PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN
TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (
Fusarium
sp.)
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (
Capsicum Annum
L.)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Sar jana Pertanian Program Studi Agroteknologi
Oleh : KRISNAWAN NPM : 0825010011
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWA TIMUR
SURABAYA
2012
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN
TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (
Fusarium
sp.)
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (
Capsicum Annum
L.)
SKRIPSI
Oleh :
KRISNAWAN NPM : 0825010011
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
J AWATIMUR
SURABAYA
2012
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN
TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (
Fusarium
sp.)
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (
Capsicum Annum
L.)
Diajukan oleh : Krisnawan 0825010011
Telah disetujui oleh :
Pembimbing Utama : Pembimbing Pendamping :
Dr.Ir. Indriya Radianto, MS. Dr. Ir. Yenny Wuryandar i, MP.
Mengetahui :
Ketua Program Studi Agroteknologi
Ir. Mulyadi, MS.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
PENGARUH AGENSIA HAYATI PSEUDOMONAD FLUORESEN
TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT LAYU (
Fusarium
sp.)
DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (
Capsicum Annum
L.)
Disusun Oleh :
Krisnawan NPM : 0825010011
Telah dipertahankan di hadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi Pr ogram Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian
Univer sitas Pembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal : 28 September 2012
Pembimbing Tim Penguji :
1. Pembimbing Utama : 1. Ketua
Dr.Ir. Indriya Radianto, MS. Dr.Ir. Indr iya Radianto, MS.
2. Pembimbing Pendamping : 2. Sekretaris
Dr. Ir. Yenny Wur yandari, MP. Dr. Ir. Yenny Wur yandar i, MP. 3. Anggota
Ir. Mulyadi, MS. 4. Anggota
Dr.Ir. Nor a Augustien, MP.
Mengetahui :
Dekan Fakultas Pertanian Ketua Program Studi Agroteknologi
Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS. Ir. Mulyadi, MS.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Telah Direvisi
Tanggal : ……….
Pembimbing Utama : Pembimbing Pendamping :
Dr .Ir. Indriya Radianto, MS. Dr . Ir. Yenny Wuryandar i, MP.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan YME atas segala rahmat dan hidayahNya yang telah dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan skripsi, dengan judul “PENGARUH AGENSIA HAYATI
PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN
PENYAKIT LAYU Fusarium sp. DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.)”
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pertanian Program Studi Agroteknologi di Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur.
Semoga laporan dalam penyusunan skripsi ini dapat diterima, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesar besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Indriya Radianto, MS selaku dosen pembimbing utama. 2. Ibu Dr. Ir. Yenny Wuryandari, MP selaku dosen pembimbing
pendamping.
3. Bapak Dr. Ir. Ramdan Hidayat, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur Surabaya.
4. Bapak Ir. Mulyadi, MS selaku Ketua Prorgam Studi Ilmu Agrotekonologi 5. Kedua orang tua yang selalu mendo’akan dengan kasih sayangnya.
6. Teman-seperjuangan angkatan 2008 dan segenap pihak yang telah membantu terselesainya laporan skripsi ini.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
ii
7. Rekan-rekan dan semua pihak yang telah membantu dalam menyeleseikan penyusunan laporan ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun akan berguna bagi penulis selanjutnya dan bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Surabaya, September 2012
Penulis
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR TABEL LAMPIRAN ... viii
I. PENDAHULUAN A. Latar belakang ... 1
B. Maksud dan tujuan ... 3
C. Rumusan Masalah ... 3
II.TINJ AUAN PUSTAKA A. Tanaman Cabai (Capsicum Annum L.) ... 5
1. sistematika tanaman cabai ... 5
2. Morfologi cabai ... 5
3. Produksi dan kendala ... 6
B. Penyakit layu Fusarium ... 7
1. Arti penting layu Fusarium pada tanaman cabai ... 7
2. Gejala ... 8
3. Penyebab penyakit ... 8
4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan penyakit ... 9
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
iv
5. Pengendalian penyakit ... 10
6. Pengendalian hayati ... 11
C. Agensia Hayati (Pesudomonad fluoresen) ... 12
1. Sistematika Pseudomonad fluoresen ... 12
2. Biologi dan mekanisme pengendalian ... 12
D. Bakteri Pseudomonad fluoresen Pemacu Pertumbuhan Tanaman ... 13
E. Hipotesis ... 15
III. BAHAN DAN METODE A.Tempat dan waktu ... 16
B.Alat dan Bahan ... 16
1. Pembuatan media King’s B ... 16
2. Pembuatan media V8 ... 17
C.Metode penelitian ... 18
1. Perlakuan ... 18
2. Persiapan tanam ... 19
a. Media tanam ... 19
b. Jamur patogen Fusarium oxysporum ... 19
c. Agensia hayati Pseudomonad fluoresen ... 20
3. Cara perlakuan ... 20
4. Pengamatan ... 20
D.Analisa data ... 21
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
v IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Jamur ... 22
1. Jamur patogen Fusarium ... 22
2. Bakteri Pseudomonad fluoresen ... 23
3. Perlakuan ... 24
B. Perkembangan penyakit ... 25
1. Masa Inkubasi ... 25
2. Indeks penyakit ... 28
3. Pengaruh Pseudomonad fluoresen terhadap pertumbuhan tanaman cabai ... 31
V. KESIMPULAN A. Kesimpulan ... 35
B. Saran ... 35
DAFTAR PUSTAKA ... 36
LAMPIRAN ... 40
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Koloni jamur Fusarium sp pada cawan petri umur 7 hari ... 22
2. Konidium jamur Fusarium sp ... 23
3. Bakteri Pseudomonad fluoresen dibawah sinar UV ... 23
4. Koloni Pseudomonad fluoresen dibawah UV ... 24
5. Proses perendaman tanaman cabai dengan bakteri Pseudomonad fluoresen ... 24
6. Penyiraman suspensi Fusarium sp ke tiap-tiap lubang ... 25
7. Gejala daun kuning pada tanaman cabai ... 25
8. Layu pada tanaman cabai ... 26
9. Rata-rata masa inkubasi penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai dengan pemberian Pseudomonad fluoresen ... 26
10. Grafik rata-rata indeks penyakit dari setiap perlakuan yang dicoba ... 30
11. Perbedaan tanaman yang pertumbuhannya terhambat menjadi pendek ... 32
12. Diagram rata-rata tinggi tanaman cabai hari ke-35 ... 33
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
vii
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman 1. Rata-rata indeks penyakit Fusarium sp pada hari ke-15 ... 28 2. Rata-rata tinggi tanaman pengamatan pada hari ke-35 ... 32
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
viii
DAFTAR TABEL LAMPIRAN
No. Judul Halaman
1. Anova indeks penyakit pada hari ke-5 ... 40
2. Anova indeks penyakit pada hari ke-10 ... 40
3. Anova indeks penyakit pada hari ke-15 ... 40
4. Anova indeks penyakit pada hari ke-20 ... 41
5. Anova indeks penyakit pada hari ke-25 ... 41
6. Anova indeks penyakit pada hari ke-30 ... 41
7. Anova indeks penyakit pada hari ke-35 ... 42
8. Anova rata-rata tinggi tanaman cabai pada hari ke-35 ... 42
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
RINGKASAN
KRISNAWAN NPM : 0825010011. PENGARUH AGENSIA HAYATI
PSEUDOMONAD FLUORESEN TERHADAP PERKEMBANGAN
PENYAKIT LAYU (Fusarium sp.) DAN PERTUMBUHAN TANAMAN CABAI
(Capsicum Annum L.)
