• Tidak ada hasil yang ditemukan

Apa yang membuat fisika sulit Penyebab k

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Apa yang membuat fisika sulit Penyebab k"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

APA YANG MEMBUAT FISIKA SULIT?

PENYEBAB KESULITAN BELAJAR FISIKA SISWA SMA DI KABUPATEN BULELENG

I Gede Dana Santika, I Putu Widiarta, Ketut Agus Asta Putra, Ni Made Sastri Dwisarini, IA Sandra Kartika Putri Pembimbing: Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si

Jurusan Pendidikan Fisika, FMIPA, UNDIKSHA, 17 Mei 2015 Email: mola.mola.manta@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan persepsi siswa dan guru terhadap faktor-faktor penyebab kesulitan belajar fisika siswa SMA di Kabupaten Buleleng. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif tipe survei. Jenis survei yang digunakan adalah cross sectional survey, di mana data hanya dikumpulkan satu kali untuk menggambarkan kondisi populasi. Penelitian dilakukan pada semester kedua Tahun Pelajaran 2014/2015. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa jurusan IPA/MIA SMA Negeri dan SMA Swasta di Kabupaten Buleleng serta seluruh guru fisika yang mengajar mereka. Sampel penelitian ini adalah 253 orang siswa, dengan rincian 146 orang siswa berasal dari kelas X dan 94 orang siswa berasal dari kelas XI, 210 orang siswa berasal dari SMA Negeri dan 43 orang siswa berasal dari SMA Swasta, 132 orang siswa berasal dari SMA Negeri pedesaan dan 78 orang siswa berasal dari SMA Negeri perkotaan, serta 6 orang guru negeri dan 2 orang guru swasta. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner, baik untuk guru maupun siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyebab kesulitan belajar fisika siswa, yaitu kurangnya minat dan motivasi siswa dalam belajar fisika, siswa kurang menangkap manfaat fisika bagi kehidupan, siswa jarang melakukan pembelajaran tambahan di rumah, siswa jarang membaca buku pelajaran, siswa kurang berlatih mengerjakan soal-soal fisika, rendahnya pengetahuan matematika siswa, rendahnya kemampuan menghapal siswa, siswa kurang mampu mengaplikasikan rumus, mudah menyerah ketika mengerjakan soal fisika, suasana kelas yang ribut pada saat pembelajaran, guru tegang dan kaku ketika mengajar, guru jarang menggunakan media pembelajaran, jarang praktikum, faktor kurikulum yang mengharuskan guru sedikit menjelaskan dalam pembelajaran, banyaknya tugas dari mata pelajaran lain, kesibukan non akademik di luar jam pelajaran yang membuat siswa lelah, serta masalah pribadi siswa di rumah.

Kata kunci: pembelajaran fisika, kesulitan belajar fisika

PENDAHULUAN

Fisika sebagai cabang ilmu IPA merupakan salah satu mata pelajaran wajib di Sekolah Menengah Atas (SMA). Fisika penting untuk diprogramkan pada sekolah formal karena fisika merupakan bagian dari

kehidupan manusia, melekat dengan

fenomena jagat raya dan lingkungan kehidupan, serta sangat berperan dalam

perkembangan teknologi. Meskipun

demikian, banyak siswa yang menyatakan fisika sebagai salah satu mata pelajaran yang sulit.

(2)

disenangi oleh sebagian siswa dibandingkan dengan pelajaran biologi.

Lamb, et al (2011) menyatakan bahwa banyak faktor yang menentukan kesuksesan belajar fisika siswa. Secara umum, hasil belajar fisika siswa dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal siswa. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri, meliputi aspek fisiologis dan aspek psikologis. Aspek fisiologis adalah aspek yang menyangkut tentang kondisi fisik siswa. Aspek psikologis adalah aspek yang meliputi tingkat kecerdasan, minat, bakat, sikap, motivasi, dan persepsi siswa terhadap pembelajaran fisika. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa yang meliputi faktor lingkungan sosial dan non sosial. Faktor lingkungan sosial berkaitan dengan kualitas interaksi terhadap guru, staf administrasi, dan teman sekelas. Faktor non sosial adalah faktor yang berkaitan dengan strategi dan metode yang digunakan dalam pembelajaran fisika (Slameto, 2005).

