediakan informasi untuk disampaikan kepada pengambil keputusan.
Definisi Mugiadi yang dikutip Sudjana (2006: 21) juga mengemukakan
bahwa evaluasi program adalah upaya pengumpulan informasi mengenai
suatu program, kegiatan atau proyek. Informasi tersebut berguna untuk
pengambilan keputusan, antara lain memperbaiki program,
menyempurnakan kegiatan program lanjutan, menghentikan suatu kegiatan,
atau menyebarluaskan gagasan yang mendasari suatu program atau
kegiatan.
Meninjau dari beberapa definisi oleh para ahli di atas, dapat dikatakan
bahwa evaluasi program merupakan proses kegiatan mengumpulkan,
mengkaji serta menilai suatu program untuk melihat ketercapaian tujuan
program selama program berlangsung yang kemudian hasil dari evaluasi
program dapat digunakan dalam pengambilan keputusan.
4. Tujuan Evaluasi Program
Djudju Sudjana (2006: 35) mengatakan tujuan umum dinyatakan
dalam rumusan umum, sedangkan tujuan khusus dinyatakan dalam rumusan
khusus dan terbatas, serta merupakan rincian dari tujuan umum, ialah tujuan
yang mengarah pada kesuluruhan program. Menurut Suharsimi Arikunto
dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi tujuan program tersebut,
yaitu:
1. What: program apa yang sedang dijalankan?
2. Who: siapa yang menjadi sasaran program?
3. How: bagaimana program itu dilaksanakan?
4. Why: mengapa program itu dibuat dan dilaksanakan?
5. When: kapan program itu direncanakan dan dilaksanakan?
6. Where: dimanakah program itu dijalankan?
Kemudian tujuan umum harus dijabarkan menjadi tujuan khusus maka
sasaran evaluator diarahkan pada komponen agar pengamatannya dapat
lebih cermat dan data yang dikumpulkan lebih lengkap. Untuk itulah
evaluator harus memiliki kemampuan mengidentifikasi komponen program
yang akan dievaluasi. Menurut Djudju Sudjana (2006: 36) tujuan khusus
diadakannya evaluasi program ialah sebagai berikut:
1. Memberikan masukan bagi perencanaan program.
2. Menyajikan masukan bagi pengambil keputusan yang berkaitan tindak
lanjut, perluasan atau penghentian program.
3. Memberikan masukan bagi pengambil keputusan tentang modifikasi
atau perbaikan program.
4. Memberikan masukan yang berkenan dengan faktor pendukung dan
5. Memberi masukan untuk kegiatan motivasi dan pembinaan
(pengawasan, supervisi dan monitoring) bagi penyelenggara, pengelola,
dan pelaksana program.
6. Menyajikan data tentang landasan keilmuan bagi evaluasi program
pendidikan.
5. Evaluator Program
Suharsimi Arikunto (1988: 11-13) menjelaskan bahwa Evaluator
adalah orang yang bertugas untuk melakukan penilaian terhadap suatu
program. Ada dua macam yaitu evaluator dari dalam (Evaluator Intern) dan
evaluator dari luar (Evaluator Ekstern), masing-masing mempunyai
kelebihan dan kekurangannya. Evaluator dari dalam mempunyai kelebihan
memahami betul program yang akan dievaluasi dan tepat pada sasaran,
sedangkan kekurangannya jika pelaksanaannya terburu-buru akan
mendapatkan hasil yang tidak sempurna dan terkadang tidak bisa terlepas
dari objektif.
Namun tidak semata-mata semua orang dapat menjadi evaluator.
Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 9), terdapat beberapa syarat yang harus
dipenuhi untuk menjadi seorang evaluator, antara lain:
a. Mampu melaksanakan proses evaluasi yang didukung pula oleh teori
dan kemampuan praktek.
b. Cermat dalam melihat celah-celah dan detail dari program serta bagian
c. Objektif, yaitu tidak mudah dipengaruhi oleh keinginan pribadi, agar
dapat mengumpulkan data sesuai dengan keadaannya, selanjutnya dapat
mengambil kesimpulan.
d. Sabar dan tekun dalam menyusun proposal, menyusun instrumen,
mengumpulkan data sesuai keadaannya, selanjutnya dapat mengambil
kesimpulan.
e. Hati-hati dan bertanggung jawab dalam melakukan proses evaluasi serta
berani bertanggungjawab terhadap apa yang di kerjakannya.
Suharsimi Arikunto (1988: 13) juga memaparkan bahwa evaluator
terbagi menjadi dua, yaitu evaluator internal dan evaluator eksternal. Hal ini
dilihat dari posisi dari sang evaluator sendiri.
1. Evaluator internal (internal evaluator), yaitu evaluator yang lingkupnya
berasal dari dalam program, bisa dari pihak pengelola program maupun
seseorang yang ditunjuk secara sengaja namun masih terkait dengan
program tersebut.
