• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study of Physiology Photosintetic Characteristics of soybean plants tolerant to shade

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Study of Physiology Photosintetic Characteristics of soybean plants tolerant to shade"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Studi Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Tanaman Kedelai

Toleran Terhadap Naungan

Study of Physiology Photosintetic Characteristics

of soybean plants tolerant to shade

Nerty Soverda

Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi Jalan Raya Mendalo Darat. Email: nsoverda@yahoo.com

Abstrak

Untuk meningkatkan produksi kedelai yang ditanam sebagai tanaman sela, diperlukan perhatian terhadap pengembangan varietas kedelai yang toleran terhadap naungan dan berproduksi tinggi. Penelitian bertujuan untuk mempelajari dan mendapatkan informasi tentang mekanisme toleransi terutama tentang karakteristik fisiologi fotosintetik pada varietas yang toleran dan peka terhadap naungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter fisiologi fotosintetik yang berpengaruh pada toleransi tanaman kedelai terhadap naungan adalah kandungan klorofil (a dan b) dan kandungan karotenoid. Peningkatan kandungan klorofil dan karotenoid pada tanaman toleran lebih tinggi dari pada tanaman yang peka naungan. Pada naungan 50% penurunan hasil pada varietas toleran lebih kecil dibandingkan yang peka, varietas toleran mengalami penurunan hasil 23,11% sedangkan varietas peka mengalami penurunan hasil 27,63%. Keadaan ini didukung oleh jumlah polong hampa yang lebih sedikit pada varietas toleran. Mekanisme toleransi tanaman toleran naungan dicirikan dengan peningkatan kandungan klorofil dan kandungan karotenoid.

Kata kunci : kedelai, karakter fisiologi fotosintetik, naungan. Abstract

One way that can be done to improve the productivity of soybean plants grown as intercrop in the stand area is to develop soybean varieties that are tolerant to shade. This experiment aimed to Study the characteristic physiology photosinthetic of soybean plants tolerant to shade. The results showed that a significant characteristic of physiology photosynthetic determined the level of tolerance of soybean to shade are, chlorophyll (a and b), and carotenoid content.The increasing of chlorophyll and carotenoid content was higher in the tolerant varieties than those of sensitive varieties. The yield on the 50% shade decreased by 23:11% in the tolerant varieties and 27.63% in sensitive varieties. The yield decrease was lower in tolerant varieties compared to the sensitive varieties. This result was supported by the low reduction in empty pods. Mechanism of tolerance to shade on soybean plants is characterized by the increase of chlorophyll and carotenoid content. In addition, higher yield on tolerant varieties is supported by high pods contain and low empty pods.

Keywords:Soybean, physiology photosintetic characteristics and shading.

Pendahuluan

Permintaan terhadap komoditas kedelai terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, membaiknya pendapatan per kapita,

meningkatnya kesadaran masyarakat akan kecukupan gizi dan berkembangnya berbagai industri makanan. Sementara itu produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan sehingga masih diperlukan impor

(2)

Nerty Soverda: Studi Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Kedelai Toleran Terhadap Naungan kedelai (Rukmana dan Yuniarsih, 2004).

Pada tahun 2003, Indonesia mengimpor kedelai sebesar 1,19 juta ton. Pada tahun yang sama produksi kedelai Indonesia 671.600 ton dengan luas panen 526.796 ha. Pada tahun 2004 produksinya meningkat mencapai 723.483 ton dengan luas panen 565.155 ha.

Meskipun telah terjadi peningkatan produksi dan luas panen dari tahun 2003 sampai tahun 2004, ternyata produktivitas kedelai di Indonesia baru mencapai 1,28 ton per ha (Badan Pusat Logistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura, 2005). Produktivitas tersebut masih rendah bila dibandingkan dengan potensi hasil tanaman kedelai yang dapat mencapai yaitu 1,5 - 2,5 ton per ha (Adisarwanto dan Wudianto, 1999). Karena itu perlu upaya peningkatan produksi kedelai yang antara lain dapat dicapai melalui perluasan areal. Mengingat luas lahan pertanian potensial semakin berkurang karena digunakan untuk industri, pemukiman dan keperluan non pertanian lainnya hingga mencapai 47 ribu hektar per tahun (Nasution, 2004), maka pemanfaatan lahan marginal seperti lahan kering menjadi alternatif pilihan.