Persepsi siswa merupakan salah satu faktor mendasar yang mempengaruhi kesuksesan siswa dalam belajar fisika. Banyak siswa yang memiliki persepsi bahwa fisika adalah mata pelajaran yang sulit. Angell et al (2004) menyelidiki persepsi siswa SMA dan guru fisika mereka terhadap pembelajaran fisika. Mereka menemukan bahwa siswa menganggap mata pelajaran fisika sulit karena mereka harus menghadapi banyak hal yang berbeda, seperti praktikum, rumus-rumus dan perhitungan, grafik, serta penjelasan konseptual pada saat yang sama. Selain itu, mereka juga harus mentranformasi rumus-rumus dan perhitungan untuk menyelesaiakan suatu masalah fisika. Sebagai contoh, siswa harus mampu mentransformasi grafik menjadi gambaran matematis. Redish (1994) menjelaskan alasan

mengapa siswa mengatakan fisika sebagai mata pelajaran yang sulit sebagai berikut.

Physics as a discipline requires learners to employ a variety of methods of understanding and to translate from one to the other--words, tables of numbers, graphs, equations, diagrams, maps. Physics requires the ability to use algebra and geometry and to go from the specific to the general and back. This makes learning physics particularly difficult for many students (p.801).

Pandangan guru dan siswa tentang pembelajaran fisika, secara umum berbeda (Redish, 1994). Redish memaparkan bagaimana cara siswa mempelajari fisika dengan menggunakan analogi yang disebut

“the dead leaves model” berikut.

…it is as if physics were a collection of equations on fallen leaves. One might hold s= 1/2g*t^2, another F = m*a, and a third F = -k*x. The only thing one needs to do when solving a

problem is to flip through one’s

collection of leaves until one finds the appropriate equation (p.799).

Guru fisika hendaknya mengetahui persepsi dan kesulitan siswanya terhadap pembelajaran fisika. Selain itu, mereka juga hendaknya mengetahui perbedaan persepsi siswa dan persepsi mereka sendiri terhadap pembelajaran fisika. Dengan demikian, mereka akan bisa memahami kesulitan siswa dalam mempelajari fisika. Sebaliknya, seperti yang dinyatakan oleh Carter and Brickhouse (1989) bahwa jika guru tidak melakukan ini,

maka guru dan siswa akan hidup di “dunia”

yang berbeda, berbicara dengan bahasa yang berbeda, sehingga akan sangat sulit untuk berkomunikasi.

(3)

motivasi, b) tidak belajar di rumah, c) tidak mengerjakan PR, d) tidak berlatih mengerjakan soal-soal diluar yang ditugaskan, e) kurangnya pengalaman penyelesaian masalah fisika, dan f) rendahnya kemampuan matematika; (2) faktor yang berkaitan dengan metode pembelajaran, meliputi 7 sub faktor, antara lain: a) terlalu banyak tugas, b) tugas/PR/soal ulangan yang terlalu sulit, c) kurangnya konsistensi antara materi yang diajarkan dan materi tugas/PR/ulangan, d) kurangnya pemberian contoh penyelesaian masalah dan aplikasi dalam kehidupan nyata dari materi yang diajarkan, e) penilaian guru yang tidak objektif, f) pembelajaran yang membosankan, g) karakteristik guru yang jelek, dan (3) faktor yang berhubungan dengan karakteristik pelajaran fisika, meliputi 7 sub faktor, antara lain: a) pelajaran fisika bersifat kumulatif, jika kita ketinggalan satu topik, maka akan sulit mengikuti topik lainnya, b) terlalu banyak materi yang harus dipelajari, c) pelajaran fisika sangat abstrak, d) terlalu banyak teori dan rumus yang harus dipelajari, e) terlalu banyak hukum dan aturan yang harus dipelajari, f) pelajaran fisika tidak menarik, dan g) kita tidak dapat belajar fisika tanpa kemampuan matematika yang bagus.

Prestasi fisika siswa SMA di provinsi Bali masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari hasil ujian pemantapan fisika siswa SMA/MA provisi Bali pada Tahun Pelajaran 2011/2012 menunjukkan nilai rata-rata siswa 4,88 (Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali, 2013). Khusus untuk SMA-SMA di kota Singaraja, rata-rata nilai fisika hasil ujian pemantapan siswa SMA 1 Singaraja adalah 5,30 dengan nilai terendah 1,00 (arsip SMA 1 Singaraja tahun 2012). Rata-rata nilai fisika hasil ujian pemantapan siswa SMA 2 Singaraja menunjukkan nilai rata-rata 4,49 dengan nilai terendah 1,50 (arsip SMA 2 Singaraja tahun 2012). Nilai rata-rata fisika hasil ujian pemantapan siswa SMA Lab Undiksha Singaraja menunjukkan nilai rata-rata 4,47 dengan nilai terendah 2,00 (arsip SMA Lab Undiksha Singaraja tahun 2012). Paparan ini menunjukkan bahwa prestasi fisika siswa di Kabupaten Buleleng, khususnya kota Singaraja, masih tergolong rendah. Oleh karena itu, penulis menilai penting untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi rendahnya prestasi fisika siswa tersebut, yang dalam hal ini penulis asumsikan sebagai faktor penyebab kesulitan belajar fisika siswa.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif tipe survei. Jenis survei yang digunakan adalah cross sectional survey, di mana data hanya dikumpulkan satu kali saja dengan tujuan untuk menggambarkan kondisi populasi. Penelitian dilakukan pada semester kedua Tahun Pelajaran 2014/2015. Objek penelitian dalam penelitian ini adalah faktor penyebab kesulitan belajar fisika yang dialami siswa SMA di Kabupaten Buleleng. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa jurusan IPA/MIA SMA Negeri dan SMA