2. Evaluator eksternal (external evaluator), yaitu evaluator yang
lingkupnya berasal dari luar program, tidak tahu menahu tentang
kebijakan dan seluk beluk program secara mendalam. Evaluator
eksternal bertindak independen (berdiri sendiri) tidak terpengaruh oleh
pihak penyelenggara program.
Keterkaitan dalam penelitian ini, maka posisi peneliti sebagai
perlu adanya proses analisis secara mendalam tentang program yang akan
diteliti.
6. Evaluasi Program Model CIPP
Evaluasi program bermacam-macam modelnya berdasarkan
pendekatan atau strategi yang digunakan dalam melakukan kegiatan
evaluasi. Walaupun model-model luarnya berbeda, tetapi maksud dan
tujuannya sama yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi
yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi. Sementara itu, Kaufman dan
Thomas dalam Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin AJ (2007: 24)
membedakan model evaluasi menjadi delapan, yaitu :
1. Goal Oriented Evaluation Model, dikembangkan oleh Tyler. 2. Goal Free Evaluation Model, dikembangkan oleh Scriven.
3. Formatif-Sumatif Evaluation Model, dikembangkan oleh Michael Scriven
4. Countenance Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake. 5. Responsive Evaluation Model, dikembangkan oleh Stake.
6. CSE-UCLA Evaluation Model, menekankan pada “kapan” evaluasi dilakukan.
7. CIPP Evaluation Model, yang dikembangkan oleh Stufflebeam. 8. Discrepancy Model, yang dikembangkan oleh Provus.
Dalam penelitian ini, model evaluasi yang digunakan adalah model
evaluasi CIPP. Alasan peneliti memilih model ini karena dianggap dapat
memberikan gambaran proses dari awal hingga akhir evaluasi pelaksanaan
program, sehingga peneliti mudah menjabarkan kedalam sub indikator,
selain itu karena adanya penelitian yang relevan. Model evaluasi ini
dikemukakan oleh Stufflebeam pada tahun 1967 di Ohio State University.
Gambar 1. Diagram Model Evaluasi CIPP (Shufflebeam, 2003)
a. Evaluasi context
Evaluasi context adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci
lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang
dilayani, dan tujuan proyek (Arikunto, 2004: 29). Tahap ini membantu
dalam merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan
dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program. Evaluasi
konteks juga digunakan untuk menggambarkan hal-hal yang perlu
dipertimbangkan dalam perencanaan program seperti karateristik dan
perilaku peserta didik, kurikulum, keunggulan dan kelemahan
pelaksana, sarana dan prasarana, serta perubahan yang diinginkan
(Djudju Sudjana, 2006: 55).
Sehingga dapat disimpulkan, dalam bukunya yang lain Arikunto
(1988: 39) dengan jelas mengemukakan bahwa penilaian konteks adalah
karateristik individu yang menangani. Peran evaluasi context dalam
penelitian ini digunakan sebagai evaluasi awal perancangan
pembelajaran E-Learning berdasarkan indikator yang telah ditentukan
meliputi latar belakang program, analisis kebutuhan program, relevansi
kurikulum dan tujuan program serta sasaran program sehingga mampu
menjadi bahan acuan untuk memperbaiki context pembelajaran
E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul. b. Evaluasi input
Evaluasi input adalah kemampuan awal siswa dan sekolah dalam
menunjukkan PMTAS, antara lain kemampuan sekolah dalam
menyediakan petugas yang tepat, pengatur menu yang handal, ahli
kesehatan yang berkualitas (Arikunto, 2004: 29). Ranah evaluasi ini
juga berguna untuk mencari tahu prosedur kerja mengenai sumber dan
bahan apa yang terkait dengan program serta meneliti karakteristik
subjek program. Evaluasi input dilakukan untuk mengidentifikasi dan
menilai kemampuan sumberdaya bahan, alat, manusia, dan biaya di
dalam melaksanakan program (Baskara, 2014: 14).
Peran evaluasi input dalam penelitian ini digunakan sebagai
evaluasi awal sebelum kegiatan pembelajaran E-Learning berlangsung
dengan indikator yang telah ditentukan meliputi kompetensi pendidik,
kesiapan siswa, sarana dan prasarana, kualitas penyajian materi serta
memperbaiki input pembelajaran E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa
di SMA Negeri 2 Bantul.
c. Evaluasi process
Evaluasi process dalam model CIPP diarahkan pada seberapa jauh
kegiatan yang dilaksanakan sudah terlaksana sesuai dengan rencana.
Evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada "apa" (what)
kegiatan yang dilakukan dalam program, "siapa" (who) orang yang
ditunjuk sebagai penanggung jawab program, "kapan" (when) kegiatan
akan selesai. Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada
seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan di dalam program sudah
terlaksana sesuai dengan rencana (Arikunto, 2004: 30).