Lahan kering yang cukup luas di Indonesia berpotensi bagi pengembangan tanaman kedelai. Luas lahan kering yang telah dimanfaatkan pada tahun 1993 lebih kurang 50,5 juta hektar, seluas 14,4 juta hektar diantaranya dimanfaatkan sebagai lahan perkebunan (BPS, 1998). Menurut Wibawa dan Rosyid (1995) pada perkebunan karet terdapat sekitar 1,2 juta hektar per tahun yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman pangan sebagai tanaman sela, termasuk tanaman kedelai. Penggunaan lahan-lahan perkebunan ini, terutama pada areal tanaman muda, untuk pengembangan kedelai diharapkan dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap produksi kedelai nasional.

Dengan perkiraan bahwa 66% dari setiap areal perkebunan karet muda dapat

ditanami dengan kedelai, yaitu dari jarak tanam karet 6x6 meter dapat diusahakan sekitar 4x6 meter tanaman kedelai, maka dari perkebunan karet muda seluas 1.2 juta hektar tersedia lahan untuk pengembangan kedelai sekitar 792.000 hektar. Dengan asumsi bahwa produktivitas kedelai pada areal ini sekitar 2.2 ton per hektar, maka dapat dihasilkan sekitar 1.742.000 ton kedelai. Dengan produksi kedelai nasional pada saat ini sekitar 46.056.000 ton, maka pemanfaatan lahan perkebunan karet muda diperkirakan dapat memberikan kontribusi terhadap produksi nasional sekitar 3.7%.

Selain perkebunan karet, perkebunan sawit dan perkebunan tanaman lainnya serta Hutan Tanaman Industri juga diperkirakan dapat dijadikan sebagai areal penanaman kedelai sebagai tanaman sela. Sekitar 21% dari 2.975.120 ha luas perkebunan kelapa sawit Indonesia berupa areal tanaman muda yang dapat ditanami dengan tanaman kedelai. Demikian pula, areal HTI yang ditargetkan pengembangannya 250.000 ha per tahun merupakan areal yang potensial ditanami dengan kedelai (Departemen Perkebunan dan Kehutanan, 2000). Jumlah ini akan lebih besar bila ditambah dengan areal perkebunan-perkebunan tanaman lain yang dapat ditanami dengan kedelai sebagai tanaman sela.

Pengembangan usaha tani tanaman pangan seperti kedelai dilahan tegakan sebagai tanaman sela banyak menghadapi kendala, antara lain adalah tanaman yang tumbuh di bawah naungan menunjukkan karakter tumbuh yang berbeda dengan tanaman tanpa naungan. Pada penelitian Soverda at al., (2009) telah dilakukan pengujian terhadap 15 varietas kedelai. Dari penelitian tersebut teridentifikasi dua varietas yang toleran terhadap naungan yaitu varietas Petek dan varietas Ringgit dan dua varietas peka yaitu Jayawijaya dan Seulawah, 3 varietas moderat yaitu Kawi, Cikurai dan Tanggamus, sedangkan 8 varietas lainnya

(3)

tergolong sebagai varietas yang tidak dapat dikategorikan toleran, peka ataupun moderat. Oleh karena itu, untuk mengembangkan tanaman kedelai sebagai tanaman sela melalui pemanfaatan lahan tegakan diperlukan informasi terutama tentang karakter-karakter fisiologi fotosintetik yang dapat mencirikan sifat toleransi tanaman kedelai terhadap intensitas cahaya rendah, melalui pengujian terhadap varietas-varietas yang telah dikelompokkan pada penelitian Soverda at al., (2009).

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kebun percobaan, di laboratorium Fisiologi dan di Laboratorium Bioteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jambi. Penelitian berlangsung dari bulan Maret sampai dengan Agustus 2010. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kedelai Varietas toleran naungan yaitu Petek dan Ringgit, varietas peka yaitu Jayawijaya dan Seulawah serta tiga varietas moderat yaitu Cikurai, Kawi dan Tanggamus (Soverda et al., 2009), Pupuk yang digunakan adalah pupuk anorganik (Urea, TSP dan KCl), pupuk organik kandang ayam.

