• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi Perubahan Iklim Melalui Penerapan Drainase Berwawasan Lingkungan (Ecodrain)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Adaptasi Perubahan Iklim Melalui Penerapan Drainase Berwawasan Lingkungan (Ecodrain)"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Adaptasi Perubahan Iklim Melalui Penerapan Drainase Berwawasan Lingkungan (Eco Drain)

Joleha1*, Bochari2, Alifian Malik3, Suprasman4, Elianora5

1,2,3,4.5Departement Teknik Sipil, Universitas Riau, Pekanbaru Indonesia

*Koresponden email: [email protected]

Diterima: 28 November 2022 Disetujui: 10 Desember 2022

Abstract

Climate change adaptation is an effort to increase the ability to adapt to changes, including climate diversity and extreme climate events so that the potential damage caused by climate change can be reduced, opportunities posed by climate change can be utilized and the consequences can be overcome. This study discusses hydrological disasters due to climate change with a change adaptation approach, through environmentally sound drainage or eco drain. One of the chosen forms of the eco drain is infiltration wells.

Excess water that causes flooding can be reduced by storing excess water in the soil. Water that is absorbed into the soil is beneficial for the continuity of groundwater. From the results of the discussion, it is known that with extreme weather changes, evaporation exceeds the amount of rainfall in certain months in Pekanbaru City in 2018. The potential for water loss from this area results in the emergence of potential drought. However, as long as the annual rainfall value is greater than the evaporation value, the annual meteorological drought in the area can be avoided. On the other hand, the design of infiltration wells in the Hang Tuah Cipta Housing area is able to reduce runoff that occurs by 70% of the total runoff to be absorbed into the ground. Thus infiltration wells are able to provide benefits in reducing flooding and saving groundwater.

Keywords: adaptation, climate change, eco drain, infiltration wells, groundwater conservation

Abstrak

Adaptasi perubahan iklim adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan, termasuk keragaman iklim dan kejadian iklim ekstrim, sehingga potensi kerusakan akibat perubahan iklim dapat dikurangi, peluang yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dapat dimanfaatkan dan akibatnya dapat diatasi. Kajian ini membahas bencana hidrologi akibat perubahan iklim dengan pendekatan adaptasi perubahan, melalui drainase berwawasan lingkungan atau ecodrain. Salah satu bentuk ecodrain yang dipilih adalah sumur resapan. Kelebihan air yang menyebabkan banjir dapat dikurangi dengan menyimpan kelebihan air ke dalam tanah. Air yang terserap ke dalam tanah bermanfaat bagi kelangsungan air tanah.

Dari hasil pembahasan diketahui bahwa dengan perubahan cuaca yang ekstrim, penguapan melebihi jumlah curah hujan pada bulan-bulan tertentu di Kota Pekanbaru tahun 2018. Potensi kehilangan air dari kawasan ini mengakibatkan munculnya potensi kekeringan. Namun, selama nilai curah hujan tahunan lebih besar dari nilai penguapan, kekeringan meteorologi tahunan di daerah tersebut dapat dihindari. Di sisi lain, desain sumur resapan di kawasan Perumahan Hang Tuah Cipta mampu mereduksi limpasan yang terjadi sebesar 70% dari total limpasan yang akan terserap ke dalam tanah. Sumur resapan mampu memberikan manfaat dalam mengurangi banjir dan menghemat air tanah.

Kata Kunci: adaptasi, perubahan iklim, ecodrain, sumur resapan, konservasi air tanah

1. Pendahuluan

Peningkatan bencana hidrometeorologi saat ini disebabkan oleh adanya perubahan iklim, Bencana hidrometeorologi berupa banjir, tanah longsor puting beliung dan kekeringan serta kebakaran hutan dan lahan. Bencana banjir di banyak wilayah dan negara merupakan masalah yang menjadi perhatian utama [1].

Perubahan iklim disebabkan oleh adanya pemanasan global berupa kenaikan rata-rata temperature bumi.

Kenaikan temperatur ini menyebabkan bumi menjadi lebih hangat yang berdampak terjadinya perubahan siklus hujan, kenaikan permukaan air laut dan beragam dampak pada tanaman kehidupan liar dan manusia.

Tingginya curah hujan di dataran rendah berpengaruh terhadap meluasnya daerah genangan banjir [2].