(4)

berasal dari SMA Negeri dan 43 orang siswa berasal dari SMA Swasta, 132 orang siswa berasal dari SMA Negeri pedesaan dan 78 orang siswa berasal dari SMA Negeri perkotaan. Berdasarkan teknik penetapan sampel guru, diperoleh 6 orang guru negeri dan 2 orang guru swasta.

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan instrumen kuesioner yang sama baik untuk untuk guru maupun siswa. Kuesioner yang digunakan memuat pernyataan tertutup dan pertanyaan terbuka. Butir-butir pernyataan dalam kuesioner tersebut diadaptasi dari Ornek, et al (2008) dan dikembangkan dengan mengacu pada hasil-hasil penelitian yang relevan. Butir-butir pernyataan dalam kuesioner dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu (1) Kelompok A, memuat pernyataan

faktor penyebab kesulitan belajar fisika yang berasal dari siswa, (2) Kelompok B, memuat pernyataan faktor penyebab kesulitan belajar fisika yang berasal dari pembelajaran, dan (3) Kelompok C, memuat pernyataan faktor penyebab kesulitan belajar fisika yang berasal dari karakteristik mata pelajaran fisika itu sendiri. Data ordinal dari kuesioner skala Likert dikelompokkan dalam dua kutub, yaitu kutub setuju dan kutub tidak setuju dengan pernyataan yang termuat pada kuesioner. Data yang terkumpul dianalisis dengan teknik analisis frekuensi (presentase) dan modus. Terakhir, dilakukan deskripsi perbedaan persentase respon siswa dan guru terhadap kelompok faktor penyebab kesulitan belajar fisika siswa yang termuat pada kuesioner.

HASIL PENELITIAN

Penyebab Kesulitan Belajar Fisika Siswa SMA di Kabupaten Buleleng

Analisis data hasil kuesioner untuk semua responden menunjukkan presentase seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Grafik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa penyebab kesulitan belajar fisika siswa yang paling dominan menurut guru adalah faktor A, yaitu faktor yang berasal dari siswa itu sendiri. Sebanyak 75% guru menyatakan setuju bahwa faktor A merupakan penyebab kesulitan belajar fisika siswa. Analisis modus terhadap faktor-faktor pada kelompok A menunjukkan bahwa kurangnya minat dan motivasi siswa dalam belajar fisika, kurang menangkap manfaat fisika bagi kehidupan, jarang melakukan pembelajaran tambahan di rumah, jarang membaca buku pelajaran, kurang berlatih mengerjakan soal-soal fisika, rendahnya pengetahuan matematika, dan rendahnya kemampuan menghapal, merupakan faktor-faktor yang dianggap guru sebagai penyebab kesulitan belajar fisika.

(5)

setuju bahwa faktor pada kelompok B. Guru mengungkapkan bahwa alokasi waktu pembelajaran fisika yang tidak sesuai dengan jumlah materi yang harus dipelajari, fasilitas pendukung pembelajaran yang tidak

memadai, kurikulum yang menghambat kreativitas mengajar guru, serta metode mengajar ceramah, sebagai penyebab kesulitan belajar fisika siswa yang berasal dari kelompok B.

