Universitas Kristen Petra 10
2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA 2.1. Landasan Teori
2.1.1. Tinjauan Tentang Fotografi
Kamus Besar Bahasa Indonesia (321) menyebutkan bahwa pengertian fotografi adalah seni atau proses penghasilan gambar dan cahaya pada film. Pendek kata, penjabaran dari fotografi itu tidak lain berarti “menulis atau melukis dengan cahaya”. Sedangkan fotografi dalam bahasa Yunani berasal dari dua kata, yaitu “Fotos”: cahaya atau sinar dan “Grafos”: gambar. Dalam seni rupa, fotografi adalah proses pembuatan lukisan dengan menggunakan media cahaya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat. Prinsip dalam fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya. Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang tepat akan menghasilkan bayangan identik dengan cahaya yang memasuki medium pembiasan. Medium itu adalah lensa (Dharmawan 2).
Untuk menghasilkan intensitas cahaya yang tepat untuk menghasilkan gambar, digunakan bantuan alat ukur berupa lightmeter. Setelah mendapat ukuran pencahayaan yang tepat, seorang fotografer bisa mengatur intensitas cahaya tersebut dengan mengubah kombinasi ISO/ASA (ISO Speed), diafragma (aperture), dan kecepatan rana (speed). Kombinasi antara ISO, diafragma dan
speed disebut sebagai pajanan (exposure). Di era fotografi digital dimana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula digunakan berkembang menjadi Digital ISO (“Pengertian dan Sejarah Singkat Fotografi”, par. 3).
2.1.1.1. Sejarah Fotografi
Pada abad ke-5 Sebelum Masehi (SM), seorang pria bernama Mo Ti mengamati suatu gejala. Jika pada dinding ruangan yang gelap terdapat lubang kecil (pinhole), maka di bagian dalam ruang itu akan terefleksikan pemandangan
Universitas Kristen Petra 11
di luar ruang secara terbalik lewat lubang tadi. Mo Ti adalah orang pertama yang menyadari fenomena kamera obscura. Hal ini telah dicatatkan dalam buku “The History of Photography karya Alma Davenport”, terbitan University of New Mexico Press pada tahun 1991. Berabad-abad kemudian, banyak yang menyadari dan mengagumi fenomena ini, sebut saja Aristoteles pada abad ke-3 SM dan seorang ilmuwan Arab Ibnu Al Haitam (Al Hazen) pada abad ke-10 SM, yang berusaha untuk menciptakan serta mengembangkan alat yang sekarang dikenal sebagai kamera. Pada tahun 1558, seorang ilmuwan Italia, Giambattista della Porta menyebut ”camera obscura” pada sebuah kotak yang membantu pelukis menangkap bayangan gambar.
Nama kamera obscura diciptakan oleh Johannes Kepler pada tahun 1611. Johannes Kepler membuat desain kamera portable yang dibuat seperti sebuah tenda, dan memberi nama alat tersebut kamera obscura. Didalam tenda sangat gelap kecuali sedikit cahaya yang ditangkap oleh lensa, yang membentuk gambar keadaan di luar tenda di atas selembar kertas. Berbagai penelitian dilakukan mulai pada awal abad ke-17 ,seorang ilmuwan berkebangsaan Italia – Angelo Sala menggunakan cahaya matahari untuk merekam serangkaian kata pada pelat chloride perak. Tapi ia gagal mempertahankan gambar secara permanen. Sekitar tahun 1800, Thomas Wedgwood, seorang berkebangsaan Inggris bereksperimen untuk merekam gambar positif dari citra pada kamera obscura berlensa, hasilnya sangat mengecewakan. Humphrey Davy melakukan percobaan lebih lanjut dengan chlorida perak, tapi bernasib sama juga walaupun sudah berhasil menangkap imaji melalui kamera obscura tanpa lensa.
Akhirnya, pada tahun 1824, seorang seniman lithography Perancis, Joseph-Nicephore Niepce (1765-1833), setelah delapan jam meng-exposed pemandangan dari jendela kamarnya, melalui proses yang disebutnya Heliogravure (proses kerjanya mirip lithograph) di atas pelat logam yang dilapisi aspal, berhasil melahirkan sebuah gambar yang agak kabur, berhasil pula mempertahankan gambar secara permanen. Ia melanjutkan percobaannya hingga tahun 1826, inilah yang akhirnya menjadi sejarah awal fotografi yang sebenarnya. Foto yang dihasilkan itu kini disimpan di University of Texas di Austin, AS.
Universitas Kristen Petra 12
Pada abad 19, fotografi dinyatakan sebagai kemajuan teknologi dan berpengaruh terhadap kemajuan-kemajuan teknologi yang lain, serta resmi dicatatkan sebagai pencanangan awal fotografi pada tahun 1836. Penelitian demi penelitian terus berlanjut hingga pada tanggal tanggal 19 Agustus 1839, desainer panggung opera yang juga pelukis, Louis-Jacques Mande’ Daguerre (1787-1851) dinobatkan sebagai orang pertama yang berhasil membuat foto yang sebenarnya: sebuah gambar permanen pada lembaran plat tembaga perak yang dilapisi larutan iodin yang disinari selama satu setengah jam cahaya langsung dengan pemanas merkuri (neon). Proses ini disebut daguerreotype. Untuk membuat gambar permanen, pelat dicuci larutan garam dapur dan asir suling. Januari 1839, Daguerre sebenarnya ingin mematenkan temuannya itu. Akan tetapi, Pemerintah Perancis berpikir bahwa temuan itu sebaiknya dibagikan ke seluruh dunia secara cuma-cuma.
Masuknya fotografi ke Indonesia tepat 18 tahun setelah Daguerre mengumumkan hasil penelitiannya yang kemudian disebut-sebut sebagai awal perkembangan fotografi komersil. Perkembangan fotografi di Indonesia selalu berkaitan dan mengalir bersama momentum sosial-politik perjalanan bangsa ini, mulai dari momentum perubahan kebijakan politik kolonial, revolusi kemerdekaan, ledakan ekonomi di awal 1980-an, sampai Reformasi 1998. Pada tahun 1841, seorang pegawai kesehatan Belanda bernama Juriaan Munich mendapat perintah dari Kementerian Kolonial untuk mendarat di Batavia dengan membawa dauguerreotype. Munich diberi tugas mengabadikan tanaman-tanaman serta kondisi alam yang ada di Indonesia sebagai cara untuk mendapatkan informasi seputar kondisi alam. Sejak saat itu, kamera menjadi bagian dari teknologi modern yang dipakai Pemerintah Belanda untuk menjalankan kebijakan barunya.
