P
Pr Program Pa untuk M Gelar MaPRO
UNIVE
EMBELA
ARTIK
rogram Stud ascasarjana Memenuhi S agister dalaHAFID
N
OGRAM
S
PROGR
RSITAS
M
1
AJARAN
S
KEL
PUBLIK
Diajukan K di Magister a Universita Salah Satu S am Ilmu Pen
Oleh
PURWON
NIM: S. 200
TUDI
PEN
RAM
PASC
MUHAMMA
2012
SASTRA
D
KASI
ILMIA
epada r Pengkajian s Muhamm Syarat Guna ngajaran Ba h
NO
RAHAR
100 005NGKAJIAN
CASARJAN
ADIYAH
S
2
DI
SMA
KEMANDIRIAN PEREMPUAN DALAM NOVEL
MADAME KALINYAMAT KARYA ZHAENAL FANANI:
PERSPEKTIF FEMINISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA
DI SMA
Oleh
Hafid Purwono Raharjo
Program Studi Magister Pengkajian Bahasa
Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta
abstract
This research examines the issue of the independence of women are
reflected within the main character's novel Madame Kalinyamat. How the
structure in the novels of Madame Kalinyamat? How is the independence of women is reflected in Queen Kalinyamat, main character in the novel Madame Kalinyamat works Zhaenal Fanani in perspective of feminism? The purposes of research is two, (1) to describe the structure of the novel Madame Kalinyamat
and (2) to describe the independence of women is reflected in Madame
Kalinyamat, main character in the novel Madame Kalinyamat works Zhaenal
Fanani in perspective of feminism. This research uses qualitative descriptive method with the perspective of phenomenology of literature. Technique of collecting data used the preach technique and technical note. Test the validity of the data using the first strategy of Patton triangulation techniques. Techniques of data analysis used method of dialectics and content analysis method. The result of this research is three. (1) Elements of builders in the novel Madame Kalinyamat coupled to each other. (2) The independence of women is reflected in Madame Kalinyamat, main character in the novel Madame Kalinyamat can be viewed from four perspectives, namely political, social, family, and religious. (3) The implications of the novel Madame Kalinyamat as an alternative material for language learning and literature in high school, especially in class XI.
Keyword: independency, feminism, structural, the implications of learning
Pendahuluan
Sebuah karya sastra pada hakikatnya merupakan suatu pengungkapan
kehidupan melalui bentuk bahasa. Karya sastra merupakan hasil karya manusia
yang memuat berbagai nilai bagi kehidupan manusia. Muatan nilai yang tertulis
dalam karya sastra, dikemas sebagai sebuah fiksi.
Nurgiyantoro (2010:3) menyatakan bahwa fiksi sebagai karya imajiner
biasanya menawarkan berbagai permasalahan manusia dan kemanusiaan, hidup dan kehidupan. Pengarang menghayati berbagai permasalahan tersebut dengan penuh kesungguhan yang kemudian diungkapkan kembali setelah melalui sarana fiksi sesuai dengan pandangannya.
Kehidupan yang digambarkan oleh pengarang dalam karya sastra (novel)
adalah kehidupan rekaan pengarang, meskipun tampak seperti sebuah realita
hidup. Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai
dengan sikap pengarang, latar belakang pendidikan, keyakinan, dan sebagainya
(Pradopo, 1997:36).
Salah satu aspek kehidupan yang digambarkan melalui novel adalah
permasalahan yang berkaitan dengan feminisme. Topik feminisme perlu
ditampilkan karena masih menarik untuk dibicarakan. Kemenarikan feminisme
dikarenakan sistem patriarki masih lekat dalam budaya Indonesia, utamanya
pada masyarakat Jawa.
Peran yang ditunjukkan Ratu Kalinyamat dalam novel Madame Kalinyamat
menjadi manifestasi kemampuan seorang perempuan untuk bersikap dan
bertindak sesuai dengan konsep gender. Semangat feminisme yang diwakili oleh
tokoh Ratu Kalinyamat, lahir jauh sebelum disepakatinya strategi meningkatkan
peran wanita di tahun 1970‐an. Menurut Irwan (2009:37), gerakan feminisme
mulai muncul di Indonesia tahun 60‐an.