Cabai (Capsicum Annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura
yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Selain digunakan untuk keperluan
rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk bahan baku industri diantaranya,
industri bumbu masakan, industri makanan dan industri obat‐obatan atau jamu. Buah
cabai ini selain dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai nilai ekonomi
bagi petani, yang memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerja. Salah satu
kendala yang mempengaruhi produksi dan mutu cabai adalah adanya serangan
penyakit layu Fusarium sp yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum f.sp.
cubense. Pengendalian penyakit secara kimiawi mempunyai dampak negatif terhadap
lingkungan dan mikroorganisme. Alternatif pengendalian penyakit yang paling aman
adalah dengan menerapkan konsep pengendalian penyakit secara terpadu.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh beberapa isolat agensia
hayati Pseudomonad fluoresen terhadap perkembangan penyakit Fusarium sp yang
disebabkan jamur Fusarium oxysporum sppada tanaman cabai.
Penelitian ini dilakukan di Green House program studi Agroteknologi
Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur, mulai bulan Juni sampai dengan
bulan Agustus 2012. Percobaan ini merupakan faktor tunggal dengan 7 (tujuh)
macam perlakuan yang diletakkan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan di
ulang sebanyak tiga kali. Data analisis yang diperoleh dianalisis menggunakan
analisis sidik ragam (ansira). Apabila F hitung > F tabel maka dilanjutkan uji
perbandingan rata-rata hasil dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT 5%).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
Munculnya gejala penyakit layu Fusarium sp dari tiap-tiap perlakuan
pemberian P. fluoresens memperlihatkan hasil yang bervariasi. Pada kontrol tanpa
pemberian P. fluoresens menunjukkan masa inkubasi yang paling rendah atau paling
cepat. Tanaman cabai yang diperlakukan dengan isolat Pseudomonad fluoresen (Pf
160, Pf 142, Pf 36, Pf 81, Pf 122, Pf B) pada bak yang telah diberi patogen Fusarium
sp dengan cara disiramkan menunjukkan bahwa Peudomonad fluoresen Pf 36
mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menekan penyakit layu Fusarium sp.
Indeks penyakit layu Fusarium sp pada tanaman cabai dipengaruhi oleh perlakuan
dengan menggunakan bakteri agensia hayati Pseudomonad fluoresen.
Perlakuan dengan pemberian Pseudomonad fluoresen dengan cara
perendaman bibit tanaman cabai selama 30 menit, mampu mempengaruhi tinggi
tanaman, hal ini dapat dilihat pada pengamatan terakhir. Pertumbuhan tanaman
khususnya pada tinggi tanaman, pada tanaman yang diperlakukan dengan agensia
hayati Pseudomonad fluoresen dapat terlihat perbedaan tinggi tanaman. Pada kontrol
tanaman terlihat lebih pendek dan daunnya menguning, hal ini berarti lebih baik
dibandingkan kontrol, bakteri Pseudomonad fluoresen mempunyai kemampuan untuk
berkembang di daerah perakaran yang kemungkinan dapat mendukung pertumbuhan
tanaman.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakteri antagonis
Pseudomonad fluoresen terutama Pf 160 dengan perendaman 30 menit mampu
menunda munculnya gejala penyakit layu Fusarium sp dan cenderung menekan
perkembangan penyakit layu Fusarium sp. Selain itu pemberian Pseudomonad
fluoresen dengan semua isolat mampu mendukung pertumbuhan tanaman dibedakan
dengan tanpa pemberian Pseudomonad fluoresen.
.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cabai (Capsicum Annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di Indonesia. Cabai merupakan tanaman perdu dari famili terung‐terungan yang memiliki nama ilmiah Capsicum sp.
Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru dan menyebar ke
negara‐negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk Negara Indonesia. Tanaman cabai banyak ragam tipe pertumbuhan dan bentuk buahnya. Diperkirakan terdapat 20 spesies yang sebagian besar tumbuh di Negara asalnya. Masyarakat pada umumnya hanya mengenal beberapa jenis saja, yakni cabai besar, cabai keriting, cabe rawit dan paprika. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan vitamin. Di antaranya kalori, protein, lemak, kabohidarat, kalsium, vitamin A, B1 dan Vitamin C (Cahyono, 2003).
Selain digunakan untuk keperluan rumah tangga, cabai juga dapat digunakan untuk bahan baku industri diantaranya, industri bumbu masakan,
industri makanan dan industri obat‐obatan atau jamu. Buah cabai ini selain
dijadikan sayuran atau bumbu masak juga mempunyai nilai ekonomi bagi petani, yang memiliki peluang eksport, membuka kesempatan kerja (Semangun, 1993).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya potensi produktivitas tanaman cabai di Indonesia masih sangat rendah yaitu 6,72 ton/ha apabila dibandingkan dengan potensi produksi yang dapat mencapai 12,99 ton/ha. Produksi nasional cabai dari tahun 2003 sampai tahun 2009 mengalami penurunan yaitu berturut-turut 774.408 dan 668.970 ton. Padahal permintaan cabai nasional terus
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
2
meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya rata-rata konsumsi cabai dan meningkatnya jumlah penduduk (Anonim, 2009).
Salah satu kendala yang mempengaruhi produksi dan mutu cabai adalah adanya serangan penyakit layu Fusarium yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum. Pengendalian penyakit secara kimiawi mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan mikroorganisme. Alternatif pengendalian penyakit yang paling aman adalah dengan menerapkan konsep pengendalian penyakit secara terpadu (Semangun, 1993 dan Sitepu, 1993).
Selama ini pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
Fusarium oxysporum yang dilakukan selalu berlebihan atau dengan menggunakan pestisida kimia, apabila hal tersebut dilakukan maka akan berdampak negatif dan juga menjadikan lingkungan menjadi rusak. Sehubungan dengan hal tersebut dibutuhkan cara pengendalian yang tidak membahayakan bagi kehidupan manusia serta ramah lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian (OPT) yaitu dengan cara menggunakan agensia hayati sehingga lingkungan akan tetap lestari baik dimasa sekarang ataupun untuk masa yang akan datang (Baker dan Cook, 1974). Penggunaan pestisida yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah kesehatan, pencemaran lingkungan dan gangguan keseimbangan ekologis. Oleh karena itu perhatian pada alternatif pengendalian yang ramah lingkungan semakin dibutuhkan untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetis (Cristianti, 2004).
