• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL DAN BERBICARA ANAK USIA DINI : Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak Taman Kanak-Kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE BERMAIN PERAN (ROLE PLAYING) TERHADAP KETERAMPILAN SOSIAL DAN BERBICARA ANAK USIA DINI : Studi Eksperimen Kuasi Pada Anak Taman Kanak-Kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak."

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

viii DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH... iv

LEMBAR PERNYATAAN ... vii

DAFTAR ISI ... viii

E. Paradigma Penelitian ... 13

F. Hipotesis ... 15

G. Definisi Operasional ... 15

BAB II. KAJIAN TEORETIS ... 20

A. Karakteristik Pembelajaran yang Efektif ... 20

B. Karakteristik Anak Usia Dini... 24

C. Metode Bermain Peran ... 28

D. Keterampilan Sosial ... 39

E. Keterampilan Berbicara ... 48

F. Hubungan Penggunaan Metode Pembelajaran Bermain Peran dengan Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak Usia Dini ... 59

G. Penelitian yang Relevan ... 62

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 64

A. Metode Penelitian ... 64

B. Alur Penelitian ... 65

C. Lokasi dan Subjek Penelitian ... 66

D. Teknik Pengumpulan Data ... 68

E. Proses Perlakuan ... 70

F. Instrumen Penelitian ... 71

G. Uji Coba Alat Pengumpul Data ... 73

1. Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak ... 74

(2)

ix

H. Teknik Analisis Data... 83

1. Peningkatan Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak ... 83

2. Uji Hipotesis ... 84

a. Uji Normalitas Distribusi Data ... 84

b. Uji Homogenitas ... 84

c. Uji Kesamaan Dua Rerata ... 85

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 87

A. Hasil Penelitian. ... 87

1. Deskripsi Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran (Role Playing) ... 88

2. Keterampilan Sosial Anak ... 103

a. Penguasaan Awal (Pre test) ... 104

b. Penguasaan Akhir (Post test) ... 108

c. Uji Normalitas Peningkatan (N-Gain) Keterampilan Sosial Anak ... 112

3. Keterampilan Berbicara Anak... 115

a. Penguasaan Awal (Pre test) ... 116

b. Penguasaan Akhir (Post test) ... 120

c. Uji Normalitas Peningkatan (N-Gain) Keterampilan Berbicara Anak... 124 Bermain Peran (Role Playing) ... 139

2. Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran Terhadap Keterampilan Sosial Anak ... 141

3. Pengaruh Pembelajaran dengan Menggunakan Metode Bermain Peran Terhadap Keterampilan Berbicara Anak .. 146

BAB V.SIMPULAN DAN REKOMENDASI ... 153

A. Simpulan ... 153

B. Rekomendasi ... 155

DAFTAR PUSTAKA ... 156

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia, sebagai suatu proses pendidikan tidak hanya berlangsung pada suatu saat saja, proses pendidikan harus berlangsung secara berkesinambungan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW “Tuntutlah ilmu sejak masih dalam ayunan hingga dimasukkan dalam liang kubur”. Pengertian ayunan disini harus dimaknai sebelum dilahirkan, tepatnya sejak masih dalam kandungan (Ramayulis, 2002: 255).

Masa anak usia dini merupakan masa keemasan atau sering disebut masa

Golden Age, biasanya ditandai oleh perubahan cepat dalam perkembangan fisik,

(4)

meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan potensi fisik (motorik) intelektual, emosional, sosial, bahasa, seni dan moral spiritual.

Dalam Undang-undang Sistem pendidikan Nasional No 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 14 dijelaskan bahwa “pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam pendidikan lebih lanjut”. Selanjutnya Syamsu Yusuf (2007: 121-122) menyatakan bahwa pendidikan anak sejak usia dini dapat memperbaiki prestasi dan meningkatkan produkstivitas kerja masa dewasanya. Pembelajaran pada masa awal usia anak akan mulai mengenal dan bagaimana membangun sikap pada pembelajaran seperti belajar bicara, berhitung, masuk suasana sekolah, dan membangun kepercayaan diri pada anak. Suasana tidak seimbang dalam tataran realitas terjadi antara pembinaan anak dengan sukses dan yang lainnya mengalami kegagalan (Gnezda, 1991: 1).

(5)

tempat-tempat lain. Elizabeth B Hurlock dalam Meitasari Tjandrasa dan Mushlisah Zakarsih (1978: 261) mengemukakan bahwa “anak umur 2 sampai 6 tahun mulai belajar melakukan hubungan sosial serta bergaul dengan orang lain, terutama dengan anak yang umurnya sebaya. Mereka belajar bekerja sama dan menyesuaikan diri dalam kegiatan bermain”. Pada masa ini sejumlah hubungan yang dilakukan anak dengan anak-anak yang lain dan ini sebagian menentukan bagaimana gerak maju perkembangan sosial mereka. Selanjutnya untuk berhubungan dengan orang lain selain memerlukan keterampilan sosial juga dibutuhkan kemampuan berbahasa. Bagi anak, kemampuan berbahasa juga merupakan salah satu kemampuan yang dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan anak lain serta orang dewasa, baik bentuk lisan, tulisan, isyarat, bilangan, lukisan, maupun mimik muka.

(6)

Pengembangan keterampilan berbicara pada anak usia dini merupakan suatu dasar terbentuknya komunikasi. Berbagai penelitian menunjukan bahwa pembentukan keterampilan berbicara sangat penting baik pada anak usia dini maupun pada saat anak mulai masuk pendidikan dasar (Puckett and Black, 2001: 307). Hal ini sejalan dengan pendapat Janice J. Beaty (1994: 269) bahwa keterampilan berbicara merupakan kemampuan yang sangat mendasar dan penting dalam menjalin hubungan sosial. Anak-anak harus didorong untuk berbicara dengan baik. Keterampilan berbicara menjadi kebutuhan agar anak dapat menjadi bagian dari kelompok sosialnya sekaligus menjadikan keseimbangan berbagai perkembangan. Bruner dan Lev Vygotsky (Brewer, 2007: 275) menyatakan bahwa pada masa anak merupakan waktu yang sangat penting dalam pembelajaran berbicara. Sebab dengan berbicara anak akan aktif mencari makna dan akan mencari jalan untuk berkomunikasi dengan anak lain yang berefek positif pada perkembangan sosialnya.

(7)

sekolah dan perilaku nakal pada masa remaja. (Santrok dalam bukunya Life Span, 1995: 268-269). Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Afiati (2003: 3) bahwa bila hubungan sosial dapat dipenuhi sejak anak usia dini maka perkembangan sosialpun akan dicapai secara wajar dan optimal, sebaiknya kekurangan dalam hal ini akan menimbulkan gejala yang tidak diinginkan yaitu menyebabkan anak berusaha menarik perhatian dengan cara-cara yang tidak disukai seperti suka melawan, suka mengganggu, memukul, akibatnya anak tidak dapat diterima dan dijauhi teman-temannya.

Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, Elizabeth B Hurlock (Meitasari Tjandrasa dan Mushlisah Zakarsih 1978: 256) mengemukakan bahwa “pengalaman sosial awal sangat menentukan kepribadian anak setelah anak menjadi dewasa dan juga mempengaruhi tingkat partisipasi sosial individu dimasa kanak-kanak dan masa dewasa”. Bila pengalaman sosial pada masa awal menyenangkan akan lebih aktif bila dibandingkan dengan pengalaman yang tidak menyenangkan”.