Kemampuan dalam menganalisis novel, berkaitan dengan pemahaman atas unsur‐unsur pembangunnya. Stanton (2007:7‐9) membedakan unsur pembangun
novel ke dalam tiga bagian, yaitu fakta, tema, dan sarana sastra. Berkaitan
dengan uraian tersebut, permasalahan dalam penelitian ini, yaitu: (1) Bagaimana
struktur novel dalam novel Madame Kalinyamat karya Zhaenal Fanani? dan (2)
Bagaimana kemandirian perempuan yang tercermin pada diri Ratu Kalinyamat,
tokoh utama dalam novel Madame Kalinyamat karya Zhaenal Fanani dalam
perspektif feminisme?
Pembahasan mengenai feminisme perlu memuat dua konsep yang perlu
dipahami. Kedua konsep tersebut berkaitan dengan dua hal. Pertama, aspek
perbedaan biologis sebagai akibat alamiah serta kedua, aspek perbedaan
psikologis dan kultural. Maskulin dan feminin mengacu pada jenis kelamin,
sebagai perbedaan gender. Perbedaan gender merupakan perbedaan yang
dapat dipertukarkan. Fakih (2008:8) menjelaskan bahwa konsep gender
merupakan sifat yang melekat pada kaum laki‐laki atau perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Konsep gender tersebut berkaitan
dengan kritik sastra feminis (Ratna, 2005:414).
Djayanegara (2000:28‐36) mengelompokkan kritik sastra feminis menjadi
enam, yaitu kritik ideologis, kritik ginokritik, kritik sastra feminis sosial, kritik sastra
feminis‐psikoanalitik, kritik feminis lesbian, dan kritik feminis ras atau etnik. Kritik
sastra feminis memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1) mengritik kanon karya sastra
Barat dan untuk menyoroti hal‐hal yang bersifat standar yang didasarkan pada budaya
patriarki, 2) menampilkan teks‐teks yang terlupakan dan yang diremehkan yang dibuat
oleh perempuan, 3) mengokohkan gynocritisme, studi tulisan‐tulisan yang dipusatkan
pada perempuan, dan untuk mengokohkan kanon perempuan, mengeksploitasi
konstruksi‐konstruksi kultural dari gender dan identitaS, serta 4) mengeksploitasi
konstruksi‐konstruksi kultural dari gender dan identitas.
Kemandirian didefinisikan sebagai keadaan seseorang yang dapat berdiri
sendiri tanpa bergantung pada orang lain (Parker, 2005). Menurut Stein dan
Book (2002:105), kemandirian adalah kemampuan untuk mengerahkan dan
mengendalikan diri sendiri dalam berpikir dan bertindak, serta tidak merasa
bergantung pada orang lain secara emosional. Orang yang mandiri
mengandalkan dirinya sendiri dalam merencanakan dan membuat keputusan
penting. Kemandirian menjadi wujud sikap seseorang yang tidak dipengaruhi
orang lain.
Kemandirian perempuan sejalan dengan konsepsi emansipasi sebagaimana
dikemukakan oleh Trat (1998:96) berdasarkan pendapat Engel, yaitu “Engel
comes out first in favor of legal equality between women and men: he sees this as the way to bring the real solutions to the subjection of women to light”.
Kesetaraan antara perempuan dan laki‐laki menjadi jalan keluar yang nyata
untuk mengentaskan perempuan menuju pencerahan. Perempuan dapat keluar
dari dominasi laki‐laki dengan adanya kesetaraan gender.
Perempuan selayaknya mendapatkan ruang untuk meluaskan peran di luar
rumah tangga. Perempuan juga memiliki ide mengenai kehidupan keluarga dan
kesejahteraan. Kemandirian yang dimiliki perempuan mampu memunculkan
konsep kebahagiaan baik bagi diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat. Inisiatif tersebut bukan hanya menjadi milik laki‐laki.
Hal tersebut sebagaimana dikemukakan Aivazova (1996:48), “Women of
various stations in life had their own ideas about family life and social welfare, about the ideas of liberty, equality, and independence, about human happiness”.
Berdasarkan kajian teoritik yang dibangun, penelitian ini memuat dua
tujuan sesuai dengan permasalahan yang dikaji, yaitu (1) mendeskripsikan
struktur novel dalam novel Madame Kalinyamat karya Zhaenal Fanani dan (2)
mendeskripsikan kemandirian perempuan yang tercermin pada diri Ratu
Kalinyamat, tokoh utama dalam novel Madame Kalinyamat karya Zhaenal Fanani
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan perspektif
fenomenologi sastra. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
embedded research and case study (studi kasus terpancang). Batasan atau
sasaran dalam penelitian ini telah ditentukan, yaitu mengkaji kemandirian
perempuan dalam novel Madame Kalinyamat. Objek penelitian ini adalah
kemandirian perempuan pada diri tokoh utama novel Madame Kalinyamat karya
Zhaenal Fanani.
