• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN MAHASISWI YANG KECANDUAN MEROKOK DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Mahasiswi Yang Kecanduan Merokok di Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN MAHASISWI YANG KECANDUAN MEROKOK DI SURABAYA (Studi Deskriptif Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Mahasiswi Yang Kecanduan Merokok di Surabaya)."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

RYAN ALAN BUDIANTO

0743010162

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

Disusun Oleh :

RYAN ALAN BUDIANTO 0743010162

Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Komunikasi

Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jawa Timur Pada Tanggal 13 Juni 2012

Menyetujui

Tim Penguji :

Pembimbing Utama : 1. Ketua

Dr a. Diana Amalia, M.Si Ir .H. Didiek Tr enggono, M.Si NIP. 1963 0907 199103 2001 NIP. 1958 1225 199001 1001

2. Sekretaris

Dr a.Her lina Suksmawati, M.Si NIP. 1964 1225 199309 2001

3. Anggota

Dr a. Diana Amalia, M.Si NIP. 1963 0907 199103 2001

(3)

Mahasiswi Yang Kecanduan Mer okok Di Sur abaya)

Disusun Oleh :

RYAN ALAN BUDIANTO

0743010162

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembibing Utama

Dra. Diana Amalia, M.Si

NIP. 1963 0907 199103 2001

Mengetahui

D E K A N

(4)

Kualitatif pada Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Mahasiswi Yang Kecanduan

Merokok di Suar abaya).

Komunikasi antara orang tua dengan anak harus dibangun secara harmonis untuk

menanamkan pendidikan yang baik pada anak. Buruknya kualitas komunikasi orang tua dengan

anak berdampak buruk bagi keutuhan dan keharmonisan keluarga. Seperti contoh, faktor

penyebab anak kecanduan merokok sehingga mengakibatkan menjadi perokok aktif yang

merupakan akibat dari lemahnya komunikasi interpersonal dalam keluarga sehingga merusak

kekokohan konsentrasi serta keutuhan keluarga tersebut.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Komunikasi Interpersonal. Teori

Komunikasi Interpersonal adalah yaitu sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan antara

dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang, dengan beberapa efek dan umpan balik

seketika. Dengan bertambahnya orang-orang yang terlibat dlam berkomunikasi, menjadi

bertambah komplekslah komunikasi tersebut

.

Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode kualitatif yang bertujuan

untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya. Metode ini menggambarkan serta

menguraikan atas suatu kejadian sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan-perlakuan terhadap

objek yang diteliti. Teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan sumber data utama

adalah wawancara mendalam (in-dept interview) yang menghasilkan kata-kata atau berupa

tindakan.

Berdasarkan analisa data dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan

bahwa terdapat Dua jenis pola komunikasi pada orang tua dengan mahasiswi yang kecanduan

merokok, yaitu Authoritative dan Permissive. Namun secara garis besar hasil penelitian ini

adalah menunjukkan bahwa dari dua orang tua yang anak mahasiswinya kecanduan merokok

menganut pola komunikasi Authoritative, sedangkan satu keluarga lainnya menganut pola

komunikasi Permissive.

(5)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah dan

karunia-Nya kepada penulis sehingga Skripsi dengan judul “POLA KOMUNIKASI

ANTARA ORANG TUA DENGAN MAHASISWI YANG KECANDUAN

MEROKOK (Studi Deskr iptif Pola Komunikasi Anta ra Orang Tua Dengan

Mahasiswi Yang Kecanduan Merokok di Sur abaya) dapat terselesaikan

dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Diana Amalia, M.Si selaku

Dosen Pembimbing Utama yang telah meluangkan banyak waktunya untuk

memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Selain itu penulis

juga menerima bantuan dari berbagai pihak, baik itu berpa moril, spiritual maupun

materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Ec. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa

Timur.

2. Ibu Dra. Sumardjijati, M.Si selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”

Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, M.Si selaku Ketua Program Studi Ilmu

Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

(6)

5. Kedua Orang Tuaku dan saudara yang selalu memberikan dukungan

pada penyelesaian Skripsi ini, terutama Mama ku yang Mendoakan

tanpa henti dan Papa ku terima kasih buat nasehat-nasehatnya serta

Adek ku terima kasih buat Doa nya(Semoga kuliah mu juga cepat

selesai Brayy !).

6. My Dear (Yuli Rachmawati) terima kasih buat Doa dan Supports nya,

Smoga Allah Swt mendengar doa kita. Amien . Always Love you!

7. Para Sedulur yang saya cintai dan saya sayangi : Baweh, Samuel,

Kang Andik, Joko, Maulana, Doel, Dedy ‘Mble’, Bendol, Mas P,

Gopal, Panji ‘Ses’, Ayu Melanie (terima kasih buat doa dan

dukungannya.... Smoga kelak kita sukses semuanya !! Amien

8. Buat Nanik, Riri, Zakiyah Jamal (Umi’) terima kasih buat Supports

dan Doa nya serta menjadi pendengar yang baik dikala sedang Galau...

hehe !

Penulis menyadari bahwa di dalam Skripsi ini akan ditemukan banyak

kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat

diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya dengan segala keterbatasan

yang penulis miliki semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada

umumnya dan penulis pada khususnya.

(7)

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

ABSTRAKSI ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 1

1.3 Tujuan Penelitian ... 9

1.4 Kegunaan Penelitian ... 16

1.4.1 Teoritis... . 16

1.4.2 Praktis... ... 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 18

2.1 Landasan Teori ... 18

2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 18

2.1.2 Efektivitas Komunikasi Interpersonal ... 20

2.2 Pengertian Pola Komunikasi ... . 21

2.3 Keluarga ... ... 25

2.3.1 Pengertian Keluarga ... 25

2.3.2 Fungsi Keluarga ... 25

2.3.3 Kualitas Komunikasi Interpersonal dalam Keluarga ... 27

2.3.4 Aspek-aspek Kualitas Komunikasi Dalam Keluarga .... 29

2.4 Rokok ... 34

2.4.1 Pengertian Rokok ... 34

2.4.2 Perilaku Merokok ... 35

(8)

2.4.7 Budaya dan Kebiasaan ... 46

2.5 Kerangka Berpikir ... 48

BAB III METODE PENELITIAN ... 49

3.1 Definisi Operasional Konsep ... 49

3.2 Kecanduan Merokok ... 56

3.3 Subyek dan Obyek Penelitian ... 57

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5 Teknik Analisis Data ... 61

BAB IV HASIL DAN PEMBHASAN ... 62

4.1 Gambaran Umum Penelitian ... 62

4.1.1 Gambaran Umum Penelitian ... 62

4.1.2 Gambaran Umum Pola Komunikasi Antara Orang Tua Dengan Mahasiswi Yang Kecanduan Merokok ... 63

4.2 Identitas Responden ... 64

4.3 Analisis Data ... 66

4.3.1 Pola Komunikasi Permissive (membebaskan) ... 66

4.3.2 Pola Komunikasi Authoritative (demokratif) ... 68

4.4 Pembahasan ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 74

5.1 Kesimpulan ... 74

(9)
(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belaka ng Masalah

Dalam kehidupan bermasyarakat kita selalu berkomunikasi untuk menjalin

sebuah hubungan. Karena dengan adanya komunikasi kita akan mengetahui

tentang sesuatu hal masing-masing antara satu dengan yang lainnya. Sedang

komunikasi adalah peristiwa sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia

berinteraksi dengan manusia yang lain. Ilmu komunikasi bila di publikasikan

secara benar akan mampu mencegah konflik pribadi, antar kelompok, antar suku,

antar bangsa,dan ras, membina persatuan dan kesatuan umat manusia penghuni

bumi (Effendy, 1993:27)

Meski semua orang tahu akan bahaya yang ditumbulkan akibat rokok,

perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupak perilaku yang dapat

ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di

rumah, kantor, angkutan umum, maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat

disaksisakan dan dijumpai orang yang sedang merokok, bahkan orang sedang

merokok di sebelah ibu yang sedang menggendong bayi sekalipun orang tersebut

tetap tenang menghembuskan asap rokoknya dan orang-orang yang ada di

sekililingnya seringkali tidak peduli.