Ranah evaluasi ini juga berfungsi untuk membantu proses
implementasi kebijakan terkait dengan sejauh mana rencana telah
diterapkan dan apakah membutuhkan revisi guna untuk di monitor,
dikontrol dan diperbaiki (Baskara, 2014: 15). Peran evaluasi process
dalam penelitian ini digunakan sebagai evaluasi selama kegiatan
pembelajaran E-Learning berlangsung dengan indikator yang telah
ditentukan meliputi pelaksanaan program, faktor pendukung serta faktor
penghambat sehingga mampu menjadi bahan acuan untuk memperbaiki
d. Evaluasi product
Evaluasi product dalam CIPP diarahkan pada hal-hal yang
merujuk kepada perubahan yang terjadi pada masukan (Arikunto, 2004:
30). Fungsi ini dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan
berdasarkan penilaian sumatif data yang dihasilkan.
Djudju Sudjana (2006: 56) mengemukakan bahwa evaluasi ini
berkaitan dengan pengaruh utama, pengaruh dampak yang dihasilkan,
biaya dan keunggulan program. Peran evaluasi product dalam penelitian
ini digunakan sebagai evaluasi hasil pembelajaran E-Learning
berlangsung dengan indikator ketercapaian tujuan program sehingga
mampu menjadi bahan acuan untuk memperbaiki hasil pembelajaran
E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul.
Berdasarkan kajian model evaluasi diatas, kerangka kerja
penelitian ini mengacu pada evaluasi CIPP. Pemikiran yang melandasi
peneliti memilih model ini yaitu menganggap bahwa model evaluasi
program ini mampu memberi gambaran kerangka penilitian secara
absolut mulai dari awal program hingga akhir mengenai hasil program.
Model evaluasi CIPP dalam penelitian ini mudah dipahami dan
diterapkan karena lingkup evaluasi yang spesifik dalam program
E-Learning muatan lokal Bahasa Jawa di SMA Negeri 2 Bantul meliputi evaluasi konteks berfungsi untuk meneliti perencanaan program,
evaluasi masukan berfungsi untuk meneliti komponen yang terlibat
pelaksanaan program, dan evaluasi produk berfungsi untuk meneliti
output/luaran yang dihasilkan oleh program.
B. Kajian E-Learning
1. Definisi E-Learning
Kata “E-Learning” berasal dari dua kata, yaitu “e” yang berarti
elektronik dan “learning” yang berarti pembelajaran terdiri dari huruf “e”
yang berarti elektronik dan learning yang berarti pembelajaran. Oleh karena
itu dapat disimpulkan bahwa secara umum saat ini E-Learning merupakan
pembelajaran yang memanfaatkan perangkat elektronik melalui
pemanfaatan jaringan sebagai penunjang siswa dalam belajar. E-Learning
merupakan aplikasi internet yang dapat menghubungkan antara pendidik
dan peserta didik dalam sebuah ruang belajar online (Prakoso, 2005).
Menurut Onno W. Purbo (2002), menjelaskan bahwa istilah “e” atau
singkatan dari elektronik dalam E-Learning digunakan sebagai istilah untuk
segala teknologi yang digunakan untuk mendukung usaha-usaha pengajaran
lewat teknologi elektronik internet. Hal lain dikemukakan ooleh Baskara
(2014: 19) mengemukakan pada dasarnya, elektronik yang dimaksud telah
dibagi menjadi dua persepsi, yaitu:
a) Electronic based learning adalah pembelajaran yang memanfaatkan perangkat elektronik sebagai media penunjangnya, misalnya proyektor, LCD, CD/DVD, OHP dan sejenisnya. Pembelajaran seperti ini biasa digunakan dalam model klasikal, yaitu bertatap muka secara langsung (sychronous).
waktu serta tidak memakan biaya relatif tinggi namun jangkauannya luas (asynchronous).
Clark dan Mayer dalam Lantip (2011: 210) memaparkan bahwa “
E-Learning as training delivered on a computer (including CD-ROM,
Internet, or Intranet) that is designed to support individual learning or
organizational performance goals”. Memiliki pengertian bahwa
E-Learning sebagai sebuah sistem pembelajaran pada sebuah perangkat komputer, maka di desain untuk mempermudah pebelajar mencapai
tujuannya. Hal lain juga dikemukakan oleh Dong dalam Kamarga (2002:
17) mengemukakan bahwa E-Learning sebagai kegiatan belajar
asynchronous melalui perangkat elektronik komputer yang memperoleh bahan belajar yang sesuai dengan kebutuhannya.
Dari beberapa kajian definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
E-Learning merupakan sistem media yang berbasis teknologi informasi dan komunikasi, dimana perangkat elektronik seperti komputer sebagai media
perantara penyampai informasi dan internet sebagai media komunikasi yang
mendukung proses pembelajaran baik secara synchronous (secara langsung)
maupun asynchronous (secara tidak langsung) untuk memudahkan
pebelajar mencapai tujuan pembelajaran.
2. Dasar Teori Pengembangan E-Learning
Dalam penerapan dan pemanfaatan E-Learning di dalam
pembelajarantidak akan terlepas dari peran teori belajar dan pembelajaran.
a. Teori Kognitif
Teori ini memandang kegiatan belajar dan mendapat pengetahuan
sebagai sebuah proses. Dalam teori belajar kognitif mengatakan bahwa
tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya
tentang situasi yang berhubungan dengan proses belajarnya (Asri
Budiningsih, 2008: 34).