Gambar 1. Perbandingan persepsi guru dan siswa terhadap penyebab kesulitan belajar fisika siswa

Siswa percaya bahwa penyebab kesulitan belajar fisika yang paling dominan berasal dari faktor C. Sebanyak 67% siswa setuju terhadap faktor-faktor yang tercantum pada kelompok C. Analisis modus terhadap faktor-faktor pada kelompok C menunjukkan bahwa hal ini disebabkan karena fisika bersifat kumulatif, memuat materi yang sulit dan abstrak, terlalu banyak teori, konsep, hukum, dan rumus yang harus dipelajari, serta memerlukan kemampuan matematika yang baik. Faktor A merupakan faktor kedua penyebab kesulitan belajar fisika menurut siswa. Siswa mengungkapkan bahwa penyebabnya adalah karena jarang melakukan pembelajaran tambahan di rumah, kurang berlatih menyelesaikan soal-soal fisika, kurangnya pengetahuan dasar tentang fisika, dan kurangnya bakat dalam fisika. Faktor B dinilai tidak terlalu menyebabkan kesulitan siswa dalam belajar fisika. Hanya 22% siswa yang setuju dengan faktor-faktor pada kelompok B. Siswa setuju karena terlalu banyak tugas dan PR, tugas/PR/soal ulangan yang terlalu sulit, alokasi waktu pembelajaran fisika yang tidak

sesuai dengan jumlah materi yang harus dipelajari, dan guru mengajar dengan metode ceramah. Namun demikian, analisis terhadap pernyataan terbuka pada kuesioner menunjukkan bahwa penyebab lain kesulitan belajar fisika siswa adalah karena siswa kurang mampu mengaplikasikan rumus, mudah menyerah ketika mengerjakan soal fisika, suasana kelas yang ribut, guru tegang dan kaku ketika mengajar, kurangnya media pembelajaran, jarang praktikum, faktor kurikulum yang mengharuskan guru sedikit menjelaskan, banyaknya tugas dari mata pelajaran lain, kesibukan non akademik di luar jam pelajaran yang membuat siswa lelah, serta masalah pribadi di rumah. Ditinjau dari faktor C, siswa setuju dengan semua pernyataan pada kuesioner, kecuali pernyataan bahwa fisika merupakan mata pelajaran yang tidak menarik.

Terhadap pertanyaan “manakah yang

lebih mempengaruhi kesulitan belajar fisika siswa, faktor-faktor pada kelompok A atau faktor-faktor pada kelompok B?”, diperoleh presentase respon seperti ditunjukkan pada Gambar 2.

75%

45%

22%

40% 40%

67%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa

Guru

Guru

Guru Nguru = 8

(6)

Gambar 2. Respon responden terhadap pertanyaan “manakah yang lebih mempengaruhi

kesulitan belajar fisika siswa, faktor-faktor pada kelompok A atau faktor-faktor

pada kelompok B?”

Grafik pada Gambar 2 menunjukkan bahwa guru dan siswa sama-sama setuju bahwa faktor-faktor pada kelompok A merupakan penyebab kesulitan belajar fisika yang lebih dominan dibanding faktor-faktor pada kelompok B. Terhadap faktor-faktor pada kelompok B, siswa memiliki presentase setuju lebih besar dibandingkan guru. Hal ini disebabkan karena siswa menilai guru memberikan terlalu banyak tugas dan PR, soal tugas, PR, dan ulangan yang sulit,

pembelajaran yang diberikan guru tidak kontekstual dan terlalu banyak menghitung, cara mengajar guru yang tegang dan kaku, guru jarang menggunakan media pembelajaran, dan jarang mengajak siswa melakukan praktikum.

Selanjutnya, terhadap pertanyaan

“manakah yang lebih mempengaruhi kesulitan belajar fisika siswa, faktor-faktor pada kelompok A dan B atau faktor-faktor

pada kelompok C?”, diperoleh presentase

respon seperti ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Respon responden terhadap pertanyaan “manakah yang lebih mempengaruhi kesulitan belajar fisika siswa, faktor pada kelompok A dan B atau

faktor-faktor pada kelompok C?”

Berdasarkan grafik pada Gambar 3, guru dan siswa setuju bahwa faktor C yang lebih mempengaruhi kesulitan belajar fisika siswa dibandingkan dengan faktor pada kelompok A dan B. Sebagian besar

responden setuju bahwa fisika bersifat kumulatif, materinya terlalu sulit dan abstrak, terlalu banyak rumus, teori, dan konsep, serta memerlukan kemampuan matematika yang baik untuk mampu mempelajarinya. Namun

71%

50%

15%

31%

14% 19%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa

Guru Guru Guru

42%

35%

57%

44%

1%

21%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

Guru Siswa Guru Siswa Guru Siswa

Guru Guru Guru Nguru = 8

Nsiswa = 253

Nguru = 8

(7)

demikian, responden yang setuju bahwa kesulitan belajar fisika lebih dipengaruhi oleh faktor A dan B percaya bahwa penyebab kesulitan belajar fisika yang berasal dari faktor-faktor pada kelompok C dapat diatasi jika faktor-faktor pada kelompok A dan B dapat diminimalisir.