(8)

Bagi seorang anak keterampilan sosial merupakan faktor yang penting untuk memulai dan memiliki hubungan sosial. Anak yang tidak memiliki keterampilan sosial akan kesulitan dalam menjalin hubungan yang positif dengan lingkuganya, bahkan anak bisa ditolak atau diabaikan oleh lingkungannya. Sebagaimana dikemukakan olah Kurniati (2005: 35) bahwa keterampilan sosial merupakan kebutuhan primer yang perlu dimiliki anak-anak kelak bagi kemandirian pada jenjang kehidupan selanjutnya, hal ini bermanfaat dalam kehidupan sehari-hari baik dilingkungan keluarga maupun dalam lingkungan sekitarnya”.

Fenomena gangguan perilaku yaitu gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan sosial, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah kenakalan pada anak sebanyak 193.115 kasus pada tahun 2007, namun seperti fenomena gunung es diduga angka kenakalan dan permasalahan sosial lainnya sebenarnya berjumlah 10 kali lipat. Kejahatan yang mereka lakukan adalah mulai dari pencurian, pengeroyokan, pemerasan, penggunaan obat-obatan dll. (F4jar Multiply.com).

(9)

atau strategi yang dapat meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak didiknya.

(10)

Temuan penelitian yang dilakukan oleh Ernawulan (1999) menunjukkan bahwa permasalahan-permasalahan yang ditemukan pada anak SD kelas awal adalah ketidakmampuan bersosialisasi dan mengendalikan emosi. Permasalahan yang ditemukan di SD apabila dibiarkan anak akan mengalami kesulitan untuk mengembangkan diri, dan akan mengalami hambatan pula dalam pencapaian tahap perkembangan berikutnya.

Untuk menghadapi masalah-masalah tersebut, maka penanganannya harus dilakukan sedini mungkin, dimana anak perlu dibantu agar mempunyai keterampilan sosial dan keterampilan berbicara yang diharapkan dengan cara belajar melalui interaksi sosial yang dilakukan bersama-sama guru dan anak yang dapat membentuk dan mengembangkan pengetahuan sendiri serta mengembangkan berbagai aspek perkembangan anak. Musthafa (2008:106) menyatakan bahwa Paradigma lama yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran, anak diibaratkan sebagai botol kosong yang bisa diisi penuh oleh berbagai pengetahuan yang diberikan guru selama berlangsungnya proses belajar mengajar, sedangkan paradigma baru menyatakan bahwa anak belajar melalui interaksi sosial dengan secara aktif membangun pemahaman atas dasar pemahaman awal yang dibawanya ke konteks pembelajaran. Oleh karena itu harus dilakukan bersama-sama oleh guru dan anak, anak mampu menemukan, membentuk, dan mengembangkan pengetahuan sendiri dan mengembangkan berbagai aspek perkembangan pada anak seperti aspek sosial, emosional, bahasa, kognitif dan aspek lainnya.

(11)

Selain itu ada pula metode pembelajaran yang berorientasi bermain dan penggunaan metode proyek juga dapat meningkatkan keterampilan dan kecerdasan sosial anak.

Namun dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan metode bermain peran untuk meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak. Bermain peran merupakan suatu metode pembelajaran yang dapat melatih keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak, misalnya ketika bermain anak-anak harus memperhatikan cara pandang teman bermainnya serta terjadinya komunikasi dengan teman lain. Dengan demikian akan mengurangi sikap egosentrisnya. Keterampilan sosial dan keterampilan berbicara juga mempunyai pengaruh yang besar dalam berinteraksi untuk bersosialisasi secara sehat dan dapat diterima oleh orang lain. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan Oleh Hetherington dan Parke (Desmita, 2008: 142) bahwa salah satu fungsi permainan sosial dapat meningkatkan perkembangan sosial anak, khususnya dalam permainnan fantasi dengan memerankan suatu peran, anak belajar memahami orang lain dalam peran-peran yang akan ia mainkan dikemudian hari setelah tumbuh menjadi dewasa”.

(12)

Dalam permainan anak memperoleh kesempatan untuk berbagi peran-peran interaktif misalnya guru-murid, pedagang-pembeli yang akan menuntut kemampuan beradaptasi, responsif, terampil berkomuniksi, mampu berperilaku atau berujar dan dapat menimbulkan respon positif serta mengikuti aturan-aturan yang telah disepakati bersama. Ciri esensial bermain peran yaitu anak secara rela akan mengikuti aturan-aturan yang berlaku dalam suatu permainan. Vygotsky dalam Solehuddin (2004:6) mengungkapkan bahwa ”dalam bermain peran anak akan membuat peraturan peraturan yang disepakati bersama serta dilaksanakan yang tentunya akan memberi pemahaman terhadap norma dan harapan masyarakat serta melatih anak untuk berperilaku yang sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku di masyarakat itu sendiri”. Menurut Nurbiana Dhinie (2005) pelaksanaan bermain peran dalam pengembangan bahasa di Taman Kanak-kanak dapat malatih daya tangkap, melatih anak berbicara lancar, melatih daya konsentrasi, melatih membuat kesimpulan, membantu mengembangkan intelegensi, membantu perkembangan fantasi, menciptakan suasana yang menyenangkan.

(13)

B. Rumusan Masalah

Berdasakan latar belakang penelitian di atas menunjukan perlu adanya upaya dalam memperbaiki proses belajar mengajar dalam meningkatkan keterampilan sosial dan berbicara anak. Adapun permasalahan penelitian ini adalah: ”Apakah pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role playing) dapat mempengaruhi keterampilan sosial dan berbicara pada anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak?”.

Rumusan masalah tesebut secara rinci dapat dijabarkan kedalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimana aplikasi metode bermain peran (role playing) di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak?

2. Apakah terdapat perbedaan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak antara anak yang memperoleh metode bermain peran (role playing) dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional sebelum dan sesudah perlakuan?

(14)

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui tentang aplikasi metode bermain peran (role playing) di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak. 2. Untuk mengetahui perbedaan keterampilan sosial anak Taman Kanak-kanak

Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak antara anak yang memperoleh metode bermain peran (role playing) dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional sebelum dan sesudah perlakuan.

3. untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak antara anak yang memperoleh metode bermain peran (role playing) dengan anak yang memperoleh metode pembelajaran konvensional sebelum dan sesudah perlakuan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

(15)

2. Manfaat Praktis, penelitian ini diharapkan berguna bagi:

a. Sebagai informasi bagi guru dan orang tua murid dalam upaya memperbaiki sikap dan perilaku anak, serta mengembangkan keterampilan sosial dan berbicara anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak.

b. Sebagai bahan masukan bagi pengelola dan kepala Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak, dalam melaksanakan, menempatkan dan melakukan pengawasan serta mengevaluasi konsep pembelajaran agar dalam pengembangan keterampilan sosial dan berbicara anak usia Taman Kanak-kanak sesuai dengan rencana dan strategi yang sudah ditentukan

c. Bagi peneliti, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai temuan awal untuk melakukan penelitian lanjut mengenai pengembangan keterampilan sosial dan berbicara anak usia Taman Kanak-kanak.

