• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Studi Analisis Ilmu Kesehatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "(Studi Analisis Ilmu Kesehatan)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEMATIKA PERNIKAHAN DINI DALAM KESEHATAN REPRODUKSI PERSPEKTIF HADIS

(Studi Analisis Ilmu Kesehatan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Pada Program Studi Ilmu Hadis

Oleh : SRI JELITA NIM: 11830121547

Dosen Pembimbing I Dr. Adynata, M. Ag.

Pembimbing II Dr. Wilaela, M. Ag.

FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

1444 H / 2022 M

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

MOTTO

:ؿاق ملسك ويلع للها ىلص بينلا فأ اَم تِّيَمْلا ِفِ

ثوغتلما قيرغلاك الَِّإ هبرَق

امهنع للها يضر سابعلا نبا نع .

Keadaan Mayat Dalam Kubur

Tak Ubahnya Seperti Orang Tenggelam Yang Meminta Tolong.

Abu Bakar al-Shiddiq Berkata:

Siapa Saja yang Masuk Kubur Tanpa Bekal maka Seakan-akan Ia Mengarungi Lautan Tanpa Bahtera.

Hidup Yang Sesungguhnya Hanyalah Hayalan Semata, Maju Dan Sambut Harimu Untuk Meraih

Yang Diinginkan.

(7)

i

KATA PENGANTAR

ميحرلا نمحرلا للها مسب

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah ta‟ala yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar sarjana dalam ilmu Ushuluddin (S. Ag). Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada teladan umat manusia yaitu Rasulullah SAW yang kasih sayangnya pada umat tak pernah padam, bahkan hingga akhir hayat beliau.

Pembahasan skripsi ini bertujuan untuk membuka wawasan dalam mengenal Problematika pernikahan dini perspektif hadis nabi di tinjau dari Ilmu Kesehatan. Tulisan ini dimasukkan untuk dijadikan sebagai tambahan informasi dalam kajian Ilmu Hadis sekaligus juga memenuhi syarat penyelesaian studi di Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa dorongan-dorongan langsung, baik moral, maupun material.

Untuk itu penulis ucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :

1. Terkhususnya kepada Ayahanda Ajisman dan Ibunda Almh Basariah. yang telah menjadi inspirasi kuat penulis untuk menyelesaikan tulisan ini. Dan juga kepada saudara dan saudari penulis yang selalu memberikan dukungan dan do‟anya.

2. Terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dan membantu demi menyelesaikan skripsi ini, kepada Rektor UIN Suska Riau. Prof. Dr.

Hairunas Rajab, M.Ag beserta jajarannya yang telah memberi kesempatan penulis untuk menimba ilmu di Universitas.

3. Terima kasih kepada Bapak Dr. H. Jamaluddin, M.Us. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Kepada Ibunda Dr. Rina Rehayati, M.Ag. selaku Wakil Dekan I. Kepada Bapak Dr. Afrizal Nur, S.Th.

I.MSI. selaku Wakil Dekan II. Kepada Bapak Dr. H. M. Ridwan Hasbi, Lc.

(8)

ii

M,Ag. selaku Wakil Dekan III dan seluruh jajarannya yang telah memberi kesempatan penulis untuk menimba ilmu di Fakultas Ushuluddin UIN SUSKA Riau.

4. Kepada Bapak Dr. Adynata, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hadis dan sekaligus penasehat akademik penulis yang senantiasa memberikan kemudahan dalam semua hal yang berkaitan dengan studi penulis.

5. Kepada bapak Dr. Adynata, M.Ag. selaku dosen pembimbing 1 dan Ibunda Dr. Wilaela, M.Ag. selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan terbaik serta motivasi kepada penulis.

6. Kepada semua dosen yang telah mentransformasikan keilmuannya kepada penulis, sehingga penulis bisa tertuntut baik secara keilmuan maupun akhlak . 7. Kepada sahabat satu kelas tercinta ILHA C yang senantiasa memberikan

semangat sekaligus menjadi saksi suka duka penulis di masa perkuliahan.

Penulis menyadari akan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki dalam penulisan skripsi ini. Karena itu tentulah terdapat kekurangan dan kejanggalan yang memerlukan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Kepada Allah ta‟ala penulis berdo‟a semoga kebaikan dan kontribusi yang telah mereka berikan dinilai sebagai ibadah yang baik, sehingga selalu mendapat Rahmat dan karunia-Nya. Amin Ya Rabb al-Amin.

Pekanbaru, Desember 2022 Penulis,

SRI JELITA NIM: 11830121547

(9)

iii DAFTAR ISI

Halaman Judul Halaman Pengesahan Nota Dinas

Surat Pernyataan MOTTO

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

PEDOMAN TRASNLITERASI ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

صخلملا ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Penegasan Istilah ... 4

1. Problematika... 4

2. Perspektif ... 5

3. Pernikahan Dini ... 5

4. Kesehatan Reproduksi ... 6

C. Identifikasi Masalah ... 6

D. Batasan Masalah ... 7

E. Rumusan Masalah ... 8

F. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian... 8

1. Tujuan Penelitian... 8

2. Manfaat Penelitian... 8

G. Sistematika Penulisan ... 9

BAB II KERANGKA TEORI ... 10

A. Landasan Teori ... 10

1. Tinjauan Pernikahan Secara Umum ... 10

2. Pernikahan Dini ... 15

3. Ilmu Kesehatan Reproduksi ... 18

4. Ma‟ani al-Hadits ... 20

5. Metode Takhrij Hadis... 21

(10)

iv

6. Metodologi Syarah Hadis ... 25

B. Penelitian Terdahulu ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 33

A. Jenis Penelitian ... 33

B. Sumber Data ... 33

C. Teknik Pengumpulan Data ... 34

D. Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Status Hadis Pernikahan Dini Aisyah Dengan Rasulullah ... 36

1. Lafaz Hadis ... 36

2. Takhrij Hadis ... 36

3. Ranji Sanad ... 41

4. I‟tibar Sanad ... 44

5. Analisis Keshahihan Sanad ... 45

6. Penilaian Ulama Hadis ... 47

7. Syarah dan Fiqhu al-Hadits ... 48

B. Implikasi Pernikahan Dini dengan Hadis terhadap Kesehatan Reproduksi ... 50

1. Sejarah Pernikahan Aisyah dan Rasulullah ... 50

2. Alasan Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah ... 53

3. Dampak Pernikahan Dini bagi Kesehatan Reproduksi ... 54

4. Analisis Implikasi Pernikahan Rasulullah dengan Aisyah ... 56

BAB V PENUTUP ... 61

A. Kesimpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA ...

BIODATA PENULIS ...

(11)

v

PEDOMAN TRASNLITERASI

Pengalihan huruf Arab-Indonesia dalam naskah ini didasarkan atas Surah Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, tanggal 22 Januari 1988, No. 158/1987 dan 0543.b/U/1987, sebagaimana yang tertera dalam buku Pedoman Transliterasi Bahasa Arab (A Guide to Arabic Tranliterastion), INIS Fellow 1992.

A. Konsonan

Arab Latin Arab Latin

ا

A

ط

Th

ب

B

ظ

Zh

ت

T

ع

ث

Ts

غ

Gh

ج

J

ؼ

F

ح

ؽ

Q

خ

Kh

ؾ

K

د

D

ؿ

L

ذ

Dz

ـ

M

ر

R

ف

N

ز

Z

ك

W

س

S

ق

H

ش

Sy

ء

ص

Sh

ي

Y

ض

Dl

B. Vokal, Panjang dan Diftong

Setiap penulisan bahasa Arab dalam bentuk tulisan latin vokal fathah ditulis dengan “a”, kasrah dengan “i”, dlommah dengan “u”, sedangkan bacaan panjang masing-masing ditulis dengan cara berikut:

Vokal (a) panjang= Â misalnya لاق menjadi qâla Vokal (i) panjang= î misalnya ليق menjadi qîla Vokal (u) panjang= Û misalnya نود menjadi dûna

Khusus untuk bacaan ya‟ nisbat, maka tidak boleh digantikan dengan

“i”, melainkan tetap ditulis dengan „iy”: agar dapat menggambarkan ya‟

(12)

vi

nisbat diakhirnya. Begitu juga untuk suara diftong, wawu dan ya‟ setelah fathah ditulis dengan “aw” dan “ay”. Perhatikan contoh berikut:

Diftong (aw) = وـ misalnya لوق menjadi qawlun Diftong (ay) = ـيـ misalnya ريخ menjadi khayru C. Ta’ Marbȗthah )ة(

Ta‟ marbȗthah ditransliterasikan dengan “t” jika berada di tengah kalimat, tetapi apabila Ta‟ marbȗthah tersebut berada di akhir kalimat, maka ditransliterasikan dengan menggunakan “h” misalnya ةسردملل ةلاس رلا menjadi al-risalat li al-mudarrisah, atau apabila berada di tengah-tengah kalimat yang terdiri dari susunan mudlaf dan mudlaf ilayh, maka ditransliterasikan dengan menggunakan t yang disambungkan dengan kalimat berikutnya, misalnya ىف الله ةمحر menjadi fi rahmatillah.