Kerugian yang ditimbulkan rokok sangat banyak bagi kesehatan, tapi tetap

(11)

adiktif dan tar bersifat karsinogenik (Asril Bahar, harian umum Republika, Selasa

26 Maret 2002:19). Racun dan karsinogenikyang timbul akibat pembakaran

tembakau dapat memicunya terjadi kanker, pada awalnya rokok mengandung 8-20

mg nikotin dan setelah dibakar nikotin yang masuk kedalam sirkulasi darah hanya

25%. Walau demikian jumlah kecil tersebut hanya 15 detik masuk ke otak

manusia.

Nikotin itu di terima oleh reseptor asetilkolin-nikotinik yang kemudian

membaginya ke jalur imbalan dan jalur adrenergic. Pada jalur imbalan perokok

akan merasakan rasa nikmat, memacu sistem dopaminergik. Hasilnya perokok

akan merasa lebih tenang dan daya pikir serasa lebih cemerlang, serta mampu

menekan rasa lapar. Sementara di jalur adrenergik, zat ini akan mengaktifkan

sistem adrenergik pada bagian otak lokus seruleus yang mengeluarkan sorotonin.

Meningkatnya serotonin menimbulkan rangsangan rasa senang sekaligus

keinginan mencari rokok lagi (Agnes Tineke, Kompas Minggu 5 Mei 2002: 22).

Hal inilah yang menyebabkan perokok sangat sulit meninggalkan rokok

karena sudah ketergantungan pada nikotin, ketika seorang perokok berhenti dari

merokok rasa nikmat yang diperoleh akan berkurang. Efek dari rokok atau

tembakau akan memberi stimulasi depresi ringan, gangguan daya tangkap, alam

pikiran, alam perasaan, tingkah laku dan fungsi psikomotor. Jika dibandingkan

dengan zat-zat adiktif lainnya rokok sangatlah rendah pengaruhnya, maka

ketergantungan pada rokok tidak dianggap gawat.

Belakangan ini banyak sekali kita jumpai komunitas perokok yang

(12)

asap yang ditimbulkan dari rokok sering kali menimbulkan polusi yang

mengganggu bagi sekalian masyarkat. Berdasarkan data departemen kesehatan

yang paling baru, dari tahun 2006- hingga 2011 tercatat 6 dari 10 atau sekitar 64%

menjadi perokok pasif karena ada anggota keluarga yang merokok. Adapun lebih

dari sepertiga yang tercemar asap rokok dan sebanyak 37% memang perokok

aktif.

(Diakses dari internet BBC.co.uk_indonesia_laporan_khusus_kecanduan_rokok).

Sedangkan rokok menjadi pemasuk cukai terbesar bagi negara,

pemasukannya pun mencapai Rp. 17 triliun pada 2001.

(http://www.depkom.info.go.id). Hal tersebut membuat pemerintah dilema karena

selain menajdi keuntungan sebagai pemasok cukai terbesar bagi negara, rokok

juga dapat menimbulkan kerugian bagi kesehatan bagi masyarakat. Kerugian

tersebut timbul karena asap rokok mengandung racun, antara lain karbon

monoksida (GO) yaitu zat yang membuat darah tidak mampu mengikat oksigen,

Nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Selain

itu juga terdapat Tar, Tar adalah senyawa yang bersifat lengket dan menempel

pada paru-paru. Terdapat menciptakan efek ketergantungan, sehingga perokok

dipaksa memilih untuk mesihap rokok dan cenderung menomorduakan kebutuhan

makan.

“...Menurut data yang didapatkan dari badan POM menunjukkan sebanyak

6,5 juta orang dewasa ini menderita berbagai penyakit karena merokok dan

(13)

Lebih lanjut dinyatakan bahwa 75% dari semua penyakit paru kronis dan 40%

celebro vasculer disebabkan oleh merokok. Kematian yang disebabkan oleh rokok

diperkirakan berjumlah 2-3% dari seluruh kematian ditahun 1980 dan meningkat

menjadi 3-4% ditahun 1986 yang berarti 57.000 kematian (terutama pria)

disebabkan oleh penggunaan tembakau atau merokok.(suara

merdeka_cybernews,2002).

Karena efek rokok yang sangat berbahaya dan secara global konsumsi

rokok dapat membunuh setiap orang setiap 1 detik. Maka WHO (Badan kesehatan

Dunia) mendesak agar semua negara tanpa terkecuali memberlakukan larangan

total terhadap segala bentuk iklan, promosi, dan segala bentuk sponsor rokok

demi kesehatan 1,8 miliar anak di dunia.

(http://beritasore.com/2008/06/02/pro-kontra-rokok)

Selain peringatan rokok yang sudah dibuat oleh pemerintah melalui iklan

rokok yang berbunyi, “MEROKOK DAPAT MENYEBABKAN KANKER,

SERANGAN JANTUNG, IMPOTENSI, DAN GANGGUAN KEHAMILAN

JANIN”. Pemerintah juga sudah banyak melakukan hal untuk mengurangi tingkat

konsumsi rokok, diantaranya dengan adanya PP No.19 tahun 2003 yaitu

pengawasan yang berkaitan dengan kebenaran kandungan kadar nikotin dan tar,

pencantuman peringatan bahaya merokok pada setiap label rokok serta ketaatan

dalam pelaksanaan iklan serta promosi rokok dan yang terakhir adalah merokok

ditempat umum. Meskipun larangan ini belum bisa terlaksana diseluruh

Indonesia, dari seluruh cara yang dilakukan pemerintah ternyata belum mampu

(14)

benar-benar mewujudkan masyarakat yang sehat belum terlaksana karena masih

banyak masyarakat yangt masih mengkonsumsi rokok dan belum sadar betul akan

bahaya rokok bagi kesehatan.

Pada saat ini negara-negara maju telah berhasil mengurangi konsumsi

rokoknya sebanyak 10% antara tahun 1970-1990, namun negara-negara

berkembang seperti Indonesia justru meningkatkan konsumsi rokok.

(http://www.depkes.info.go.id). Jumlah perokok di Indonesia dari tahun ke tahun

terus meningkat dari tahun 1995 hingga kini, yaitu dari 34,7 juta perokok menjadi

65 juta perokok. Ini berdasarkan dari data dari Survey Sosial Ekonomi Nasional

dan Riset Kesehatan Dasar.

“Berdasarkan pada jenis kelamin pada tahun 1995 diperkirakan ada 33,8

juta perokok laki-laki dan 1,1 juta pada perempuan. Namun pada tahun 2007

angka ini meningkat drastis menjadi 60,4 juta perokok Laki-Laki dan 4,8 juta

perokok Perempuan.” kata Peneliti Lembaga Demografi FEUI, Abdillah Hasan

Beliau menjelaskan prevelansi merokok padsa usia remaja sangat

mengkhawatirkan, jika pada tahun 1995 hanya 7% pemuda yang merokok lalu

pada 12 tahun kemudian meningkat menjadi 19%. Menurut Beliau peningkatan

yang drastis ini membuktikan betapa efektifnyan strategi industri rokok dan

betapa lemahnya Pemerintah dalam melindungi remaja dari rokok.

Dikatakan Abdillah Hasan, fenomena tersebut disebabkan oleh tingginya

pertumbuhan penduduk, tingginya pertumbuhan ekonomi, belum efektinya

(15)

peningkatan harga rokok melalui peningkatan cukai, pelarangan iklan rokok

secara menyeluruh, peringatan kesehatan di bungkus rokok dan kawasan bebas

rokok. . (http://beritasore.com/2008/06/02/pro-kontra-rokok)

Menurut data WHO, jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 20% dari

jumlah kesuluruhan perokok. Angka ini juga meningkatkan jumlah gangguan

kesehatan pada wanita akibat rokok. Riset Koalisi untuk Indonesia sehat

melibatkan 3000 responden perempuan berusia 13-25 tahun memperoleh hasil

tentang mengapa perempuan muda merokok itu dipengaruhi faktor apa saja :

1. Sebanyak 54,59% perempuan merokok untuk mengurangi ketegangan dan

stress.