Salah satu agensia hayati yang berpotensi untuk pengendalian hayati adalah Pseudomonad fluoresen. Dari hasil penelitian sebelumnya (Wuryandari, 2005), bahwa diperoleh beberapa agensia Pseudomonad fluoresen yang berhasil
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
3
menekan layu bakteri pada tomat dan dapat memacu pertumbuhan tanaman. Hasil pengamatan terhadap indeks penyakit, isolat Pf-22 menunjukkan menghambat paling tinggi diikuti isolat Pf-81 dan Pf-142. Pada akhir pengamatan yaitu pada hari ke-30, indeks penyakit tanaman tomat yang diperlakukan dengan Pf-122 hanya mencapai 49,99 %, sedangkan kontrol sudah mencapai indeks penyakit 100 % pada hari ke-20. Pada pot yang diperlakukan dengan Pf-81 dan Pf-142, indeks penyakit pada akhir pengamatan berturut-turut adalah 61,33 % dan 66,67 %. Apabila dilihat perkembangan penyakitnya mulai dari hari ke-1 sampai ke-30, terlihat bahwa perkembangan penyakit layu pada tomat yang paling lambat adalah tomat yang diperlakukan dengan isolat Pf-122 kemudian diikuti Pf-81 dan Pf-142.
Mencermati hal tersebut di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mencari agensia hayati Pseudomonad fluoresen yang sudah di uji sebelumnya, apakah mampu juga menekan penyakit layu Fusarium sp pada tanaman cabai.
B. Maksud dan Tujuan
Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh beberapa isolat agensia hayati Pseudomonad fluoresen terhadap penekanan penyakit Fusarium yang disebabkan jamur Fusarium oxysporum spdan pertumbuhan pada tanaman cabai.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian hal tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
4
1. Apakah agensia hayati Pseudomonad fluoresen dapat menekan pertumbuhan layu Fusarium ?
2. Agensia hayati Pseudomonad fluoresen mana yang paling dapat menekan penyakit layu Fusarium pada cabai ?
3. apakah agensia hayati Pseudomonad fluoresen dapat memacu pertumbuhan tanaman cabai ?
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
5
II. TINJ AUAN PUSTAKA
A.Tanaman Cabai (Capsicum Annum L).
1. Sistematika tanaman cabai adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum
Spesies : Capsicum annuum (cabai besar, cabai lonceng) Capsicum frutescens (cabai kecil/cabai rawit) 2. Mor fologi cabai
Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dengan batang tidak berkayu. Biasanya, batang akan tumbuh sampai ketinggian tertentu, kemudian membentuk banyak percabangan. Untuk jenis-jenis cabai rawit, panjang batang biasanya tidak melebihi 100 cm. Namun untuk jenis cabai besar, panjang batang (ketinggian) dapat mencapai dua meter bahkan lebih (Anonim, 2010).
Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Ada daun yang berbentuk oval dan lonjong. Menurut Nawangsih dan Imdad (1994), daun terdiri atas tangkai, tulang dan helaian daun. Panjang tangkai daun antara 1 - 5 cm. Tangkai daun berkembang sekaligus sebagai tulang daun. Tulang daun berbentuk
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
6
menyirip dilengkapi urat daun. Helaian daun bagian bawah berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya berwarna hijau tua.
Batang tanaman cabai berwarna hijau, hijau tua, atau hijau muda. Pada batang-batang yang telah tua (biasanya batang paling bawah), akan muncul wama coklat seperti kayu. Ini merupakan kayu semu, yang diperoleh dari pengerasan jaringan (Tjahjadi, 1991).
Tanaman cabai memiliki perakaran yang cukup rumit dan hanya terdiri dari akar serabut saja. Biasanya di akar terdapat bintil-bintil yang merupakan hasil simbiosis dengan beberapa mikroorganisme. Meskipun tidak memiliki akar tunggang, namun ada beberapa akar tumbuh ke arah bawah yang berfungsi sebagai akar tunggang semu (Tjahjadi, 1991).
Bunga tanaman cabai juga bervariasi, namun memiliki bentuk yang sama, yaitu berbentuk bintang. Ini menunjukkan tanaman cabai termasuk dalam sub kelas Ateridae (berbunga bintang). Bunga biasanya tumbuh pada ketiak daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu tandan biasanya terdapat 2 - 3 bunga saja. Mahkota bunga tanaman cabai warnanya bermacam-macam, ada yang putih, putih kehijauan, dan ungu. Diameter bunga antara 5 - 20 mm (Prajnanta, 2007).
3. Produksi dan kendala
Menurut Basis Data Departemen Pertanian Republik Indonesia (2009), luas panen cabai secara nasional meningkat dari 176,264 ha pada tahun 2003 menjadi 194,588 ha pada tahun 2004. Namun peningkatan luas panen tersebut tidak diikuti peningkatan produktivitas cabai. Pada tahun 2003, produktivitas
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
7
cabai nasional mencapai 6.05 Kuintal/ ha, namun jumlah tersebut menurun pada tahun 2004 menjadi 56.60 Kuintal/ ha. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor pembatas produksi cabai. Salah satu penyakit pada cabai yang menimbulkan kerugian cukup besar adalah penyakit layu Fusarium
yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum (Djafruddin 2004; Semangun 2007; Pracaya 2007).
B.Penyakit Layu Fusarium
1. Arti penting penyakit layu Fusarium pada tanaman cabai.
Penyakit layu fusarium atau sering disebut penyakit Fusarium pada tanaman cabai disebabkan oleh jamur Fusarium Oxysporum f. Sp. Penyakit ini merupakan penyakit paling berbahaya yang menyerang tanaman cabai. Kerugian hasil akibat penyakit layu Fusarium dapat mencapai 45 – 60 % atau lebih terutama pada kondisi yang menguntungkan bagi perkembangan penyakit. Bahkan menurut Estiati (1993) di Amerika Serikat patogen layu Fusarium
menduduki peringkat ke lima sebagai patogen yang merugikan, yaitu sekitar 0,72 % dari produksi cabai di seluruh Amerika Serikat. Bila dikonversi dalam biaya nilainya sekitar 6,6 juta dollar Amerika Serikat di tahun 1988 sampai 1989.
Usaha pengendalian penyakit layu Fusarium dengan teknik budidaya cukup sulit. Pengendalian seperti rotasi tanaman kurang efektif, karena patogen
Fusarium dapat bersifat saprofitis di dalam tanah dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang relatif lama. Bahkan pemberian pupuk nitrogen yang berlebihan dapat meningkatkan serangan Fusarium oxysporum. Hal ini didukung oleh penelitian LaMondia et al. (1995) yang menyatakan bahwa pada tanaman
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
8
cabai bila diberikan pupuk nitrogen yang berlebihan maka akan dapat meningkatkan serangan Fusarium oxysporum karena semakin menurunnya pH tanah. Upaya pengendalian penyakit tanaman melalui sanitasi, pergiliran tanaman, dan penggunaan pestisida seringkali sukar dilaksanakan di lapang secara maksimal. Pertanaman cabai yang terus menerus dan serta tersedianya tanaman inang lain disekitar pertanaman menyulitkan usaha pengendalian patogen-patogen yang terbawa dalam tanah dan mampu bertahan lama dalam tanah (Anonim, 2010).
2. Gejala
Gejala awal penyakit layu Fusarium cabai berupa pucatnya tulang daun, terutama daun sebelah atas, kemudian diikuti dengan merunduknya tangkai, dan akhirnya tanaman menjadi layu secara keseluruhan. Seringkali kelayuan didahului dengan menguningnya daun, terutama daun bagian bawah. Kelayuan dapat terjadi sepihak. Pada batang kadang terbentuk akar adventif. Pada tanaman yang masih muda dapat menyebabkan matinya tanaman secara mendadak karena pada pangkal batang terjadi kerusakan (Semangun, 2002).