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Rancangan Petak Terpisah (split plot) dengan 3 ulangan. Faktor pertama sebagai petak utama adalah 2 tingkat naungan yaitu 0% dan 50%. Faktor kedua sebagai anak petak terdiri dari 7 varietas kedelai yaitu Petek (T), Ringgit (T), Jayawijaya (P), Seulawah (P), Cikurai (M), Kawi (M) dan Tanggamus (M). Peubah yang diamati adalah kandungan klorofil a dan b, nisbah klorofila/b, karotenoid, N total, karbohidrat, protein, serta komponen hasil dan hasil.

Hasil dan Pembahasan

Klorofil. Pada naungan 50% klorofil a, klorofil b dan nisbah klorofil a/b

pada varietas toleran mengalami peningkatan yang lebih tingi dari pada varietas yang peka (Gambar 1 , 2 dan 3). Untuk klorofil a varietas toleran meningkat sebesar 79.9 % (Ringgit) dan Petek meningkat sebesar 77.3 %, sedangkan yang peka hanya meningkat sebesar 5.2% (Seulawah) dan 12.6 % (Jayawijaya).

Klorofil b pada varietas toleran meningkat sebesar 71.39 % (Ringgit) dan 111.91% (Petek), sementara yang peka hanya meningkat sebesar 19.71% (Seulawah) dan 41.84% (Jayawijaya). Hal ini berarti bahwa pada naungan 50% varietas toleran memiliki klorofil a dan b yang lebih tinggi dari pada varietas yang peka (Gambar 2). Kandungan klorofil yang lebih besar pada tanaman toleran akan memungkinkan lebih banyak energi cahaya yang dapat diolah menjadi energi kimia dalam bentuk elektron tereksitasi. Lebih besarnya peningkatan klorofil pada varietas toleran ini diduga merupakan salah satu mekanisme adaptasi toleransi kedelai terhadap naungan. Menurut Hidema et. al (1992) penurunan intensitas cahaya akibat naungan akan menurunkan nisbah klorofil a/b, akibat meningkatnya jumlah relatif klorofil b. Keadaan ini berkaitan dengan peningkatan protein pada LHC II (light harvesting complex II).

Karotenoid. Pemberian naungan 50% meningkatkan kandungan karotenoid daun pada varietas toleran dan juga yang peka (Gambar 4). Kalau dilihat dari persentase peningkatan dari naungan 0% ke 50% maka terlihat bahwa peningkatan yang lebih tinggi pada varietas toleran dibandingkan dengan varietas yang peka. Varietas toleran (Ringgit dan Petek) mengalami kenaikan sebesar 42.6 % dan 51.6% terhadap kontrol, sedangkan varietas peka (Seulawah dan Jayawijaya) hanya mengalami kenaikan sebesar 21.5% dan 26.3%.

Ada suatu fenomena menarik disini bahwa ternyata satu varietas yang bersifat

(4)

Nerty Soverda: Studi Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Kedelai Toleran Terhadap Naungan moderat (Cikurai) mengalami kenaikan

karotenoid yang cukup besar dibandingkan dengan control yaitu sebesar 63.3%. Demikian juga pada kandungan klorofilnya varietas ini cenderung mencapai kenaikan yang cukup besar yaitu 74.8% untuk klorofil a dan 74.47 % untuk klorofil b.

Nitrogen. Dari uji rata-rata varietas menunjukkan bahwa kandungan N total antara varietas toleran dan peka tidak berbeda nyata pada naungan 0% begitu juga pada naungan 50% N-total tidak berbeda. Kandungan N total pada varietas toleran dengan pemberian naungan 50% sedangkan terlihat menurun pada varietas Petek (6.85%) sedangkan varietas Ringit meningkat 10.7%. Varietas peka (Seulawah) cenderung mengalami peningkatan yaitu 4.3%, sementara Jayawijaya menurun sebesar 23.9%.

Bila dibandingkan antara kandungan N pada kelompok toleran (Ringgit dan Petek) dengan kandungan N pada kelompok peka (Seulawah dan Jayawijaya) maka terlihat bahwa kandungan N pada kelompok varietas peka cenderung memiliki kandungan N total yang relatif lebih tinggi dari pada kelompok varietas toleran.