Melihat dampak yang begitu besar yang dihasilkan oleh adanya perubahan iklim, maka analisis perubahan iklim perlu dilakukan terutama terhadap ketersediaan sumber daya alam [3]. WWF [4]

menyatakan kenaikan suhu rata-rata tahunan juga terjadi di wilayah Indonesia, hal ini ditunjukkan bahwa dalam priode 100 tahun terjadi kenaikan hingga 0,72 – 3,92oC, diikuti dengan presipitasi hujan yang

(2)

menurun hingga 2-3%. Terjadi juga pergeseran musim hujan di wilayah Indonesia bagian selatan lebih lambat satu bulan di musim hujan dengan terjadinya kenaikan intensitas curah hujan hingga 10% dan di musim kemarau terjadi penurunan intensitas curah hujan 75%.

Ref. [5] juga menyebutkan bahwa jenis kejadian bencana yang paling tinggi adalah bencana hidrometeorologi yaitu sebesar 2.489 kejadian (96,8%), sedangkan sisanya sebesar 3,2% adalah bencana nonhidrometeorologi yakni sebanyak 83 kejadian. Gejala bencana hidrometeorologi yaitu bencana yang diakibatkan oleh kondisi meteorologi dan kondisi hidrologi, akhir-akhir ini semakin meningkat di Indonesia.

Indonesia dengan luas total teretorinya mencapai 1,9 juta mil merupakan negara dengan daerah area tangkapan hujan (catchment area) yang besar. Namun volume air di udara yang jatuh sebagai hujan, hanya 25 persen dari 21,12 mm/tahun tertampung dalam cekungan tanah, danau, waduk dan sungai. Sedangkan 72 persennya terbuang percuma ke laut. Sisanya 3 persen dimanfaatkan untuk keperluan domestik dan pertanian [6].

Ref. [7] menyatakan bahwa akibat perubahan iklim yang paling dirasakan dari dampaknya di Indonesia adalah anomali iklim. Fenomena ini menyebabkan intensitas curah hujan meningkat namun musim hujan berlangsung lebih singkat sebaliknya musim kemarau berlangsung lebih lama dari kondisi biasa. Pada saat badan air tidak mampu menampung intensitas curah hujan tinggi maka air hujan menjadi limpasan yang tergenang atau banjir dan mengalir terbuang dengan cepat menuju ke laut, sedangkan kekeringan akan terjadi pada saat musim kemarau yang relaif panjang. Pada kenyataannya, ketersediaan air semakin terancam keberadaannya akibat alih fungsi lahan dan perubahan iklim. Konsekuensi dari pertumbuhan penduduk dan pembangunan adalah terjadinya alih fungsi lahan, yang menyebabkan kemampuan alam berkurang dalam menampung air hujan dalam waktu lama sebagai cadangan air.

Perubahan tutupan lahan dari alami menjadi beton dan aspal menghalangi jumlah air yang harusnya masuk menyerap kedalam tanah menjadi terhalang, dan tidak dapat mengisi cekungan di dalam tanah dan batuan sebagai air tanah, karena ketidak mampuan air mengalir kedalam pori-pori tanah.

Demikian juga halnya terhadap tanah yang semakin dangkal, waduk dan sungai yang menyebabkan kapasitas tampungan menurun. Dengan demikian air limpasan (run off) yang mestinya hanya melintasi pola aliran alaminya saja tetapi juga mengalir ke luar badan air dan menyebabkan genangan atau banjir.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11 Tahun 2012, menjelaskan adaptasi perubahan iklilm merupakan usaha yang dilakukan untuk memperkecil potensi kerusakan dan memperbesar peluang manfaat serta konsekuensi yang ditimbulkan dapat diatasi, dengan cara meningkatkan kemampuan penyesuaian diri terhadap perubahan iklim.

Konklusi yang sama dimiliki oleh banyak penelitian dan pendapat pakar yang menyatakan bahwa solusi alternatif menjaga keseimbangan air tanah dan mengatasi problem air adalah sumur resapan.

Kedalaman muka air tanah terjaga dan relatif stabil dengan adanya resapan air tanah. Setidaknya resapan air tanah dapat mengurangi tingkat kekritisan cadangan air tanah sekaligus mengurangi resiko banjir.

Berbagai fasilitas resapan air buatan diantaranya dapat berupa sumur resapan, penggenangan wilayah, bahkan penyuntikan air ke dalam akifer atau air tanah dalam [8].

Resapan buatan merupakan bentuk dari penerapan drainase berwawasan lingkungan (ecodrain) dengan konsep system drainase yang berkelanjutan. Konsep ini telah menjadi isu utama dalam rangka mengurangi dampak perubahan iklim terhadap keberlangsungan sumber daya air.

Menurut ref. [9] sumur resapan air berfungsi selain untuk konservasi serta menyelamatkan sumberdaya air dalam jangka panjang juga dapat menambah atau meninggikan air tanah, mengurangi limpasan alian berupa genangan air banjir, dan menghambat intrusi air laut.

