• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Proses Produksi Surfaktan Mes dari Minyak Sawit dengan Menggunakan Reaktan H2SO4

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Proses Produksi Surfaktan Mes dari Minyak Sawit dengan Menggunakan Reaktan H2SO4"

Copied!
70
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

Oleh :

SAIFUDDIN ABDU F03499037

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SAIFUDDIN ABDU F03499037

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SAIFUDDIN ABDU F03499037

Dilahirkan pada tanggal 01 Mei 1981

Di Jombang, Jawa Timur

Tanggal Lulus :

Menyetujui,

Bogor, ... 2006

Dr. Ir. Erliza Noor Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi

(4)

Saifuddin Abdu. F03499037. Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan Menggunakan Reaktan H2SO4. Di bawah bimbingan :

Erliza Noor dan Erliza Hambali.

RINGKASAN

Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktifitas tinggi pada permukaan. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang sama. Surfaktan telah digunakan sebagai komponen bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier, dan bahan penetrasi serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri farmasi, industri kosmetik, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan.

MES merupakan salah satu kelompok surfaktan anionik yang paling banyak digunakan. Surfaktan ini dapat disintesis dari minyak nabati yaitu minyak sawit. Bila dibandingkan dengan surfaktan sejenis yang berbasis minyak bumi (petrokimia) yakni LAS, MES memperlihatkan karakteristik yang lebih baik diantaranya bersifat biodegradable, sifat detergensi yang baik pada tingkat kesadahan yang tinggi karena lebih toleran pada ion Ca2+.

Salah satu penggunaan MES dalam bidang pertambangan minyak bumi adalah pada sistem EOR. EOR adalah salah satu usaha peningkatan perolehan minyak bumi dengan injeksi surfaktan ke dalam reservoir. Metode ini bertujuan untuk mengambil sisa minyak bumi yang terperangkap dalam reservoir yang jumlahnya berkisar antara 60-70 persen dari volume minyak mula-mula. Adanya perbedaan derajat polaritas air dan minyak menyebabkan minyak tidak dapat keluar dari reservoir.

Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi surfaktan MES dari metil ester CPO untuk proses oil well stimulation minyak bumi dengan menggunakan reaktan asam sulfat. Kondisi yang diteliti adalah pengaruh konsentrasi asam sulfat dan lama reaksi sulfonasi terhadap produk MES yang dihasilkan. Dalam penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi asam sulfat (faktor A) dan lama reaksi (faktor B) yang dibuat dalam suatu Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Taraf faktor A terdiri dari tiga taraf (60, 70, 80 persen) dan faktor B terdiri dari tiga taraf (60, 90, 120 menit). Parameter yang diukur adalah nilai pH, warna, bilangan asam, tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan stabilitas emulsi.

(5)

Saifuddin Abdu F03499037. Study of Surfactant MES Production Process from Palm Oil by Using H2SO4 Reactant. Supervised by Erliza Noor and Erliza

Hambali.

SUMMARY

Surfactant represents compound of chemistry owning high surface activity. The role of surfactant differs and varies depend on its balance molecule structure. Main characteristic of surfactant is own a polar and non polar bunch at same molecule. Surfactant has been used as component of adhesive substance, coagulant, wetting agent, spume, emulsifier, and penetrating substance and its applications have widely in pharmaceutical, cosmetic, chemistry, agricultural and food industries.

Methyl Ester Sulphonate is one of the anionic surfactant group which usely in industries. Surfactant can be made from oil vegetation synthesis such as palm oil. MES compare to LAS, a surfactant based on petroleum, the shows better characteristic among them. MES is a biodegradable substance, nature of good detergency at high storey. One of the use MES in the field of petroleum mining is in Enhanced Oil Recovery System. EOR is one of petroleum improvement with hypodermic surfactant into reservoir.

This research aim was to produce MES surfactant from methyl ester of CPO using sulphate acid reactant. This research was investigated the influence of sulphate acid concentration and sulphonation reaction time on MES yielded. The influence of determining concentration sulphate acid (factor A) and the time of reaction ( factor B) were assessed in a Completely Factorial Randomized Design with two replicant. Each factor consisted of three level (60, 70, 80 gratuity for factor A and 60, 90, 120 minutes for factor B). Measurements were made on pH value, color, acid value, surface tension, interfacial tension and emulsion stability.

Result showed that MES characteristic included pH value of 2 to 5; L value of 67.28 to 77.90; a value of -13.07 to 0.80; b value of 65.46 to 78.06; acid value of 8.32 to 40.64 mg KOH/gr sample; emulsion stability values of 2.77 to 62.50 %.

(6)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik dan

pembimbing II, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 2006

Yang membuat pernyataan

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 01 Mei 1981. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Abdurrahman Ali (Alm) dan

Maslachah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Jombatan V pada

tahun 1993 dan melanjutkan ke SMPN 2 Jombang hingga tamat pada tahun

1996. Pada tahun yang sama penulis masuk SMUN I Jombang dan lulus pada

tahun 1999. Lulus dari SMUN 1 Jombang, penulis melanjutkan studi pada Jurusan

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur USMI.

Selama menjalankan masa studi, penulis pernah melakukan kegiatan praktek

lapang di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, Banjarmasin pada bulan Maret -

Juni 2004. Judul praktek lapang yang diambil adalah “Mempelajari Proses

Produksi dan Pengawasan Mutu Mie Instan di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk,

Banjarmasin”. Tugas akhir dilakukan oleh penulis yaitu penelitian dengan judul

“Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan menggunakan

Reaktan H2SO4”di bawah bimbingan Dr. Ir. Erliza Noor dan Dr. Ir. Erliza

(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan

Menggunakan Reaktan H2SO4”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam pelaksanaannya, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

pengarahan serta dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir. Erliza Noor selaku pembimbing I atas bimbingan, saran, dan nasihat

yang diberikan selama menempuh studi dan penyelesaian tugas akhir.

2. Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing penulis selama penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ono Suparno, S. TP, MT selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang

diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu dan adik-adikku tercinta atas segala pengorbanan, harapan, cinta dan

do’anya kepada penulis.

5. Ibu Sri Hidayati yang telah banyak membantu baik tenaga dan pikiran selama

penelitian.

6. Ibu Sri Mulyasih dari laboratorium Pengawasan Mutu, Ibu Rini Purnawati dari

Laboratorium Teknologi Kimia dan seluruh staf departemen TIN atas bantuan

yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian.

7. Teman-teman TIN 35, TIN 36 atas bantuan moril, tenaga dan motivasinya.

8. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini

(9)

Semoga kebaikan dan perhatiannya menjadi amal yang sholeh yang

dibalas Allah SWT. Amin.

Bogor, Januari 2006

(10)

DAFTAR ISI

A. MINYAK KELAPA SAWIT... 3

B. SURFAKTAN... 4

B. METODE PENELITIAN... 10

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 11

D. PARAMETER ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

A. PROSES SULFONASI... 13

B. ANALISA PARAMETER ... 14

1. Nilai pH MES ... 14

2. Bilangan Asam ... 15

3. Stabilitas Emulsi ... 17

4. Tegangan Permukaan Metode Du Nouy ... 18

(11)

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

Oleh :

SAIFUDDIN ABDU F03499037

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SAIFUDDIN ABDU F03499037

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SAIFUDDIN ABDU F03499037

Dilahirkan pada tanggal 01 Mei 1981

Di Jombang, Jawa Timur

Tanggal Lulus :

Menyetujui,

Bogor, ... 2006

Dr. Ir. Erliza Noor Dr. Ir. Erliza Hambali, Msi

(14)

Saifuddin Abdu. F03499037. Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan Menggunakan Reaktan H2SO4. Di bawah bimbingan :

Erliza Noor dan Erliza Hambali.

RINGKASAN

Surfaktan merupakan senyawa kimia yang memiliki aktifitas tinggi pada permukaan. Peranan surfaktan yang begitu berbeda dan beragam disebabkan oleh struktur molekulnya yang tidak seimbang. Karakteristik utama surfaktan adalah memiliki gugus polar dan non polar pada molekul yang sama. Surfaktan telah digunakan sebagai komponen bahan adhesif, bahan penggumpal, pembasah, pembusaan, emulsifier, dan bahan penetrasi serta telah diaplikasikan secara luas pada berbagai bidang industri farmasi, industri kosmetik, industri kimia, industri pertanian dan industri pangan.

MES merupakan salah satu kelompok surfaktan anionik yang paling banyak digunakan. Surfaktan ini dapat disintesis dari minyak nabati yaitu minyak sawit. Bila dibandingkan dengan surfaktan sejenis yang berbasis minyak bumi (petrokimia) yakni LAS, MES memperlihatkan karakteristik yang lebih baik diantaranya bersifat biodegradable, sifat detergensi yang baik pada tingkat kesadahan yang tinggi karena lebih toleran pada ion Ca2+.