Karbohidrat. Pada naungan 50% kandungan karbohidrat pada varietas toleran (Petek) meningkat sebesar 27,4%, akan tetapi varietas Ringgit mengalami penurunan sebesar 5,2%. Sedangkan pada genotipe peka pemberian naungan 50% cenderung juga meningkatkan kandungan karbohidratnya walau tidak setinggi varietas Petek yaitu meningkat sebesar 12,4% (Seulawah) dan 15,9% untuk Jayawijaya.

Untuk semua varietas baik pada naungan 0% maupun pada naungan 50% antar varietas tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap kandungan karbohidrat. Tingginya kandungan karbohidrat pada varietas Petek (toleran) ini diduga disebabkan oleh kemampuannya untuk mempertahankan fotosintesis yang cukup

tinggi dan triosa fosfat yang dihasilkan cukup banyak, sehingga perbandingan antara triosa fosfat dan orthofosfat (Pi) akan meningkat di sitosol dan sukrosa terbentuk lebih banyak.

Menurut Marschner (1995), kandungan sukrosa yang tinggi pada genotipe toleran akan mengaktifkan distribusi hasil fotosintat ke gabah yang melewati floem dari tulang daun yang paling halus dengan bantuan sel-sel transfer. Distribusi hasil fotosintat ini dikendalikan oleh pH dan diduga terjadi ko-transport sukrosa H+ menembus membran-membran sel floem. Disamping itu pembukaan dan penutupan stomata pada genotipe toleran menjadi lebih baik, dimana sukrosa pada sel-sel penjaga dapat berfungsi sebagai pengganti ion K.

Protein. Perlakuan naungan 50% menurunkan kandungan protein pada varietas toleran dan juga pada yang peka, kecuali pada varietas Petek (T) mengalami perubahan peningkatan sebesar 8,7%. Namun rata-rata penurunan pada varietas peka terlihat lebih besar dari pada yang toleran (Gambar 7). Pada varietas yang toleran terjadi penurunan kandungan protein rata-rata sebesar 3,5%, sedangkan pada varietas yang peka mengalami penurunan yang lebih tinggi yaitu turun sebesar 11,3%.

Hal diatas memperlihatkan bahwa protein dapat dihasilkan lebih banyak pada varietas yang toleran. Penurunan hasil pada naungan 50% disebabkan oleh berkurangnya intensitas cahaya yang diterima tanaman. Hasil penelitian Haris (1998) menunjukkan bahwa rata-rata intensitas cahaya pada naungan 50% adalah sebesar 130.14 kalori/cm2/hari, sedangkan untuk menunjang pertumbuhan dibutuhkan intensitas cahaya matahari minimum sebesar 256 kalori /cm2/ hari (Las, 1983).

Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada pemberian naungan 50% rata-rata penurunan hasil yang lebih besar terjadi pada varietas yang peka. Persentase

(5)

penurunan hasil yang lebih rendah pada varietas toleran dalam kondisi naungan 50%, diduga karena pendistribusian hasil kebiji lebih besar dibandingkan dengan varietas peka. Jumlah polong per tanaman pada Naungan 50% menunjukkan peningkatan pada semua Varietas Kedelai yang dicoba. Perubahan tertinggi terlihat pada varietas Ringgit yaitu mengalami kenaikan sebesar 75.80%.

Penurunan hasil yang lebih tinggi pada varietas peka diduga berkaitan dengan penurunan persentase jumlah polong per tanaman dan jumlah polong berisi per tanaman. Disamping itu, penurunan hasil yang rendah pada varietas toleran didukung oleh berat 100 biji yang lebih rendah pada varietas yang peka.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter fotosintetik mempengaruhi toleransi tanaman kedelai terhadap naungan. Kemampuan adaptasi genotipe kedelai yang toleran terhadap intensitas cahaya rendah antara lain ditentukan oleh kandungan klorofil daunnya. Varietas toleran naungan memiliki kandungan klorofil a, klorofil b, dan nisbah klorofil a/b yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang peka. Keadaan yang sama terlihat pada kandungan karotenoid (Gambar 4), varietas toleran memiliki karotenoid yang lebih tinggi dari pada yang peka pada naungan 50%. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Barbara dan Adams (1996) yang menyatakan bahwa persentase total karotenoid merupakan suatu fungsi dari nisbah klorofil a/b pada keadaan cekaman cahaya. B-karoten meningkat sejalan dengan meningkatnya nisbah klorofil a/b, kecenderungan peningkatan klorofil a/b sejalan dengan peningkatan persentase cahaya yang diabsorpsi yang dapat digunakan pada fotokimia fotosistem II (PSII).