3. Penyebab penyakit
Semua Fusarium yang menyebabakan penyakit layu dan berada dalam pembuluh (vascular diseae) dikelompokan dalam satu jenis (spesies), yaitu
Fusarium oxysporum. Jenis ini mempunyai banyak bentuk (forma) yang mengkhususkan diri dari jenis (spesies) tumbuhan tertentu (Cristianti, 2004).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
9
Sistematika Fusariumoxysporum f.sp. lycopersic adalah sebagai berikut: Kingdom : Myceteae
Divisi : Amastigomycota Subdivisi : Deuteromycota Kelas : Deuteromycetes Ordo : Moniliales Famili : Tuberculariaceae Genus : Fusarium
Spesies : Fusariumoxysporum f.sp. lycopersici
4. Faktor lingkungan yang mempengaruhi per kembangan penyakit
Perkembangan Fusarium oxysporum sangat sesuai pada tanah dengan kisaran pH 4,5-6,0 sedangkan pada biakan murni akan tumbuh dengan baik pada kisaran pH 3,6-8,4. pH optimum untuk spora sekitar 5,0, spora yang terjadi pada tanah dengan pH di bawah 7,0 adalah 5-20 kali lebih besar dibandingkan dengan tanah yang mempunyai pH di atas 7,0 (Sastrahidayat, 1990). Konidium Fusarium oxysporum berkembang menjadi klamidospora. Pada tanah yang terinfeksi berat dan berdrainase jelek penyakit lebih cepat berkembang dibandingkan pada tanah yang berdrainase baik. Pemupukan yang tepat serta drainase yang baik dapat menekan perkembangan penyakit (Semangun, 2001).
Klamidospora biasanya berada pada jaringan yang membusuk atau di dalam tanah dan akan terangsang berkecambah bila terdapat perakaran tanaman. Setelah berkecambah miselium akan menghasilkan konidia dalam waktu 6-8 jam, sedang klamidospora terbentuk dalam waktu 2-3 hari. Di dalam jaringan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
10
pembuluh tanaman, jamur tumbuh dan masuk kejaringan parenkim yang berdekatan dan menghasilkan sejumlah besar konidia dan klamidospora. Konidia ini dapat berkembang menjadi klamidospora yang dapat kembali masuk ke dalam tanah ketika jaringan yang terinfeksi mati dan membusuk. Klamidospora ini tetap hidup dan bertahan dalam jangka waktu yang cukup lama di dalam tanah. Siklus penyakit akan berulang bila klamidospora ini berkecambah dan tumbuh kembali baik sebagai saprofit atau menyerang tanaman inang (Anonim, 2011).
Fusarium oxysporum adalah fungi aseksual yang menghasilkan tiga spora yaitu mikronidia, makronidia dan klamidospora. Mikronidia adalah spora dengan satu atau dua sel yang dihasilkan Fusarium pada semua kondisi dan dapat menginfeksi tanaman. Makronidia adalah fungi dengan tiga sampai lima sel biasanya ditemukan pada permukaan. Klamidospora adalah spora dengan sel selain diatas dan pada waktu dorman dapat menginfeksi tanaman, sporanya dapat tumbuh di air (Anonim, 2011).
5. Pengendalian Penyakit
Secara umum, usaha untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh jamur Fusarium oxysporum dapat dilakukan dengan: 1) penanaman tanaman varietas tahan, 2) pemberian kompos jerami yang diberikan 2 minggu sebelum tanam, dan 3) penggunaan agensia hayati, seperti isolat Trichoderma, antara lain
T. harzianum, T. koningii, T. viridae, dan Gliocladium fimbriatum (Anonim, 2002).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
11
6. Pengendalian hayati
Pengendalian hayati adalah pengendalian dengan memanfaatkan musuh alami untuk mengendalikan OPT termasuk memanipulasi inang, lingkungan atau musuh alami itu sendiri (Anonim, 2011). Pengendalian hayati memiliki arti khusus, karena pada umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan dan tidak memerlukan input luar. Pengendalian ini secara terpadu diharapkan dapat menciptakan kondisi yang tidak mendukung bagi kehidupan organisme penyebab penyakit atau mengganggu siklus hidupnya (Sarsito dkk, 2009).
Salah satu komponen utama dalam pengendalian terpadu penyakit adalah dengan agensia hayati yang mana tidak berbahaya bagi manusia dan ramah lingkungan Teng (1990). Pengendalian Hayati adalah kegiatan untuk menurunkan kepadatan pathogen atau parasit dalam kondisi aktif (Cook dan Baker, 1991). Agensia pengendalian hayati penyakit tanaman adalah mikroorganisme yang hidup dan diperoleh dari alam yang dapat berupa jamur, bakteri dan virus yang dapat digunakan untuk menekan, menghambat dan memusnakan (Goto, 1992).
Kelebihan pengendalian secara hayati adalah sebagai berikut: Ramah lingkungan dan tidak membahayakan bagi manusia baik di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang, pengendalian akan mengenai sasaran dengan tepat tanpa membahayakan bagi mikroorganisme lain, lebih menyuburkan tanah dan memperbaiki struktur tanah, dapat memperbanyak dan menjaga kehidupan mikroorganisme dalam tanah yang bermanfaat bagi tanaman, menjamin dan menjaga lahan pertanian dimasa yang akan datang (Upadhyay dan Ray, 2987).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
12
C.Agensia Hayati (Pseudomonad fluoresen)
Pseudomonad fluoresen (Pf) adalah kelompok bakteri genus Pseudomonas yang mempunyai asam mycelium pigmen fluorescens, koloni akan berpendar bila diletakan dibawah sinar ultra violet (UV). Anggota dari kelompok bakteri ini antara lain Pseudomonas fluorescens dan P. putida. Bakteri tersebut hidup dalam tanah sebagai saprofit dan cepat berkembang (Cristianti, 2004).
1. Sistematika Pseudomonad fluoresen Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria Class : Gamaproteobacteria Order : Pseudomonadales Famili : Pseudomonadadceae Genus : Pseudomonaas
Spesies : P fluorescens
2. Biologi dan mekanisme Pengendalian
Pseudomonad fluoresen dapat mengimbas ketahanan tanaman terhadap penyakit. Hal ini disebabkan oleh bakteri tersebut mengeluarkan metabolit yang mengimbas ketahanan tanaman. Bakteri Pseudomonad fluoresen juga mampu mengikat fosfat. Percobaan dirumah kaca menunjukan bahwa terjadi pengikatan salisilat dalam akar tanaman yang diperlukan. Perlakuan dengan metabolit yang berupa protein ekstraseluler tidak menimbulkan gejala, tanpa perlakuan (kontrol) 45%, yang diperlukan dengan bakteri hidup 12% dan bakteri inaktif dengan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
13
intensitas penyakit 17% (Cristanti, 2004). Disamping itu, hasil penelitian menunjukan serangan penyakit Fusarium oxysporum pada cabai berumur 10 hari
setelah tanam dan diaplikasikan dengan Pseudomonas fluorescens isolate 2 lebih rendah
disbanding dengan serangan penyakit tanpa aplikasi P.fluorescens (kontrol) atau isolate
P.fluorescens 1 dan P.fluorescens 3, berurutan adalah 7.93, 30.16%, 12.70% dan 11.14%.