Salah satu penggunaan MES dalam bidang pertambangan minyak bumi adalah pada sistem EOR. EOR adalah salah satu usaha peningkatan perolehan minyak bumi dengan injeksi surfaktan ke dalam reservoir. Metode ini bertujuan untuk mengambil sisa minyak bumi yang terperangkap dalam reservoir yang jumlahnya berkisar antara 60-70 persen dari volume minyak mula-mula. Adanya perbedaan derajat polaritas air dan minyak menyebabkan minyak tidak dapat keluar dari reservoir.

Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi surfaktan MES dari metil ester CPO untuk proses oil well stimulation minyak bumi dengan menggunakan reaktan asam sulfat. Kondisi yang diteliti adalah pengaruh konsentrasi asam sulfat dan lama reaksi sulfonasi terhadap produk MES yang dihasilkan. Dalam penelitian ini dikaji pengaruh konsentrasi asam sulfat (faktor A) dan lama reaksi (faktor B) yang dibuat dalam suatu Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua kali ulangan. Taraf faktor A terdiri dari tiga taraf (60, 70, 80 persen) dan faktor B terdiri dari tiga taraf (60, 90, 120 menit). Parameter yang diukur adalah nilai pH, warna, bilangan asam, tegangan permukaan, tegangan antarmuka dan stabilitas emulsi.

(15)

Saifuddin Abdu F03499037. Study of Surfactant MES Production Process from Palm Oil by Using H2SO4 Reactant. Supervised by Erliza Noor and Erliza

Hambali.

SUMMARY

Surfactant represents compound of chemistry owning high surface activity. The role of surfactant differs and varies depend on its balance molecule structure. Main characteristic of surfactant is own a polar and non polar bunch at same molecule. Surfactant has been used as component of adhesive substance, coagulant, wetting agent, spume, emulsifier, and penetrating substance and its applications have widely in pharmaceutical, cosmetic, chemistry, agricultural and food industries.

Methyl Ester Sulphonate is one of the anionic surfactant group which usely in industries. Surfactant can be made from oil vegetation synthesis such as palm oil. MES compare to LAS, a surfactant based on petroleum, the shows better characteristic among them. MES is a biodegradable substance, nature of good detergency at high storey. One of the use MES in the field of petroleum mining is in Enhanced Oil Recovery System. EOR is one of petroleum improvement with hypodermic surfactant into reservoir.

This research aim was to produce MES surfactant from methyl ester of CPO using sulphate acid reactant. This research was investigated the influence of sulphate acid concentration and sulphonation reaction time on MES yielded. The influence of determining concentration sulphate acid (factor A) and the time of reaction ( factor B) were assessed in a Completely Factorial Randomized Design with two replicant. Each factor consisted of three level (60, 70, 80 gratuity for factor A and 60, 90, 120 minutes for factor B). Measurements were made on pH value, color, acid value, surface tension, interfacial tension and emulsion stability.

Result showed that MES characteristic included pH value of 2 to 5; L value of 67.28 to 77.90; a value of -13.07 to 0.80; b value of 65.46 to 78.06; acid value of 8.32 to 40.64 mg KOH/gr sample; emulsion stability values of 2.77 to 62.50 %.

(16)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul :

KAJIAN PROSES PRODUKSI SURFAKTAN MES DARI MINYAK SAWIT DENGAN MENGGUNAKAN REAKTAN H2SO4

Adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik dan

pembimbing II, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, 2006

Yang membuat pernyataan

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jombang pada tanggal 01 Mei 1981. Penulis adalah

anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Abdurrahman Ali (Alm) dan

Maslachah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Jombatan V pada

tahun 1993 dan melanjutkan ke SMPN 2 Jombang hingga tamat pada tahun

1996. Pada tahun yang sama penulis masuk SMUN I Jombang dan lulus pada

tahun 1999. Lulus dari SMUN 1 Jombang, penulis melanjutkan studi pada Jurusan

Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian

Bogor melalui jalur USMI.

Selama menjalankan masa studi, penulis pernah melakukan kegiatan praktek

lapang di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk, Banjarmasin pada bulan Maret -

Juni 2004. Judul praktek lapang yang diambil adalah “Mempelajari Proses

Produksi dan Pengawasan Mutu Mie Instan di PT. Indofood Sukses Makmur Tbk,

Banjarmasin”. Tugas akhir dilakukan oleh penulis yaitu penelitian dengan judul

“Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan menggunakan

Reaktan H2SO4”di bawah bimbingan Dr. Ir. Erliza Noor dan Dr. Ir. Erliza

(18)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan limpahan rahmat

dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Kajian Proses Produksi Surfaktan MES dari Minyak Sawit dengan

Menggunakan Reaktan H2SO4”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Dalam pelaksanaannya, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

pengarahan serta dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Dr.Ir. Erliza Noor selaku pembimbing I atas bimbingan, saran, dan nasihat

yang diberikan selama menempuh studi dan penyelesaian tugas akhir.

2. Dr. Ir. Erliza Hambali, MSi selaku pembimbing kedua yang telah meluangkan

waktu untuk membimbing penulis selama penyelesaian skripsi.

3. Dr. Ono Suparno, S. TP, MT selaku dosen penguji atas saran dan kritik yang

diberikan demi kesempurnaan skripsi ini.

4. Ibu dan adik-adikku tercinta atas segala pengorbanan, harapan, cinta dan

do’anya kepada penulis.

5. Ibu Sri Hidayati yang telah banyak membantu baik tenaga dan pikiran selama

penelitian.

6. Ibu Sri Mulyasih dari laboratorium Pengawasan Mutu, Ibu Rini Purnawati dari

Laboratorium Teknologi Kimia dan seluruh staf departemen TIN atas bantuan

yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian.

7. Teman-teman TIN 35, TIN 36 atas bantuan moril, tenaga dan motivasinya.

8. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi dalam penyusunan laporan ini

(19)

Semoga kebaikan dan perhatiannya menjadi amal yang sholeh yang

dibalas Allah SWT. Amin.

Bogor, Januari 2006

(20)

DAFTAR ISI

A. MINYAK KELAPA SAWIT... 3

B. SURFAKTAN... 4

B. METODE PENELITIAN... 10

C. RANCANGAN PERCOBAAN ... 11

D. PARAMETER ... 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 13

A. PROSES SULFONASI... 13

B. ANALISA PARAMETER ... 14

1. Nilai pH MES ... 14

2. Bilangan Asam ... 15

3. Stabilitas Emulsi ... 17

4. Tegangan Permukaan Metode Du Nouy ... 18

(21)

6. Uji Warna ... 21

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

A. KESIMPULAN... 25

B. SARAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(22)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi asam lemak pada minyak sawit (CPO) dan minyak

inti sawit (PKO)... ... 3

(23)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur molekul kimia MES (Watkins, 2001) ... 6

Gambar 2. Reaksi sulfonasi menggunakan asam sulfat

(Kirk dan Othmer, 1964)... ... 8

Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi reaktan H2SO4

dan lama reaksi terhadap nilai pH MES ... 15

Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi H2SO4 dan lama

reaksi terhadap nilai bilangan asam ... 16

Gambar 5. Grafik pengaruh konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap

kestabilan emulsi dari MES yang dihasilkan ... 18

Gambar 6. Grafik nilai tegangan permukaan MES ... 19

Gambar 7. Grafik hubungan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi

terhadap nilai IFT... 21

Gambar 8. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai L ... 22

Gambar 9. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai a ... 23

(24)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Proses Sulfonasi ... 28

Lampiran 2. Prosedur Analisis Karakteristik MES... 29

Lampiran 3. Hasil Analisis Nilai pH MES... 33

Lampiran 4. Hasil Analisis Bilangan Asam... 35

Lampiran 5. Hasil Analisis Stabilitas Emulsi ... 37

Lampiran 6. Hasil Analisis Tegangan Permukaan... 38

Lampiran 7. Hasil Analisis Tegangan Antarmuka... 40

Lampiran 8. Hasil Analisis Warna (nilai L)... 42

Lampiran 9. Hasil Analisis Warna (nilai a) ... 44

(25)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistem pertambangan minyak bumi seringkali menemui masalah dalam

hal pengeboran minyak. Masalahnya adalah adanya penurunan volume

minyak yang diambil yang berbanding terbalik dengan volume air yang ikut

terambil. Hal ini disebabkan adanya perbedaan tegangan permukaan air dan

minyak sehingga minyak tidak dapat keluar dari reservoir. Sebaliknya, air

cenderung mengisi ruang pengambilan minyak pada sistem pengeboran. Sisa

minyak di dalam reservoir berkisar antara 60 – 70 persen dari volume minyak

mula-mula. Untuk mengambil sisa minyak tersebut dapat digunakan metode

Enhanced Oil Recovery (EOR). EOR adalah salah satu usaha peningkatan

perolehan minyak dengan injeksi material ke dalam reservoir. Material yang

diinjeksikan biasanya adalah surfaktan. Injeksi tersebut bertujuan untuk

merubah sifat-sifat fisik fluida dan batuan reservoir sehingga dapat

meningkatkan produksi minyak.