Data dalam penelitian ini berupa kata, kalimat, dan paragraf dalam novel
Madame Kalinyamat karya Zhaenal Fanani yang mengandung informasi tentang
kemandirian perempuan. Sumber data primer dalam penelitian ini adalah novel
Madame Kalinyamat karya Zhaenal Fanani yang diterbitkan Oleh Diva Press,
Yogyakarta, 2009, setebal 452 halaman. Sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu, artikel dalam jurnal ilmiah dan tesis.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, yaitu berupa teknik simak
dan catat. Guna memperoleh kesahihan data dalam penelitian kualitatif,
penelitian ini menggunakan triangulasi. Penelitian ini menggunakan triangulasi
metode, dengan strategi pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian dan beberapa teknik pengumpulan data. Penelitian dilaksanakan
dengan menggunakan beberapa metode pengumpulan data, yaitu teknik
pustaka, teknik simak dan teknik catat. Teknik analisis data dalam penelitian ini
adalah metode dialektika dan metode analisis isi.
Hasil dan Pembahasan
Karya sastra pada dasarnya merupakan sebuah dunia imajinasi yang
memungkinkan segalanya terjadi. Karya sastra tercipta dari pengendapan
pengalaman pengarang akan sebuah dunia nyata, sehingga tampak seperti
pengarang untuk menciptakan sebuah dunia imajinasi adalah novel. Novel menyuguhkan permasalahan yang bersumber dari realitas duniawi.
Novel Madame Kalinyamat menyuguhkan sebuah ironi perjuangan
perempuan yang tegak dengan kemandirian. Madame Kalinyamat sebagai karya
sastra, dikemas dengan bahasa yang mudah dimengerti dan sederhana. Novel
Madame Kalinyamat yang digunakan dalam penelitian ini disusun berdasarkan
sejarah panjang tokoh utamanya. Jalinan cerita dan peristiwa tersusun utuh
berdasarkan struktur‐struktur pembangunnya.
Struktur membuat berbagai unsur yang menyatukan bagian‐bagian menjadi
satu kesatuan yang utuh berupa karya sastra. Novel merupakan salah satu genre karya sastra yang dalam penciptaannya juga dibangun atas unsur‐unsur tersebut.
Analisis struktur pembangun karya sastra khususnya dalam novel Madame
Kalinyamat, mengacu pada pendapat Stanton (2007:9), bahwa unsur pembangun
novel dibagi menjadi tiga bagian, yaitu fakta, tema, dan sarana sastra.
Tokoh protagonis dalam novel Madame Kalinyamat adalah Ratu Kalinyamat.
Tokoh antagonis dalam novel tersebut, yaitu Arya Penangsang. Tahapan alur
dalam novel Madame Kalinyamat menunjukkan bahwa novel tersebut memiliki
alur progresif (maju). Latar tempat dalam novel ini adalah berbagai macam
lokasi yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Demak. Latar waktu dalam
novel Madame Kalinyamat pada masa akhir pemerintahan Sunan Prawata di
Kerajaan Demak, sekitar tahun 1549. Latar sosial dalam Madame Kalinyamat
adalah kehidupan para raja, bangsawan, dan abdi dalem.
Novel Madame Kalinyamat, mengangkat tema kemandirian perempuan
yang dilandasi keyakinan dan keteguhan sikap. Pengarang mengembangkan
tema menjadi rangkaian cerita yang memuat suatu pesan bahwa seorang
perempuan mampu mengubah dunia. Pengarang menyampaikan cerita dengan
gaya bahasa yang berbunga‐bunga dalam mengungkapkan suatu maksud. Novel
Madame Kalinyamat ditulis dengan menggunakan sudut pandang ‘orang ketiga‐
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting
bagi individu. Seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah lepas dari
cobaan dan tantangan. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu
menghadapi segala permasalahan karena individu yang mandiri tidak tergantung
pada orang lain, selalu berusaha menghadapi dan memecahkan masalah yang
ada. Jadi, kemandirian perempuan itu adalah kemampuan perempuan untuk
menghadapi segala tantangan hidup, mengatasi problematika yang dihadapi,
serta melaksanakan peran yang dimiliki dalam kehidupan sehari‐hari.