D. Kata Sandang dan Lafadh al-Jalâlah

Kata sandang berupa “al” )لا( ditulis huruf kecil, kecuali terletak di awal kalimat, sedangkan “al” dalam lafadh Jalâlah yang berada di tengah- tengah kalimat yang disandarkan (idhafah) maka dihilangkan. Perhatikan contoh-contoh berikut ini:

1. Al-Imâm al-Bukhâriy mengatakan ...

2. Al-Rawi adalah ...

3. Masyâ‟ Allâh kâna wa mâ lam yasya‟ lam yakun.

(13)

vii ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Problematika Pernikahan Dini Perspektif Hadis Nabi Di Tinjau Dari Ilmu Kesehatan Reproduksi”. Fenomena pernikahan dini di Indonesia terus mengalami peningkatan, bahkan menurut survei yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) 2021, dari 20 orang anak rata- rata tiga sampai empat di antaranya telah menikah. Salah satu pemicu pernikahan anak usia dini ini adalah faktor pemahaman agama yang sempit. Hal ini didukung oleh anggapan masyarakat Islam bahwa Rasulullah SAW saja menikahi Aisyah r.a pada usia enam tahun. Jika ditinjau dari ilmu kesehatan reproduksi pernikahan dini dikatakan memiliki dampak yang sangat buruk sehingga dilarang oleh ahli kesehatan. Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu bagaimana status dan makna hadis pernikahan dini Aisyah r.a dengan Rasulullah SAW dan bagaimana relevansi penikahan tersebut dengan ilmu kesehatan reproduksi. Jenis penelitian hadis ini adalah penelitian kualitatif dalam bentuk kajian pustaka dengan metode studi ma‟ani al-hadts. Hasil penelitian ini adalah bahwa hadis tentang pernikahan Aisyah r.a tersebut adalah Shahih li dzatihi dan ditemukan dalam banyak kitab induk hadis. Hadis tersebut menunjukkan bahwa usia Aisyah r.a ketika menikah dengan Rasulullah SAW adalah 6 tahun lebih beberapa bulan, sedangkan Rasulullah sendiri sudah berusia sekitar 55 tahun. Pernikahan dini sejatinya memberi dampak negatif yang sangat banyak bagi kesehatan pelakunya, seperti kanker, resiko kematian, dan lain-lain. Namun pernikahan Aisyah r.a tidak dapat dikatakan sebagai pernikahan dini karena memang budaya ketika itu melegalkannya. Di samping itu pernikahan tersebut juga tidak memberi dampak buruk bagi kesehatan Aisyah r.a baik kesehatan mental maupun reproduksi karena memang beliau sudah matang secara fisik dan mental serta beliau tidak mengandung anak.

Kata Kunci: Problematika, Pernikahan, Dini, Hadis Nabi, Ilmu Kesehatan dan Reproduksi.

(14)

viii ABSTRACT

This thesis is entitled "Problematic of Early Marriage from the Perspective of the Prophet's Hadith Viewed from Reproductive Health Science". The phenomenon of early marriage in Indonesia continues to increase, even according to a survey administered by the Indonesian Child Protection Commission (KPAI) in 2021, out of 20 children, an average of three to four of them are married. One of the catalysts for early marriage is the factor of limited religious understanding. This is supported by the assumption of the Islamic community that even the Prophet Muhammad married Aisyah r.a when she was six years old. If viewed from the science of reproductive health, early marriage is said to have very bad consequences so it is prohibited by health experts. The formulation of the problem in this study is how the status and meaning of the hadith of Aisyah r.a's early marriage with Rasulullah SAW and how the relevance of this marriage to reproductive health science. The type of research of this hadith was qualitative research in the form of a literature review with the ma'ani al- hadith study method. The result of this study showed that the hadith about Aisyah r.a's marriage is Sahih li dzatihi and is found in many major hadith books. The hadith shows that Aisyah r.a's age when she married the Prophet Muhammad was 6 years and a few months, while the Prophet himself was about 55 years old. In actuality, early marriage has myriad negative impacts on the health of the ones who commit it, such as cancer, the risk of death, etc. However, Aisyah r.a's marriage cannot be said as an early marriage because it was culturally legal at the time. In addition, the marriage did not harm Aisyah r.a's health, both mental and reproductive health, because she was physically and mentally mature and she was not pregnant.

Keywords: Problematics, Marriage, Early, Prophetic Hadith, Health and reproductive Science.

(15)

ix

صخلملا

هذى ةلاسرلا فاونعب "

ةيلاكشإ جاكزلا

ركبلما نم روظنم ثيدلحا يوبنلا

نم روظنم ملع

ةحصلا ةيبانجلإا

".

رمتست ةدايز ةرىاظ جاكزلا ركبلما فِ

ايسينكدنإ ،

اًقفك تىح حسملل ىضقلما ةنجلب

ةياحم لفطلا ةيسينكدنلإا (

KPAI

)

فِ

ـاع

ٕٕٓٔ

، نم نٌب ًلفط ٕٓ

جكزت ةثلث لىإ ةعبرأ مهنم

فِ

طسوتلما . دحأك بابسأ جاكزلا ركبلما وى لماع مهف نييدلا قيضلا . ديأك كلذ ضاترفا عمتلمجا

يملسلإا فأ

ؿوسر للها جكزت ةشئاع يضر للها اهنع امدنع تناك فِ

ةسداسلا نم

اىرمع . اذإك تم

رظنلا ويلإ نم ملع ةحصلا ةيبانجلإا ، ؿاقي فإ جاكزلا ركبلما ول بقاوع يخك ةم ةياغلل ، اذلك وهف

روظمح نم لبق ءابرخ ةحصلا . فإ ةغايص ةلكشلما فِ

هذى ةساردلا يى فيك ةناكم نىعمك ثيدح

جاكز ةشئاع يضر للها اهنع ركبلما عم ؿوسر للها ىلص للها ويلع ملسك فيكك ةقلع اذى جاكزلا ـولعب

ةحصلا ةيبانجلإا . فاكك عون ثحبلا فِ

اذى ثيدلحا وى

ثحبلا يعونلا فِ

لكش ثوبح ةبتكلما

ةقيرطب ةسارد نياعلما ثيدلحا ّنٌب .

اذى ثيدلحا فأ

رمع ةشئاع يضر للها اهنع امدنع اهجكزت بينلا

فاك ةتس ـاوعأ ةعضبك رهشأ ، امنيب فاك رمع بينلا وسفن لياوح اًماع ٥٥

. فِك عقاولا ، جاكزلل

ركبلما راثآ ةيبلس لَّ

دعت لَّك ىصتح ىلع ةحص ويلعاف ، لثم ا فاطرسل ، رطخك تولما ، امك لىإ

كلذ . عمك كلذ ، لَّ

نكيم رابتعا جاكز ةشئاع اًجاكز اًركبم ونلأ اًينوناق فاك

اًيفاقث فِ

كلذ تقولا .

ةفاضلإابك لىإ

كلاذ فأ جاكزلا لم رضي ةحصب ةشئاع ىلع نيديعصلا يسفنلا

بيانجلإاك ،

انهلأ

تناك ةجضان اًيدسج اًينىذك لمك ًلماح نكت

.