Dalam teori Jerome Bruner yaitu discovery learning bependapat
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik jika pendidik
memberikan kesempatan kepada siswa secara bebas untuk menemukan
konsep, teori, maupun materi yang sedang ia pelajari di dalam
kehidupannya sehari-hari. Menurut Bruner (Asri Budiningsih, 2008:
41), perkembangan kognitif seseorang di bagi ke dalam tiga tahap
berdasarkan cara melihat lingkungannya, yaitu: Pertama, tahap enaktif.
Tahap dimana seseorang melakukan aktivitas sehari-hari dalam rangka
memahami lingkungan melalui pengetahuan motoriknya. Kedua, tahap
ikonik. Tahap dimana seseorang memahami lingkungannya melalui
gambar-gambar dan visualisasi verbal. Ketiga, tahap simbolik. Tahap
dimana seseorang memahami lingkungannya melalui simbol-simbol,
seperti bahasa, logika, matematika, dsb.
Berdasarkan teori kognitif, E-Learning lebih menekankan
pembelajaran yang berpusat pada proses. Siswa menjadi subjek utama
dalam belajar dan pendidik bertugas sebagai fasilitator. Pada
saja untuk membangun pengetahuannya secara mandiri. Sumbangsih
teori kognitif terhadap perkembangan E-Learning ditinjau melalui
penekanan proses belajar, dimana posisi E-Learning bukan hanya
sebagai instrumen penilaian tetapi juga instrumen selama proses
pembelajaran berlangsung.
b. Teori Konstruktivistik
Teori ini mendefinisikan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari
konstruksi pengetahuan manusia terhadap objek, pengalaman, maupun
lingkungannya. Asri Budiningsih (2008: 56) mengatakan, bahwa
manusia akan mengkonstruksi dan membentuk pengetahuan mereka
sendiri.
Menurut teori konstruktivistik, pengetahuan merupakan
konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata).
Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena
setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya.
Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi
proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan
sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang
yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara
aktif dan terus-menerus.
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat
pendidikan, Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata
landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak secara mendadak.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah
yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Asri Budiningsih (2008: 58) menambahkan bahwa siswa harus
aktif melakukan kegiatan, aktif berpikir, menyusun konsep dan memberi
makna terhadap hal-hal yang sedang dipelajarinya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Woolfolk dalam Alex Kohang
(2009: 92) yang mengemukakan bahwa “students actively construct
their own knowledge: the mind of the student mediates input from the
outside world to determine what the student will learn. Learning is
active mental work, not passive reception of teaching”.
Berdasarkan keterangan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
teori ini memberikan keaktifan terhadap manusia untuk belajar
menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan hal
lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri. Sumbangsih
teori konstrustivistik terhadap perkembangan E-Learning memandang
bahwa sasaran program bukanlah orang yang polos tanpa pengetahuan
dasar melainkan individu yang terus merekonsturksi, mengembangkan
Model pembelajaran E-Learning menuntut pada keaktifan siswa
di dalam proses pembelajaran. E-Learning memberikan kebebasan dan
keleluasaan bagi siswa untuk melakukan penjajakan materi, sehingga
pembelajaran dengan model teacher oriented bergeser ke arah student
oriented. Hal ini sejalan dengan konsep dasar teori konstrustivistik dimana guru atau pendidik bertugas sebagai pemantik pengetahuan
supaya diasimilasikan oleh siswa itu sendiri.
c. Teori Sibernetik
Teori ini relatif baru dibandingkan teori-teori pembelajaran
lainnya. Asri Budiningsih (2008: 81) memaparkan asumsi teori
sibernetik yaitu belajar adalah pengolahan informasi, hal ini berarti
sistem informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa harus sangat
diperhatikan karena informasi inilah yang akan menentukan proses.
Asumsi lain dari teori ini adalah tidak ada satu proses belajarpun yang
ideal untuk segala situasi dan semua siswa. Hal ini juga berarti semua
program dan proses pembelajaran disesuaikan dimana konteks
pendidikan berlangsung.
Asri Budiningsih (2008: 93) juga menambahkan bahwa teori
sibernetik menyatakan adanya proses penyandian informasi (encoding),
diikuti dengan penyimpanan informasi (storage), dan diakhiri dengan
mengungkapkan kembali informasi yang telah disimpan dalam ingatan
Pask dan Scott dalam Asri Budiningsih (2008: 94) membagi tipe
siswa dalam teori sibernetik kedalam wholist dan serialist. Siswa
dengan tipe wholist mempelajari sesuatu dari yang paling umum menuju
khusus sedangkan serialist berpikir menggunakan cara bertahap atau
linear.