(Stefania, 1998).
Dari beberapa isolat Pseudomonad yang diuji daya hambatnya terhadap perkembangan penyakit layu R. solanacearum di rumah kaca, menunjukkan hasil yang bervariatif. Beberapa Pf yang di uji sebelumnya yaitu Pf-122, Pf-142, Pf-20, Pf-81 dan Pf-136. Indeks penyakit mencapai 49,99%, 66,67%, 84,44%, 63,33% dan 67,78 %. Adapun agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat Pf-122 yang mampu menghambat perkembangan penyakit layu bakteri yang disebabkan oleh bakteri R. solanacearum yaitu dengan indeks penyakitnya hanya 49,9%, sehingga Pseudomonad fluoresen isolat Pf-122 dapat menekan pertumbuhan R. solanacearum sampai 51,1% (Wuryandari et al., 2005).
D.Bakteri Pseudomonad fluoresen Pemacu Pertumbuhan Tanaman
Mikroorganisme yang berada di dalam tanah atau rizosfer tanaman telah diketahui memegang peranan penting dalam berbagai proses di dalam tanah yang secara tidak langsung mempengaruhi pertumbuhan tanaman (Tilak et al. 2005). Interaksi mikroba dengan tanaman di rizosfer dapat berupa hubungan yang menguntungkan, netral, atau menggangu pertumbuhan tanaman (Husen 2003). Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT) berpotensi meningkatkan produktivitas dan pertumbuhan tanaman. Terdapat berbagai mekanisme PGPR dalam menstimulasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
14
pertumbuhan tanaman. Mekanisme ini dikelompokkan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. Secara tidak langsung rizobakteri terkait dengan produksi metabolit seperti antibiotik dan siderofor, yang dapat berfungsi menurunkan pertumbuhan fitopatogen. Secara langsung PGPR mampu memproduksi zat pengatur tumbuh dan meningkatkan pengambilan nutrisi oleh tumbuhan (Kloepper, 1993).
Mekanisme RPPT dalam meningkatkan kesehatan/kebugaran tanaman dapat terjadi melalui 3 cara, yaitu: menekan perkembangan hama/penyakit (bioprotectant): mempunyai pengaruh langsung pada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit; memproduksi fitohormon (biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid), sitokinin, giberellin dan penghambat produksi etilen, dapat menambah luas permukaan akar-akar halus; meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman (biofertilizer) (Widodo, 2006). Rhizobakteri yang baik memiliki sifat : a) Mampu mendominasi dalam pemanfaatan eksudat yang dikeluarkan, b) Cepat berkembang biak, c) Mampu mengkolonisasi perakaran (Widodo, 1993). Adanya PGPR dapat memberikan keuntungan melalui berbagai mekanisme antara lain produksi metabolit sekunder seperti antibiotik, kitinase, β-1,3 glukanase, sianida, substansi hormon, sebagai agens pengendali biologi melalui kompetisi, induksi sistem partahanan terhadap patogen, produksi siderofor, pelarut fosfat dan fiksasi N2 (Glick, 1995; Husen, 2003).
Menurut Kusumadewi (1999) rizobakteri memungkinkan penyediaan unsur hara tertentu dari lingkungannya yaitu menambat N2 dan mensuplai ketanaman. Rizobakteri juga mampu menghasilkan siderofor yang dapat
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
15
melarutkan dan memisahkan besi dari tanah serta menyediakannya untuk tanaman. Genus yang banyak diketahui sebagai pemacu pertumbuhan antara lain
Pseudomonas sp., Bacillus sp., dan Rhizobium sp.
E. Hipotesis
Perendaman akar tanaman cabai dengan suspensi Pseudomonad fluoresen sebelum ditanam diduga dapat menekan terhadap serangan penyakit Fusarium oxysporum dan memacu pertumbuhan tanaman.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
16
III. BAHAN DAN METODE
A.Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Green House program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UPN “Veteran” Jawa Timur, mulai bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2012.
B. Alat dan Bahan.
Bahan penelitian yang digunakan medium King’s B, Medium Potato Dektrosa Agar (PDA V8), benih cabai, air steril, air suling, alkohol 90%, tanah steril, dan 1% NaOCL, jamur patogen Fusarium oxysporum, Rhizobakteria kelompok Pseudomonad fluoresen.
Alat yang digunakan adalah gelas beker, cawan petri, lampu spiritus, tabung reaksi, Erlenmeyer, spektrofotometer, oven, ose, dan laminar air flow. 1. Pembuatan media King’B
a. Agar-agar Kings B (King's B agar) adalah medium yang baik untuk isolasi secara umum bakteri patogen tanaman, terutama kelompok Pseudomonad yang berpendarfluor (berfloresensi).
Bahan - bahan pembuatan media Kings’B adalah sebagai berikut :
a. Protease pepton 20 g d. MgSO4.7H2O 1,5 g
b. Gliserol 10 ml e. Agar-agar 15 g
c. K2HPO4 (tanpa air) 1,5 g f. Air suling 1 liter
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
17
Langkah - langkah pembuatan media Kings’B :
a. Semua bahan tersebut dimasukkan pada beaker glass kemudian diaduk sampai homogen
b. Sesuaikan keasaman (pH) medium menjadi 7,2 dan
c. Sterilkan dengan autoklaf pada suhu 121°C selama 25 menit. 2. Pembuatan media V8
Agar-agar air sari V-8 (V-8 juice agar) adalah medium yang baik untuk pertumbuhan jamur.
Bahan - bahan pembuat media V8 adalah sebagai berikut :
a. Air sari V-8 disaring sebanyak 300 ml b. CaCO3 4,5 g
c. Agar-agar 15 g
d. Air suling (air steril) 1000 ml
- Langkah - langkah pembuatan media V8 adalah sebagai berikut :
V8 juice 300 ml ditambah CaCO3 4,5 g di aduk / disentrifuse kemudian endapan dibuang dan diambil beningnya sebanyak 200 ml ditambah air steril jadi 1 liter kemudian ditambah agar-agar 15 g.
Bila air sari V-8 tidak dapat diperoleh, bahan ini dapat diganti dengan campuran air sari tomat,wortel, dan seledri.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
18
C. Metode Penelitian
Percobaan ini merupakan faktor tunggal dengan 7 (tujuh) macam perlakuan yang diletakkan dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan di ulang sebanyak tiga kali.
1. Per lakuan
Perlakuan yang digunakan adalah 7 (tujuh) hal,yaitu :
1. Pf 122 adalah bibit direndam dengan agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat 122
2. Pf B adalah bibit direndam dengan agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat B
3. Pf 142 adalah bibit direndam dengan agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat 142
4. Pf 160 adalah bibit direndam dengan agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat 160
5. Pf 81adalah bibit direndam dengan agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat 81
6. Pf 36 adalah bibit direndam dengan agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat 36
7. K (Kontrol) : bibit diberi Fusarium oxysporum tanpa direndam dengan agensia hayati Pf.
Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 (tiga) kali dan tiap-tiap ulangan sebanyak 6 (enam) tanaman dalam satu bak, (Gambar 1.)