Istilah sistem drainase berkelanjutan menurut ref. [10] merupakan istilah yang belum memiliki istilah umum yang disepakati bersama, namun memiliki kesamaan konsep dengan istilah-istilah yang berbeda di beberapa negara. Sistem dengan istilah sustainable urban drainage system (SUDS) dikenal di Inggris, sementara istilah low impact development (LID) atau best management practise (BMP) merupakan pendekatan pengelolaan air hujan yang dikenal di Amerika. Sedangkan di Australia istilahnya dikenal dengan water sensitive urban design (WUDS). Istilah integrated catchment planning dan ecological stormwater management digunakan di beberapa negara maju lainnya.

Ref. [3] menyatakan bahwa pada umumnya faktor perubahan iklim terhadap analisis hidrograf belum dimasukkan dalam pengembangan dan pengendalian banjir konvensional dari sistem drainase, masih didasarkan oleh anilisis probabilitas data historis dalam mengasumsikan hujan rencana. Perubahan hidrograf banjir dari konstribusi akibat perubahan iklim menjadi tujuan dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa perubahan iklim mengakibatkan perubahan karakteristik hujan di suatu daerah aliran sungai, yaitu mengalami kecenderungan peningkatan hujan harian maksium dan tinggi hujan tahunan. Sedangkan

(3)

kecendrungan menurun terjadi pada jumlah hari hujan. Peningkatan tejadi pada rata-rata tinggi hujan tahunan sebesar 22,64 mm/tahun dan rata-rata hujan harian maksimum sebesar 2,56 mm/tahun. Namun terjadi penurunan jumlah hari hujan sebesar ratarata 4 hari/tahun.

Permasalahan banjir dan kekeringan di atas merupakan akibat yang ditimbulkan oleh perubahan iklim, perubahan karakteristik hujan, yang menjadi prmbahasan utama dalam tulisan ini. Dampak perubahan tersebut difokuskan kepada adaptasi bencana banjir dan kekeringan. Salahsatu bentuk bencana hidrologis adalah bencana banjir dan kekeringan, sehingga pada tulisan ini hanya membahas tentang bagaimana penerapan adaptasi bencana hidrologis akibat perubahan iklim dengan pengendalian banjir/meruduksi limpasan dan konservasi air.

Referensi pendukung penyelesaian permasalahan ini merujuk pada ref. [10] yang menyatakan bahwa beberapa fasilitas jenis resapan diantaranya adalah perkeraan resapan, parit resapan, sumur resapan, serta kolam resapan. Prinsip dari jenis-jenis resapan ini adalah untuk memperpanjang waktu tinggal air di dalam tanah dan meningkatkan volume pengurangan air limpasan (run off), sehingga jumlah air yang melimpah dari badan air menjadi berkurang serta ketersediaan air tanah menjadi ikut meningkat.

Sumur resapan untuk mengatasi banjir dan konservasi air tanah juga baik pula untuk menjaga dan meningkatkan kualitas air tanah [11] dan sudah menjadi kebijakan umum pemerintah di sebahagian besar daerah di Indonesia. Begitu juga kota Pekanbaru yang menjadi lokasi tinjauan dalam tulisan. Pemerintah Kota Pekanbaru telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) No. 10 tahun 2006 tentang sumber daya air dan sumur resapan.

Makalah ini adalah sebuah tinjauan teoretis dan empiris yang bertujuan untuk membahas bencana hidrologis akibat adanya perubahan iklim dengan pendekatan adaptasi perubahan iklim melalui drainase berwawasan lingkungan atau ecodrain.

2. Metode Penelitian

Penyusunan tulisan ini mnggunakan metoda penelusuran pustaka dan informasi ilmiah dari buku, jurnal, dan draft laporan penelitian. Ulasan terbatas kepada teknologi ecodrain berupa sumur resapan, sebagai upaya adaptasi dampak perubahan iklim berupa banjir dan kekeringan.

Perencanaan sumur resapan sebagai salah satu sistem drainase berkelanjutan diperlukan data lapangan berupa elevasi muka air tanah dan permeabilitas tanah. Sumur resapan dirancang di suatu wilayah untuk mengetahui seberapa besar limpasan yang dapat direduksi sehingga menjadi penyimpanan air tanah.

Rancangan tersebut didahului dengan analisa hidrologi untuk mendapat debit aliran di wilayah tersebut.