Surfaktan adalah bahan aktif permukaan yang dapat diproduksi secara

sintesis kimia maupun biokimia. Surfaktan sendiri berfungsi untuk

menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antar muka antara dua cairan

yang berbeda derajat polaritasnya. Pada umumnya surfaktan disintesis dari

turunan minyak bumi dan gas alam. Beberapa produknya antara lain linear

alkilbenzen sulfonat (LAS), alkil sulfat, alkil etoksilat dan alkil etoksilat

sulfat. Proses pembuatan surfaktan dari minyak bumi dan gas alam ini dapat

menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan. Di samping itu, minyak bumi

dan gas alam merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui

sehingga dengan penggunaan secara besar-besaran akan menyebabkan sumber

daya alam tersebut cepat habis. Alternatif yang dapat diambil adalah

penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku pembuatan surfaktan.

Penggunaan surfaktan semakin meluas pada industri-industri modern.

Hal ini disebabkan surfaktan memiliki sifat menurunkan tegangan permukaan,

tegangan antar muka, dapat meningkatkan kestabilan partikel yang terdispersi

(26)

terserap ke dalam permukaan minyak atau air yang kemudian membentuk

suatu lapisan seperti film (berfungsi sebagai penghalang) sehingga dapat

menghambat proses penggabungan (coalescence) dari partikel terdispersi.

Secara umum surfaktan dapat dibagi menjadi empat kelompok

berdasarkan karakteristik ionisasi gugus yang dimilikinya. Kelompok tersebut

adalah kelompok surfaktan kationik, anionik, non ionik dan amfoterik.

Diantara kelompok surfaktan tersebut yang dibutuhkan dalam jumlah besar

adalah kelompok surfaktan anionik (Matheson, 1996). Beberapa contoh

surfaktan anionik adalah linear alkilbenzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat

(AS), alkohol eter sulfat (AES), alfa olefin sulfonat (AOS), dan metil ester

sulfonat (MES). Metil ester sulfonat (MES) merupakan salah satu kelompok

surfaktan anionik yang dapat disintesis secara kimia yakni dengan proses

sulfonasi dengan bahan baku minyak sawit.

Proses sulfonasi umumnya dilakukan dengan mereaksikan agen sulfonasi

dengan minyak, asam lemak ataupun ester asam lemak. Agen sulfonasi yang

dapat digunakan adalah SO3, H2SO4, NaHSO3, NH2SO3H, dan ClSO3H.

Faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan pada proses sulfonasi adalah

nisbah reaktan, suhu reaksi, dan lama reaksi.

Penelitian ini dilakukan untuk memproduksi surfaktan MES dari metil

ester CPO untuk proses Oil Well Stimulation minyak bumi dengan

menggunakan reaktan H2SO4. Kondisi sulfonasi yang diteliti adalah pengaruh

konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap produk MES yang dihasilkan.

B. TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mendapatkan konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama reaksi sulfonasi terbaik

pada proses produksi surfaktan metil ester sulfonat.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK KELAPA SAWIT

Minyak kelapa sawit dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu

minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO). Minyak kelapa sawit

mengandung asam lemak jenuh dan tidak jenuh dengan perbandingan yang

hampir sama. Asam lemak yang bersifat dominan di dalam minyak kelapa

sawit adalah asam palmitat dan asam oleat. Sebagian kecil lagi asam linoleat

dan asam stearat.

Minyak inti sawit mempunyai kandungan asam lemak tidak jenuh sekitar

21 persen dan asam lemak jenuh sekitar 79 persen. Minyak inti sawit lebih

dominan mengandung asam laurat (44-52 persen) dan asam miristat (12-17

persen) sedangkan kandungan asam palmitat dan asam stearat masing-masing

sekitar 6,5–9 persen dan 1-2,5 persen (Bernardini, 1983). Komposisi asam

lemak pada CPO dan PKO dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi asam lemak pada minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO)

Sumber: Eckey (1955) di dalam Ketaren (1986)

Minyak sawit dipilih sebagai bahan baku pembuatan surfaktan karena

komponen asam lemak penyusun trigliseridanya, yaitu asam lemak C16-C18

(28)

lemak C12-C14 berperan terhadap efek pembusaan (Yuliasari et al., 1997).

Beberapa proses yang dapat diterapkan untuk menghasilkan surfaktan adalah

proses sukrolisis untuk menghasilkan sukrosa ester, proses amidasi untuk

menghasilkan alkanolamida dan proses sulfonasi untuk menghasilkan metil

ester sulfonat (Libanan, 2002).

B. SURFAKTAN

Surfaktan merupakan senyawa aktif yang digunakan untuk menurunkan

energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling melarut

(Matheson, 1996). Energi pembatas dua cairan ini disebut juga dengan

tegangan permukaan sehingga dapat pula dikatakan bahwa surfaktan

menurunkan tegangan permukaan. Dengan adanya penurunan tegangan

permukaan akan mengurangi daya kohesi dari molekul dan sebaliknya akan

meningkatkan daya adhesi (Suryani et al., 2000). Surfaktan mengandung

gugus hidrofilik dan gugus hidrofobik dalam molekul yang sama. Adanya

gugus tersebut menyebabkan surfaktan mampu berada pada daerah antar

muka yang berbeda derajat polaritasnya dan ikatan hidrogen seperti minyak

dan air. Pembentukan film pada daerah antar muka ini menurunkan energi

antar muka dan menyebabkan sifat-sifat khas molekul surfaktan (Georgiou et

al., 1992).

Molekul surfaktan dapat digambarkan seperti berudu yang terdiri dari

bagian kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat hidrofilik yang merupakan

bagian yang sangat polar, dan bagian ekor yang bersifat hidrofobik bersifat

non polar. Kepala dapat berupa anion, kation dan non ion, sedangkan ekor

dapat berupa rantai linear atau cabang hidrokarbon. Konfigurasi kepala ekor

ini membuat surfaktan memiliki fungsi yang beragam di industri (Hui, 1996;

Hasenhuettl, 1997).

Jenis surfaktan dibagi menjadi empat. Jenis tersebut adalah surfaktan

anionik, kationik, non ionik dan amfoterik (Rieger, 1985). Surfaktan anionik

adalah senyawa yang pada bagian hidrofiliknya bermuatan negatif.

Keberadaan gugus sulfat atau sulfonat menyebabkan sifat hidrofilik.

(29)

positif. Sifat hidrofilik ini umumnya disebabkan karena garam ammonium.

Surfaktan non ionik adalah senyawa yang tidak bermuatan atau tidak terjadi

ionisasi molekul pada gugus hidrofiliknya. Sifat hidrofiliknya disebabkan

karena keberadaan gugus oksigen eter atau karboksil. Kelompok surfaktan

non ionik ini dibagi menjadi dua kelompok yakni ester asam lemak dari

polihidrik alkohol dan turunan polialkoksilat (Rieger, 1985). Surfaktan

amfoterik adalah senyawa yang bermuatan positif dan negatif pada

molekulnya. Muatannya tergantung pada nilai pH. Pada kisaran nilai pH

rendah, senyawa ini akan bermuatan negatif, dan pada kisaran nilai pH tinggi

akan bermuatan positif (Matheson, 1996).

Tegangan permukaan atau energi bebas permukaan didefinisikan sebagai

usaha untuk memperluas permukaan cairan per satuan luas. Pengertian yang

sama juga digunakan untuk tegangan antar muka antara dua cairan yang

immisibel (Shaw, 1980). Tegangan permukaan udara-air dan tegangan antar

muka minyak-air dapat diukur dengan metode tensiometer Du Nouy. Pada

satuan cgs tegangan permukaan dan antar muka dinyatakan dalam erg/cm2

atau dyne/cm, sedangkan dalam satuan SI dinyatakan dalam N/m. Kedua

besaran tersebut saling berhubungan. 1 dyne/cm = 1 mN/m (Hasenhuettl,

2000).

Karakteristik utama surfaktan adalah pada aktifitas permukaannya.

Surfaktan mampu meningkatkan kemampuan menurunkan tegangan

permukaan dan antar muka suatu cairan, meningkatkan kemampuan

pembentukan emulsi minyak dalam air, mengubah kecepatan agregasi partikel

terdispersi yaitu dengan menghambat dan mereduksi flokulasi dan

coalescence partikel yang terdispersi sehingga kestabilan partikel yang

terdispersi makin meningkat. Surfaktan juga mampu mempertahankan

gelembung atau busa yang terbentuk lebih lama (Bergenstahl, 1997).