E. Paradigma Penelitian

Gambar 1.1. Paradigma Penelitian X

Y1

(16)

Keterangan:

X = Metode Bermain Peran (Role Playing) Y1 = Keterampilan Sosial Anak

Y2 = Keterampilan Berbicara Anak

Metode Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role

playing) dapat meningkatkan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak.

Hal ini didukung oleh teori kontruksivisme yang berpandangan bahwa anak membina sendiri pengetahuannya dan pengalaman yang ada. Dalam proses ini, anak akan menyesuaikan diri pengetahuan yang diterima dengan pengetahuan yang ada untuk membina pengetahuan yang baru. Menurut Pandangan ini anak adalah pembangun aktif pengetahuannya sendiri. Menurut De Vries dalam Masitoh (2005) anak harus membangun pengetahuan ketika mereka bermain. Anak membangun kecerdasannya, kemampuannya untuk nalar, moral dan kepribadiannya. Dengan demikian pembelajaran dipusatkan kepada anak dari pada guru, sehingga anak dapat berinteraksi dengan lingkungannya.

(17)

F. Hipotesis

Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran terhadap keterampilan sosial dan berbicara anak, maka hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:

1. Hipotesis nol (Ho) : Ha = Ho

Tidak terdapat perbedaan signifikan keterampilan sosial dan berbicara antara anak yang belajarnya menggunakan metode bermain peran (role

playing) dengan anak yang belajarnya menggunakan metode pembelajaran

konvensional.

2. Hipotesisi alternatif (Ha) : Ha ≠ Ho

Terdapat perbedaan signifikan dalam keterampilan sosial dan keterampilan berbicara antara anak yang belajarnya menggunakan metode bermain peran

(role playing) dengan anak yang belajarnya menggunakan metode

pembelajaran konvensional.

G. Definisi Operasional

Ada beberapa variabel yang perlu mendapatkan pendefinisian dalam penelitian ini, yaitu:

1. Metode Bermain Peran

(18)

tujuan anak didik mampu mengembangkan potensinya dan kemauannya untuk diekspresikan melalui peran yang dimainkannya dengan tujuan mampu menarik perhatian dan memotivasi anak untuk mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya secara utuh. Adapun langkah-langkah pembelajaran metode bermain peran yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagaimana diungkapkan oleh Wardani dalam Nugraha (2006: 43) sebagaimana dalam gambar berikut ini:

1. Pemanasan (Penyampaian dan pembahasan situasi)

Mengajukan dan membahas situasi

2. Pemilihan Peran

3. Mengatur Tempat main Menyiapkan Permainan

4. Menyiapkan Pengamat 5. Mencobakan Permainan 6. Diskusi / Evaluasi

Bermain 7. Mengulang Permainan

8. Diskusi/ Evaluasi

9. Megungkap Pengalaman Mengungkap Pengalaman

Gambar 2.1 Langkah-Langkah Bermain Peran

2. Keterampilan Sosial

(19)

Social Skill list:

1) Enviromental behaviors : (a) care for the environment, (b) dealing with emergencies, (c) movement around environment. 2) Interpersonal behaviors: (a) accepting authority, (b) coping with

conflict, (c) giving attention, (e) greeting others, (f) helping others, (g) making conversations, (h) organized play, (i) positive attitude toward others, (j) playing informally, and (k) property own and others.

3) Self-related behaviors: (a) accepting consequences, (b) ethical behavior, (c) expressing feelings, (d) positive attitude toward self, (e) responsible behavior, and (f) self care.

4) Task Related behaviors: (a) asking and answering questions, (b) attending behavior, (c) participation, (d) following directions, (e) group activities, (f) performing before other, (g) quality of work.

Berdasarkan acuan tersebut maka keterampilan sosial dalam penelitian ini adalah kemampuan anak Taman Kanak-kanak dalam mengadakan hubungan dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan orang lain, sehingga anak dapat beradaptasi dengan lingkungannya secara harmonis. Adapun keterampilan sosial yang akan diteliti dari anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak adalah :

1) Perilaku interpersonal (Interpersonal behaviors) dengan indikator: (a) menerima pengaruh orang lain, (b) mengatasi masalah, (c) memberikan perhatian, (d) salam dengan orang lain, (e) membantu orang lain, (f) membuat percakapan, (g) kerjasama, (h) sikap positif terhadap orang lain, (i) bergaul secara informal, (j) Menjaga milik orang lain.

(20)

3. Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara adalah kemampuan dalam berkomunikasi secara lisan sebagai media dalam menyampaikan suatu ide, gagasan atau pendapat serta pemikirannya kepada orang laim untuk berbagai kepentingan. Sebagaimana dikemukakan oleh Arsjad dan Mukti (1998: 23) bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kita sehingga maksud pembicaraan dapat dipahami oleh orang lain.

Keterampilan berbicara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu ketentuan yang dimiliki oleh seseorang dalam mengucapkan bunyi atau kata-kata, mengekspresikan, menyampaikan pikiran, gagasan serta perasaannya kepada orang lain secara lisan. Keterampilan berbicara yang akan diteliti dari anak Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas Muhammadiyah Pontianak adalah:

1) Mendengarkan dan membedakan bunyi suara, bunyi bahasa dan mengucapkannya, dengan indikator: (a) menyebutkan suara atau kata, (b) menirukan suara/kata, (c) melakukan perintah.

2) Berkomunikasi secara lisan dengan benar, dengan indikator: (a) menyebutkan nama diri, orang tua, jenis kelamin, alamat rumah dengan benar, (b) melakukan percakapan, (c) menjawab pertanyaan.

(21)

4) Kemampuan artikulasi, dengan indikator: (a) mengucapkan huruf vokal, (b) mengucapkan huruf yang sulit diucapkan.

(22)

64

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuasi

eksperimen. Metode kuasi eksperimen digunakan untuk mengetahui perbandingan

peningkatan keterampilan sosial anak di kelas dan keterampilan berbicara antara

anak yang mendapatkan pembelajaran dengan metode bermain peran dan yang

mendapatkan pembelajaran dengan metode pembelajaran konvensional.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kuasi

eksperimen Nonequivalent Control Group Design dimana kelompok eksperimen

maupun kelompok kontrol tidak dipilih secara random (Sugiyono, 2007: 116).

Eksperimen dilakukan dengan memberikan perlakuan metode bermain peran pada

kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol.

Tabel 3.1 Desain Penelitian

Kelompok Pre test Perlakuan Post test

Eksperimen O X1 O

Kontrol O -- O

Keterangan :

X1 : Perlakuan model pembelajaran dengan metode bermain peran (role

playing)

(23)

B. Alur Penelitian

Alur penelitian yang digunakan ditunjukkan pada gambar 3.1:

Gambar 3.1 Alur Penelitian

Uji Coba, Validasi

Studi Literatur: Metode Bermain Peran, Keterampilan Sosial dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini

Penyusunan Rencana Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran

Penyusunan Instrumen

1. Pedoman observasi keterampilan sosial anak usia dini

2. Pedoman observasi Keterampilan berbicara anak usia dini

Pembahasan

Kelompok Kontrol Tes Awal Kelompok Eksperimen

(Pre test)

Perumusan Masalah

Tes Akhir (Post test)

Metode Pembelajaran Bermain Peran Pembelajaran

Konvensional

Pengolahan dan analisis data

Observasi Keterlaksanaan model

(24)

Prosedur penelitian meliputi langkah-langkah sebagai berikut:

1. Tahap persiapan

Pada tahap ini di awali dengan studi literatur terhadap program

pembelajaran dan buku-buku pendidikan anak usia dini dalam upaya menganalisis

konsep-konsep penting yang akan diajarkan, selanjutnya menyusun skenario

pembelajaran tentang penggunaan metode bermain peran (role playing) yang

dikembangkan pada definisi konsep, indikator keterampilan sosial dan berbicara

yang dikembangkan dan satuan kegiatan harian (SKH), media dan penilaian serta

alokasi waktu. Selanjutnya studi pengembangan keterampilan sosial dan berbicara

untuk menentukan instrumen yang akan dikembangkan melalui lembaran

observasi. Instrumen ini didiskusikan dengan pembimbing.

