ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(Studi di Kelurahan Pulorejo Mojokerto)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
M. Haris Setyawan 0713010238/FE/EA
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”
JAWA TIMUR
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT
pengatur semesta alam, yang telah memberikan kesehatan, kesabaran, kekuatan
serta melimpahkan segala rahmat hidayah dan karuniaNya serta kesempatan pada
penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
Dalam penyusunan ini penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan
selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan rasa terima kasih yang mendalam kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak DR. Dhani Ichsanuddin Nur,MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Drs.Ec.RA Suwaidi,Ms selaku Wakil Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dr. Sri Trisnaningsih, Msi selaku Ketua Progdi Akuntansi Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
5. Ibu DRA. Ec. Endah Susilowati, Msi selaku Dosen Wali yang selalu
6. Bapak DRS. Ec. Tamadoy Thamrin, MM selaku Dosen Pembimbing yang dengan kerelaan dan kesabarannya telah membimbing dan memberi petunjuk-petunjuk yang sangat berguna, sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Seluruh Staf Kelurahan Pulorejo yang telah membantu memberikan data-data yang diperlukan dalam penyusunan sripsi ini.
8. Segenap Staf Dosen Pengajar Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Pembangunan Nasional “Vetean” Jawa Timur yang telah membekali dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan berharga.
9. Kepada ayahanda dan Ibunda, Kakak dan adiku serta someone-ku Tania R Ning yang tercinta, terima kasih telah memberikan doa dan semangat sehingga skripsi akhirnya dapat terselesaikan.
10.Tak lupa sahabat dan teman-teman kos seperujuanganku (Atta, Gendut, Re2, Anis, Cimey, Ainun, Jai, Dwi) (Senda, Kintul, Ruli, Ricky, Reza, Devis ,Pak Adi) yang selalu memberikan semangat serta dengan kompaknya mengerjakan skripsi bersama-sama dan saling berbagi.
11.Serta pihak-pihak lain yang ikut membantu dalam pengerjaan skripsi ini yang nama-namanya tidak saya sebutkan.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas keikhlasan dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak.
Surabaya, Mei 2011
DAFTAR ISI
Hal
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel... viii
Daftar Gambar ... ix
Daftar Lampiran ... x
Abstraksi ... xi
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
1.1.Latar Belakang Masalah... 1
1.2.Rumusan Masalah ... 5
1.3.Tujuan Penelitian ... 5
1.4.Manfaat Penelitian ... 5
BAB II : KAJIAN PUSTAKA... 7
2.1.Penelitian Terdahulu ... 7
2.2.Landasan Teori... 15
2.2.1. Keuangan Daerah ... 15
2.2.2. Pengertian Pajak ... 18
2.2.2.1. Fungsi Pajak ... 19
2.2.2.2. Pengelompokan Pajak ... 20
2.2.2.3. Tata Cara Pemungutan Pajak ... 21
2.2.2.4. Tarif Pajak ... 23
2.2.3. Pajak Bumi dan Bangunan ... 24
2.2.3.1. Definisi PBB ... 24
2.2.3.2. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan ... 26
2.2.3.5. Ketentuan Umum ... 28
2.2.3.6. Subyek Pajak ... 30
2.2.3.7. Tarif Pajak ... 31
2.2.3.8. Dasar Pengenaan dan Cara Menghitung Pajak ... 31
2.2.3.9. Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terhutang ... 32
2.2.4. Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pemahaman Perpajakan Wajib Pajak, dan Sistem Pemungutan Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ... 32
2.2.4.1. Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan .. 32
2.2.4.2. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan .. 34
2.2.4.3. Pengaruh Sistem Pemungutan Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan ... 35
2.2 Diangram Kerangka Pikir ... 38
2.3 Hipotesis... 38
BAB III : METODE PENELITIAN... 39
3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Vaiabel ... 39
3.1.1. Definisi Operasional... 39
3.1.1.1. Variabel Bebas (X)... 39
3.1.1.2. Variabel Terikat (Y) ... 40
3.1.2. Pengukuran Variabel ... 41
3.2.Teknik Pengumpulan Data ... 44
3.2.1. Populasi ... 44
3.3.1. Jenis dan Sumber Data ... 45
3.3.2. Metode Pengumpulan Data ... 45
3.4.Teknik Analisis ... 46
3.4.1. Uji Kualitas Data ... 46
3.4.1.1. Validitas (Validity) Data ... 46
3.4.1.2. Reliabilitas (Reliability) ... 47
3.4.1.3. Uji Normalitas ... 48
3.4.2. Uji Asumsi Klasik ... 48
3.4.3. Analisis Regresi Berganda ... 50
3.4.4. Uji Hipotesis... 51
3.4.4.1. Uji Kesesuaian Model ... 51
3.4.4.2. Uji Parsial... 52
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN... 54
4.1. Gambaran Umum ... 54
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 53
4.2.1. Karekteristik Responden... 53
4.2.1.1. Karakteristik Responden Menurut Jenis Pekerjaan ... 55
4.2.1.2. Karakteristik Responden Menurut Jenis Pendidikan .... 55
4.2.2. Deskripsi Variabel ... 56
4.2.2.1. Deskripsi Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (1)... 56
4.2.2.2. Deskripsi Variabel Pemahaman Wajib Pajak (2)... 57
4.2.2.3. Deskripsi Variabel Sistem Pemungutan (3)... 58
4.2.2.4. Deskripsi Variabel Keberhasilan Penerimaan PBB (Y) ... 59
4.3. Uji Kualitas Data ... 59
4.3.1.1. Uji Validitas Untuk Variabel Kesadaran Perpajakan
Wajib Pajak (1)... 60
4.3.1.2. Uji Validitas Untuk Variabel Pemahaman Wajib Pajak (2)... 60
4.3.1.3. Uji Validitas Untuk Variabel Sistem Pemungutan (3) ... 61
4.3.1.4. Uji Validitas Untuk Variable Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)... 61
4.3.2. Uji Realibilitas ... 62
4.4. Uji Normalitas ... 63
4.5. Uji Asumsi Klasik ... 64
4.5.1. Analisis Asumsi Klasik Multikolinearitas ... 64
4.5.2. Analisis Asumsi Klasik Heteroskedastisitas... 64
4.6. Analisis dan Pengujian Hipotesis ... 65
4.6.1. Analisis Regresi Linier Berganda... 65
4.6.2. Pengujian Hipotesis ... 67
4.6.2.1. Pengujian Secara Simultan... 67
4.6.2.2. Pengujian Secara Parsial ... 68
4.7. Pembahasan Hasil Penelitian... 69
4.7.1. Implikasi Praktis ... 69
4.7.2. Pembahasan... 70
4.7.2.1. Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan . 70 4.7.2.2. Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan...71
4.7.3. Perbedaan Penelitian Sekarang dengan penelitian terdahulu ... 73
4.7.4. Keterbatasan Penelitian ... 75
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN... 76
5.1. Kesimpulan ... 76
5.2. Saran ... 77
DAFTAR TABEL
Hal
Tabel 1.1 : Data penerimaan PBB Desa Pulerjo ... 3
Tabel 2 : Karakteristik Responden Menurut Jenis Pekerjaan ... 55
Tabel 3 : Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan... 55
Tabel 4 : Rekapitulasi jawaban responden Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (1)... 56
Tabel 5 : Rekapitulasi jawaban responden Variabel Pemahaman Wajib Pajak (2) ... 57
Tabel 6 : Rekapitulasi jawaban responden Variabel Sistem Pemungutan (3). 58 Tabel 7 : Rekapitulasi jawaban responden Variabel Keberhasilan Penerimaan PBB (Y)... 59
Tabel 8 : Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (1)60 Tabel 9 : Hasil Uji Validitas Variabel Pemahaman Wajib Pajak (2) ... 61
Tabel 10 : Hasil Uji validitas Variabel Sistem Pemungutan (3)... 61
Tabel 11 : Hasil Uji Validitas Variabel Penerimaan PBB (Y)... 62
Tabel 12 : Hasil Uji Realibilitas... 62
Tabel 13 : Hasil Uji Normalitas ... 63
Tabel 14 : Hasil Pengujian Multikolinearitas... 64
Tabel 15 : Hasil Pengujian Heteroskedastisitas ... 65
Tabel 16 : Hasil Pengolahan Regresi Linier Berganda ... 65
Tabel 17 : Uji F ... 67
DAFTAR GAMBAR
Hal
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Kuesioner
Lampiran 2 : Tabulasi Hasil Jawaban Responden
Lampiran 3 : Uji Validitas (Hasil Uji Validitas Variabel Kesadaran Perpajakan
Wajib Pajak (1), Hasil Uji Validitas Variabel Pemahaman Wajib Pajak (2), Hasil Uji validitas Variabel Sistem Pemungutan (3), Hasil Uji Validitas Variabel Keberhasilan
Penerimaan PBB (Y)) dan Uji Realibility
Lampiran 4 : Uji Normalitas dan Uji Asumsi Klasik (analisis Multikolinearitas,
analisis Autokorelasi, analisis Heteroskedastisitas)
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
(Studi di Kelurahan Pulorejo)
Oleh :
M. Haris Setyawan
Abstraksi
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan satu-satunya pajak properti di Indonesia sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1994. Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak obyektif, yaitu pajak negara yang sebagaian besar penerimanya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. oleh sebab itu, wajar bila pemerintah pusat juga ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. Pajak bumi dan bangunan (PBB) memiliki nilai rupiah kecil dibandingkan dengan pajak pusat lainnya, tetapi mempunyai dampak luas sebab hasil penerimaan pajak bumi dan bangunan dikembalikan untuk daerah yang bersangkutan. Pada dasarnya PBB mempunyai wajib pajak terbesar dibandingkan pajak-pajak lainnya, disamping itu PBB merupakan satu-satunya pajak-pajak properti di Indonesia dan mengalami dari tahun ke tahun.
Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data skunder. Populasi pada penlitian ini adalah seluruh wajib Pajak Bumi dan Bangunan dengan menggunakan Simple Random Sampling untuk wilayah Kelurahan Pulorejo yang berjumlah 2.123 WP rumahan, dengan jumlah sampel 96 WP. Alat uji yang digunakan adalah Regresi Linier Berganda yang menggunakan program SPSS.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kesadaran wajib pajak, pemahaman wajib pajak, dan sistem pemungutan berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, teruji kebenarannya.
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah. Jadi disini peranan pajak adalah untuk mengoptimalkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan nantinya akan digunakan untuk pembangunan Daerah (Lovetya, 2008).
Pembiayaan pemerintah daerah dalam melaksanakan tugas pemerintah dan
pembangunan senantias memerlukan sumber penerimaan yang dapat diandalkan.
Kebutuhan ini semakin dirasakan oleh daerah terutama sejak diberlakukanya
otonomi daerah di Indonesia, dengan adanya otonomi daerah dipacu untuk dapat
berkreasi mencari sumber penerimaan daerah yang dapat mendukung pembiayaan
pengeluaran daerah, Undang-Undang tentang Pemerintahan Daerah menetapkan
pajak dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber penerimaan yang berasal
dari dalam daerah dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing
daerah (Siahaan, 2005 : 1).
Ditinjau dari fungsinya, pajak dibedakan menjadi dua fungsi, yaitu fungsi
budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah
untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pembangunan, sedangkan fungsi
regularend, artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, dan mencapai
tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan, dari kedua fungsi ini, pada dasarnya
pemerintah ingin kembali menegaskan peran penting pajak baik sebagai alat
penerimaan negara seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, maupun sebagai alat
untuk melaksanakan berbagai kebijakan di bidang sosial dan ekonomi (Siti Resmi,
2003 :2)
Pajak Bumi dan Bangunan merupakan satu-satunya pajak properti di
Indonesia sebagaimana tertulis dalam undang-undang Nomor 12 tahun 1994.
Pajak Bumi dan Bangunan sebagai pajak obyektif, yaitu pajak negara yang
sebagaian besar penerimanya merupakan pendapatan daerah yang antara lain
dipergunakan untuk penyediaan fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah. oleh sebab itu, wajar bila pemerintah pusat juga
ikut membiayai penyediaan fasilitas tersebut melalui pembayaran Pajak Bumi dan
Bangunan (Suhardito, Bambang, dan Sudibyo, Bambang, 1999 : 3).
Pajak bumi dan bangunan (PBB) memiliki nilai rupiah kecil dibandingkan
dengan pajak pusat lainnya, tetapi mempunyai dampak luas sebab hasil
penerimaan pajak bumi dan bangunan dikembalikan untuk daerah yang
bersangkutan. Pada dasarnya PBB mempunyai wajib pajak terbesar dibandingkan
pajak-pajak lainnya, disamping itu PBB merupakan satu-satunya pajak properti di
Tabel 1.1 : (Data penerimaan PBB di Desa Pulorejo Kecamatan
Prajuritkulon Kota Mojokerto tahun 2006-2010)
(dalam ribuan rupiah)
No Tahun Rencana Penerimaan Realisasi Penerimaan Persentase Penerimaan
Sumber : Arsip Kelurahan Desa Pulorejo
Tabel 1.1 tampak bahwa realisasi penerimaan PBB di Desa Pulorejo
Kecamatan Prajuritkulon Kota Mojokerto selalu dibawah rencana penerimaan.
Hal ini berarti masih ada potensi pajak yang tidak tertagih, secara keseluruhan
rata-rata realisasi sebesar 67,64%, sehingga masih sekitar 32,36% yang tidak
tertagih dalam lima tahun terakhir.
Berdasarkan tabel 1.1 persentase rencana penerimaan dan realisasi
penerimaan PBB di Desa pulorejo tidak stabil, dimana persentase penerimaan
PBB antara tahun 2006-2007 mengalami kenaikan sebesar 3,78% yang kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2008, dan pada tahun 2009 mengalami
peningkatan yang lumayan tinggi dari 52,24 % menjadi 80,80%, tapi pada tahun
2010 mengalami penurunan lagi, hal ini berarti ada beberapa faktor yang
mempengarui tingkat keberhasilan penerimaan PBB di Desa Pulorejo. Faktor
kesadaran dalam membayar pajak masih rendah, semakin tinggi pendidikan yang
ditempuh oleh Wajib Pajak, maka semakin baik pemahaman mengenai ketentuan
pajak, dalam hal ini adalah PBB. Begitu juga sebaliknya.
Pahamnya Wajib Pajak atas ketentuan maupun peraturan perpajakan yang
berlaku, maka Wajib Pajak akan lebih sadar dalam memenuhi kewajibannya
untuk membayar pajak yaitu Pajak Bumi dan Bangunan atau PBB, selain
pemahaman dan kesadaran yang dimiliki Wajib Pajak mengenai perpajakan,
sistem pemungutan juga harus diperhatikan oleh segenap pihak instansi yaitu
Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dalam proses pembayaran atau
perlunasan pajak (Luluk Uswatun, 2008 : 5).
Sistem pemungutan, dalam hal birokrasi pembayaran PBB yang telah
ditetapkan ternyata rumit bagi Wajib Pajak, maka Wajib Pajak lebih cenderung
enggan dalam pembayaran pajak tersebut, dengan adanya kecenderungan ini,
maka keberhasilan penerimaan PBB menjadi tidak maksimal dan rencana
penerimaan pajak yang telah ditargetkan akan menjadi jauh dalam pencapaian
(jauh tercapai) atau menurun dari harapan pemerintah (luluk Uswatun, 2008 : 5).