C. METIL ESTER

Definisi metil ester menurut SNI (1999) adalah ester lemak yang dibuat

melalui proses esterifikasi asam lemak dengan alkohol, berwujud cairan.

(30)

lebih tahan terhadap oksidasi dan tidak mudah berubah warna (Darnoko et al.,

2001). Metil ester dapat dihasilkan melalui proses esterifikasi asam lemak

atau transesterifikasi trigliserida. Esterifikasi adalah reaksi antara asam

dengan alkohol dengan bantuan katalis NaOH untuk membentuk ester (Hui,

1996).

RCOOH + R’ OH RCOOR’ + H2O

Asam lemak Alkohol Ester Air

Transesterifikasi adalah penggantian gugus alkohol dari suatu ester

dengan alkohol lainnya dalam suatu proses yang menyerupai hidrolisis.

Dalam hal ini alkohol menggantikan air. Reaksi ini disebut juga dengan

alkoholisis (Hui, 1996). Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.

RCOOR’ + R”OH RCOOR” + R’OH

Ester Alkohol Ester Alkohol

D. METIL ESTER SULFONAT (MES)

Surfaktan metil ester sulfonat termasuk dalam golongan surfaktan

anionik. Struktur molekul kimia MES dapat dilihat pada Gambar 1.

O

R CH C OCH3

SO3Na

Gambar 1. Struktur molekul kimia MES (Watkins, 2001)

Swern (1979) menyatakan bahwa kemampuan surfaktan dalam

hubungannya dengan peningkatan kestabilan emulsi tergantung dari

kontribusi gugus polar dan gugus non polar, yang dapat dilihat dari ukuran

HLB (Hydrophyle Lipophyle Balance). Surfaktan yang memiliki nilai HLB

rendah akan cenderung larut dalam minyak. Sebaliknya, semakin tinggi nilai

(31)

surfaktan adalah 2–18. Surfaktan dengan nilai HLB antara 2–8 akan

cenderung larut dalam minyak. Sedangkan surfaktan dengan nilai HLB antara

14-18 akan cenderung larut dalam air (Suryani et al., 2000).

Panjang molekul sangat kritis untuk keseimbangan kebutuhan gugus

hidrofilik dan lipofilik. Apabila rantai hidrofobik terlalu panjang akan

menyebabkan kelarutan dalam air terbatas. Sebaliknya, apabila rantai

hidrofobik terlalu pendek akan memiliki keterbatasan kelarutan dalam

minyak. Pada umumnya, panjang rantai terbaik untuk surfaktan adalah asam

lemak dengan 10-18 atom karbon (Swern, 1979).

MES dapat dihasilkan dari minyak nabati. MES dari minyak nabati

dengan ikatan atom karbon C10, C12, C14 biasa digunakan untuk light duty

diwashing detergent, sedangkan MES yang mempunyai ikatan atom karbon

C16- C18 biasa digunakan untuk detergen bubuk dan cair (Watkins, 2001).

Menurut Matheson (1996) MES telah mulai dimanfaatkan sebagai bahan

aktif pada produk-produk pembersih. Pemanfaatan surfaktan jenis ini karena

MES meperlihatkan karakteristik dispersi yang baik, sifat detergensi yang

baik dengan tidak adanya fosfat, serta bersifat mudah didegradasi.

Karakteristik surfaktan MES komersial disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik surfaktan MES komersial

Spesifikasi MES Palm Stearin (C16-C18)

Metil Ester Sulfonat (MES), (% b/b) 83

Disodium Karboksi Sulfonat (Disalt), (%

b/b) 3,5

Sadi (1994) menyatakan umumnya surfaktan dapat disintesis dari minyak

nabati melalui senyawa antara metil ester dan fatty alkohol. Beberapa proses

(32)

alkanolamida, proses sukrolisis untuk menghasilkan sukrosa ester dan proses

sulfonasi untuk menghasilkan MES.

Proses sulfonasi menghasilkan produk turunan yang terbentuk melalui

reaksi kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak dan alkohol lemak.

Proses ini disebut dengan proses sulfonasi karena proses ini melibatkan

penambahan sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasa

disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun grup

hidroksil pada molekulnya. Di industri, bahan baku minyak yang digunakan

adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini,

1993).

Agen sulfonat yang dapat dipakai untuk proses sulfonasi antara lain asam

sulfat (H2SO4), oleum (larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur dioksida bebas,

sulfur trioksida (SO3) dan asam klorosulfonat (Bernardini, 1993).

Menurut Swern (1979), reaksi sulfonasi molekul asam lemak dapat

terjadi pada tiga sisi, yaitu pada gugus hidroksil, bagian  atom karbon dan

rantai tidak jenuh (ikatan rangkap). Proses sulfonasi dengan menggunakan

oleum dapat dilakukan secara batch maupun kontinu. Kelemahan pemakaian

oleum adalah dihasilkan sisa H2SO4 dalam jumlah besar sehingga berdampak

negatif terhadap peralatan akibat sifatnya yang korosif (Kirk dan Othmer,

1964; Foster, 1996). Apabila menggunakan H2SO4 maka akan dihasilkan

produk samping berupa air (de Groot, 1991). Gambar 2 berikut menunjukkan

reaksi sulfonasi metil ester dengan menggunakan H2SO4.

O O

H2SO4 + Rn C OCH3 Rn-1 CH OCH3 + H2O

SO2OH

Asam sulfat Metil Ester Metil Ester Sulfonat Air

Gambar 2. Reaksi sulfonasi menggunakan asam sulfat (Kirk dan Othmer,

(33)

Menurut de Groot (1991) konsentrasi H2SO4 yang digunakan pada proses

sulfonasi adalah sekitar 80 persen. Air sebagai produk samping yang

dihasilkan pada proses sulfonasi dapat menghambat terjadinya reaksi

sulfonasi. Karena itu diperlukan H2SO4 berlebih dalam jumlah banyak dengan

tujuan agar reaksi sulfonasi terjadi hingga selesai. Kondisi ideal untuk proses

sulfonasi yang dilakukan secara batch adalah nisbah reaktan 80 persen dan

alkilbenzena antara 1,6-1,8; total waktu reaksi yaitu 1-1,5 jam dengan suhu

(34)

III. METODOLOGI

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah meliputi

bahan baku utama dan bahan-bahan kimia. Bahan baku utama yang

digunakan adalah metil ester dari CPO. Bahan kimia yang diperlukan

untuk proses produksi surfaktan MES adalah H2SO4 teknis, NaOH,

metanol, H2O2. Adapun bahan-bahan kimia untuk analisa yaitu xylene,

etanol, larutan HCl, akuades, toluene, isopropil alkohol, alkohol, serta

bahan-bahan lain untuk analisis.

2. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor

sulfonasi empat leher dengan kapasitas 1 L skala laboratorium, kondensor,

separator, termometer, timbangan analitik, peralatan gelas, pipet, oven.

Peralatan untuk analisa yaitu densitometer, tensiometer Du Nuoy,

spinning drop interfacial tensiometer, microscope system, tabung reaksi,

vortex mixer, pipet, tabung ulir, stopwatch, chromameter dan hotplate

stirrer.

B. METODE PENELITIAN 1. Perlakuan dalam Penelitian

Pada penelitian ini dicoba pengaruh konsentrasi reaktan dan lama

reaksi terhadap produksi surfaktan dari metil ester sulfonat (MES) dengan

metode sulfonasi. Kondisi proses dan operasi produksi surfaktan MES

yang dikaji adalah konsentrasi H2SO4 (60, 70, 80 persen) dan lama reaksi

(60, 90, 120 menit).

2. Tata Laksana Penelitian

Penelitian dilakukan untuk memproduksi surfaktan dari metil ester

minyak sawit kasar (CPO) dengan menggunakan metoda sulfonasi. Proses

sulfonasi dilakukan dengan menggunakan reaktor empat leher dan

(35)

Proses sulfonasi dilakukan dengan memberikan perlakuan yang

berbeda terhadap konsentrasi reaktan (antara metil ester dan H2SO4) dan

lama reaksi dengan tiga taraf yang diujikan. Proses dilakukan secara

batch, dengan mencampurkan bahan baku dan pereaksi di dalam reaktor.

Penambahan H2SO4 dilakukan secara sedikit demi sedikit dengan kondisi

proses dalam pengadukan. Perbandingan mol metil ester dan H2SO4 yang

ditambahkan adalah 1:1,4. Selama proses berlangsung kecepatan

pengadukan pada hot plate stirer dan suhu reaksi dipertahankan stabil

pada nilai 1500 rpm dengan suhu 55-600 C.