2. Tahap penjajagan

Pada tahapan ini peneliti mengunjungi Taman Kanak-kanak Laboratorium

Universitas Muhammadiyah Pontianak untuk meminta izin pelaksanaan penelitian

dengan menyerahkan surat izin penelitian. Tahap berikutnya mendiskusikan

dengan guru kelas tentang pembelajaran dengan menggunakan metode bermain

peran (role playing) sekaligus menetapkan jadwal penelitian.

3. Tahap pelaksanaan

Pada tahapan pelaksanaan, dilakukan aplikasi metode yang telah

dituangkan dalam rencana pembelajaran dengan jadwal kegiatan tercantum

(25)

Tabel 3.2

Jadwal Kegiatan Penelitian

No Hari/tanggal Kegiatan Keterangan

1

Melatih guru tentang metode bermain peran (role playing)

Setelah pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran (role

playing) selesai, data yang telah terkumpul dianalisis dan diolah secara statistik

untuk data kuantitatif dan deskriptif untuk data kualitatif.

C. Lokasi dan Subjek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas

Muhammadiyah Pontianak yang beralamat di Jalan Ahmad Yani No 111

(26)

anak usia dini agar anak dapat menjadi generasi yang berakhlak mulia, cerdas,

mandiri dan kreatif serta bertakwa kepada Allah SWT. Sedangkan misinya

adalah (1) melaksanakan proses pembelajaran secara teratur dalam rangka

mengembangkan kompetensi dasar anak meliputi moral aama dan sosial

emosional, kognitif, fisik motorik, bahasa dan seni anak agar cerdas, kreatif dan

mampu memecahkan masalah sendiri sesuai dengan taraf perkembangannya. (2)

melaksanakan pembiasaan - pembiasaan yang baik berdasarkan nilai-nilai agama

dan akhlakul karimah dalam kegiatan sehari-hari. (3) menjalin silaturahmi dengan

orang tua murid dan masyarakat

2. Subjek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Taman Kanak-kanak Laboratorium Universitas

Muhammadiyah Pontianak, dikarenakan di TK ini jumlah kelas hanya 1 kelas

dengan jumlah 27 orang anak, maka kelas dibagi menjadi dua kelas dengan

jumlah pembagian kelas eksperimen sebanyak 14 orang anak dan satu kelas

kontrol sebanyak 13 orang anak. Jumlah anak tersebut langsung ditetapkan

sebagai sampel atau subyek penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang mendukung penelitian, peneliti menyusun

dan menyiapkan dua teknik pengumpulan data untuk menjawab pertanyaan

penelitian yaitu: observasi terstruktur dan dokumentasi.

Penelitian ini menggunakan dua macam cara pengumpulan data yaitu

(27)

dalam penelitian ini karena penelitian ini akan meneliti perilaku atau sikap

manusia yaitu keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak juga peneliti

ukur dengan menggunakan observasi. Sugiyono (2008: 203) menyatakan bahwa

observasi digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses

kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar.

Dokumentasi dipilih agar dapat memperoleh data langsung dari tempat penelitian

seperti peraturan-peraturan, laporan kegiatan, foto-foto, rekaman kegiatan dan

data yang relevan (Akdon, 2008: 137).

Dalam pengumpulan data ini terlebih dahulu menentukan sumber data,

kemudian jenis data, teknik pengumpulan data, dan instrumen yang digunakan.

Teknik pengumpulan data secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Instrumen Data

No Sumber

data

Jenis Data Teknik Pulta Instrumen

1 Anak Keterampilan sosial anak

sebelum mendapatkan

perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.

2 Anak Keterampilan berbicara

anak sebelum

mendapatkan perlakuan dan setelah mendapat perlakuan.

Dokumentasi Alat yang dibutuhkan untuk

mengambil foto atau

rekaman seperti kamera

atau handycame

4 Guru Data perencanaan

pembelajaran

(28)

E. Proses Perlakuan

Pada penelitian ini ditentukan dua kelas sebagai subyek penelitian, kelas

pertama sebagai kelas eksperimen dan kelas kedua sebagai kelas kontrol. Pertama

masing-masing kelompok diberi pretest dengan maksud untuk mengetahui

keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok

kontrol.

Selanjutnya pada kelas eksperimen diberi perlakuan berupa pembelajaran

dengan menggunakan metode bermain peran sebanyak delapan kali pertemuan

dengan langkah pembelajaran sebagai berikut: 1) Tahap persiapan, dengan

langkah kegiatan (a) guru menentukan permainan peran yang akan dilaksanakan,

Guru menata lingkungan kelas yang mendukung untuk kegiatan bermain peran.

(b) guru menyiapkan bahan dan media yang diperlukan serta skenario cerita yang

harus diperankan oleh anak. 2) Tahap Awal,dengan langkah kegiatan (a)

anak-anak berbaris dan masuk kelas dan duduk membentuk lingkaran (b) guru

membimbing anak untuk berdoa dan membaca surat pendek serta menyanyi. (c)

guru memberikan informasi kepada anak tentang kegiatan yang akan dilakukan.

(d) guru memberikan motivasi kepada anak untuk mengikuti kegiatan. 3) Tahap

Inti, dengan langkah kegiatan: (a) guru memperkenalkan barang-barang yang akan

digunakan dalam bermain peran (b) guru menceritakan skenario bermain peran

melalui gambar maupun cerita. (c) guru menunjuk anak langsung atau

mempersilahkan kepada anak untuk memilih peran. (d) anak melakukan

permainan sesuai dengan peran yang sudah ditetapkan dan guru membimbing

(29)

penekanan terhadap nilai yang ingin diajarkan. 4) Tahap penutup, dengan langkah

kegiatan: (a) guru duduk bersama anak untuk memberikan pijakan pengalaman

setelah kegiatan bermain peran selesai. (b) guru memberikan kesempatan kepada

anak untuk mengungkapkan atau berpendapat tentang kegiatan serta pengalaman

anak setelah bermain peran. (c) guru menekankan kembali nilai-nilai sosial yang

diajarkan. (d) Guru berbincang-bincang tentang kegiatan yang akan dilaksanakan

besok. (e) Guru membimbing anak untuk berdoa.

Materi yang diberikan dalam bermain peran yaitu tema peran penjual sayur,

aktivitas di bank, rumah tangga, dokter dan pasien (menolong orang sakit), polisi

dan penngguna jalan raya, aktivitas di stasion kereta api, aktivitas di kantor pos,

dan menolong musibah kebakaran. Sedangkan kelas kontrol diberi materi

pelajaran dengan tujuan yang sama tetapi dengan metode pembelajaran

konvensional (ceramah).