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
19
Pf-122 (2) Pf- 36 (1) Pf-B (1)
Pf-B (3) Pf-122 (1) K (2)
Pf-122 (3) Pf-142 (1) Pf- 36 (2)
K (1) Pf- 81(2) Pf-B (2)
Pf-142 (2) Pf-160 (1) Pf- 81 (3)
Pf-160(2) Pf-142(3) Pf-160(3)
Pf- 81 (1) Pf- 36 (3) K (3)
Gambar 1 . Denah Penempatan Perlakuan dan Ulangan
2. Persiapan Tanam a. Media tanam
Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah steril. Medium tanam merupakan campuran tanah, pasir, dan pupuk organik dengan perbandingan 2:1:1, selanjutnya disterilkan dengan uap panas selama 2 jam,setelah itu media tanah didistribusikan dalam bak.
b. J amur patogen Fusarium oxysporum
Jamur Fusarium oxysporum hasil isolasi dari tanaman cabai yang didapat di daerah Pacet, Mojokerto. Isolat patogen ditumbuhkan pada PDA(V8) dan diinkubasikan pada suhu ruang selama 10 hari. Biakan jamur Fusarium oxysporum ditambahkan aquades untuk mendapatkan suspensi spora jamur. Kerapatan spora jamur yang digunakan sebesar 106 spora/ml.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
20
c. Agensia hayati Pseudomonad fluoresen
Bakteri Pseudomonad fluoresen sebagai agensia hayati ditumbuhkan pada medium King’s B. Biakan diinkubasikan pada suhu kamar selama 48 jam, selanjutnya dihitung populasi bakterinya dalam satuan cfu/ml. Konsentrasi bakteri yang digunakan pada perlakuan 1010 cfu/ml.
3. Cara per lakuan
Bibit tanaman cabai dicabut setelah berumur 30 hari setelah disemaikan, kemudian akar tanaman dibersihkan dengan menggunakan air mengalir. Setelah itu akar tanaman direndam dengan suspensi Pf konsentrasi 1010 cfu/ml selama 30 menit dengan menggunakan gelas beker, volume sebanyak 300 ml/perlakuan (18 tanaman). Kemudian tanaman diambil dan ditanam pada lubang-lubang di media. Sebelum ditanam, lubang tanam tersebut diberi suspensi Fusarium oxysporum
dengan masing-masing lubang sebanyak 20 ml.
4. Pengamatan
Parameter pengamatan meliputi masa inkubasi dan indeks penyakit : a. Masa inkubasi, diamati mulai dari inokulasi patogen sampai munculnya
gejala layu pada tanaman cabai. Masa inkubasi diamati setiap hari.
b. Indeks penyakit, tanaman diamati perkembangan gejala layu setiap 5 hari sekali pertanaman sampai hari ke-35 setelah inokulasi.
c. Pertumbuhan tinggi tanaman pada hari terakhir pengamatan
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
21
Berat serangan dihitung menurut skala sebagai berikut : 0 adalah tidak ada gejala
1 adalah < 1 sampai dengan (s.d) 10 % daun layu 2 adalah 10 s.d. 30 % daun layu
3 adalah 30 s.d. 60 % daun layu 4 adalah 60 s.d. 99 % daun layu 5 adalah 100 % daun layu
Besarnya indeks penyakit dihitung dengan rumus sebagai berikut (Sudhanta et,al.
1993) :
k Σ k.nk
I = i=0 X 100% ZxN
Keterangan :
I adalah indeks penyakit
nk adalah jumlah tanaman yang bergejala sakit dengan skala k (0, 1, 2, 3, 4, 5) N adalah jumlah total tanaman yang diinokulasi
Z adalah kategori serangan tertinggi
D. Analisa data
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis sidik ragam (anova). Apabila F hitung > F tabel maka dilanjutkan uji perbandingan rata-rata hasil dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT 5%).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. J amur
1. J amur patogen Fusarium
Jamur patogen Fusarium sp. yang ditumbuhkan pada media V8 menunjukkan perkembangan yang cepat, koloni jamur pada hari ke 7 terlihat memenuhi cawan petri (Gambar 1). Bentuk spora jamur Fusarium sp seperti bulan sabit, jamur ini merupakan makrokonidia, tidak berwarna, kebanyakan bersekat dua sampai empat (Gambar 2). Menurut Semangun (2002), bahwa makrokonidia jamur ber sel satu sampai dua, tidak berwarna, tidak lonjong, burukuran 6-15 x 2,5-4 µm. Klamisdospora berbentuk berbentuk bulat, terbentuk dari sel hifa yang membesar dan membulat. Miselium dari Fusarium sp berwarna putih, lama kelamaan warnanya berubah menjadi krem atau kuning pucat. Bila ditumbuhkan pada media PDA isolat berwarna merah muda agak ungu (Semangun, 2001) dan (Sastrahidayat, 1994).
Gambar 1. Koloni jamur Fusarium sp pada cawan petri umur 7 hari
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
23
Gambar 2. Konidium jamur Fusarium sp. Perbesaran mikroskop : 10 x 40
2. Bakteri Pseudomonad fluoresen
Bakteri agensia hayati yang dugunakan untuk perlakuan pemnghambatan penyakit layu Fusarium sp adalah Pseudomonad fluoresen. Bakteri Pseudomonad fluoresen adalah kelompok genus pseudomonas yang mempunyai pigmen fluoresens, koloni akan berpendar bila ditumbuhkan pada media Kings’B dan diletakkan dibawah sinar UV (Gambar 3). Koloni Pseudomonad fluoresen berbentuk bulat (Gambar 4).
Gambar 3. Bakteri Pseudomonad fluoresen dibawah sinar UV
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
24
Gambar 4. Koloni Pseudomonad fluoresen di bawah UV
3. Per lakuan
Perlakuan pada tanaman dengan menggunakan bakteri agensia hayati Pseudomonad fluoresen dengan tahap perendaman tanaman cabai selama 30 menit (Gambar 5). Pada tiap-tiap lubang diinokulasikan dengan patogen jamur
Fusarium sp dengan cara disiramkan (Gambar 6). Pada perlakuan perendaman menggunakan konsentrasi 1010 cfu/ml dan pada perlakuan jamur Fusarium sp,
yaitu 20 ml per lubang.