Peningkatan penangkapan cahaya per unit area fotosintetik dilakukan dengan mengurangi cahaya yang di refleksikan dan di transmisikan melalui peningkatan kandungan kloroplas dan kandungan

pigmen per kloroplas. Perubahan karakter tersebut diduga sebagai bentuk mekanisme adaptasi genotipe toleran terhadap cekaman naungan. Adaptasi tanaman terhadap kondisi naungan ditentukan oleh kemampuannya untuk dapat melakukan proses fotosintesis pada intensitas cahaya yang rendah secara normal, yang dapat dilakukan melalui cara penghindaran (avoidance) maupun toleransi. Peningkatan klorofil yang lebih tinggi pada genotipe toleran adalah merupakan salah satu cara adaptasi tanaman melalui usaha penghindaran. Menurut Levitt (1980), salah satu cara penghindaran dilakukan dengan mengurangi cahaya yang direfleksikan dan ditransmisikan melalui peningkatan kandungan pigmen per kloroplas.

Tanaman mentolerir keadaan cahaya yang rendah dengan menurunkan laju respirasi di bawah titik kompensasi cahaya yang dilakukan dengan menghindari kerusakan enzim dan menghindari kerusakan pigmen. Penelitian ini menunjukkan bahwa karakter fotosintetik yaitu kandungan klorofil a dan klorofil b, dan kandungan karotenoid dapat dijadikan sebagai penciri sifat toleransi tanaman terhadap intensitas cahaya yang rendah. Karakter-karakter penciri toleransi ini dapat dipertimbangkan untuk evaluasi plasma nutfah kedelai yang toleran terhadap naungan.

Varietas kedelai yang ditumbuhkan pada naungan 50% mempengaruhi produksi dan komponen produksi kedelai. Hasil relatif (% kontrol) menunjukkan bahwa hasil relatif dipengaruhi oleh komponen produksi seperti jumlah polong per tanaman dan jumlah polong berisi per tanaman. Produksi kedelai untuk varietas toleran dan peka pada naungan 50% menurun. Persentase penurunan produksi pada varietas toleran lebih rendah dibandingkan dengan yang peka. Keadaan ini diduga karena pendistribusian hasil kebulir pada varietas toleran lebih besar dibandingkan dengan

(6)

Nerty Soverda: Studi Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Kedelai Toleran Terhadap Naungan genotipe peka. Selain itu penurunan

produksi yang lebih tinggi pada varietas peka diduga berkaitan dengan peningkatan persentase polong berisi. Disamping itu, penurunan produksi yang rendah pada genotipe toleran didukung oleh jumlah polong per tanaman dan berat 100 biji yang relative lebih tinggi pada varietas yang toleran.

Kemampuan varietas toleran menghasilkan jumlah biji per tanaman yang lebih tinggi dari pada yang peka diduga karena kemampuannya dalam membentuk jumlah polong berisi yang lebih banyak dan kemampuannya mengefisienkan memanfaatkan energi dari intensitas cahaya yang rendah. Dugaan ini didasarkan pada kenyataan bahwa lebih tingginya kandungan klorofil a dan b serta tingginya kandungan karotenoid dan lebih sempitnya luas daun.

Toleransi tanaman terhadap naungan ditentukan oleh kemampuannya melaksanakan proses fotosintesis pada naungan secara normal. Hasil diatas sejalan dengan hasil penelitian Sahardi et al. (1999) bahwa genotipe toleran naungan memliki kandungan klorofil yang lebih tinggi dan sel-sel mesofil yang lebih tipis. Ketebalan lapisan palisade dan mesofil dapat berubah sesuai dengan kondisi cahaya yang menyebabkan tanaman menjadi efisien dalam menyimpan energi radiasi untuk perkembangannya. Daun yang lebih luas dan lebih tipis pada keadaan ternaung disebabkan penipisan lapisan palisade dan sel-sel mesofil yang menyebabkan tanaman menjadi lebih efisien dalam menyimpan energi untuk perkembangannya (Mohr dan Schoopfer, 1995).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa mekanisme toleransi terhadap naungan pada tanaman kedelai ditunjukkan dengan cara adaptasi melalui penghindaran (avoidance) dan toleransi yaitu dengan meningkatkan klorofil dan meningkatkan karotenoid, menekan peningkatan persentase polong hampa atau meningkatkan

jumlah polong berisi, yang pada akhirnya menghasilkan produksi relatif yang lebih tinggi.