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, maka perlu diperhatikan
kesadaran perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak, dan sistem
pemungutan berpengaruh terhadap realisasi penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan tersebut, dalam penelitian ini akan melihat pengaruh dari kesadaran
perpajakan wajib pajak, pemahaman wajib pajak, dan sistem pemungutan
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “ ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
” (Studi di Kelurahan Pulorejo Mojokerto).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
Apakah Tingkat Kesadaran perpajakan wajib pajak, Tingkat pemahaman wajib
pajak, dan Sistem Pemungutan berpengaruh terhadap penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) di Kelurahan Pulorejo Kota Mojokerto.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengetahui dan mengkaji secara empiris
pengaruh tingkat kesadaran wajib pajak, tingkat pemahaman wajib pajak, dan
sistem pemungutan terhadap penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Bagi Akademisi
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai tambahan kepustakaan dan menjadi
masukan bagi pihak-pihak yang ingin meneliti lagi masalah-masalah yang
6
b. Bagi Peneliti
Penelitian ini bermanfaat sebagai penerapan teori yang didapat selama
pendidikan yang telah ditempuh dan bekal pengetahuan bagi penulis apabila
akan mengembangkan penelitian lebih lanjut.
c. Bagi Pemerintahan Kota Mojokerto
Penelitian ini merupakan gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
Penerimaan PBB dan dampaknya terhadap penerimaan daerah di Kota
Mojokerto, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi
pemerintah Kota Mojokerto dalam mengelola keuangan daerah dan mencari
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Suhardito, Bambang, dan Sudibyo, Bambang (1999)
a. Judul
“Pengaruh Faktor-Faktor yang Melekat pada Wajib Pajak Terhadap
Keberhasilan Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan”.
b. Rumusan Masalah
1) Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan PBB (collection rate) di Surabaya?
2) Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Wiraswasta berpengaruh
terhadap keberhasilan penerimaan PBB (collection rate) di Surabaya?
3) Apakah faktor-faktor yang melekat pada WP Nir-wiraswasta
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB (collection rate)
di Surabaya?
c. Hipotesis
1) Diduga faktor-faktor yang melekat pada wajib pajak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di kota
d. Kesimpulan
1) Faktor-faktor yang telah terbukt berpengaruh terhadap keberhasilan
penerimaan PBB di kota Surabaya adalah faktor-faktor kesadaran
perpajakan WP, rasio beban PBB dibandingkan pendapatan WP, sikap
WP terhadap prioritas pembangunan pemerintah, dan tax avoidance
WP. Sedangkan, faktor-faktor yang melekat pada WP sisanya telah
terbukti tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di
kota Surabaya.
2.) Untuk WP PBB Wiraswasta, faktor-faktor yang telah terbukti
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kota Surabaya
adalah faktor-faktor kesadaran perpajakan WP, rasio beban PBB
dibandingkan pendapatan WP, rasio beda hitung permanent difference,
sikap WP terhadap prioritas pembangunan pemerintah, dan tax
avoidance WP. Sedangkan, faktor-faktor yang melekat sisanya telah
tidak terbukti tidak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan
PBB di kota Surabaya.
3) Untuk WP Nir-wiraswasta, faktor-faktor yang telah terbukti
berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan PBB di kota Surabaya
adalah faktor-faktor kesadaran perpajakan WP, rasio beban PBB
dibandingkan pendapatan WP, sikap WP terhadap prioritas
pembangunan pemerintah. Persepsi WP tentang pelaksanaan sanksi
denda PBB, tax avoidance WP, pendidikan WP, dan lama tinggal WP
pada WP sisanya telah terbukti tidak berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan PBB di kota Surabaya.
2. Eno Suhendo (2008)
a. Judul
“Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pajak Hotel dan Restoran Di
Kota Yogyakarta”.
b. Rumusan Masalah
1) Sejauh mana pengaruh PDRB terhadap penerimaan pajak hotel dan
restoran di kota Yogyakarta?
2) Sejauh mana pengaruh jumlah wisatawan mancanegara yang
berkunjung terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di kota
Yogyakarta?
c. Hipotesis
1) Diduga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Yogyakarta.
2) Diduga jumlah Wisatawan Mancanegara berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Yogyakarta.
3) Diduga jumlah Penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Yogyakarta.
d. Kesimpulan
1) Dari analisis ini menyatakan bawha produk domestik reginol bruto
tidak berpengaruh terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di
kota Yogyakarta.
2.) Secara statistik jumlah wisatawan mancanegara terbukti signifikan,
artinya secara statistik jumlah wisatawan mancanegara berpengaruh
terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Yogyakarta
sesuai dengan hipotesis yang ditetapkan.
3) Secara statistik jumlah penduduk berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota yogyakarta,
artinya ketika jumlah penduduk turun , maka penerimaan pajak hotel
dan restoran akan naik dengan arah negatif.
4) Secara statistik jumlah penginapan/hotel terbukti positif dan signifikan
terhadap penerimaan pajak hotel dan restoran di Kota Yogyakarta,
artinya apabila jumlah penginapan meningkat, maka penerimaan pajak
hotel dan restoran akan naik. Berarti dalam penelitian ini sesuai
dengan hipotesis yang ditetapkan.
5) Secara bersama-sama variabel produk domestik regional bruto, jumlah
wisatawan mancanegara, jumlah penduduk, jumlah penginapan/hotel
berpengaruh signifikan terhadap variabel penerimaan pajak hotel dan
restoran di Kota Yogyakarta.
6) (R2) sebesar 0,961788 yang menunjukkan bahwa secara statistik variasi
dipengaruhi oleh variabel produk domestik regional bruto, jumlah
wisatawan mancanegara, jumlah penduduk, jumlah penginapan,
dengan kata lain 96, 1788% dari penerimaan pajak hotel dan restoran
di Kota Yogyakarta dipengaruhi oleh variabel-variabel yang digunakan
dalam metode ini, dan sisanya dipengaruhi oleh faktor-faktor diluar
model ini.
7) Pengujian pelanggaran terhadap asumsi klasik yang dilakukan tidak
ditemukan adanya multikolinieritas, heteroskedastisitas dan
autokorelasi.
3. Retti Nor Alfi Syahra (2008)
a. Judul
“Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak, Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak,
dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Keberhasilan Penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan”.
b. Rumusan Masalah
1) Apakah tingkat pemahaman wajib pajak, tingkat kesadaran perpajakan
wajib pajak, serta tingkat kepatuhan wajib pajak berpengaruh terhadap
keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten
Sumenep.
c. Hipotesis
Diduga tingkat tingkat pemahaman wajib pajak, tingkat kesadaran
keberhasilan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten
Sumenep.
d. Kesimpulan
1) Hipotesis penelitian yang menyatakan diduga tingkat pemahaman
wajib pajak, tingkat kesadaran perpajakan wajib pajak, serta kepatuhan
wajib pajak berpengaruh terhadap keberhasilan penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB) di Kabupaten Sumenep dapat terbukti
kebenarannya.
2) Variabel tingkat pemehaman wajib pajak, tingkat kesadaran
perpajakan wajib pajak yang dapat terbukti berpengaruhnya secara
nyata, sedangkan untuk kepatuhan waib pajak tidak berpengaruh nyata
terhadap keberhasilan penerimaan pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
4. Arifudin Sahabu (2009)
a. Judul
” Implementasi Kebijakan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan”
b. Rumusan Masalah
1) Hambatan-hambatan apa yang dihadapi pemerintah kota Malang dalam
mengimplementasikan kebijakan pemungutan pajak bumi dan
bangunan serta solusi yang ditempuh untuk mengatasi hambatan yang
ada?
c. Hipotesis
1) Diduga implementasi kebijakan pemungutan pajak ini, ukuran dan
bangunan sesuai dengan potensi daerah (kota Malang) dengan
melaksanakan pelayanan yang responsive, kompetitif dan berkualitas.
d. Kesimpulan
1) Sumber pendapatan daerah keuangan daerah tidak hanya diperoleh dari
pendapatan asli daerah (PADS), tetapi juga berupa pemberian bagi
hasil dari penerimaan pemerintah pusat. Diantara sumber penerimaan
dari pusat adalah pajak bumi dan bangunan yang menjadi aspek
penelitian secara komperhensf peneliti.