Penyebab Kesulitan Belajar Fisika Siswa Berdasarkan Status Sekolah

Berdasarkan status sekolah, responden dikelompokkan menjadi responden yang berasal dari sekolah negeri dan responden yang berasal dari sekolah swasta. Analisis data hasil kuesioner berdasarkan pengelompokan ini menunjukkan presentase seperti ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Perbandingan persepsi guru dan siswa SMA Negeri dan SMA Swasta terhadap penyebab kesulitan belajar fisika siswa

Gambar 4 menunjukkan guru SMA Negeri dan SMA Swasta setuju bahwa penyebab kesulitan belajar fisika siswa yang paling dominan berasal dari siswa itu sendiri. Alasannya adalah karena kurangnya minat dan motivasi siswa dalam belajar fisika, siswa kurang menangkap manfaat fisika bagi kehidupan, jarang melakukan pembelajaran tambahan di rumah, jarang membaca buku pelajaran, kurang berlatih mengerjakan soal-soal fisika, dan rendahnya pengetahuan matematika. Perbedaannya adalah guru SMA Swasta mengungkapkan bahwa rendahnya kemampuan menghapal dan latar belakang ekonomi siswa juga menyebabkan kesulitan belajar fisika, sedangkan guru sekolah negeri tidak mengungkapkan hal tersebut. Ditinjau dari segi metode pembelajaran, guru SMA Negeri dan SMA Swasta berpandangan sama bahwa hal tersebut tidak terlalu menyebabkan kesulitan belajar fisika siswa.

Hal ini ditunjukkan dari rendahnya persentase guru yang setuju terhadap faktor ini. Guru yang setuju terhadap faktor ini menyatakan bahwa penyebabnya adalah karena alokasi waktu pembelajaran fisika yang tidak sesuai dengan jumlah materi yang harus dipelajari, fasilitas pendukung pembelajaran yang tidak memadai, serta guru mengajar dengan metode ceramah. Sedangkan untuk faktor C, guru SMA Swasta memiliki presentase setuju yang lebih banyak dibandingkan dengan guru SMA Negeri. Hal ini disebabkan karena guru SMA Swasta menyebutkan bahwa materi fisika yang terlalu sulit, abstrak, dan banyak rumus sebagai penyebab kesulitan belajar fisika siswa. Sedangkan guru SMA Negeri hanya menyebutkan fisika bersifat kumulatif, terlalu banyak teori, dan memerlukan kemampuan matematis yang baik, sebagai penyebab kesulitan belajar fisika siswa yang berasal 71%

83%

46% 42%

22% 24% 41%

36% 37% 52%

71%

60%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

GN GS SN SS GN GS SN SS GN GS SN SS

GN = Guru Negeri GS = Guru Swasta SN = Siswa Negeri SS = Siswa Swasta

NGN = 6

NGS = 2

NSN = 210

(8)

dari karakteristik mata pelajaran fisika itu sendiri.

Ditinjau dari persepsi siswa, siswa SMA Negeri dan SMA Swasta sama-sama mengungkapkan bahwa peringkat penyebab kesulitan belajar fisika yang paling dominan berasal dari karakteristik fisika itu sendiri, dilanjutkan dengan faktor-faktor yang berasal dari siswa, dan yang paling tidak dominan adalah faktor-faktor yang berasal dari metode pembelajaran. Ditinjau dari faktor-faktor pada kelompok A, siswa SMA Negeri dan swasta menyebutkan alasan yang sama seperti yang telah dibahas di atas. Perbedaan terlihat pada faktor-faktor pada kelompok B, di mana siswa SMA Swasta menyatakan

bahwa salah satu penyebab kesulitan siswa belajar fisika dikarenakan pembelajaran fisika yang diberikan guru terlalu banyak menghitung, sedangkan siswa SMA Negeri tidak mengungkapkan hal tersebut.

