• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBELAJARAN PAI UNTUK SISWA TUNARUNGU : Studi Deskriptif Pelaksanaan Pembelajaran Pada SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBELAJARAN PAI UNTUK SISWA TUNARUNGU : Studi Deskriptif Pelaksanaan Pembelajaran Pada SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

2043/UN.40.2.6.1/PL/2014

PEMBELAJARAN PAI UNTUK SISWA TUNARUNGU

(Studi Deskriptif Pelaksanaan Pembelajaran Pada SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Agama Islām

Oleh Ai Nuraeni

1000925

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN AGAMA ISLĀM

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

(2)

PEMBELAJARAN PAI UNTUK SISWA TUNARUNGU

(Studi Deskriptif Pelaksanaan Pembelajaran

Pada SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut

Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran

2013/2014)

Oleh

Ai Nuraeni

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

© Ai Nuraeni 2014

Universitas Pendidikan Indonesia

Juni 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,

(3)

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI Ai Nuraeni

1000925

PEMBELAJARAN PAI UNTUK SISWA TUNARUNGU

(Studi Deskriptif Pelaksanaan Pembelajaran Pada SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Dr. H.Endis Firdaus, M.Ag. NIP 19870303 198803 1 001

Pembimbing II

Elan Sumarna, M. Ag NIP 19760828 200501 1 002

Mengetahui

Ketua Prodi Ilmu Pendidikan Agama Islam

(4)

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu” (Studi Deskriptif Pelaksanaan Pembelajaran Pada SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014). Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya kesulitan guru dalam menyampaikan materi PAI yang bersifat abstrak kepada siswa tunarungu yang disebabkan memiliki kelainan pendengaran. Sehingga siswa tunarungu memerlukan pembelajaran secara khusus. Karena itu, guru harus memiliki keterampilan khusus dalam penyampaian pembelajarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014, pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014, dan evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014. Metode yang digunakan ialah metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumentasi serta analisis data dengan reduksi data, display data dan disimpulkan. Pada pengolahan data hasil penelitian diketahui bahwa Perencanaa PAI kelas VIII yang ada di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong Garut mengacu kepada kurikulum KTSP yang terdiri dari program tahunan, program semester, silabus, RPP dan CPPH (Catatan Pelaksanaan Pembelajaran Harian). Pada pelaksanaan pembelajarannya dilakukan secara individu dan metode yang digunakannya adalah metode drill (latihan) yakni lebih kepada melatih daya ingat siswa. Selain pembelajaran akademik, siswa tuanarungu juga diberikan pembelajaran keterampilan sesuai minat dan bakat siswa. Media yang digunakan ketika pembelajarannya adalah guru itu sendiri karena bagi siswa tunarungu guru itu adalah model. Adapun pembelajarannya memakai KOMTAL (Komunikasi Total). Evaluasi pembelajaran diberikan secara terus menerus dan berupa tes lisan, tulisan dan perbuatan yang kemudian siswa mendapat nilai berupa angka dan uraian perkembangannya di dalam raport. Berdasarkan hasil penelitian secara umum dapat disimpulkan bahwa perencanaan secara administrasi kurang lengkap, namun dalam hal pelayanan sangat baik karena sesuai dengan kebutuhan siswanya. Pelaksanaan pembelajarannya lebih ditekankan kepada KOMTAL (Komunikasi Total) dan pengajarnya bukan dari guru PAI melainkan guru kelas. Evaluasinya tidak dari akademik saja namun dalam setiap perilaku siswa dikelas. Kata Kunci: Pembelajaran, Pendidikan Agama Islam, SMPLB Tunarungu

(5)

ABSTRACT

This paper titled “Islamic Education Learning for deaf Student” (Descriptive Study Learning Implementation to VIII Grader SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut in second semester of 2013/2014 year). The background of this paper is there are difficulties of a teacher on doing a teaching Islamic Education which is so abstract to teach to a deaf student. So that a deaf student needs a special treatment for learning. Because of that, teacher should have a special skill in teaching their learning. The purpose of this research is to describe the planning, the implementation and evaluation of Islamic education learning VIII grader of SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut in second semester of 2013/2014 year. This research uses descriptive method and qualitative approach. The technique of collecting data through observation, interviews and documentary studies and data analysis uses data reduction, display data and concluding all of those things. After processing the whole data, it concluded that the planning of Islamic education learning to VIII grader at SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut in second semester of 2013/2014 year is following the KTSP curriculum which consists of year program, semester program, syllabus, learning plan and CPPH (daily learning notes). The implementation of its learning is

(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI ... PERNYATAAN ... UCAPAN TERIMAKASIH ... Error! Bookmark not defined. ABSTRAK ... Error! Bookmark not defined. ABSTRACT ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI ... viii DAFTAR TABEL ... Error! Bookmark not defined. DAFTAR GAMBAR ... Error! Bookmark not defined. PEDOMAN TRANSLITERASI DARI ARAB KE LATIN INDONESIA .... Error! Bookmark not defined.

BAB IPENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined. A. Latar Belakang ... Error! Bookmark not defined. B. Identifikasi Masalah Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Perumusan Masalah... Error! Bookmark not defined. D. Tujuan Penelitian... Error! Bookmark not defined. E. Manfaat Penelitian... Error! Bookmark not defined. F. Struktur Organisasi Skripsi ... Error! Bookmark not defined. BAB IIPEMBELAJARAN PAI BAGI ANAK TUNARUNGU Error! Bookmark not defined.

A. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam... Error! Bookmark not defined. 1. Pembelajaran PAI ... Error! Bookmark not defined. 2. Landasan Pendidikan Agama Islam ... Error! Bookmark not defined. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah ...Error! Bookmark not defined.

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam...Error! Bookmark not defined.

(7)

3. Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu...Error! Bookmark not defined.

4. Perkembangan Emosi Anak Tunarungu .. Error! Bookmark not defined. 5. Perkembangan Sosial Anak Tunarungu .. Error! Bookmark not defined. 6. Perkembangan Perilaku Anak Tunarungu ...Error! Bookmark not defined.

C. Penelitian Terdahulu ... Error! Bookmark not defined. BAB IIIMETODE PENELTIAN ... Error! Bookmark not defined. A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian ... Error! Bookmark not defined. B. Metode Penelitian... Error! Bookmark not defined. C. Definisi Operasional... Error! Bookmark not defined. D. Instrumen Penelitian... Error! Bookmark not defined. E. Uji Keabsahan Data... Error! Bookmark not defined. F. Teknik Pengumpulan Data ... Error! Bookmark not defined. G. Teknik Analisis Data ... Error! Bookmark not defined. H. Tahap Penelitian ... Error! Bookmark not defined. BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...Error! Bookmark not defined.

(8)
(9)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik dalam hal perkembangan potensinya dalam semua aspek. Sejalan dengan perkataan A. Tafsir (2012, hlm. 36) menyebutkan bahwa pendidikan dalam arti luas adalah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, yaitu aspek jasmani, akal, dan hati (ruhani).

Dalam pendidikan terdapat pembelajaran yang mana pembelajaran adalah salah satu kunci ketercapaian dan keberhasilan sebuah pendidikan. Dengan pembelajaran, siswa mampu berfikir secara aktif dalam belajarnya sehingga mampu meningkatkan kualitas belajarnya. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan kemampuan mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran (Sagala, 2010, hlm. 62).

Berkaitan dengan hal di atas, dalam pembelajaran terdapat metode dan pendekatan yang relevan dalam membelajarkan siswa. Yang demikian itu terdapat di dalam model pembelajaran. Dalam buku kurikulum pembelajaran, pada garis besarnya ada empat model pembelajaran yaitu pertama, guru tanpa menggunakan alat peraga, kedua, guru dan alat bantu, ketiga, guru dan media dengan siswa, keempat, media dengan siswa atau pembelajaran jarak jauh dengan menggunakan media atau bahan pembelajaran yang disiapkan (Tim Pengembang MKDP, 2011, hlm. 128).