5. Yulia Anggara Sari (2010)
a. Judul
“Analisis Efektivitas dan Kontribusi Penerimaan Pajak Bumi dan
Bangunan terhadap Pendapatan Daerah di Kota Bandung”
b. Rumusan Masalah
1) Bagaimana tingkat efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan
pada pemerintah daerah kota bandung dari tahun 2002 sampai dengan
2008?
2) Bagaimana laju pertumbuhan pendapatan daerah pada pemerintah
daerah kota Bandung dari tahun 2002 sampai 2008?
3) Seberapa besar kontribusi penerimaan pajak bumi dan bangunan
terhadap penapatan daerah kota bandung dari tahun 2002 sampai
c. Hipotesis
1) Diduga bahwa pajak bum dan bangunan yang menitikberatkan
efektivitas dan kontribusinya terhadap pendapatan daerah.
d. Kesimpulan
1) Tingkat efektivitas penerimaan pajak bumi dan bangunan tahun 2002
sampai dengan 2008 berdasarkan target didapatkan nilai tertinggi pada
tahun 2006 dengan kriteria sangat efektif. Efektivitas terendah pada
tahun 2002 dengan kriteria cukup efektif. Hal ini mungkin
menunjukkan bahwa pengelolaan pajak bumi dan bangunan pada
pemerintah daerah kota Bandung telah dilaksanakan secara memadai,
dan menunjukkan keadaan perekonomian dan pembangunan daerah
kota Bandung mengalami perkembangan. Terlihat akan kebutuhan
fasilitas kesehatan yang mudah tersedia dan di dapat dengan baik.
2) Laju pertumbuhan pendapatan daerah tertinggi terjadi pada tahun 2006
dan laju pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2005. pendapatan
daerah yang berasal dari PAD, dana perimbangan, dan lain-lain
pendapatan yang sah dari tahun 2002 samapai dengan tahun 2007
mangalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan daerah
kota bandung mengalami perkembangan.
3) Tingkat kontribusi pajak bumi dan bangunan tahun 2002 sampai
dengan 2008, yang terbesar dicapai pada tahun 2008 dengan kategori
sangat kurang. Secara keseluruhan jumlah pendapatan daerah tidak
karena masih terdapat jumlah penerimaan lainnya yang dapat
mempengaruhi jumlah pendapatan lainnya.
2.2 Landasan Teori 2.2.1 Keuangan Daerah
Penyelenggaraan tugas Pemerintah Daerah dan DPRD di biayai dari dan
atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Penyelenggaraan tugas
Pemerintah di daerah di biayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (Undang-undang Otonomi Daerah,1999:32)
Sumber Pendapatan Daerah terdiri atas :
a. Pendapatan Asli Daerah yaitu :
1. Hasil pajak daerah
2. Hasil retribusi daerah
3. Hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah
yang dipisahkan dan
4. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah;
b. Dana Perimbangan
c. Pinjaman Daerah
d. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dana perimbangan, sebagaimana yang dimaksud terdiri atas :
a. Bagian daerah dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan, bea perolehan hak
atas tanah dana bangunan dan sumber daya alam;
Bagian daerah dari penerimaan pajak Bumi dan Bangunan sektor
pedesaan, perkotaan, dan perkebunan serta bea perolehan hak atas tanah dan
bangunan, diterima langsung oleh penghasil.
Bagian daerah dari penerimaan pajak Bumi dan Bangunan sektor
pertambangan serta kehutanan dan penerimaan dari sumber daya alam diterima
oleh daerah penghasil dan daerah lainnya untuk pemerataan sasuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pemerintah daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam negeri
dan atau dari sumber luar negeri untuk membiayai kegiatan pemerintahan dengan
persetujuan DPRD.
Pinjaman dari dalam negeri diberitahukan kepada pemerintah dan
dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
Peminjaman dan sumber dana pinjaman yang berasal dari luar negeri,
sebagaimana harus mendapatakan persetujuan pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan undang-undang penentuan
tarif dan tata cara pemungutan pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Untuk mendorong pemberdayaan daerah, pemerintah memberi intensif
fiskal dan non fiskal tertentu. Daerah dapat memiliki badan usaha milik daerah
sesuai dengan peraturan-peraturan perundang-undangan dan pembentukannya
melayani kepentingan umum tidak dapat digadaikan, dibebani hak tanggungan
dana atau dipindah tangankan.
Kepala daerah dengan persetujuan DPRD dapat menetapkan keputusan
tentang :
1. Penghapusan tagihan daerah sebagian atau seluruhnya
2. Persetujuan penyelesaian sengketa perdata secara damai dan
3. Tindakan hukum lain mengenai barang milik daerah
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan
daerah selambat-lambatnya satu bulan setelah ditetapkannya Anggaran dan
Belanja Negara. Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan
dengan peraturan daerah selambat-lambatnya tiga bulan sebelum tahun anggaran
berakhir. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan
dengan peraturan daerah selambat-lambatnya tiga bulan setelah berakhirnya tahun
anggaran yang bersangkutan.
Pedoman tentang penyusunan, perubahan, dan perhitungan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan dengan peraturan Pemerintah.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang telah ditetapkan dengan peraturan
pemerintah disampaikan kepada gubernur bagi pemerintah kabupaten atau kota
dan kepada presiden melalui menteri dalam negeri bagi pemerintah propinsi untuk
diketahui. Pedoman tentang Pengurusan pertanggungjawaban dan pengawasan
keuangan daerah serta tata cara penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ditetapkan sesuai dengan peraturan
Perundang-undangan.
2.2.2 Pengertian Pajak
Banyak para ahli dalam bidang perpajakan yang memberikan pengertian
definisi yang berbeda-beda mengenai pajak, namun demikian definisi tersebut
mempunyai inti atau tujuan yang sama.
Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH (dalam Mardiasmo 2002 :1)
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undangundang (yang
dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang
langsung dapat ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran
umum.
Menurut R. Santoso Brotodiharjo (dalam Waluyo dan Wirawan B.Iiyas
2002 : 4) Pajak adalah iuran kepada negara yang dapat dipaksakan yang terutang
oleh yang membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat
prestasi-kembali, yang langsung dapat ditujukan dan gunanya adalah untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara
yang menyelenggarakan pemerintahan.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas, maka disimpulkan bahwa pajak
adalah iuran wajib pajak masyarakat kepada negara yang dapat dipaksakan tanpa
mendapat kontra-prestasi secara langsung, dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara yang
2.2.2.1 Fungsi Pajak
Adanya ciri-ciri yang melakat pada pajak, kita dapat melihat dua fungsi
pajak yaitu :
a. Fungsi Penerimaan (Budgeter)
Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan
pembangunan dan pengeluaran -pengeluaran pemerintah. Misalnya,
dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri.
b. Fungsi mengatur (regular)
Pajak berfungsi sebagai alat mengatur atau melaksanakan kebijakan dibidang
sosial dan ekonomi.
Misalnya, dikenakannya pajak yang tinggi terhadap minuman keras sehingga
konsumsi minuman keras dapat ditekan, demikian pula terhadap barang
mewah.
Kedua fungsi tersebut lebih merupakan ins trumen dari kebijakan fiskal yang
diselenggarakan oleh Negara, dalam perkembangannya, menurut Pasaribu
dalam Veronika (2001) yang diadaptasi lagi oleh Mutia Amanah Nastiti (2008). Telah muncul fungsi-fungsi baru yang sangat penting yang salah satunya
2.2.2.2 Pengelompokan pajak
Pajak dapat dikelompokkan kedalam klasifikasinya sebagai berikut :
a. Menurut Golongannya
1) Pajak Langsung
yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: pajak
penghasilan (PPh).
2) Pajak Tak Langsung
yaitu pajak yang pada akhirnya apat dibebankan atau dilimpahkan kepada
orang lain. Contohnya: pajak pertambahan nilai (PPN).
b. Menurut Sifatnya
1) Pajak Subjektif
yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subyeknya, dalam arti
memperhatikan keadaan wajib pajak. Contohnya: pajak penghasilan (PPh).