كلا تامل ةلادلا : تايلاكشإ ،

جاكز

،

ركبم

،

ثيدح

يوبنلا

،

ملع

ةحصلا

بانجلإاك

.

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam memandang pernikahan merupakan perjanjian yang sakral, bermakna beribadah kepada Allah, mengikuti Sunnah Rasulullah SAW, dan dilaksanakan atas dasar keikhlasan, tanggung jawab, dan mengikuti ketentuan- ketentuan hukum yang harus dilakukan. Dalam undang-undang RI Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan Bab I pasal 1, pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketentuan Yang Maha Esa. Dengan menikah, akan banyak manfaat yang diperoleh, antara lain meningkatkan keimanan, memiliki keturunan, memperoleh dukungan sosial, serta memperoleh ketentraman dan kesejahteraan. Dalam pandangan Islam, pernikahan adalah ibadah dan ketaatan. Hal tersebut akan mendatangkan pahala jika niat diikhlaskan dan memuluskan kehendak pada aturan-aturan yang ada.1

Dari beberapa pernikahan yang ada, pernikahaan Nabi SAW adalah pernikahan yang terus dikaji hingga saat ini. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari sejarah hidup beliau yang dikenang dan dikritisi sepanjang masa disebabkan beliau adalah utusan Allah SWT. Semenjak dari persekolahan, kita telah membaca dan mendengar bahwa Rasulullah SAW, menikahi Aisyah r.a (Anak Perempuan Abu Bakar) pada saat Aisyah r.a baru berumur enam tahun lebih dan mereka memulai hidup bersama ketika Aisyah r.a berumur sembilan tahun. Namun, tidak banyak terungkap tentang alasan yang mendasari usia pernikahan tersebut sehingga terjadi “pembenaran” oleh sebagian kalangan laki-laki muslim yang menikahi anak-anak yang masih dini.2 Dalam beberapa hadis, di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim di dalam kitabnya Shahih Muslim

1 Aisyah Ayu Musyafah, “Perkawinan Dalam Perspektif Filosofis Hukum Islam”, Jurnal Crepindo, Vol. 02, No. 02, November 2020, hlm. 111.

2 Ahmad Atabik, Khoridatul Mudhiiah, “Pernikahan dan Hikmahnya Perspektif Hukum Islam”, Yudisia, Vol. 05, No. 02, Desember 2014, hlm. 05.

(17)

2

diceritakan langsung oleh „Aisyah r.a istrinya Rasulullah SAW, bahwa ia dinikahi oleh Raulullah SAW, waktu umurnya masih 6 tahun.

Ketika itu pernikahan dini yang di lakukan oleh anak di bawah umur memang terlihat tidak dilarang dan bukan sesuatu yang aneh jika ditinjau dari sosiologi masyarakat dizaman itu. Akan tetapi di lihat dari perspektif sosiologi kekinian pernikahan dini sangat tidak dianjurkan dan harus dihindari, dikerenakan ditinjau dari masyarakat anak usia dini yang menikah memiliki sistem reproduksi dan emosional yang belum sempurna dan juga harus mempersiapakan mental dan kematangan emosi 3.

Syariat Islam tidak membatasi usia tertentu untuk menikah. Namun, secara implisit, syariat menghendaki orang yang hendak menikah adalah benar-benar orang yang sudah siap mental, pisik dan psikis, dewasa dan paham arti sebuah pernikahan yan merupakan bagian dari ibadah, persis pahamnya apa itu shalat bagi orang yang melakakukan ibadah shalat, haji bagi yang berhaji dan lainnya.4

Fenomena pernikahan dini di Indonesia terus mengalami peningkatan.

Bahkan, berdasarkan survei yang dilakukan komisi perlindungan anak Indonesia (KPAI) 2021, dari 20 orang anak rata-rata tiga sampai empat di antaranya telah menikah. Salah satu pemicu pernikahan anak usia dini ini menurut sekretaris umum PP Muhammadiyah Prof. Abdul Mu‟ti adalah faktor pemahaman agama yang sempit.5 Pandangan Prof. Abdul Mu‟ti ini dapat diterima mengingat dalam syariat Islam tidak adanya pembatasan usia pernikahan, bahkan masyhur riwayat ditengah masyarakat yang menyatakan bahwa Aisyah r.a istri Rasulullah SAW, menikah di usia yang sangat dini yakni 6 tahun. Adapun hadis yang menceritakan pernikahan Aisyah di usia tersebut adalah sebagai berikut:

3 Yusuf Hanafi, “Pengendalian perkawinan dini melalui model pendidikan penyandaran hukum”, Palastren: Jurnal studi gender, vol. 8, No. 2, Desember 2015, hlm. 400.

4 Muhammad Fauzinuddin Faiz, Menelusuri Makna Perkawinan Dalam Al-Qur‟an:

Kajian sosio-Linguistic Qur‟an, (Bandung: Mizan, 2015), hlm.7.

5 Wihdan, “Ini Pemicu Pernikahan Dini Kian Marak” dalam https://www.republika.co.id/

berita/r4g088478/ini-pemicu-pernikahan-dini-kian-marak, diakses pada Sabtu, 12 Februari 2022, pukul 15.50 WIB.

(18)

3

ْنَع َجاكَزَػت :ْتَلاَق َةَشِئاَع َمالَسَك ِوْيَلَع ُللها ىالَص ِللها ُؿوُسَر ِني

ِّت ِسِل ُتْنِب اَنَأَك ِبي َنىَػبَك ،َنٌِنِس

َنٌِنِس ِعْسِت

6

.

Artinya: Dari „Aisyah, beliau mengatakan: Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam menikahi aku ketika aku berumur enam tahun dan berumah tangga denganku ketika aku berumur sembilan tahun. (HR. Muslim).

Hadis di atas jika dipahami secara tekstual memang terlihat memperbolehkan pernikahan di usia enam tahun (usia dini) karena Rasulullah saja yang notabenenya adalah suri tauladan bagi ummat muslim mempraktekkan hal tersebut. Sedangkan jika dipahami secara kontekstual tentunya diperlukan pendekatan sosiologi masyarakat disaat itu sebagai implikasinya sehingga Rasulullah mempraktekkan hal tersebut.

Menurut para penulis ilmu kesehatan Dra. Yuspa Hanum, M.S. dan Drs.

Tukiman, MKM. Pernikahan dini sangat berpengaruh terhadap terjadinya kanker leher rahim. Semakin dini seorang perempuan melakukan hubungan seksual maka semakin tinggi resiko terjadinya lesi prakanker pada leher rahim. Pada usia tersebut rahim seorang remaja putri juga sangat sensitif. Pada usia di bawah 20 tahun organ reproduksi wanita belum siap untuk berhubungan seks dan mengandung sehingga beresiko mengalami tekananan darah tinggi saat terjadi kehamilan.7

Berdasarkan penjelasan di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap hadis tersebut dengan judul “Problematika Pernikahan Dini Dalam Kesehatan Reproduksi Perspektif Hadis (Studi Analisis Ilmu Kesehatan)”. Diharapkan tulisan ini akan menjadi salah satu penelitian yang dapat menjelasakan kepada masyarakat bagaimana sebenarnya makna hadis tentang pernikahan Nabi SAW dengan Aisyah r.a jika ditinjau dari pendekatan kesehatan reproduksi serta sosial masyarakat kala itu dan bagaimana

6 Abi Husain Muslim, Shahih Muslim, (Riyad: Dar as Salam Linnasyri wa Tauzi‟, 2000), hlm. 597.

7 Yupaha Hanum dan Tukiman, “Dampak Pernikahan Dini Terhadap Kesehatan Alat Reproduksi Wanita”, Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, Vol. 13, No. 26, Desember 2015, hlm. 39- 40.

(19)

4

pengaplikasiannya pada masa sekarang sehingga diharapkan masyarakat dapat memahami makna sebenarnya dari hadis tersebut, apakah memang hadis tersebut dapat dijadikan sebagai motivasi untuk menikah di usia dini atau sebagainya.

B. Penegasan Istilah

Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya penegasan terhadap istilah- istilah yang ada dalam judul suatu penelitian. Penegasan istilah ini berfungsi untuk menghindari kesalahpahaman oleh pembaca dalam memahami istilah-istilah yang terdapat dalam judul penelitian tersebut. Berikut beberapa istilah yang ada dalam judul penelitian ini:

1. Problematika

Peroblematika merupakan kata turunan yang terbentuk dari kata problem. Kata problem sendiri diartikan sebagai (1) masalah, (2) persoalan.