(10)

Adapun pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus itu berbeda dengan pembelajaran di sekolah umumnya. Menurut Kosasih (2012, hlm. 1) Anak Berkebutuhan Khusus adalah anak yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di Sekolah sebagaimana anak-anak pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus (ABK) juga dapat diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, intelegensi, dan emosi sehingga membutuhkan pembelajaran secara khusus.

Dengan melihat kebutuhannya, di sini guru dituntut untuk memiliki keterampilan khusus dalam membelajarkannya. Karena jika tidak demikian, maka akan berdampak buruk kepada anaknya. Bahkan metode yang diberikannya pun berbeda dengan metode sekolah umum lainnya. Anak berkebutuhan khusus sangat lamban dalam perkembangan pendidikannya, jika guru kurang dalam pelayanannya maka anak tersebut akan semakin terhambat dalam hal apapun.

Secara yuridis layanan pendidikan bagi ABK tercantum dalam UU RI no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal lima ayat dua yang berisi tentang warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental intelektual, dan sosisal berhak memperoleh pendidikan khusus (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2013, hlm. 7).

Dalam hal ini, peneliti lebih mengkhususkan kepada pembelajaran PAI anak berkebutuhan khusus pada anak yang memiliki kelainan pendengaran yang lebih dikenal dengan tunarungu. Menurut Mufti Salim (Somantri, 2007, hlm. 93-94) menyebutkan bahwa anak tunarungu adalah anak yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar yang disebabkan oleh kerusakan atau tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengarannya sehingga ia mengalami hambatan dalam perkembangan bahasanya.

Dalam penelitian ini, selain kemampuan anak nya yang memang terhambat karena kelainan pendengaran sehingga menghambat perkembangan bahasanya, peneliti juga akan melibatkan kemampuan gurunya dalam pelaksanaan pembelajaran pada mata pelajaran PAI.

(11)

Pendidikan Agama Islam. Karena pendidikan Islam menurut Arifin (2008, hlm. 2) berusaha merealisasikan agama Islam dalam tiap pribadi manusia, yaitu “menjadikan manusia sejahtera dan bahagia dalam cita Islam”

Maka dari itu, pendidikan Agama Islam sangatlah penting untuk ditanamkan dalam kehidupan sehari-hari. Karena, menurut Ramayulis (2005, hlm. 1) pemikiran tentang pendidikan Islam mengajak seseorang untuk berpikir analistis-kritis, kreatif dan inovatif dalam menghadapi berbagai praktik dan isu aktual di bidang pendidikan untuk dikaji dan ditelaah dari dimensi fondasionalnya agar tidak kehilangan roh atau spirit Islam.

Pendidikan Agama Islam di Sekolah merupakan upaya pengembangan potensi diri anak agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan. Namun, Pendidikan Agama Islam (PAI) tersebut tidak banyak direalisasikan dengan baik di Sekolah yang berkebutuhan khusus seperti SLB. Jika menengok sejarah, mengemukakan begitu kerasnya menggolkan Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, terutama menyangkut pendidikan Agama Islam, antara lain pada pasal 12 ayat (1a) bahwa setiap peserta didik pada satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama (Ramayulis, 2005, hlm. 15)

Tujuan pendidikan Agama Islam pada ABK sebenarnya akan terwujud dan terlaksana bila ada dukungan dari lingkungan sekitarnya terutama guru yang mengajarkannya di sekolah. Bila pendidikan agama Islam di sekolah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka insya Allah akan banyak membantu mewujudkan harapan setiap orang tua, yaitu memiliki anak yang beriman, bertakwa kepada Allah Swt, berbudi luhur, cerdas, dan terampil, berguna untuk nusa, bangsa, dan agama (anak yang ṣāliḥ) (Majid, 2012, hlm. 23).

(12)

karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa”.

Pendidikan yang diberikannya sesuai dengan kebutuhan anak sehingga anak mudah merespon dalam pembelajarannya. Namun demikian, ada saja kendala yang harus dilalui oleh pendidik dalam hal mengajarkannya. Selain bantuan alat, pendidik di Sekolah Luar Biasa dituntut untuk kreatif dalam menyampaikan materi dan juga harus memiliki keterampilan khusus dalam berbagai metode dan cara penyampaiannya kepada peserta didik.

Menurut Bapak Amir sebagai pengawas SLB dari Provinsi Jawa Barat, mengemukakan bahwa Sekolah Luar Biasa (SLB) Muhammadiyah Bayongbong-Garut perkembangannya sangat bagus dibanding dengan SLB lainnya di Kabupaten Garut, Sekolah tersebut memiliki keunggulan di berbagai bidang seperti bidang IT, kesenian dan sebagainya. Selain pelayanannya yang bagus, kemampuan guru dalam hal mendidik, membimbing dan membina anak berkebutuhan khususnya sesuai dengan kebutuhan anaknya (Wcr. PJ. 4).

Di samping Sekolah nya yang bagus, respon guru-gurunya juga sangat bagus kepada anak yang berkebutuhan khusus. Begitu pula dengan model pembelajaran yang terdapat dalam pelaksanaan pembelajarannya, meski guru harus dituntut lebih dari guru sekolah pada umumnya, guru dapat melakukannya dengan baik. Apalagi jika dalam bidang keruhaniannya guru dapat mengembangkannya, anak bisa berprilaku sopan, santun, salam, sapa setelah belajar PAI (Wcr. PJ. 5).

Metode, strategi, teknik, pendekatan dan evaluasinya berbeda dengan sekolah normal biasanya, meskipun ada beberapa anak berkebutuhan khusus yang IQ nya sama dengan anak normal. Akan tetapi, di sini guru harus ekstra dalam menerapkan pembelajaran tersebut (Obs. RKL. 1).

(13)

Guru memandang bahwa pembelajaran Agama Islam adalah materi yang sulit bagi mereka untuk menyampaikannya kepada siswa karena banyak materi abstrak yang susah dipahami siswa tunarungu.

Dengan demikian, peneliti merasa sangat tertarik untuk meneliti tentang pembelajaran yang diterapkan dalam pelaksanaan pembelajaran yang disampaikan pada anak berkebutuhan khusus terhadap materi Pendidikan Agama Islam oleh guru SLB Tunarungu di tingkat Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB). Oleh karena itu, judul penelitian ini adalah “Pembelajaran PAI Untuk Siswa Tunarungu (Studi Deskriptif Pelaksanaan Pembelajaran Pada SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut Kelas VIII Semester Genap Tahun Ajaran 2013/2014)”.

B. Identifikasi Masalah Penelitian

Dari latar belakang di atas dapat diidentifikasi bahwa masalah yang dihadapi di lapangan yaitu sebagai berikut: kesulitan guru dalam pengelolaan pembelajaran untuk menyampaikan materi PAI yang bersifat abstrak kepada siswa tunarungu dikarenakan memiliki kelainan pendengaran. Sehingga siswa tunarungu memerlukan pembelajaran secara khusus. Karena itu, guru harus memiliki keterampilan khusus dalam penyampaian pembelajarannya.

C. Perumusan Masalah

Agar penelitian ini mencapai sasaran sesuai dengan tujuan yang diharapkan, maka peneliti merasa perlu untuk merumuskan fokus permasalahannya. Dari latar belakang di atas dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: kesulitan guru dalam pengelolaan pembelajaran untuk menyampaikan materi PAI yang bersifat abstrak kepada siswa tunarungu dikarenakan memiliki kelainan pendengaran. Sehingga siswa tunarungu memerlukan pembelajaran secara khusus. Karena itu, guru harus memiliki keterampilan khusus dalam penyampaian pembelajarannya.

(14)

1. Bagaimana perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014?

2. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam Kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014?