Kemandirian perempuan itu adalah kemampuan perempuan untuk
menghadapi segala tantangan hidup, mengatasi problematika yang dihadapi,
serta melaksanakan peran yang dimiliki dalam kehidupan sehari‐hari. Keteguhan
dan keyakinan Ratu Kalinyamat menggugurkan stigma bahwa perempuan
sebagai seorang yang penurut, perempuan sebagai pelaksana tanggung jawab
rumah tangga, dan perempuan harus tunduk terhadap segala sesuatu yang telah
ditetapkan kepadanya. Sikap yang ditunjukkan Ratu Kalinyamat sesuai dengan
pendapat Gandhi (2002:56), bahwa kaum perempuan bukanlah gadis‐gadis yang
tidak berdaya. Gandhi (2002:56), melanjutkan bahwa kaum perempuan adalah
umat manusia yang sama dengan kaum pria dan mereka juga dipenuhi hasrat
kebebasan.
Kemandirian merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting
bagi individu. Seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah lepas dari
cobaan dan tantangan. Individu yang memiliki kemandirian tinggi relatif mampu
menghadapi segala permasalahan. Individu yang mandiri selalu berusaha
menghadapi dan memecahkan masalah yang dihadapi. Kemandirian perempuan
itu adalah kemampuan perempuan untuk menghadapi segala tantangan hidup,
mengatasi problematika yang dihadapi, serta melaksanakan peran yang dimiliki
Kemandirian yang ditunjukkan Ratu Kalinyamat dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu sudut pandang politik, sosial, keluarga, dan keagamaan.
1. Sudut Pandang Politik
Gender menjadi salah satu isu yang diperbincangkan dalam politik. Basri
(2011:77) menyatakan bahwa dalam politik gender menganalisis
ketidakberimbangan pimpinan dan mayoritas pengambil keputusan. Gender
sebagai isu politik, mengetengahkan dominasi lelaki dalam keterwakilan
politik.
Gerakan perempuan di bidang politik muncul sebagai representasi
perjuangan menghapuskan diskriminasi kaum hawa di panggung politik. Ratu
Kalinyamat telah memainkan perannya di bidang politik, yang pada masa itu
juga didominasi kaum lelaki.
Ratu Kalinyamat seorang wanita yang berpikir praktis untuk maju dan
berkembang. Ratu Kalinyamat adalah tokoh wanita Indonesia yang penting
peranannya pada abad ke‐16, termasuk perjuangan mengusir penjajah.
Moentadhim (2010:160) menyatakan sebagai berikut.
Inilah salah satu Srikandi Indonesia yang tergolong nyentrik.
Kanjeng Ratu Kalinyamat pernah dua kali mengomandoi armada
Kesultanan Pajang menyerang Portugal di Malaka. Padahal, sebelumnya,
akibat suaminya, Adipati Jepara Pangeran Hadiri, terbunuh, dia bertapa
telanjang, cuma bertutupkan geraian rambutnya yang panjang.
Saat pertama menyerang semenanjung itu pada 1551, menurut
sejarawan Inggris Merle C. Ricleft, dia bekerja sama dengan Johor.
Ketika menyerbu lagi pada tahun 1574, tak tanggung‐tanggung, dia
kepung orang Portugal selama tiga bulan.
Peran politik Ratu Kalinyamat mulai menonjol ketika Sunan Prawata
menjabat sebagai Sultan Demak. Ratu Kalinyamat sebagai adik sekaligus
penasihat yang terpercaya. Pembunuhan Pangeran Sekar Seda Lepen
sebagai satu rahasia gelap Demak, diungkapkan Sunan Prawata kepada
Ratu Kalinyamat adalah sosok perempuan yang kuat dan hebat.
Pengakuan atas kekuatan seorang perempuan pada masanya merupakan
sebuah bentuk pengakuan atas keberadaan perempuan. Kemandirian Ratu
Kalinyamat di bidang politik dapat dilihat dari perannya. Ia mampu
menghadapi tantangan dengan memanfaatkan media politik kerajaan yang
terjadi di masa itu. Kekosongan pemerintahan sepeninggal Sunan Prawata,
menempatkannya sebagai tokoh yang disegani. Kematian sang suami makin
menguatkan citra Ratu Kalinyamat sebagai pemberi jalan perubahan
pemerintahan di Demak, dan Jawa di kemudian hari. Ratu Kalinyamat mampu
mengatasi problematika hidup dengan memanfaatkan kekuatan posisi yang
dimiliki tanpa harus mengharapkan belas kasihan kepada pihak lain.