F. Instrumen Penelitian

Titik tolak dari penyusunan instrumen adalah variabel-variabel penelitian

yang ditetapkan untuk diteliti. Dari variabel-variabel tersebut diberikan definisi

operasionalnya dan selanjutnya ditentukan indikator-indikator yang akan diukur..

Dari indikator ini kemudian dijabarkan menjadi butir-butir pertanyaan atau

pernyataan (Sugiyono, 2008: 149).

Pengembangan instrumen penelitian yang dimaksud adalah untuk

mengungkap keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak di TK.

(30)

butir-butir pertanyaan atau pernyataan yang dikembangkan dari indikator yang disusun

dalam kisi-kisi instrumen.

Tabel 3.4

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Keterampilan Sosial Dan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini

No Variabel Sub Variabel Indikator Teknik

(31)

Dapat

Kata kerja, kata sifat, kata benda, kata keterangan waktu/ tempat.

Observasi Anak 33, 34, 35, 36, 37, 38

Keterangan :

Intrumen ini di ukur dengan skala yang telah dibuat oleh peneliti dengan mengacu

pada skala Guttman yaitu dengan hanya menggunakan dua interval yaitu

pernyataan “ya” dan “tidak” untuk mengungkap kejelasan suatu sikap/sifat

(Akdon, 2008: 122). Anak yang dapat melakukan apa yang diharapkan akan

mendapat skor 1 sedangkan anak yang tidak dapat melakukan apa yang

diharapkan berarti mendapat skor 0.

G. Uji Coba Alat Pengumpul Data

Sebelum alat pengumpul data ini digunakan untuk mengumpulkan data,

(32)

reliabel, maka proses pertama adalah mengukur validitas dan reliabilitas butir

item.

1. Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak Di Kelas

Pedoman observasi ini digunakan untuk mengetahui perubahan

keterampilan sosial anak dari mulai pre test sampai kepada post test. Pedoman

observasi ini dikonstruksi dalam pilihan sikap ”ya” atau ”tidak” dengan

berpedoman pada skala Guttman. Penskorannya adalah nilai 1 untuk sikap ”ya”

dan nilai 0 untuk sikap ”tidak”.

a. Validitas Butir Item

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keabsahan dan

kevalidan suatu alat ukur atau instrumen penelitian. Validitas menunjukkan

sejauhmana suatu alat ukur itu mampu mengukur yang diukur pada penelitian. Uji

validitas ini dilakukan untuk menguji ketepatan suatu item dalam pengukuran

instrumennya.

Untuk mengetahui tingkat validitas maka instrumen diujicobakan pada

sekolah atau Taman Kanak-kanak yang secara umum mempunyai tingkat yang

sama tentang keterampilan sosial dan keterampilan berbicara dengan kelompok

anak yang akan dijadikan penelitian ini. Dalam pengujian validitas butir

observasi, peneliti menggunakan validitas isi dan validitas construct.

Validitas isi dilakukan dengan cara bertanya dan berdiskusi kepada dua

orang ahli pada bidangnya. Atas rekomendasi dari salah satu pembimbing untuk

menentukan apakah instumen yang akan digunakan sesuai untuk anak usia Taman

(33)

anak-anak Kelompok B sebanyak 14 orang anak di Taman Kanak-kanak Insan

Hasanah Cianjur yang beralamat di Kompleks Pesona Indah Cianjur Desa Nagrak

Kabupaten Cianjur.

Menurut Akdon (2008: 138) sebuah instrumen diputuskan dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya diukur jika instrumen sudah di uji

validitasnya dan hasilnya valid. Validitas setiap butir item yang digunakan dalam

penelitian ini diuji dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment,

kemudian menghitung harga thitung.

Kaidah pengujian dengan membandingkan nilai ttabel dan nilai thitung. Nilai

ttabel diperoleh dengan dk = n – 1 dan tingkat signifikan α = 0,05, dimana n =

jumlah siswa. Untuk mengetahui tingkat validitas dapat dilakukan dengan

membandingkan antara thitung dan ttabel dengan berpedoman pada kaidah penafsiran

jika thitung > ttabel, berarti data valid, dan jika thitung < ttabel berarti data tidak valid.

Dari 55 butir item yang diujicobakan kepada 14 orang siswa diperoleh data

hasil uji validitas pada tabel 3. 5. pada tebel 3. 5 terdapat keterangan bahwa 36

butir item dinyatakan valid dan 19 butir item yang tidak valid, dengan demikian

untuk keterampilan sosial butir item pernyataan yang digunakan sebanyak 36 butir

(34)

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak

No

soal

Validitas Inter-pretasi No

soal

Validitas Inter-pretasi

thitung ttabel Keterangan thitung ttabel Keterangan

1 0,762 0,532 Valid Dipakai 29 0,207 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

Berdasakan data pada tabel 3.5 tentang uji validitas pedoman observasi

keterampilan sosial anak, maka diperoleh item pernyataan yang dinyatakan valid

(35)

Tabel. 3.6

Kisi-Kisi Pedoman Observasi Keterampilan Sosial Anak Setelah Uji Validasi

Variabel Sub Variabel Indikator Teknik

Pulta

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan

tes yang sama pada situasi yang berbeda atau satu pengukuran ke pengukuran

(36)

yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen

penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada

taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Apabila dilakukan pengujian

reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai

Alpha (Triton P B, 2006: 248). Menurut Santoso (2001: 227), apabila alpha hitung

lebih besar daripada r tabel dan alpha hitung bernilai positif, maka suatu

instrumen penelitian dapat disebut reliabel.

Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan

skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikeompokkan kedalam

lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat

diinterpretasi seperti tabel berikut:

Tabel 3.7

Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00 s.d 0,20

>0,20 s.d 0,40

>0,40 s.d 0,60

>0,60 s.d 0,80

>0,80 s.d 1,00

Kurang Reliabel

Agak Reliabel

Cukup Reliabel

Reliabel

Sangat Reliabel

Berdasarkan tabel diatas maka tingkat reliabilitas pada pedoman observasi

ini ada pada derajat sangat reliabel karena diperoleh Alpha-Cronbach sebesar

(37)

2. Pedoman Observasi Keterampilan Berbicara Anak

Pedomen observasi ini digunakan untuk mengetahui peningkatan

keterampilan berbicara anak dari mulai pre test sampai kepada post test. Pedoman

observasi ini dikonstruksi dalam pilihan sikap ”ya” atau ”tidak” dengan

berpedoman pada skala Guttman. Penskorannya adalah nilai 1 untuk sikap ”ya”

dan nilai 0 untuk sikap ”tidak”.

a. Validitas Butir Item

Menurut Akdon (2008: 138) sebuah instrumen diputuskan dapat digunakan

untuk mengukur apa yang seharusnya diukur jika instrumen sudah di uji

validitasnya dan hasilnya valid. Validitas setiap butir item yang digunakan dalam

penelitian ini diuji dengan menggunakan korelasi Pearson Product Moment,

kemudian menghitung harga thitung.

Kaidah pengujian dengan membandingkan nilai ttabel dan nilai thitung. Nilai

ttabel diperoleh dengan dk = n – 1 dan tingkat signifikan α = 0,05, dimana n =

jumlah siswa. Untuk mengetahui tingkat validitas dapat dilakukan dengan

membandingkan antara thitung dan ttabel dengan berpedoman pada kaidah penafsiran

jika thitung > ttabel, berarti data valid, dan jika thitung < ttabel berarti data tidak valid.