Penyebab Kesulitan Belajar Fisika Siswa SMA Negeri Berdasarkan Lokasi Sekolah

Pada kategori ini, responden dikelompokkan menjadi responden yang berasal dari SMA Negeri pedesaan dan responden yang berasal dari SMA Negeri perkotaan. Berdasarkan pengelompokan ini, diperoleh analisis data hasil kuesioner seperti ditunjukkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Perbandingan persepsi guru-siswa SMA Negeri pedesaan dan SMA Negeri perkotaan terhadap penyebab kesulitan belajar fisika siswa

Grafik pada Gambar 5 menunjukkan bahwa guru SMA Negeri pedesaan dan SMA Negeri perkotaan setuju bahwa peringkat penyebab kesulitan belajar fisika siswa yang paling dominan berasal dari siswa itu sendiri, dilanjutkan dengan faktor yang berasal dari karakteristik mata pelajaran fisika, dan faktor-faktor yang berasal dari metode pembelajaran. Guru menilai faktor-faktor A sebagai faktor dominan penyebab kesulitan belajar fisika siswa karena kurangnya minat dan motivasi siswa dalam belajar fisika, siswa kurang menangkap manfaat fisika bagi kehidupan, jarang melakukan pembelajaran tambahan di rumah, jarang membaca buku pelajaran, kurang berlatih mengerjakan soal-

soal fisika, dan rendahnya pengetahuan matematika. Guru SMA Negeri pedesaan dan SMA Negeri perkotaan tidak setuju bahwa siswa jarang menyelesaikan tugas dan PR. Perbedaannya adalah guru SMA Negeri pedesaan mengungkapkan bahwa penyebab kesulitan belajar fisika siswa dikarenakan siswa jarang membaca buku pelajaran dan rendahnya kemampuan menghapal siswa. Sedangkan guru SMA Negeri perkotaan tidak menilai itu sebagai penyebab kesulitan belajar fisika siswa. Ditinjau dari segi metode pembelajaran, presentase setuju guru SMA Negeri pedesaan terlihat lebih besar dibandingkan guru SMA Negeri perkotaan. Hal ini mengindikasikan bahwa kualitas 79%

61% 51%

37% 32%

9% 43%

37% 39% 33%

70% 64%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90%

GD GK SD SK GD GK SD SK GD GK SD SK

NGD = 4

NGK = 3

NSD = 132

NSK = 78

(9)

pembelajaran fisika SMA Negeri perkotaan lebih baik dibandingkan dengan SMA Negeri pedesaan. Hal ini terlihat dari beberapa faktor penyebab kesulitan belajar fisika yang disetujui guru SMA Negeri pedesaan namun tidak disetujui guru SMA Negeri perkotaan, yaitu fasilitas pendukung pembelajaran yang tidak memadai, jarang mengadakan praktikum, dan guru mengajar dengan metode ceramah dengan penyampaian materi pembelajaran yang tidak kontekstual. Sedangkan untuk faktor C, guru SMA Negeri pedesaan memiliki presentase setuju yang hampir sama dengan guru SMA Negeri perkotaan.

Siswa SMA Negeri pedesaan dan perkotaan sama-sama setuju bahwa peringkat penyebab kesulitan belajar fisika yang paling dominan berasal dari karakteristik fisika itu sendiri, dilanjutkan dengan faktor-faktor yang berasal dari siswa, dan faktor-faktor yang berasal dari metode pembelajaran. Terhadap faktor-faktor pada kelompok A,

siswa SMA Negeri pedesaan setuju bahwa faktor kurang menangkap manfaat fisika bagi kehidupan, jarang melakukan pembelajaran tambahan di rumah, kurang berlatih soal-soal fisika, dan rendahnya kemampuan matematika menjadi penyebab kesulitan belajar fisika siswa. Namun, siswa SMA Negeri perkotaan tidak setuju dengan semua faktor tersebut. Siswa SMA Negeri perkotaan hanya setuju bahwa penyebab kesulitan belajar fisika dikarenakan siswa kurang berlatih menyelesaikan soal-soal fisika. Sedangkan untuk faktor-faktor pada kelompok B dan C, SMA Negeri pedesaan dan perkotaan menunjukkan presentase setuju yang hampir sama. Tetapi, faktor yang disetujui berbeda. Siswa SMA Negeri pedesaan setuju bahwa guru jarang menggunakan media pembelajaran dan jarang mengajak siswa melakukan praktikum, sedangkan siswa SMA Negeri perkotaan tidak setuju dengan faktor itu.

PEMBAHASAN

Persepsi bahwa fisika merupakan pelajaran yang sulit tidak hanya diakui oleh siswa, namun juga oleh guru fisika itu sendiri. Karakteristik pelajaran fisika yang mempersyaratkan berbagai penguasaan seperti penguasaan konsep, kemampuan menganalisis, dan kemampuan matematis membuat pelajaran fisika menjadi lebih sulit dibandingkan dengan pelajaran lainnya.