2. Sudut Pandang Sosial
Pandangan yang berlandaskan konsepsi gender bahwa perempuan
merupakan makhluk lemah secara fisik dan mental ternyata tidar benar.
Sikap Ratu Kalinyamat menunjukkan bahwa pada kenyataannya, perempuan
mampu menunjukkan eksistensi diri dan bahkan melakukan perlawanan,
baik secara persuasif maupun agresif terhadap tindakan yang mengarah
kepadanya.
Sudut pandang sosial tentang kemandirian Ratu Kalinyamat merujuk
pada eksistensi dan resistensinya terhadap realitas kondisi yang
menimpanya. Salah satu prinsip dasar feminsime yang dikemukakan Irwan
(2009:39) “Bahwa setiap perempuan harus menjadi penentu apa yang baik
baginya dan bersama‐sama kaum perempuan lain untuk sampai pada
kesadaran kolektif, yaitu apa dan siapa sesungguhnya seorang perempuan
itu”. Prinsip ini menjadi dasar bagi perempuan untuk menunjukkan
kemandiriannya. Tiap perempuan memiliki hak yang sama untuk memainkan
peran sesuai dengan kualitas diri yang dimiliki. Perempuan dapat
menunjukkan eksistensi diri apabila mampu memahami dan mampu
Eksistensi perempuan tergambar dari usaha Ratu Kalinyamat, sesuai
dengan uraian tersebut. Ratu Kalinyamat mampu memanfaatkan kualitas
dan status sosial yang dimiliki untuk mewujudkan pilihan‐pilihannya.
Eksistensi Ratu Kalinyamat tidak hanya tampak pada keinginannya untuk
membalas dendam atas kematian sang suami, tetapi juga keinginannya untuk menciptakan konstelasi pemerintahan yang strategis di Demak.
Salah satu motivasi yang menggerakkan kekuatan resistensi diri Ratu
Kalinyamat adalah demi membela dan mempertahankan harkat dan harga
diri. Novel Madame Kalinyamat menunjukkan bahwa Ratu Kalinyamat
menjadi sosok perempuan yang berani memperjuangkan hak‐haknya. Ia
berjuang demi memperoleh keadilan. Ketidakberdayaan Ratu Kalinyamat
untuk melakukan perlawanan secara langsung, membentuk kekuatannya
sendiri. Ketidakadilan yang dilihat, membakar semangatnya.
Ketidakadilan dan tragedi yang menimpa Ratu Kalinyamat dapat
membentuk karakternya sebagai pribadi yang kuat dan mandiri. Bukti
kemandirian Ratu Kalinyamat, yaitu menjalankan hidup menyepi dengan
puasa tanpa busana. Hal tersebut mampu membentuk sebuah kekuatan yang
cukup tangguh untuk melawan Arya Penangsang, sebagai wujud keadilan
yang diinginkannya.
Situasi kritis yang dihadapi menyebabkan perempuan dapat
menunjukkan jati dirinya sebagai pribadi tangguh dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapinya. Keterlibatan perempuan di sektor publik seperti
yang dilakukan Ratu Kalinyamat tersebut dapat memperkecil ketidakadilan
terhadap perempuan di ruang domestik. Hal itu sesuai dengan pandangan
kaum feminis liberal bahwa mereka menjadi pasangan dan bukan menjadi
budak dari kekuasaan/politik. Perempuan harus mampu menjadi kuat, dan
Kemandirian yang dimunculkan Ratu Kalinyamat merupakan reaksi dari
ketidakadilan yang dilakukan tokoh laki‐laki terhadap perempuan. Reaksi
seperti itu menunjukkan bahwa dalam keadaan tertekan, secara tidak
langsung, perempuan mampu melakukan resistensi walaupun dalam bentuk
yang lain. Bentuk resistensi yang dimaksud mewujud dalam semangat
kemandirian yang diperlihatkannya. Semangat tersebut mengindikasikan
bahwa perempuan dapat menjalani kehidupannya sendiri berdasarkan
kemampuan yang dimilikinya. Perempuan dapat melawan ketidakadilan
dengan cara‐cara tertentu.
3. Sudut Pandang Keluarga
Perempuan memiliki peran strategis dalam keluarga. Sebagaimana
dikemukakan Huda (2011:78), “Seorang ibu adalah makhluk yang sengaja
dipilih Tuhan untuk dilibatkan dalam proses penciptaan makhluk lainnya
untuk generasi berikutnya”. Hal ini terjadi pada waktu perempuan
mengandung. Lebih lanjut Huda (2011:79) menyatakan, pada saat
mengandung, seorang perempuan bersatu dengan alam dan kehendak Tuhan sekaligus.