2. Sebanyak 29,36% untuk bersantai.

3. Sebanyak 12,84% merokok selayaknya lelaki

4. Sebanyak 2,29% alasan pertemanan.

5. Dan 0,92% agar diterima dalam kelompoknya atau lingkungannya.

Tak heran saat ini perokok tidak hanya didominasi oleh kaum adam,

kalangan perokok perempuan pun mulai bermunculan. Kaum hawa ini pun tak

malu-malu lagi mengisap rokok didepan umum, dengan gayanya yang cuek tidak

berbeda jauh dengan kaum adam. Mereka sangat menikmati benda yang terbuat

dari lentengan tembakau tersebut, sayang keasyikan menikmati rokok tidak

diimbangin dengan pengetahuan tentang bahaya merokok bagi kesehatan. Padahal

jelas-jelas bahaya merokok tercantum didalam kemasan rokok, berikut ini bahaya

(16)

1. Dapat membuat kulit cepat pucat. Seringnya perempuan merokok

menyebabkan kandungan oksigen dan nutrisi turun. Dengan turunnya

kandungan oksigen dan nutrisi akan membuat mereka tampak pucat.

2. Dapat membuat wajah tampak lebih tua. Wanita tidak menyukai jika terlihat

bertambah tua lebih dulu. Kulit cepat mengkerut dan lebih sensitif pada

matahari akan dialami pada wanita yang suka merokok.

3. Munculnya kerutan disekitar bibir. Merokok menggunakan otot disekitar bibir,

penggunaan yang berlebihan akan menimbulkan kerutan di bibir. Rokok juga

mengurangi elastisitas kulit sehingga kerutan akan bertambah jelas.

4. Kulit menjadi cepat kendur. Konsekuensinya, kulit perokok jadi cepat kendur

dan memiliki keriput yang lebih terlihat.

5. Dapat menurunkan kesuburan wanita. Tembakau bisa menyebabkan leher

lendir rahim mengental, mencegah perkembangan sperma, serta menurunkan

level esterogen yang dapat mengurangi kualitas dinding rahim dan membatasi

aliran darah yang diperlukan untuk implamantasi telur.

6. Mengganggu kehamilan. Merokok meningkatkan resiko keguguran 3 kali

lipat. Efek lain, pertumbuhan janin juga dapat terganggu akibat kurangnya

pasokan oksigen. Bayi yang dilahirkan cenderung berbobot rendah (kurang

dari 200gram saat lahir). Wanita perokok juga menghasilkan 25% ASI lebih

sedikit daripa wanita non-perokok.

7. Mempengaruhi berat badan. Merokok bisa mengurangi sensitivitas terhadap

(17)

perokok. Berhenti merokok bukan berarti wanita akan kelebihan berat badan,

namun akan membuatnya memiliki berat badan normal.

8. Kanker paru-paru. Perempuan ternyata lebih rentan pada efek kerusakan paru

akibat zat karsinogen yang ada pada sebatang rokok. Kesimpulan tersebut

dibuat berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 700 pasien kanker

paru. Para peneliti menemukan, meski wanita merokok secar kuantitas lebih

sedikit dari pria, ternyata wanita berusia lebih muda sat didiagnosis terkena

kanker paru.

9. Jari kuning, nikotin dalam asap rokok tidak hanya membuat gigi coklat, tapi

juga membuat jari dan kuku kuning.

(http://www.tnol.co.id/id/bugar/10925-efek-buruk-merokok-bagi-perempuan.html)

Pola komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi

yang memperlihatkan kaitan antara komponen komunikasi dengan komponen

komunikasi yang lainnya (Tarmudji, 1998:27). Dari pengertian diatas maka suatu

pola komunikasi mengaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang

meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas, dengan komponen-komponen yang

merupakan bagian penting atas terjadinya antara organisasi, ataupun juga

manusia. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala

keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan bertempat tinggal di suatu

tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI,

1998). Anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah.

Keluarga merupakan sekelompok manusia yang tinggal dalam suatu rumah tangga

(18)

Dalam lingkungan keluarga komunikasi merupakan hal yang sangat

penting, karena dalam keluarga anak-anak mulai menerima pendidikan yang

pertama dan paling utama. Pendidikan yang diterima oleh anak mulai dari

pendidikan agama, cara bergaul, dan hubungan interaksi dengan lingkungan.

Keluarga merupakan lingkungan sosial yang pertama bagi anak. Pada masa

sekarang masalah perhatian orang tua dalam membina anak-anak sering dianggap

sebagai pemicu terjadinya masalah-masalah sosial dan kenakalan pada diri anak,

karena orang tua dinilai kurang mampu memberi perhatian khusus kepada anak

sehingga anak mencari orang tua angkat yang lebih memahami dia. Interaksi dan

komunikasi dalam keluarga (antara orang tua dengan anak) kurang tercipta

hubungan yang dinamis. Dengan kehadiran seorang anak dalam keluarga,

komunikasi dalam keluarga menjadi lebih penting dan intensitasnya harus

semakin meningkat, dalam artian dalam sebuah keluarga perlu ada komunikasi

yang efektif sehingga dapat menimbulkan efisiensi dalam menciptakan keluarga

yang harmonis. Cukup banyak persoalan yang timbul di masyarakat karena atau

tidak adanya komunikasi yang baik dalam keluarga.

Dalam sosial perkembangan remaja, dapat dilihat adanya dua macam

gerak perilaku yaitu gerak memisahkan diri dari orang tua dan gerak menuju

teman sebaya. Apabila gerak pertama tidak di ikuti oleh gerak kedua maka akan

menimbulkan rasa kesepian. Oleh karena itu bergabungnya remaja dengan teman

sebaya sangat diperlukan untuk mempelajari pola-pola interaksi sosial yang

(19)

jarang bertentangan dengan aturan masyarakat, maka disinilah letak pengaruh

negatif teman sebaya terhadap remaja. Tidak sedikit remaja yang berperilaku

menyimpang, hal ini terjadi dikarenakan pengaruh negatif peran teman sebaya

(Healy dan Browner dalam Yusuf, 2001:61)

Oleh karena itu pola komunikasi dan pola asuh orangtua sangat penting

dalam menghadapi perkembangan remaja seiring jaman globalisasi sekarang.

Peran orang tua membentuk kepriadian anak dengan cara mengembangkan pola

komunikasi dan interaksi dengan sesamanya agar menjadi pribadi yang mantap

dan utuh serta mempunyai kemadirian. Kemandirian merupakan salah satu sifat

yang tidak bergantung pada diri ornag lain. Ia akan berusaha menyelesaikan

masalah dalam hidupnya sendiri. Ia akan berusaha menggunakan segenap

kemampuan, inisiatif, daya kreasi, kecerdasannya dengan sebaik-baiknya. Dengan

kemampuan inilah justru merupakan tantangan dalam membuktikan

kreatifitasnya. Dengan demikian akan mendorong diri dalam mengaktualisasikan

dirinya dengan sebaik-sebaiknya (Dariyo, 2002:82).

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang

atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat,

sehingga pesan yang dimaksud dapta dipahami (Djamarah, 2004:1), sedangkan

pola asuh menurut para ahli selama ini )Gunarsa dan Gunarsa, 1995: Helm dan

Tuner, 1995 : Papilia, Olds dan Feldman, 1998) mengemukakan bahwa pola asuh

dari orang tua amat sanagt mempengaruhi kepribadian dan perilaku anak. (Dariyo,

2002:97). Pola asuh yang diberikan orang tua kepada anak adalah mengasuh dan

(20)

syariat agama, norma kesusilaan dan kesopanan agar mereka memiliki

kepribadian dan perilaku yang mantap sehingga siap menerima dan menghadapi

berbagai macam bentuk pergaulan terutama dilingkungan luar rumah.