Berlandaskan pada teori sibernetik, maka E-Learning hendaknya
juga melibatkan penekanan peran pentingnya sistem informasi yang
disampaikan kepada siswa atau peserta didik untuk lebih mudah
dipahami dengan memperhatikan karateristik siswa dalam memahami
materi.
d. Teori Digital Native – Digital Immigrant
Pada kajian landasan teori kali, istilah digital native yang
diperkenalkan Marc Prensky (2001) belum sepenuhnya menjadi teori
namun untuk merujuk ke sebuah generasi yang berbeda dari apa yang ia
sebut digital immigrants (pendatang digital). Perbedaan yang dimaksud
adalah perbedaan dalam cara berpikir dan cara menggunakan pikiran
untuk memroses informasi. Anak-anak yang digital sejak lahir terterpa
teknologi komputer sejak usia amat dini sehingga Prensky bahkan yakin
bahwa otak atau di dalam benak mereka berbeda dari generasi
sebelumnya. Sebagai seorang pendidik, Prensky amat risau melihat
kenyataan bahwa perbedaan ini tak disadari oleh sekolah-sekolah dan
masyarakat secara umum, sehingga sering terjadi kesenjangan antara
Selwyn (2009: 32) mengkaji budaya dan gaya hidup yang khas di
kalangan generasi muda dengan istilah seperti born digital (lahir sudah
digital) dan net savvy (fasih berjaringan), ia menganggap bahwa konsep
digital native tak dapat secara objektif menggambarkan budaya generasi muda dan teknologi yang mereka gunakan. Banyak klaim Prensky
tentang keterampilan dan kefasihan generasi muda dalam menggunakan
teknologi komputer tidak didukung oleh bukti-bukti empirik. Selain itu,
diskusi tentang karakteristik digital native ini juga seringkali diwarnai
oleh debat tentang moral dan ideologi sehingga lebih mencerminkan
"kepanikan moral” (moral panic) di masyarakat katimbang konsep
ilmiah tentang perilaku generasi muda saat ini.
Pernyataan Williams dalam Putu Laxman (2014: 4-5) menegaskan
bahwa bagaimana teknologi sesungguhnya digunakan sehari-hari dan –
jika teknologi itu adalah sebuah media – apa isi yang disampaikannya,
tak dapat diabaikan dalam upaya memahami kehadiran maupun efeknya
di sebuah masyarakat. Selain itu, Williams sangat berpegang pada
pandangan bahwa semua teknologi muncul karena ada maksud dan
tujuan, serta ada peran manusia sebagai pihak (dalam sosiologi, disebut
agent) yang punya kuasa untuk menentukan. Maksud dan tujuan ini juga
ada di dalam kelompok sosial untuk memenuhi hasrat atau tujuan
mereka, sehingga setiap teknologi sebenarnya mengandung aspek
Oleh karena itu, kesimpulan yang didapatkan dari berbagai
literatur yang melandasi pemikiran digital native – digital immigrant,
bahwasannya dalam kajian teori ini menekankan peran perkembangan
pengaruh teknologi terhadap kebutuhan psikologis, sosial, dan budaya
yang secara perlahan mempengaruhi semua aspek pelaku pendidikan
terutama pola berfikir siswa. Hal ini akan senantiasa berdampingan
seiring berkembangnya inovasi dalam pendidikan baik melalui program
pembelajaran maupun metode-metode pembelajaran.
3. Fungsi Pembelajaran E-Learning
Menurut Lantip (2011: 223) terdapat tiga fungsi di dalam
pembelajaran E-Learning, yaitu sebagai suplemen (tambahan), komplemen
(pelengkap), dan substitusi (pengganti).
a. E-Learning sebagai suplemen, artinya adalah E-Learning sebagai
program pembelajaran yang berperan sebagai metode opsional yang
memberikan bebasan kepada siswa untuk belajar dengan menggunakan
metode pembelajaran E-Learning.
b. E-Learning sebagai komplemen, artinya adalah E-Learning sebagai
media yang melengkapi proses pembelajaran konvensional. Dengan
kata lain E-Learning digunakan sebagai penguat (reinforcement) atau
pengulangan sekaligus sebagai remedial bagi siswa. Penguat ditujukan
untuk memantapkan penguasaan dan pemahaman materi. Sedangkan
remedial ditujukan untuk siswa yang mengalami kesulitan pemahaman
c. E-Learning sebagai substitusi, artinya adalah E-Learning sebagai
pengganti alternatif pembelajaran bagi siswa. Hal ini bertujuan agar
pembelajaran lebih bersifat fleksibel. Siswa dapat memilih dan
mengelola sendiri waktu dan aktivitasnya di dalam kegiatan belajar
menggunakan E-Learning.
Berdasarkan fungsi pembelajaran E-Learning di atas, dapat
disimpulkan bahwa E-Learning berperan sebagai metode pembelajaran
opsional yang berarti tidak sepenuhnya menggantikan pembelajaran
konvensional di dalam kelas. E-Learning dapat diposisikan ke dalam tiga
hal, yaitu sebagai suplemen (tambahan), komplemen (pelengkap), dan
substitusi (pengganti).