3. Bagaimana evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam Kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014?

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini terbagi menjadi tujuan umum dan tujuan khusus. Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memperoleh gambaran mengenai pembelajaran PAI yang disampaikan guru SLB kepada siswa tunanrungu. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini untuk mengetahui:

1. Perencanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam Kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014?

2. Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam Kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014?

3. Evaluasi pembelajaran pendidikan agama Islam Kelas VIII pada siswa tunarungu di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong-Garut tahun ajaran 2013-2014?

E. Manfaat Penelitian

(15)

Agama Islam) yang tepat di Sekolah Luar Biasa, agar Pendidikan Agama Islam bisa direalisasikan dengan baik.

1. Manfaat Praktis

Penyusun berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama orang-orang yang berhubungan dengan pendidikan kepada anak luar biasa seperti sebagai berikut:

a. Bagi civitas akademik Universitas Pendidikan Indonesua, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan untuk bahan ajar perkuliahan serta dapat dijadikan pandangan dalam membina dan mendidik anak yang berkebutuhan khusus dalam aspek PAI.

b. Bagi mahasiswa Program Ilmu Pendidikan Agama Islam, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber literatur untuk penelitian selanjutnya yang masih terkait dengan pembelajaran di Sekolah Luar Biasa dan bisa di jadikan referensi untuk pembelajaran PAI di SLB.

c. Bagi guru SLB, penelitian ini diharapkan bisa mempermudah komunikasi dan memamahami anak yang berkebutuhan khusus dengan berbagai metode dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, serta memberikan gambaran mengenai faktor-faktor pendukung dan penghambat terlaksananya pendidikan agama Islam yang diberikan kepada anak luar biasa, serta pada akhirnya hasil penelitian ini dapat menjadi pegangan dalam membina dan mendidik anak yang berkebutuhan khusus atau anak luar biasa.

d. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan menambah wawasan dan rujukan dalam memahami Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada anak luar biasa khususnya SLB-B (Tunarungu).

(16)

F. Struktur Organisasi Skripsi

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti membuat struktur organisasi skripsi yang tujuannya untuk lebih memudahkan dan memahaminya. Dengan demikian, penelitian ini dibagi kepada beberapa bab dan setiap bab memiliki sub bab masing- masing, yang terdiri dari:

BAB I : Pendahuluan, yang meliputi: Latar Belakang, Identifikasi Masalah Penelitian, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Struktur Organisasi Skripsi.

BAB II :

BAB III :

BAB IV : BAB V :

Pembelajaran PAI Bagi Anak Tuanrungu meliputi:. Pendidikan Agama Islam dan Perkembangan Anak Tunarungu.

Pendidikan Agama Islam meliputi: Pembelajaran PAI, Landasan Pendidikan Agama Islam, Tujuan Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Ruang Lingkup Agama Islam.

Perkembangan Anak Tunarungu meliputi: Pengertian Tunarungu, Klasifikasi Gangguan Pendengaran, Perkembangan Kognitif Anak Tunarungu, Perkembangan Emosi Anak Tunarungu, Perkembangan Sosial Anak Tunarungu, Perkembangan Perilaku Anak Tunarungu.

Metode Penelitian yang meliputi: Lokasi Penelitian, Metode Penelitian, Definisi Operasional, Instrumen Penelitian, Uji Keabsahan Data, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Tahap Penelitian.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

(17)

BAB III

METODE PENELTIAN

A. Lokasi Penelitian dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong Garut yang tempatnya tidak jauh dari tempat tinggal peneliti. Penelitian ini merupakan studi deskriptif terhadap pembelajaran yang diberikan oleh guru SLB dalam aspek PAI sehingga tidak membutuhkan cakupan wilayah yang luas. Objek penelitian pun tidak sulit didapat, karena di wilayah Garut hanya ada beberapa sekolah yang disediakan untuk anak berkebutuhan khusus atau juga bisa disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).

Subjek infoman penelitiannya ialah guru SLB kelas VIII SMPLB yang merupakan wali muridnya anak tunarungu, karena di sekolah luar biasa tidak ada wali kelas khusus melainkan wali murid. Adapun pihak-pihak pendukung lainnya yang dijadikan subjek infoman yang bertanggung jawab, sesuai porsinya, benar-benar paham serta menguasai dan terlibat secara langsung dalam kegiatan pendidikan di sekolah yaitu di antaranya pengawas Dinas Provinsi Jabar, kepala sekolah, staf guru, orangtua dan segenap siswa SMPLB Muhammadiyah Bayongbong Garut. Penelitian ini mengambil sampel siswa SMPLB kelas VIII. Sedangkan yang menjadi subjek sosialnya ialah kegiatan PAI di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong Garut.

B. Metode Penelitian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) “Metode” diartikan sebagai cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki, cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.

(18)

Menurut Daradjat (Nasih & Kholidah, 2009, hlm. 29) mengemukakan bahwa secara etimologi, metode berasal dari kata method yang berarti suatu cara kerja yang sistematis untuk memudahkan pelaksanaan kegiatan dalam mencapai suatu tujuan.

Menurut Satori (2010, hlm. 1) penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang sangat penting bagi pengembangan ilmu dan bagi pemecahan suatu masalah. Beberapa Ilmuwan memulai kegiatan ilmiah nya dengan melakukan penelitian. Penelitian menjadi alat bagi Ilmuwan untuk mengungkap tabir yang ada dibalik fenomena yang terjadi sehingga terungkap beberapa kebenaran yang sesungguhnya dan dapat dihasilkan pengetahuan baru yang bermanfaat. Penelitian merupakan aktivitas yang menggunakan kekuatan pikir dan aktivitas observasi dengan menggunakan kaidah-kaidah tertentu untuk menghasilkan ilmu pengetahuan guna memecahkan suatu persoalan.

Menurut kamus Webster’s New International, research dalam buku karangan Fathoni (2006, hlm. 7) penelitian adalah penyelidikan yang hati-hati dan kritis dalam mencari fakta dan prinsip-prinsip, suatu penyelidikan yang amat cermat untuk menetapkan sesuatu.

Menurut ilmuwan Hillway yang dikuti oleh Fathoni (2006, hlm. 8) penelitian tidak lain dari suatu metode studi yang dilakukan seseorang melalui penyelidikan yang hati-hati dan sempurna terhadap suatu masalah, sehingga diperoleh pemecahan yang tepat terhadap masalah- masalah tersebut.

Menurut Subagyo (1991, hlm. 2) metode penelitian merupakan suatu cara atau jalan untuk memperoleh kembali pemecahan terhadap segala permasalahan. Penelitian dapat dilakukan secara kelompok atau sendirian dengan berbagai pertimbangan dan keperluan, misalnya penelitian yang dilakukan untuk melengkapi suatu persyaratan studi yang sedang ditempuhnya dan diharuskan untuk dilakukan secara mandiri.

(19)

Adapun metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode deskriptif. Menurut Sugiyono (2010, hlm. 221) metode deskriptif adalah metode penelitian dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umun (generalisasi) dan dengan cara observasi dan kajian pustaka, dll).

Metode Deskriptif menurut Mahmud (2011, hlm. 100) adalah suatu penelitian yang diupayakan untuk mencandra atau mengamati permasalahan secara sistematis dan akurat mengenai fakta dan sifat objek tertentu.

Menurut Soejono & „Abdurrahman, Suryabrata juga menyimpulkan bahwa “metode deskriptif adalah akumulasi data dasar berupa deskripsi, tidak perlu mencari atau menerangkan korelasi, menguji hipotesis, atau mencari implikasi” (Sugiyono, 2010, hlm. 221).

Penelitian deskriptif menurut Azwar (2012, hlm. 7) bertujuan menggambarkan secara sistematik dan akurat fakta dan karakteristik mengenai populasi atau mengenai bidang tertentu. Penelitian ini berusaha menggambarkan situasi atau kejadian. Data yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mencari penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, maupun mempelajari implikasi.