Problematika merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan suatu permasalahan yang harus dipecahkan.8

Salah satu dari problematika pernikahan adalah menikah muda (dini).

Menikah muda yang mana pelakunya adalah remaja yang masih berusia muda, sedangkan usia muda adalah masa dimana seseorang untuk berpetualangan dan mengejar cita-citanya dan sebagian dari mereka sedang semangatnya beraktifitas dengan lingkungan sosialnya. Hal ini berbeda dengan pola pikir sekarang dengan perkembangan zaman dan teknologi yang semakin hari semakin maju pola dan pikir masyarakat pun ikut berubah. Masyarakat mulai berfikir untuk kepentingan masa depan dan terbukanya pikiran untuk meraih tujuan mereka. Pola pikir seperti ini dapat merambat pada pandangan seseorang terhadap pernikahan. Sebagian pada dari masyarakat kita mulai berfikir untuk menunda pernikahan karena keinginan mengejar pendidikan dan karier, pada pernikahan muda akan lebih rentan mengalami

8 E. Aminudin Aziz, Dkk., KBBI Daring, dikutip dari https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/

Problem. Pada hari selasa tanggal 19 april 2022 jam 14:48 WIB.

(20)

5

ketidakbahagiaan. Hal ini dikarenakan pasangan suami istri yang masih muda, masih memiliki kepribadian yang masih labil.9

Penelitian ini bertujuan untuk mebahas fenomena terjadinya pernikahan di bawah umur (dini), serta untuk mengetahui dampak terjadinya pernikahan dini terhadap anak dalam ilmu kesehatan reproduksi.

2. Perspektif

Perspektif merupakan pandangan dari sudut satuan Bahasa sebagaimana satuan itu berhubungan dengan yang lain dalam suatu pandangan relasional.10 Meskipun suatu perspektif mungkin lebih mendekati realitas yang dimaksud, tapi pada dasarnya perspektif itu mungkin hanya menangkap sebagian dari realitas tersebut. Tidak satupun perspektif dapat menangkap keseluruhan realitas yang diamati, jadi suatu perspektif bersifat bebas, karena hanya memungkinkan manusia melihat satu sisi saja dari realitas di luar sana.

3. Pernikahan Dini

Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh seseorang, baik laki-laki atau perempuan disaaat usianya belum mencapai kematangan yang sebenarnya (yakni di atas 16 tahun untuk wanita, dan 19 tahun untuk pria).

Usia ini seringkali pula dikenal dengam usia remaja.11

Menurut Nurhakhasanah (2012) pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan secara sah oleh seseorang laki-laki atau perempuan yang belum mempunyai persiapan dan kematangan sehingga dikhawatirkan akan mengalami resiko yang besar. Resiko yang besar ini bahkan akan menjadi pengaruh dalam segi kesehatan saat melahirkan.12

9 Shanty Natalia, dkk., “Resiko Seks Bebas dan Pernikahan Dini Bagi Kesehatan Reproduksi Pada Remaja”, Juornal Of Comunnity Engagement in Health, Vol. 4, No. 1, Maret 2021, hlm. 77-78.

10 E. Aminudin Aziz, Dkk., KBBI Daring, https://kbbi.web.id/perspektif.html. Pada hari minggu tanggal 24 april 2022 jam 12:30 WIB.

11 Indonesia Student, “4 Pengertian Pernikahan Dini Menurut Para Ahli, Faktor, dan Dampaknya”, dikutip dari https://www.indonesiastudents.com/pengertian-pernikahan-dini-faktor- dan-dampaknya-menurut-ahli/, pada hari kamis tanggal 17 februari 2022 jam 12.12 WIB.

12 Ibid.

(21)

6

Sedangakan pernikahan dini yang penulis maksud adalah sesuai sebagaiamana yang dijelaskan oleh Nurhakhasanah yaitu pernikahan secara sah oleh pasangan laki-laki dan perempuan yang belum matang sehingga dikhawatirkan mengalami resiko, dengan usia kurang dari 19 tahun.

Sebagaimana yang akan penulis bahas dalam penelitian ini.

4. Kesehatan Reproduksi

Menurut WHO sehat (kesehatan) adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental, dan sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan, dalam segala aspek yang berhubungan sistem reproduksi. Kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sehat mental, fisik dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan sistem dan fungsi serta proses dan bukan hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan atas pernikahan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan spiritual dan material yang layak, bertakwa pada Allah yang esa. Spiritual memiliki hubungan yang serasi, selaras, seimbang antara anggota keluarga dan antara anggota keluraga dan antara keluarga dan masyarakat lingkungan.13

Kesehatan reproduksi adalah yang mana sejahtera fisik, mental, dan sosial yang menyeluruh dan tidak semata-semata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Jadi dapat dipahami dari defenisi oleh Rany Eka Wati di atas bahwa kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan dimana fisik, mental maupun sosial seseorang terbebas dari segala penyakit atau kecacatan, atau dengan artian lain seseorang tidak dikatakan sehat reproduksinya jika mengalami suatu penyakit atau kecacatan terkait reproduksinya.14

C. Identifikasi Masalah

Sebagaimana yang sudah di paparkan dalam latar belakang masalah di atas, dengan ini penulis mengidentifikasi masalah yang ada dalam penelitian ini.

13 Elli Hidayati, Kesehatan Perempuan dan Perencanaan Keluarga, (Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Kesehatan UMJ, 2017), hlm. 2.

14 Rany Eka Wati, Pengantar Kesehatan Reproduksi, (Malang: Wineka Media, 2019), hlm. 2.

(22)

7

Sehingga hal ini juga menjadikan penulis terdorong untuk menulis penelitian ini sebagai wasilah di masyarakat. Adapun identifikasih masalahnya yaitu :

1. Adanya fenomena pernikahan dini di Indonesia yang terus mengalami peningkatan sehingga memicu keresahan.

2. Adanya problematika dalam pemaknaan hadis Pernikahan Usia Dini Dalam Hadis Aisyah, dimana sebahagian orang membenarkan pernikahan dini dengan beralasan hadis-hadis tersebut.

3. Perlunya mengetahui implikasi hadis pernikahan usia dini Aisyah dengan ilmu kesehatan reproduksi sehingga membuka wawasan dan pemahaman tentang bagaimana pernikahan dini menurut ilmu kesehatan reproduksi.

4. Adanya dampak buruk dari pernikahan dini bagi kesehatan reproduksi sehingga pernikahan dini tersebut dilaran oleh praktisi kesehatan.

D. Batasan Masalah

Pembatasan suatu masalah digunakan untuk menghindari adanya penyimpangan maupun pelebaran pokok masalah agar penelitian lebih terarah dan mempermudah dalam pembahasan. Penelitian ini tentunya membahas tentang hadis-hadis pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah r.a. Hadis yang berisi penjelasan pernikahnnya dengan Rasulullah banyak sekali ditemukan, baik itu riwayat yang berupa pengakuang langsung dari Aisyah r.a maupun kesaksian orang yang meriwayatkan pernikahan Aisyah r.a tersebut.

Agar penelitian ini tidak terlalu luas dan memakan waktu terlalu lama maka penulis membatasinya pada Kutub al-Tis‟ah (kitab sembilan yang mu‟tabar) yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a tentang pernikahannya dengan Rasulullah SAW. Adapun metode pencarian hadis yang penulis gunakan adalah dengan kitab Mu‟jam al-Mufahrash li al-fazh al-Nabawi karya A. J Weinsinck, kemudian dalam pemaparan syarah hadisnya dengan kitab Shahih Muslim bi Syarh al- Nawawi dan Fathu al-Mu‟in.

Adapun untuk kajian ilmu kesehatan maka penulis membatasi hanya pada pembahasan kesehatan reproduksi wanita, karena jika secara keseluruhan ilmu kesehatan tentunya mencakup kesehatan psikologi dan kesehatan masyarakat secara umum.