Produk yang dihasilkan kemudian dimurnikan dengan menggunakan

pelarut metanol dan H2O2 pada suhu 55-600C. Proses pemurnian diawali

dengan menambahkan metanol ke dalam reaktor secara perlahan dan

berkesinambungan. Jumlah metanol yang ditambahkan adalah 60 persen

dari volume keseluruhan sistem. Setelah dilakukan penambahan metanol,

proses pemurnian dilanjutkan dengan penambahan H2O2 dengan cara yang

sama dengan volume H2O2 sebesar 10 persen dari volume keseluruhan

sistem.

Proses netralisasi dilakukan setelah diperoleh produk yang telah

terpisah dengan endapannya. Proses netralisasi dilakukan dengan cara

titrasi MES menggunakan NaOH 50 persen dengan suhu 55 – 600C.

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Dalam penelitian ini digunakan rancangan percobaan acak lengkap

faktorial dengan dua faktor, yaitu lama reaksi (tiga taraf) dan konsentrasi

reaktan (tiga taraf). Pengulangan dilakukan dua kali. Model rancangan

percobaannya adalah:

Yijk = µ + Ai + Bj + (AB)ij + εk(ij)

Dimana:

Yijk = hasil pengamatan pada ulangan ke-k, lama reaksi ke-i dan

rasio konsentrasi reaktan ke-j

(36)

Ai = pengaruh lama reaksi ke-i (i = 1, 2, 3)

Bj = pengaruh rasio konsentrasi reaktan ke-j (i = 1, 2, 3)

(AB)ij = pengaruh interaksi lama reaksi ke-i dan rasio konsentrasi

reaktan ke-j εk(ij) = galat eksperimen

D. PARAMETER

Parameter yang diukur pada produk yang dihasilkan meliputi pH,

tegangan antarmuka (IFT), tegangan permukaan Du Nouy, stabilitas emulsi,

bilangan asam dan warna. Prosedur analisis parameter tersebut dapat dilihat

(37)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PROSES SULFONASI

Proses sulfonasi dilakukan dengan cara mencampurkan metil ester

dengan reaktan H2SO4 (dengan perbandingan rasio mol 1 : 1,4) ke dalam

reaktor empat leher. Basis massa yang digunakan adalah 100 ml metil ester

dengan konsentrasi H2SO4 adalah 60, 70, 80 persen. Proses sulfonasi diawali

dengan penetesan larutan H2SO4 secara perlahan ke dalam reaktor dengan

kondisi proses suhu berkisar antara 55-600C. Metil ester terlebih dahulu

dimasukkan ke dalam reaktor dan diaduk menggunakan stirer. Pengadukan

dimaksudkan agar H2SO4 yang ditambahkan dapat terdispersi secara merata

dengan metil ester. Adanya penetapan suhu reaksi sebesar 55-600C bertujuan

untuk mempercepat laju reaksi.

Proses sulfonasi dilanjutkan dengan tahap digestion, yakni membiarkan

reaksi berlangsung pada suhu dan lama reaksi yang telah ditentukan (60, 90,

120 menit). Pada tahap ini H2SO4 yang bereaksi dengan metil ester

diharapkan dapat berlangsung dengan maksimal.

Produk yang dihasilkan adalah MES dengan warna kehitaman. Warna

produk yang kehitaman diduga disebabkan adanya asam sulfat sisa reaksi dan

adanya perubahan molekul karena panas (golongan keton dan aldehid). Panas

dapat membuat minyak/ lemak menjadi hitam akibat proses oksidasi.

Oleh karena produk hasil sulfonasi (MES) berwarna kehitaman, maka

diperlukan proses pemurnian. Pemurnian bertujuan untuk menghilangkan

warna kehitaman yang tidak diinginkan. Proses pemurnian dilakukan dengan

menggunakan metanol 60 persen (v/v) dan untuk proses pemucatan digunakan

H2O2 10 persen (v/v). Metanol berfungsi untuk melarutkan air hasil samping

reaksi dan asam sisa yang tidak bereaksi. Air sebagai produk samping dapat

menghambat terjadinya reaksi sulfonasi (de Groot, 1991). Di samping itu

metanol juga dapat berfungsi untuk memperluas permukaan reaksi. Dengan

demikian diharapkan jumlah asam sulfat sisa dapat menurun. Proses

(38)

(1986) proses pemucatan dengan hidrogen peroksida banyak dilakukan pada

proses pemucatan minyak. Pemucatan tersebut menggunakan prinsip oksidasi.

MES hasil proses pemucatan selanjutnya dipisahkan dari produk

sampingnya dengan menggunakan labu pemisah. Proses pemisahan dilakukan

dengan cara MES dibiarkan dalam labu pemisah selama 24 jam. Produk

samping MES dapat berupa air, metanol, asam peroksida dan asam sulfat

yang tidak bereaksi. Selama pemisahan akan terbentuk dua lapisan cairan

yang terpisah. Lapisan cairan yang berada di bawah adalah produk samping

MES, sedangkan lapisan cairan yang berada di atas adalah MES. Proses

pemisahan selain berguna untuk pemisahan, juga berguna untuk menghemat

NaOH yang digunakan pada proses netralisasi. Hal ini disebabkan dalam

produk samping masih terdapat adanya asam sulfat sisa yang tidak bereaksi.

Proses netralisasi dilakukan dengan menambahkan NaOH ke dalam MES

dengan adanya variabel suhu yang telah ditetapkan. Suhu netralisasi yang

digunakan adalah 550C. NaOH yang ditambahkan akan bereaksi dengan MES

membentuk natrium-metil ester sulfonat yang menyebabkan pH larutan

menjadi netral. Efek samping dari proses netralisasi ini adalah terbentuknya

disodium karboksi sulfonat (disalt). Disalt adalah MES yang mengikat 2

kation Na+ pada gugus esternya. Keberadaan disalt akan menyebabkan

kelarutan MES dalam air dingin menjadi rendah, sifat detergensinya turun,

dan umur simpan lebih pendek.

B. ANALISIS PARAMETER

1. Nilai pH MES

Pengukuran nilai pH dari MES yang dihasilkan bertujuan untuk

melihat derajat keasaman dari surfaktan yang dihasilkan pada kondisi

proses yaitu pada suhu 55-600C. Metode yang digunakan adalah metode

kertas lakmus. Nilai hasil pengukuran menunjukkan kisaran pH MES

sebelum proses netralisasi adalah 2 hingga 5.

Hasil analisis keragaman dengan tingkat kepercayaan 95 persen

menunjukkan bahwa faktor konsentrasi berpengaruh nyata terhadap nilai

(39)

Grafik hubungan antara konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama reaksi

terhadap nilai pH MES disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama

reaksi terhadap nilai pH MES

Dari grafik di atas terlihat bahwa nilai pH cenderung mengalami

penurunan seiring dengan semakin besarnya konsentrasi H2SO4 dan lama

reaksi. Penurunan nilai pH disebabkan karena makin besar jumlah

konsentrasi H2SO4 yang digunakan, sehingga kemungkinan terbentuknya

gugus sulfonat pada reaktan metil ester semakin besar. Demikian juga

dengan variabel lama reaksi. Makin lama waktu reaksi pada berbagai nilai

konsentrasi H2SO4, nilai pH cenderung turun. Hal ini menunjukkan bahwa

semakin lama waktu reaksi maka semakin besar pula kemungkinan

terbentuknya gugus sulfonat pada metil ester sehingga derajat keasaman

pun semakin tinggi yang ditunjukkan dengan semakin rendahnya nilai pH

MES. Keberadaan gugus sulfonat yang bersifat asam inilah yang

menyebabkan derajat keasaman semakin tinggi.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi

H2SO4 60 persen terhadap pH berbeda nyata dengan konsentrasi H2SO4 (70

dan 80 persen). Namun konsentrasi H2SO4 70 persen dan 80 persen tidak

(40)

2. Bilangan Asam

Bilangan asam adalah banyaknya mg KOH yang diperlukan untuk

menetralkan satu gram lemak atau minyak dengan prinsip pelarutan contoh

lemak/ minyak dalam pelarut organik tertentu (alkohol netral 95 persen)

yang dilanjutkan dengan penitrasian menggunakan basa (SNI

01-3555-1999).