Pada fase pertumbuhan remaja sering mengalami frustasi dan penderitaan,

konflik dan perasaan teralineallisasi (yang sangat mendalam) dalam kehidupan

sosial budaya orang dewasa (Yusuf, 2001:184), sehingga mengakibatkan keadaan

yang ekstrem dalam pola hubungannya dengan orang tua dan pada akhirnya

timbul konlfik pada keluarga. Salah satunya adalah bahwa remaja memiliki sifat

ideal dan orang tua bersifat pragmatis (Yusuf, 2001:187). Kondisi ini cenderung

remaja mengutarakan masalahnya secara terbuka kepada teman sebayanya

(Gunarsa, 200:7)

Faktor ekonomi keluarga menyebabkan orang tua sibuk mencari nafkah

demi memenuhi tuntutan kebutuhan dalam rumah tangga, sehingga perhatian

orang tua terhadap anak berkurang (Yusuf,2001:45). Sikap orang tua yang

cenderung dominan dan hak orang tua atas diri anak adalah mutlak. Hal ini

dibenarkan oleh masyarakat, sehingga jika ada orang tua yang bertindak melebihi

batas atas diri anaknya, orang lain tidak dapat berbuat apa-apa. Dominasi orang

tua tersebut antara lain terungkap nyata dalam penelitian oleh Kagitcibasi (1984)

yang mengemukakan bahwa di beberapa masyarakat orang tua cenderung

mendidik anaknya agar patuh kepada orang tua, maka orang tua di Indonesia lebih

mudah melakukan penelantaran dan penyalahgunaan anak daripada orang tua

(21)

anak-anak sering menerima standar teman sebaya dan menolak standar keluarga

(Hurlock, 1996:123)

Tidak semua orang tua dapat memahami keinginan pilihan anak

remajanya. Bagi orang tua yang dapat memahami kemauan anaknya yang telah

menginjak remaja, maka biasanya orang tua sejak awal telah membekali

pendidikan, bimbingan dan arah yang baik agar anaknya berhati-hati dalam

pergaulan dengan kelompok teman sebayanya. Apalagi bila anaknya telah

mempunyai seorang pacar, maka: (a) bila remaja wanita, anaknya diharapkan

dapat menjaga diri agar jangan sampai terlibat dalam pergaulan bebas (free sex,

terlibat penggunaan narkoba), (b) bila remaja pria, anaknya diharapkan selalu

waspada dan dapat menjaga pacarnya jangan sampai dinodai dan sebagainya.

Akan tetapi banyak orang tua tidak memahami anak remajanya. Ketidakpahaman

ini akan menyebabkan kesalahan perlakuan orang tua terhadap anaknya,

misalnyab terlalu protektif (melindungi) dengan cara melarang bergaul dengan

lawan jenisnya. Hal ini berdampak buruk bagi remaja, misalnya remaja mencari

kesempatan untuk bergaul atau berpacaran sembunyi-sembunyi tanpa diketahui

oleh orang tuanya (Dariyo, 2002:96)

Sungguh dahsyat kekuatan sebatang rokok dapat mempengaruhi seseorang

untuk mencoba merokok. Ditengah gembar-gembor isu akan diharamkannya

rokok oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) karena mengandung unsur babi pada

filternya, namun rokok adalah sumber devisa terbesar bagi negara. Dengan

banyaknya pabrik rokok dan produksi rokok yang amat besar, negara kita akan

(22)

tersebut sangat berjasa bagi anggaran serta kekayaan negara, padahal selain biaya

untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibatnya jauh lebih besar, negara

juga kehilangan sesuatu yang lebih penting yaitu generasi muda yang sehat dan

cerdas. Tingginya tingkat perokok dalam masyarakat hampir-hampir mencekik

segala bidang, mulai dari pendidikan, tingkat perekonomian dan terutama

kesehatan.

Namun bagi negara berkembang seperti di Indonesia sekarang ini merokok

sudah bukan lagi menjadi hal yang tabu dikalangan masyarakat luas khususnya

mahasiswi yang menjadikan rokok sebagai gaya hidup mereka terutama di kota

Surabaya ini tidak sedikit tmahasiswi yang sudah mulai mengenal rokok, bahkan

sudah ada yang menjadi perokok aktif. Sekarang kita tidak sulit menemukan

mahasiswi yang sedang mengisap rokok, mereka sangat mudah di temui di

beberapa tempat umum seperti : kendaraan umum, terminal, jalanan, atau bahkan

ditempat mereka menuntut ilmu tidak susah menemukan mahasiswi yang merokok.

Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan masa-masa sebelumnya, dahulu

mahasiswi mematuhi norma-norma dan nilai-nilai yang tedapat pada daerah

masing-masing. Namun apa yang terjadi justru sebaliknya, norma dan nilai sosial

yang ada mudah dilupakan, bahkan dilanggar. Kenakalan remaja yang kian

merebak diberbagai daerah yang kian merebak sungguh telah menghancurkan

harapan bangsa untuk maju. Yang memprihatinkan, budaya remaja yang

merajalela sekarang ini bisa diibaratkan sedang berganti kulit dengan mengimpor

(23)

Dari munculnya rokok sebagai gaya hidup dikalangan mahasiswi, peran

orang tua sering dianggap sebagai pemicu terjadinya masalah-masalah sosial

seperti ini. Dalam lingkungan keluarga komunikasi merupakan hal yang pertama

dan paling utama, karena dalam keluarga anak-anak mulai menerima pendidikan

yang pertama. Mulai dari pendidikan agama, cara bergaul dan hubungan interaksi

dengan keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak. Interaksi dan

komunikasi dalam keluarga (orang tua-anak) intensitasnya harus lebih bisa

ditingkatkan, dalam artian dalam keluarga perlu adanya komunikasi yang baik dan

sesering mungkin antara orang tua dengan anak. Cukup banyak persoalan yang

timbul di masyarakat karena atau tidak adanya komunikasi yang baik dalam

keluarga, sehingga orang tua dinilai kurang mampu dalam memberi perhatian

khusus kepada anak sehingga mengakibatkan anak mencari kepuasan diluar

rumah dengan cara anak tersebut melibatkan diri dengan teman sebayanya yang

lebih bisa memahami anak tersebut.

Maka disinilah letak pengaruh negatif teman sebaya terhadap remaja,

terutama bagi mahasiswi yang berperilaku menyimpang dengan mengkonsumsi

rokok. Semua berawal dari kurangnya perhatian atau pengawasan dari orang tua,

lalu remaja tersebut mencari kepuasan diri yang dianggap bisa lebih memahami

remaja tersebut salah satunya dengan melibatkan diri dengan teman sebayanya

atau komunitasnya. Jalaludin Rakhmat mengemukakan dalam buku Psikologi

komunikasinya bahwa pembentukan konsep diri sesorang juga bergantung pada

affective others (orang lain yang dengan mereka memiliki keterikatan secara

(24)

others mereka adalah teman-teman dari komunitasnya dan orang lain yang

dianggap sebagai orang tua (orangtua angkat) bagi mereka.

Menurut Effendy (2008:8) komunikasi yang efektif dapat menimbulkan

pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan

tindakan, sehingga setiap nasehat yang dilontarkan orang tua kepada anak tersebut

dianggap angin lalu. Dalam hal ini peneliti mencoba ingin tahu pola komunikasi

apakah yang digunakan orang tua terhadap mahasiswi yang kecanduan merokok.

Seolah bukan hal yang tabu lagi membicarakan rokok di kalangan mahasiswi,

sudah menjadi gaya hidup bagi para mahasiswi yang berdomisili di kota besar

seperti kota Surabaya yang menjadi kota metropolitan ke dua di negara Indonesia.

Dalam negara berkembang seperti Indonesia mudah dipengaruhi budaya

barat seperti banyak kita jumpai mahasiswi yang sedang menikmati rokok

ditempat umum maupun dimana mahasiswi tersebut menuntut ilmu. Terlalu

keasyikan menikmati rokok, sehingga lupa akan dampak negatif yang dihasilkan

oleh rokok. Bahkan bagi wanita dampak negatif dari merokok lebih bahaya

daripada pria, selain itu tidak sedikit pula tertera larangan merokok pada

kemasan-kemasan rokok, di iklan atau di tempat-tempat umum namun tak menghalangi

bagi para mahasiswi sebagai pecandu rokok. Dengan munculnya fenomena seperti

ini, dampak ketidakharmonisan dalam orang tua berkomunikasi dengan anak

yang menjadi awal fenomena seperti ini. Peran orang tua disini sangat berperan

dalam memberikan pendidikan kepada anak, yaitu mengajarkan pedoman hidup

(25)

Sedangkan pemilihan kota Surabaya sebagai lokasi penelitian dikarenakan

Surabaya merupakan ibu kota Jawa Timur dimana banyak terjadi urbanisasi atau

perpindahan pelajar yang ingin menuntut ilmu dari desa ke Surabaya. Sehingga

banyak mahasiswi tadi berpotensi untuk terpengaruh lingkungan kehidupan di

kota besar seperti Surabaya, salah satunya tidak sedikitnya ditemukan mahasiswi

yang kecanduan rokok.

1.2 Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang permasalahan diatas maka dapat dirumuskan

sebagai berikut. Bagaimanakah pola komunikasi antara orang tua dengan

mahasiswi yang kecanduan rokok di Surabaya.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi orang

tua terhadap mahasiswi yang kecanduan merokok.

