• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PEMBANGUNAN JALAN DI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN LUWU UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DALAM PEMBANGUNAN JALAN DI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN LUWU UTARA"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA

DALAM PEMBANGUNAN JALAN DI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN LUWU UTARA

ARDA NENGSI AMAL Nomor Stambuk : 10561 04042 11

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(2)

PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA

DALAM PEMBANGUNAN JALAN DI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN LUWU UTARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Administrasi Negara

Disusun dan Diajukan Oleh ARDA NENGSI AMAL Nomor Stambuk : 10561 04042 11

Kepada

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2015

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

ARDA NENGSI AMAL. Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Pembangunan Jalan Di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara (dibimbing oleh Muhlis Madani dan Ansyari Mone)

Penerapan anggaran berbasis kinerja merupaka suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang diterapkan. Berdasarkan hal tersebut, peneliti terdorong untuk mencoba menggambarkan dan menjelaskan penerapan anggaran berbasis kinerja dalam pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Dengan pendekatan deskriptif yang menggunakan teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara dan dokumentasi. Kemudian data yang diperoleh tersebut dianalisis dengan melalui tahapan berikut yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (verifikasi).

Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian dan proses analisis data diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) mempunyai peran yang penting dalam merencanakan dan mengendalikan pembangunan di Daerah karena di dalam APBD terdapat item pendapatan, pembelanjaan serta biaya yang menunjukkan kemampuan Daerah dalam membiayai pembangunan yang dibiayai dari APBD, maka pembiayaan pembangunan dilaksanakan melalui satuan kerja perangkat daerah sebagai tim teknis pelaksanaan dari program pembangunanyang direncanakan. Penerapan anggaran berbasis kinerja sangat penting karena merupakan prwujudan amanat rakyat kepada eksekutif dan legislatif untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran.

Keyword : Anggaran, Kinerja, Pembangunan Jalan

(7)

KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta junjungan Nabi Muhammad SAW, atas segala rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaiakan skripsi dengan judul “PENERAPAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA DI DINAS PEKERJAAN UMUM KABUPATEN LUWU UTARA” sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana Ilmu Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari dalam proses penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaiakan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak DR. H. Muhlis Madani, M.Si selaku Pembimbing I sekaligus Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bapak Drs. H. Ansyari Mone, M.Pd selaku Pembimbing II yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

3. Bapak DR. Burhanuddin, S.Sos., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

(8)

4. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Administrasi Negara yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang tak ternilai.

5. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Makassar.

6. Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan selaku informan yang telah bersedia memberikan waktunya untuk memberikan informasi yang penulis butuhkan.

7. Semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu persatu yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak lngsung hingga terselesaikannya skripsi ini.

Demi kesempurnaan skripsi ini, saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan. Semoga karya skripsi ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Makassar, September 2015 Penulis

Arda Nengsi Amal 105610404211

(9)

THANKS TO :

Alhamdulillah, akhirnya wisuda juga. Perjalanan yang panjang untuk memperoleh gelar S-1.

Meraih gelar Sarjana ini tentunya tidak akan bisa tercapai tanpa adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui tulisan ini saya ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada mereka yang senantiasa mengiringi setiap langkahku sehingga menjadi seorang sarjana dan semoga kita selalu mendapatkan yang terbaik.

 Pertama-tama kepada Allah SWT yang telah memberikan anugerah yang tak ternilai harganya serta limpahan kenikmatan yang tak ternilai jumlahnya.

 Rasulullah SAW atas jasanya yang telah memberikan pencerahan kepada umatnya yang ada dimuka bumi.

 Kedua orang tua ku Amal Lagessa dan Suarni M. Anwar yang telah melahirkan, membesarkan, dan mendidik ku dengan penuh kasih sayang. Orang tua yang tidak pernah lelah bekerja demi masa depan anak-anaknya. Terima kasih atas dukunga kalian selama ini, akhirnya putri kalian sudah menjadi sarjana. Terima kasih pula atas semua motivasi, didikan, dan doa serta pengorbanan kalian untuk ku yang tidak akan terlupakan dan terbalaskan dengan apapun. Saya sangat bangga terlahir dan man mempunyai orang tua seperti bapak dan mama.

 Teruntuk kakak ku Adi Praja Amal dan Adikku Achmad Rifaldi Amal terima kasih untuk dukungannya walaupun terkadang kita sering bertengkar.

 Kakak ku Akbar terima kasih atas dukungan dan nasehatnya.

 Teruntuk Almarhum kakek ku Lagessa terima kasih atas kasih sayang mu selama ini, aku sangat merindukan mu dan Almarhum Om ku terima kasih atas nasehat mu selama hidup mu. Semoga kalian tenang di sana dan berada di surga.

 Calon pendamping ku kelak yang selalu mengiringi langkah ku, memberi semangat di saat aku gagal dalam mencari sesuatu yang berarti untuk masa depan ku dan terus bertahan dalam menghadapi sikap ku, godaan dan cobaan yang datang. Semoga cinta dan cita-cita, serta niat suci kita tercapai. Amiin.

 Sahabat-sahabat ku, Irayani Palma dan Sri Wahyuni Tajuddin dan teman-teman ADN C terima kasih untuk kebersamaannya selama ini. Semoga persaudaraan ini tetap terjaga. Amiiin.

(10)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“Pintu Sukses yang utama adalah ketika kita mampu membahagiakan orang tua.”

"Harga kebaikan manusia adalah diukur menurut apa yang telah dilaksanakan/diperbuatnya"

(Ali Bin Abi Thalib)

"Sesuatu yang belum dikerjakan, seringkali tampak mustahil; kita baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik." (Evelyn Underhill)

"Mereka berkata bahwa setiap orang membutuhkan tiga hal yang akan membuat mereka berbahagia di dunia ini, yaitu; seseorang untuk dicintai, sesuatu untuk dilakukan, dan

sesuatu untuk diharapkan." (Tom Bodett)

“Lebih baik terlambat daripada tidak wisuda sama sekali”

“Saya datang, saya bimbingan, saya ujian, saya revisi dan saya menang”

“Berangkat dengan penuh keyakinan. Berjalan dengan penuh keikhlasan. Istiqomah dalam menghadapi cobaan. YAKIN, IKHLAS, ISTIQOMAH”

“Pengetahuan adalah kekuatan”

Skripsi ini ku persembahkan untuk

Kedua orang tuaku tercinta

Saudara-saudara ku

Keluarga besar ku

Sahabat-sahabat ku

Almarhum Kakek dan Om ku

Almamater ku

(11)

DAFTAR ISI

Halaman Pengajuan Skripsi ... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Penerimaan TIM ... iii

Halaman Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vi

Thank’s To ... viii

Motto dan Persembahan ... ix

Daftar Isi... x

Daftar Tabel ... xi

Daftar Gambar ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Kegunaan Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Anggaran Berbasis Kinerja... . 7

B. Kerangka Pikir ... 22

C. Fokus Penelitian ... 23

D. Deskripsi Fokus Penelitian ... 24

BAB III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan lokasi penelitian ... 25

B. Jenis dan Tipe penelitian ... 25

C. Sumber Data ... 26

D. Informan Penelitian ... 27

E. Teknik Pengumpulan data ... 27

F. Teknik Analisis Data ... 28

G. Keabsahan Data ... 29

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian ... 31

B. Profil Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Luwu Utara ... 40

C. Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Pembangunan Jalan Di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara ... 57

BAB V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 73

B. Saran ... 73

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Informan Penelitian ... 27 Tabel 4.1 Jumlah Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kab. Luwu Utara ... 43 Tabel 4.2 Keadaan Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kab. Luwu Utara Menurut

Kepangkatan ... 43 Tabel 4.3 Keadaan Pegawai Dinas Pekerjaan Umum Kab. Luwu Utara Menurut

Tingkat Pendidikan ... 44

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Bagan Kerangkan Pikir ... 23 Gambar Struktur Organisasi ... 56

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Menyadari akan kebutuhan pelaksanaan di pemerintahan yang mengarah pada upaya mensejahterakan masyarakat maka oleh pemerintah, kemudian merevisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 menjadi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Konsekuensi logis dari pelaksanaan kedua undang-undang ini memberikan pengaruh perubahan terhadap tata laksana manajemen keuangan di daerah baik dari proses penyusunan, pengesahan, pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran. Perubahan tersebut yakni perlu dilakukannya budgeting reform atau reformasi anggaran.