Hasil pengukuran bilangan asam MES menunjukkan kisaran nilai 8,32

hingga 40,64 mg KOH/gr sampel (Lampiran 4). Dari data yang diperoleh,

nilai bilangan asam mengalami peningkatan. Nilai ini berbanding lurus

dengan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Analisis keragaman

menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dan lama reaksi berpengaruh nyata

pada nilai bilangan asam (Lampiran 4). Grafik hubungan antara

konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap nilai bilangan asam disajikan

pada Gambar 4. Konsentrasi H2SO4

(%)

Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi

terhadap nilai bilangan asam

Peningkatan bilangan asam yang berbanding lurus dengan faktor

konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi diperkirakan karena semakin besar

jumlah konsentrasi H2SO4 dan lama waktu reaksi pembentukan gugus

sulfonat akan semakin tinggi. Keberadaan gugus sulfonat yang bersifat

(41)

teori Brownsted and Lowry, adanya ion H+ dalam suatu reaksi kimia

mengindikasikan adanya asam. Hal ini berakibat pada nilai derajat

keasaman yang semakin tinggi dan nilai bilangan asam yang meningkat.

Pengujian lebih lanjut dengan uji lanjut Duncan menyatakan bahwa

pengaruh konsentrasi H2SO4 terhadap peningkatan bilangan asam (60, 70,

80 persen) semuanya berbeda nyata. Hal yang sama juga ditunjukkan oleh

variasi lama reaksi. Lama reaksi (60, 90, dan 120 menit) menunjukkan

bahwa masing-masing nilai berbeda nyata.

3. Stabilitas Emulsi

Ada beberapa definisi mengenai emulsi. Namun pada dasarnya dapat

dinyatakan bahwa emulsi adalah dispersi atau suspensi cairan dalam cairan

lain yang tidak bercampur dalam keadaan biasa. Molekul kedua cairan

tersebut bersifat antagonistik yang disebabkan oleh perbedaan sifat

kepolarannya (Suryani et al., 2000). Emulsi terbentuk ketika suatu cairan

tidak saling melarut (immiscible) terpecah menjadi tetesan (droplet) dan

terdispersi ke cairan immiscible lainnya dengan bantuan surfaktan

(Hasenhuettl, 2000). Surfaktan dapat berperan sebagai emulsifier ketika

dua fasa yang berbeda derajat kepolaran dapat bercampur secara homogen.

Hal ini karena surfaktan mampu menyatukan dua fasa yang berbeda

derajat kepolarannya. Kemampuan surfaktan sebagai emulsifier didukung

dengan adanya gugus hirofilik dan hirofobik yang dimiliki molekul

surfaktan.

Pengujian stabilitas emulsi dilakukan pada air sebagai fasa polar dan

xylene sebagai fasa non polar. Hasil analisis keragaman menunjukkan

bahwa faktor konsentrasi berpengaruh nyata pada nilai kestabilan emulsi

(Lampiran 5). Lama reaksi dan faktor interaksi keduanya menunjukkan

nilai yang tidak berpengaruh nyata. Grafik nilai kestabilan emulsi dari

(42)

Gambar 5. Grafik pengaruh konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap

kestabilan emulsi dari MES yang dihasilkan

Dari grafik tersebut terlihat bahwa nilai kestabilan emulsi cenderung

naik dengan peningkatan konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Peningkatan

konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan mempengaruhi pembentukan

gugus hidrofilik dan hidrofobik dari molekul surfaktan yang terbentuk.

Semakin besar nilai konsentrasi dan lama reaksi memungkinkan semakin

banyak pula gugus hirofilik yang terbentuk. Dengan demikian

terbentuknya surfaktan semakin besar pula, sehingga terjadi peningkatan

kestabilan emulsi. Efisiensi emulsifikasi dari surfaktan berhubungan

dengan polaritas pada molekulnya. Hal ini berkaitan dengan kontribusi

relatif dari gugus hidrofilik yang polar dan gugus hidrofobik yang non

polar (Jungermann, 1979).

Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa konsentrasi H2SO4 (60 persen

dan 70 persen) tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap kestabilan

emulsi, namun berbeda nyata dengan konsentrasi H2SO4 80 persen.

Berdasarkan nilai kestabilan emulsi, hasil terbaik ditunjukkan oleh

perlakuan konsentrasi H2SO4 80 persen dengan lama reaksi 120 menit.

4. Tegangan Permukaan Metode Du Nouy

Terbentuknya tegangan permukaan pada suatu cairan disebabkan

karena adanya gaya tarik menarik antara molekul-molekul pada cairan

dengan udara (Durrant, 1953). Gaya tarik menarik antara molekul-molekul

(43)

pada molekul di permukaan cenderung menggerakkan

molekul-molekul tersebut menuju bagian pusat cairan sehingga menyebabkan cairan

berperilaku membentuk lapisan tipis. Gaya tersebut dihitung sebagai

tegangan permukaan.

Hasil pengukuran tegangan permukaan air menunjukkan nilai 48,5

mN/m. Nilai ini sama dengan 48,5 dyne/cm. Setelah penambahan MES,

kisaran nilai yang didapatkan adalah 30,10 hingga 37,70 dyne/cm. Hal ini

berarti dengan adanya penambahan MES, nilai tegangan permukaan air

turun sebesar 10,8 hingga 18,4 dyne/cm. Penurunan nilai ini ekivalen

dengan nilai dalam persen sebesar 22,26-37,93 persen. Hasil analisis

keragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dan lama reaksi

berpengaruh signifikan terhadap nilai tegangan permukaan. Sedangkan

faktor interaksinya juga berpengaruh signifikan (Lampiran 6). Grafik nilai

tegangan permukaan air setelah penambahan MES disajikan dalam

Gambar 6.

ilai tegangan permukaan

(dyne/cm)

60

70

80

Konsentrasi H2SO4

(%)

Gambar 6. Grafik nilai tegangan permukaan MES

Berdasarkan grafik di atas, nilai tegangan permukaan cenderung

menurun dengan peningkatan konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi. Hal ini

disebabkan dengan semakin tingginya nilai konsentrasi asam sulfat yang

digunakan, kemungkinan tumbukan antar partikel zat yang akan bereaksi

juga semakin besar. Dengan demikian kemungkinan terjadi reaksi juga

(44)

terikatnya gugus sulfonat dari asam sulfat pada atom karbon metil ester.

Semakin besar terikatnya gugus sulfonat pada rantai karbon akan

meningkatkan jumlah gugus hidrofilik dari MES. Gugus hidrofilik ini akan

menurunkan gaya kohesi dari molekul air sehingga akan menurunkan

tegangan permukaan.

Faktor lama reaksi juga berpengaruh terhadap penurunan tegangan

permukaan. Hal ini diperkirakan dengan semakin lama waktu reaksi,

kemungkinan terbentuknya surfaktan semakin besar. Tegangan permukaan

akan semakin menurun dengan semakin banyaknya molekul surfaktan

yang terbentuk (Cox et al.,1997). Selain itu, menurunnya tegangan

permukaan juga diduga karena adanya zat pengotor lain, selain surfaktan

yang dapat mempengaruhi gaya kohesi dari air sehingga dapat menurunkan

tegangan permukaan. Akan tetapi keberadaan zat pengotor ini tidak

memberikan pengaruh besar terhadap penurunan tegangan permukaan

(Chemistry, 2005).

Uji lanjut Duncan memperlihatkan bahwa masing-masing konsentrasi

H2SO4 (60, 70, 80 persen) berbeda nyata satu sama lain terhadap nilai

tegangan permukaan. Lama reaksi 120 menit berbeda nyata dengan lama

reaksi (60 dan 90 menit). Namun antara lama reaksi (60 dan 90 menit)

tidak berbeda nyata.

5. Tegangan Antar Muka (IFT)

Pengujian nilai tegangan antar muka dilakukan dengan menggunakan

dua jenis pelarut yang berbeda polaritasnya, yaitu air yang sangat polar

dengan minyak bumi yang bersifat tidak polar. Hasil pengukuran IFT

menunjukkan bahwa nilai IFT berbanding terbalik dengan nilai konsentrasi

H2SO4 dan lama reaksi. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa

faktor konsentrasi dan lama reaksi berpengaruh signifikan terhadap nilai

IFT (Lampiran 7). Grafik hubungan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama

(45)

Gambar 7. Hubungan nilai konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi terhadap

nilai IFT

Berdasar grafik di atas, peningkatan konsentrasi H2SO4 dan lama

reaksi akan menurunkan nilai IFT. Semakin tinggi nilai konsentrasi asam

sulfat dalam larutan, konsentrasi air dalam larutan akan semakin

berkurang. Keberadaan air akan menghambat proses sulfonasi. Dengan

terbatasnya kadar air, kemungkinan tumbukan antar partikel yang akan

bereaksi semakin besar. Dengan demikian reaksi pembentukan gugus

sulfonat juga akan semakin tinggi. Hal ini didukung dengan waktu reaksi

yang semakin tinggi. Gugus sulfonat akan mengikat air pada gugus

hidrofiliknya yang menyebabkan gaya kohesi menurun dan sebaliknya

gaya adhesi semakin meningkat. Hal ini akan menyebabkan turunnya nilai

tegangan antar muka.