Penelitian deskriptif pada umumnya dilakukan dengan tujuan utama, yaitu menggambarkan secara sistematis fakta dan karakteristik objek atau subjek yang diteliti secara tepat. Dalam perkembangan akhir-akhir ini, metode penelitian deskriptif juga banyak dilakukan oleh para peneliti karena dua alasan. Pertama,

dari pengamatan empiris didapat bahwa sebagian besar laporan penelitian dilakukan dalam bentuk deskriptif. Kedua, metode deskriptif sangat berguna untuk mendapatkan variasi permasalahan yang berkaitan dengan bidang pendidikan maupun tingkah laku manusia (Sukardi, 2004, hal. 157).

(20)

Menurut Sukardi (2004, hlm. 14) bahwa metode deskriptif merupakan klasifikasi pertama yang sering ditemui dalam bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan. Dalam hal ini, para peneliti berusaha menggambarkan kegiatan penelitian yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas dan sistematis.

Menurut Mahmud (2011, hlm. 10) bahwa dalam penggunaan metode deskriptif, secara umum akan ditemui langkah- langkah penelitian sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan masalah penelitian secara tegas sebab tujuan yang jelas dalam penelitian dapat mengarahkan peneliti dalam mengumpulkan data-data analisisnya.

2. Menentukan prosedur penelitian, meliputi sasaran penelitian, teknik penentuan sumber datanya, dan teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data, pengolahan data, dan analisisnya.

3. Mengumpulkan dan menganalisis data. Pada tahapan ini, seorang peneliti akan terlibat dengan sasaran penelitian dalam proses pendataan, pengolahan dan analisis untuk mencapai tujuan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memperoleh gambaran tentang pembelajaran PAI untuk siswa Tunarungu di Sekolah Luar Biasa sehingga peneliti mencari data sampai dengan jenuh. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan demikian, dalam penelitian yang dilakukannya peneliti menggunakan metode deskripstif dengan pendekatan kualitatif.

Pendekatan kualitatif menurut Mahmud (2011, hlm. 89) adalah suatu pendekatan dalam melakukan penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat alami, karena orientasinya demikian, sifat mendasar dan naturalistis bersifat kealamian, serta tidak bisa dilakukan di laboraturim, melainkan dilakukan di lapangan.

(21)

Penelitian kualitatif dilakukan karena peneliti ingin mengeksplor fenomena-fenomena yang tidak dapat dikuantifikasikan yang bersifat deskriptif. Seperti, proses suatu langkah kerja, formula suatu resep, pengertian-pengertian tentang suatu konsep yang beragam, karakteristik suatu barang dan jasa, dan lain sebagiannya. Dengan demikian, penelitian kualiatatif tidak hanya sebagai upaya untuk mendeskripsikan data saja, tetapi deskripsi data tersebut diperoleh dari hasil pengumpulan data yang dipersyaratkan kualitatif, yaitu wawancara, observasi, studi dokumen, dan melakukan triangulasi (Satori & Komariah, 2011, hlm. 23-25)

Basrowi & Suwandi (2008, hlm. 23) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari perspektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih dahulu tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya abstrak tentang kenyataan-kenyataan.

Oleh karena itu, dalam rangka pemikiran demikian Burhan Bungin (2008, hlm. 49) menyatakan bahwa penelitian kualitatif bersifat fleksibel, luwes, dan terbuka kemungkinan bagi suatu perubahan dan penyesuaian-penyesuaian ketika proses penelitian berjalan. Dengan demikian, meskipun tetap menjadi pedoman awal yang cukup penting untuk masuk ke lapangan tetapi rancangan penelitian yang disusun tidak perlu membelenggu peneliti untuk terlalu tunduk tanpa reserve padanya manakala kenyataan dilapangan menunjukkan kecendrungan yang berbeda dengan yang dipikiran sebelumnya. Jadi, kenyataan yang di lapangan akhirnya memang yang harus ditunduki.

(22)

menerus dengan informan, dan mencari sudut pandang informan (Patilima, 2011, hlm. 61).

Dalam konteks pendekatan kualitatif, menurut Bungin (2008, hlm. 39) elemen atau unsur-unsur utama sebagai isi (content) dari rancangan penelitian pada umumnya adalah sebagai berikut:

1. Konteks penelitian 2. PFokus kajian 3. Tujuan penelitian

4. Ruang lingkup dan setting penelitian 5. Perspektif teoretik dan kajian pustaka 6. Metode yang digunakan

Penelitian dengan pendekatan kualitatif menurut Azwar (2012, hlm. 5) lebih menekankan analisisnya pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah. Hal ini bukan berarti bahwa pendekatan kualitatif sama sekali tidak menggunakan dukungan data kuantitatif akan tetapi penekananya tidak pada pengujian hipotesis melainkan pada usaha menjawab pertanyaan penelitian melalui cara-cara berfikir formal dan argumentatif. Banyak penelitian kualitatif yang merupakan penelitian sampel kecil.

C. Definisi Operasional

Supaya tidak terjadi kesalahpahaman dalam memahami istilah-istilah yang peneliti gunakan dalam penelitian ini, maka peneliti memberikan definisi-definisi yang terdapat pada istilah penelitian. Definisi secara operasionalnya adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran

(23)

secara aktif. Dengan pembelajaran, siswa dapat mengembangkan kreatifitas berpikir dan kemampuan berpikir sehingga siswa dituntut untuk belajar secara aktif.

Adapun yang menjadi kajian dalam penelitian ini ialah suatu pembelajaran yang dilakukan di sekolah yang menampung anak berkebutuhan khusus pada mata pelajaran PAI.

2. Pendidikan Agama Islam (PAI)

Pendidikan Agama Islam (PAI) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di Sekolah Luar Biasa (SLB). Pendidikan Agama Islam berarti sebuah pendidikan keruhanian yang diberikan kepada siswa untuk membina akhlak dan budi pekertinya. Pendidikan Agama Islam di Sekolah dapat dipahami sebagai suatu program pendidikan yang menanamkan nilai-nilai Islam melalui proses pembelajaran, baik di kelas maupun diluar kelas yang dikemas dalam bentuk mata pelajaran dan diberi nama Pendidikan Agama Islam disingkat PAI (Syahidin, 2009, hlm. 1).

Dalam penelitian ini, peneliti mengkaji model pembelajaran PAI yang diberikan guru SLB kepada siswa Tunarungu.

3. Sekolah Luar Biasa

Sekolah merupakan sebuah lembaga yang mana sekolah dapat menampung lebih banyak orang yang hendak mendapatkan pendidikan. Secara yuridis layanan pendidikan bagi ABK tercantum dalam UU RI no. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional pada pasal lima ayat dua yang berisi tentang warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental intelektual, dan sosisal berhak memperoleh pendidikan khusus (Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, 2013, hlm. 7).

(24)

menyandang kelainan fisik dan/atau mental (Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan Luar Biasa, 1991, hlm. 1).

Dalam penelitian ini, peneliti membahas pengelolaan pembelajaran bagi anak yang berkebutuhan khusus seperti tunarungu.

4. Tunarungu

Tunarungu adalah anak yang memiliki gangguan terhadap pendengarannya baik tuli atau yang kurang dengar sehingga menyebabkan mereka kurang respon terhadap sesuatu, khususnya dalam berbicara karennya mereka memerlukan bimbingan khusus dalam perkembangan kehidupannya. Senada dengan pendapat Efendi, (2008, hlm. 57) kelainan pendengaran atau tunarungu dalam percakapan sehari-hari di masyarakat awam sering diasumsikan sebagai orang tidak mendengar sama sekali atau tuli.

Oleh sebab itu, yang menjadi kajian peneliti adalah siswa Tunarungu yang sedang menerima pembelajaran PAI di SLB.

D. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan alat pengumpul data yang utama. Maka, Instrumen dalam penelitian ini ialah peneliti sendiri sebagai instrumen melalui pengamatan “berperan serta”, peneliti menjadi bagian fokus masalah yang diteliti. Manusia merupakan instrumen tepat untuk memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan dibandingkan instrumen lainnya (Mahmud, 2011, hal. 90).

Konsep peneliti sebagai instrumen ini pun dipahami sebagai sebagai alat yang dapat mengungkapkan fakta-fakta di lapangan dan tidak ada alat yang paling elastis dan tepat untuk mengungkap data kualitatif kecuali peneliti itu sendiri (Satori & Komariah, 2011, hlm. 61-62).

Selanjutnya, Nasution dalam Sugiyono (2012, hlm. 223) memberikan pendapatnya terkait instrumen penelitian kualitatif :

(25)

prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satu-satunya yang dapat mencapainya. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri, namun selanjutnya setelah fokus penelitian menjadi jelas, maka kemungkinan akan dikembangkan instrumen penelitian sederhana, yang diharapkan dapat melengkapi data dan membandingkan dengan data yang telah ditemukan melalui observasi dan wawancara serta studi dokumen (Sugiyono, 2010, hlm. 223).

Putra & Lisnawati (2012, hlm. 22) menyebutkan peneliti dalam penelitian kualitatif ada bersama subjek (bukan objek) yang diteliti. Karena peneliti adalah instrumen utama penelitian. Ia tidak dapat digantikan oleh angket san tes. Selama penelitian berlangsung, ia hadir dalam latar penelitian untuk mengamati, ikut serta melakukan wawancara mendalam untuk mengeksplorasi fokus penelitian. Peneliti membangun keakraban dan tidak menjaga jarak sebagaimana peneliti kuantitatif.

Karena peneliti sebagai ”instrumen kunci”, maka peneliti mesti dibekali kemampuan dalam metode penelitian kualitatif, etika penelitian dan kemampuan bidang ilmu yang ditekuni. Dengan kata lain ia harus benar-benar memiliki integritas yang tidak diragukan sebagai peneliti. Integritas tersebut bukan personalisasi dari seorang peneliti ilmiah saja, tetapi terajawantahkan saat peneliti berbaur dengan informan, bergaul secara wajar dan berperilkau menyenangkan. (Satori & Komariah, 2011, hlm. 61).

(26)

pada berbagai macam situasi, melatih cara mendengarkan, dan hal itu dilakukan atas bimbingan orang yang berpegalaman.

E. Uji Keabsahan Data

Keabsahan data merupakan konsep penting yang diperbarui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas). Derajat kepercayaan keabsahan data (kredebilitas) dapat diadakan pengecekkan dengan tehnik pengamatan yang tekun, dan triangulasi setara dengan “cek dan ricek” yaitu

pemeriksaan kembali dengan tiga cara yaitu, sumber, metode, dan waktu (Putra & Lisnawati, 2012, hlm. 34).

Menurut Moleong (2007, hlm. 324) untuk menetapkan keabsahan (trustworthiness) data diperlukan teknik pemeriksaan. Pelaksanaan teknik pemeriksaan didasarkan atas sejumlah kriteria tertentu. Ada empat kriteria yang digunakan, yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), kebergantungan (dependanility), dan kepastian (confirmability).

Kriteria Teknik pemeriksaan

Kredibilitas

(derajat kepercayaan )

1. Perpanjangan keikut-sertaan 2. Ketekunan pengamatan 3. Trianggulasi

4. Pengecekan sejawat 5. Kecukupan referensial 6. Kajian kasus negative 7. Pengecekan anggota Kepastian 8. Uraian rinci

Kebergantungan 9. Audit kebergantungan Kepastian 10.Audit kepastian

Table 1 Kriteria Teknik Pemeriksaan Data (Moleong, 2007, hlm. 327)

(27)

kepastian, yang cara pengujiannya berbeda dengan kuantitatif (Putra & Lisnawati, 2012, hlm. 33).

Menurut Putra & Lisnawati (2012, hlm. 34) uji kredibilitas data dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

1. Perpanjangan pengamatan

Dengan perpanjangan pengamatan berarti peneliti kembali ke lapangan, melaksanakan pengamatan, wawancara kembali dengan sumber data yang pernah ditemui apapun yang baru. Dengan perpanjangan pengamatan ini pula peneliti mengecek kembali data apakah yang telah diberikan selama ini merupakan data yang sudah benar atau tidak. Dalam perpanjangan pengamatan ini, sebaiknya difokuskan pada pengujian pada data yang diperoleh. Jika setelah dicek ke lapangan data sudah benar, maka waktu perpanjangan pengamatan dapat diakhiri (Sugiyono, 2012, hlm. 270).

2. Peningkatan ketekunan pengamatan

Menurut Bungin (2007, hlm. 254) untuk memperoleh derajat keabsahan yang tinggi, maka caranya dengan meningkatkan ketekunan dalam pengamatan di lapangan. Senada dengan itu, Sugiyono (2012, hlm. 270) menyatakan bahwa peningkatan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan.

3. Trianggulasi

Trianggulasi merupakan penggabungan dari berbagai sumber, cara dan waktu seperti yang diungkapkan oleh Sugiyono (2012, hlm. 270) bahwa triangulasi dalam hal ini berarti pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai waktu.

4. Pengecekan teman sejawat 5. Pengecekan anggota 6. Analisis kasus negatif

(28)

7. Kecukupan referensial.

Menggunakan bahan refernsi yang dimaksud di sini ialah adanya pendukung untuk membuktikan data yang telah ditemukan oleh peneliti. Contohnya data hasil wawancara perlu didukung dengan rekaman wawancara. Alat-alat bantu perekam data dalam penelitian kualitatif seperti kamera, handycam, alat rekam suara. Dengan menggunakan bahan referensi ini menjadikan data yang diperoleh lebih dapat dipercaya (Sugiyono, 2012 hlm. 271).

Adapun peningkatan keabsahan hasil penelitian, peneliti dapat melakukan cek dan ricek serta croscek pada prosedur penelitian yang sudah ditempuh, serta telaah terhadap substansi penelitian. Senada dengan pendapat Satori (2010, hlm. 100) Keabsahan suatu penelitian kualitatif tergantung pada kepercayaan akan Kredibilitas, Transferabilitas, Dependabilitas dan Conformabilitas. Keabsahan atas hasil-hasil penelitian menurut dapat dilakukan melalui:

1. meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan di Iapangan; 2. pengamatan sacara tarus manerus;

3. trianggulasi, baik metode, dan sumber untuk mencek kebenaran data dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber Iain, dilakukan, untuk mempertajam tilikan kita terhadap hubungan sejumlah data;

4. pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik dalam proses penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

(29)

Karena teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik observasi, wawancara, serta studi dokumen, maka sumber data pada penelitian ini disebut responden atau orang yang merespon atau menjawab pertanyaan peneliti.

Menurut Putra & Lisnawati (2012, hlm. 32-33) peneliti adalah instrumen utama, ia harus mendapatkan data tentang apa yang orang-orang katakan dan apa yang orang-orang lakukan. Dia juga mesti menggali ada apa di balik perkataan dan perlakuan orang-orang itu. Cara yang paling tepat untuk menggali itu semua adalah melakukan pengamatan dan wawancara. Kedua cara itu dapat dengan tepat dan efektif menggali, dan mengeksplorasi semua data yang dicari dan dibutuhkan. Jika ada dokumen, foto, catatan-catatan, buku harian, dan apapun bahan tertulis lain, peneliti boleh menambahkan satu teknik lagi, yaitu analisis dokumen. Inilah teknik yang digunakan untuk menggali data data dalam penelitian kualitatif.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pendidikan Agama Islam (PAI) yang berlangsung di Sekolah Luar Biasa (SLB), sehingga sumber data utama dalam penelitian ini adalah guru yang mendidik dan memberikan pengajaran kepada anak Luar Biasa di SLB khusus nya siswa tunarungu yang dijadikan bahan penelitan oleh peneliti.