4. Karakteristik Pembelajaran E-Learning
Menurut Munir (2009: 212) beberapa ciri yang menjadi karakteristik
E-Learning antara lain:
a. Menggunakan bantuan teknologi elektronik untuk memperoleh
informasi dan melakukan komunikasi dengan mudah dan cepat, baik
antara pengajar dengan pembelajar, atau pembelajar dengan pembelajar.
b. Memanfaatkan media komputer, seperti jaringan komputer atau digital
media. Jaringan komputer terbagi menjadi dua yaitu nternet dan
c. Menggunakan materi pembelajaran untuk dipelajari secara mandiri (self
learning materials). Hal ini menuntut siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran (student centered)
d. Materi pembelajaran dapat disimpan di komputer, kemudian ditunjang
dengan memanfaatkan jaringan komputer sehingga dapat di akses oleh
pengajar dan pembelajar, atau siapa pun tidak terbatas waktu dan tempat
kapan saja dan dimana saja sesuai dengan keperluannya. Konten isi dari
wujud E-Learning bisa berupa portal web ataupun LMS yang dikelola
oleh pengelola dan pendidik.
e. Memanfaatkan komputer untuk proses pembelajaran dan juga untuk
mengetahui hasil kemajuan belajar, atau administrasi pendidikan, serta
untuk memperoleh informasi atau materi lainnya.
Berdasarkan penjelasan karakteristik E-Learning di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran E-Learning bergantung sepenuhnya
terhadap kemajuan IPTEKS, sarana dan prasarana maupun kemampuan
pengelola program pembelajaran.
5. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran E-Learning
Menurut Bates dan Wulf dalam Munir (2009: 174) pemanfaatan
pembelajaran E-Learning memiliki beberapa kelebihan, yaitu:
a. E-Learning mampu meningkatkan interaksi dalam pembelajaran
(enchance interactivity), maksudnya adalah pembelajaran E-Learning
memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh siswa untuk
b. E-Learning mempermudah interaksi pembelajaran dari mana dan kapan
saja (time and place flexibility) sehingga E-Learning bersifat fleksibel
untuk memudahkan antar siswa maupun siswa dengan pendidik untuk
saling berkomunikasi.
c. E-Learning memiliki jangkauan yang lebih luas (potential to reach a
global audience). Syarat dari tingginya fleksibilitas tempat dan waktu pada pembelajaran E-Learning yaitu dengan memanfaatkan koneksi
internet sehingga belajar dapat diakses oleh siapa, dimana dan kapan saja.
d. E-Learning mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan materi
pembelajaran (easy updating of content as well as archivable
capability). Perkembangan IPTEKS berperan penting dalam pengembangan dan pemanfaatan bahan ajar elektronik, oleh karena itu
E-Learning memudahkan pendidik dan siswa dalam mengakses literatur materi secara digital.
Tidak ada metode pembelajaran yang sempurna, Munir (2014: 219)
memaparkan kelemahan E-Learning, antara lain:
a. Kurangnya interaksi langsung secara fisik antara pendidik dan siswa, hal
ini bisa menghambat pembentukan sikap, nilai (values), moral, atau
sosial dalam proses pembelajaran, sehingga tidak dapat diaplikasikan
dalam kehidupannya sehari-hari.
b. Ada kecenderungan lebih memperhatikan aspek teknis atau aspek
kemampuan akademik, perilaku, sikap, sosial, atau keterampilan dari
pembelajar.
c. Proses pembelajaran dan mengajarnya cenderung ke arah pelatihan dari
pada pendidikan apabila siswa atau pendidik awam terhadap
pemanfaatan dan penggunaan teknologi, sehingga pendidik dituntut
mengetahui dan menguasai strategi, metode, atau teknik pembelajaran
berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
d. Peralihan dari pembelajaran konvensional ke pembelajaran elektronik
membutuhkan kualifikasi pendidik yang tinggi, antara lain seperti
penguasaan strategi, metode, atau teknik pembelajaran yang berbasis
TIK.
Berdasarkan pemaparan kelebihan dan kelemahan di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran E-Learning tidak serta merta menjadi
metode program pembelajaran yang primer. Di dalam pemanfaatannya,
diperlukan beragam kesiapan dan kualifikasi dari berbagai komponen,
sarana prasarana, motivasi siswa, dan kualifikasi pendidik yang tinggi.
6. Kriteria Keberhasilan Pembelajaran E-Learning
Semua metode pembelajaran mampu menghasilkan capaian yang
maksimal terhadap tujuan pembelajaran apabila sesuai dengan konteksnya,
termasuk E-Learning. Baskara (2014: 32) mengemukakan bahwa dalam
penerapan pembelajaran E-Learning, terdapat setidaknya enam komponen
a. Kesiapan pendidik berarti pendidik harus memiliki kecakapan dalam
mengoperasikan hardware, seperti komputer dan internet dan kecapakan
dalam mengolah pembelajaran virtual dengan sistem E-Learning. Selain
itu, pendidik juga diharuskan mampu berperan sebagai fasilitator yang
bertugas untuk membantu siswanya yang merasa kesulitan serta
membutuhkan bantuan selama proses belajar. Menurut Bramble yang
dikutip oleh Munir (2009: 63) menyebutkan beberapa keterampilan
yang harus dikuasai oleh seorang pendidik sebelum menggunakan
multimedia komputer, yaitu:
1) Pendidik mempunyai kemampuan mengoperasikan dan memelihara
hardware yang digunakan dalam E-Learning.