2) Pajak Objektif
yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan
dari wajib pajak. Contohnya: PPN dan PPnBM
c. Menurut Lembaga Pemungutannya
1) Pajak Pusat
yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga Negara. Contohnya: PPh, PPN, PPnBM, PBB
2) Pajak Daerah
yaitu pajak dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk
membiayai rumah tangga daerah. Contohnya:
- Pajak Daerah Tingkat I seperti pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor.
- Pajak Daerah Tingkat II seperti pajak hotel dan restoran, pajak hiburan, pajak reklame dan pajak penerangan jalan.
2.2.2.3 Tata Cara Pemungutan Pajak
a. Stelsel Pajak
Pemungutan pajak dapat dilakukan berdasarkan tiga stelsel, yaitu :
1) Stelsel Nyata
Pengenaan pajak didasarkan pada obyek (penghasilan uang nyata)
sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak
yaitu setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui.
2) Stelsel Anggapan
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh
undang-undang.
3) Stelsel Campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan
dimana pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu
anggapan kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan
b. Asas pemungutan Pajak
1) Asas Domosili
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak
yang bertempat tinggal di wilayahnya baik penghasilan yang berasal dari
dalam negeri maupun penghasilan yang berasal dari luar negeri.
2) Asas Sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan yang
bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib
pajak.
3) Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan seseorang.
c. Sistem Pemungutan Pajak
1) Official Assessment System
Suatu cara pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pemerintah
(fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada ditangan
fiskus
b) Wajib pajak bersifat pasif
c) Utang pajak timbul setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh
2) Self Assessment System
Suatu cara pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib
pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak terutang.
Ciri-cirinya :
a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada ditangan
wajib pajak
b) Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri pajak terutang
c) Fiskus tidak ikut campur, hanya mengawasi.
3) With Holding System
Sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang pada pihak ketiga
(bukan fiskus dan bukan wajib pajak) untuk menentukan besarnya pajak
terutang oleh wajib pajak.
2.2.2.4 Tarif Pajak
Ada empat macam tarif pajak, yaitu :
a. Tarif Sebanding/Proposional
Tarif berupa persentase yang tetap terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional
terhadap hasil yang dikenai pajak.
Contohnya: untuk penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di daerah
b. Tarif Tetap
Berapa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang
dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang adalah tetap.
Contohnya: besarnya tarif bea materai untuk cek dan bilyet giro
dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 6.000,00.
c. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
Di Indonesia, pajak progresif diterapkan pada pajak penghasilan untuk
wajib pajak orang pribadi, yaitu :
- Sampai dengan Rp. 50 juta, tarif pajaknya 5%
- Diatas Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 250 juta, tarif pajaknya 15%
- Diatas Rp. 250 juta sampai dengan Rp. 500 juta, tarif pajaknya 25%
- Diatas Rp. 500 juta, tarif pajaknya 30%
d. Tarif Degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang
dikenai pajak semakin besar.
2.2.3 Pajak Bumi dan Bangunan 2.2.3.1 Definisi PBB
Pengertian Bumi menurut Mardiasmo (2006:295) adalah sebagai
”Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan
bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak
perairan) serta laut wilayah republik indonesia”.
Pergertian bangunan menurut Mardiasmo (2006:295) adalah sebagai
berikut :
”Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap
ditanah dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat
diusahakan”.
Termasuk dalam pengertian Bangunan adalah :
a. Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan
b. Jalan Tol
c. Kolam Renang
d. Pagar Mewah
e. Tempat Olahraga
f. Galangan kapal dan Dermaga
g. Taman Mewah
h. Tempat Penampungan atau kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
i. Faslitas lain yang memberikan manfaat.
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak negara yang sebagian besar
penerimaannya merupakan pendapatan daerah yang antara lain dipergunakan
untuk penyedia fasilitas yang juga dinikmati oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, oleh sebab itu wajar pemerintah juga ikut membiayai
2.2.3.2 Subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Subyek pajak dalam PBB adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi atau memperoleh manfaat atas bumi atau
memiliki, menguasai dan memperoleh manfaat atas bangunan antara lain pemilik,
penghuni, penggarap, pemakai dan penyewa.
Beberapa ketentuan khusus tentang siapa saja yang menjadi subyek dalam
hal ini adalah (Tjahjono Achmad dan F. Husain, 1997:434) :
1. Jika suatu subyek pajak memanfaatkan atau menggunakan bumi dan bangunan
milik orang lain bukan karena sesuatu hak berdasarkan undang-undang atau
bukan perjanjian, maka subyek pajak yang memanfaatkan atau menggunakan
bumi dan atau bangunan ditetapkan sebagai wajib pajak.
2. Suatu obyek pajak yang masih dalam sengketa pemilikan dipengadialan, maka
orang atau badan yang memanfaatkan atau menggunakan obyek pajak tersebut
ditetapkan sebagai wajib pajak.
3. Subyek pajak dalam waktu yang lama berada di luar wilayah letak obyek
pajak, sedang untuk merawat obyek pajak tersebut dikuasakan kepada orang
atau badan, maka orang atau badan yang diberi kuasa dapat ditunjuk sebagai
wajib pajak.
2.2.3.3 Maksud dan Tujuan
Yang dijadikan alasan untuk dilakukannya pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan adalah (Vitriana, 2006 : 21) :
a. Dasar falsafah yang dipergunakan dalam berbagai undang-undang yang
b. Berbagai undang-undang mengenakan pajak atas harta tak bergerak sehingga
membingungkan masyarakat.
c. Undang-undang berasal dari jaman kolonial sukar dimengerti oleh rakyat.
d. Undang-undang yang berasal dari jaman penjajahan masih tertulis dalam
bahasa dan perubahan tertulis dalam Indonesia, sehingga merupakan bahasa
”gado-gado” sedangkan terjemahan resmi tidak ada.
e. Undang-undang jaman kolonial tidak sesuai lagi dengan aspirasi dan
kepribadian bangsa Indonesia.
f. Undang-undang lama tidak sesuai dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia.
g. Undang-undang lama kurang memberikan kepastian hukum.
Selanjutnya adalah yang menjadi tujuan pajak Bumi dan Bangunan
adalah :
a. Menyederhanakan peraturan perundang-undangan pajak sehingga mudah
dimengerti oleh rakyat.
b. Memberikan dasar yang kuat pada pungutan pajak atas harta tak bergerak dan
sekalian menyerasikan atas harga tak bergerak disemua daerah dan
menghilang.
c. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, sehingga rakyat tahu
sajauh mana hak dan kewajibannya, menghilangkan pajak ganda yang terjadi
sebagai akibat berbagai undang-undang yang sifatnya sama.
d. Memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk
menegakkan otonomi daerah dan untuk pembangunan daerah.
2.2.3.4 Sifat Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas harta tak
bergerak, maka oleh sebab itu yang dipentingkan adalah obyeknya dan oleh
karena itu keadaan atau status orang atau badan yang dijadikan subyek pajak tidak
penting dan tidak mempengaruhi basarnya pajak, maka sebab itu pajak Bumi dan
Bangunan disebut juga pajak obyektif, walaupun pajak ini merupakan pajak
obyektif tetapi dipungut dengan surat ketetapan pajak yang pada prinsipnya setiap
tahun dikeluarkan (Vitriani, 2006 : 30).