Dari 38 butir item yang diujicobakan kepada 14 orang siswa diperoleh data

hasil uji validitas pada tabel 3.8. Pada tebel 3.8 terdapat keterangan bahwa 21

(38)

Tabel 3.8

Hasil Uji Validitas Pedoman Observasi Keterampilan Berbicara Anak

No

soal

Validitas Inter-pretasi No

soal

Validitas Inter-pretasi

thitung ttabel keterangan thitung ttabel keterangan

1 0,634 0,532 Valid Dipakai 20 0,671 0,532 Valid Dipakai

2 0,816 0,532 Valid Dipakai 21 0,634 0,532 Valid Dipakai

3 0,410 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 22 0,492 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

4 0,229 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 23 0,392 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

5 0,755 0,532 Valid Dipakai 24 0,671 0,532 Valid Dipakai

6 0,597 0,532 Valid Dipakai 25 0,360 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

7 0,131 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 26 0,808 0,532 Valid Dipakai

8 0,571 0,532 Valid Dipakai 27 0,595 0,532 Valid Dipakai

9 0,597 0,532 Valid Dipakai 28 0,731 0,532 Valid Dipakai

10 0,875 0,532 Valid Dipakai 29 0,595 0,532 Valid Dipakai

11 0,442 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 30 0,298 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

12 0,261 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 31 0,442 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

13 0,731 0,532 Valid Dipakai 32 0,724 0,532 Valid Dipakai

14 0,144 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 33 0,211 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

15 0,739 0,532 Valid Dipakai 34 0,791 0,532 Valid Dipakai

16 0,540 0,532 Valid Dipakai 35 0,229 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

17 0,035 0,532 Tidak valid Tidak dipakai 36 0,131 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

18 0,808 0,532 Valid Dipakai 37 0,229 0,532 Tidak valid Tidak dipakai

19 0,808 0,532 Valid Dipakai 38 0,634 0,532 Valid Dipakai

Berdasakan data pada tabel 3.8 tentang uji validitas pedoman observasi

keterampilan sosial anak, maka diperoleh item pernyataan yang dinyatakan valid

(39)

Tabel. 3.9

Kisi-Kisi Pedoman Observasi Keterampilan Berbicara Anak Setelah Uji Validasi

Variabel Sub Variabel Indikator Teknik

Pulta

Kata kerja, kata sifat, kata benda, kata keterangan waktu/ tempat.

Observasi Anak 34, 38 20,21

b. Reliabilitas Butir Item

Reliabilitas adalah kestabilan skor yang diperoleh ketika diuji ulang dengan

(40)

lainnya. Pengujian reliabilitas menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar

yang digunakan dalam menentukan reliabel dan tidaknya suatu instrumen

penelitian umumnya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada

taraf kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Apabila dilakukan pengujian

reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai

Alpha (Triton P B, 2006: 248). Menurut Santoso (2001: 227), apabila alpha hitung

lebih besar daripada r tabel dan alpha hitung bernilai positif, maka suatu

instrumen penelitian dapat disebut reliabel.

Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan

skala alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikeompokkan kedalam

lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat

diinterpretasi seperti tabel berikut:

Tabel 3. 10 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha

Alpha Tingkat Reliabilitas

0,00 s.d 0,20

>0,20 s.d 0,40

>0,40 s.d 0,60

>0,60 s.d 0,80

>0,80 s.d 1,00

Kurang Reliabel

Agak Reliabel

Cukup Reliabel

Reliabel

Sangat Reliabel

Berdasarkan tabel diatas maka tingkat reliabilitas pada pedoman observasi

ini ada pada derajat sangat reliabel karena diperoleh Alpha-Cronbach sebesar

(41)

H. Teknik Analisis Data

Untuk menganalisis data yang telah peroleh sehingga dapat digunakan

dalam menjawab rumusan permasalahan, maka langkah-langkahnya sebagai

berikut:

1. Peningkatan Keterampilan Sosial dan Berbicara Anak

Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung

dengan rumus g faktor (N-Gain) dengan rumus Hake (Cheng, et. al, 2004: 35):

pre maks

pre post

S S

S S g

− − =

Keterangan:

Spost = Skor Postes

Spre = Skor Pretes

Smaks = skor Maksimum Ideal

Gain yang dinormalisasi ini diinterpretasikan untuk menyatakan

peningkatan keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak dengan kriteria

seperti pada Tabel 3. 11.

Tabel 3.11

Kategori Tingkat Gain Yang Dinormalisasi

Batasan Kategori

g > 0,7 Tinggi

0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang

(42)

Pengaruh pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dapat

dilihat dari perbandingan nilai g kelas eksperimen yang menggunakan

pembelajaran dengan metode bermain peran dengan kelas kontrol yang

menggunakan pembelajaran konvensional. Suatu pembelajaran dikatakan lebih

efektif jika menghasilkan g lebih tinggi dibanding pembelajaran lainnya.

2. Uji Hipotesis

a. Uji Normalitas Distribusi Data

Uji normalitas distribusi data keterampilan sosial anak dan keterampilan

berbicara untuk kelompok eksperimen dilakukan dengan persamaan

(Sugiyono: 2007: 241):

( )

=

e e f

f f

x2 ( 0 )

dimana: f : frekuensi observasi 0

f : frekuensi ekspektasi e

Data dikatakan berdistribusi normal jika hitung < tabel.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas distribusi data dilakukan dengan menggunakan

persamaan:

kecil S

besar S

F 2

2 =

Dengan S2 = varians

Data dikatakan homogen bila Fhitung <Ftabel

(43)

c. Uji Kesamaan Dua Rerata

Uji kesamaan dua rata-rata dipakai untuk membandingkan antara dua

keadaan, yaitu keadaan nilai rata-rata pre test siswa pada kelompok

eksperimen dengan siswa pada kelompok kontrol, keadaan nilai rata-rata

post test siswa pada kelompok eksperimen dengan siswa pada kelompok

kontrol, dan uji kesamaan rata-rata untuk g. Uji kesamaan dua rata-rata

(uji-t) dilakukan dengan menggunakan SPSS for windows 12.0 yaitu uji-t dua

sampel independen (Independent-Sample t Test).

(44)

Apabila data tidak berdistribusi normal maka dipakai uji non parametrik

yaitu uji Mann-Whitney atau Wilcoxon (Ruseffensi, 1998: 398).

Selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan menggunakan

program SPSS for windows versi 12.0. sebelum dilakukan uji hipotesis

(analisis inferensial), sebagaimana disebutkan diatas terlebih dahulu

dilakukan uji normalitas dan homogenitas data. Uji normalitas data

dimaksudkan untuk mengetahui distribusi atau sebaran skor data

keterampilan sosial anak dan berbicara pada kedua kelas. Dalam penelitian

uji normalitas data menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test.

Uji homogenitas data dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya

kesamaan varians kedua kelas. Uji homogenitas dilakukan dengan

menggunakan uji Levene test, kemudian dilakukan uji-t. Uji kesamaan dua

(45)

153

BAB V

SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan pada bab 4 sebelumnya,

maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Pembelajaran dengan metode bermain peran merupakan suatu metode yang

dilakukan dengan memerankan tokoh-tokoh atau benda-benda di sekitar anak

dengan tujuan untuk mengembangkan daya khayal (imajinasi) dan

penghayatan terhadap pengembangan yang dilaksanakan.