Penguasaan dan kontrol terhadap tanah jajahan tidak lagi dilakukan dengan membangun benteng pertahanan atau penempatan pasukan dan meriam, melainkan dengan cara menguasai teknologi transportasi dan komunikasi modern. Dalam kerangka ini, fotografi menjalankan fungsinya lewat pekerja administratif kolonial, pegawai pengadilan, opsir militer, dan misionaris. Latar itulah yang menjelaskan mengapa selama 100 tahun keberadaan fotografi di Indonesia
(1841-Universitas Kristen Petra 13
1941) penguasaan alat ini secara eksklusif ada di tangan orang Eropa, sedikit orang Cina, dan Jepang.
Fotografi kemudian berkembang dengan sangat cepat. Melalui perusahaan Kodak Eastman, George Eastman mengembangkan fotografi dengan menciptakan serta menjual roll film dan kamera boks yang praktis, sejalan dengan perkembangan dalam dunia fotografi melalui perbaikan lensa, shutter, film dan kertas foto. Tahun 1950, untuk memudahkan pembidikan pada kamera Single Lens Reflex maka mulailah digunakan prisma (SLR), dan Jepang pun mulai memasuki dunia fotografi dengan produksi kamera Nikon yang kemudian disusul dengan Canon. Tahun 1972 kamera Polaroid temuan Edwin Land mulai dipasarkan. Kamera Polaroid mampu menghasilkan gambar tanpa melalui proses pengembangan dan pencetakan film. Kemajuan teknologi turut memacu fotografi secara sangat cepat. Kalau dulu kamera sebesar tenda hanya bisa menghasilkan gambar yang tidak terlalu tajam, kini kamera digital yang cuma sebesar dompet mampu membuat foto yang sangat tajam dalam ukuran sebesar koran (Dharmawan 3-4).
2.1.1.2. Tujuan Fotografi
Tujuan yang hakiki dari fotografi ialah komunikasi. Menurut pendapat Feininger dapat diartikan bahwa fotografi merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi antara fotografer dengan orang lain yaitu pengamat atau apresiator, oleh karena itu, fotografi tidak semata-mata sebagai alat untuk merekam objek foto untuk memenuhi rasa keindahan. Di samping pendapat Feininger tersebut, Simon Dodit (kepala desk foto Harian Suara Merdeka Semarang) berpendapat bahwa dengan berkomunikasi melalui foto, pesan yang disampaikan lebih mengena terhadap penerima pesan, sebab foto merupakan bahasa universal yang dapat diterima oleh semua orang. Itulah yang menjadikan fotografi lebih efektif sebagai media dalam penyampaian pesan.
2.1.1.3. Jenis Fotografi
Menurut Bagas Dharmawan (14-21) fotografi dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu:
Universitas Kristen Petra 14
a. Journalism Photography
Foto yang digunakan sebagai penunjang bahan berita dalam jurnalisme yang akan diterbitkan atau disiarkan dalam sebuah media dengan menciptakan gambar agar dapat menceritakan sebuah kisah berita tersebut. Foto jurnalistik dibedakan dari cabang dekat lain fotografi (seperti fotografi dokumenter, fotografi dokumenter sosial, fotografi jalan atau fotografi selebriti) oleh kualitas dari: − Ketepatan waktu, gambar memiliki makna dalam konteks rekor baru-baru ini
diterbitkan peristiwa.
− Objektivitas, situasi tersirat oleh gambar adalah representasi adil dan akurat dari peristiwa yang digambarkan baik isi dan nada.
− Narasi, gambar menggabungkan dengan unsur berita lainnya untuk membuat fakta-fakta relatable untuk penampil atau pembaca pada tingkat budaya.
b. Potrait Photography
Tujuan potret fotografi adalah menampilkan wajah, kepribadian, dan bahkan ekspresi serta mood subjek. Potret fotografi adalah penangkapan dengan cara fotografi serupa dengan seseorang atau sekelompok kecil orang, dimana ekspresi dan wajah merupakan bagian yang dominan. Foto ini dimaksudkan untuk dinikmati secara pribadi bukan untuk dipamerkan.
c. Commercial Photography (Advertising)
Foto jenis ini diambil untuk keperluan promosi, biasanya dibuat menarik dengan bantuan editing dan komputer grafis untuk menambah beberapa elemen yang diperlukan, misalnya elemen grafis, logo, dan teks sebagai penjelasan dari sebuah promosi.
d. Landscape Photography
Fotografi yang bertemakan tentang pemandangan alam dan dapat juga dikombinasikan dengan yang lain seperti manusia, hewan, dan yang lainnya, namun alam tetap yang menjadi fokus utamanya.
e. Cinemagraph Photography
Foto jenis ini adalah foto yang bisa menghasilkan foto yang dapat bergerak dalam displaynya.
Universitas Kristen Petra 15
f. Underwater Photography
Dalam bahasa Indonesia berarti fotografi bawah air yang bertujuan untuk mendapatkan kehidupan bawah laut ke permukaan. Terdapat dua aliran dalam
underwater photography secara umum, yaitu macro photographer yang lebih memfokuskan pada obyek yang berukuran kecil. Sedangkan wide angle photographer terfokus pada pengambilan gambar sudut lebar, terutama pemandangan bawah air.
g. Infra Red Photography
Dalam fotografi inframerah, film atau sensor gambar yang digunakan harus sensitif terhadap cahaya inframerah. Biasanya digunakan suatu “filter inframerah” sehingga memungkinkan inframerah lulus cahaya melalui kamera tetapi blok semua atau sebagian besar spektrum cahaya tampak. Bila penyaring ini digunakan bersama dengan film inframerah-sensitif atau sensor, dapat diperoleh hasil yang sangat menarik.
2.1.1.4. Teknik Fotografi
Untuk menghasilkan karya fotografi yang baik diperlukan pengetahuan dan penguasaan teknik dalam bidang fotografi (Leonardi 50). Hal-hal tersebut meliputi :
a. Komposisi
Komposisi adalah sebuah proses penggabungan beberapa elemen menjadi satu kesatuan yang utuh. Komposisi dalam fotografi dimulai dari bidang yang penuh, kemudian satu-persatu elemen yang tidak diperlukan dihilangkan guna mencapai suatu tujuan. Komposisi merupakan salah satu unsur penentu tinggi nilai estetika suatu karya fotografi. Penataan terhadap unsur-unsur yang mempengaruhi kekuatan suatu gambar dalam sebuah bidang gambar sangat diperlukan.
- Point of Interest (POI)
Dengan kata lain adalah pusat perhatian, hal atau sesuatu yang paling menonjol pada foto, sehingga mampu membuat orang langsung melihat pada obyek tersebut.