Kemandirian bukan identik dengan individualisme dan arogansi.
Kemandirian bukan berarti tidak membutuhkan orang lain. Kemandirian
adalah kemampuan untuk menghadapi segala tantangan yang disertai
dengan kesadaran akan kemampuan diri. Kemandirian mewujud pada sikap
dan perilaku dengan dilandasi cinta kasih, toleransi, dan memahami kodrat
yang dimiliki. Sikap inilah yang telah ditunjukkan oleh Ratu Kalinyamat
sebagai seorang istri yang mandiri sekaligus berbakti kepada suami.
Kemandirian juga dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari
luar. Keberadaan suami menjadi faktor dari luar yang mendukung
terbentuknya kemandirian dalam diri Ratu Kalinyamat. Pangeran Kalinyamat
menempatkan sang istri sejajar dengan kaum lelaki. Pangeran Kalinyamat
pun menempatkan diri agar Ratu Kalinyamat dapat melaksanakan kedudukan dan peran secara maksimal.
4. Sudut Pandang Keagamaan
Kemandirian seorang istri dalam konteks Islam, ditunjukkan melalui
konsistensinya menjaga ketaatan kepada Allah Swt. Kemandirian yang
dimaksud merujuk pada kekuatan diri dalam menumbuhkan ketaatan sesuai
dengan peran tanpa melupakan kodrat yang dimiliki
Ratu Kalinyamat menunjukkan kesetiaan sebagai seorang istri. Sikap
yang muncul sebagai bentuk penghormatan kepada suami tersebut menjadi
bukti kemandiriannya sebagai seorang istri. Ia mampu memupuk sikap
menghormati keberadaan suami, berdasarkan keyakinan pribadi. Ratu
Kalinyamat mendudukkan Pangeran Kalinyamat sebagai seorang suami
sekaligus teman yang sederajat untuk menghadapi berbagai permasalahan
hidup. Ketaatan tetap ia tunjukkan tanpa harus menghilangkan kemandirian
sikap yang dimiliki. Ratu Kalinyamat mampu menunjukkan keberanian dan
kekuatan diri tanpa harus menghilangkan kesetiaan kepada suami. Ratu
Kalinyamat mampu mengejawantahkan firman Allah Swt. dalam Q.S. al‐
Baqarah 2:187, “Dan mereka (istri‐istrimu) adalah pakaian bagimu dan kamu
adalah pakaian bagi mereka”.
Kemampuan Ratu Kalinyamat untuk mempertahankan kesetiaan pada
suami, menjadi energi dalam menggapai cita‐cita. Ketiadaan suami di sisinya,
tidak menggerus kepercayaan diri Ratu Kalinyamat. Kesendirian yang
dilakukannya, menjadi bukti bakti kepada suami. Ia ingin menunjukkan
besarnya kesetiaan dan darma bakti kepada suami.
Bangunan kesetiaan dan kepercayaan diri sebagai bentuk kemandirian
sikap yang dimiliki Ratu Kalinyamat, tidak melalaikannya dari kuasa Allah Swt.
Ia tetap percaya bahwa kehendak Allah Swt. melebihi kekuatan manusia.
Ratu Kalinyamat meyakini kekuatan takdir Yang Maha Kuasa Ratu Kalinyamat
Allah Swt. Segala hal yang dijalani manusia hanya sebagai perantara atas takdir Allah Swt. atas semesta.
Sisi lain yang muncul dalam diri Ratu Kalinyamat adalah menebalnya
keyakinan atas keutamaan hidup. Kesendirian hidup yang dijalaninya, tidak
hanya menegaskan kemandirian Ratu Kalinyamat, tetapi juga mempertebal
keyakinannya tentang keutamaan hidup. Ia menyadari bahwa kebahagiaan
manusia tumbuh ketika ia mampu menjauhkan diri dari sifat‐sifat
keduniawian.
Kemandirian yang yang dimiliki Ratu Kalinyamat adalah kemampuannya
untuk menumbuhkan perilaku positif dalam kehidupannya. Kesendirian dan
kesedihan yang dialami Ratu Kalinyamat menjadi energi positif yang mampu
memunculkan tekad dalam diri untuk menggapai cita‐cita. Ratu Kalinyamat
juga mampu menumbuhkan kesadaran pribadinya akan arti penting hidup
tanpa harus dikuasai nafsu keduniawian.