Dalam aplikasi langkah pembelajarannya di TK Laboratorium Universitas

Muhammadiyah Pontianak adalah: (a) guru telah menyiapkan naskah, alat,

media dan kostum yang akan digunakan dalam kegiatan bermian peran (b)

guru menerangkan teknik bermain peran dengan cara yang sederhana, karena

kelompok murid baru diperkenalkan dengan bermain peran (c) guru memilih

langsung anak atau memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih peran

yang disukainya (d) guru menetapkan peran pendengar (e) guru menetapkan

dengan jelas masalah dan peranan yang anak-anak harus mainkan (f) guru

menyarankan kalimat yang baik diucapkan oleh pemain untuk memulai (g)

setelah main peran selesai kemudian membuka diskusi dan tanya jawab

tentang peran yang anak-anak mainkan (h) memberikan penekanan terhadap

(46)

2. Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dalam

meningkatkan keterampilan sosial anak dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat

dari peningkatan (N-Gain) keterampilan sosial anak rata-rata sebesar 0,853

pada kelas eksperimen dan 0,186 pada kelas kontrol. Hal ini menunjuukkan

adanya peningkatan yang signifikan. Adapun hasil pengujian data diperoleh

asymp. sig. (2-tailed) pada tes akhir kelas eksperimen dengan kelas kontrol

adalah sebesar 0,000. karena 0,000 ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Artinya terdapat perbedaan peningkatan keterampilan sosial anak di kelas

antara hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermian peran di

kelas eksperimen dengan hasil pembelajaran konvensional di kelas kontrol, di

mana hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran lebih

tinggi daripada hasil pembelajaran konvensional.

3. Pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran dalam

meningkatkan keterampilan berbicara dibandingkan dengan pembelajaran

konvensional menunjukkan perbedaan yang signifikan. Hal ini dapat dilihat

dari peningkatan (N-Gain) keterampilan berbicara rata-rata sebesar 0,779

pada kelas eksperimen dan 0,280 pada kelas kontrol. Hal ini menunjukkan

adanya peningkatan yang signifikan. Adapun hasil pengujian data diperoleh

asymp. sig. (2-tailed) pada tes akhir kelas eksperimen dengan kelas kontrol

adalah sebesar 0,002. karena 0,002 ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Artinya terdapat perbedaan peningkatan keterampilan berbicara anak antara

(47)

eksperimen dengan hasil pembelajaran konvensional di kelas kontrol, di mana

hasil pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran lebih tinggi

dari pada hasil pembelajaran konvensional.

B. Rekomendasi

Berdasarkan dari hasil penelitian pembelajaran menggunakan metode

bermain peran, peneliti memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Temuan di lapangan menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan

metode bermain peran memberikan pengaruh yang lebih besar pada

keterampilan berbicara dibandingkan pada keterampilan sosial anak, dilihat

dari peningkatan N-Gain pada kedua variabel tersebut pada pre test dan post

test. Dikarenakan action pembelajaran yang dilakukan oleh guru lebih banyak

pada aspek berbicara daripada keterampilan sosialnya. Oleh karena itu

direkomendasikan kepada guru untuk mencari model belajar bermain peran

yang menekankan pada aspek keterampilan sosialnya.

2. Temuan dilapangan menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilaksanakan di

TK. Laboratorium Universitas Muhammadiyah selama ini masih bersifat

konvensional maka diperlukan upaya khusus untuk dapat meningkatkan

keterampilan sosial dan keterampilan berbicara anak. Mengingat

pembelajaran dengan menggunakan metode bermain peran efektif dalam

meningkatkan keterampilan sosial dan berbicara anak dibandingkan dengan

pembelajaran konvensional, maka rekomendasi dibuat agar pembelajaran

dengan menggunakan metode bermain peran haruslah dilaksanakan dan

(48)

3. Bagi Guru, Agar pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode

bermian peran ini berhasil dengan baik, hendaknya dipersiapkan secara

seksama, mulai dari peralatan atau media bermain peran, pembuatan Satuan

Kegiatan Harian (SKH), pembuatan dan penjelasan skenario cerita dan

penguatan terhadap nilai-nilai yang akan ditanamkan kepada anak serta

memberikan teladan kepada siswa secara terus-menerus, intensif dan

berkelanjutan agar nilai-nilai yang sudah tertanam betul-betul terinternalisasi

secara permanen dalam diri anak. Bila perencanaan dilakukan dengan matang

dan strategi belajar dilaksanakan menggunakan strategi yang tepat maka

(49)

157

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran dan Terjemahnya (2008) Departemen Agama RI.

Afiati E. (2003) Program Pengembangan Keterampilan Sosial Anak Usia TK. Tesis UPI: Tidak dipublikasikan.

Arixs. (2008) Menanamkan Model Belajar Sosio Drama Untuk Siswa PAUD 90% Materi diserap Anak Didik.Online Tersedia: www. Cybertokoh.commod php mod_publisher&op=vewarticle&article=3770_19k.

Akdon. (2008). Aplikasi Statistika dan Metode Penelitian Untuk Administrasi & Manajemen. Bandung: Dewa Ruci

Arsjad, Maidar G. dan Mukti U.S. (1998). Pembinaan Kemampuan Berbicara Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Ashiabi, Godwin S. (2007). ”Play in the Preschool Classroom: Its Sosioemosional Significance and the Teacher’s Role in Play”. Early Childhood Education Journal. Vol. 35 No,2.199-206.

Bass, Jennifer D. dan Mulick, James A. (2007) “Social Skill Enchancement of Children With Autism Using Peers and Siblings as Therapists”. Journal Psychology in the Schools. Vol.44 (7) 726-733.

Brewer, Jo An. (2007). Introduction To Early Childhood Education Prescholl Throught Primary Grades. United States Of Amerika: Pearson.

Bergen D. (2002). “The Role of Pretend Play in Children’s Cognitive Development”. Journal Early Childhood Research & Practice, 4(1).

[Online]. Available: http://ecrf.uiuc.edu/v4n1/bergen.html.

Cartledge G, Milburn J.F. (1992) Teaching Social Skill to Children. New York: Perganon,

Cheng, K., et al. (2004). “Using an Online Homework System Enhances Students’ Learning Of Physics Consepts in an Introdutory Physics Course”. Journal American Association of Physic Teacher. 72, 11, 1447–1453.

Dit.PADU, Ditjen PLSP, Depdikmas, Sekolah Al Falah dan CCRT. (2004) Lebih Jauh Tentang Dapur dan Kerumahtanggaan: Main Peran. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

(50)

Desmita. (2008). Psikologi Perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Dhieni, Nurbiana. (2005). Metode Pengembangan Bahasa. Jakarta.: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.

Elan. (2005). Upaya Menumbuhkan Keterampilan Sosial Dalam Partisipasinya Sebagai warga Negara Melalui Pendekatan Belajar Kontekstual. Tesis UPI: Tidak Dipublikasikan.

Fajar. (2008) Keterampilan Sosial Pada Anak Menengah Akhir. Online Tersedia: F4jar Multiply.com/journal/item/191/keterampilan pada anak-anak menengah akhir 132k. [4 Mei 2008]

Gzezda, Theresa, dkk. (1991). Improving Intruction and Assesment in Early Childhood Education. Washington DC : National Academy Pers.