Universitas Kristen Petra 16
- Framing
Elemen-elemen tertentu diberikan diantara obyek utama sehingga membuat kesan obyek utama tersebut berada dalam sebuah bingkai frame. Frame bisa berbentuk apa saja, dan diperlukan pemikiran kreatif untuk mendapatkan komposisi framing yang lebih menarik.
- Simplicity
Komposisi ini bertujuan memberikan penonjolan pada obyek utama foto (POI) agar langsung terlihat secara utuh tanpa gangguan elemen-elemen lain. Pada saat melihat sebuah obyek yang hendak difoto, pastikan bahwa elemen-elemen tersebut diperlukan. Di samping itu perlu dihindari apa yang disebut penumpukan obyek (merger) karena dapat mengganggu obyek utamanya dan menghilangkan unsur keindahan.
- Balance
Berkaitan dengan keseimbangan obyek foto yang akan dibidik. Dalam fotografi, balance berarti mengisi frame dengan porsi yang kurang lebih seimbang, bisa oleh elemen obyek, warna ataupun kontras. Sebuah foto dengan komposisi seimbang akan terasa saat pertama kali dilihat.
- Rule of Third
Komposisi rule of third mungkin merupakan komposisi yang paling populer dan sering diterapkan. Prinsipnya adalah menempatkan obyek utama tidak tepat di tengah frame tetapi pada salah satu dari 1/3 bagian sisi pojok foto. - Golden Mean
Dikenal juga dengan nama golden section yang merupakan sebuah komposisi yang didasarkan pada perhitungan matematika yang unik. Komposisi ini pertama kali didokumentasikan oleh seniman Yunani kuno dan sampai saat ini masih digunakan meskipun popularitasnya agak tergeser oleh komposisi rule of third. Prinsip kompoisi ini hampir sama dengan rule of third namun titik interesnya lebih sempit sekitar 5% ke arah tengah. Pada teorinya golden mean
ini bisa digunakan pada semua scene foto, tapi pada prakteknya lebih mudah diaplikasikan pada foto portrait formal/klasik.
Universitas Kristen Petra 17
Gambar 2.1. Komposisi Golden Section
“Sumber : http://www.creativebloq.com/design/designers-guide-golden-ratio-12121546”
b. Jarak Pemotretan
Jarak pemotretan juga menjadi salah satu faktor penunjang suatu komposisi. Variasi jarak pemotretan akan memberikan hasil yang berbeda-beda pada akhirnya, antara lain :
- Long shot (LS)
Komposisi yang dihasilkan adalah obyek kecil digunakan saat menggambarkan seluruh area dari sebuah aksi.
- Medium shot (MS)
Komposisi yang dihasilkan adalah obyek terlihat lebih besar dibanding dengan long shot, digunakan untuk menggambarkan seluruh fitur maupun sosok seseorang dari batas bawah lutut hingga kepala.
- Close up (CU)
Komposisi yang terlihat hanya obyek yang dijadikan point of interest, digunakan untuk menggambarkan sebagian fitur, elemen subyek ditampakkan dari batas bahu hingga kepala.
- Extreme close up (ECU)
Digunakan untuk menggambarkan detail sebuah obyek yang hanya bertujuan menonjolkan elemen yang terdapat dalam obyek tersebut, misalnya mata, hidung, kancing baju dan sebagainya.
- High Angle
Dikenal juga dengan “sudut pandang mata burung”. Pemotretan yang menempatkan obyek foto lebih rendah daripada kamera, sehingga pada kaca pembidik obyek foto terkesan mengecil.
Universitas Kristen Petra 18
- Low Angle
Dikenal juga dengan “sudut pandang mata kodok”. Pemotretan dengan menempatkan kamera lebih rendah daripada obyek, sehingga obyek terkesan lebih besar. Low angle merupakan kebalikan dari high angle.
- Foreground
Pemotretan dengan menempatkan obyek lain di depan obyek utama dengan tujuan sebagai pembanding dan memperindah obyek utama. Obyek yang berada di depan obyek utama dapat dibuat tajam maupun tidak tajam.
- Background
Merupakan kebalikan dari foreground dengan tujuan yang sama dan dapat dibuat tajam maupun tidak tajam.
- Vertikal/Horizontal
Pemotretan dengan posisi kamera mendatar maupun berdiri sehingga didapat hasil yang berbeda.
c. Fokus
Suatu kegiatan yang dilakukan guna mengatur ketajaman suatu obyek yang dijadikan point of interest, dilakukan dengan cara memutar ring focus pada lensa. Kegiatan focusing ini dapat ditiadakan apabila kamera mempunyai kemampuan auto-focus dimana kamera memfokuskan sendiri obyek yang akan dibidik.
d. Exposure
Exposure diukur oleh alat yang disebut lightmeter. Jika lightmeter
menunjukkan kekurangan cahaya, maka bukaan diafragma dapat diperbesar atau memperlambat shutter speed. Sebaliknya, jika lightmeter menunjukkan kelebihan cahaya bisa memperkecil diafragma atau mempercepat shutter speed.
Overexposed merupakan keadaan di mana jumlah cahaya yang masuk terlalu banyak sehingga gambar yang dihasilkan akan terlalu terang. Underexposed
merupakan keadaan dimana cahaya yang masuk terlalu sedikit sehingga gambar yang dihasilkan gelap. Hal ini dapat dilihat pada histogram.
Universitas Kristen Petra 19
e. Lighting
Kondisi sinar/sumber cahaya diperinci dalam arah datangnya sinar/sumber cahaya tersebut. Karena itu dapat dibedakan macam-macam kondisinya sebagai berikut (Soelarko. Penuntun Fotografi 73) :
- Penyinaran Muka – Front Lighting
Obyek mendapat sinar dari depan, sumber cahaya berada di belakang fotografer. Dengan kata lain sumber cahaya datangnya searah dengan posisi kamera saat mengambil obyek.
- Menentang Sinar – Back Lighting
Arah datangnya sumber cahaya adalah dari belakang obyek, akan tetapi yang lebih penting adalah fotografer berhadapan dengan sumber cahaya.
- Penyinaran Samping Tegak Lurus – Side Lighting
Sumber cahaya datang dari samping dan membentuk sudut 90o dengan
fotografer.
- Penyinaran Atas – Overhead Lighting
Sumber cahaya terletak di atas obyek, namun masih pada satu bidang gerak. 2.1.1.5. Peralatan Fotografi
a. Kamera
Seiring dengan kemajuan teknologi terkait dengan fotografi, kamera menjadi salah satu media utama yang digunakan dalam pengambilan obyek. Berikut merupakan jenis-jenis kamera berdasarkan sistem kerjanya (Dharmawan 5-12):
- Kamera Analog
Teknik yang digunakan dalam pengambilan gambar masih menggunakan film. Ada tiga buah elemen dasar yang terdapat di kamera ini, yaitu elemen optikal yang berupa berbagai macam lensa, elemen kimi yang berupa film itu sendiri, dan elemen mekanik berupa badan kamera itu sendiri. Kamera analog ini biasanya lebih akrab dengan sebutan kamera film. Hal ini disebabkan karena penggunaan film pada kamera tersebut sebagai media perekam atau penyimpanan. Film tersebut juga biasa dikenal dengan sebutan klise atau
Universitas Kristen Petra 20
negatif. Hasil dari penangkapan cahaya pada film tersebut ditransfer pada media kertas foto.