Menurut guru, fisika merupakan gabungan dari IPA dan matematika. Fisika mengkaji berbagai fenomena alam yang ada dalam kehidupan sehari-hari dan penyelesaian dari kajian fenomena tersebut lebih banyak berkaitan dengan penyelesaian matematis. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan kurikulum yang mensyaratkan pengetahuan fisika hingga ke tingkatan yang cukup tinggi dengan jumlah materi yang harus dikuasai

(10)

siswa yang memiliki kemampuan kurang dalam hal hitung-hitungan dan menghapal jumahnya jauh lebih banyak dari siswa yang mengaku cukup baik dalam hitung-hitungan dan menghapal. Siswa juga mengaharapkan materi fisika lebih simpel atau sederhana, tidak terlalu ribet sehingga mudah dipahami.

Pembelajaran fisika sebagian besar didominasi oleh penggunaan metode ceramah. Menurut para guru, penggunaan metode dalam pembelajaran fisika disesuaikan dengan waktu, situasi dan kondisi kelas, jenis materi yang diajarkan. Pemilihan metode ceramah dikarenakan karakter siswa dan karakter materi. Di sisi lain, penerapan metode-metode lain dalam pembelajaran di kelas terganjal sistem, aturan, dan juga waktu sehingga sulit untuk di terapkan dalam pembelajaran di kelas. Salah satu karakter siswa yang dimaksud adalah kemampuan siswa. Siswa dengan kemampuan kurang, umumnya sulit mengikuti pelajaran yang diberikan dengan metode selain metode ceramah. Selain faktor kemampuan, faktor kekurangbiasaan siswa dengan suatu metode menyebabkan siswa sulit mengikuti pelajaran dengan metode yang dimaksud. Karena hal tersebut, penerapan metode lain dalam pembelajaran di kelas tidak efektif dalam pembelajaran fisika siswa, sehingga guru harus mengulang materi dengan menggunakan metode ceramah yang lebih terbiasa diikuti oleh siswa. Hal ini berarti memakan lebih banyak waktu untuk membahas suatu materi fisika, sedangkan waktu efektif di sekolah jumlahnya terbatas.

Meskipun metode ceramah masih dominan diterapkan oleh guru dalam pembelajaran, siswa ternyata tidak menganggap metode ceramah sebagai metode yang membosankan. Siswa tidak mempermasalahkan metode ceramah yang digunakan guru, bahkan sebagian siswa tidak ingin metode ini diganti karena penerapan

metode lain yang menurut mereka aneh-aneh kadang kala membuat siswa menjadi tambah bingung. Di sisi lain, siswa menyadari bahwa fisika perlu dipelajari. Namun, mereka umumnya belum memahami kegunaan fisika dalam kehidupan sehari-hari. Sementara itu, guru-guru memiliki pemahaman yang baik tentang kegunaan fisika dalam kehidupan sehari-hari. Kekurangpahaman siswa terhadap aplikasi fisika juga disadari oleh guru fisika bersangkutan. Penyebabnya disinyalir karena aplikasi fisika dalam kehidupan sehari-hari jarang disentuh oleh guru dalam pembelajaran. Pendapat tersebut sesuai dengan harapan siswa, di mana siswa mengharapkan pembelajaran fisika yang kontekstual, yaitu menghubungkan materi pembelajaran dengan aplikasi dalam kehidupan sehari-hari, yang mereka anggap sebagai cara untuk lebih memudahkan mereka dalam memahami fisika.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil temuan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa peringkat penyebab kesulitan belajar fisika siswa SMA di Kabupaten Buleleng adalah (1) faktor-faktor yang berasal dari karakteristik mata pelajaran fisika, (2) faktor-faktor yang berasal dari internal siswa, dan (3) faktor-faktor yang berasal dari metode pembelajaran.

SARAN DAN IMPLIKASI

(11)

dan sumber pembelajaran yang variatif. Bagi pemerintah, untuk mendukung kegiatan pembelajaran fisika yang efektif dan bermakna, pemerintah hendaknya (1) mengevaluasi kesesuaian alokasi waktu pembelajaran dengan jumlah materi pembelajaran; (2) menerapkan sistem penilaian hasil pembelajaran otentik; (3) melakukan supervisi akademik secara holistik; dan (4) menyiapkan fasilitas pendukung proses pembelajaran, seperti alat peraga, alat dan bahan praktikum, serta sumber belajar buku dan internet.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih kami ucapkan kepada Kepala SMAN 1 Singaraja, Kepala SMAN 4 Singaraja, Kepala SMAN 1 Kubutambahan, Kepala SMAN 1 Seririt, Kepala SMA Bhaktiyasa Singaraja, dan Kepala SMA Lab Undiksha atas ijin yang diberikan untuk mengambil data di sekolah yang dipimpinnya. Terimakasih juga kami ucapkan kepada guru dan siswa responden, Prof. Dr. I Wayan Santyasa, M.Si selaku pembimbing, serta kepada DIKTI yang telah membiayai pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Angell, C., Guttersrud, Ø., Henriksen, E. K., & Isnes, A. 2004. Physics: Frightful, but fun, pupils’ andteachers’ views of physics and physics teaching. Science Education. 19(1): 47-53. Tersedia pada http//www.iassr.org/rs/020408 .pdf. Diakses pada 14 Maret 2014. Carter, S. C. & Brickhouse, N. W. 1989.