Aspek utama budgeting reform adalah perubahan dari pendekatan anggaran tradisional (traditional budgeting) ke pendekatan baru yang dikenal dengan anggaran kinerja (performance budgeting). Anggaran tradisional didominasi dengan penyusunan anggaran yang bersifat line-item dan incrementalism yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya mendasarkan pada realisasi anggaran tahun sebelumnya, akibatnya tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Pemerintah atasan selalu dominan peranannya terhadap pemerintah di daerah yang ditandai dengan adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari pemerintah pusat.

(15)

Hal ini sering bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan masyarakat. Selanjutnya, anggaran kinerja adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.

Kinerja tersebut mencerminkan efisien, efektivitas pelayanan kepada publik yang berorientasi kepada kepentingan publik. Artinya, peran pemerintah daerah sudah tidak lagi merupakan alat kepentingan pemerintah pusat tetapi untuk memperjuangkan aspirasi dan kepentingan daerah.Dalam instansi pemerintah, penilaian kinerja sangat berguna untuk menilai kuantitas, kualitas, dan efisiensi pelayanan, memotivasi para birokrat pelaksana, serta memonitor pemerintah agar lebih memperhatikan kebutuhan masyarakat yang dilayani, dan menuntun perbaikan dalam pelayanan publik.

Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap penyelenggaraan administrasi publik memicu timbulnya gejolak yang berakar pada ketidakpuasan.

Tuntutan yang semakin tinggi diajukan terhadap pertanggungjawaban yang diberikan oleh penyelenggara negara atas kepercayaan yang telah diamanatkan rakyat. Kinerja instansi pemerintah kini lebih banyak mendapat sorotan. Karena masyarakat mulai mempertanyakan manfaat yang dapat diperoleh atas pelayanan yang diberikan oleh instansi pemerintah. Kondisi ini mendorong peningkatan kebutuhan adanya suatu pengukuran kinerja terhadap penyelenggaraan negara.

Salah satu aspek yang di ukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah aspek kauangan berupa anggaran berbasis kinerja.

Pada tahun 2006, pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Sejak saat itu

(16)

penerapan Anggaran Berbasis Kinerja mulai secara efektif dilaksanakan. Untuk memenuhi pelaksanaan otonomi di bidang keuangan dengan terbitnya berbagai peraturan pemerintah yang baru, diperlukan sumber daya yang mampu untuk menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah berbasis kinerja.

Melalui sistem penganggaran berbasis kinerja ini, penetapan besarnya alokasi anggaran daerah lebih mempertimbangan nilai uang (value for money) dan nilai uang yang mengikuti fungsi (money follow function) sesuai dengan kebutuhan nyata setiap unit kerja. Hal ini karena APBD merupakan penjabaran kuantitatif dari program kebijakan serta usaha pembangunan yang dituangkan dalam bentuk aktivitas yang dimiliki oleh unit kerja terkecil sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang telah dibebankan dalam setiap tahun. Pemerintah daerah akan diketahui kinerjanya dengan menggunakan anggaran berbasis kinerja.

Kinerja ini akan tercermin pada laporan dalam bentuk laporan prstasi kerja SKPD.

Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara yang merupakan salah satu perangkat daerah yang mempunyai tugas dan fungsi yang sangat strategis dalam mendukung dan mewujudkan pelaksanaan otonomi daerah. Keberadaan infrastruktur dan sarana prasarana fisik wilayah merupakan bagian dari tugas pokok Dinas Pekerjaan Umum. Untuk mendukung tugas tersebut Dinas Pekerjaan Umum membutuhkan pihak ketiga dalam hal ini pengusaha jasa konstruksi dalam hal ini kontraktor pelaksana, konsultan perencana dan konsultan pengawas.

Dengan adanya hubungan tersebut, Dinas Pekerjaan Umum dituntut untuk memberikan pelayanan secara profesionalisme, agar dapat menumbuhkan

(17)

kepercayaan masyarakat jasa konstruksi sebagai pengguna jasa yang pada akhirnya sangat ditentukan dari kinerja aparat di Dinas Pekerjaan Umum.

Di Luwu Utara, pembangunan sarana dan prasarana sering dilakukan.

Dalam hal ini ialah pembangunan jalan. Namun, jalan yang dibangun tidak semua masyarakat dapat menikmati jalanan tersebut. Hal ini dikarenakan pembangunan jalan tersebut dilakukan di daerah yang jarang atau bahkan tidak pernah dilalui oleh masyarakat. Dengan kata lain, pembangunan tersebut merupakan pembangunan jalan yang baru. Jika dilihat dari jumlah anggaran yang tersedia dan digunakan setiap tahunnya, seharusnya pemerintah lebih menekankan pembangunan jalan seperti perbaikan jalan. Anggaran yang digunakan khususnya untuk perbaikan jalan setiap tahunnya tidak pernah dibawah 10 miliyar.

Pembangunan jalan tersebut tidak terlalu berpengaruh kepada kepentingan masyarakat karena berada di daerah yang tidak berpenduduk. Di mana jalan tersebut digunakan sebagian orang untuk melakukan hal-hal yang tidak bermanfaat. Masih banyak yang perlu dilakukan pemerintah Luwu Utara terutama Dinas Pekerjaan Umum selain membangun jalan baru, misalnya perbaikan jalan.

Seperti halnya di tempat saya tinggal, terdapat jalanan yang rusak dan memerlukan perbaikan. Di mana jalan tersebut menuju ke sebuah Puskesmas yang sering dilalui oleh masyarakat. Seperti yang diketahui bahwa Infrastruktur memegang peranan penting sebagai salah satu roda penggerak. Keberadaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan seperti halnya infrastruktur jalan.

Pasal 1 angka 4 UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, memberikan definisi mengenai Jalan yaitu prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian

(18)

jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.

Pemerintah seharusnya melakukan pembangunan jalan yang dapat langsung dijangkau oleh masyarakat dan sangat membantu masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Apalagi jika dilihat dari jumlah anggaran yang digunakan setiap tahunnya. Pemerintah tidak seharusnya melakukan pembangunan jalan seperti pembuatan jalan baru tetapi juga melakukan perbaikan jalan karena hal tersebut sangat membantu masyarakat. Dana yang dialokasikan untuk pembangunan langsung yang dapat dinikmati oleh rakyat masih sangat minim dibandingkan dana yang dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan kalangan birokrat. Keadaan ini harus diperbaiki dan alokasi dana untuk kesejahteraan rakyat harus terus ditingkatkan dimasa yang akan datang (Sri Rahayu, dkk, 2007).

Oleh sebab itu, berdasarkan latar belakang tersebut di atas penulis berkeinginan untuk melakukan penelitian berkaitan dengan“Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dalam Pembangunan Jalan Di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, dalam penelitian ini penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Bagaimana Penerapan

(19)

Anggaran Berbasis Kinerja dalam Pembangunan Jalan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara ?”.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini ialah “Untuk mengetahui Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja dalam Pembangunan Jalan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara”.