Pemuliaan kedelai yang toleran terhadap naungan adalah merupakan salah satu usaha untuk mendapatkan varietas-varietas yang dapat toleran dan berdaya hasil tinggi. Untuk itu, penyaringan adalah merupakan bagian yang sangat penting pada pemuliaan tanaman. Penyaringan dapat dilakukan dengan naungan alami dan juga dapat dilakukan dengan naungan buatan (Murty dan Sahu, 1987).

Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Karakter fisiologi fotosintetik seperti klorofil a, klorofil b, dan kandungan karotenoid dapat mencirikan sifat toleransi terhadap naungan pada tanaman kedelai. Adaptasi tanaman terhadap kekurangan cahaya dilakukan dengan mempertahankan rasio klorofil a/b yang tinggi, dan meningkatkan kandungan klorofil a , klorofil b dan kandungan karotenoid.

Saran

Pewarisan sifat toleran terhadap naungan pada tanaman kedelai dapat dilakukan berdasarkan karakter-karakter fisiologi fotosintetik seperti kandungan klorofil a dan b serta kandungan karotenoidnya yang merupakan penciri toleransi tanaman kedelai terhadap naungan. Disamping itu, untuk toleransi terhadap naungan perlu menggabungkan gen-gen pengendali sifat toleransi terhadap naungan. Ucapan Terima Kasih

Terima kasih penulis ucapkan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional melalui Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian sesuai Prioritas Nasional Nomor Kontrak 166/SP2H/PP/DP2M/III/2010 yang telah membiayai penelitian ini.

(7)

Daftar Pustaka

Badan Pusat Logistik dan Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura . 2005. Data Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura 2004 Tingkat Nasional dan Provinsi.

Barbara, D.A and W.W. Adams. 1996. Chlorophyll and Carotenoid Composition in Leaves of Eunymus kiautschovicus Acclimated to Different Degrees of Light Stress in the Field. Aust. J. Plant Physiol. 23:649-659. Biro Pusat Statistik. 1998. Indonesia dalam

Angka. Jakarta.

Haris, A.B., M.A. Chozin, D. Sopandie dan I. Las. 1998. Karakteristik Iklim Mikro dan Respon Tanaman Padi Gogo pada Pola Tanam Sela dengan Tanaman Karet. Seminar Hasil Penelitian PPS-IPB. 12p.

Hidema, J., A. Makino, Y. Kurita, T. Mae and K. Ojima. 1992. Changes in the Level of Chlorophyl and Light-harvesting chlorophyl a/b Protein of PS II in Rice Leaves agent under Different Irradinces from full Expantion through senescen. JSPP. Plant Cell Physiol. 33 (8) : 1209 -1214.

Kinney, M.G. 1941. Absorbsion of Light by Chlorophyll Solution. J. Biol. Chem., 140:315-322.

Las, I. 1983. Efisiensi Radiasi Surya dan Pengaruh Naungan terhadap Padi Gogo. Penelitian Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. 3 (1) : 30 -35.

Lautt, B. S, M.A. Chozin, D. Sopandie, Latifah K. Darusman. 2000. Perimbangan Pati-Sukrosa dan Aktivitas Enzim Sukrosa Fosfat Sintetase (SPS) pada Padi Gogo yang Toleran dan Peka terhadap Naungan.

Hayati Jurnal Biosains. Vol. 7 (2) : 31-34.

Levitt, J. 1980. Response of Plants to Environmental Stress. Academic Press. New York.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. Second Edition. Academic Press inc. San Diego. USA. P. 131-183.

Mohr, H. and P. Shoopfer. 1995. Plant Physiology. Translator Gudrun and David W. Lawlor. Springer-Verlag. New York.