2) Pendidik mempunyai kemampuan dalam memilih software yang
digunakan berupa portal atau websiteE-Learning.
3) Pendidik mempunyai kemampuan mengintegrasi pembelajaran
melalui komputer dalam kurikulum.
4) Pendidik mempunyai teknik, strategi maupun metode pembelajaran
dalam mendukung pembelajaran E-Learning.
5) Pendidik mempunyai kepekaan terhadap perkembangan teknologi
terkini (up to date).
b. Kesiapan siswa di dalam pembelajaran E-Learning terbagi menjadi dua
yaitu kesiapan secara teknis berupa kecakapan siswa dalam
mengoperasikan komputer dan internet dan kesiapan personal berupa
dalam hal memotivasi dan mengeksplorasi materi selama pembelajaran.
Dalam Munir (2010: 50) mengemukakan beberapa kompetensi yang
harus dimiliki siswa sebelum menggunakan E-Learning, yaitu:
1) Siswa mempunyai pengetahuan awal mengenai komputer dan cara
pengoperasiannya.
2) Siswa mempunyai kemampuan mengoperasikan software yang
digunakan berupa portal atau websiteE-Learning.
3) Siswa mempunyai memiliki motivasi yang tinggi untuk
menggunakan komputer dan internet sebagai media utama di dalam
pembelajaran.
4) Siswa mempunyai kemauan untuk mengeksplorasi materi
pembelajaran dari berbagai sumber.
5) Siswa mempunyai kemandirian dalam mengatur dirinya sendiri
selama pembelajaran menggunakan E-Learning.
c. Kesiapan sarana dan prasarana E-Learning terbagi menjadi dua, yaitu
kebutuhan hardware dan software. Hardware berupa sarana berbentuk
fisik, seperti komputer, laptop, maupun jaringan internet yang
digunakan secara fisik untuk mengakses E-Learning secara online.
Sedangkan software berupa sarana berbentuk perangkat lunak yaitu
portal dari E-Learning itu sendiri atau yang sering kita sebut sebagai
website E-Learning. Menurut Munir (2009: 91) adapun kualifikasi atau standar hardware dan software yang digunakan untuk menunjang
1) Sekolah memiliki konektivitas yang memadai untuk mengakses
portal E-Learning.
2) Sekolah mempunyai perangkat elektronik seperti komputer yang
memadai sejumlah siswa yang akan memakai dalam pembelajaran
E-Learning.
3) Spesifikasi komputer dan konektivitas internet yang digunakan oleh
sekolah sudah memenuhi standar minimum requirements
(spesifikasi minimal) untuk pelaksanaan pembelajaran E-Learning.
4) Sekolah mempunyai portal E-Learning sendiri berupa website yang
bisa diakses oleh seluruh siswa dan pendidik.
d. Kualitas penyajian materi dalam pembelajaran E-Learning disajikan ke
dalam literatur media digital yang dikemas secara menarik. Kualitas dari
penyajian materi yang diunggah ke dalam sistem E-Learning harus
memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
1) Bahan ajar yang disajikan harus sesuai terhadap kurikulum dan
kebutuhan siswa.
2) Bahan ajar yang disajikan mampu direvisi kembali oleh pendidik.
3) Bahan ajar yang disajikan mampu diakses oleh seluruh siswa.
4) Bahan ajar disajikan di dalam E-Learning secara menarik, inovatif
dan efektif untuk menarik minat siswa di dalam belajar.
5) Bahan ajar yang disajikan harus mencantumkan sumber kutipan
e. Kecakapan Pengelola dibutuhkan pada setiap pelaksanaan program,
tidak terkecuali program pembelajaran E-Learning. Kualifikasi dan
kompetensi yang harus dimiliki oleh pengelola program dalam
mengelola pembelajaran E-Learning, antara lain:
1) Pengelola program E-Learning merupakan orang yang experts
dibidangnya.
2) Pengelola mampu melakukan pemeliharaan sistem E-Learning
secara berkala (maintenance system).
3) Pengelola mampu melakukan perbaikan software maupun hardware
mengalami kerusakan / kendala.
4) Pengelola mampu melakukan pengadaan sarana dan prasarana
penunjang pembelajaran E-Learning berupa unit komputer dan
konektivitas internet.
5) Pengelola mampu menyediakan portal atau website E-Learning
yang akan digunakan di dalam pembelajaran.