Sebahagian data dan hasil analisa dalam pembahasan di kutip dari beberapa artikel yang dijadikan sumber pembahasan.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Dampak Perubahan Iklim dan Manajemen Sumber Daya Air

Ref. [12] menyimpulkan bahwa beberapa upaya dapat dilakukan dalam mengurangi dampak perubahan iklim, diantaranya ketelitian pemantauan dan penaksiran cuaca/iklim ditingkatkan, penyimpangan iklim yang terjadi akibat perubahan tata guna lahan dimonitoring, perlunya sosialisasi dalam semua aspek yang berhubungan dengan penanggulangan bencana hidrologis banjir dan kekeringan dan integrasi program dalam menghadapi penyimpangan iklim dan bencana banjir dan kekeringan.

Bencana banjir maupun kekeringan seringkali terjadi pada waktu yang bersamaan namun berbeda lokasi. Di banyak negara yang memiliki curah hujan terbatas mampu mengelolah air hujan dengan cara pemanenan air hujan untuk dipergunakan di saat musin kemarau [13], namun ironinya di Indonesia ketika terdapat air dalam jumlah besar kita tidak mampu menampung atau menyimpannya, dan ketika musim kemarau ketersediaan air tidak dapat mencukupi kebutuhan.

Kecenderungan naiknya intensitas bahaya dari periode 2010-2015 hingga 2025-1030 di wilayah yang berubah-ubah terjadi di seluruh priode yakni bahaya kekeringan.Daerah yang memiliki ancaman bahaya kekerngann relative tingi adalah ilayah awaBali, Sumatera dan Nusa Tenggara, wilayah denganancaman bahaya yan relative rendah adalah Kalimantan, Sulawesi, Papua dan Maluku [14].

Ref. [14] juga berpendapat bahwa pada dasarnya konstribusi perubahan iklim terhadap fenomena atau bencana alam hidrometeorologi menjadi ekstrim atau luar biasa. Namun perubahan iklim bukanlah satu-satunya penyebab dari bencana alam yang sering terjadi.

Banyak bukti telah menunjukkan iklim dan pola hujan di Indonesia dan di berbagai belahan dunia lain sudah mengalami perubahan. Kejadian iklim ekstrim seperti kemarau panjang, banjir dan kejadian ekstrim lainya juga diperkirakan pengaruh dari pemanasan global [15, 16].

(4)

Perubahan iklim diukur berdasarkan perubahan komponen utama iklim. Variable-variabelnya adalah suhu atau temperatur, musim (hujan dan kemarau), kelembaban dan angin. Suhu dan curah hujan adalah variabel yang paling banyak dikemukakan dari variable-variabel tersebut [17]. Curah hujan di Indonesia merupakan parameter yang memiliki variabilitas sangat tinggi sehingga kondisi iklim di Indonesia dikelompokkan berdasarkan karakteristik curah hujan.

Ref. [18] menduga bahwa besaran angka penguapan air dan tumbuhan atau evapotranspirasi serta terganggunya keseimbangan hidrolis di beberapa wilayah merupakan fenomena dari perubahan iklim.

Fenomena ini juga berdampak adanya perubahan pada pola pengelolaan sumberdaya alam yang ada misalnya terjadi pergeseran pada musim tanam dan lain sebagainya. Penyebab meningkatnya penguapan dan evapotranspirasi adalah fenomena kenaikan suhu udara di permukaan bumi yang merupakan tanda dari adanya perubahan iklim.

Berdasarkan hasil perhitungan neraca air yang telah dilakukan oleh ref. [19] di lokasi penelitian, maka dapat diketahui bahwa secara umum Kota Pekanbaru memiliki nilai dugaan evapotranspirasi (ETp) yang cukup tinggi. Perhitungan dugaan evapotranspirasi menggunakan metode Penman-Monteith dengan data curah hujan tahun 2018, diperoleh hasil perhitungan seperti Tabel 1.

Tabel 1. Angka curah hujan dan perkiraan evapotranspirasi potensial bulanan tahun 2018

Sumber: Ref. [19]

Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 1, dapat diketahu bahwa besarnya evapotranspirasi potensial (ETp) rata-rata di wilayah tinjauan adalah sebesar 3,15 mm/hari. Tercatat angka ETp tahun 2018 adalah 1.149,5 mm atau berkisar 81,6% dari jumlah curah hujan yang jatuh di bumi, untuk angka rata-rata ETp bulanan sebesar 95,0 mm. Dari nilai ETp dapat dilihat bahwa peluang kehilangan air dari wilayah ini cukup tinggi. Hal ini berpotensi terjadinya kekeringan. Adanya potensi terjadinya kekeringan dapat dilihat dari Gambar 2, ketika nilai ETp yang ada lebih besar dibandingkan dengan curah hujan bulanan, yakni terjadi pada bulan Januari sampai Agustus kecuali di bulan Maret dan Juni.