Gambar 5. Proses perendaman tanaman cabai dengan bakteri Pseudomonad fluoresen
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
25
Gambar 6. Penyiraman suspensi Fusarium sp ke tiap-tiap lubang B. Per kembangan Penyakit
1. Masa Inkubasi
Pengamatan masa inkubasi dilakukan dengan mengamati munculnya gejala layu untuk pertama kalinya (awal munculnya gejala). Gejala permulaan dari serangan Fusarium sp adalah terjadinya pemucatan daun dan diikuti dengan layunya daun. Daun menjadi kuning (Gambar 7) dan selanjutnya mengalami kelayuan (Gambar 8), hal ini sesuai dengan pendapat Sastrahidayat (1994), bahwa kelayuan terjadi mulai dari daun terbawah dan terus ke daun bagian atas
Gambar 7. Gejala daun kuning pada tanaman cabai
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
26
Gambar 8. Layu pada tanaman cabai
Munculnya gejala penyakit layu Fusarium sp dari tiap-tiap perlakuan pemberian Pseudomonad fluoresen memperlihatkan hasil yang bervariasi (Gambar 9). Pada kontrol tanpapemberian Pseudomonad fluoresen menunjukkan masa inkubasi yang paling rendah atau paling cepat. Rata-rata masa inkubasi dari tiap-tiap ulangan.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
27
Keterangan :
K : Kontrol (tanpa aplikasi bakteri agensia hayati Pseudomonad fluoresen) Pf 122 : Aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat Pf 122
Pf 36 : Aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat Pf 36 Pf 142 : Aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat Pf 142 Pf 81 : Aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat Pf 81 Pf B : Aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat Pf B Pf 160 : Aplikasi agensia hayati Pseudomonad fluoresen isolat Pf 160
Berdasarkan diagram di atas, terlihat bahwa masa inkubasi yang paling lama adalah pada tanaman dengan pemberian Pf 160, dengan masa inkubasi 17 hari setelah inokulasi kemudian diikuti dengan Pf B, Pf 36 dan Pf 122. Bila dibandingkan dengan kontrol yang mempunyai masa inkubasi 4 hari setelah inokulasi, perlakuan dengan aplikasi menggunakan agensia hayati Pf 160 sudah mampu menunda masa inkubasi selama 13 hari setelah inokulasi Fusarium sp.
Sedangkan dengan Pf B, Pf 36 dan Pf 122, mampu menunda munculnya gejala selama 11 hari, 9 hari, dan 6 hari. Dengan memperhatikan masa perkembangan atau waktu yang diperlukan Fusarium sp untuk menimbulkan gejala layu, terlihat bahwa dengan pemberian agensia hayati Pf 160, Pf B, Pf 36 dan Pf 122, ternyata mampu menunda munculnya gejala. Hal ini menunjukan bahwa perlakuan Pseudomonad fluoresen mampu menekan Fusarium sp dalam menginfeksi tanaman cabai.
Adanya bakteri agensia hayati Pseudomonad fluoresen di sekitar akar mungkin akan berkompetisi dengan jamur Fusarium sp atau mungkin menghasilkan senyawa tertentu yang dapat menghambat perkembangan jamur
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
28
Fusarium sp sehingga dapat menghambat jamur Fusarium sp untuk menginfeksi pada tanaman cabai. Menurut Agrios (1996), adanya penundaan masa inkubasi disebabkan terjadinya persaingan antara patogen dengan antagonis, sehingga patogen membutuhkan waktu yang lebih lama untuk,menginfeksi tanaman. 2. Indeks Penyakit
Tanaman cabai yang diperlakukan dengan isolat Pseudomonad fluoresen (Pf 160, Pf 142, Pf 36, Pf 81, Pf 122, Pf B) pada bak yang telah diberi patogen
Fusarium sp dengan cara disiramkan menunjukkan bahwa Peudomonad fluoresen Pf B dan Pf 160 mempunyai kemampuan paling tinggi dalam menekan perkembangan penyakit layu Fusarium sp.
Hal ini jelas terlihat sampai pengamatan ke-15 Hari Setelah Tanam (HST). Sebaliknya cabai, yang tidak diperlakukan dengan Pseudomonad fluoresen (kontrol), pada masa rata-rata indeks penyakit hari ke-15 HST telah menunjukkan daun layu (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata indeks penyakit Fusarium sp pada hari ke-15 Per lakuan Data asli Data Transformasi Notasi
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
29
Dibandingkan dengan isolat yang lain dan kontrol pada pengamatan hari ke-15 isolat Pf B dan Pf 160, menunjukkan kemampuan menghambat paling tinggi kemudian diikuti isolat Pf 122 dan Pf 81. Pada pengamatan hari ke-15, indeks penyakit tanaman cabai yang diperlakukan dengan Pf B mencapai 1,28% sedangkan kontrol sudah mencapai indeks penyakit 17,79%. Apabila dilihat perkembangan penyakitnya mulai dari hari ke-15, terlihat bahwa perkembangan penyakit layu pada cabai yang paling lambat adalah cabai yang diperlakukan dengan isolat Pf B kemudian diikuti Pf 160 dan Pf 122.
Pada penelitian ini serangan terjadi pada waktu tanaman rata-rata berumur 15 hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Davies dan Whitebread (1989), mengatakan bahwa perkembangan penyakit sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain hal itu, keberadaan sklerotium didalam tanah berpengaruh terhadap perkembangan penyakit. Sklerotium didalam tanah yang dibenamkan dalam tanah mempunyai tingkat perkecambahan yang lebih rendah dibandingkan dengan sklerotium yang berada di permukaan tanah. Makin banyak perakaran suatu tanaman, makin banyak bakteri tersebut mengkoloni dan makin lama masa inkubasinya. Hal ini nampak bahwa bahwa perlakuan Pf 36 lebih rendah indeks penyakitnya dibandingkan perlakuan Pseudomonad fluoresen lainnya yang sama dengan perendaman akar tanaman cabai selama 30 menit.
Indeks penyakit layu Fusarium sp pada tanaman cabai dipengaruhi oleh perlakuan dengan menggunakan bakteri agensia hayati Pseudomonad fluoresen. Pada umumnya perendaman akar tanaman cabai dengan Pseudomonad fluoresen mampu menekan perkembangan serangan penyakit layu Fusarium sp, karena pada
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
30
penelitian ini terlihat adanya perkembangan penyakit pada tanaman yang diperlakukan dengan Pseudomonad fluoresen lebih lambat dibandingkan dengan kontrol mulai awal pengamatan sampai dengan pengamatan terakhir. Pada umumnya pemberian bakteri Pseudomonad fluoresen 36 mampu menurunkan gejala layu jika dibandingkan dengan perendaman dengan Pseudomonad ffluoresen lainnya. Bahkan pada perendaman akar tanaman cabai ke dalam larutan Pf 36 menunjukkan penekanan perkembangan penyakit layu yang paling rendah pada pengamatan terakhir.
Gambar 10. Grafik rata-rata indeks penyakit dari setiap perlakuan yang dicoba. Pada gambar 10 diatas menunjukkan rata-rata indeks penyakit pada tanaman cabai dengan tujuh macam perlakuan selama kurun waktu 35 hari. Grafik rata-rata indeks penyakit tersebut menunjukkan bahwa pada hari ke-5 rata-rata indeks penyakit tertinggi adalah perlakuan kontrol dengan nilai 4, pemberian isolat Pf 142 mencapai rata-rata indeks penyakit 2, dan pemberian isolat Pf 81, Pf 122, Pf 36, Pf 160 dan Pf B belum menampakkan gejala penyakit. Pada hari ke-10
0
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
31
pemberian isolat Pf 142 mencapai angka 7, sedangkan kontrol tetap pada angka 4 begitu pula dengan pemberian isolat Pf 81, pemberian Pf 122 mulai menampakkan gejala mencapai angka 2, dan pemberian Pf 36, Pf 160 dan Pf B belum menampakkan gejala. Dari hasil akhir pengamatan rata-rata indeks penyakit pemberian isolat Pf 36 merupakan isolat yang baik untuk menghambat
Fusarium sp pada tanaman cabai, kemudian diikuti oleh isolat Pf 160 dan Pf 122 yang indeks penyakitnya kurang dari 20%.