Metode pengumpulan data menurut Satori (2010, hlm. 103) sangat erat hubungannya dengan masalah penelitian yang ingin dipecahkan. Masalah memberi arah dan mempengaruhi penentuan matode pengumpulan data. Banyak masalah yang telah dirumuskan tidak dapat dipecahkan dengan baik, karena metode untuk memperoleh data yang diperlukan tidak dapat menghasilkan data seperti yang diinginkan.

Adapun dalam pengumpulan data ini, peneliti menggunakan metode observasi, wawancara dan studi dokumentasi.

1. Observasi

(30)

Menurut Satori (2010, hlm. 105) observasi adalah pengamatan terhadap suatu objek yang diteliti baik secara langsung maupun tidak langsung untuk memperoleh data yang harus dikumpulkan dalam penelitian. Secara langsung adalah terjun ke lapangan terlibat seluruh pancaindra. Secara tidak langsung adalah pengamatan yang dibantu melalui media visual/audiovisual, misalnya teleskop, handycam, dll. Namun yang terakhir ini dalam penelitian kualitatif berfungsi sebagai alat bantu karena yang sesungguhnya observasi adalah pengamatan langsung pada "natural setting" bukan setting yang sudah direkayasa. Dengan demikian pengertian observasi penelitian kualitatif adalah pengamatan langsung terhadap objek untuk mengetahui keberadaan objek, situasi, konteks dan maknanya dalam upaya mengumpulkan data penelitian.

Sutrisno Hadi mengemukakan bahwa, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan. Teknik pengumpulan data dengan observasi digunakan bila penelitian berkenaan dengan perilaku manusia, proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu besar (Basrowi & Suwandi, 2008, hlm. 94).

Maka dengan itu, peneliti sendiri menggunakan teknik pengumpulan data dengan observasi karena objek yang ditelitinya tidak terlalu besar. Peneliti mengobservasi tempat guru SLB mengajar sehingga peneliti mendapatkan informasi tentang proses kerjanya. Observasi yang dilakukan peneliti termasuk kedalam observasi partisipasi pasif.

Menurut Sugiyono (2011, hlm. 311) partisipasi pasif (passive participation) ialah “ means the research is present at the scene of action but

does not interact or participate” jadi dalam hal ini peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.

(31)

samping itu, peneliti ingin mengungkap gerak-gerik, sikap, suasana dan kesan yang akan ditangkap setelah melakukan observasi (Satori, 2010, hlm. 107).

2. Wawancara

Wawancara menurut Moleong (2007, hlm. 186) adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.

Menurut Sarosa (2012, hlm. 45) wawancara adalah salah satu alat yang paling banyak digunakan untuk mengumpulkan data penelitian kualitatif. Wawancara memungkinkan peneliti mengumpulkan data yang beragam dari para responden dalam berbagai situasi dan konteks. Meskipun demikian, wawancara perlu digunakan dengan berhati-hati karena perlu ditrianggulasi dengan data lain.

Penggunaan metode ini didasarkan pada dua alasan, Pertama, dengan wawancara, peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti, akan tetapi apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu, yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang, dan juga masa mendatang (Patilima, 2011, hlm. 68). Menurut Myers yang dikutip oleh Sarosa (2012, hlm. 45) wawancara memungkinkan peneliti menggali data yang “kaya” dan multi dimensi mengenai suatu hal dari para partisipan. Hasil wawancara adalah persepsi atau ingatan partisipan terhadap suatu hal . apa yang diucapkan oleh partisipan belum tentu dipahami sama oleh peneliti.

(32)

pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidak-tidaknya pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.

Wawancara terdapat dua bagian, yakni wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Adapun wawancara yang dilakukan peneliti ialah wawancara terstruktur. Menurut Moleong (2007, hlm. 190) wawancara terstruktur adalah wawancara yang pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan. Peneliti yang menggunakan jenis wawancara ini bertujuan mencari jawaban terhadap hipotesis kerja. Untuk itu pertanyaan-pertanyaan disusun dengan rapi dan ketat. Jenis ini dilakukan pada situasi jika sejumlah sampel yang representatif ditanyai dengan pertanyaan yang sama dan hal ini penting sekali.

Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulan data, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Oleh karena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telah menyiapkan isntrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternatif jawabannya pun sudah disiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap responden diberi pertanyaan yang sama, dan pengumpulan data mencatatnya. Dengan wawancara terstruktur ini pula, pengumpul data dapat menggunakan beberapa pewawancara sebagai pengumpulan data (Sugiyono, 2011, hlm. 320).

(33)

Sedangkan Patton (Basrowi & Suwandi, 2008, hlm. 131) memberikan enam jenis pertanyaan dan setiap pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara akan terkait dengan salah satu pertanyaan lainnya yakni: a) Pertanyaan yang berkaitan dengan pengalaman atau perilaku; b) Pertanyaan yang berkaitan dengan pendapat atau nilai; c) Pertanyaan yang berkaitan dengan perasaan; d) Pertanyaan tentang pengetahuan; e) Pertanyaan yang berkaitan dengan indra; f) Pertanyaan yang berkaitan dengan latar belakang atau demografi.

Menurut Patilima (2011, hlm. 72) kunci keberhasilan peneliti kualitatif pada poses wawancara berlangsung. Jika proses wawancara berlangsung dengan lancar, kita akan memperoleh data dan informasi yang diperlukan. Sebaliknya, jika proses wawancara berlangsung kurang sukses, maka kita akan memperoleh data dan informasi yang kurang memuaskan.

3. Studi Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen yang berasal dari bahasa Latin yaitu docere, yang berarti mengajar. Dalam bahasa Inggris disebut document

yaitu "something written or printed, to be used as a record or evidence", (A.S Homby ) atau sesuatu tertulis atau dicetak untuk digunakan sebagai suatu catatan atau bukti. Dokumen merupakan sumber informasi yang bukan manusia (non human resources). Nasution menyebutkan bahwa: "... ada pula sumber non manusia (non human resources), di antaranya dokumen, foto, dan bahan statistik. Secara harfiah dokumen diartikan sebagai catatan kejadian yang sudah lampau (Satori, 2010, hlm. 146).

(34)

dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.

Menurut Guba dan Lincoln (Moleong, 2007, hlm. 216) mendefiniskan sebagai berikut: record adalah setiap pernyataan tertulis yang disusun oleh seseorang atau lembaga untuk keperluan pengujian suatu peristiwa atau menyajikan akunting . sedangkan dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Pembahasan di sini diarahkan pada dokumen dalam arti jika peneliti menemukan record, tentu saja perlu dimanfaatkan.

Metode ini merupakan suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang lengkap, sah dan bukan berdasarkan perkiraan. Metode ini hanya mengambil data yang sudah ada seperti indeks prestasi, jumlah anak, pendapatan, luas tanah, jumlah penduduk, dan sebagainya (Basrowi & Suwandi, 2008, hlm. 158).

Dokumen dan record digunakan untuk keperluan penelitian. Menurut Guba dan Lincoln (Moleong, 2007, hlm. 217), karena alasan-alasan yang dapat dipertanggung jawabkan seperti: a) Dokumen dan record digunakan karena merupakan sumber stabil, kaya dan mendorong; b) Berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian; c) Keduanya berguna dan sesuai dengan penelitian kualitatif karena sifatnya yang alamiah, sesuai dengan konteks, lahir dan berada dalam konteks; d) Record relatif murah dan tidak sukar diperoleh, tetapi dokumen harus dicari dan ditemukan; e) Keduanya tidak reaktif sehingga sukar ditemukan dengan teknik kajian isi. Hasil pengkajian isi akan membuka kesempatan untuk lebih memperluas tubuh pengetahuan terhadap sesuatu yang diselidiki.