Pengujian lebih lanjut dengan menggunakan uji lanjut Duncan

menyatakan bahwa masing-masing konsentrasi H2SO4 (60, 70, 80 persen)

yang diuji masing-masing berbeda nyata terhadap IFT. Faktor lama reaksi

60 menit, 90 menit dan 120 menit masing-masing menunjukkan nilai yang

berbeda nyata pula terhadap IFT.

6. Uji Warna

Pengujian warna dilakukan dengan pendekatan Hunter Trimulus

Colorimeter. Warna didefinisikan sebagai distribusi energi dari sinar yang

dipantulkan oleh suatu obyek atau ditransmisikan oleh suatu obyek

(46)

nilai L, a dan b. Nilai L (lightness) menunjukkan tingkat kecerahan. Nilai

L berkisar dari nol hingga seratus (0-100). Semakin tinggi nilai L, tingkat

kecerahan dari warna yang diukur juga semakin tinggi. Pada tingkat nilai

L sama dengan nol, zat mampu seluruhnya menyerap spektrum cahaya.

Sedangkan pada tingkat nilai seratus, zat mampu seluruhnya memantulkan

spektrum cahaya. Nilai a menunjukkan kromatik warna (hijau-merah)

dengan parameter sebagai berikut. Nilai a negatif akan menunjukkan warna

hijau, nol adalah abu-abu, dan nilai a positif menunjukkan warna merah.

Nilai b menyatakan warna kromatik kuning apabila bernilai positif,

abu-abu apabila bernilai nol dan warna biru apabila bernilai negatif. Analisis

keragaman menunjukkan bahwa konsentrasi dan lama reaksi berpengaruh

nyata terhadap nilai L. Demikian pula dengan interaksi antar keduanya

juga berpengaruh nyata terhadap nilai L. Grafik hubungan antara jumlah

konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai L dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi

Dari g i atas, terlihat bahwa dengan semakin

men

77,90.

terhadap nilai L

ambar grafik d

ingkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan

turunnya nilai L yang menunjukkan tingkat kecerahan. Dengan demikian

dengan meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan

menyebabkan tingkat kecerahan warna dari surfaktan yang dihasilkan

(47)

Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa nilai masing-masing konsentrasi

H2SO4 (60, 70, 80 persen) berbeda nyata terhadap masing-masing

kons

eragaman menunjukkan bahwa faktor konsentrasi dan

lama

0,80. Berdasarkan nilai tersebut, MES yang dihasilkan cenderung berwarna

hijau

enunjukkan bahwa faktor

konsentrasi berpengaruh nyata terhadap nilai b. Lama reaksi dan interaksi entrasi. Demikian halnya dengan lama reaksi, masing-masing waktu

reaksi yakni 60, 90 dan 120 menit berbeda nyata terhadap masing-masing

nilai lama reaksi.

Nilai a dan b merupakan parameter warna yang menyatakan cahaya

pantul. Analisis k

reaksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai a. Namun interaksi

antara kedua faktor berpengaruh nyata terhadap nilai a. Grafik hubungan

antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai a dapat dilihat

pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi

terhadap nilai a

Dari pengukuran nilai a, rentang nilainya berkisar antara -13,07 hingga

. Berdasarkan grafik, dengan semakin meningkatnya konsentrasi

H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan nilai a menjadi cenderung

turun. Walaupun ada beberapa nilai analisis nilai a yang menunjukkan

peningkatan. Dengan demikian dengan meningkatnya konsentrasi H2SO4

dan lama reaksi akan menyebabkan warna dari surfaktan yang dihasilkan

menjadi cenderung kromatis kuning kemerahan.

Hasil pengukuran nilai b menunjukkan bahwa nilai b berkisar antara

(48)

anta

asarkan kisaran nilai b, MES yang

diha

gus ester

dan

ra kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap nilai b. Grafik

hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai b dapat

dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Grafik hubungan antara jumlah konsentrasi dan lama reaksi terhadap nilai b

Dari gambar grafik di atas, terlihat bahwa dengan semakin

meningkatnya konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan

terjadinya peningkatan nilai b. Berd

silkan berwarna kuning. Dengan demikian dengan meningkatnya

konsentrasi H2SO4 dan lama reaksi akan menyebabkan warna dari

surfaktan yang dihasilkan menjadi cenderung kromatis kekuningan.

Uji lanjut Duncan menyatakan bahwa konsentrasi H2SO4 70 persen

berbeda nyata terhadap konsentrasi H2SO4 (60 dan 80 persen). Namun

konsentrasi H2SO4 60 persen dan 80 persen tidak berbeda nyata.

Reaksi antara metil ester dengan asam sulfat membentuk

kecenderungan gugus sulfonat terikat pada atom karbon alfa walaupun

tidak menutup kemungkinan gugus sulfonat juga terikat pada gu

ikatan rangkapnya. Metil ester merupakan polimer hidrokarbon yang

memiliki gugus ikatan rangkap. Asam sulfat sendiri adalah oksidator kuat.

Reaksi asam sulfat dengan keberadaan oksigen pada sistem dapat

mengoksidasi ikatan rangkap pada metil ester. Teroksidasinya ikatan

rangkap metil ester akan menyebabkan terbentuknya gugus aldehid yang

bersifat polar. Keberadaan gugus ini akan memberikan warna gelap pada

(49)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIM

A. PULAN

Proses sulfona 4 dapat menghasilkan

surfaktan MES. MES yang dihasilkan berwarna kehitaman. Warna tersebut

dap ui proses pemurnian dengan menggunakan metanol dan

asam

/cm. Nilai tegangan antar muka (IFT) yang didapatkan

adal

B.

dihasilkan berwarna gelap sehingga diperlukan proses

pemurnian. Untuk itu, perlu didapatkan metode proses pemurnian MES yang

leb

si metil ester dengan pereaksi H2SO

at direduksi melal

peroksida. Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa kondisi

proses terbaik untuk memproduksi MES adalah perlakuan H2SO4 dengan

konsentrasi 80 persen dan lama reaksi 90 menit. Parameter untuk menentukan

perlakuan terbaik adalah dilihat dari kemampuan menurunkan tegangan

permukaan dan tegangan antar muka. Hal ini mengingat keberadaan surfaktan

identik dengan adanya kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan

antar muka tersebut.

Karakteristik yang didapatkan dari MES yang dihasilkan dari perlakuan

ini adalah mampu menurunkan tegangan permukaan air hingga 37,93 persen

atau sebesar 18,4 dyne

ah 2,6 x 10-1 dyne/cm, dengan stabilitas emulsi sebesar 52,77 persen. Uji

warna menunjukkan nilai L sebesar 68,59 dengan nilai a sebesar -10.96 serta

nilai b sebesar 68.81.

SARAN

Metil ester yang

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Bergenstahl, B. 1997. Physicochemical Aspect of an Emulsifier Functionality. In :

G. L. Hasenhuettl d Food Emulsifier and Their

Applications. Chapm

hemist hemistry.nz/surfactants.htm

an R. W. Hartel (Eds.). an & Hall, New York.

Bernardini, E. 1983. Vegetable Oils and Fats Processing. Volume II. Interstampa, Rome.

ry. 2005. Surface Active Agent.

C http://www.c .

oc. 74 (7) : 847 – 859.

e Groot hnology in the Detergent House. Kluwer

urrant, .,

oster, N ion Processes. In: Spitz, L. (Ed). Soap

asenhu iew of Food Emulsifier. In : G. L. Hasenhuettl dan

th

ungerm Oil and

th

Cox, M. F. and U. Weerasooriya. 1997. Methyl ester ethoxilates. J. of Am. Oil Chem. S

arnoko, D., T. Herawan dan P. Guritno. 2001. Teknologi Produksi Biodiesel dan

D

Prospek Pengembangannya di Indonesia. Warta PPKS, 9 (1) : 17 – 27.

, W. H. 1991. Sulphonation Tec

d

Academic Publisher, Netherland.

P. J. 1953. General and Inorganic Chemistry. Longmans, Green and Co D

London.

. C. 1996. Sulfonation and Sulfat

F

and Detergents: A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaign, Illinois.

Georgiou, G., C. L. Sung and M. M. Shara. 1992. Surface Active Compounds from Microorganism. Bio/tech 10 : 60 – 65.

ettl, G. L. 1997. Overv

H

R. W. Hartel (Eds.). Food Emulsifier and Their Applications. Chapman & Hall, New York.

Hasenhuettl, G. L. 2000. Design and Application of Fat-Based Surfactants. In : R. D. O’Brien, W. E. Farr, and P. J. Wan (Eds.). Introduction to Fat and Oils Technology. 2nd Edition. AOCS Press, Champaign, Illinois.

Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial and Fat Product. 5 edition. Vol. 3. John Willey & Sons, Inc., New York.

ann, E. 1979. Fat-Based Surface-Active agent. Bailey’s Industrial J

Fat Product. 14 editions. John Willey and Son, New York.

(51)

Kirk, R. E. And D. F. Othmer. 1964. Sulfonation and Sulfation. Di Dalam : Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology. Vol. 19. Interscience

nnai, India.

n, Illinois.

ieger, M. M. (Ed). 1985. Surfactant in Cosmetics. Surfactant Science series,

adi, S. 1994. Gliserolisis Minyak Sawit dan Inti Sawit dengan Piridin. Buletin

haw, D. J. 1980. Introduction to Colloid and Surface Chemistry. Butterworths,

heats, W. B. and B. W. Mac Arthur. 2002. Methyl Ester Sulfonate Product. The Publisher, Inc., New York.

Libanan, A. 2000. Coconut Product Diversification and Processing

Cocochemicals. Proceeding of the XXXXVII Cocotech Meeting/ ICC 2000. 24 – 28 July 2000, Che

Matheson, K. L. 1996. Surfactant Raw Materials : Classification, Synthesis and Uses. In : Spitz, L. (Ed). Soap and Detergents : A Theoretical and Practical Review. AOCS Press, Champaig

Pore, J. 1993. Oils and Fats Manual. Intercept Ltd, Andover, Uk, Paris, New York.

R

Marcel Dekker, Inc. New York.

S

PPKS. 2 (3) : 155 – 164.

S

Oxford, England.

S

Chemiton Corporation. http://www.chemithon.com.

NI. 1999. Metil Ester. Badan Standarisasi Nasional, Standar Nasional Indonesia.

uryani, A.,E. Hambali., I. Sailah dan M. Rivai. 2000. Teknologi Emulsi. Jurusan

wern, D. 1979. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products. 14th editions. John

atkins, C. 2001. All Eyes are on Texas. INFORM 12 : 1152 – 1159.

Yuliasar rawan. 1997. Asam Lemak Sawit Distilat

Sebagai Bahan Baku Pembuatan Sabun Transparan. Indonesian J. Of S

06-6048-1999.

S

Teknologi Industri-FATETA-IPB, Bogor.

S

Willey and Son, New York.

W

i, R., P. Guritno dan T. He

Oil Palm Research. 5 (3) : 205 – 213.

(52)
(53)

Lampiran 1. Diagram Alir Proses Sulfonasi

Metil Ester Dari CPO

Proses sulfonasi, suhu 550C dengan kecepatan pengadukan = 1500 rpm H2SO4 (%)

60, 70, 80

Pemucatan, suhu 550C dengan kecepatan pengadukan = 1500rpm

Pemisahan

Netralisasi, suhu 550C dengan kecepatan pengadukan=1500rpm

Asam sisa, air, metanol

NaOH 20%

(54)

Lampiran 2. Prosedur Analisis Surfaktan

1. Bilangan Asam (AOAC, 1995)

Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram dalam labu erlenmeyer

250 ml dan ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, lalu dipanaskan selama

10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Setelah ditambahkan 2 tetes

indikator penolphtalein 1%, larutan dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai

berwarna merah jambu yang tidak hilang dalam beberapa detik. Selanjutnya

dihitung jumlah miligram KOH yang digunakan untuk menetralkan asam

dalam satu gram minyak atau lemak.

A x N x 56,1 Bilangan Asam =

G

Keterangan : A = ml KOH untuk titrasi

N = normalitas larutan KOH

G = berat contoh (gram)

2. Pengukuran pH (BSI, 1996)

Metode ini digunakan untuk menganalisa derajat keasaman (pH) surfaktan.

Nilai pH dari larutan contoh ditentukan dengan pengukuran menggunakan

kertas lakmus komersial. Nilai pH dibaca dengan mencelupkan kertas lakmus

pada larutan surfaktan. Pembacaan dilakukan dengan mencocokkan warna

yang terbaca dengan angka pada label.

3. Tegangan Permukaan (Metode DuNouy)

Metode pengujian ini dilakukan untuk menentukan tegangan permukaan

larutan surfaktan dengan menggunakan alat Tensiometer Du Nouy. Peralatan

dan wadah contoh yang akan digunakan harus dibersihkan terlebih dahulu.

Wadah yang digunakan biasanya terbuat dari bahan gelas dengan diameter

lebih besar dari 6 cm. Wadah gelas dicuci dengan larutan chromic-sulfuric

acid, kemudian dibilas dengan air destilata. Cincin platinum merupakan

(55)

digunakan, cincin dicuci terlebih dahulu dengan pelarut yang sesuai dan

dibilas dengan air destilata, lalu dikeringkan.

Posisi alat diatur supaya horisontal dengan water pass dan diletakkan pada

tempat yang bebas dari gangguan, seperti getaran, angin, sinar matahari dan

panas. Larutan contoh dimasukkan ke dalam gelas dan diletakkan di atas

dudukan (platform) pada Tensiometer. Suhu cairan sampel diukur dan dicatat.

Selanjutnya cincin platinum dicelupkan ke dalam sampel tersebut (lingkaran

logam tercelup 3-5 mm di bawah permukaan cairan), dengan cara menaikkan

dudukan (platform). Skala vernier Tensiometer di set pada posisi nol dan

jarum penunjuk harus berada pada posisi berhimpit dengan garis pada kaca.

Selanjutnya platform diturunkan perlahan, dan pada saat yang bersamaan

skrup kanan diputar sedemikian rupa sehingga jarum penunjuk tetap berimpit

dengan garis pada kaca. Proses ini diteruskan sampai film cairan tepat putus.

Pada saat cairan putus skala dibaca dan dicatat sebagai nilai tegangan

permukaan. Pengukuran dilakukan paling sedikit dua kali. Kemampuan

surfaktan dalam menurunkan tegangan permukaan dapat dilakukan dengan

menambahkan konsentrasi surfaktan sebanyak 10 persen (dalam air). Nilai

tegangan permukaan setelah ditambahkan surfaktan diukur kembali.

Kemudian dibandingkan nilai tegangan permukaan air dan sesudah

ditambahkan surfaktan.

4. Tegangan Antar Permukaan (Metode Spinning Drop)

Langkah awal, dibuat pelarut dari air formasi yang mengandung 2% alkohol

(isobutanol). Kemudian surfaktan ditimbang sebanyak x gram dan dilarutkan

ke dalam 50 ml pelarut, hingga dihasilkan larutan surfaktan MES dengan

konsentrasi 1,0 - 3,2% (b/b). Setelah itu larutan surfaktan diaduk

menggunakan magnetic strirrer sampai homogen. Selanjutnya larutan

surfaktan tersebut diukur tegangan antar permukaan minyak-air dengan

menggunakan alat Spinning Drop Interfacial Tensiometer.

Cara kerja Spinning Drop sebagai berikut : panaskan alat spinning drop,

kemudian set pada suhu 40oC (kondisi percobaan) dan periode pada 10,10

msec/rev. Setelah kondisi tersebut stabil, ke dalam glass tube diisikan larutan

Gambar

Tabel 1. Komposisi asam lemak pada minyak sawit (CPO) dan minyak inti sawit (PKO)
Tabel 2. Karakteristik surfaktan MES komersial
Gambar 2. Reaksi sulfonasi menggunakan asam sulfat (Kirk dan Othmer,
Gambar 3. Grafik hubungan antara konsentrasi reaktan H2SO4 dan lama
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberlanjutan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan masih sama dengan program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP) dilihat dari

The results showed that the ownership structure of firms in JII is dominated by the institutional ownership, which affects corporate dividend decision in a positive and significant,

Kesempatan Investasi, Kinerja Keuangan, dan Kebijakan Utang terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Properti dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa

Sesi Pembentukan kelompok Kerja dipimpin oleh Bapak Didik Suhardjito dan Bapak Daru Asycarya sebagai ketua dan Sekretaris Komite Standar IFCC, dan dimulai

lebih baik dalam pengelolaan kinerja keuangan yang ditinjau dari nilai pengembalian atas ekuitas yang dimiliki daripada PT Surya Semesta Internusa Tbk.. Karena

Topik yang diangkat dalam penelitian ini adalah persepsi dan minat mahasiswa jurusan akuntansi fakultas ekonomi Universitas Udayana terhadap Profesi Akuntan Publik.. Sampel

PENINGKATAN NILAI MORAL SISWA MELALUI PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE (VCT) TIPE ANALISIS NILAI DALAM PEMBELAJARAN IPS Universitas Pendidikan

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Taluta, Mulyadi, dan Hamel (2014) mengenai hubungan tingkat kecemasan dengan mekanisme koping pasien DM didapatkan