Namun demikian, menurut ref. [18] kekeringan meteorologis dapat dihindari di suatu wilayah bila secara tahunan besaran nilai curah hujan lebih besar dari evapotranspirasi (ETp). Berdasarkan perhitungan debit aliran pada penelitian ref. [19] maka jumlah air yang mengalir di permukaan dalam setiap tahunnya di wilayah studi yang prosentasenya kurang dari 20%, merupakan jumlah yang cukup besar karena jumlah hujan yang jatuh di wilayah ini juga cukup tinggi. Hujan yang jatuh setiap tahunnya adalah sebesar 1,670 – 4,730 milyar m3 dan yang mengalir di permukaan sebesar 334 - 946 juta m3 per tahun. Besarnya jumlah air yang mengalir di permukaan ini akan tercermin dari banyaknya sungai atau besarnya debit sungai yang mengalir di Kota Pekanbaru.

Gambar 1. Grafik curah hujan dan evapotranspirasi bulanan tahun 2018 Sumber: Hasil penelitian (2022)

Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat dilihat bahwa kecenderungan kekeringan sangat berpeluang terjadi dan potensi curah hujan memungkinkan terjadinya banjir atau genangan. Kelebihan air

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Agus Sep Okt Nov Des

Cm(mm) 54,710 50,786 117,677 75,180 84,155 116,520 52,545 31,268 55,550 235,806 246,033 288,232 ETp harian

rata2 (m/hari)

2,78 3,09 2,71 3,62 3,28 2,51 3,12 3,6 3,19 3,11 3,40 3,38 Ep bulanan

(mm)

86,18 86,52 84,01 108,6 101,68 75,3 96,72 111,6 95,7 96,41 102 104,78

0 50 100 150 200 250 300

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec CH, ETp (mm) CH (mm) ETp bulanan (mm)

(5)

pada saat hujan perlu dikelola dengan baik dalam rangka menghadapi perubahan lingkungan dengan melakukan upaya mengurangi limpasan dan konservasi air.

3.2. Upaya Adaptasi Perubahan Iklim dengan Pendekatan Eco Drain

Dalam menghadapi dampak negatif dari perubahan iklim diperlukan strategi adaptasi. Ref. [19]

mendefinisikan bahwa strategi adaptasi adalah tindakan penyesuaian sistem alam dan sosial terhadap resiko yang ditimbulkan akibat dari perubahan iklim. Melakukan usaha-usaha penyesuaian teknologi yang digunakan dalam bidang pertanian, transportasi dan industri serta usaha proteksi dan konservasi merupakan cara penerapan dari strategi adaptasi. Penyesuaian teknologi mengarah pada persiapan atau penyesuaian terhadap dampak perubahan iklim atau variasi musim yang sedang terjadi.

Berkaitan dengan fenomena perubahan iklim yang menyebabkan terjadinya berbagai peristiwa ekstrim dan bencana hidrometerologi terutama bencana banjir dan kekeringan, maka menggunakan prinsip drainase berwawasan lingkungan atau ecodrain adalah pilihan pengelolaan air hujan yang perlu diaplikasikan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa istilah prinsip ecodrain sama dengan beberapa istilah lain yaitu sama dengan LID, SUDS, BMP dan WUDS.

Berbagai tindakan mitigasi perubahan iklim tersedia untuk pengelolaan air hujan dengan menerapkan konsep low-impact development/LID. Ref. [21] menemukan LID efektif dalam memoderasi potensi dampak perubahan iklim seperti suhu ekstrem dan peningkatan limpasan permukaan di daerah studinya.

Hasil simulasi dari studi ref. [22] menunjukkan efek potensial dari LID pada volume limpasan dan mitigasi aliran puncak di DAS Sungai Bronx. Penurunan pengurangan limpasan lebih besar pada skenario iklim yang memiliki curah hujan lebih sedikit untuk periode hujan yang diproyeksikan. Di antara jenis LID yang diterapkan adalah perkerasan berpori tercatat memiliki efek terbesar pada pengurangan aliran puncak.

LID juga dinyatakan dapat memberikan manfaat mitigasi dengan kondisi cuaca masa depan yang tidak pasti dari dampak buruk perubahan iklim.