- Kamera Digital
Pada kamera digital ini penggunaan elemen kimia telah digantikan dengan elemen chips. Elemen chips tersebut dapat berupa CMOS (Complementary Metal Oxide Semiconductor) atau dapat juga berupa CCD (Charge Couple Device). CCD maupun CMOS inilah yang akan mengatur kepekaan cahayanya. Cara kerja kamera digital ini yaitu pada proses pengambilan gambar dilakukan secara digital menggunakan media perekam atau penyimpanan berupa memory (flash). Kamera digital ini dapat dikelompokkan lagi menjadi beberapa kategori:
1. Video Cameras
Video camera merupakan sejenis kamera yang dapat merekam bayangan bergerak, biasanya kamera jenis ini banyak ditemukan pada studio-studio televisi. Camcorder merupakan perlengkapan elektronik yang mudah dibawa, yang berfungsi untuk merekam bayangan bergerak dan suara pada media penyimpanan internal, biasanya dilengkapi dengan perekam berupa kaset video. Sedangkan webcams adalah kamera digital yang biasanya dipasangkan pada komputer. Webcam dapat menangkap semua gerakan dengan baik dan pada beberapa jenis webcam juga dilengkapi dengan
microphone atau zoom.
2. Compact Digital Cameras
Jenis kamera ini sering disebut kamera saku karena kamera ini didesain dengan ukuran yang kecin dan mudah dibawa. Jenis ini merupakan yang paling banyak diminati masyarakat atau orang awam karena sangat mudah digunakan. Kamera ini menawarkan kepraktisan sebagai nilai plus karena pengguna sangat dimudahkan dengan mode-mode yang otomatis. Fasilitas yang ada dalam kamera saku ini antara lain:
a. Optical Zoom
Fasilitas ini berguna untuk pembesaran gambar dengan cara kerja reposisi lensa.
Universitas Kristen Petra 21
b. Digital Zoom
Fasilitas ini berfungsi untuk pembesaran gambar yang dilakukan secara digital.
c. Resolusi
Resolusi yang ditawarkan oleh kamera saku pada saat ini sudah mencapai angka di atas 10 megapixel.
d. Viewfinder
Media bidik pada kamera saku bisa berupa LCD, lensa konvensional, maupun keduanya.
3. Digital Single Lens Reflex Cameras (DSLRs)
Merupakan pengembangan dari kamera analog DSL yang merupakan single lens. Kamera ini memiliki optik bagian luar sehingga dapat menggunakan lensa yang dapat diganti-ganti sesuai kebutuhan dan mampu memproduksi bayangan dengan resolusi tinggi (mencapai 20 megapixel). Kamera SLR (Single Reflex Lens) atau DSLR merupakan kamera dengan jendela bidik (viewfinder) yang memberikan gambar sesuai dengan sudut pandang lensa melalui pantulan cermin yang terletak di belakang lensa.
4. Digital Rangefinder
Merupakan sebuah kamera digital yang dilengkapi dengan rangefinder, yaitu perangkat kamera yang digunakan untuk mengukur jarak dari fotografer ke obyek yang menjadi target, untuk menetapkan titik fokusnya. b. Lensa
Lensa adalah alat berbentuk silinder yang ditempatkan di bagian depan badan kamera, berfungsi untuk menyalurkan dan memfokuskan sinar dari luar tubuh kamera ke dalam kamera dan kepada film atau sensor. Lensa dikelompokkan berdasarkan panjang jarak pandangnya (focal length). Setiap lensa mempunyai kemampuan yang berbeda dalam menyalurkan sinar atau biasanya disebut kecepatan lensa (Lens Speed) (Soelarko. Penuntun Fotografi 6).
Focal Length mempunyai pengaruh terhadap besar komposisi gambar yang dihasilkan oleh film atau sensor, maka itu lensa dibagi menjadi beberapa jenis (Soelarko 11-26), yaitu :
Universitas Kristen Petra 22
- Lensa Normal
Lensa normal atau standar dengan Focus Length (FL) 40-55 mm, paling banyak digunakan karena memang kegunaannya paling luas. Karena kewajaran pandangannya, yang dibawakan oleh pandangan yang paling mirip dengan pandangan mata, maka segala apa saja yang ingin disajikan dapat difoto dengan lensa standar. Lensa normal paling sedikit cacadnya, distorsi perspektif dan abberasi (cacad) pinggir telah dapat diatasi oleh para ahli optik.
- Lensa Sudut Lebar
Disebut lensa sudut lebar (wide-angle lens) karena sudut pandangannya lebar dengan FL pendek, kurang dari 50 mm. Lensa-lensa bersudut lebar berukuran FL 35, 28, 24, 19, dan 16 mm. Lensa dengan FL 16 mm disebut juga Fish-eye
yang mempunyai sudut pandang 180o. Makin pendek jarak fokusnya, makin
lebar pandangannya. - Lensa Zoom atau Vario
Sebutan Zoom ini dipopulerkan oleh bahasa Inggris, yang ingin menggambarkan sifat khasnya, yaitu meluncur mendekat atau menjauh dalam pandangannya. Lensa zoom disebut juga variable focus karena tidak mempunyai FL yang tetap tetapi berubah, menurut batasan daya rentangnya. Lensa Zoom dapat meliputi jangkauan wide angle, normal dan tele, atau dari tele pendek (100) sampai 200.
- Lensa Makro
Lensa makro adalah lensa normal, yang dikonstruksikan demikian rupa hingga mampu memotret dari jarak lebih dekat dari lensa normal (22mm). Konfigurasi (kemampuan penggambaran obyek) dari makro lensa adalah ½ dari ukuran obyek yang sebenarnya. Diperlengkapi dengan alat untuk memperpanjang daya rentang lensa maka konfigurasi dapat mencapai ukuran sama (1:1).