(23)

8

E. Rumusan Masalah

Dari apa yang telah disajikan di atas, maka penulis menemukan rumusan masalah yang signifikan yang akan dikaji lebih dalam, agar menemukan jalan keluar dan menemukan jawaban yang terang maka ditarik pada titik fokus masaahnya sebagai berikut:

1. Bagaimana status dan makna hadis pernikahan dini Aisyah r.a dengan Rasulullah SAW?

2. Bagaimana implikasi penikahan dini dengan hadis terhadap kesehatan reproduksi?

F. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari pada penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana status hadis tentang pernikahan dini Aisyah r.a dengan Rasulullah SAW.

b. Untuk mengetahui bagaimana relevansi pernikahan dini Aisyah r.a dengan Rasullah SAW.

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan pemaparan dari rumusan masalah dan tujuan penelitian di atas maka manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Secara Teoris

Dengan penelitian ini, semoga dapat menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan juga yang diharapkan dapat menajadi salah satu pengembangan bagi kalangan pelajar atau penuntut ilmu dan dapat memahami tentang pernikahan dini Aisyah r.a dengan Rasullah SAW secara praktis.

Bisa memberikan kontribusi kepada penulis dan pembaca (masyarakat) agar mengetahui problematika Pernikahan dini dalam ilmu kesehatan serta mengetahui makna hadis pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah r.a. Terutama ketika berkaitan erat dengan masalah hadis yang selama ini yang dijadikan pedoman dalam memahami hukum, sosial sampai kepada spiritual manusia, serta tradisi, kebudayaan dan

(24)

9

yang lainnya. Fungsi praktis serta kegunaan dari penelitian ini adalah diharapkan bermanfaat bagi masyarakat luas khususnya bagi para pencari-pecari ilmu di jalan Allah SWT yang mendalami hal ini dan juga kepada muslimin dan muslimat dalam menjalankan syariat agama islam.

G. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran daripada penelitian ini, Penulis menyusun sistematikanya menjadi lima bagian bab yang ada sebagai berikut:

BAB I : Pendahulaun Pada bab ini berisi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab pertama ini bertujuan untuk memudahkan dalam memaparkan data.

BAB II : Kerangka Teori, bab ini menjelaskan landasan teori yang dijadikan sebagai subjek penelitian. Teori-teori yang digunakan dalam landasan teori ini yaitu tentang teori penjelasan pernikahan dini di dalam ilmu kesehatan. Kehujjahan dan keshahihan hadis pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah r.a.

BAB III : Metode Penelitian, bab ini berisi tentang jenis penelitian, populasi dan sampel, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.

BAB IV : Hasil Penelitian, bab pembahasan ini membahas tentang hasil penelitian mengenai problematika pernikahan dini dalam kesehatan dan hadis pernikahan Rasulullah SAW dengan Aisyah r.a.

BAB V : Penutup, bab ini berisi kesimpulan sebagai jawaban dari pokok permasalahan dan saran-saran yang berhubungan dengan penelitian sebagai masukan bebagai pihak terkait. Bab ini dimasksudkan agar pembaca dan penulis mudah dalam melihat inti penelitian.

(25)

10 BAB II

KERANGKA TEORI

A. Landasan Teori

1. Tinjauan Pernikahan Secara Umum a. Pengertian Pernikahan

Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu (حاكنلا), adapula yang mengatakan perkawinan menurut istilah fiqh dipakai perkataan nikah dan perkataan zawaj. Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan. Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda menarik akar katanya saja. Arti dari pernikahan disini adalah bersatunya dua insan dengan jenis berbeda yaitu laki-laki dan perempuan yang menjalin suatu ikatan dengan perjanjian atau akad.

Dalam kompilasi hukum Islam dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.15

b. Hukum menikah

Dr. Jamal Ma‟mur Asmani (2019) menulis bahwa menikah menurut Imam Haramain termasuk perbuatan yang bertujuan memenuhi syahwat, bukan termasuk perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah (qurubaat). Imam Syafi`i dalam kitab Al-Umm juga memberikan isyarat yang sama. Sedangkan menurut Imam Nawawi, jika menikah bertujuan mematuhi perintah, seperti mengikuti sunnah Nabi, menghasilkan anak, atau menjaga kemaluan dan pandangannya, maka menikah termasuk amal akhirat yang mendapatkan pahala.16

15 Muhammad Yunus Shamad, “Hukum Pernikahan dalam Islam”, Jurnal Hukum Pernikahan Dalam Islam, Vol. V, No. 1, September 2017, hlm. 74-75.

16 Ibid., hlm. 7.

(26)

11

Dr. Jamal Ma‟mur Asmani melanjutkan bahwa Imam Abu Ishaq As-Syirazi menjelaskan hukum menikah adalah boleh (jaiz) karena bertujuan memperoleh kesenangan di mana nafsu manusia mampu menahannya, sehingga hukumnya tidak wajib, seperti memakai pakaian yang bagus dan makan yang lezat jika seseorang berhasrat melakukan hubungan seksual dan ia mampu membayar mahar dan nafkah, maka disunnahkan menikah. Sedangkan bagi orang yang tidak punya hasrat menikah, maka disunnahkan tidak menikah, dan waktunya disibukkan untuk beribadah Dalam hal ini, pilihannya tidak menikah lebih menyelamatkan agamanya. Syekh Syarqawi dalam Hasyiyah Tahrir menjelaskan, nikah terkadang hukumnya wajib jika menikah menjadi jalan untuk menghindari zina, atau ia menceraikan perempuan yang mempunyai hak gilir (qasm) Menikah menjadi khilaful aula (tidak utama) jika seseorang mempunyai hasrat menikah, tetapi tidak mempunyai biaya.

Sebaiknya ia menahan nafsunya dengan berpuasa. Jika puasa tidak mampu mengendalikan nafsunya, maka sebaiknya ia menikah dengan tujuan menjaga diri ('iffah) nikah menjadi makruh jika seseorang tidak mempunyai hasrat dan tidak mempunyai biaya, atau mempunyai biaya, tapi ia mempunyai penyakit, seperti usia yang sangat tua dan impoten sedangkan menikahi perempuan mahram hukumnya haram.

c. Rukun dan Syarat Pernikahan

Nikah mempunyai beberapa rukun. Rukun itu harus ada dalam satu amalan dan merupakan bagian yang hakiki dari amalan tersebut.17 1) Rukun Nikah

a) Wali

Berdasarkan sabda Rasulullah Sallallahu Alaihi Wasallam:

“Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya batal…batal...batal...” (HR Abu Daud, at-Tirmidzy dan Ibnu Majah).

17 Wahyu Wibisana, “Pernikahan dalam Islam”, Ta‟lim, No. 2, Tahun MMXVI (2016), hlm. 187-188.

(27)

12

b) Saksi

Rasulullah sallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Tidak ada nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil.” (HR al-Baihaqi dan ad-Daaruquthni. asy-Syaukani dalam Nailul Athaar berkata :

“Hadis dikuatkan dengan hadis-hadis lain”).

c) Akad Nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin”. Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Dalam akad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:

(1) Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.

(2) Adanya Ijab Qabul.

(3) Adanya Mahar.

(4) Adanya Wali.

(5) Adanya Saksi-saksi.

Untuk terjadinya aqad yang mempunyai akibat-akibat hukum pada suami istri haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

(1) Kedua belah pihak sudah tamyiz.

(2) Ijab qobulnya dalam satu majlis, yaitu ketika mengucapkan ijab qobul tidak boleh diselingi dengan kata-kata lain, atau menurut adat dianggap ada penyelingan yang menghalangi peristiwa ijab qobul.

(28)

13

Di dalam ijab qobul haruslah dipergunakan kata-kata yang dipahami oleh masing-masing pihak yang melakukan aqad nikah sebagai menyatakan kemauan yang timbul dari kedua belah pihak untuk nikah, dan tidak boleh menggunakan kata kata kasar. Dan menurut sunnah sebelum aqad nikah diadakan khutbah terlebih dahulu yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat.

Syeikh Abu Bakar Jabir al-Jazaairi berkata dalam kitabnya Minhaajul Muslim. “Ucapan ketika akad nikah seperti: Mempelai lelaki: “Nikahkanlah aku dengan putrimu yang bernama Fulaanah.”