D. Kegunaan Penelitian

Secara umum, kegunaan penelitian ini meliputi dua aspek yaitu secara teoritis dan secara praktis.

1. Kegunaan teoritis

a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam aspek teoritis (keilmuan), yaitu bagi perkembangan ilmu Administrasi Negara.

2. Kegunaan praktis

a) Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi bagi Pemerintah Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara untuk perbaikan kinerja pemerintah di masa yang akan datang.

b) Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan referensi bagi penelitian sejenis.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Anggaran Berbasis Kinerja

1. Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran berbasis kinerja adalah pengukuran anggaran berdasarkan output yang dihasilkan menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 yang sekarang berubah menjadi Permendagri Nomor 13 Tahun 2006.

Anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) dalam era otonomi daerah disusun dengan pendekatan kinerja, artinya sistem anggaran yang mengutamakan pancapaian hasil kinerja atau keluaran (output) dari perencanaan alokasi biaya yang telah ditetapkan. Dengan demikian, harapan penyusunan dan pengalokasian anggaran dapat lebih diselesaikan dengan skala prioritas dan persepsi daerah yang bersangkutan (Mariana:2005).

Anggaran berbasis kinerja dikenal dalam pengelolaan keuangan daerah sejak terbitnya PP Nomor 105 Tahun 2000 yang dalam pasal 8 dinyatakan bahwa APBD disusun dengan pendekatan kinerja. Penjelasan PP Nomor 105 Tahun 2000 dinyatakan bahwa anggaran dengan pendekatan kinerja adalah suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Berdasarkan pengertian tersebut, setiap input yang ditetapkan dalam anggaran harus dapat diukur hasilnya dan pengukuran hasil bukan pada besarnya dana yang dihabiskan sebagaimana yang dilaksanakan pada sistem penganggaran tradisional (line-item and incremental budget)tetapi pada tolak ukur kinerja yang telah ditetapkan.

(21)

Wiwik dan Ermataty (2012) menyatakan bahwa dengan keluarnya Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 menuntut perubahan sistem penganggaran dari traditional budget menjadi penganggaran berbasis kinerja yang mengharuskan digunakannya sistem penganggaran yang berbeda dengan sebelumnya, yaitu perubahan dari sistem dual budgeting menjadi unified budgeting, penganggaran dengan basis input menjadi penganggran berbasis kinerja (performance based budgeting system), dan penganggaran dengan kerangka pengeluaran berjangka menengah. Sistem ini menggantikan sistem penganggaran tradisional (traditional budgeting system) yang mempunyai banyak kelemahan karena adanya tumpang tindih biaya sehingga berdampak pada in- efesiensi anggaran.

Sistem penganggaran tradisional atau item line budget memiliki cara penyusunan anggaran yang tidak didasarkan pada analisa rangkaian kegiatan yang harus dihubungkan dengan tujuan yang telah ditentukan, namun lebih dititikberatkan pada kebutuhan untuk belanja/pengeluaran dan sistem pertanggung jawabannya tidak diperiksa dan diteliti apakah dana tersebut telah digunakan secara efektif dan efisien atau tidak. Tolok ukur keberhasilan hanya ditunjukkan dengan adanya keseimbangan anggaran antara pendapatan dan belanja namun jika anggaran tersebut defisit atau surplus berarti pelaksanaan anggaran tersebut gagal.

Dalam perkembangannya, muncullah sistematika anggaran kinerja yang diartikan sebagai suatu bentuk anggaran yang sumber-sumbernya dihubungkan dengan hasil dari pelayanan.

(22)

Anggaran kinerja mencerminkan beberapa hal. Pertama, maksud dan tujuan permintaan dana. Kedua, biaya dari program-program yang diusulkan dalam mencapai tujuan ini. Dan yang ketiga, data kuantitatif yang dapat mengukur pencapaian serta pekerjaan yang dilaksanakan untuk tiap-tiap program.

Penganggaran dengan pendekatan kinerja ini berfokus pada efisiensi penyelenggaraan suatu aktivitas. Efisiensi itu sendiri adalah perbandingan antara output dengan input. Suatu aktivitas dikatakan efisien, apabila output yang dihasilkan lebih besar dengan input yang sama, atau output yang dihasilkan adalah sama dengan input yang lebih sedikit. Anggaran ini tidak hanya didasarkan pada apa yang dibelanjakan saja, seperti yang terjadi pada sistem anggaran tradisional, tetapi juga didasarkan pada tujuan/rencana tertentu yang pelaksanaannya perlu disusun atau didukung oleh suatu anggaran biaya yang cukup dan penggunaan biaya tersebut harus efisien dan efektif.

Berbeda dengan penganggaran dengan pendekatan tradisional, penganggaran dengan pendekatan kinerja ini disusun dengan orientasi output.

Jadi, apabila kita menyusun anggaran dengan pendekatan kinerja, maka mindset kita harus fokus pada "apa yang ingin dicapai". Kalau fokus ke

"output", berarti pemikiran tentang "tujuan" kegiatan harus sudah tercakup di setiap langkah ketika menyusun anggaran. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Jadi, tolok ukur keberhasilan sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem penganggaran yang dapat memadukan

(23)

perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan. Sistem penganggaran seperti ini disebut juga dengan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK).

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, melakukan reformasi anggaran daerah dan reformasi dalam pertanggungjawaban yang juga bersifat kinerja. Kinerja pemerintah daerah merupakan gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi. Secara umum dapat juga dikatakan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dapat dicapai organisasi dalam periode tertentu (Abdul Rohman, 2009).

Performance budget pada dasarnya adalah sistem penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada pencapaian hasil atau kinerja.

Kinerja tersebut mencerminkan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, yang berarti berorientasi pada kepentingan publik (Mardiasmo, 2002:105). Proses penyusunan anggaran daerah terlebih dahulu mengakomodir dan menyeleksi kebutuhan masyarakat yang akan dipenuhi dalam jangka waktu tertentu sehingga angka-angka yang tercantum dalam anggaran sebanding dengan pemenuhan atas kebutuhan masyarakat tersebut. Anggaran berbasis kinerja menghendaki terciptanya program dan kegiatan yang baru (inovasi) dan strategi untuk menyiasati keterbatasan sumber daya. Desain dari performance budgeting didasarkan pada pemikiran bahwa memasukkan ukuran kinerja dalam anggaran

(24)

akan mempermudah pemantauan terhadap program untuk melihat seberapa baik pemerintah telah mencapai outcome yang dijanjikan dan diinginkan (Yilin Hou, 2010).

Anggaran berbasis kinerja (ABK) merupakan metode penganggaran bagi manajemen untuk meningkatkan setiap biaya yang diutangkan dalam kegiatan- kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut dideskripsikan pada seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja. Anggaran berbasis kinerja yang aktif akan mengidentifikasikan keterkaitan antara nilai uang dan hasil, serta dapat menjelaskan begaimana keterkaitan tersebut dapat terjadi yang meupakan kunci pengelolaan program secara efektif. Jika terjadi perbedaan antara rencana dan realisasinya, dapat dilakukan evaluasi sumber-sumber input dan bagaimana keterkaitannya dengan output/outcome untuk menentukan efektivitas dan efesiensi pelaksanaan program.Anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang telah disusun (Indra Bastian, 2006).

2. Ruang lingkup ABK

(a) Menentukan Visi dan misi (yang mencerminkan strategi organisasi), tujuan, sasaran, dan target.