Novel Madame Kalinyamat sebagai salah satu karya sastra memiliki muatan
akademis yang memungkinkan untuk digunakan sebagai media pembelajaran
sastra. Pembelajaran di sekolah mengacu pada Standar Isi 2006 yang dituangkan
dalam Undang‐Undang Nomor 22 Tahun 2006. Aturan perundangan tersebut
memetakan kompetensi capaian dari tiap satuan kegiatan pembelajaran dalam
bentuk standar kompetensi dan kompetensi dasar. Keduanya menjadi arah dan
landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan
indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
Bahasa dan sastra menjadi sarana dalam mengembangkan kualitas
intelektual, sosial, dan emosional peserta didik. Tiap peserta didik diharapkan
mampu mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang lain, mengemukakan
gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat melalui pembelajaran
Novel sebagai media pembelajaran, termuat dalam Standar Isi untuk jenjang
SMA/MA di kelas XI, merujuk pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Aspek Berbicara.
1. Standar Kompetensi 7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/novel
terjemahan. Kompetensi Dasar 7.1 Menganalisis unsur‐unsur intrinsik dan
ekstrinsik novel Indonesia/terjemahan.
2. Standar Kompetensi 15. Memahami buku biografi, novel, dan hikayat.
Kompetensi Dasar 15.1 Mengungkapkan hal‐hal yang menarik dan dapat
diteladani dari tokoh.
Pembelajaran Bahasa Indonesia pada Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar tersebut dilaksanakan dengan tujuan berikut ini.
1. Mengidentifikasi unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia.
2. Menjelaskan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia.
3. Mengungkapkan hal‐hal yang menarik tentang tokoh dalam novel.
4. Menemukan hal‐hal yang bisa diteladani tentang tokoh dalam novel.
5. Mempraktikkan nilai‐nilai luhur yang terkandung dalam novel dalam
kehidupan sehari‐hari.
Pembelajaran bahasa Indonesia memiliki dua arahan utama, yaitu
meningkatkan kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa
Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia.
Capaian dari pembelajaran bahasa Indonesia bukan hanya penguasaan
pengetahuan dan keterampilan berbahasa, melainkan juga menumbuhkan sikap
positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia.
Sastra menjadi salah satu bahan ajar dalam pembelajaran bahasa di sekolah. Salah satu capaian yang diharapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, yaitu
mengembangkan potensinya sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, dan
minatnya, serta dapat menumbuhkan penghargaan terhadap hasil karya
Pembelajaran sastra dalam konteks pendidikan berkarakter, mampu
mengintegrasikan materi pembelajaran dengan penanaman nilai‐nilai karakter
bangsa. Hal tersebut sebagaimana pengertian pendidikan karakter menurut
Kesuma (2011:5), yaitu pendidikan karakter merupakan pendidikan yang
terintegrasi dengan pembelajaran yang terjadi pada semua mata pelajaran.
Nilai‐nilai moral di dalam wacana sastra, menjadi subjek karakter yang
terdeskripsi secara nyata melalui perwatakan tokoh cerita. Hal ini lebih
memudahkan peserta didik untuk memahami konteks karakter. Peserta didik
dihadapkan pada contoh‐contoh nilai yang terdeskripsi dengan jelas. Peserta
didik mengetahui contoh sikap dan akibat yang diterima para tokoh cerita.
Pembelajaran yang demikian memudahkan peserta didik untuk memahami dan
memaknai nilai‐nilai moral tertentu.
Implikasi dari novel Madame Kalinyamat dapat diimplementasikan dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Langkah‐langkah implementasi
tersebut dijelaskan berikut ini. Pertama, mengidentifikasi tokoh‐tokoh yang
terdapat dalam novel Madame Kalinyamat. Hal ini berarti peserta didik
melakukan identifikasi terhadap karakter masing‐masing tokoh dalam novel
Madame Kalinyamat. Proses identifikasi dilakukan dengan cara membaca novel.
Kedua, peserta didik memaparkan hal‐hal yang menarik dalam diri tokoh‐tokoh
dalam novel Madame Kalinyamat. Hal ini berarti peserta didik harus dapat
membaca dan memahami karakter tokoh dalam novel. Ketiga, peserta didik
mengungkapkan nilai kemandirian yang dimiliki oleh tokoh utama dalam novel,
yaitu Ratu Kalinyamat. Keempat, peserta didik dapat mengungkapkan
keteladanan sikap yang dimiliki oleh tokoh utama dalam novel. Kelima, peserta
didik menyebutkan sikap‐sikap yang dapat diteladani dari tokoh utama dalam
penerapannya di masa sekarang.