Murty, K.S., and G. Sahu. 1987. Impact of low-light Stress on Growth and Yield of Rice. p.94 - 100. In "Weather and Rice" Proc. International Workshop on Impact of Weather Parameters on Growth and Yield of Rice. IRRI. Los Banos. 7 – 10 April 1986.

Nasution, M. 2004. Diversifikasi Titik Kritis Pembangunan Pertanian Indonesia : Pertanian Mandiri. Penebar Swadaya. Jakarta.

Rukmana, R dan Yuniarsih, Y. 2004. Kedelai Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta.

Soverda, Evita dan Gusniwati. 2009. Kajian Dan Implementasi Karakter Fisiologi Fotosintetik Tanaman Kedelai Toleran Terhadap Intensitas Cahaya Rendah : Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Tegakan Di Provinsi Jambi. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional

Nomor :

596/SP2H/DP2M/VII/2009, Tanggal 30 Juli 2009

Wibawa, G dan M.J. Rosyid. 1995. Peningkatan Produktivitas Padi sebagai Tanaman Sela Karet Muda. Warta Pusat Penelitian Karet. Assosiasi Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Indonesia. 14(1):40-46.

(8)

Gambar 1. Perubahan Klorofil a Beberapa Varieta

Gambar 2. Perubahan Klorofil b Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 3. Nisbah Klorofil a/b Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Nerty Soverda: Studi Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Kedelai Toleran Terhadap Naungan

Gambar 1. Perubahan Klorofil a Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 2. Perubahan Klorofil b Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 3. Nisbah Klorofil a/b Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Fisiologi Fotosintetik Toleran Terhadap Naungan

(9)

Gambar 4. Perubahan Karotenoid Beberapa Varietas Kedelai pada Na

Gambar 5. Perubahan Nitrogen Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 6. Perubahan Karbohidrat Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50% Gambar 4. Perubahan Karotenoid Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 5. Perubahan Nitrogen Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

(10)

Gambar 7. Perubahan Protein Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 8. Perubahan Berat Biji per Tanaman Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 9. Perubahan Jumlah Polong per Tanaman Varietas Kedelai pada Naungan 50% Nerty Soverda: Studi Karakteristik Fisiologi Fotosintetik

Kedelai Toleran Terhadap Naungan

Gambar 7. Perubahan Protein Beberapa Varietas Kedelai pada Naungan 50%

8. Perubahan Berat Biji per Tanaman Varietas Kedelai pada Naungan 50%

Gambar 9. Perubahan Jumlah Polong per Tanaman Varietas Kedelai pada Naungan 50% Fisiologi Fotosintetik Toleran Terhadap Naungan

8. Perubahan Berat Biji per Tanaman Varietas Kedelai pada Naungan 50%

(11)

Gambar 10. Perubahan Jumlah Polong Beris Naungan 50%

(12)

Nerty Soverda: Studi Karakteristik Fisiologi Fotosintetik Kedelai Toleran Terhadap Naungan

Gambar

Gambar 1. Perubahan Klorofil a Beberapa Varieta
Gambar 4. Perubahan Karotenoid Beberapa Varietas Kedelai pada Na
Gambar 9. Perubahan Jumlah Polong per Tanaman Varietas Kedelai pada Naungan 50%
Gambar 10. Perubahan Jumlah Polong Beris Naungan 50%

Referensi

Dokumen terkait

Di titik inilah tulisan ini akan difokuskan yakni mencermati mengenai konsep bangunan keluarga pada anggota Jamaah Tabligh, serta peran perempuan dalam gerakan tersebut,

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Hubungan antara pengetahuan ibu PUS dengan

[r]

BELI SEKARANG JUGA..... BELI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kerapatan mangrove, struktur komunitas gastropoda dan hubungan antara biota (gastropoda) dengan habitatnya (mangrove)

hobi bagi dirinya. Kepuasan kerja menjadi faktor yang dapat memberikan manfaat bagi kepentingan individu dan perusahaan. Karyawan akan merasa diperhatikan jika mereka puas

terhadap 184 responden pengguna ruko di Kota Pekanbaru, semua faktor pemilihan lokasi ruko yang terdapat dalam tinjauan pustaka tersebut memang merupakan faktor

Potensi masyarakat Desa Ceringin asri, terletak pada semangat belajar baik dari kalangan anak-anak maupun remaja dengan diadakannya pengabdian berwujud Kuliah