Wali wanita: “Aku nikahkan kamu dengan putriku yang bernama Fulaanah.” Mempelai lelaki: “Aku terima nikah putrimu.”

d) Mahar (Mas Kawin)

Mahar merupakan tanda kesungguhan seorang laki-laki untuk menikahi seorang wanita. Mahar juga merupakan pemberian seorang laki-laki kepada perempuan yang dinikahinya, yang selanjutnya akan menjadi hak milik istri secara penuh. Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari‟at Islam, tetapi yang disunnahkan adalah mahar itu disesuaikan dengan kemampuan pihak calon suami. Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah SAW. bersabda: “Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan)”. (HR. al-Hakim: 2692).18 d. Tujuan dan Asas Pernikahan

Pernikahan adalah salah satu dimensi kehidupan yang sangat penting dalam kehidupan manusia di dunia manapun. Begitu penting pernikahan maka tidak mengherankan jika agama-agama di dunia mengatur masalah pernikahan bahkan tradisi atau adat masyarakat dan juga institusi negara tidak ketinggalan mengatur pernikahan yang berlaku dikalanagan masyarakatnya. Arti dan tujuan pernikahan menurut hukum

18 Ibid.

(29)

14

Islam ialah untuk berbakti kepada Allah SWT, memenuhi atau mencukupkan kodrat hidup manusia yang telah menjadi hukum bahwa antara pria dan wanita saling membutuhakan dan mempertahankan keturunan umat Islam serta melanjutkan perkembangan dan kertentraman hidup rohaniah anatara pria dan wanita juga mampu mendekatkan dan saling menimbulkan pengertian antar golongan manusia untuk menjaga keselamatan hidup.19

Santoso (2016) melanjutkan bahwa tujuan pernikahan ini didasarkan dalam (QS. ar-Rum: 21) yang menyatakan bahwa “Ia jadikan bagi kamu dari jenis kamu, jodoh-jodoh yang kamu bersenang-senang kepadanya, dan ia jadikan di antara kamu percintaan dan kasih sayang sesungguhnya hal itu menjadi bukti bagi mereka yang berfikir.20

Santoso melanjutkan bahwa faedah yang terbesar dalam pernikahan adalah menjaga dan memelihara perempuan yang bersifat lemah dari kebinasaan. Tujuan pernikahan yang sejati dalam Islam merupakan pembinaan akhlak manusia dan memanusiakan manusia sehingga hubungan yang terjadi antara dua gender yang berbeda dapat membangun kehidupan baru secara sosial dan kultural. Hubungan dalam bangunan tersebut adalah kehidupan rumah tangga dan terbentuknya generasi keturunan manusia yang memberikan kemaslahatan bagi masa depan masyarakat dan negara.

Santoso melanjui dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dikatakan bahwa yang menjadi tujuan pernikahan mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama (kerohanian), sehingga pernikahan bukan saja mempunyai unsur lahir (jasmani), tetapi unsur batin (rohani) juga mempunyai peran yang penting. Pernikahan akan menjadi sah, apabila dilakukan menurut hukum agama dan kepercayaannya. Tiap- tiap pernikahan dicatat menurut peraturan perundang-undangana yang berlaku. Asas yang prinsipil dalam Undang-undang pernikahan antara lain:

19 Santoso,”Hakekat Perkawinan Menurut Undang-undang Perkawinan Hukum Islam dan Hukum Adat”, Yudisia, Vol. 7, No. 2 Desember 2016, hlm. 417.

20 Ibid., hlm. 418.

(30)

15

1) Tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan material.

2) Undang-undang pernikahan ini menganut prinsip bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan pernikahan, agar dapat mewujudkan tujuan pernikahan, secara baik tanpa berfikir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik sehat.

3) Karena tujuan pernikahan adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia kekal dan sejahtera, maka undang-undang ini menganut prinsip untuk mempersulit terjadinya perceraian.

2. Pernikahan Dini

a. Hakikat Pernikahan Dini

Pernikahan dini berarti pernikahan yang dilangsungkan dalam usia calon suami atau calon istri belum memiliki kematangan fisik atau jasmani dan psikis atau rohani karena pernikahan yang normal dan wajar adalah pernikahan yang dilangsungkan dalam kondisi adanya kemampuan fisik dan kesiapan mental untuk membangun mahligai rumah tangga atas dasar cinta kasih dan sayang. Dengan usia pernikahan yang cocok dan telah memiliki kematangan psikologis dapat diharapkan terwujud rumah tangga sakinah yang didambakan dapat mencerminkan suatu kehidupan masyarakat yang damai, sejahtera dan dinamis. Dalam perspektif hukum negara, suatu pernikahan bisa disebut pernikahan dini manakala calon suami belum mencapai usia 19 tahun dan calon istri belum mencapai usia 16 tahun, sebagaimana ditegaskan dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 7 ayat (1). Sementara itu, hukum Islam tidak memberi batasan jelas berapa usia minimun suatu pernikahan. Kitab-kitab fiqh

(31)

16

hanya memberi batasan baligh dan mumayyiz sebagai salah satu syarat bagi calon suami dan istri.21

Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 ayat (1) menyatakan bahwa "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun". Ketentuan batas umur ini, seperti disebutkan dalam kompilasi Hukum Islam pasal 15 ayat (1) didasarkan kepada pertimbangan kemaslahatan keluarga dan rumah tangga perkawinan. Ini sejalan dengan prinsip yang diletakkan UU Perkawinan, bahwa calon suami istri harus telah masak jiwa raganya, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat.22

Diteliti secara seksama, ajaran Islam tidak pernah memberikan batasan yang definitif pada usia berapa seseorang dianggap dewasa.

Berdasarkan ilmu pengetahuan, memang setiap daerah dan zaman memiliki perbedaan dengan daerah dan zaman yang lain. Dalam realitasnya pernikahan dini akan menimbulkan dampak bagi pelakunya baik dampak negatif maupun dampak positif, dan hal ini akan mempengaruhi kehidupan pribadi maupun sosial pelakunya. Melihat dari sisi sosiologi, pernikahan dini dapat mengurangi harmonisasi keluarga.

Hal tersebut disebabkan oleh emosi yang masih labil, gejolak darah muda dan cara pikir yang belum matang. Menurut Islam adapun pernikahan dini menurut agama Islam, yakni pernikahan yang dilakukan oleh orang- orang yang belum baligh.23

Jadi, bagi yang belum baligh yang kemudian melakukan pernikahan sebelum itu, maka hal tersebut tentu dikatakan sebagai pernikahan dini. Seseorang yang telah melakukan ikatan lahir batin

21 Erma Fatmawati, Sosio-Antropologi Pernikahan Dini, cet 1, (Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2020), hlm. 30-31.

22 Muhammad Ikhsanudin, “Dampak Pernikahan Dini Terhadap Pendidikan Anak Dalam Keluarga”, al-I‟tibar: Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 5, No. 1. Februari 2018, hlm. 38.

23 Ibid., hlm. 39.

(32)

17

antara pria dan wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, baik yang dilakukan secara hukum maupun secara adat atau kepecayaan dapat dikatakan pula saebagai pernikahan. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami istri yang masih di bawah umur. Pernikahan dini merupakan institusi agung untuk mengikat dua insan lawan jenis yang masih remaja dalam satu ikatan.

Dalam al-Qur‟an dijelaskan mengenai hukum nikah. Salah satunya terdapat dalam QS. Adz-Zariyat Ayat 49:

َفكُراكَذَت مُكالَعَل ِنٌَجكَز اَنقَلَخ ٍءيَش ِّلُك نِمَك ٩٤

:تايراذلا[

94 ]

”Kami jadikan kalian berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat kebesaran Allah.24

Dari ayat di atas maka dijelaskan bahwa Seseorang yang telah mampu yang memberikan kekuatan keimanan kepada penciptanya terselamatkan dari perbuatan zina, hal ini dapat terwujud dengan cara menikah maka diwajibkan menikah bagi orang yang berada dalam keadaan tersebut.

b. Faktor-Faktor Terjadinya Pernikahan Dini

Pernikahan dini terjadi di masyarakat disebabkan beberapa faktor berikut: Pemahaman agama yang tidak berorientasi pada kepentingan dan perhatian terbaik untuk anak, dan kebebasan terhadap gaya hidup (life style) remaja akibat kegagalan pengasuhan dan pendidikan. Gaya hidup yang dimaksud adalah gaya hidup yang mengedepankan hedonisme dan permisivisme, seperti rabam, ciuman, pegangan tangan, dugem, pornografi, hubungan seksual, kehamilan, aborsi, kawin muda, infeksi menular seksual (IMS), dan HIV/AID. Serta berakibat terhadap terjadinya kemiskinan, cenderung memanipulasi usia perkawinan untuk memperoleh dispensasi meskipun berusia di bawah 16 tahun, dan terjadinya kontroversi hukum dalam hal ini adalah penolakan Mahkamah Konstitusi

24 Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Dapertemen Agama RI, (Jakarta: Bumi Restu, 2015), hlm. 523.