- Lensa Tele
Lensa tele punya sebutan rupa-rupa: Telephoto lens, telescopic lens, longfocus, dan singkatnya tele. Mempunyai kemampuan memotret dari jauh,
Universitas Kristen Petra 23
karena siftanya mendekatkan pandangan. Makin panjang FL-nya makin jauh kemampuannya untuk menangkap obyek.
c. Flash
Flash (blitz/lampu kilat) adalah alat bantu pencahayaan di dalam fotografi. Sinar yang dihasilkan merupakan sinar buatan/artificial light (Soelarko 73). Flash dapat dipergunakan dalam segala cuaca buruk, dan dalam pemotretan
indoor dan malam hari (Soelarko. Penuntun Fotografi 88). d. Tripod
Tripod adalah suatu alat bantu yang digunakan untuk menyangga kamera yang berbentuk kaki tiga, yang dapat diatur tinggi rendahnya sesuai dengan keinginan. Dapat digunakan untuk mengatasi goyang pada saat melakukan pemotretan yang menggunakan lensa telephoto/lensa zoom dengan FL diatas 200mm atau menggunakan kecepatan rana rendah atau dengan menggunakan fasilitas bulb sehingga kedudukan kamera tetap stabil dan pemotretan terhindar dari goyangan/getaran (Nugroho 332).
2.1.2 Tinjauan Fotografi Human Interest
Fotografi human interest adalah foto yang dibuat untuk menunjukkan kehidupan sehari-hari yang tidak mengandung unsur berita yang hangat, tetapi mengandung pesan kemanusiaan yang kental atau merupakan lukisan masyarakat, sehingga pemirsa atau penikmat foto sering tersentuh hatinya dan terharu bila melihatnya (Nugroho 87).
Sedangkan pengertian human interest dalam lingkup fotografi menurut Soelarko adalah apabila suatu karya fotografi yang lebih menekankan pada aspek ceritanya dari pada aspek keindahan visualnya. Sebuah cerita yang mempunyai makna, menyampaikan sebuah pesan kepada pengamat, sehingga bagi orang yang peka terhadap amanahnya akan tersentuh hatinya atau merasa terharu. Dari pendapat Soelarko (Teknik Fotografi Modern 25) tersebut, dapat diartikan bahwa, nilai foto human interest lebih ditekankan pada aspek yang berada di balik apa yang tampak (tersirat) dari pada aspek yang tampak, dalam hal ini hasil rekaman mengenai objek atau benda yang difoto (tersurat, visual).
Universitas Kristen Petra 24
2.1.2.1 Latar Belakang Fotografi Human Interest
Dalam dunia fotografi ada banyak aspek yang terlibat di dalamnya, manusia adalah salah satunya. Manusia dengan segala macam bentuk kehidupannya sangat erat hubungannya dengan sesamanya. Aktivitas semacam ini dapat memunculkan momen-momen yang menarik apabila dapat diabadikan. Walaupun hal tersebut bisa dengan mudah ditemukan, sebuah foto human interest
harus bisa memunculkan suatu reaksi bagi orang yang melihatnya, entah itu suatu perasaan yang menyentuh atau lainnya.
Momen-momen yang biasa diabadikan adalah aktivitas normal manusia sehari-hari, dapat pula aktivitas dalam suatu adat budaya masyarakat tertentu. Fotografer dapat menimbulkan kesan baru yang lebih menarik dari sebuah aktivitas yang di waktu sebelumnya itu hanyalah sebuah rutinitas, biasanya seorang wartawan fotolah yang mengamati hal-hal semacam ini. Oleh karena itu fotografi human interest erat kaitannya dengan fotografi jurnalistik. Suatu foto human interest dapat pula dikategorikan sebagai foto jurnalistik apabila mengandung unsur 5W1H, jadi tidak semua fotografi human interest bisa menjadi foto jurnalistik.
2.1.2.2 Karakteristik Fotografi Human Interest
Karakteristik fotografi human interest dapat dilihat dan ditinjau dari berbagai macam hal, diantaranya :
a. Selalu berhubungan dengan manusia b. Tak lekang oleh waktu
c. Menggugah perasaan bagi yang melihatnya d. Mempunyai nilai-nilai kemanusiaan
e. Adanya interaksi sosial dan ekspresi emosional 2.1.2.3 Kriteria Fotografi Human Interest
a. Kemampuan foto untuk menyentuh perasaan khalayak umum
Bagaimana menampilkan sisi manusia yang menggugah perasaan yang melihatnya, baik itu dalam kehidupannya sehari-hari maupun saat momen-momen tertentu.
Universitas Kristen Petra 25
b. Kealamian foto
Foto human interest yang bagus tentunya harus diambil se-alami mungkin, tidak ada kesan yang dibuat-buat. Setting-an dapat dilakukan dengan syarat kejadian tersebut memang benar-benar terjadi, jadi sifatnya adalah sebagai improvisasi saja tanpa mengubah kealamian yang ada sebelumnya. Karena sifat alami tersebut akan semakin memberi kekuatan dari foto tersebut dan kenyataan yang ada.
c. Warna yang dramatis
Karena berhubungan dengan sisi kemanusiaan dan bertujuan menyentuh perasaan banyak orang, maka warna foto yang ada dibuat sederhana, soft, dan cenderung sedikit warna (hitam putih, kekuningan, atau kecoklatan).
2.1.2.4 Contoh Karya Fotografi Human Interest
Gambar 2.2. Contoh Foto Human Interest (1) “Sumber : http-//kristupa.files.wordpress.com”
Gambar 2.3. Contoh Foto Human Interest (2) “Sumber : http-//1.bp.blogspot.com”
Universitas Kristen Petra 26
2.2. Tinjauan Tentang Nelayan
2.2.1. Kondisi Nelayan Indonesia Saat Ini
Indonesia terkenal memiliki potensi kelautan dan pesisir yang kaya. Hal ini sesuai dengan sebutan Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state), yang memiliki 17.508 gugusan pulau-pulau. Potensi sumber daya pesisir di Indonesia dapat digolongkan sebagai kekayaan alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), tidak dapat diperbaharui (non-renewable resources), dan berbagai macam jasa lingkungan (environmental service). Besarnya potensi kelautan tersebut ternyata tidak diikuti oleh kesejahteraan masyarakat nelayan. Hal ini terlihat dimana kondisi sosial ekonomi nelayan kita sangat jauh berbeda dengan potensi sumber daya alamnya. Hal ini dibuktikan dengan masih rendahnya sumbangan sektor kelautan selama Pelita VI terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional yaitu 12,1% dengan laju pertumbuhan 3,8% jauh di bawah laju pertumbuhan rata-rata seluruh sektor sebesar 7,4% (Waspada, 18 Maret 2000).