Penentuan visi, misi, tujuan, sasaran, dan target merupakan tahap pertama yang harus ditetapkan suatu organisasi dan menjadi tujuan tertinggi yang hendak dicapai sehingga setiap indikator kinerja harus dikaitkan dengan komponen tersebut. Oleh karena itu, penentuan komponen-komponen tidak

(25)

hanya ditentukan oleh pemerintah tetapi juga mengikutsertakan masyarakat sehingga dapat diperoleh informasi mengenai kebutuhan publik.

(b) Menentukan Indikator Kinerja.

Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahapan perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan bermanfaat (berfungsi). Indikator kinerja meliputi : 1) Masukan (Input) adalah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses

untuk menghasilkan keluaran yang telah direncanakan dan ditetapkan sebelumnya. Indikator masukan meliputi dana, sumber daya manusia, sarana dan prasarana, data dan informasi lainnya yang diperlukan.

2) Keluaran (Output) adalah sesuatu yang terjadi akibat proses tertentu dengan menggunakan masukan yang telah ditetapkan. Indikator keluaran dijadikan landasan untuk menilai kemajuan suatu aktivitas atau tolok ukur dikaitkan dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan dengan baik dan terukur.

3) Hasil (Outcome) adalah suatu keluaran yang dapat langsung digunakan atau hasil nyata dari suatu keluaran. Indikator hasil adalah sasaran program yang telah ditetapkan.

4) Manfaat (Benefit) adalah nilai tambah dari suatu hasil yang manfaatnya akan nampak setelah beberapa waktu kemudian. Indikator manfaat

(26)

menunjukkan hal-hal yang diharapkan dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi secara optimal.

5) Dampak (Impact) pengaruh atau akibat yang ditimbulkan oleh manfaat dari suatu kegiatan. Indikator dampak merupakan akumulasi dari beberapa manfaat yang terjadi, dampaknya baru terlihat setelah beberapa waktu kemudian.

(c) Evaluasi dan pengambilan keputusan terhadap pemilihan dan prioritas program.

Kegiatan ini meliputi penyusunan peringkat-peringkat alternatif dan selanjutnya mengambil keputusan atas program/kegiatan yang dianggap menjadi prioritas. Dilakukannya pemilihan dan prioritas program/kegiatan mengingat sumber daya yang terbatas.

(d) Analisa Standar Biaya (ASB)

ASB merupakan standar biaya suatu program/kegiatan sehingga alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Dilakukannya ASB dapat meminimalisir kesepakatan antara eksekutif dan legislatif untuk melonggarkan alokasi anggaran pada tiap-tiap unit kerja sehingga anggaran tersebut tidak efisien.

Dalam menyusun ABK perlu memperhatikan prinsip-prinsip penganggaran, perolehan data dalam membuat keputusan anggaran, siklus perencanaan anggaran daerah, struktur APBN/D, dan penggunaan ASB. Dalam menyusun anggaran berbasis kinerja (ABK) yang perlu mendapat perhatian adalah memperoleh data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya.

Perolehan data kuantitatif bertujuan untuk :

(27)

1) Memperoleh informasi dan pemahaman berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan.

2) Menjelaskan bagaimana manfaat setiap program bagi rencana strategis.

Berdasarkan data kuantitatif tersebut dilakukan pemilihan dan prioritas program yang melibatkan tiap level dari manajemen pemerintahan.

3. Prinsip dan Tujuan Anggaran Berbasis Kinerja

Prinsip‐prinsip yang digunakan dalam penganggaran berbasis kinerja meliputi:

a) Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja (output and outcomeoriented).

Alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan untuk memperoleh manfaat yang sebesar‐besarnya dengan menggunakan sumber daya yang efisien. Dalam hal ini, program/kegiatan harus diarahkan untuk mencapai hasil dan keluaran yang telah ditetapkan dalam rencana.

b) Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga prinsip akuntabilitas (let the manager manages). Prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan manager unit kerja satu dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai rencana. Keleluasaan tersebut meliputi penentuan cara dan tahapan suatu kegiatan untuk mencapai keluaran dan hasilnya pada saat pelaksanaan kegiatan, yang memungkinkan berbeda dengan rencana kegiatan. Cara dan tahapan kegiatan beserta alokasi anggaran pada saat perencanaan merupakan dasar dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam rangka akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara seorang manager unit kerja

(28)

bertanggung jawab atas penggunaan dana dan pencapaian kinerja yang telah ditetapkan (outcome).

c) Money Follow Function, Function Followed by Structure. Money follow function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku). Selanjutnya prinsip tersebut dikaitkan dengan prinsip Function Followed by Structure, yaitu suatu prinsip yang menggambarkan bahwa struktur organisasi yang dibentuk sesuai dengan fungsi yang diemban. Tugas dan fungsi suatu organisasi dibagi habis dalam unit‐unit kerja yang ada dalam struktur organisasi dimaksud, sehingga dapat dipastikan tidak terjadi duplikasi tugas fungsi.

Penerapan prinsip yang terakhir ini (prinsip ketiga) berkaitan erat dengan kinerja yang menjadi tolok ukur efektivitas pengalokasian anggaran. Hal ini berdasar argumentasi sebagai berikut:

(1) Efisiensi alokasi anggaran dapat dicapai, karena dapatdihindari overlapping tugas/fungsi/kegiatan.

(2) Pencapaian output dan outcomes dapat dilakukan secara optimal, karena kegiatan yang diusulkan masing‐masing unit kerja benar‐benar merupakan pelaksanaan dari tugas dan fungsinya.

Berdasarkan prinsip‐prinsip tersebut di atas maka tujuan penerapan PBK diharapkan:

(29)

a) Menunjukan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan dicapai (directly linkages between performance and budget);

b) Meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational efficiency);

c) Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas dan pengelolaan anggaran (more flexibilityand accountability).

4. Ciri-ciri Anggaran Berbasis Kinerja

Anggaran berbasis kinerja memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:

a) Secara umum sistem ini mengandung tiga unsur pokok yaitu:

(1) Pengeluaran pemerintah diklasifikasikan menurut program dan kegiatan.

(2) Pengukuran hasil kerja (Performance Measurement).

(3) Pelaporan program (Program Reporting).

b) Titik perhatian lebih ditekankan pada pengukuran hasil kerja, bukan pada pengawasan.

c) Setiap kegiatan harus dilihat dari sisi efisiensi dan memaksimalkan output.

d) Bertujuan untuk menghasilkan informasi biaya dan hasil kerja yang dapat digunakan untuk penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan kerja.

e) Keterkaitan yang erat antara tujuan, sasaran dan proses penganggaran 5. Keunggulan Dan Kelemahan Dari Anggaran Berbasis Kinerja

Keunggulan dari anggaran berbasis kinerja ialah sebagai berikut:

a) Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan.

b) Merangsang partisipasi dan memotivasi satuan kerja melalui proses pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual.

(30)

c) Membangun fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan pda semua tingkat.

d) Memungkinkan alokasi dana secara optimal dengan didasarkan efesiensi satuan kerja.

e) Menghindari pemborosan.

f) Dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan setiap satuan, lebih efektif dalam mencapai sasaran.

Sedangkan kelemahan dari anggaran berbasis kinerja ialah sebagai berikut:

a) Tidak semua kegiatan dapat distandarisasikan.

b) Tidak semua hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.

c) Tidak ada kejelasan mengenai siapa pengambil keputusan dan siapa yang menanggung beban atas keputusan.

6. Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Dalam menyusun anggaran berbasis kinerja ada hal yang perlu diperhatikan yaitu prinsip-prinsip penganggaran, aktivitas semua dalam penyusunan anggaran berbasis kinerja, peranan legislatif, siklus perencanaan anggaran daerah, struktur APBD, dan penggunaan anggaran berbasis kinerja.

a) Prinsip-prinsip penganggaran

(1) Transparansi dan akuntabilitas anggaran. APBD harus dapat menyajikan informasi yang jelas mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh dari masyarakat dari suatu kegiatan atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan

(31)

kepentingan masyarakat terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat.

(2) Disiplin anggaran. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan/proyek yang belum atau tidak tersedia anggarannya dalam APBD atau perubahan APBD.

(3) Keadilan anggaran. Pemerintah daerah wajib mengalokasikan penggunaan anggarannya secara adil agar dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi dalam pemberian pelayanan karena pendapatan daerah pada hakekatnya diperoleh melalui peran serta masyarakat.

(4) Efisiensi dan efektivitas anggaran. Penyusunan anggaran hendaknya dilakukan berlandaskan azas efisiensi, tepat guna, tepat waktu pelaksanaan, dan penggunaannya dapat dipertanggung jawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk dapat menghasilkan peningkatan dan kesejahteraan untuk kepentingan masyarakat.

(5) Disusun dengan pendekatan kinerja. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang ditetapkan.

(32)

Selain prinsip-prinsip secara umum seperti apa yang telah diuraikan di atas, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 mengamanatkan perubahan- perubahan kunci tentang penganggaran sebagai berikut:

1. Penerapan pendekatan penganggaran dengan perspektif jangka menengah.

Pendekatan dengan perspektif jangka menengah memberikan kerangka yang menyeluruh, meningkatkan keterkaitan antara proses perencanaan dan penganggaran, mengembangkan disiplin fiskal, mengarahkan alokasi sumber daya agar lebih rasional dan strategis, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dengan pemberian pelayanan yang optimal dan lebih efisien.

2. Penerapan anggaran secara terpadu

Dengan pendekatan ini, semua kegiatan instansi pemerintah disusun secara terpadu, termasuk mengintegrasikan anggaran belanja rutin dan anggaran belanja pembangunan. Hal tersebut merupakan tahapan yang diperlukan sebagai bagian upaya jangka panjang untuk membawa penganggaran menjadi lebih transparan, dan memudahkan penyusunan dan pelaksanaan anggaran yang berorientasi kinerja.

3. Penerapan penganggaran berdasarkan kinerja.

Pendekatan ini memperjelas tujuan dan indikator kinerja sebagai bagian dari pengembangan sistem penganggaran berdasarkan kinerja. Hal ini akan mendukung perbaikan efisiensi dan efektifitas dalam pemanfaatan sumber daya dan memperkuat proses pengambilan keputusan tentang kebijakan dalam kerangka jangka menengah.

(33)

b) Aktivitas Utama dalam Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja

Aktivitas Utama dalam Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja adalah mendapatkan data kuantitatif dan membuat keputusan penganggarannya. Proses mendapatkan data kuantitatif bertujuan untuk memperoleh informasi dan pengertian tentang berbagai program yang menghasilkan output dan outcome yang diharapkan. Sedangkan proses pengambilan keputusannya melibatkan setiap level dari manajemen pemerintahan. Pemilihan dan prioritas program yang akan dianggarkan tersebut akan sangat tergantung pada data tentang target kinerja yang diharapkan dapat dicapai.

c) Peranan Legislatif dalam Penyusunan Anggaran

Alokasi anggaran setiap program di masing-masing unit kerja pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh kesepakatan antara legislatif dan eksekutif.

Prioritas dan pilihan pengalokasian anggaran pada tiap unit kerja dihasilkan setelah melalui koordinasi diantara bagian dalam lembaga legislatif dan eksekutif.

Dalam usaha mencapai kesepakatan, seringkali keterkaitan antara kinerja dan alokasi anggaran menjadi fleksibel dan longgar namun dengan adanya analisa standar belanja, alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Berdasarkan kesepakatan tersebut pada akhirnya akan ditetapkanlah Perda APBD.

d) Siklus Perencanaan Anggaran Daerah

Perencanaan anggaran daerah secara keseluruhan yang mencakup penyusunan kebijakan umum APBD sampai dengan disusunnya rancangan APBD terdiri dari beberapa tahapan proses perencanaan anggaran daerah berdasarkan

(34)

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 serta Undang-Undang Nomor 32 dan 33 Tahun 2004, tahapan tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Pemerintah daerah menyampaikan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagai landasan penyusunan rancangan APBD paling lambat pada pertengahan bulan Juni tahun berjalan. Kebijakan umum APBD tersebut berpedoman pada RKPD. Proses penyusunan RKPD tersebut dilakukan antara lain dengan melaksanakan musyawarah perencanaan pembangunan yang selain diikuti oleh unsur-unsur pemerintahan juga mengikutsertakan dan atau menyerap aspirasi masyarakat terkait antara lain asosiasi profesi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemuka adat, pemuka agama, dan kalangan dunia usaha.

(2) DPRD kemudian membahas kebijakan umum APBD yang disampaikan oleh pemerintah daerah dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahunan anggaran berikutnya.

(3) Berdasarkan kebijakan umum APBD yang telah disepakati dengan DPRD pemerintah daerah bersama DPRD membahas prioritas dan plafon anggaran sementara untuk dijadikan acuan bagi setiap SKPD.

(4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyusun RKA-SKPD tahun berikutnya dengan mengacu pada prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah ditetapkan oleh pemerintah daerah bersama DPRD.

(5) RKA-SKPD tersebut kemudian disampaikan kepada DPRD untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD.

(35)

(6) Hasil pembahasan RKA-SKPD disampaikan kepada pejabat pengelola keuangan daerah sebagai bahan penyusunan rancangan perda tentang APBD tahun berikutnya.

(7) Pemerintah daearah meng ajukan rancangan perda tentang APBD disertai dengan penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada DPRD pada minggu pertama bulan Oktoberb tahun sebelumnya.

(8) Pengambilan keputusan oleh DPRD mengenai rancangan perda tentang APBD dilakukan selambat-lambatnya satu bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan.

e) Siklus APBD

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Standar Akuntansi Pemerintahan, struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari: Anggaran pendapatan, Anggaran belanja, Transfer, dan Pembiayaan.

B. Kerangka Pikir

Sesuai dengan undang-undang nomor 32 dan 33 Tahun 2004, pemerintah daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah. Penyelenggaraan urusan pemerintah yang menjadi wewenang daerah dan didanai oleh dana publik yang tertuang dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).

Konsekuensi dari penyelenggaraan otonomi daerah dan desentralisasi adalah terjadi reformasi penganggaran daerah dari anggaran tradisional yang bersifat line-item dan incremental menjadi anggaran berbasis kinerja. Anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang berorientasi pada

(36)

suatuorganisasi dan berkaitan sangat erat terhadap visi, misi dan rencana strategis organisasi. Anggaran berbasis kinerja mempunyai program prioritas. Program prioritas adalah program yang berorientasi pada kepentingan publik.

Anggaran yang ditetapkan merupakan pegangan dalam pelaksanaan kegiatan pemerintah sehingga tercapainya anggaran berarti tercapainya sasaran pemerintah daerah. Untuk melihat penerapan anggaran berbasis kinerja pada Dinas Pekerjaan Umum dapat dilihat dari bagan berikut ini:

Bagan Kerangka Pikir

C. Fokus Penelitian

Fokus dari penelitian ini ialah bagaimana Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara sebagai sebuah lembaga pemerintah menerapakan

Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja Dalam Pembangunan Jalan Di Dinas

Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara

Masukan (Input) Keluaran (Output)

Hasil (Outcome) Manfaat (Benefit) Dampak (Impact)

Pembangunan Jalan Berdasarkan Anggaran Berbasis Kinerja

(37)

anggaran berdasarkan kinerja dalam program pembangunan jalan. Adapun yang menjadi indikator dalam penelitian ini adalah:

1) Masukan (Input) 2) Keluaran (Output) 3) Hasil (Outcome) 4) Manfaat (Benefit) 5) Dampat (Impact)

D. Deskripsi Fokus Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian diatas, maka deskripsi fokus penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Masukan (Input), ialah jumlah anggaran yang disiapkan dan siapa saja personil yang terlibat dalam pelaksanaan pembangunan jalan tersebut.