6) Pengelola mempunyai kemampuan manajerial program dimulai dari
perencanaan hingga proses evaluasi program.
f. Hasil / produk yang di hasilkan dari sistem pembelajaran E-Learning.
adalah siswa yang menjadi tolok ukur paling akhir keberhasilan
pembelajaran E-Learning. Menurut Tanzila Saba (2012: 3) keberhasilan
program E-Learning dapat diukur melalui indikator siswa, antara lain:
1) Siswa memberikan feedback berupa respons yang baik terhadap
2) Meningkatnya interaksi antar siswa dan pendidik selama
pembelajaran E-Learning.
3) Siswa merasakan puas terhadap metode belajar yang digunakan
pendidik selama pembelajaran E-Learning.
4) Siswa merasakan puas terhadap materi yang diberikan oleh pendidik
selama pembelajaran E-Learning.
5) Siswa merasakan puas terhadap portal atau website E-Learning yang
digunakan oleh sekolah.
6) Siswa merasakan puas terhadap sarana penunjang yang digunakan
selama pembelajaran meliputi komputer dan konektivitas internet.
7) Meningkatnya kualitas penguasaan materi oleh siswa selama
menggunakan E-Learning.
8) Bertambahnya motivasi siswa di dalam pembelajaran setelah
dilaksanakannya program E-Learning.
Berdasarkan kriteria diatas, maka menjadi salah satu acuan tolak ukur
instrumen kriteria evaluasi yang akan digunakan dalam penelitian ini.
7. Implementasi E-Learning
Berdasarkan Munir (2010: 39) mengkategorikan E-Learning menjadi
dua macam berdasarkan komunikasi yang terjadi selama pembelajaran yaitu
E-Learning Synchronous yang merupakan metode online menggunakan komunikasi langsung dan E-Learning Asynchronous yang merupakan
metode online menggunakan komunikasi tidak langsung. Dalam
chatting atau kelas virtual sehingga antara pendidik dan siswa mampu
berinteraksi secara langssung atau saat itu juga sedangkan E-Learning
Asynchronous dapat dilakukan sesuai kesepakatan waktu yang ditentukan misalnya melalui email atau bulletin board.
Ditinjau dari Learning Management System (LMS) yang digunakan,
E-Learning dibedakan menjadi dua macam yaitu Web Based Learning (WBL) dan Computer Based Learning (CBL). Munir (2009: 286)
mendefinisikan Web Based Learning adalah sistem pembelajaran jarak jauh
berbasis teknologi informasi dan komunikasi dengan antarmuka web,
sedangkan Rusman (2009: 49) mengemukakan bahwa pembelajaran
berbasis komputer merupakan proses pembelajaran dengan menggunakan
software aplikasi komputer yang meliputi tentang judul, tujuan, materi isi
pembelajaran dan evaluasi pembelajaran. Dari definisi kedua ahli tersebut
dapat dirangkum bahwa perbedaan mendasar antara kedua LMS E-Learning
tersebut pada penggunaan perangkat lunak yang dimanfaatkan kedalam
pembelajaran, dimana WBL menekankan peran penting sebuah website
untuk menyampaikan konten pembelajaran sedangkan CBL menekankan
peran sebuah aplikasi menyampaikan konten pembelajaran.
Dalam penelitian ini, E-Learning yang digunakan oleh pihak sekolah
adalah LMS berbasis Web Based Learning yang dikembangkan sendiri oleh
KOMSI UGM dengan menggunakan web-engine dari dokumenary.net.
Secara teknis, website dikelola menggunakan cloud storage yaitu sistem
membutuhkan internet dalam mengakses konten-konten pembelajaran.
Bentuk dan kerangka kerja portal E-Learning ini hampir sama dengan LMS
komersil yang sudah ada seperti moodle, edmodo, absorb dan lain
sebagainya. Dalam penggunaannya, guru dapat memanfaatkan E-Learning
guna menyampaikan materi ataupun membuat course tugas pembelajaran
baik secara langsung (synchronous) ataupun tidak langsung (asynchronous)
sehingga dalam hal ini fungsi E-Learning tidak semata sebagai pengganti
pembelajaran konvensional melainkan sebagai komplemen atau metode
tambahan dalam mempermudah dan meningkatkan hasil pembelajaran.
Course adalah semua jenis pembelajaran yang dikirimkan melalui perangkat lunak (software) atau melalui internet (Robin, 2010: 46).
C. Kajian Pebelajar E-Learning SMA
Siswa atau pebelajar adalah anggota masyarakat yang berusaha
mengembangkan dirinya melalui proses pendidikan pada jalur jenjang dan jenis
pendidikan tertentu (UU Sisdiknas 2003). Karakteristik siswa SMA Menurut
teori yang dipopulerkan oleh Piaget, usia anak remaja di masa SMA ini sekitar
rentang usia 11/12-18 tahun. Pada masa ini, seorang anak memasuki tahap
kognitif operasional formal. Anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis
dengan menggunakan pola berpikir “kemungkinan”.
Pada tahap ini, kondisi berpikir anak sudah dapat bekerja secara efektif,
sistematis, dan sistemik. Selain itu dalam tahap ini anak juga dapat menganalisis
secara kombinasi, berpikir secara proporsional, dan menarik generalisasi secara