Nelayan adalah suatu fenomena sosial yang sampai saat ini masih merupakan tema yang sangat menarik untuk didiskusikan. Membicarakan nelayan hampir pasti isu yang selalu muncul adalah masyarakat yang marjinal, miskin dan menjadi sasaran eksploitasi penguasa baik secara ekonomi maupun politik. Kemiskinan yang selalu menjadi “trade mark” bagi nelayan dalam beberapa hal dapat dibenarkan dengan beberapa fakta seperti kondisi pemukiman yang kumuh, tingkat pendapatan dan pendidikan yang rendah, rentannya mereka terhadap perubahan- perubahan sosial, politik, dan ekonomi yang melanda, dan ketidakberdayaan mereka terhadap intervensi pemodal, dan penguasa yang datang.
2.2.2. Kehidupan Nelayan di Kota Semarang
Menurut data BPS kota Semarang (2011) jumlah nelayan terbesar berada di Kelurahan Tanjungmas, Semarang Utara dengan jumlah 2.345 nelayan. Kawasan Tambak Lorok merupakan salah satu kawasan pesisir yang terletak di Kelurahan Tanjungmas yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai nelayan. Kampung Nelayan Tambak Lorok menjadi salah satu perkampungan nelayan yang terletak di garis pantai Laut Jawa. Lokasi Tambak
Universitas Kristen Petra 27
Lorok yang dekat dengan laut mengakibatkan kawasan ini berkembang menjadi kampung nelayan. Para nelayan yang tingggal di Tambak Lorok sebagian besar merupakan nelayan tradisional yang masih menggunakan alat- alat sederhana dalam bekerja dan sangat tergantung pada cuaca. Herusansono (2012) mengatakan bahwa Kampung Nelayan Tambak Lorok masuk dalam kategori kampung miskin yang penduduknya tercatat lebih dari 500 keluarga.
2.2.3. Perbandingan kehidupan Nelayan dengan Kehidupan Kota Besar Terkhusus Semarang
Kota Semarang memiliki luas wilayah 373,70 km2 dan memiliki posisi astronomi di antara garis 6050’ – 7010’ Lintang Selatan dan garis 109035’ – 110050’ Bujur Timur. Kota Semarang memiliki posisi geostrategis karena berada
pada jalur lalu lintas ekonomi pulau Jawa, dan merupakan koridor pembangunan Jawa Tengah yang terdiri dari empat simpul pintu gerbang yakni koridor pantai Utara; koridor Selatan ke arah kota-kota dinamis seperti Kabupaten Magelang, Surakarta yang dikenal dengan koridor Merapi-Merbabu, koridor Timur ke arah Kabupaten Demak/Grobogan; dan Barat menuju Kabupaten Kendal.
Berdasarkan data statistik Kota Semarang penduduk Kota Semarang periode tahun 2005-2009 mengalami peningkatan rata-rata sebesar 1,4% per tahun. Pada tahun 2005 adalah 1.419.478 jiwa, sedangkan pada tahun 2009 sebesar 1.506.924 jiwa, yang terdiri dari 748.515 penduduk laki-laki, dan 758.409 penduduk perempuan. Peningkatan jumlah penduduk tersebut dipengaruhi oleh jumlah kelahiran, kematian dan migrasi. Pada tahun 2005 jumlah kelahiran sebanyak 19.504 jiwa, jumlah kematian sebanyak 8.172 jiwa, penduduk yang datang sebanyak 38.910 jiwa dan penduduk yang pergi sebanyak 29.107 jiwa. Besarnya penduduk yang datang ke Kota Semarang disebabkan daya tarik kota Semarang sebagai kota perdagangan, jasa, industri dan pendidikan.
Menurut Mansyur masyarakat kota adalah masyarakat yang anggota-anggotanya terdiri dari manusia yang bermacam-macam lapisan/tingkatan hidup, pendidikan, kebudayaan dan lain-lain. Mayoritas penduduknya hidup berjenis-jenis usaha yang bersifat non agraris (dalam Moeis 27). Untuk menggambarkan mengenai karakteristik masyarakat perkotaan, beliau mengacu kepada pendapat
Universitas Kristen Petra 28
dari seorang sosiolog yaitu Me. Iver-Page. Menurutnya yang ditulis dalam bukunya Astrid S. Susanto (1985:135) berpendapat bahwa tidak boleh dilupakan bahwa kota merupakan hasil pengelompokan dari daerah yang karena perubahan ekonomi dan perubahan struktur mengalami pengelompokan baru. Adalah suatu kenyataan bahwa :
a. Kota terdiri dari berbagai kelompok (komunitas)
b. Orang tidak terikat oleh tanah yang sama, sehingga akan memperlihatkan kebiasaan dan norma yang berbeda.
c. Sehubungan dengan keadaan tadi, juga harapan dan gambaran tentang masa depan akan berbeda.
d. Sehubungan dengan faktor, faktor terdahulu, kota mengakibatkan adanya kehidupan heterogen dalam berbagai bidang.
Dari pendapat Mc. Iver-Paga diatas dapat disimpulkan bahwa karakter yang menunjukan kehidupan masyarakat di perkotaan adalah :
a. Terdiri dari berbagai masyarakat yang memiliki latar belakang, baik suku, agama, rasa dan kebudayaan yang berbeda.
b. Masyarakat di perkotaan memiliki sifat individualis, egois dan mementingkan kehidupan pribadinya.
c. Masyarakatnya merupakan masyarakat yang heterogen.
Muhammad Cholil Mansyur (107) berpendapat sifat-sifat yang menonjol pada masyarakat kota adalah :
1. Sikap hidup
Sikap hidup cenderung pada individualisme/egoisme. Yaitu masing-masing anggota masyarakat berusaha sendiri tanpa terikat oleh anggota masyarakat lainnya, hal mana menggambarkan corak hubungan yang terbatas, dimana setiap individu mempunyai otonomi jiwa atau kemerdekaan pribadi. 2. Tingkah laku
Tingkah lakunya bergerak maju mempunyai sifat kreatif, radikal dan dinamis. Dari segi budaya masyarakat kota umumnya mempunyai tingkatan budaya yang lebih tinggi, karena kreativitas dan dinamikanya kehidupan kota lebih lekas menerima yang baru atau membuang sesuatu yang lama, lebih lekas
Universitas Kristen Petra 29
mengadakan reaksi, lebih cepat menerima mode-mode dan kebiasaan-kebiasaan baru.
3. Perwatakan
Perwatakannya cenderung pada sifat materialistis. Akibat dari sikap hidup egoisme dan pandangan hidup radikal dan dinamis menyebabkan masyarakat kota lemah dengan segi religi, yang mana menimbulkan efek-efek negatif yang berbentuk tindakan amoral, indisipliner kurang memperhatikan tanggung jawab sosial.