2) Keluaran (Output), ialah jarak baik panjang maupun lebar jalanan yang dibangun atau dikerjakan.

3) Hasil (Outcome), ialah pembangunan jalan yang di dasarkan pada tujuan dan sasaran.

4) Manfaat (Benefit), ialah pembangunan dari jalan tersebut memperlancar transportasi.

5) Dampak (Impact), ialah pembanguanan jalan tersebut memperlancar transportasi, akses masyarakat lebih mudah.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini berlangsung selama kurang lebih satu bulan setelah ujian proposal penelitian, mulai tanggal 23 Juli 2015 sampai 23 Agustus 2015.

2. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data sehubungan dengan masalah yang akan dibahas dalam penyusunan skripsi, maka penulis akan melakukan penelitian pada Dinas Pekerjaan Umum, Kabupaten Luwu Utara.

Alasan dilakukannya pemelihan pada Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara sebagai lokasi penelitian karena di luwu Utara Seringan dilakukannya pembuatan jalan baru yang jarang dilalui oleh sebagian besar masyarakat sedangkan perbaikan jalan jarang dilakukan padahal jalanan tersebut dilewati masyarakat untuk memenuhi kepentingannya.

B. Jenis dan Tipe Penelitian 1. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif kualitatif memberikan gambaran yang berhubungan dengan ide, persepsi, dan pendapat orang yang akan diteliti dan kesemuanya tidak dapat di ukur dengan angka.

Penelitian ini akan memberikan gambaran ataupun penjelasan mengenai

(39)

penerapan anggran berbasis kinerja dalam pembangunan jalan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan didukung data kualitatif dimana peneliti berusaha untuk mengungkapkan suatu fakta atau realita fenomena sosial tertentu sebagaimana adanya dan memberikan gambaran secara objektif tentang keadaan atau permasalahan yang dihadapi. Penelitian studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi oleh waktu dan tempat, dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu/kelompok/organisasi.

C. Sumber Data

Sehubungan dengan permasalahan penelitian maka data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah:

1. Data Primer

Data Primer yaitu data empiris yang diperoleh pertama kali dan merupakan segala informasi yang diperoleh dari informan observasi yang dicatat oleh peneliti secara langsung dari obyek penelitian.

2. Data Sekunder

Data Sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung kepada obyek penelitian yang dapat berupa dokumen, buku, catatan-catatan, makalah, laporan, arsip, monografi, dan lain-lain, terutama yang berkaitan dengan permasalahan penelitian.

(40)

D. Informan Penelitian

Informan dalam Penelitian ini ialah Pegawai di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Luwu Utara.

Penetapan informan dalam pelaksanaan penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling, yaitu cara penentuan informan yang ditetapkan secara sengaja atas dasar kriteria atau pertimbangan tertentu. Informan Penelitian ini dapat dilihat pada table berikut:

No Informan Penelitian Jumlah

1 Kepala Dinas Pu 1 Orang

2 Sekretariat Sub bagian Keuangan 1 Orang

3 Bidang Bina Marga 2 Orang

4 Masyarakat 4 Orang

Jumlah 8 Orang

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data perlu dilakukan dengan tujuan agar mendapatkan data-data yang valid dalam penelitian. Peneliti menggunakan metode sebagai berikut :

1. Observasi. Observasi dilakukan dengan melakukan pengamatan secara langsung di lokasi penelitian mengenai penerapan anggaran berbasis kinerja dan melihat secara langsung proses pembangunan jalan.

2. Wawancara.Wawancara dilakukan dengan melakukan tanya jawab terhadap informan yang dipilih secara purposive sampling.

3. Dokumentasi. Dokumentasi dilakukan dengan pengumpulan data dengan cara mencari dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian. Dokumen dalam

(41)

penelitian ini dapat berupa gambar, daftar anggota, daftar koleksi , dan dokumen lainnya yang dapat membantu mempercepat proses penelitian.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah langkah selanjutnya untuk mengelola data di mana data yang diperoleh, dikerjakan dan dimanfaatkan sedemikian rupa untuk menyimpulkan persoalan yang diajukan dalam menyusun hasil penelitian. Dalam model ini terdapat 3 (tiga) komponen pokok. Menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2012:92-99) ketiga komponen tersebut yaitu:

1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan makin lama peneliti di lapangan, maka jumlah data akan makin banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.

2. Data Display (Penyajian Data)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

3. Conclusion Drawing/Verification (Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi) Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila data kesimpulan data yang

(42)

dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh kembali bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

G. Pengabsahan Data

Untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Salah satu cara yang digunakan oleh peneliti ialah dengan pengujian kredibilitas data dengan triangulasi. Menurut Sugiyono (2012:125) Triangulasi diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

Lebih lanjut Sugiyono (2012:127) membagi triangulasi ke dalam tiga macam, yaitu:

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh melalui hasil pengamatan, wawancara dan dokumen-dokumen yang ada. Kemudian peneliti membandingkan hasil pengamatan dengan wawancara, dan membandingkan hasil wawancara dengan dokumen yang ada.

2. Triangulasi Teknik

Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam hal ini data yang diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi dan dokumen. Apabila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka

(43)

peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap benar atau mungkin semuanya benar karena sudut pandangnya berbeda-beda.

3. Triangulasi Waktu

Triangulasi waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Data yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid sehingga lebih kredibel. Untuk itu dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya. Triangulasi dapat juga dilakukan dengan cara mengecek hasil penelitian, dari tim peneliti lain yang diberi tugas melakukan pengumpulan data.

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Wilayah Penelitian

1. Keadaan Geografis dan Iklim 1.1 Keadaan Geografis Luwu Utara

Kabupaten Luwu Utara adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Sulawesi Selata, Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di Masamba.

Kabupaten Luwu Utara terletak antara 010 53’ 19” - 020 55’36” Lintang Selatan dan 1190 47’ 46” - 1200 37’ 44” Bujur Timur, yang berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Tengah di sebelah utara, Kabupaten Luwu Timur di sebelah timur, Propinsi Sulawesi Barat dan Kabupaten Tana Toraja di sebelah barat, dan Kabupaten Luwu dan Teluk Bone disebelah selatan.

Kabupaten Luwu Utara yang dibentuk berdasarkan UU No. 19 tahun 1999 dengan ibu kota Masamba merupakan pecahan dari kabupaten Luwu. Saat pembentukannya daerah ini memiliki luas 14.447,56 km2 dengan jumlah penduduk 442.472 jiwa. Setelah terbentuknya Kabupaten Luwu Timur, maka luas wilayah Kabupaten Luwu Utara tercatat 7.502,58 km2 yang secara administrasi Pemerintahan Kabupaten Luwu Utara terbagi atas 12 kecamatan. Terdapat sekitar 8 sungai besar yang mengaliri wilayah Kabupaten Luwu Utara. Sungai yang terpanjang adalah Sungai Baliase dengan panjang 185 Km yang melewati Kecamatan Masamba.