1.4 Kegunaan Penelitian

1.4.1 Teor itis

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan

(26)

1.4.2 Pr aktis

a. Hasil dari penelitian ini dapat memberikan masukan kepada orang tua tentang

cara berkomunikasi terhadap anak, sehingga komunikasi antara anak dengan

orang tua berjalan dengan efektif.

b. Masyarakat dapat memperoleh masukan berupa pengetahuan mengenai pola

komunikasi dan pola asuh orang tua dengan remaja agar tidak salah dalam

pergaulan akibat pengaruh dari lingkungan.

c. Bagi institusi swasta atau pemerintah yang ingin mengembangkan dan

mempertahankan kebudayaan yang dimulai dari generasi muda, diharapkan

dapat memperoleh pola treatment (perlakuan) yang tepat mengenai

(27)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i

2.1.1 Penger tian Komunikasi Inter per sonal

Menurut Muhamad (1995:158), komunikasi interpersonal merupakan

komunikasi didalam diri. Di dalam diri manusia terdapat komponen-komponen

komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Dalam

komunikasi interpersonal hanya seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir

dalam diri individu masing-masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi

komunikasi hubungan orang lain. Suatu pesan yang dikomunikasikan, bermula

dari diri orang.

Setelah melalui proses interpersonal tersebut, maka pesan-pesan

disampaikan kepada orang lain. Menurut Muhamad (1995:159), Komunikasi

interpersonal merupakan proses pertukaran informasi antara individu dengan

individu lainnya, atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui

balikannya. Dengan bertambahnya orang-orang yang terlibat dlam berkomunikasi,

menjadi bertambah komplekslah komunikasi tersebut.

Komunkasi Antarpribadi didefinisikan oleh Joshep A. DeVito dalam

bukunya”The Inter-personal Communication Book” (DeVito 1989:4) sebagai

‘proses pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau diantara

(28)

Berdasarkan definisi DeVito itu, komunikasi interpersonal dapat

berlangsung antara dua orang yang sedang berdua-dua seperti suami istri yang

sedang bercakap-cakap, atau antara dua orang dalam satu pertemuan, misalnya

anatara penyaji makalah dengan peserta seminar dan ketika seorang memberikan

nasehat kepada anaknya yang nakal, seseorang instruktur yang memberikan

petunjuk tentang cara mengoprasikan sebuah mesin, dan sebagainya. Pentingnya

situasi komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya memungkinkan

berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang

menunjukan adanya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi dalam

bentuk ini berfungsi ganda, masing-masing menjadi pembicara dan pendengar

secara bergantian. Dalam proses dialogis nampak adanya upaya dari para pelaku

komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan

empati. Disitu terjadi rasa saling menghormati bukan disebabkan status sosial,

melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang

wajib, berhak, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Dibanding dengan bentuk-bentuk komunikasi lainnya komunikasi

antarpribadi dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan,

opini dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung

tatap muka, oleh karena itu terjadi kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi

komunikator menyetir pribadi komunikan. Ketika menyampaikan pesan, umpan

balik berlangsung seketika (immediat feedback) mengetahui pada saat itu

tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan, pada ekspresi wajah, dan

(29)

kita akan terus mepertahankan gaya komunikasi, sebaliknya jika tanggapan

komunikasi negatif, maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi

berhasil.

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan

perilaku komunikan itulah, maka bentuk komunikasi antarpribadi acapkali

dipergunakan untuk melontarkan komunikasi persuasif (persuasive

communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang

sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan dan rayuan. Dengan demikian maka

setiap pelaku komunikasi akan melakukan empat tindakan, yaitu membentuk,

menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan dan mengolah pesan dan keempat

tindakan tersebut lazimnya berlangsung secara berurutan, oleh karena itu

membentuk pesan diartikan sebagai menciptakan ide atau gagasan dengan tujuan

tertentu.

2.1.2 Efek tivitas Komunikasi Inter per sonal

Menurut Joseph A. DeVito dalam bukunya The Interpersonal

Comunication Book yang dikutip oleh Soemiati ada beberapa hal yang

mendukung terciptanya efektivitas dalam komunikasi interpersonal yaitu :

1. Keterbukaan

Yakni adanya kemauan untuk membuka diri dalam menyatakan tentang

keadaan dirinya sendiri yang tadinya tepat disembunyikan yang berhubungan

(30)

secara spontan dan tanpa dalih terhadap komunikasi dan umpan balik orang

lain.

2. Empati

Sebagai suatu perasaan individu yang merasa sama seperti yang dirasakan

orang lain (menempatkan diri pada posisi orang lain).

3. Dukungan

Yakni suatu dukungan situasi terhadap kritik maupun caci maki.

4. Rasa positif

Dimana komunikasi akan positif bila dirasakan situasi yang positif sehingga

mau aktif dan membuka diri.

5. Kesamaan

Kesamaan baik dalam bidang pengalaman seperti sikap, perilaku, nilai, dan

sebagainya.

2.2 Penger tian Pola Komunikasi

Pola Komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi

yang memperlihatkan kaitan antara satu komponen komunikasi dengan komponen

lainnya (Tarmudji, 1998:27). Sedang komunikasi adalah peristiwa sosial yaitu

peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Ilmu

komunikasi apabila dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dan

menghilangkan konflik antar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa

dan ras, membina persatuan dan kesatuan umat manusia penghuni bumi. (Effendy

(31)

Dari pengertian-pengertian di atas maka suatu pola komunikasi

mengaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi

langkah-langkah pada suatu aktifitas, dengan komponen-komponen yang merupakan

bagian penting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

Menurut Yusuf (2001:51-52) terdapat tiga pola komunikasi hubungan

orang tua dengan anak, yaitu :

a. Authoritarium (cenderung bersikap musuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun

kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando

(mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan dan bersikap menolak.

b. Permissive (cenderung berperilaku bebas)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah,

memberi kebebasan pada anak untuk menyatakan dorongan atau

keinginannya. Sedang anak bersikap implusif serta agresif, kurang memiliki

rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya

rendah.

c. Authoritatif (cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua dan anaknya kontrol tinggi, bersikap

responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan

pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan

yang baik dan yang buruk.

Sedangkan anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu

(32)

rasa ingin tahu yang tinggi, mempunyai tujuan/arah hidup yang jelas, dan

berorientasi terhadap prestasi.

Menurut Hardy (1998:132) terdapat empat pola komunikasi, yaitu pola

komunikasi otoriter, demokratis, permisif, laissez faire. Bila pembinaan anak

dilakukan dengan menggunakan komunikasi otoriter, maka anak akan berubah

menjadi agresif terhadap sesamanya, atau bahkan bersiap tak acuh kepada yang

dihadapinya. Dalam hal ini terdapat kepura-puraan, anak merasa jengkel terhadap

suatu masalah, saling menyalahkan dan bukan bekerja sama memecahkan

masalah. Sedangkan pola komunikasi demokratis menciptakan hubungan antar

anak lebih baik daripada otoriter. Dalam hal ini sifat agresif anak jauh lebih

sedikit dan anak tersebut saling menyayangi teman, dimana anak tersebut saling

melakukan kerja sama untuk memecahkan permasalahan.

Pada pola komunikaso permisif orangtua memberikan kebebasan penuh

kepada anak untuk berbuat dan keleluasaan mengambil keputusan. Pola

komunikasi laissez faire bersifat tidak teratur karena hubungan antar anak bersifat

agresif sehingga sangat sedikit pekerjaan yang dapat dilaksanakan. Dalam pola

komunikasi jenis ini hampir tidak terdapatb pekerjaan yang dapat dikerjakan.

Effendy (1993:27) menyatakan bahwa komunikasi adalah pernyataan manusia.

Yang dinyatakan itu adalah pikiran dan perasaan seseorang kepada orang lain

dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyatunya.

Komunikasi pada dasarnya dapat terjadi pada berbagai konteks kehidupan.