Sedangkan apabila dibandingkan dengan karakteristik masyarakat nelayan yang hidup di pesisir, Ali Imron dalam jurnalnya mengemukakan bahwa M.Cholil Mansyur memahami nelayan lebih luas lagi, yaitu masyarakat nelayan bukan berarti mereka yang dalam mengatur hidupnya hanya mencari ikan di laut untuk menghidupi keluarganya akan tetapi juga orang-orang yang integral dalam lingkungan itu. Menurutnya secara sederhana masyarakat nelayan memiliki ciri khas yang berbeda dengan masyarakat lainnya, diantaranya adalah:
a. Masyarakat nelayan memiliki sifat homogen dalam hal mata pencaharian, nilai dan kebudayaan, serta dalam sikap dan tingkah laku.
b. Cenderung berkepribadian keras.
c. Memiliki sifat yang toleransi terhadap yang lainnya. d. Memiliki gairah seksual yang relatif tinggi.
e. Hubungan sesama anggota lebih intim dan memiliki rasa tolong menolong yang tinggi.
f. Dalam berbicara, suara cenderung meninggi.
Masyarakat desa pesisir secara umum lebih merupakan masyarakat tradisional dengan kondisi strata sosial ekonomi yang sangat rendah. Pendidikan yang dimiliki masyarakat pesisir secara umum rendah, dan sering dikategorikan sebagai masyarakat yang biasa bergelut dengan kemiskinan dan keterbelakangan. 2.2.4.Data Survey dan Wawancara
Data survey dan wawancara di bawah ini terdiri atas 2 bagian, yaitu yang berhubungan langsung dengan obyek perancangan dan yang berhubungan dengan
Universitas Kristen Petra 30
bahan pendukung perancangan. Di bawah ini merupakan data wawancara yang berhubungan langsung dengan obyek perancangan :
a. Bapak Azar (petugas Pusat Pelelangan Ikan Tambak Lorok)
Bapak Azar adalah seorang petugas dari Dinas Perikanan kota Semarang yang ditempatkan di PPI Tambak Lorok. Di Tambak Lorok sendiri tercatat sekitar 2000 KK dan 700 kapal nelayan. Hampir 70% nelayan pendatang berasal dari Demak. Salah satu nya adalah Bagang Apung yang terdiri dari 7-8 awak kapal, mereka melakukan perjalanan secara berpindah-pindah dimulai dari akhir bulan Maret hingga musim penghujan. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu di tengah laut, mulai melaut pukul 17.00 WIB kemudian pada pagi hari pulang ke darat. Menurut Bapak Azar tingkat kesejahteraan di Tambak Lorok ini relatif, tergantung sudut pandang masing-masing orang. Nelayan asli Tambak Lorok ini justru jarang melelangkan hasil tangkapannya di PPI. Mereka menjual hasil tangkapannya kepada penjual di pasar yang sebelumnya telah memberi mereka modal untuk melaut (semacam sistem renternir). Di samping itu, saat cuaca ekstrim nelayan tetap melaut tetapi tidak se-aktif biasanya dan pada musim paceklik ada bantuan rutin dari pemerintah. Bantuan lainnya seperti mesin dan lain-lain disalurkan melalui Koperasi Usaha Bersama (KUB) (personal communication, Januari 2014).
b. Bapak Bambang (Kasubag. TU)
Bapak Bambang baru ditugaskan di Pusat Pelelangan Ikan (PPI) Tambak Lorok ini kira-kira setahun yang lalu. Beliau bercerita singkat mengenai Tambak Lorok yang sudah ada sejak ada jaman penjajahan dahulu dan sekarang hak pengelolaan area Tambak Lorok ini berada di bawah kendali PELINDO (PT.Pelabuhan Indonesia). Namun pada tahun 2010 terjadi ribut-ribut yang mempermasalahkan status Tambak Lorok ini. Ada berita acara yang menyebutkan mengenai penyerahan lahan dari PELINDO kepada pemerintah kota Semarang, tetapi sampai sekarang di tingkat kementerian area Tambak Lorok ini masih berada di bawah kendali PELINDO. Proses ini masih berlanjut dan masyarakat menuntut kepastian mengenai status lahan mereka.
Tercatat 1317 nelayan di kota Semarang dan sebagian besar ada kecamatan Semarang Utara termasuk di Tambak Lorok sejumlah 917 orang dan jumlah kapal
Universitas Kristen Petra 31
di kota Semarang sejumlah 1075 buah, sedangkan di kecamatan Semarang Utara sendiri (termasuk Tambak Lorok) mencapai 748 buah (sumber: “Perikanan dalam Angka tahun 2013 Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Semarang”). Para nelayan yang berasal dari luar wilayah Tambak Lorok kerap mencari ikan di sini, untungnya belakangan konflik antar nelayan jauh sudah teratasi, tidak semengerikan dulu. Pusat Pelelangan Ikan ini sebenarnya memfasilitasi para nelayan untuk menyalurkan hasil tangkapan dengan lebih mudah dan setara dengan fluktuasi harga saat itu daripada langsung menjualnya kepada pedagang yang memodali mereka sebelum melaut. Tetapi kenyataannya, image PPI ini masih belum sepenuhnya membaik (dikarenakan image pelayanan masa lalu sedikit buruk) jadi para nelayan lebih mempercayakan hasil tangkapannya kepada para pedagang tadi. Berdasarkan data produksi PPI Tambak Lorok Kota Semarang, ikan hasil tangkapan yang didaratkan di PPI pada tahun 2013 sebanyak 515.374 kg dengan nilai Rp 2.170.803.000,- .
Adapun kesulitan yang dialami dalam melakukan pembinaan kepada para nelayan terkait peningkatan kesejahteraan bersumber pada pola pikir nelayan yang masih sangat sederhana yang menganut prinsip ‘hasil yang di dapat hari ini ya untuk hari ini’ tidak ada semacam tabungan atau simpanan. Mereka cenderung tidak memikirkan kelangsungan hidupnya ketika musim penghujan yang membuat mereka susah melaut, penghasilan sedikit, dan pada akhirnya mengandalkan bantuan dari pemerintah (personal communication, 14 Maret 2014).
c. Bapak Poniman (Nelayan, 65 tahun)
Bapak Poniman adalah seorang nelayan yang berasal dari Demak tetapi dari kecil sudah tinggal di Tambak Lorok, beliau menjalani kehidupan sebagai nelayan selama 20 tahun lamanya. Namun 4 tahun terakhir sudah jarang melaut jadi lebih aktif di darat. Beliau mempunyai 6 orang anak, yang kelimanya menjadi nelayan. Hanya 1 orang saja yang bekerja di pabrik dikarenakan ada seseorang yang merekomendasikan anaknya. Pada saat masih aktif melaut beliau melaut sendiri (tanpa awak kapal) menggunakan kapal kecil dan jaring sebagai peralatan wajib. Hasil ikan yang didapatpun tidak terfokus pada ikan jenis tertentu, apapun yang didapat dijual kembali pada pedagang yang sebelumnya telah memberi modal untuk melaut. Per-harinya hasil tangkapan berkisar antara 25-30 kg, bila
Universitas Kristen Petra 32
sedang panen mencapai 50-75 kg. Beliau mengungkapkan bahwa pemerintah hampir setiap tahunnya memberi bantuan yang disalurkan melalui Pusat Pelelangan Ikan (PPI) setempat, sebaliknya bila para nelayan membutuhkan sesuatu, maka pihak PPI lah yang mengkoordinir kebutuhan mereka (personal communication, 14 Maret 2014).