(45)

1.2 Iklim

Suhu udara di suatu tempat antara lain ditentukan oleh tinggi rendahnya tempat tersebut dari permukaan air laut dan jaraknya dari pantai. Pada Tahun 2013, suhu udara rata-rata berkisar antara 25.6 ˚C sampai 27.7 ˚C. Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim, keadaan orografi, dan perputaran/pertemuan arus udara. Oleh karena itu jumlah curah hujan beragam menurut bulan dan letak stasiun pengamat. Rata-rata curah hujan selama Tahun 2013 berkisar antara 73.2 mm sampai 599.6 mm.

2. Administrasi Pemerintahan 2.1 Wilayah Administratif

Kabupaten Luwu Utara terdiri dari 12 kecamatan, 173 desa/kelurahan yang semuanya merupakan definitif (diluar UPT). Dari 173 desa/kelurahan tersebut 7 sudah termasuk dalam klasifikasi daerah perkotaan atau sudah dalam bentuk wilayah kelurahan. Ketujuh kelurahan tersebut adalah Kelurahan Kappuna, Kelurahan Bone, Kelurahan Kasimbong, Kelurahan Baliase, Kelurahan Marobo, Kelurahan Salassa, dan Kelurahan Bone-Bone. Kecamatan Sukamaju merupakan kecamatan dengan jumlah desa terbanyak, yaitu 25 desa dan 1 UPT. Sedangkan Kecamatan Rampi adalah paling sedikit jumlah desanya, yaitu hanya 6 desa. Di antara 12 kecamatan, Kecamatan Seko merupakan kecamatan yang terluas dengan luas 2.109,19 km2 atau 28,11 % dari total wilayah Kabupaten Luwu Utara, sekaligus merupakan kecamatan yang letaknya paling jauh dari Ibukota Kabupaten Luwu Utara, yakni berjarak142 km.

(46)

2.2 Pemerintahan

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Luwu Utara terdiri dari 35 orang. Pada Tahun 2012 DPRD Kabupaten Luwu Utara telah mengeluarkan 8 Peraturan Daerah (Perda) dan 11 Keputusan DPRD Tingkat II.

Pada tahun 2013, jumlah pegawai Pemda Luwu Utara adalah sebanyak 5.487 orang terdiri dari 2.578 laki-laki dan 2.909 perempuan. Sebagian besar pegawai berpendidikan S1 dengan jumlah 3.095 orang atau 56,40 % dari total pegawai pemda Luwu Utara. Dari golongan, sebagian besar pegawai bergolongan III yaitu sebesar 2.956orang atau 53,87 % dari total pegawai pemda Luwu Utara.

3. Penduduk dan Ketenagakerjaan 3.1 Kependudukan

Jumlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada Tahun 2013 adalah 297.313 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun adalah 1,55 persen.

Jumlah penduduk tersebut terbagi habis ke dalam 70.671 rumah tangga, di mana rata-rata jumlah anggota rumah tangga sebanyak 4 jiwa. Kecamatan Sukamaju merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar yaitu sebesar 41.195 jiwa. Sedangkan yang terkecil adalah Kecamatan Rampi, sebesar 3.146 jiwa.

Kepadatan penduduk rata-rata di Luwu Utara sebesar 40 jiwa per kilometer persegi.

Pada tahun 2013 terdapat sebanyak 149.395 jiwa penduduk laki-laki dan 147.918 jiwa penduduk perempuan, dengan rasio jenis kelamin (sex ratio) 101, yang berarti bahwa di antara 100 perempuan terdapat 101 laki-laki.

(47)

Penduduk menurut kelompok umur menunjukkan bahwa penduduk usia produktif (15-64 tahun) mencapai 184.328 orang atau 62 persen dari total penduduk Kabupaten Luwu Utara.

Sedangkan penduduk yang belum produktif (0-14 tahun) sebesar 97.440 orang atau 32.77 persen dan yang tidak produktif lagi (65 tahun ke atas) sebesar 15.545 orang atau 5.23 persen. Sehingga diperoleh rasio ketergantungan penduduk Luwu Utara sebesar 61,29 yang artinya setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sebanyak 61 penduduk usia non produktif.

3.2 Ketenagakerjaan

Tenaga kerja adalah modal bagi geraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Jumlah penduduk yang bekerja juga bisa menggambarkan tentang kesejahteraan, pemerataan penghasilan dan pembangunan. Kegiatan penduduk usia 15 tahun ke atas dapat dibedakan menjadi Angkatan Kerja dan Bukan AngkatanKerja.

Menurut hasil sementara Survei Tenaga Kerja Nasional Tahun 2013, jumlah angkatan kerja di Kabupaten Luwu Utara pada Tahun 2013 sebesar 124.018 orang. Jumlah yang bekerja sebanyak 118.019, dan penganggur sebanyak 5.999 orang. Dari 124.319 penduduk yang bekerja, sekitar 57.65 persen bekerja di sektor pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan. Sektor lain yang cukup besar peranannya dalam ketenagakerjaan diantaranya sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan, dan hotel (17,66 %), dan Jasa Kemasyarakatan (13,74 %).

(48)

4. Kondisi Sosial Budaya 4.1 Pendidikan

Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan suatu negara adalah tersedianya cukup sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Merujuk pada amanat UUD 1945 beserta amandemennya (pasal 31 ayat 2), maka melalui jalur pendidikan pemerintah secara konsisten berupaya meningkatkan SDM penduduk Indonesia. Program wajib belajar 6 tahun dan 9 tahun, dan berbagai program pendukung lainnya adalah bagian dari upaya pemerintah mempercepat peningkatan kualitas SDM, yang pada akhirnya akan menciptakan SDM yang tangguh, yang siap bersaing di era globalisasi. Peningkatan SDM sekarang ini lebih difokuskan pada pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengecap pendidikan, terutama penduduk kelompok usia sekolah (umur 7- 24 tahun).

Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana akan sangat menunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan. Kabupaten Luwu Utara mencoba menciptakan suatu masyarakat yang berpendidikan, hal tersebut dapat dilihat dengan terjadinya peningkatan kuantitas guru dan jumlah sarana sekolah tingkat dasar maupun tingkat menengah.

Pendidikan pada tahap awal ada yang dimulai dari Taman Kanak-Kanak (TK). Diharapkan dengan mengikuti tahapan ini anak-anak akan lebih siap menerima pelajaran di tingkat Sekolah Dasar (SD). Sekolah Dasar terdiri atas sekolah negeri dan swasta. Seluruhnya berjumlah 267 sekolah (243 Sekolah Dasar dan 26 madrasah Ibtidaiyah) dengan menampung 42.348 murid. Sekolah

(49)

Menengah Pertama seluruhnya sebanyak 102 buah (66 SMP dan 36 Madrasah Tsanawiyah), dengan jumlah murid sebanyak 18.545 murid dan 2.020 guru. SD dan SMP sudah tersebar disetiap kecamatan dan juga SMA/Madrasah Aliyah.

SMA/Madrasah Aliyah seluruhnya berjumlah 44 sekolah dengan jumlah murid 13.960 siswa di 39 sekolah.

4.2 Kesehatan

Pembangunan bidang kesehatan meliputi seluruh siklus dan tahapan kehidupan manusia. Bila pembangunan kesehatan berhasil dengan baik maka secara langsung atau langsung tidak langsung akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Mempertimbangkan bahwa pembangunan bidang kesehatan merupakan bagian yang sangat penting dari ajang peningkatan SDM, maka program-program kesehatan telah dimulai atau bahkan lebih diprioritaskan pada calon generasi penerus, khusus calon bayi dan anak usia dibawah lima tahun (balita). Pentingnya pembangunan bidang kesehatan ini paling tidak tercermin dari deklarasi Millenium Development Goals (MGDs) yang mana lebih dari sepertiga indikatornya menyangkut bidang kesehatan.