Guru membantu peserta didik dalam mengidentifikasi isi novel Madame
Kalinyamat. Guru dapat menyampaikan nilai‐nilai keteladanan dari novel yang
disampaikan hingga peserta didik memahami dan bersedia untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari‐hari.
Novel Madame Kalinyamat ditulis dengan bahasa yang mudah dipahami.
Pemaparan cerita juga menarik dengan memunculkan perwatakan yang jelas. Hal
tersebut memudahkan peserta didik untuk memahami isi cerita dalam novel
Madame Kalinyamat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
novel Madame Kalinyamat memiliki kemungkinan dijadikan sebagai bahan ajar
pembelajaran drama di SMA kelas XI.
Simpulan
Analisis unsur pembangun novel Madame Kalinyamat dikelompokkan
menjadi tiga berdasarkan fakta, tema, dan sarana sastra. Berdasarkan analisis
struktur dapat dikemukan adanya keterkaitan antarunsur pembangun novel
Madame Kalinyamat. Berdasarkan analisis feminisme kemandirian yang dimiliki
Ratu Kalinyamat menunjukkan bahwa perempuan memiliki kemampuan untuk
menghadapi segala tantangan hidup, mengatasi problematika yang dihadapi,
serta melaksanakan peran yang dimiliki dalam kehidupan sehari‐hari.
Kemandirian yang ditunjukkan Ratu Kalinyamat dapat dilihat dari sudut pandang politik, sosial, keluarga, dan keagamaan.
Berdasarkan nilai yang terkandung di dalamnya, novel Madame Kalinyamat
dapat digunakan sebagai media ajar dalam pembelajaran sastra di SMA,
utamanya kelas XI. Nilai‐nilai moral di dalam novel Madame Kalinyamat
terdeskripsi melalui perwatakan tokoh cerita. Peserta didik dihadapkan pada
contoh‐contoh nilai yang terdeskripsi dengan jelas. Peserta didik mengetahui
contoh sikap dan akibat yang diterima para tokoh cerita. Hal tersebut dapat
memudahkan peserta didik untuk memahami dan memaknai nilai‐nilai moral.
Hal ini sesuai dengan pengintegrasian nilai‐nilai karakter bangsa dalam
Daftar Pustaka
Aivazova, Svetlana. 1996. “Toward a History of Feminism” Russian Social Science
Review, September‐Oktober 1996, 45. http://www.proquest.umi.com
(diunduh tanggal 27 Mei 2012 pukul 21.35 wib).
Basri, Seta. 2011. Pengantar Ilmu Politik. Yogyakarta: Indie Book Corner.
Djajanegara, Soenarjati. 2000. Kritik Sastra Feminisme Sebuah Pengantar.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Fakih, Mansour. 2010. Analisis Gender & Transformasi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Gandhi, Mahatma. 2011. Kaum Perempuan dan Ketidakadilan Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Huda, Misbahul. 2011. Ummi Inside (InspirasiIbu Cerdas untuk Anak Cerdas).
Surabaya: Matahati.
Irwan, Zoer’aini Djamal. 2009. Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan
di Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Kemendiknas. 2006. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendinas.
Kesuma, Dharma,Cepi Triatna, dan Johar Permana. 2011. Pendidikan Karakter.
Kajian Teori dan Praktik di Sekolah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Moentadhim, Martin S.M. 2010. Pajang. Pergolakan Spiritual, Politik, dan
Budaya. Jakarta: Genta Pustaka.
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Ratna, Nyoman Kutha. 2005. Sastra dan Cultural Studies (Representasi Fiksi dan
Fakta). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Parker, I. 2005. Qualitative Psychology. New York: McGraw‐Hill.
Pradopo, Rachmat Djoko. 2011. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan
Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi (Terj. Sugihastuti dan Rossi Abi Al Isyad).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Stein, Steven J. dan Book, Howard E. 2002. The Edge, Emotional and Your Succes
(Terjemahan Trinada Rainy Januarsari dan Yudhi Murtanto). Bandung:
Kaifa.
Trat, Josette. 1998. “Engel and the Emancipation of Women” Science&Scociety,
Volume 62, Nomor 1, Spring 1998, 88‐105.http://www.proquest.umi.com
(diunduh tanggal 27 Mei 2012 pukul 19.45 wib).