(33)

18

(MK) untuk menaikkan usia perkawinan dari 16 menjadi 18 tahun dalam hal ini, MK meletakkan fikih di atas hukum negara.25

3. Ilmu Kesehatan Reproduksi a. Defenisi

Istilah reproduksi berasal dari kata "re" yang berarti kembali dan kata "produksi" yang berarti membuat atau menghasilkan. Jadi, istilah reproduksi mempunyai arti suatu proses kehidupan manusia dalam menghasilkan keturunan demi kelestarian hidupnya, sedangkan yang disebut organ reproduksi adalah alat tubuh yang berfungsi untuk reproduksi manusia. Pembahasan dalam kesehatan reproduksi tidak hanya mengenai penyakit yang dapat mengganggu kesehatan reproduksi, namun juga mengenai cara mencegah dan menjaga diri agar terhindar dari gangguan reproduksi.26

Kesehatan reproduksi adalah yang mana sejahtera fisik, mental, dan sosial yang menyeluruh dan tidak semata-semata terbebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Jadi dapat dipahami dari defenisi oleh Rany Eka Wati di atas bahwa kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan dimana fisik, mental maupun sosial seseorang terbebas dari segala penyakit atau kecacatan, atau dengan artian lain seseorang tidak dikatakan sehat reproduksinya jika mengalami suatu penyakit atau kecacatan terkait reproduksinya.27

Oleh karena itu, dapat kita ketahui bahwa kesehatan reproduksi merupakan suatu keadaan seseorang yang mana dalam keadaan sehat secara utuh baik fisik, mental, dan sosial yang berhubungan dengan sistem, fungsi, serta proses reproduksi.

25 Jamal Ma‟mur Asmani, Studi Pernikahan Usia Dini Dalam Pandangan Ulama, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2019), hlm. 22.

26 Wina Wirenviona, Edukasi Kesehatan Reproduksi Remaja, (Surabaya: Airlangga University Press, 2020), hlm. 7.

27 Rany Eka Wati, Pengantar Kesehatan Reproduksi, (Malang: Wineka Media, 2019), hlm. 2.

(34)

19

b. Anatomi Reproduksi Wanita

Sistem reproduksi wanita secara garis besar terdiri dari internal dan eksternal alat kelamin. Alat kelamin internal wanita terdiri dari ovarium, saluran rahim (fallopi), uterus (termasuk leher rahim) dan vagina. Adapun alat kelamin eksternal wanita terdiri dari vulva, labia majora, labia minora, litoris, bola, vestibular, monsveneris, saluran kelenjer uretra dan peri-uretra.28 Semua sistem reproduksi yang telah disebutkan di atas masing-masing memiliki fungsi tertentu dalam reproduksi. Adapun yang paling penting untuk diketahui dari alat reproduksi di atas antara lain:

1) Vagina, iyalah saluran yang menghubungkan serviks (bagian bawah rahim) dengan bagin luar tubuh. Letaknnya didalam tubuh, belakang kandung kemih, lebih rendah dari rahim. Di luar, vagina berhubungan erat ke kandung kemih dan uretra.

2) Rahim dan Tuba Fallopi, Rahim (uterus) organ reproduksi wanita yang berongga dan bentuknya seperti buah pir berfungsi sebagai tempat bertemunya janin. Sedangkan Tuba Fallopi adalah saluran sebagai tempat bertemunya ovum dan sperma.

3) Indung Telur, adalah sepasang organ reproduksi wanita dengan panjang sekitar 1,5 inci dan berbentuk seperti kacang almond. Organ ini menghasilkan sel telur yang dikenal dengan beberapa istilah seperti ovum dan oocyte. Terletak di daerah panggul dan di dekat ujung saluran tuba. Setiap dinding lateral memiliki satu ovarium.

Selain menghasilkan sel telur, organ ini memiliki peran penting lain, yaitu menghasilkan hormon seks. 29

28 Ibid., hlm. 5.

29 Ibid.

(35)

20

4. Ma’ani al-Hadits a. Defenisi

Secara terminologi Muhammad Ibnu Alawi mendefenisikan ilmu ma‟ani al-Hadits yaitu ilmu yang menjelaskan tentang upaya menduga maksud hadis tersebut yang penguraiannya mendasarkan diri pada kaidah linguistik bahasa arab, prinsip-prinsip syari‟ah dan keserasian dengan hal ihwal Nabi Muhammad SAW. Jadi ilmu ma‟ani al-Hadits adalah ilmu yang mempelajari cara memahami makna matan hadis, ragam redaksi, dan konteksnya secara komprehensif, baik dari segi makna yang tersurat maupun makna yang tersirat.30

b. Objek kajian Ma’ani al-Hadits

Dilihat dari segi objek kajiannya, ilmu Ma'anil Hadits memiliki dua objek kajian, yaitu objek material dan objek formal. Objek material adalah bidang penyelidikan sebuah ilmu yang bersangkutan. Objek material ilmu Ma‟anil Hadits adalah redaksi hadis-hadis Nabi SAW, mengingat ilmu Ma'anil Hadits merupakan cabang ilmu hadis. Sedangkan objek formalnya adalah objek yang menjadi sudut pandang dari mana sebuah ilmu memandang objek material tersebut. Karena ilmu Ma'anil Hadits berkaitan dengan persoalan bagaimana memberi makna dan memproduksi makna (meaning) terhadap sebuah teks hadis, maka objek formalnya adalah matan atau redaksi hadis itu sendiri.31 sehingga ilmu Ma‟anil Hadits adalah bagian dari ilmu hadis, di mana objek formalnya adalah teks atau redaksi hadis.

Namun para ulama mempersyaratkan bahwa hadis yang hendak dikaji melalui pendekatan ilmu Ma‟anil Hadits harus bernilai mutawatir, shahih atau minimal hasan, sebab hadis-hadis seperti itulah yang secara kualitatif dinilai sah untuk diamalkan (ma'mul bih). Kalau kebetulan hadis tersebut lemah, menurut sebagian ulama, bisa diberlakukan dalam hal

30 Abdul Majid Khon, Takhrij dan Metode Memahami Hadits, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 134.

31 Abdul Mustaqim, Ilmu Ma‟anil Hadits, cet 2, (Yogyakarta: Idea press, 2016), hlm. 21- 22.

(36)

21

keutamaan ainal (fadla'ilul a'mal) dengan persyaratan tertentu. Meski tetap harus diingat bahwa ada sebagian orang yang sama sekali mengamalkan hadis dhaif, sekalipun untuk untuk fadla'ilul a'mal.32

5. Metode Takhrij Hadis

a. Pengertian dan Hakikat Takhrij Hadis

Adapun pengertian takhrij secara bahasa adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh Dr. Mahmud al-Thahan bahwa kata al-takhrij menurut pengertian asal bahasanya ialah “berkumpul dua perkara yang berlawanan pada sesuatu yang satu”. Kata al-takhrij sering dimutlakkan pada beberapa macam pengertian dan pengertian yang popular untuk kata al- takhrij itu ialah: (1) al-istimbat (hal mengeluarkan); (2) al-tadrib (hal melatih atau hal pembiasan); dan (3) al-taujih (hal memperhadapkan).33

Adapun menurut istilah ulama hadis sangat berfariasi, tetapi yang sering dipakai oleh ulama hadis sekarang adalah sebagaimana yang ditashih oleh Syuhudi Ismail, menurutnya takhrij hadis adalah penelusuran atau pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.34

Untuk lebih jelasnya, kata “Takhrij” yang sering dikemukakan ulama hadis memiliki beberapa arti sebagai berikut:

1) Mengemukakan hadis kepada orang banyak dengan menyebutkan para periwayatnya di dalam sanad yang menyampaikan hadis itu, begitu juga metode periwayatan yang ditempuhnya.