2.2.3.5 Ketentuan Umum
BAB I, Pasal 1 : UMUM (Vitriana, 2006 : 30)
a. Bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya.
b. Bangunan adalah kontruksi teknik yang ditanam atau diletakkan secara tetap
pada tanah atau perairan.
c. Nilai jual obyek pajak adalah harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, nilai obyek
pajak ditentukan melalui perbandingan harga dengan obyek lain yang sejenis
atau nilai perolehan baru atau nilai jual obyek pengganti.
d. Surat keputusan obyek pajak adalah surat yang dipergunakan oleh wajib pajak
untuk melaporkan data obyek pajak menurut ketentuan undan-undang.
e. Surat pemberitahuan pajak terutang yang dipergunakan oleh Direktorat
Jendral Pajak untuk memberitahukan besarnya pajak terutama kepada wajib
BAB II, Pasal 2 : OBYEK PAJAK (Vitriana, 2006 : 30)
1. Yang menjadi obyek pajak adalah Bumi dan Bangunan.
2. Klasifikasi obyek pajak yang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
oleh menteri keuangan.
Pasal 3 (Vitriana, 2006 : 31)
(1) Obyek pajak yang tidak dikenakan pajak bumi dan bangunan adalah obyek
pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum dibidang
ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional yang tidak
dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis
dengan itu.
c. Merupakan hutan lindung, suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
pengembalaan yang dikuasai oleh desa dan tanah negara belum dibebani
suatu hak.
d. Dipergunakan oleh perwakilan diplomatic.
e. Dipergunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh menteri keuangan.
(2) Obyek pajak yang dipergunakan oleh Negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan, penentuan pengenaan pajaknya diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.
(3) Batas nilai jual bangunan tidak kena pajak ditetapkan sebesar Rp. 8 juta untuk
(4) Batas nilai jual bangunan tidak kena pajak sebagaimana dimaksudkan dalam
ayat (3) akan diselesaikan dengan suatu faktor penyelesaian yang ditetapkan
oleh menteri keuangan.
2.2.3.6 Subyek Pajak
BAB III, Pasal 4 (Vitriana, 2006 : 32)
(1) Yang menjadi subyek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata
mempunyai suatu hak atas bumi, dan atau memperoleh manfaat atas bumi, dan
atau memiliki, menguasai dan atau memperoleh manfaat atas bangunan.
(2) Subyek pajak sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) yang dikenakan
kewajiban membayar pajak menjadi wajib pajak menurut undang-undang ini.
(3) Dalam hal obyek pajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, direktur jendral
pajak dapat menetapkan subyek pajak sebagaimana dimaksud pasal (1)
sebagai wajib pajak.
(4) Subyek pajak sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (3) dapat memberikan
keterangan secara tertulis pada direktur jendral pajak bahwa ia bukan wajib
pajak terhadap obyek pajak yang dimaksud.
(5) Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam
ayat (4) disetujui maka direktur jendral pajak membatalkan penetapan sebagai
wajib pajak sebagaimana dalam ayat (3) dalam jangka waktu satu bulan sejak
diterimanya surat keterangan dimaksud.
(6) Bila keterangan yang dimaksud itu tidak disutujui, maka direktur jendral pajak
(7) Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak diterimanyan keterangan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), direktur jendral pajak tidak
memberikan keputusan, maka keterangan yang diajukan dianggap tidak
disetujui.
2.2.3.7 Tarif Pajak
BAB IV Pasal 5 (Vitriana, 2006 : 33)
Tarif pajak yang dikenakan atas obyek pajak adalah sebesar 0,5% (lima
persepuluh persen), yang berlaku secara menyeluruh terhadap obyek pajak macam
apapun di seluruh wilayah indonesia, karenanya dikenal sebagai tarif tunggal.
2.2.3.8 Dasar Penggenaan dan Cara Menghitung Pajak
BAB V, Pasal (Vitriana, 2006 : 33)
(1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual obyek pajak.
(2) Besarnya nilai jual obyek pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan setiap tiga tahun oleh menteri keuangan, kecuali untuk daerah
tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan.
(3) Dasar perhitungan pajak adalah nilai jual kena pajak yang ditetapkan
serendah-rendahnya 20% (dua puluh persen) dan setinggi-tingginya 100%
(seratus persen) dari nilai jual obyek pajak.
(4) Besarnya presentase nilai jual kena pajak sebagaimana dimaksudkan dalam
ayat (3) ditetapkan dengan peraturan pemerintah dengan memperhatikan
Pasal 7
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalirkan tarif pajak
dengan nilai jual kena pajak.
2.2.3.9 Tahun Pajak, Saat dan Tempat yang Menentukan Pajak Terhutang
BAB VI, Pasal 8 (Vitriana, 2006 : 34)
(1) Tahun pajak adalah jangka waktu satu tahun takwin.
(2) Saat yang menentukan pajak yang terhutang adalah menurut keadaan obyek
pajak pada tanggal 1 januari.
(3) Tempat pajak yang terutang :
a. Untuk daerah Jakarta, diwilayah daerah khusus Ibukota Jakarta
b. Untuk daerah lainnya, diwilayah Kabupaten daerah Tingkat II atau
Kotamadya Daerah Tingkat II, yang meliputi letak obyek pajak.
2.2.4 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pemahaman Wajib Pajak, dan Sistem pemungutan Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
2.2.4.1 Pengaruh Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Kesadaran bernegara merupakan faktor penentu adanya kesadaran
perpajakan. Kesadaran bernegara merupakan sikap sadar mempunyai negara dan
sikap sadar terhadap fungsi negara. Sikap yang demikian merupakan konstelasi
komponen kognitif, afektif, dan konatif yang berinteraksi dalam memahami dan
merasa menjadi warga negara, yaitu kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk
rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintahan cara
membayar kewajiban pajaknya (Suparmoko, 2003 :218).
Pengertian komponen kognitif, afektif, dan konatif dapat dijelaskan
sebagai berikut (Schiffman dan Kanuk, 1994 : 242) :
1. Cognitif Component are knowledge and perception that are acquired
by a combination of direct experience with the attitude object and
related information from various source.
2. Affective component : a consumer’s emotion of feeling about a
particular product or brand.
3. Conative component : it is concerned with the likehood or tendency
that an individual will under take specivic action or behave in
particular way with regard to the attitude object.
Maksud dari pernyataan diatas adalah komponen Cognitif adalah
pengetahuan dan persepsi yang diperoleh dari pengalaman langsung atas sikap
terhadap objek dan variasi sumber informasi lain yang relevan. Komponen
affective merupakan sebuah emosi konsumen atau perasaan terhadap
keistimewaan produk atau merek. Komponen conative adalah perhatian atas
kemungkinan atau tendensi bahwa seorang individual akan berusaha melakukan
2.2.4.2 Pengaruh Pemahaman Wajib Pajak Tentang Undang-Undang dan Peraturan Perpajakan terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
Mengacu pada Prospect theory Kahneman dan Tversky, Betty R. Jackson
dan Sally M. Jones (1995) seperti disitir oleh Tubagus Chairul Zandjani (1992 :
41-45) dikutip dari (jurnal Bambang Suhardito dan Bambang Sudibyo, 1999 : 5)
mempelajari tentang perilaku wajib pajak. Menurut Kahneman dan Tversky, Betty
R. Jackson dan Sally M. Jones, persepsi wajib pajak terhadap kesederhanaan dan
daya jangkau hukum pajak akan mempengaruhi perilaku wajib pajak dan
keberhasilan perpajakan. Pemahaman wajib pajak terhadap undang-undang dan
peraturan perpajakan Pajak Bumi dan Bangunan berfungsi penting, karena ini
merupakan elemen kognitif dai sikap wajib pajak terhadap undang-undang dan
peraturan perpajakan PBB, dan sikap wajib pajak mempengaruhi perilaku
perpajakan wajib pajak, dan akhirnya perilaku perpajakan mempengaruhi
keberhasilan perpajakan.
Rendahnya tingkat pemahaman masyarakat tentang pajak mengakibatkan
sikap masyarakat cenderung apatis terhadap pajak yang akhirya berpengaruh
terhadap perilaku atau praktek masyarakat dalam hal kedisiplinan membayar
pajak. Pemahaman masyarakat tentang pajak bisa diperoleh melalui pendidikan
formal maupun penyuluhan dari aparat perpajakan yang terkait. Pendidikan
formal dalam jangka panjang sangat diperlukan, karena beberapa jenis pajak
memerlukan pemahaman tertentu agar formulir pajak dapat diisi dengan baik.
dimana pendidikan pajak harus diberikan kepada wajib pajak (eksternal) dan
petugas pajak (internal) secara bersama-sama.