(35)

Studi dokumen dalam penelitian kualitatif merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara. Studi dokumentasi yaitu mengumpulkan dokumen dan data-data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktian suatu kejadian. Hasil observasi atau wawancara, akan lebih kredibel/dapat dipercaya kalau didukung oleh dokumen yang terkait dengan fokus penelitian (Satori, 2010, hlm. 149). 4. Trianggulasi

Dalam teknik pengumpulan data, trianggulasi menurut Sugiyono (2011, hlm. 327) diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan trianggulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kreadibilitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber.

Menurut Putra & Lisnawati (2012, hlm. 34) mengutarakan bahwa trianggulasi itu setara dengan “cek dan ricek” yaitu pemeriksaan kembali data dengan tiga cara,yaitu trianggulasi sumber, metode dan waktu. Trianggulasi sumber berarti mencari sumber-sumber lain Di samping sumber yang telah kita dapatkan. Trianggulasi metode menunjuk pada penggunaan metode yang berbeda untuk melakukan “cek dan ricek.” Trianggulasi waktu bisa berarti melakukan pengamatan/wawancara dalam waktu yang berbeda, misalnya pagi, siang, sore dan malam, atau waktu orang itu sendiri, berdua, dan di keramaian.

(36)

Tujuan barada di lapangan adalah untuk mengeksplorasi data/informasi, sahingga diperlukan kaidah-kaidah untuk mendapatkan informasi yang banyak dan akurat. Di samping itu, informasi yang diperoleh harus memanuhi syarat objektivitas sehingga peneliti harus melakukan triangulasi dalam mendapati/menggali informasi. Triangulasi adalah pangecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu (Satori, 2010, hlm. 94-95).

G. Teknik Analisis Data

Menurut Rahman analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam satu pola, kategori, dan suatu uraian. Suatu analisis data yang diperoleh melalui kajian pustaka dan dianalisis secara deskriptif dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya, tanpa maksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum/generalisasi. (Sugiyono, 2010, hlm. 65).

Adapun menurut Moleong (2002, hlm. 190) proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber yakni hasil observasi, wawancara serta dokumentasi dan sebagainya. Sugiyono (2012, hlm. 243) menambahkan, bahwa dalam penelitian kualitatif, data diperoleh dari berbagai teknik pengumpulan data, dimana dilakukan secara terus menerus sehingga datanya jenuh.

Analisis data menurut Patton adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Bogdan dan Taylor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu (Basrowi & Suwandi, 2008, hlm. 91).

(37)

apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Analisis data adalah suatu fase penelitian kualitatif yang sangat penting karena melalui analisis data inilah peneliti dapat memperoleh wujud dari penelitian yang dilakukannya. Anailisis adalah suatu upaya mengurai menjadi bagian-bagian (decomposition), sehingga susunan/ tatanan bentuk sesuatu yang diurai itu tampak dengan jelas dan karenanya bisa secara lebih terang ditangkap maknanya atau dengan Iebih jernih dimengerti duduk perkaranya. Pekerjaan menganalisis adalah suatu aktivitas yang tidak akan sama bentuk dan Iangkahnya antara satu orang dengan yang lainnya. Namun demikian, apabila merujuk pada arti analisis sebagai suatu upaya mengurai menjadi bagian-bagian (decomposition), maka peneliti dapat memulai analisisnya dari fakta-fakta (Satori, 2010, hlm. 97).

Mengenai proses analisis data, Sugiyono (Afifudin dan Saebani 2009, hlm. 59) mengemukakan bahwa ”analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak peneliti menyusun proposal, melaksanakan pengumpulan data di lapangan, sampai peneliti mendapatkan seluruh data”. Jadi proses analisis dilakukan secara berkelanjutan, mulai dari penyusunan proposal hingga seluruh data terkumpul.

Menurut Putra & Lisnawati (2012, hlm. 29) analisis data dilakukan untuk berbagai keperluan. Pada awal penelitian data dianalisis untuk menentukan fokus penelitian. Selama proses penelitian berlangsung data dianalisis untuk menentukan data apa lagi yang mesti digali, juga untuk memastikan keabsahan data. Data dianalisis untuk memastikan apakah data telah jenuh atau tidak. Di akhir penelitian semua data yang telah terkumpul dianalisis untuk membuat kesimpulan. Tidak ada penggunaan statistik.

(38)

data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.

Menurut Miles dan Huberman (Sugiyono, 2012, hlm. 246) menyatakan bahwa dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara kontinyu sampai datanya jenuh. Selanjutnya, aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data display, dan conclusion drawing/verification.

1. Reduction (reduksi data)

Langkah pertama mereduksi data. Reduksi data merupakan merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan memperoleh gambaran yang jelas serta memudahkan peneliti dalam pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan (Sugiyono, 2012, hlm. 247).

Untuk memudahkan dalam menyusun laporan penelitian, maka peneliti menggunakan koding data terhadap hasil penelitian. Menurut Moleong (2007, hlm. 288) koding berarti memberikan kode pada setiap satuan, agar tetap dapat ditemukan data satuannya yang berasal dari sumber mana.

Koding digunakan pada data yang telah diperoleh, yakni koding untuk sumber data (wawancara: Wcr, Observasi: Obs, Dokumentasi: Dok). Koding untuk jenis responden (Pengawas Jabar: PJ, Kepala Sekolah: KS, Guru SLB: GS, siswa: SA, Orang Tua: OT). Untuk lokasi observasi (Lokasi Penelitian: LKP, Ruangan Kelas: RKL, Ruangan Kepala Sekolah: RKS, Kantor Pengawas: KPJ). Selanjutnya kategorisasi dalam penelitian ini didasarkan pada istilah-istilah pengumpulan data di lapangan serta setelah semua data terkumpul. Kategorisasi dalam penelitian ini yakni perencanaan pembelajaran (PP), proses pelaksanaan (PL), pelaksanaan evaluasi (PE).

(39)

kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data; c) Menuliskan “model” yang ditemukan; d) Koding yang telah dilakukan.

2. Data display (penyajian data)

Langkah kedua dalam menganalisis data ialah mendisplaykan data. Miles dan Huberman menyatakan bahwa yang sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif ialah dengan teks yang bersifat naratif. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi , merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Disarankan juga dalam penyajian data dapat berupa grafik, metrik, network (jejaring kerja) dan chart (Sugiyono, 2012, hlm. 249).

3. Conclusion drawing/verification (penarikan kesimpulan dan verifikasi) Langkah terakhir dalam menganalisis data ialah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Adapun kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Namun jika kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid serta konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel (Sugiyono, 2012, hlm. 252).

Analisis data pada penelitian ini ialah dengan menggunakan analisis komponensial. Dalam analisis komponensial yang diorganisasikan peneliti merupakankontras antar elemen dalam domain yang diperoleh melalui: observasi, wawancara dan dokumentasi. Hasil akhir dari lembar itulah yang kemudian dipaparkan deskripsinya dalam laporan penelitian.