Sedangkan hasil penelitian ref. [23] menunjukkan bahwa kinerja LID dalam mengurangi total volume limpasan bervariasi dengan jenis dan kombinasi LID yang digunakan. Pengurangan limpasan 30%

hingga 75% dicapai untuk kala hujan 50 tahun dan 100 tahun. Studi ini menunjukkan efektivitas kombinasi LID untuk mengelola limpasan masa depan di wilayah studi, yang diperkirakan akan meningkat sebesar 26,3% pada tahun 2050.

Ref. [24] menyatakan penerapan sistem eko-drainase dapat mengurangi limpasan sejumlah 52% dari jumlah debit limpasan dan sisanya akan mengalir menuju fasiltas resapan yaitu kolam retensi sebelum dilimpaskan menuju sungai atau badan air penerima. Kedua peneliti ini menghitung beberapa teknologi ekodrainase yang diterapkan pada kawasan perumahan dalam penelitiannya. Diantaranya yaitu menggunakan biopori, bioretensi, sumur resapan, penampungan air hujan dan terdapat kolam retensi.

Berdasarkan penjelasan di atas dan banyaknya penggunaan sumur resapan oleh para peneliti, dalam mereduksi limpasan maupun sebagai upaya untuk konservasi air tanah, maka sumur resapan, merupakan salah satu alternatif sebagai adaptasi terhadap perubahan iklim. Sumur resapan merupakan pengendalian genangan atau banjir, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah serta pengisian air tanah yang dapat diterapkan terutama pada kawasan pemukiman baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.

3.3. Aplikasi Prinsip Eco Drain melalui Sumur Resapan

Dukungan Pemerintah Kota Pekanbaru terhadap penerapan prinsip ecodrain dibuktikan dengan terbitnya Perda No. 10 Tahun 2006. Ecodrain berupa sumur resapan dalam penerapannya harus memenuhi syarat teknis lapangan berupa elevasi muka air tanah tidak kurang dari 3 m dan angka permeabilitas tanah minimal sebesar 2,0 cm/jam.

(6)

Gambar 2. Titik pengamatan muka air tanah dan permeabilitas tanah di Kecamatan Tuahmadani Kota Pekanbaru

Sumber: Hasil penelitian (2022)

Pengukuran elevasi muka air dan pengujian permeabilitas tanah di lapangan telah dilakukan di salah satu kecamatan yang ada di Pekanbaru yaitu Kecamatan Tuahmadani pada 30 titik pengamatan yang ditetapkan secara acak seperti Gambar 2.

Gambar 3. Kawasan Perumahan Hang Tuah Cipta Residence Kota Pekanbaru Sumber: Ref. [25]

Dari hasil pengukuran elevasi muka air tanah hanya terdapat 5 titik pengamatan yang memenuhi syarat yaitu elevasi muka air tanah berkisar 3,2 – 3,7 m. Kelima titik tersebut berada pada titik 1, 2, 18, 27, 28 dan 30. Sedangkan hasil pengujian permeabilitas tanah berbanding terbalik dengan elevasi muka air tanah, yaitu diperoleh nilai yang sangat tinggi. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh kondisi permukaan lahan sekitar wilayah tersebut dalam keadaan kering tidak dalam keadaan jenuh air.

Perhitungan pengurangan limpasan dengan adanya penerapan sumur resapan di salah satu wilayah Perumahan Hang Tuah Cipta Residence telah dilakukakan oleh ref. [25]. Hasilnya menyatakan bahwa kawasan dengan luas 2,38 ha (Gambar 3), terjadi debit aliran sebesar 1,19 m3/det. Dengan merancang sumur resapan individu oleh setiap rumah yang berjumlah sebanyak 143 rumah dikawasan tersebut menghasilkan debit tampungan sebesar 0,88 m3/det. Dari hasil perhitungan tersebut dapat diketahui bahwa penerapan sumur resapan di kawasan perumahan tersebut mampu mereduksi limpasan sebesar 73, 95%.

Adapun dimensi sumur resapan yang dirancang berdiameter 0,5 m dengan kedalaman sumur sebesar 9 m

(7)

memerlukan waktu 1 jam 6 menit untuk memenuhi sumur resapan tersebut. Jika diasumsikan permeabilitas tanah jenuh pada saat pengisian maka ada 252,57 m3 air limpasan tersimpan di dalam sumuran yang nantinya siap merembes kedalam tanah.

Berdasarkan prinsip ecodrain yaitu menampung, menyimpan dan mengalirkan air bermanfaat untuk pengurangan limpasan dan konservasi air tanah, maka dapat dikatakan bahwa penerapan sumur resapan efektif dalam mengurangi total limpasan. Tidak semua limpasan dapat diserap ke dalam tanah, namun fasilitas dari bangunan resapan mampu meningkatkan waktu tampung air untuk meresap ke dalam tanah.