2) Ulama hadis mengemukakan berbagai hadis yang telah dikemukakan oleh para guru hadis, atau berbagai kitab, atau lainnya, yang susunannya dikemukakan berdasarkan riwayatnya sendiri, atau para gurunya, atau temannya, atau orang lain, dengan menerangkan siapa

32 Ibid.

33 Ahmad Izzan, Studi Takhrij Hadis, cet. 1, (Bandung: Tafaqur, 2012), hlm. 2.

34 M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, cet. 2, (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), hlm. 41.

(37)

22

periwayatnya dari para penyusun kitab atau karya tulis yang dijadikan sumber pengambilan.

3) Menunjukkan asal-usul hadis dan mengemukakan sumber pengambilannya dari berbagai kitab hadis yang disusun oleh para mukharijnya langsung, yakni para periwayat yang menjadi penghimpun bagi hadis yang mereka riwayatkan.

4) Mengemukakan hadis berdasarkan sumbernya atau berbagai sumber, yakni kitab-kitab hadis, yang di dalamnya disertakan metode periwayatannya dan sanadnya, serta diterangkan pula keadaan para periwayat dan kualitas hadisnya.

5) Menunjukkan atau mengemukakan letak asal hadis dari sumbernya yang asli, yakni berbagai kitab, yang di dalamnya dikemukakan hadis itu secara lengkap dengan sanad-nya masing-masing. Lalu, untuk kepentingan penelitian, dijelaskan pula kualitas hadis yang bersangkutan.

b. Metode Tahkrij Hadis

Metode Takhrij hadis sama dengan metode penelitian pada umumnya. Yaitu meliputi tiga proses, yaitu pengumpulan data, kemudian pengolahan data yang dikumpulkan tadi, kemudian melakukan analisis data-data tersebut.35 Berikut penjelasannya:

1) Pengumpulan Data

Menurut Abdul Majid Khon, hal pertama yang harus dilakukan peneliti hadis adalah mengumpulkan data-data yang terdiri dari matan dan sanad dengan lengkap dari berbagai kitab induk hadis. Usaha untuk mengumpulkan dengan menelusuri kemudian menyertakan sanad-sanad dari riwayat lain terhadap suatu hadis disebut dengan I‟tibar. I‟tibar ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada atau tidaknya

35 Abdul Majid Khon, Takhrij Dan Metode Memahami Hadits, cet. 1, (Jakarta: Amzah, 2014), hlm. 7.

(38)

23

jalur riwayat lain. Jika ditemukan jalur lain pada kalangan sahabat disebut Syahid, jika ditemukan pada kalangan tabi‟in disebut Tabi‟.36

Adapun metode takhrij hadis yang untuk menelusuri suatu hadis dari kitab induk dapat dilakukan dengan lima metode sebagai berikut:

a) Bi al-Lafzi (dengan kata), Menggunakan Mu‟jam al-Mufahras li Alfazh al- Hadits an-Nabawi

b) Bi al-Maudhu‟ (dengan 23egat), Menggunakan Miftah min Kunuz Al-Sunnah

c) Bi awwal al-matn (dengan awal matan), Menggunakan Al- Mausu‟ah fi Athraf Matn Al-Hadits maupun Al-Jami‟ Al-Shagir d) Bi al-rawi al-a‟la (dengan rawi paling atas), Menggunakan Musnad

Al-Imam Ahmad bin Hambal

e) Bi al-shifah al-Hadits (dengan status hadis), Menggunakan Al- Mutawatir, al-Ahadits Al-Qudsiyyah, dan Al-Shahih.

2) Pengolahan Data

Setelah data dikumpulkan dilakukanlah pengolahan terhadap data-data tersebut dengan memvaliditasi dan menelaah ulang data yang didapat dari kitab induk tersebut, baik itu nama kitabnya, bab, nomor hadis, juz, maupun halamannya. Semuanya divaliditasi dan ditelaah ulang untuk dibentangkan sanadnya dalam bentuk skema untuk memudahkan peneliti kemudian ditambah dengan mengolah sumber- sumber terkait.

Ada tiga hal yang penting diperhatikan dalam dalam skema sanad, yaitu jalur seliruh sanad, nama-nama para perawi dalam keseluhan sanad dan bagaimana metode periwayatan yang digunakan oleh para perawi.37

3) Analisis Data

Setelah pengolahan data selanjutnya dilakukan analisis terhadap data tersebut. Adapun data yang dianalisis mencakup matan dan sanad

36 Ibid.

37 Ibid., hlm. 10-11.

(39)

24

yang kemudian hasil dari analisis ini disebut dengan istilah kritik hadis.

Kritik hadis dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kritik matan dan kritik sanad. Kritik matan disebut dengan kritik internal atau al-Dakhili sedangkan kritik sanad disebut dengan kritik eksternal atau al- Khariji.38

Adapun yang diteliti dalam kritik ini adalah dalam kritik matan diteliti apakan matan hadis tersebut bertentangan dengan al-qur‟an, hadis yang lebih kuat, atau bahkan logika atau akal sehat. Dalam kritik sanad diteliti apakah sanadnya saling bersambung sampai akhir, perowi harus „adil dan dhabit, serta tidak ada kejanggalan maupun cacat.

c. Analisis Keshahihan Hadis

Untuk mengetahui keshahihan sebuah hadis terlebih dahulu perlu adanya analisis terhadap hadits itu sendiri dengan melihat pembuktian kriteria keshahihan hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadis.

Adapun kriteria keshahihan hadits yang sudah disepakati para ulama hadis adalah sanadnya saling tersambung, semua periwayatnya harus „Adil dan Dlabithh, serta terhindar dari Syadz dan „Illat.39 Berikut uraian analisis keshahihan hadis di atas:

2) Sanad Tersambung

Sanad tersambung artinya adalah setiap perawi yang disebutkan dalam suatu sanad bertemu dan menerima periwayatan dari perawi sebelumnya, baik penerimaanya secara langsung atau secara hukum.40 3) Periwayat „Adil

Periwayat „Adil artinya adalah perawi hadis tersebut merupakan orang yang konsisten dalam beragama islam, baik akhlaknya, tidak fasik, dan tidak melakukan perbuatan yang membuat cacat muru‟ah- nya.41

38 Ibid., hlm. 11.

39 Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis, (Jakarta: Amzah, 2016), hlm. 168.

40 Ibid.

41 Ibid., hlm. 169.

Referensi

Dokumen terkait

Perencanaan Strategis SI/TI Dengan Metode SWOT dan BSC Di Universitas XYZ bertujuan untuk dapat memberikan gambaran dan rekomendasi mengenai kondisi bisnis dan SI/TI internal

Tegangan yang pertama digunakan sebagai penyuplai tegangan untuk rangkaian kontroler yaitu sebesar 5V, pada catu daya ini diberikan sebuah regulator 7805 sehingga akan

Dalam perencanaan ini menggunakan beberapa data yaitu: data tanah (data tanah yang digunakan adalah berupa data sondir, merupakan hasil sondir pada lokasi yang

Temuan penelitian serupa yang menunjukkan bahwa infographic memiliki pengaruh pada peserta didik dengan berbeda gaya berpikir dan menyajikan argumen yang kuat (Williams,

Za načrtovanje odpusta bolnika po operaciji srčnih zaklopk moramo upoštevati in izpolniti naslednje kriterije: - bolnik mora spoznati in osvojiti predviden individualen

Kesimpu!an Berdasarkah hasil pcnelitian berkenan dengan pengaruh lingkungan kerja dan bt;daya keija terhadap kinerja pegawai pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset

Hal ini menunjukan bahwa penelitian dengan siklus II sudah cukup dan kesimpulan yang didapat adalah bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada pokok

Dalam penelitian ini, indikator efektivitas layanan informasi digital yang diamati meliputi kinerja layanan, ketersediaan pangkalan data, ketersediaan fasilitas akses