What makes chemistry difficult? Alternate Perceptions. Journal of Chemical Education. 6(6): 223-225. Tersedia pada http//www.tand fon

line.com/doi/pdf/10.1080/095006901 1 0098912. Diakses pada 5September 2014.

Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali. 2013. Hasil ujian pemantapan SMA/MA dan SMK didistribusikan. Tersedia pada http: //www.disdikpora.baliprov.go.id/berit a/2012/3/hasil-ujian pemantapan-sma ma-dan-smk didistri busikan. Diakses pada 5 September 2014.

Lamb, R.L., Anneta, L., Meldrum, J., dan Vallet, D. 2001. Measuring science interest: Rasch validation of the science interest survey. International

Journal of Science and Mathematics

Education. 2(2): 379-392. Tersedia

pada http://www.savap.org.pk/journa ls/ARInt./Vol.2(2)/2012(2.243).pdf Diakses pada 25 Agustus 2014. Ornek, F., Robinson, W. R., & Haugan, M.

P. 2008. What makes physics difficult? International Journal of Environmental & Science Education. 3(1): 30-34. Tersedia pada http://files. eric.ed.gov/fulltext/EJ750778.pdf. Diakses tangg al 5 September 2014. Redish, E. F. 1994. The implications of

cognitive studies for teaching physics. American Journal of Physics. 62: 796-803. Tersedia pada http://www.p ws.stu.edu.tw/hsheree/main/paper/co nference/2005%20Hawai%20Confere nce.pdf. Diakses pada 5 September 2014.

Slameto. 2005. Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.

Gambar

Gambar 1.  Perbandingan persepsi guru dan siswa terhadap penyebab kesulitan belajar fisika siswa
Gambar 2.   Respon responden terhadap pertanyaan “manakah yang lebih mempengaruhi kesulitan belajar fisika siswa, faktor-faktor pada kelompok A atau faktor-faktor pada kelompok B?”  pembelajaran yang diberikan guru tidak
Gambar 4. Perbandingan persepsi guru dan siswa SMA Negeri dan SMA Swasta terhadap penyebab kesulitan belajar fisika siswa
Gambar 5. Perbandingan persepsi guru-siswa SMA Negeri pedesaan dan SMA Negeri  perkotaan  terhadap penyebab kesulitan belajar fisika siswa

Referensi

Dokumen terkait

oleh karena itu, perubahan paradigma pembangunan mengharuskan program pendidikan berinovasi untuk membentuk warga negara sesuai dengan kebutuhan negara dalam program

International Organization for Migratioan (IOM) berdedikasi untuk memajukan migrasi yang manusiawi dan teratur untuk kepentingan bersama, dilaksanakan dengan meningkatkan

Atas kehendak, hidayah serta inayah Allahlah, penulis dapat penyusunan tugas akhir ini dengan judul Studi Keanekaragaman dan Pola Distribusi Tumbuhan Paku Di Taman

Permensos No 10 Tahun 2014 tentang Penyuluhan Sosial menyatakan bahwa penyuluhan sosial adalah suatu proses pengubahan perilaku yang dilakukan melalui

Hasil rerata menunjukkan peningkatan taraf konsentrasi GA 3 dari 0-500 ppm berpengaruh sangat beda nyata terhadap meningkatnya tinggi batang tanaman, sedangkan peningkatan

Sehingga dengan menggunakan pelarut metanol pada saat ekstraksi pendahuluan diharapkan dapat menarik banyak komponen senyawa bioaktif dari limbah kulit ari biji

Tabel 5 menunjukkan bahwa kecamatan yang merupakan daerah basis untuk komoditas ternak ayam buras adalah kecamatan Banjarsari, Lakbok, Pamarican, Cidolog,

Berdasarkan permasalahan diatas akan dibangun sebuah aplikasi Augmented Reality (AR) dengan menggunakan marker yang dapat membantu wisatawan untuk mendapatkan