Kejadian-kejadian komunikasi yang diamati dalam ilmu komunikasi sangat luas

(33)

politik dari kehidupan manusia. Menurut Bandura (Rakhmat, 1998:25) dalam

Teori Belajar secara Sosial (social learning) yang mempersalahkan peranan

ganjaran dan hukum dalam proses belajar. Bila anak selalu diganjar (dihargai)

karena mengungkapkan perasaannya, ia akan menahan diri untuk berbicara

walaupun ia memiliki kemampuan untuk melakukannya. Melakukan satu perilaku

ditentukan oleh peneguhan, sedangkan kemampuan potensial untuk melakukan

oleh peniruan (imitation).

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi

terjadi antara satu orang dengan lainnya, mempunyai tujuan untuk mengubah atau

membentuk perilaku orang yang menjadi sasaran komunikasi. Disamping itu

komunikasi merupakan proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlihan,

sedang cara penyampaiannya mengguanakan simbol-simbol dan kata-kata,

gambar-gambar, dan angka-angka. Pengertian komunikasi secara etimologis

bersala dari perkataan latin “communication” yang bersumber dari perkataan

“communis” yang berarti sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi

apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh

komunikator kepada komunikan.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa komunikasi memiliki pengertian

yang luas dan beragam walaupun secara singkat komunikasi merupakan suati

proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang

terjadi dalam diri seseorang dan atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan

tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa komunikasilah yang

(34)

berkomunikasi. Semakin manusia berada di suatu tempat, maka semakin banyak

jaringan dan jalur komunikasi di tempat itu.

2.3 Keluar ga

2.3.1 Penger tian Keluar ga

Menurut Sigelman dan Shaffer (dalam Yusuf, 2001:36), bahwa keluarga

merupakan unti terkecil yang bersifat universal atau sistem sosial yang terbentuk

dalam sistem sosial yang lebih besar. Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti

(nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga ini adalah

keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak yang belum dewasa atau belum

kawin. Sedangkan keluarga luas adalah satuan keluarga yang meliputi lebih dari

satu generasi dan satu lingkungan keluarga yang lebih luas dari pada ayah, ibu dan

anak-anak.

2.3.2 Fungsi Keluarga

Yusuf (2001:39) menyebutkan fungsi keluarga dari sudut pandang

sosiologis, fungsi keluarga di klasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi sebagai

berikut :

1. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai pranata sosial yang memberikan legalitas,

kesempatan dan kemudahan bagi para anggotanya untuk memenuhi kebutuhan

(35)

(b) hubungan seksual suami istri dan (c) reproduksi atau pengembangan

keturunan.

2. Fungsi Ekonomis

Keluarga merupakan unit ekonomi dasar dalam sebagian besar masyarakat

primitif. Para anggota keluarga bekerja sama sebagai tim untuk menghasilkan

sesuatu.

3. Fungsi Pendidikan (edukatif)

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan dan utama bagi anak. Keluarga

berfungsi sebagai “transmitter budaya atau mediator” sosial budaya bagi anak.

Fungsi keluarga dalam pendidikan adalah menyangkut penanaman,

pembibingan atau pembahasan nila-nilai agama, budaya, dan ketrampilan

tertentu yang bermanfaat bagi anak.

4. Fungsi Sosialisasi

Lingkungan keluarga berfungsi merupakan faktor penentu (determinant

factor) yang mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang . Keluarga

berfungsi sebagai miniatur masyarakat yang mensosialisasikan nilai-nilai atau

peran hidup dalam masyarakat yang harus dilaksanakan oleh anggotanya.

Keluarga merupakan lembaga yang mempengaruhi perkembangan

kemampuan anak untuk menaati peraturan (disiplin, mau bekerja sama dengan

orang lain, bersikap toleransi, menghargai pendapat orang lain, mau

bertanggung jawab dan bersikap matang dalam kehidupan yang heterogen

(36)

5. Fungsi Perlindungan

Keluarga berfungsi sebagai pelindung bagi para anggota keluarganya dari

gangguan ancaman atau kondisi yang menimbulkan ketidaknyamanan (fisik

psikologis) bagi para anggotanya.

6. Fungsi Rekreatif

Keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan,

keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi para anggotanya. Maka dari

itu , keluarga harus ditata sedemikian rupa seperti menyangkut aspek dekorasi

interior rumah, komunikasi yang tidak kaku, makan bersama, bercengkrama

dengan penuh suasana humor dan sebagainya.

7. Fungsi Agama (religius)

Keluarga berfungsi sebagai penanaman nilai-nilai agama kepada anak agar

mereka memiliki pedoman hidup yang benar. Keluarga berkewajiban

mengajar, membimbing atau membiasakan anggotanya untuk mempelajari dan

mengamalkan ajaran agama yang dianutnya.

2.3.3 Kualitas Komunikasi Inter per sonal dalam Keluar ga

Dalam komunikasi dikenal mdengan istilah Interpersonal Communication

atau komunikasi interpersonal adalah suatu proses pengiriman dan penerimaan

pesan anatara dua orang atau kelompok kecil dengan beberapa efek dan umpan

balik seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam hal mengubah sikap,

pendapat atau perilaku seorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap

(37)

pribadi atau personal contact (Effendy, 2002:8). Dengan demikian mereka yang

terlibat dalam komunikasi ini masing-masing menjadi pembicara dan pendengar.

Namapaknya adanya upaya untuk terjadinya pengertian bersama dan empati.

Terjadi rasa saling menghormati berdasarkan anggapan bahwa masing-masing

adalah manusia utuh yang wajib, berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati

sebagai manusia.

Dalam komunikasi interpersonal , ketika pesan disampaikan, umpan balik

pun disampaikan saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu

bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan (Effendy,

2003:15). Umpan balik itu sendiri memainkan peran dalam proses komunikasi,

sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang

dilancarkan komunikator. Selain itu umpan balik dapat memberikan komunikasi

bahan informasi bahwa sumbangan-sumbangan pesan mereka yang disampaikan

menarik atau tidak bagi komunikan (Effendy, 2003:14). Umpan balik dapat

bersifat positif dan dapat pula bersifa negatif. Umpan balik dikatakan bersifat

positif ketika respon dari komunikan menyenangkan komunikator sehingga

komunikasi berjalan dengan lancar. Sebaliknya umpan balik dikatakan negatif

ketika respon komunikan tidak menyenangkan komunikan enggan melanjutkan

komunikasi tersebut.

Selain pengelompokan diatas, umpan balik dapat pula dinyatakan secara

verbal maupun non verbal seperti halnya penyampaian pesan umpan balik. Bentuk

khusus dari komunikasi interpersonal adalah komunikasi diadik (dyadic

(38)

berhubungan dan komunikasi ini bertujuan untuk belajar, mengadakan relasi,

mempengaruhi dan mebantu antar individu (DeVito,1989). Oleh karena itu

komunikasi merupakan hal yang sangat paling penting dalam kehidupan manusia.

Demikian dalam keluarga, perlu dibina dan dikembangkan perkembangan dan

remaja (Furhan, 1990:23).

Menurut Irwanto (dalam Yatim dan Irwanto, 1991:79) keluarga

memberikan dan menggeneralisasika nilai, norma, pengetahuan, sikap, dan

harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif , maka beberapa hal

tersebut dapat diterima dan dipahami dengan baik oleh remaja. Hal tersebut

senada dengan peryataan Tubbs dan Moss (dalam Rahmat, 2002:12) yaitu bahwa

komunikasi yang efektif akan menimbulkan pengertian dan hubungan yang makin

baik diantara kedua belah pihak.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dapat dibahas komunikasi paling

tidak bersifat dialog bukan monolog. Menurut Kudera (dalam Kartono,1994:53)

komunikasi yang monolog tidak memunculkan tantangan dalam diri anak untuk

mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak disertai

pendapat bila ada masalah keluarga.

2.3.4 Aspek - Aspek Kualitas Komunikasi Inter per sonal dalam Keluar ga

Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam

keluarga. Beberapa faktor prnting untuk menentukan jelas atau tidaknya informasi

yang dikomunikasikan didalam keluarga sehingga dapat mengarahkan komunikasi

(39)

1. Konsistensi

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relatif

lebih jelas dibanding dengan informasi yang selalu berubah. Ketidak

konsistenan yang membuat remaja bingung dalam menafsirkan informasi

tersebut (Irwanto Yatim dan Irwanto, 1991:85)

2. Ketegasan (Assertivennes)

Ketegasan tidak berarti otoriter. Ketegasan membantu meyakinkan remaja

atau anggota keluarga lain bahwa otoriter benar-benar meyakini nilai atau

sikapnya. Bila perilaku ingin ditiru oleh anak, maka ketegasan akan

memberikan jaminan bahwa mengharapkan anak-anak berperilaku seperti

yang diharapkan (Irwanto Yatim dan Irwanto, 1991:85-86).