H. Tahap Penelitian

1. Tahap pra lapangan, yang meliputi:

(40)

b. Melakukan studi pendahuluan ke SLB Muhammadiyah Bayongbong Garut.

c. Mengurus perizinan (surat-surat) ke Prodi IPAI, Fakultas FPIPS, dan Rektor melalui BAAK.

d. Menilai keadaan lapangan berdasarkan observasi langsung.

e. Memilih dan memanfaatkan informan, yaitu Guru SLB, Kepala Sekolah, siswa kelas VIII SMPLB di sekolah yang dijadikan objek penelitian.

f. Menyiapkan perlengkapan penelitian, berupa instrumen, alat dokumentasi, dan menyangkut persoalan etika penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan, yang meliputi:

a. Memahami latar dan lokasi penelitian serta persiapan diri.

b. Memasuki lapangan, dengan menghubungi Dinas Pendidikan Provinsi Jabar dan Kepala Sekolah untuk memberikan surat izin penelitian dilengkapi proposal.

c. Melakukan wawancara dan studi dokumentasi di Dinas Pendidikan Provinsi Jabar.

d. Menghubungi Guru SLB, dan menentukan waktu penelitin untuk melakukan observasi dan wawancara serta dokumentasi.

e. Melakukan observasi, wawancara serta pengumpulan data lainnya. f. Mencatat hasil penelitian, berupa wawancara, observasi, maupun

dokumentasi.

3. Tahap analisis data, yang meliputi:

1) Analisis data yang diperoleh, selama dan setelah pengumpulan data. 2) Trianggulasi data

3) Member check

4) Penarikan kesimpulan.

(41)

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan berdasarkan identifikasi masalah tentang kesulitan guru dalam pengelolaan pembelajaran untuk menyampaikan materi PAI yang bersifat abstrak kepada siswa tunarungu dikarenakan memiliki kelainan pendengaran. Sehingga siswa tunarungu memerlukan pembelajaran secara khusus. Karena itu, guru harus memiliki keterampilan khusus dalam pengelolaan penyampaian pembelajarannya. maka peneliti mengkhususkan penelitiannya kepada beberapa pertanyaan penelitian di antaranya perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran PAI kelas VIII untuk siswa tunarungu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa perencanaan pembelajaran PAI kelas VIII SMPLB Muhammadiyah Bayongbong Garut secara administrasi masih kurang. Akan tetapi secara kreativitas, guru-guru sangat bagus dalam pelayanan kepada siswanya karena sesuai kebutuhan. Itu dibuktikan dengan penuturan pengawas Dinas Provinsi Jabar bahwa SLB Muhammadiyah Bayongbong Garut jika dipersenkan 80% perkembangannya bagus jika dilihat dari kemampuan anaknya dan kemampuan mengajar gurunya serta 20% nya kurang dalam hal administrasi.

Perencanaan pembelajarannya sama dengan sekolah umum lainnya seperti halnya ada prota, prosem, silabus, RPP dan CPPH. Adapun yang dijadikan acuan dalam pelaksanaan pembelajarannya lebih kepada CPPH (Catatan pelaksanaan Pembelajaran Harian) dibanding RPP walaupun secara formalitasnya RPP harus ada namun pengembangannya lebih kepada CPPH.

Pembelajarannya memakai KOMTAL yaitu salah satu model khusus yang digunakan dalam pembelajaran siswa tunarungu tingkat SMPLB Muhammadiyah Bayongbong Garut ialah KOMTAL (Komunikasi Total). Dengan KOMTAL anak di tuntut membaca bahasa bibir agar siswa tunarungu dapat berkomunikasi dengan anak normal lainnya. KOMTAL adalah salah satu model utama untuk pembelajaran siswa tunarungu karena memadukan bahasa oral/bibir dengan bahasa isyarat.

(42)

Adapun dalam penyampaian materi itu tidak semua diberikan kepada siswa tunarungu karena keterbatasan waktu dan keterbatasan kemampuan anak dalam menjangkaunya. Siswa tunarungu kurang menjangkau terhadap materi-materi yang bersifat abstrak. Seperti halnya materi dalam aspek aqidah tentang meneladani sifat-sifat Rasulullah Saw. Materi tersebut tidak diberikan karena guru tidak mungkin menjadi model peraga untuk menjadi sosok seorang Rasulullah, di hawatirkan siswa tunarungu salah persepsi dalam menggambarkan sosok seorang Rasulullah Saw.

Guru tidak mau menambah lebih abstrak lagi tentang Rasulullah Saw kepada siswanya, karena dalam film-film sejarah nabi pun Rasulullah selalu disamarkan. Selain itu, guru tidak memberikan materi tarikh kepada siswanya karena keterbatasan waktu. Sebetulnya materi tersebut tidak dibutuhkan siswa tunarungu meskipun memang perlu diberikan, akan tetapi aspek tarikh dalam materi PAI tersebut tidak ada dalam buku sumber.

Evaluasi yang diberikan di SMPLB Muhammadiyah Bayongbong Garut adalah secara terus menerus. Karena menurut guru yang bersangkutan pun menyebutkan bahwa selama pembelajaran berlangsung itu adalah evaluasi. Adapun bentuk tes awal yang diberikan berupa tes lisan (pengulangan) dan tes akhir berupa tes tulisan. Kemudian, ada salah yang unik dalam tehnik evaluasi ini yakni guru selalu menghindari pemberian tugas secara kelompok dan lebih kepada individu karena jika tugas kelompok itu hanya satu orang yang mengerjakan dan yang lainnya hanya menyalin. Maka dari itu guru lebih kepada pemberian tugas secara individu agar siswa dapat berusaha semaksimal mungkin dalam mengerjakannya.

(43)

a. Hasil penelitian tentang pembelajaran PAI untuk siswa tuanrungu ini dianjurkan untuk dikembangkan agar dapat meningkatkan sumber daya manusia (SDM) melalui pengembangan kurikulum yang belandaskan nilai-nilai Islam khususnya di sekolah-sekolah yang ada di Jawa Barat dan umumnya seluruh sekolah-sekolah yang ada di Indonesia. b. Hasil penelitian ini dapat diterapkan di SLB lainnya dalam hal pelayanannnya,

sehingga SLB yang lainnya bisa mencontoh pelayanan pendidikan yang diterapkan di SLB Muhammadiyah Bayongbong Garut. Dengan cara melihat pelayanan kepada siswa-siswanya, gaya belajarnya bahkan metode-metode pembelajarannya.

2. Sekolah Yang Bersangkutan (SLB Muhammadiyah Bayongbong Garut)

a. Merapihkan kembali administrasi sekolah dan bahkan mengembangkan kurikulum beserta pelayanannya Sehingga SLB Muhammadiyah Bayongbong Garut dapat

menjadi sekolah yang unggul, baik dari segi kecerdasan, akhlāq, dan kepemimpinan.

b. Senantiasa melahirkan inovasi-inovasi dalam upaya memperkaya pembelajaran dalam mendidik ABK dan mengembangkan metode pendidikan Islam dalam menghasilkan

peserta didik yang rahmatan lil `ālamīn sebagaimana visi dan misi sekolah.

3. Bagi Prodi IPAI

Gambar

Table 1 Kriteria Teknik Pemeriksaan Data (Moleong, 2007, hlm.  327)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 Tentang Standar Tenaga Perpustakaan Sekolah/Madrasah.. Jakarta: Departemen

Jika jangkar berputar maka dalam lilitan jangkar motor tersebut dibangkitkan gaya gerak listrik (GGL) yang kemudian diubah menjadi mekanik pada rotor. Arah putaran motor

judul “ Identifikasi Peran Orang Tua Dalam Mengembangkan Interaksi Sosial Anak Tunarungu ”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di

It describes how the three consecutive years of Junior High School English UN looks like and obtains information about the levels of thinking skills which are

Adanya inovasi baru dalam pembuatan alat perebusan ikan pindang ini dapat memberikan nilai tambah sehingga dapat menghasilkan produk yang bersih bagi konsumen, khususnya

Penelitian ini dilakukan dengan pembuatan krim antinyamuk tipe M/A kulit kayu manis ( Cinnamomum burmanii BI) dengan penggunaan perbedaan humektan berupa gliserin

Lebih dari 84 tahun yang lalu para pemuda Indonesia telah mengikrarkan bentuk perilaku yang mendukung persatuan dan kesatuan. Ikrar kesepakatan para pemuda tersebut diwujudkan