Fasilitas kesehatan sangat dibutuhkan masyarakat untuk memeriksakan kesehatan atau mengobati penyakitnya. Sarana kesehatan yang dapat dijangkau adalah Puskesmas. Sarana ini ada disetiap kecamatan. Selain itu, upaya pemerintah daerah dalam menyediakan fasilitas kesehatan terutama puskesmas pembantu terus mengalami peningkatan. Salah satu kegiatan di bidang kesehatan adalah imunisasi, khususnya untuk anak-anak. Dengan melakukan imunisasi

(50)

sesuai jadwal diharapkan anak terhindar dari penyakit. Banyaknya yang diimunisasi umumnya mengalami peningkatan.

Jumlah anak dalam satu rumah tangga akan berpengaruh terhadap kesejahteraan anak tersebut. Melalui program Keluarga Berencana (KB) diharapkan tercapai keluarga yang sejahtera. Pelaksanaannya yaitu melalui penggunaan alat kontrasepsi. Berdasarkan metode kontrasepsi yang digunakan baik akseptor aktif maupun akseptor baru ternyata lebih memilih memakai alat kontrasepsi non jangka panjang. Untuk metode jangka panjang, keduanya lebih banyak memilih Implant (IMP) sebagai alat kontrasepsi. Dan untuk metode non jangka panjang, alat yang banyak dipilih oleh akseptor baru maupun akseptor aktif adalah suntikan.

4.3 Agama

Bila dilihat dari jumlah pemeluknya, agama Islam adalah agama yang banyak dianut di Luwu Utara. Sarana ibadah di Kabupaten Luwu Utara berupa mesjid sebanyak 648, mushalah/langgar sebanyak 71, gereja sebanyak 262, dan pura sebanyak 53. Tempat ibadah ini merupakan sarana bagi umatnya untuk melaksanakan ibadah serta meningkatkan keimanannya.

5. Keadaan Ekonomi 5.1 Penggunaan Lahan

Penggunaan Lahan dibedakan atas Lahan Pertanian dan Bukan Pertanian.

Sedangkan penggunaan lahan Pertanian dibedakan atas lahan sawah dan lahan bukan sawah (kering). Pada Tahun 2013, luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian mencapai 243.219 hektar (28.205 hektar lahan sawah dan 215.014

(51)

hektar lahan bukan sawah). Lahan bukan sawah tersebut terdiri dari lahan untuk tegal/kebun seluas 32.548 hektar, ladang/huma 12.652 hektar, perkebunan 81.144 hektar, Hutan Rakyat 24.660 hektar, padang gembala 18.156 hektar, lahan sementara tidak diusahakan 26.015 hektar, dan lainnya 19.839 hektar.

5.2 Tanaman Pangan dan Holtikultural

Padi dan jagung merupakan dua komoditi utama subsektor tanaman pangan. Produksi padi sawah pada Tahun 2013 meningkat dibandingkan Tahun 2012 yaitu menjadi sebesar 216.963 tondari 152.531 ton. Pada tahun 2013, produksi jagung mengalami penurunan kecil dari tahun sebelumnya yaitu menjadi sebesar 87.331 ton dari 95.981 ton pada tahun 2012.

Diantara dua belas kecamatan di Kabupaten Luwu Utara, Kecamatan Sukamaju merupakan kecamatan penghasil padi sawah yang paling besar.

Produksi padi di kecamatan ini sebesar 42.489 ton atau sekitar 19,58 persen dari total produksi padi sawah di Luwu Utara.

Luwu Utara sangat dikenal dengan produksi buah-buahannya, hal ini terutama didukung oleh iklimnya yang sangat sesuai bagi pengembangan komoditi tersebut. Pada tahun 2013, produksi durian mencapai 14.636 Ton, rambutan 5.893 Ton, pisang 1.990 Ton, dan masih banyak lainnya.

5.3 Perkebunan

Tanaman perkebunan yang produksinya cukup besar yaitu kakao/coklat dan kelapa sawit. Kedua jenis tanaman itu produksinya masing-masing 22.788 ton dan 92.882 ton. Produksi kelapa sawit meningkat dari 84.670 ton pada Tahun 2012 menjadi 92.882 ton pada Tahun 2013. Untuk tanaman kakao, terjadi

(52)

penurunan dari 32.263 ton pada tahun 2012 menjadi 22.788 ton pada tahun 2013.

Penurunan luas tanam tidak selalu diikuti oleh penurunan jumlah produksi. Hal ini disebabkan masih terdapat faktor lainnya yang mempengaruhi tingkat produksi, misalnya produktivitas dari lahan. Demikian juga halnya dengan peningkatan luas tanam belum tentu diikuti oleh peningkatan produksi.

5.4 Peternakan

Jenis ternak yang besar populasinya adalah sapi potong 23.131 ekor, babi 28.745 ekor, dan kerbau 12.117 ekor. Populasi ayam kampung menurun dibandingkan Tahun 2012, jumlahnya sekitar 655.221 ekor, menurun dari 705.694 pada tahun sebelumnya. Ayam pedaging dan itik mengalami peningkatan, dimana masing masing berjumlah 393.000 ekor dan 81.604 ekor. Dari 314.350 dan 61.322 pada tahun sebelumnya.

5.5 Perikanan

Jumlah produksi perikanan pada Tahun 2013 adalah sebesar 8.195 ton yang terdiri dari 8.012 ton produksi perikanan laut, 183 ton perikanan darat.

5.6 Kehutanan

Luwu Utara memiliki kawasan hutanyang cukup luas. Pada tahun 2013 tercatat luas hutan Kabupaten Luwu Utara adalah 488.550 Hektar. 69,9 persen kawasan hutan Luwu Utara adalah hutan Lindung. Luas hutan di Kabupaten Luwu Utara mengalami penurunan dari 534.950 hektar pada tahun 2011/2012 menjadi 488.550 hektar pada tahun 2012/2013.

Referensi

Dokumen terkait

TAHAP TAHUN ANGGARAN 2016 PEMERINTAH DESA KECAMATAN KABUPATEN KARANGASEM KODE REKENING URAIAN NOMOR DAN TANGGAL BUKTI PENYALURAN (SP2D*) JUMLAH PENERIMAAN (DEBET) JUMLAH

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, taufiq, hidayah dan karunia Nya sehingga rangkaian penelitian dan penulisan skripsi yang

Pada tesis ini akan disajikan dan disimulasikan pemulihan kedip tegangan yang terjadi akibat gangguan hubung singkat satu fasa ke tanah pada saluran distribusi tiga fasa, dengan

Deposisi film tipis superkonduktor MgB 2 pada substrate dengan teknik PLD, bergantung pada banyak parameter yakni : target, tekanan udara dalam kamar deposisi sebelum proses

Crnojevac, Gugić, & Karlovčan (2010) menyatakan bahwa setiap tamu hotel memiliki persepsi atau nilai yang berbeda atas atribut-atribut yang ada, sehingga

Jika anda meninggalkan kursus pendidikan perguruan sebelum tamat, anda atau penjamin-penjamin anda akan dikenakan tindakan membayar balik sejumlah wang kepada

Stakeholders.. Pengendalian Intern bertujuan untuk mengamankan harta kekayaan maupun kewajiban Perseroan, menyakini kehandalan data akuntansi, mengoptimalkan pemanfaatan

CETAK SURAT KETERANGAN DOMISILI CETAK SURAT KETERANGAN BERKELAKUAN BAIK CETAK SURAT KETERANGAN KEHILANGAN CETAK SURAT KETERANGAN USAHA CETAK SURAT KETERANGAN PERJALANAN