2.2.4.3 Pengaruh Sistem Pemungutan Terhadap Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam abad 18 ”Adam Smith” dalam bukunya ”An Inquiry Into The
Nature and Causes of The Wealty of Nation” terkenal dengan nama “Wealth of
Nation” melancarkan ajarannya sebagai azas pemungutan pajak yaitu azas
Certainy, azas ini ditekankan pentingnya kepastian tentang pemungutan pajak,
yaitu kepastian mengenai hukum yang mengaturnya, subyek pajak, obyek pajak,
dan tata cara pemungutannya. Kepastian ini menjamin setiap wajib pajak untuk
tidak ragu-ragu membayar pajak karena segala sesuatunya sudah jelas
( Brotodiharjo, 1981 : 24).
Sejak disadari, bahwa tata cara pemugutan pajak yang lama itu dinilai
sengat seret, timbulah gagasan untuk merubah cara pemungutan lama itu dengan
cara ”Self Assesment”. Dalam tata cara Self Assestment, kegiatan pemungutan
pajak diletakkan pada aktivitas masyarakat sendiri, dimana wajib pajak diberi
kesempatan untuk menghitung sendiri pendapatan dan menghitung sendiri
besarnya pajak yang harus dibayar lalu menyetorkan sendiri ke Kantor Kas
Negara. Tata cara ini hanya dapat berhasil baik, bilamana masyarakat membayar
pajak sendiri mengetahui pengetahuan dan disiplin pajak yang tinggi (tax
consiciounsness). Tetapi pada kenyataannya, menurut Karnanto (Indonesian Tax
sebagai perhitungan sifatnya Semi Self Assessment. Dikatakan demikian karena
untuk mengetahui berapa besar jumlah pajak yang terutang, butuh kerjasama
antara wajib pajak dengan fiskus. Wajib pajak terlebih dahulu melaporkan obyek
pajak PBB dan berdasarkan laporan tersebut, barulah fiskus menetapkan jumlah
PBB yang harus dibayarkan.
Cara pemungutan pajak menurut Prof. Andriani (Brotodiharjo, 1981 : 58),
dapat dibagi menjadi 3 golongan :
1. Wajib pajak menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang sesuai dengan
ketentuan undang-undang perpajakan. Cara pembayaran dapat dilakukan
dengan materai dan pembayaran ke kantor kas negara. Fiskus membatasi diri
pada pengawasan, kadang-kadang insidetail atau secara teratur.
2. Ada kerjasama antara wajib pajak dan fiskus (tetapi kata terakhir terletak pada
fiskus) dalam bentuk pemberitahuan sederhana dari wajib pajak dan
pemberitahuan yang lengkap dari wajib pajak.
3. Fiskus menentukan sendiri (diluar wajib pajak) jumlah pajak yang terutang.
Sistem pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dapat dibedakan
berdasarkan jangka waktu, prosedur jika terjadi keterlambatan membayar, tempat
dan pembayaran dan penagihan. Sistem yang dibuat dirancang untuk
meningkatkan realisasi penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Soemitro dan
Muttaqin, 2001 : 35).
Berdasarkan jangka waktu pembayarn PBB belum dilakukan atas dasar
Self Assesment dan pajak harus dibayar setelah ada surat ketetapan Pajak. Pajak
diterima SPPT. Pajak yang terhutang berdasarkan Surat Ketetapan Pajak harus
dilunasi selambat-lambtanya satu bulan sejak tanggal diterimnya Surat Ketetapan
Pajak.
Pajak harus lunas pada saat hutang jatuh tempo, pembayaran dapat diatur
sendiri oleh wajib pajak asal tidak melampaui batas waktu. Jika pada saat jatuh
tempo ternyata belum dibayar atau belum lunas semua, maka dikenakan denda
administrasi sebesar 2% sebulan untuk jumlah yang sudah jatuh temponya namun
belum dibayar. Kalau hutang pajak itu ternyata belum dibayar pada waktu
pengecekan atau pengawasan dilakukan, maka oleh kantor Inspeksi pajak yang
mengadministrasikan hutang pajak itu, maka akan dikeluarkan Surat Tagihan
Pajak (STP) sebesar jumlah pajak yang belum dibayar ditambah 2% untuk setiap
bulannya terlambat membayar. Hutang pajak tersebut harus dilunasi setelah satu
bulan terhitung sejak STP tersebut.
Pajak Bumi dan Bangunan yang terhutang dapat dibayarkan di Bank,
Kantor Pos dan Giro dan tempat lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
Karena PBB hasilnya sebagian besar akan diserahkan kepada Pemerintah Daerah,
maka dirasa perlu menetapkan tempat-tempat pembayaran yang memudahkan
Wajib Pajak dan agar Pemerintah Daerah dapat segera memanfaatkan hasil
penerimaan pajak untuk pembiayaan pembangunan masing-masing wilayahnya.
Wajib Pajak yang memenuhi kewajibannya tepat waktu, maka tidak
dilakukan penagihan oleh Kantor Insspeksi Pajak yang bersangkutan. Penagihan
38
pajak yang telah jatuh tempo atau terlambat membayar hutang pajak, sehingga
dikenakan sanksi administrasi.
2.3 Diagram Kerangka Pikir
Berdasakan teori-teori penelitian terdahulu yang telah dijelaskan di atas,
maka dapat dibuat sebuah diagram kerangka pikir sebagai berikut :
1. Kesadaran Wajb Pajak (X1)
2. Pemahaman Wajib Pajak (X2)
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Y)
Regresi Linear Berganda 3. Sistem Pemungutan (X3)
2.4 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang masalah, tujuan penelitian dan landasan toeri
maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut :
“Bahwa tingkat kesadaran wajib pajak, tingkat pemahaman wajib pajak, dan
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.1.1 Defenisi Operasional
Menurut Nazir (1998 : 152) Definisi Operasional adalah suatu defenisi
yang diberikan kepada suatu variabel dengan cara memberikan arti atau
spesifikasi kegiatan, ataupun memberikan operasional yang diperlukan untuk
mengukur variabel tersebut. Berdasarkan perumusan masalah yang telah diajukan
pada bab I dan hipotesis yang diajukan pada bab II, maka variabel dalam
penelitian ini terdiri dari 2 jenis, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas terdiri dari tiga, yaitu kesadaran perpajakan (X1), tingkat pemahaman wajib
pajak (X2), dan sistem pemungutan (X3) dengan menggunakan semantic
differential (skala intelval). Variabel terikat merupakan penerimaan pajak bumi
dan bangunan yang disimbolkan dengan Y.
3.1.1.1 Variabel Bebas (X)
1. Kesadaran Perpajakan Wajib Pajak (1)
Kesadaran Perpajakan adalah kerelaan memenuhi kewajibannya, termasuk
rela memberikan kontribusi dana untuk pelaksanaan fungsi pemerintah dengan
2. Pemahaman Wajib Pajak atas PBB (2)
Pemahaman Wajib Pajak adalah persepsi Wajib Pajak terhadap kesederhanaan
dan daya jangkau hukum pajak akan mempengaruhi perilaku Wajib Pajak dan
keberhasilan perpajakan.
3. Sistem Pemungutan (3)
Sistem Pemungutan yang dibuat dirancang untuk meningkatkan raelisasi
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan.