Selain itu penerapan konsep ekodrainase berupa sumur resapan ini juga berhasil mereduksi limpasan total yang terjadi yaitu sebesar lebih dari 70%. di Kawasan Perumahan Hang Tuah Cipta Residence Kota Pekanbaru.

4. Kesimpulan

Bencana hedrometeorolgi yang sering terjadi adalah banjir dan kekeringan. Adaptasi terhadap bencana banjir dan kekeringan dapat diupayakan melalui penerapan sumur resapan sebagai salah satu bentuk dari drainase berwawasan lingkungan atau ecodrain.

Kekeringan terjadi dapat disebabkan olehsalah satu diantaranya adalah kerena perubahan cuaca ekstrim yang dapat berdampak terjadinya penguapan melebihi curah hujan. Sedangkan banjir terjadi karena limpasan air hujan melebihi kapasitas saluran dan pengaruh jenis tutupan lahannya.

Penerapan sumur resapan dapat memberi manfaat terhadap kedua faktor tersebut yaitu mereduksi limpasan yang terjadi dengan menampung, mengalirkan dan meresapkan air ke dalam tanah. Sehingga volume limpasan berkurang dan elevasi muka air tanah meningkat.

.

5. Ucapan Terimakasih

Tulisan ini merupakan salahsatu luaran dari penelitian yang didanai oleh LPPM Universitas tahun anggaran 2022. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

6. Referensi

[1] A. Rosyida, R. Nurmasari, and Suprapto, “Analisis Perbandingan Dampak Kejadian Bencana Hidrometeorologi dan Geologi Di Indonesia Dilihat Dari Jumlah Korban Dan Kerusakan (Studi:

Data Kejadian Bencana Indonesia 2018),” Jurnal Dialog Penanggulangan Bencana, Vol. 10, No. 1.

Hal. 12-21. 2019.

[2] A. Harmoni, “Dampak Sosial Ekonomi Perubahan Iklim,” in Seminar Nasional Pesat. Universitas Gunadarma, Jakarta, 2005.

[3] Suripin and D. Kurniani, “Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Hidrograf Banjir di Kanal Banjir Timur Kota Semarang,” Jurnal Media Komunikasi Teknik Sipil, Vol. 22, No. 2, 2016.

[4] WWF. (World Wildlife Fund, Inc.). “Climate Change in Indonesia: Implications Implications for

Humans and Nature”.

http://wwf.panda.org/about_our_earth/aboutcc/problems/rising_temperatures/hotspot_map/indonesi a. 2012.

[5] S. Adi, “Karakteristik Banjir Bandang di Indonesia”, BPPT. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia.

Vol. 15, No. 1, Hal. 42-51, 2013.

[6] R. J. Kodoatie and R. Sjarief,“Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu”, Yogyakarta: Andi, 2008.

[7] T. Prasetiawan, “Pengaruh Perubahan Iklim Terhadap Ketersediaan Air Baku PDAM Kabupaten Lebak,” Aspirasi, Vol. 6, No. 1, Hal 77-92. 2015.

[8] S. Purwantara, “Resapan Buatan, Solusi Mengatasi Problema Air,” Informasi, No. 1, XXXIX. 2013.

[9] S. Pasaribu, “Sumur Resapan Air Mengurangi Genangan Banjir Dan Mengembalikan Persediaan Air,” Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, Vol. 5, No.19, 1999.

[10] D. Yudianto and A. F. V. Roy, “Pemanfaatan Kolam Retensi Dan Sumur Resapan Pada Sistem Drainase Kawasan Padat Penduduk,” Jurnal Teknik Sipil, Vol. 5, No. 2, Hal. 93-169, 2009.

[11] Siswanto & Joleha, “Sistem Drainase Resapan Untuk Meningkatkan Pengisisian (Recharge) Air Tanah,” Jurnal Natur Indonesia, Vol. 3, No. 2, Hal. 129-137, 2001.

[12] H. Pawitan, R. Boer, Y. Kusmaryono & J. S. Baharsjah, “Perubahan Iklim Global Dan Dampaknya Terhadap Masa Depan Sumber Daya Air Dan Ketersediaan Air Indonesia,” in Seminar Nasional “Air untuk Masa Depan” dalam rangka Peringatan Hari Air Sedunia 2003, Jakarta, 20 Maret 2003.