Geiken, Rosmary. et al. (2009). “Putting the Cart Before the Horse: The Role of a Socio-moral Atmosphere in an Inquiry-based Curriculum.” Journal of Childhood Education. 260-263.

Han, Heejeong Sophia. (2010). “Sosiocultural influence on children’s social Competence: a close look at kindergarten teacher’ beliefs.” Journal of Research in Chillhood Education. 24.1.

Hojnoski, Robin L., et al. (2008). “Analysis of Two early Childhood Education Setting: Clasroom Variables and Peer Verbal Interaction.” Journal of Research in Chillhood Education. 23.2.

Hurlock E. (2004) Perkembangan Anak Jilid 1 (terjemahan oleh Meitasari Tjandrasa dan Muchlisoh Zakarsih). Jakarta: Erlangga.

Janice. J Beaty. (1986). Observing Development of the Young Child. New York: MacMillan.

Klapper, Hope Lunin.(2001) Childhood Socialization and Television. New York: Virginia.

Kurniati E. (2006) Program Bimbingan Untuk Mengembangkan Keterampilan Sosial Melalui Permainan Tradisional. Tesis UPI; Tidak dipublikasikan.

Masitoh. (2002). Model Pembelajaran Bahasa Berdasarkan Pendekatan Bahasa Menyeluruh. UPI. Tidak dipublikasikan.

(51)

Masitoh, dkk. (2005). Pendekatan Belajar Aktif di Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Mayke S. Tedjasaputra. (2001). Bermain, Mainan dan Permainan Untuk Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Grasindo.

Moeslihatoen. (2004) Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak. Bandung: Rineka Cipta.

Mutiah, Diana. (2010). Psikologi Bermain Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana

Nugraha, D. (2006). Penerapan Metode Role Playing dalam Meningkatkan motivasi belajar siswa terhdadp mata pelajaran sejarah. Tesis Master FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Nurihksan, Juntika. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Papalia, dkk. (2009). Human Development (perkembangan Manusia) Edisi 10 Buku 1. Jakarta : Salemba Humanika.

Padmonodewo, Soemiarti. (2003). Pendidikan Anak Pra Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta

Pucket, Margaret B. & Black, Jenet K. (2001). The Young Child Development From Prebirth Thorough Age Eight. Amerika: Merill Prentice Hall.

Philips, E.L. (1985). Social Skill: History and Prospect. Dalam L’abate,L. and Milan, M.A. (eds). Handbook of Social Skill Training and Research. New York: John Willwy & Sons.

Ramayulis. (2002). Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.

Rahman, Budi. (2007). Pengaruh Pembelajaran VCT Model Games Terhadap Penguatan Nilai dan Keterampilan Sosial Siswa. Tesis UPI: Tidak Dipublikasikan

Rr. Ryolitta Agustiyaningsih. (2009). Peningaktan Keterampilan Berkomunikasi Anak melalui Penerapan Metode Bermain Peran Mikro. Tesis UPI; Tidak dipublikasikan.

(52)

Rohmayanti. (2003). Upaya Meningkatkan Pembelajaran Geografi Melalui Pendekatan Keterampilan Sosial Siswa. Tesis UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Rogers, Sue. and Evans, Julie (2007). “Rethinking Role Play in the Reception Class”. Education Researh. Vol. 49. No. 2. 153-167.

Santrok. (1995). Life Span Development Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.

Solehudin. (2000). Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah. Bandung: Fakultas Ilmu Pendidikan UPI.

Solehudin. (2004). Bermain dan Perkembangan dalam Persfektif Vygotsky, Makalah pada pelatihan pengembangan wawasan Dosen PGTK. Jakarta.

Setiasih D. (2005). Keterampilan Sosial Siswa Tunanetra Ditinjau Dari Kemampuan Orientasi dan Mobilitas. Skripsi UPI Bandung: Tidak Dipublikasikan.

Sumantri, Mulyani & Syaodih, Nana. (2007). Perkembangan Peserta Didik. Universitas Terbuka. Jakarta.

Sudjana. (2005). Metode Statistika. Bandung: PT. Tarsito.

Sujiono, Yuliani Nurani. (2009) Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: PT. Indeks.

Santoso, S, & F. Tjiptono. (2001). Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Jakarta: PT Elexmedia Computindo.

Syaodih, Ernawulan. (1999). Peranan Bimbingan Guru Pengasuhan Orang Tua dan Interaksi Teman sebaya Terhadap Perkembangan Perilaku Sosial Anak. Tesis PPS UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2007). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Suhartono. (2005). Pengembangan Keterampilan Berbicara Anak Usia Dini. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

(53)

Tarigan Henry Guntur. (2008). Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Terpstra, Judith E. dan Tamura , Ronald. (2008). ”Effective Social Interaction Strategies for Inclusive Setting”. Early Childhood Education Journal. 35, 405-411.

Triton, P, B. (2006). SPSS 13.0 Terapan: Riset Statistik Parametrik. Yogyakarta: C.V Andi Offset.

Turiel, Elliot. (2008). ”The Development of Children’s Orientations toward Moral, Social, and Personal Orders: More a sequence in Development”. Human Development. 51.21-39.

Tjahyati, T. (2008). Pembelajaran Role Playing Bagi Anak Attention Deficit Hyperactif Disorder (ADH). Skripsi Pendidikan Luar Biasa UPI: Tidak dipublikasikan

Uno. Hamzah B. (2007). Model Pembelajaran, Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Akasara.

Uren, Nicole. dan Stagnitti, Karen (2009). “Pretend Play, Social Competence and Involevement in Children Aged 5-7 Years: The Concurrent Validity of the Child-Initiated Pretend Play Assesmen. Australian Occupational Therapy Journal. 56, 33-40.

Yusuf, Syamsu. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Rosda Karya.

Yasmin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Konstruktivistik. Jakarta: Gaung Persada press.

Gambar

Gambar  1.1. Paradigma Penelitian
gambar secara sederhana, (c)memberikan informasi tentang sesuatu.
Tabel 3.1 Desain Penelitian
Gambar 3.1 Alur Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini hanya uji warna, kelarutan dalam etanol 90%, bilangan asam, bilangan ester, dan putaran optik, alpha copaeneyang sudah memenuhi standar

Dari hasil penelitian ini hanya uji warna, kelarutan dalam etanol 90%, bilangan asam, bilangan ester, dan putaran optik, alpha copaeneyang sudah memenuhi standar

Adapun permasalahan yang di tetapkan dalam penulisan skripsi mengenai Pembatalan Hak Sewa Bangunan Oleh Ahli Waris Terhadap Ruko Yang Dibangun Di Atas Tanah Milik Orang Lain (Studi

[r]

PENERAPAN PENDEKATAN OPEN ENDED UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA MATERI BANGUN RUANG.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

dengan membandingkan rasio-rasio tersebut dari tahun ke tahun maka dapat di ketahui efisiensinya penggunaan dana perusahaan sejauh mana kebijakan yang telah di jalankan

Tabel 4.3 Data Hasil Observasi Kinerja Guru Tahap Pelaksanaan Pada Siklus I

“ Permainan Dadu Narasi”, diharapkan 8 8% siswa mencapai semua KKM. Kriteria aspek penilaian dalam menulis cerita narasi berdasarkan gambar seri yakni skor dua untuk