3. Percaya (Trust)

Faktor percaya adalah yang paling penting karena percaya menentukan

efektifitas komunikasi, meningkatkan komunikasi interpersonal karena

membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan

informasi, serta memperluas peluang komunikasi untuk mencapai maksudnya,

hilangnya keyakinan pada orang lain akan menghambat perkembangan

hubungan interpersonal yang akrab (Rahmat,2002:130).

Ada tiga faktor yang berhubunngan dengan sikap percaya (Rahmat,2002

:131-133). Yaitu:

a. Menerima

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa

(40)

sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai, tetapi tidak berarti

menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat

perilakunya.

b. Empati

Empati dianggap sebagi memahami orang lain dan membayangkan diri

pada kejadian, yang menimpa orang lain, melihat seperti orang lain lihat,

merasakan seperti orang lain rasakan.

c. Kejujuran

Manusia tidak menaruh kepercayaan orang yang tidak jujur atau sering

menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kejujuran dapat menyebabkan

perilaku seseorang dapat diduga. Ini mendorong untuk percaya antara satu

dengan yang lain.

4. Sikap Sportif

Sikap sportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi.

Sikap defensif akan menyebabkan komunikasi interpersonal akan gagal,

karena lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam

situasi komunikan dari pada pesan orang lain (Rahmat, 2002:133).

Perilaku yang menimbulkan iklim defensif dan sportif, antara lain:

a. Deskripsi

Deskripsi artinya penyampaian perasaan atau persepsi tanpa menilai.

(41)

b. Orientasi Masalah

Orientasi masalah artinya mengkomunikasikan untuk bekerja sama

mencari pemecahan masalah dengan tidak mendikte pemecahan,

melainkan mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan

dan memuaskan cara mencapainya.

c. Spontanitas

Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak meliputi motif yang

terpendam.

d. Persamaan

Persamaan adalah sikap memperlakukan orang lain secara horisontal dan

demokratis. Artinya tidak mempertegas perbedaan, tidak menggurui tapi

berbincang pada tingkat yang sama dan mengkomunikasikan penghargaan

serta rasa hormat pada perbedaan dan keyakinan.

e. Provosionalisme

Provosionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat

seseorang (Rahmat,2002: 134-135)

5. Sikap Terbuka

Sikap terbuka mendorong terbukanya saling pengertian, saling menghargai,

saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal (Rahmat, 2002:136)

6. Bersikap Positif

Bersikap positif mencakup adanya perhatian atau pandangan positif terhadap

diri seseorang, perasaan positif untuk berkomunikasi dan “menyerang”

(42)

secara verbal seperti kata-kata “aku suka kamu” atau “kamu nakal”.

Sedangkan perilaku “menyerang” yang bersifat nonverbal berupa senyuman,

pelukan bahkan pukulan. Perilaku “menyerang” dapat bersifat positif yang

merupakan bentuk penghormatan atau pujian dan mengandung perilaku yang

diharapkan dan dihargai, ‘”Menyerang” negatif bersifat menentang atau

menghukum seperti mengeluarkan perbuatan kasar yang dapat menyakiti

seseorang baik fisik maupun psikologis (DeVito,1989). Pentingnya

“menyerang” dinyatakan oleh Kristina dalam (Kartono,1994:153) bahwa

“menyerang” positif perlu diberikan kepada anak jika memang pantas

menerimanya. “Menyerang” secara negatif juga diperlukan asal dalam batas

yang wajar seperti menegur atau memarahi anak bila memang perlu dan orang

tua tetap memberikan penjelasan alasan bersikap demikian.

Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara

komunikator dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk saling

menerima satu sama lain (Rahmat, 2002:129). Ada pun sikap yang dapat

mendukung kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah :

a. Mau mendengarkan anak-anak sehingga anak-anak lebih berani membagi

perasaan sesering mungkin sampai perasaan dan permasalahn yang mendalam

dan mendasar.

b. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan

menunjukan perhatian melaui isyarat-isyarat verbal dan nonverbal saat

(43)

c. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk

mengutarakan pikiran atau perasaanya dan kebebasan untuk menunjukan

reaksi atau tingkah laku tertentu sehingga anak dapat menanggapi positif tanpa

adanya unsur keterpaksaan.

Menurut Hustato (dalam 1994:154) akibat dari pola komunikasi adalah :

a. Pikiran anak berkembang karena anak dapat mengutarakan isi hatinya atau

pikirannya dan dapat memberikan usul-usul serta berpendapat berdasarkan

penalarannya.

b. Orang tua atau anggota keluarga lainnya akan mengetahui dan mengikuti

perkembangan jalan pikiran anak dan perasaan anak selanjutnya.

2.4 Rokok

2.4.1 Penger tian Rokok

Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus cerutu atau bentuk

lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nikotin Tabacum, Nicotiana Rustica dan

spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau

tanpa bahan tambahan. (http://id.wikipedia.org/wiki/Rokok)

Selanjutnya Irianto (1996:25) menyebutkan bahwa rokok mengandung ±

400 senyawa kimia, diantaranya terdapat tiga racun yang paling berbahaya yaitu:

Nikotin, Tar dan Karbon Monoksida.

1. Nikotin

Nikotin merupaqkan racun yang mempunyai sionida dalam kecepatan kerja,

dan dapat diserap pada semua organ tubuh termasuk kulit. Nikotin ini juga

(44)

mengurangi nafsu makan dan meningkatkan tekanan darah serta kenaikan

denyut jantung.

2. Tar

Merupakan bentuk dari berbagai campuran bahan kimia dan gas yang

membentuk cairan dan berubah menjadi massa lengket berwarna kecoklatan.

(Soedoko, 1993:19) Bahan tersebut tergolong korsinogen dan dapat

menyebabkan perokok sukar bernafas.

3. Karbon Monoksida (CO)

Karbon Monoksida adalah gas beracun yang tidak berwarna dan tidak berasa

dan gejala racunnya yaitu: sakit kepala, koma, depresi dan shock.

Pada saat asap tembakau dihisap karbon monoksida dan nikotin mengalir

ke dalam aliran darah dengan cara yang sama seperti oksigen dan segera dialirkan

keseluruh tubuh. Unsur-unsur asap tembakau yang tidak dihisap membentuk tar,

yang akan berkumpul didalam alur udara, paru-paru dan gigi.

2.4.2 Per ilaku Merokok

Notoatmojo (1993) menjelaskan perilaku manusia merupakan hasil dari

berbagai pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya yang berwujud

dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan kongkrit. Perilaku biasa terjadi

apabila ada rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu

pula. Oleh karena itu, dapat dijelaskan perilaku adalah merupakan respon individu

(45)

Lawrence green dalam Notoatmojo (1993) menyebutkan bahwa perilaku

merokok terbentuk dari tiga faktor:

a) Faktor Predisposisi

Faktor Predisposisi antara lain: pengetahuan (pengetahuan rokok dan

bahayanya, penyakit akibat-akibat rokok, jenis-jenis rokok, dan batasan

perokok pasif), sikap terhadap orang yang merokok, kepercayaan

(berhubungan dengan agama dan pandangan tentang rokok). Dan keyakinan

akan informasi yang ada.

b) Faktor Pemungkin

Adanya peluang merokok lebih besar karena mudahnya orang untuk

mendapatkan rokok.

c) Faktor Pendorong

Sikap dan perilaku guru, orang tua, teman dan model yang ada di televisi

terhadap rokok dapat menjadi faktor pendorong orang untuk merokok.

(Notoatmojo, 1993:16).

Perilaku merokok adalah sesuatu yang fenomenal, meskipun sudah

diketahui dampak negatif yang disebabkan oleh rokok, tapi jumlah perokok

bukannya menurun malah semakin bertambah. Hasil riset Menanggulangi

Masalah Merokok melaporkan bahwa anak-anak di Indonesia sudah ada yang

merokok pada usia 9 tahun. Selain itu data dipertegas oleh data WHO yang

menyatakan 30% perokok didunia adalah para remaja.

Menurut Erickson (dalam Gatchel) bahwa remaja mulai merokok krena

(46)

perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya.