(8)

[13] Joleha. A. Mulyadi. Wawan & I. Suprayogi, “Rainwater harvesting system for a sustainable water supply for the poor on Merbau island,” MATEC Web of Conferences 276, 04015. 2019.

https://doi.org/10.1051/matecconf /201927604015

[14] P. Rejekiningrum, “Dampak Perubahan Iklim terhadap Sumberdaya Air: Identifikasi, Simulasi, dan Rencana Aksi,” Jurnal Sumberdaya Lahan, Vol. 8, No. 1, Hal. 1–15, 2014.

[15] M.J. Salinger, “Increasing climate variability and change: reducing the vulnerability”. Climate Change.70:1-3. 2005.

[16] IPCC, Laporan IPCC ke 5 Kelompok Kerja I/Working Group I Contribution to the 5 th Assessment Report of the IPCC, 2013.

[17] BMKG, (Badan Metereologi Klimatologi dan Geofisika), “Evaluasi Cuaca dan Sifat Hujan Bulan Agustus 2011 serta Prakiraan Cuaca dan Sifat Hujan Bulan September 2011”. Bulletin Metereologi, BMKG Stasiun Metereologi Otorita Batam. 2011.

[18] A.B. Supangat, “Analisis Perubahan Nilai Pendugaan Evapotranspirasi Potensial Akibat Perubahan Iklim Di Kawasan Hutan Tanaman Eucalyptus Pellita”, Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS.

2016.

[19] Joleha, I. Suprayogi, Bochari, & V.L. Sahputra, “Analisa ketersediaan air DAS Siak untuk kebutuhan air PDAM Tirta Siak Pekanbaru”, Jurnal Zona. Volume 6, No 1, p. 1-9. April 2022.

DOI: https://doi.org/10.52364/zona.v6i1.56

[20] Y. Purwanto, E.B. Walujo, J. Suryanto, E.Munawaroh, & P.S. Ajiningrum, “Strategi Mitigasi Dan Adaptasi Terhadap Perubahan Iklim: Studi Kasus Komunitas Napu Di Cagar Biosfer Lore Lindu”, Jurnal Masyarakat & Budaya, Volume 14 No. 3 Tahun 2012.

[21] S.E. Gill, J.F. Handley, A.R. Ennos, & S. Pauleit, “Adapting cities to climate change: The role of the green infrastructure”, Built Environ., 33(1), 115–133. 2007.

[22] Z. Zahra, T.D. Hassan, J.B. Steven, K.F. Mohammad, & G. Erfan, “Low-Impact Development Practices to Mitigate Climate Change Effects on Urban Stormwater Runoff: Case Study of New York City”, Conference Paper. May 2014. https://www.researchgate.net/publication/271374743

[23] A.Yasir, & D. Yonas, “Evaluation and Optimization of Low Impact Development Designs for Sustainable Stormwater Management in a Changing Climate”. Water. 13, 2889. 2021.

https://www.mdpi.com/journal/water

[24] A. Manto, & T. Kadri, “Reduksi Debit Limpasan Dengan Menerapkan Sistem Ekodrainase Pada Kawasan Perumahan”. CESD Vol 03, No.02, Desember 2020.

[25] G. Rahmadi. I. Suprayogi. & Joleha. 2021, “Analisa sumur resapan untuk mereduksi limpasan permukaan pada Perumahan Hang Tuah Cipta Residence Pekanbaru”, Zona Volume 5, No 2, p. 42- 52. Oktober 2021. DOI: https://doi.org/10.52364/zona.v5i2.51

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kualitas produk, promosi, dan harga memiliki pengaruh terhadap minat beli ulang pada pembelian produk Kopi Kenangan. Studi

Pihak lain yang sependapat juga mendukung dengan mengatakan bahwa Adopsi IFRS dapat memperkuat integrasi dan daya saing pasar modalnya terutama bagi negara

Dan kebanyakan orang akan lebih percaya apabila seseorang telah membuktikan kelezatannya, maka akan lebih banyak konsumen lainnya yang penasaran akan rasa Donut Kentang, dan

Dari pendapat Soelarko ( Teknik Fotografi Modern 25) tersebut, dapat diartikan bahwa, nilai foto human interest lebih ditekankan pada aspek yang berada di balik apa yang

Perihal : Undangan Pelatihan Fasilitator Tahap II (Provinsi Jawa Tengah I) Program Pamsimas III TA 2016 Dalam rangka meningkatkan kapasitas Fasilitator Senior dan

Tata kelola sekolah berbasis karakter bukan sebuah peran struktural tetapi lebih dilihat sebagai sebuah proses bersama dalam organisasi sekolah tersebut, sehingga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan lama perendaman dalam larutan NaCl memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap parameter kimia (kadar air, abu, pati,