Sedangkan di bawah ini merupakan data wawancara sebagai bahan pendukung perancangan :
Bapak Simon Dodit (Kepala Desk. Foto Harian Suara Merdeka Semarang) Menurut pengalaman Bapak Simon Dodit yang telah menjadi Kepala Desk. Foto Harian Suara Merdeka Semarang selama 9 tahun (di Suara Merdeka sudah bekerja selama 23 tahun) tujuan adanya foto pada berita pada surat kabar adalah untuk mempercantik halaman, selain itu beliau mengungkapkan bahwa pesan yang disampaikan melalui foto lebih efektif karena foto merupakan bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua orang. Jenis foto ada bermacam-macam salah satu yang populer adalah fotografi human interest. Fotografi human interest sangat erat hubungannya dengan fotografi jurnalistik, hanya saja tidak semua foto human interest dapat dikategorikan sebagai foto jurnalistik. Sebuah foto human interest harus mengandung unsur 5W1H apabila ingin dikategorikan sebagai foto jurnalistik. Karakteristik Foto tersebut harus mempunyai point of interest yang kaitannya terhadap sosok atau pesan yang ingin disampaikan, dan yang paling penting adalah bahwa foto tersebut haruslah mengandung nilai berita. Dalam melakukan fotografi human interest, seorang fotografer dapat melakukan beberapa settingan atau manipulasi sederhana, dengan syarat kejadian tersebut memang benar terjadi dan sebatas settingan itu dapat diterima akal sehat. (personal communication, 14 Maret 2014).
2.3.Analisis Data 2.3.1. What
Di tengah glamour dan gemerlapnya kota Semarang yang seharusnya bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, para nelayan di Kampung Nelayan Tambak Lorok tetap melestarikan tradisi turun temurun dengan tetap menjadi nelayan hingga anak-anak mereka sekalipun. Walaupun anak-anak mereka
Universitas Kristen Petra 33
mengenyam pendidikan yang lebih baik, tidak berarti mereka meninggalkan tradisi menjadi nelayan meski kehidupan sebagai nelayan tidaklah sejahtera. Tradisi ini menjadi hal yang layak untuk di apresiasi, bahwa mereka berperan penting dalam kehidupan sesamanya, terutama sebagai penyedia bahan pangan yang berasal dari laut.
2.3.2. Where
Perancangan ini dilakukan dengan mengabadikan aktivitas yang terjadi di Kampung Nelayan Tambak Lorok Semarang dan kawasan kota Semarang.
2.3.3. When
Perancangan dilakukan selama bulan Januari-Juni 2014. 2.3.4. Who
Sasaran yang dituju pada perancangan ini adalah : - Demografis
Laki-laki dan perempuan usia 17-45 tahun, golongan ekonomi A-B. - Geografis
Masyarakat kota Semarang, baik warga kota maupun pejabat pemerintah kota setempat.
- Psikografis
Suka akan fotografi, khususnya dalam jenis human interest, pecinta alam. - Behavioristis
Memiliki hobi dalam bidang fotografi, menyukai kegiatan sosial. 2.3.5. Why
Permasalahan ini diangkat karena Semarang adalah sebuah kota besar dan menjadi ibukota Provinsi Jawa Tengah sekaligus menjadi pusat perdagangan dan industri Jawa Tengah, sehingga kesempatan untuk memperoleh mata pencaharian lebih tinggi dibandingkan di kota-kota lain di Jawa Tengah. Namun para nelayan di Tambak Lorok ini tetap melestarikan tradisi turun temurun sebagai nelayan walaupun penghidupan mereka sangat sederhana dan tidak
Universitas Kristen Petra 34
sejahtera. Ironi kehidupan para nelayan di Tambak Lorok inilah yang menjadi menarik apabila dibandingkan dengan gemerlap dan glamournya kehidupan di kota.
2.3.6. How
Media fotografi ini menjadi pilihan dikarenakan fotografi adalah sebuah bahasa universal yang dapat dimengerti oleh semua orang tanpa dibatasi oleh status sosial. Lebih terkhusus kepada fotografi human interest karena menampilkan momen-momen antara manusia yang satu dengan yang lain. Di sisi lain fotografi human interest dapat menampilkan sisi kemanusiaan yang ada. 2.4.Kesimpulan Analisis Data
Bermata pencaharian sebagai nelayan dapat dikatakan sebagai wujud nyata dalam menjalankan tradisi turun-temurun, jadi tidak semata-mata karena keadaan belaka. Terbukti di Kampung Nelayan Tambak Lorok ini tradisi itu masih dijalankan, meskipun berada di kota besar seperti Semarang yang seharusnya kesempatan untuk mendapat pekerjaan lebih baik terbuka lebar, dan juga kehadiran beberapa pabrik di sekitar pelabuhan tidak menggoyahkan keyakinan mereka untuk tetap menjadi nelayan. Memang banyak faktor yang melatarbelakangi semua itu, salah satunya adalah faktor pendidikan yang menyebabkan mereka berpikir amat sangat sederhana yang sekaligus menjerat mereka dari yang namanya kemiskinan.
Kesederhanaan sekaligus kemiskinan yang tampak disini bukan semata-mata hanya sebagai sesuatu yang menyedihkan ataupun sebagai sesuatu yang buruk, justru tampak suatu kondisi bahwa ditengah hiruk pikuk kesibukan kota besar yang bila dipikir secara logika seharusnya mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, namun mereka tetap menjalankan tradisi hidup sebagai seorang nelayan. Maka dirancanglah sebuah fotografi human interest dengan tujuan mengubah cara pandang masyarakat perkotaan terhadap seorang nelayan dan agar mereka lebih mengapresiasi jerih payah nelayan yang tetap berjuang ditengah-tengah kemiskinan yang mereka hadapi. Di samping itu foto dirasa sebagai media penyampaian yang tepat karena perancang dapat meneruskan apa
Universitas Kristen Petra 35
yang dilihatnya kepada masyarakat, sehingga sisi kemanusiaan yang nampak dapat tersampaikan dan minimal menyamakan persepsi antara perancang dan sasaran perancangan.