Bringham (1991) mengemukakan bahwa perilaku merokok yang dilakukan para

remaja merupakan simbol dari kematangan, kekuatan, kepemimpinan, dan daya

tarik terhadap lawan jenis. Pada awalnya saat pertama kali merokok , gejala-gejala

yang mungkin terjadi adalah batuk-batuk, lidah terasa getir, perut terasa mual, dan

kepala pusing. Namun para mahsiswi mengabaikannya, sehingga berlanjut

menjadi kebbiasaan, dan akhirnya ketergantungan. Setelah fase ketergantungan,

mahasiswi tidak lagi merasa batuk, lidah terasa getir, perut mual, dan pusing, akan

tetapi yang mereka rasakan adalah sebuah kenikmatan yang memberikan

kepuasan pada psikologis. Hal ini disebabkan adanya nikotin yang bersifat adiktif,

sehingga jika diberhentikan secara tiba-tiba akan menimbulkan stress.

2.4.3 J enis-jenis Per okok :

1. Pemula / Iseng

Adalah mereka yang masih sekedar mencoba-coba atau karena merasa tidak

enak melihat teman-temannya merokok sehingga ikut-ikutan. Biasanya

kelompok ini adalah ABG. Perilaku merokok hanya untuk meningkatkan

kenikmatan yang sudah didapat.

2. Nyambi / Musiman

adalah kelompok yang merokok pada waktu-waktu tertentu saja. Hal ini

disebabkan karena faktor pribadi yang sulit mendapat jalan keluar. Perilaku

(47)

3. Menengah

adalah kelanjutan dari pemula, ingin berhenti nanggung karena belajarnya

susah. Biasanya mereka merokok kalau sedang bersama teman-temannya.

Banyak orang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif,

misalnya bila marah, cemas, ataupun gelisah, rokok dianggap sebagai

penyelamat.

4. Berat

Mempunyai anggapan tiada hari tanpa merokok. Perilaku merokok ini sudah

menjadi kebiasaan karena mereka menggunakan merokok sama sekali bukan

karena mengendalikan perasaan mereka, tapi benar-benar sudah kebiasaan

rutin. Pada tipe orang ini merokok merpuakan suatu perilaku yang bersifat

otomatis.

Dalam sepuluh tahun terakhir, konsumsi merokok di Indonesia mengalami

peningkatan sebesar 44,4% dan jumlah perokok mencapai 70% penduduk

Indonesia(Fatmawati, 2006). Kebiasaan merokok dan generasi muda telah banyak

dibicarakan oleh ahli dari berbagai dunia. Harapan para mahasiswi agar dapat

dianggap dewasa oleh lingkungan sekitarnya melalui merokok perlu mendapat

perhatian yang khusus. Terutama dampak negatif merokok bagi perempuan lebih

bahaya dan keasyikan menikmati rokok tidak diimbangi dengan pengetahuan

(48)

2.4.4 Penyebab Remaja Merokok

Terdapat banyak faktor yang mempengaruhi seseorang untuk

mengkonsumsi rokok. Hansen dalam Kemala (2008) berpendapat bahwa

beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok yaitu: Faktor biologis,

faktor psiklogis, faktor lingkungan sosial, faktor demografis, faktor

sosial-kultural,faktor sosial politik. Namun pada remaja yang paling mempengaruhi

perilaku merokok adalah:

1. Pengaruh Orang Tua

Salah satu temuan remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang

berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu

memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras

lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal

dari lingkungan rumah tangga yang bahagia (Baer & Corado dalam Atkinson,

Pengantar Psikologi, 1999 : 292)Ditemukan juga oleh Helmi dan Komalasari

(online) bahwa sikap permisif orang tua memiliki korelasi yang signifikan

dengan perilaku merokok pada remaja.

2. Pengaruh Teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka

semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan

demikian sebaliknya. Dari fakta tersebut ada dia kemungkinan yang

terjadi, Pertama, remaja terpengaruh oleh temannya atau bahkan

teman-teman remaja tersebut dipengaruhi oleh diri remaja tersebut yang akhirnya

(49)

mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok begitu

pula dengan remaja non perokok, (Al. Bachri, 1991).

3. Kepribadian

Remajamerokok karena alasan ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa

sakit fisik atau jiwa membebaskan diri dari kebosanan.Menurut Teddy

Hidayat,(Pikiran Rakyat: 2007) remaja yang berisiko tinggi adalah

remaja-remaja yang memiliki sifat pemuasaan segera, kurang mampu menunda

keinginan, merasa kosong dan mudah bosan, mudah cemas, gelisah, dan

depresif.Hal ini diperkuat dengan hasilpenelitian dari CASA (Columbian

University`s National Center On Addiction and Substance Abuse), remaja

perokok memiliki risiko dua kali lipat mengalami gejala-gejala depresi

dibandingkan remaja yang tidak merokok. Para perokok aktif pun tampaknya

lebih sering mengalami serangan panik dari pada mereka yang tidak merokok

Banyak penelitian yang membuktikan bahwa merokok dan depresi merupakan

suatu hubungan yang saling berkaitan. Depresi menyebabkan seseorang

merokok dan para perokok biasanya memiliki gejala-gejala depresi dan

kecemasan (ansietas).

4. Rasa Keingintahuan

Pada remaja perkembangan kognisi menuntut rasa keingintahuan yang sangat

besar. Seiring pula dengan hal itu kognisi sosial pada remaja berkembang

pula, sehingga remaja sering melakukan kegiatan coba-coba yang didukung

(50)

5. Kompensasi Rasa Kurang Percaya Diri

Rasa kurang percaya diri pada remaja dimanifestasikan dengan berbagai cara

baik dengan cara positif maupun negatif. Cara yang positif untuk membangun

rasa percaya diri yaitu dengan menciptakan definisi diri positif,

memperjuangkan keinginan yang positif, mengatasi masalah secara positif,

memiliki dasar keputusan yang positif. Sedangkan cara yang negatif untuk

membangun rasa percaya diri yaitu sulit menerima realita diri (terlebih

menerima kekurangan diri) dan memandang rendah kemampuan diri sendiri

namun di lain pihak memasang harapan yang tidak realistik terhadap diri

sendiri. Cenderung melakukan tindakan negatif yaitu dengan merokok,

sehingga dengan menggunakan zat tersebut remaja cenderung lebih merasa

percaya diri (Jacinta, 2002).Hal ini dibuktikan dengan hasil

penelitian Haryono (2007) bahwasanya Terdapat korelasi antara

Ketergantungan Merokok dengan Percaya Diri, artinya semakin tinggi tingkat

ketergantungan merokok, maka semakin rendah tingkat percaya diri.

2.4.5 Rokok Dikalangan Mahasiswi

Di masa modern ini fenomena merokok merupakan suatu pemandangan

yang sangat tidak asing, kebiasaan merokok dianggap dapat memberikan

kenikmatan bagi si perokok namun dilain pihak dapat pula menimbulkan dampak

buruk bagi si perokok sendiri maupun orang-orang disekitarnya. Berbagai

kandungan zat yang terdapat didalam rokok memberikan dampak negatif bagi

(51)

tahun sedang asik menghisap rokok di kafe-kafe ataupun disebuah restoran, tanpa

peduli dengan cibiran ataupun pandangan negatif dari lingkungansekitarnya.

Fenomena ini cukup memprihatinkan sekali, namun itula

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Dengan menggunakan metode Servqual kita bisa mengetahui performansi atribut pelayanan yang dihasilkan dengan perhitungan gap score , dimana gap score yang

Artinya, guru ialah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain. Menurut Sadirman (1986) mengemukakan bahwa

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mendapatkan kesempatan untuk menyusun dan menyelesaikan skripsi

Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja, jadi torsi adalah suatu energi. Besaran torsi adalah besaran turunan yang biasa digunakan untuk menghitung

Kompensasi yang memadai yang diberikan oleh perusahaan diharapkan dapat meningkatkan etos kerja yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kinerja unggul yang dapat

Golongan parameter yang dapat digunakan sebagai parameter penelitian kualitas air, antara lain: (1) biological oxygent demand (BOD) yang merupakan kadar senyawa organik

Algoritme tersebut dinilai cukup baik jika diterapkan dalam query expansion , karena hasil pencarian dari query asli yang dikombinasikan dengan query tambahan akan