3.1.1.2 Variabel terikat (Y)
Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Y)
Adalah peningkatan sikap proaktif WP terhadap pajak (PBB). Sikap
proaktif wajib pajak merupakan salah satu elemen konatif dari sikap WP yang
berpengaruh terhadap keberhasilan perpajakan. Komponen konatif (tindakan) dari
sikap (Azwar, 2000 : 24), merupakan aspek kecenderungan bertindak dan bereaksi
terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki
seseorang. Dengan demikian, keberhasilan penerimaan dalam hal ini diasumsikan
sebagai kecenderungan untuk bersikap positif oleh WP atau reaksi positif WP
3.1.2 Pengukuran Variabel
A. Tingkat Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (Y)
Adalah rasio tingkat kepatuhan pembayaran oleh wajib pajak (WP)
dibandingkan dengan ketetapannya pada tahun yang bersangkutan.
Pengukurannya menggunakan Semantic Defferensial skala Interval
(Sugiyono, 2001 : 71). Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan pengembangan dan modifikasi dari instrumen yang digunakan
dalam penelitian Effi Sulistyorini (2003) yang diadaptasi lagi oleh Vitriana
(2006). Variabel ini diukur dengan 4 (empat) pertanyaan.
Indikator untuk variabel ini adalah
1. Kebenaran petugas menghitung pajak
2. Penjelasan perhitungan petugas pajak
3. Keberatan ketidaksamaan perhitungan pajak
4. berdiskusi tentang masalah pajak
1 2 3 4 5
Sangat Tidak setuju Sangat setuju
Dari skala interval tersebut, arti nilai terhadap variabel diatas adalah :
1 = Menunjukkan sikap proaktif wajib pajak yang rendah
3 = Menunjukkan sikap proaktif wajib pajak yang cukup
B. Kesadaran Perpajakan (X1)
Adalah rasa yang timbul dari dalam diri wajib pajak atas kewajibannya untuk
membayar pajak Bumi dan Bangunan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
Indikator untuk mengukur variabel ini adalah (Effi Sulistyorini, 2003) yang
diadaptasi lagi oleh Vitriana (2006). :
1. PBB dipergunakan sebagai sumber pendapatan
2. PBB harus dibayar tepat waktu untuk pembiayaan pembangunan
3. PBB harus dibayar karena kewajiban warga negara
4. PBB sumber pendapatan daerah
Variabel ini menggunakan skala pengukuran interval sebagai berikut :
1 2 3 4 5
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Dari skala interval tersebut, arti nilai terhadap variabel diatas adalah :
1 = Menunjukkan Tingkat Kesadaran Wajib Pajak rendah
3 = Menunjukkan Tingkat Kesadaran Wajib Pajak wajar
5 = Menunjukkan Tingkat Kesadaran Wajib pajak tinggi
C. Tingkat Pemahaman Wajib Pajak (X2)
Adalah tingkat pemahaman wajib pajak Bumi dan Bangunan akan fungsi dan
pentingnya membayar pajak Bumi dan Bangunan.
Indikator untuk mengukur variabel ini adalah (Effi Sulistyorini, 2003) yang
diadaptasi lagi oleh Vitriana (2006). :
2. PBB dikenakan pada benda tidak bergerak, sehingga yang dipentingkan
objeknya
3. Subyek PBB adalah orang atau badan yang menguasai atau memperoleh
manfaat dari objek pajak
4. Sumber dana pembangunan
Variabel ini menggunakan skala pengukuran interval sebagai berikut :
1 2 3 4 5
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Dari skala interval tersebut, arti nilai terhadap variabel diatas adalah :
1 = Menunjukkan Tingkat Pemahaman Wajib Pajak rendah
3 = Menunjukkan Tingkat Pemahaman Wajib Pajak wajar
5 = Menunjukkan Tingkat Pemahaman Wajib pajak tinggi
D. Sistem Pemungutan (X3)
Sistem pemungutan pajak merupakan tingkat kemudahan atau kesulitan wajib
pajak dalam membayar pajak Bumi dan Bangunan yang diberlakukan
pemerintah.
Indikator untuk mengukur variabel ini adalah (Effi sulistyorini, 2003) yang
diadaptasi lagi oleh Vitriana (2006). :
1. Kemudahan prosedur pembayaran
2. Jangka waktu pembayaran
3. Sanksi keterlambatan
Variabel ini menggunakan skala pengukuran interval sebagai berikut :
1 2 3 4 5
Sangat tidak setuju Sangat setuju
Dari skala interval tersebut, arti nilai terhadap variabel diatas adalah :
1 = Menunjukkan Sistem Pemungutan rendah
3 = Menunjukkan Sistem Pemungutan wajar
5 = Menunjukkan Sistem Pemungutan tinggi
3.2 Teknik Pengumpulan Data 3.2.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2006 :72).
Populasi pada penelitian adalah seluruh wajib Pajak Bumi dan Bangunan
tahun 2010 untuk wilayah Kelurahan Pulorejo Mojokerto yang berjumlah 2.123
wajib pajak pribadi.
3.2.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi, yang mempunyai ciri dan
karakteristik yang sama dengan populasi tersebut (Sumarsono, 2004 : 44). Untuk
menentukan sampel yang digunakan dalam obyek penelitian ini adalah Simple
Random Sampling, yaitu cara pengambilan sampel dari semua anggota populasi
yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam anggota
Ukuran sampel dari populasi yang ditentukan dengan menggunakan rumus
slovin yang dikutip (Umar, 2004:78), yaitu :
n = 2
1 Ne
N
Keterangan : n : ukuran sample
N : ukuran populasi yang berjumlah
e : persentase kelonggaran ketidakpastian karena kesalahan
pengembalian sampel masih dapat diteliti 10%
Berdasarkan rumus diatas, maka diperoleh :
n = 2
3.3 Teknik Pengumpulan Data 3.3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer
yaitu data yang bersumber dari tanggapan responden atas daftar pertanyaan yang
tertera dalam angket. Sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
Kelurahan Pulorejo Mojokerto.
3.3.2 Metode Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data yang diperlukan penulis melakukan prosedur sebagai
1. Wawancara
Wawancara adalah Pengumpulan data dengan memberikan daftar pertanyaan
atau kuesioner yang telah disiapkan dan diberikan secara langsung kepada
responden untuk mendapatkan data yang diperlukan (Sugiyono, 2006 :130).
2. Observasi
Observasi adalah pengumpulan data melalui pengamatan objek secara
langsung dan mencatat segala data yang diperlukan dan berhubungan
dengan masalah yang diteliti (Sugiyono, 2006 : 138).
3. Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu
dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari
responden (Sugiyono, 2006 : 135)
3.4 Teknik Analisis 3.4.1 Uji Kualitas Data
Ada dua konsep untuk mengukur kualitas data, yaitu realibilitas dan
validitas. Artinya, suatu penelitian akan menghasilkan kesimpulan yang biasa jika
datanya kurang reliabel dan kurang valid.
3.4.1.1 Validitas (Validity) Data
Validitas data penelitian mempersoalkan apakah benar-benar kita
mengukur apa yang kita pikirkan sedang kita ukur (Nazir, 2005:145). Uji validitas
kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk
mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.
Menurut (Santoso, 2000 : 277) dasar pengambilan keputusan, yaitu
sebagai berikut :
1. Jika hasil Positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau variabel
tersebut valid.
2. Jika r hasil tidak positif, serta r hasil < r tabel, maka butir atau variabel
tersebut tidak valid.
3.4.1.2 Reliabilitas (Reliability)
Uji Reliabilitas digunakan untuk mengetahui apakah jawaban yang
diberikan oleh responden dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Suatu alat ukur
atau kuesioner mempunyai reliabilitas tinggi atau dapat dipercaya jika alat ukur
atau kuesioner itu stabil, dapat diandalkan dan dapat diramalkan (Nazir, 2005 :
133).
Suatu kuesioner dikatakan variabel atau handal jika jawaban seseorang
terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu-kewaktu. Disini
pengukuran hanya sekali dan kemudian hasilnya dibandingkan dengan pertanyaan
lain atau mengukur korelasi antara jawaban dan pertanyaan. Pengukuran ini
menggunakan bantuan program SPPS dengan uji statistik cronsbach alpha,
dimana suatu kuesioner dikatakan realibel jika nilai cronsbach alpha lebih besar