3. Pengaruh Pseudomonad fluoresen terhadap pertumbuhan tanaman cabai Perlakuan dengan pemberian pseudomonad fluoresen dengan cara perendaman bibit tanaman cabai selama 30 menit, mampu mempengaruhi tinggi tanaman, hal ini dapat dilihat pada pengamatan terakhir (Gambar 10). Pertumbuhan tanaman khususnya pada tinggi tanaman, pada tanaman yang diperlakukan dengan agensia hayati Pseudomonad fluoresen dapat terlihat perbedaan tinggi tanaman. Pada kontrol tanaman terlihat lebih pendek dan daunnya menguning, hal ini berarti lebih baik dibandingkan kontrol, bakteri Pseudomonad fluoresen mempunyai kemampuan untuk berkembang di daerah perakaran yang kemungkinan dapat mendukung pertumbuhan tanaman.
Mekanisme ini dikelompokkan menjadi dua yaitu secara langsung dan tidak
langsung. Secara tidak langsung rizobakteri terkait dengan produksi metabolit seperti
antibiotik dan siderofor, yang dapat berfungsi menurunkan pertumbuhan fitopatogen.
Secara langsung PGPR mampu memproduksi zat pengatur tumbuh dan meningkatkan
pengambilan nutrisi oleh tumbuhan (Kloepper, 1993).
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
32
Gambar 11. Perbedaan tanaman yang pertumbuhannya terhambat menjadi pendek
Apabila dilihat dari pengamatan tinggi tanaman, perlakuan dengan Pseudomonad fluoresen yang paling memacu pertumbuhan tanaman adalah perlakuan denga Pf 36 kemudian diikuti Pf 142, Pf B dan Pf 122. Pada kontrol di akhir pengamatan tinggi tanaman hanya mencapai 46,03cm, sedangkan pada perlakuan dengan Pf 142 tinggi tanaman mencapai 58,11cm (Tabel 2).
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman pengamatan pada hari ke-35
Per lakuan Data Notasi
K 46,03 a
Pf 81 49,81 ab
Pf 122 55,34 b
Pf 36 56,61 b
Pf B 57,36 b
Pf 160 57,89 b
Pf 142 58,11 b
BNT 5% 4,39
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
33
Pada hasil sidik ragam menunjukkan bahwa tinggi tanaman tampak berbeda nyata pada masing-masing perlakuan. Pada perlakuan Pf 142 menunjukan pertumbuhan tanaman yang paling tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan Pf lainnya. Pada perlakuan kontrol berbeda nyata dengan Pf 81, dan juga berbeda nyata dengan Pf 122, Pf 36, Pf B, Pf 160 dan Pf 142. Hal tersebut terjadi karena pemberian bakteri Pseudomonad fluoresen 142 mampu menekan perkembangan patogen sehingga tanaman dapat tumbuh dan berkembang tanpa adanya serangan dari patogen dan mampu meningkatkan pertumbuhan. Hal ini sesuai dengan penelitian Maqqon et al. (2006), Santoso et al. (2007) dan Hastopo et al.(2008), bahwa penerapan antagonis Pseudomonad fluoresen mampu menurunkan tingkat populasi patogen tanaman didalam tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman. Selain itu adanya peningkatan tinggi tanaman bakteri agensia hayati Pseudomonad mampu menghasilkan senyawa hormon, hal tersebut sesuai dengan pendapat Heller (1988), bahwa Pseudomonad fluoresen mampu merangsang pertumbuhan sistem akar dan menghambat jamur dan bakteri yang merugikan.
Gambar 12. Diagram rata-rata tinggi tanaman cabai pada hari ke-35 0
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
34
Keadaan tersebut menunjukkan adanya kemampuan Pseudomonad fluoresen sebagai bakteri pendukung pertumbuhan. Hal ini menurut Scippers (1988), bahwa Pseudomonad fluoresen juga dapat meningkatkan hasil panen dan perpanjangan akar pada tanaman tomat. Selanjutnya, Davies and Whitebread (1989) dan Kloepper (1993) melaporkan bahwa Pseudomonad fluoresen dapat merangsang pertumbuhan di sekitar Rhizosfer dan rhizoplan.
Data analisa ragam menunjukan bahwa pengaruh Pseudomonad fuoresen terhadap tinggi tanaman berbeda nyata. Hal ini bahwa dengan adanya Pseudomonad fluoresen itu dapat memacu pertumbuhan, karena tanpa perlakuan Pseudomonad fluoresen tanaman jauh lebih pendek / rendah. Adapun antar perlakuan dengan pemberian Pseudomonad fluoresen ternyata tidak ada beda nyata. Hal itu mungkin kemampuan bakteri Pseudomonad fluoresen baik Pf 142, Pf 122, Pf 81, Pf 36, Pf 160 dan Pf B sama. Seosanto (2008) mengatakan bahwa bakteri Pseudomonad fluoresen dapat meberikan pengaruh menguntungkan terhadap perkembangan tanaman, dan Azizah (2009) membuktikan bahwa antagonis Pseudomnad fluoresen memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman, yaitu menyebabkan adanya pertambahan tinggi tanaman.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
35
V. KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bakteri antagonis Pseudomonad fluoresen terutama Pf 160 dengan perendaman 30 menit mampu menunda munculnya gejala penyakit layu Fusarium sp dan cenderung menekan perkembangan penyakit layu Fusarium sp. Selain itu pemberian Pseudomonad fluoresen dengan semua isolat mampu mendukung pertumbuhan tanaman dibedakan dengan tanpa pemberian Pseudomonad fluoresen.
B. Sar an
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang agensia hayati Pseudomonad fluoresen dengan waktu aplikasi dan teknik yang tepat serta menjaga faktor lingkungan agar pengaruh Pseudomonad fluoresen dalam menekan perkembangan penyakit layu Fusarium sp pada tanaman cabai lebih optimal lagi.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
36
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2002. Penyakit layu Fusarium. Departemen Pertanian (On-line). http://www.deptan.go.id/ditlinhorti/opt/pisang/ fusarium. htm diakses 18 januari 2012.
,2009.Luas Pertanaman Cabai Merah.
(http:www.deptan.go.id/ditlinhorti/da-its-2009 ). Diakses 2 februari 2012. pisang.html. (diakses tanggal 14 Februari 2012).
Agrios G.N., 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Azizah N. 2009. Pengimbasan Ketahanan Bibit Pisang Raja terhadap Penyakit Layu Fusarium dengan Ekstrak Antagonis. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Baker dan Cook, 1974. Biological Control of Plant Pathogens, dalam USU digital library, hal. 23-38.
Cook & Baker, 1991. The Nature and Practice Of Biological Control Of Plant Pathogen. APS Press, St. Paul Minnesota, 539 p.
Cahyono, 2001. Teknik budidaya dan analisis usaha tani cabai rawit. Yogyakarta: Kanisius.
Cristianti, 2004. Prospek Pengendalian Penyakit Layu Fusarium Pisang dengan menggunakan Agens Antagonis Pseudomonad Fluerescen dan Fusarium Nonpatogenik, Jurusan Hama Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta.
Djafruddin. 2004. Dasar – Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Edisi ke-1. Cetakan ke-2. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
37
Estiati, A. 1993. Pengendali Genetik Sifat Ketahanan Phaseolus vulgaris L. Terhadap Penyakit Busuk Batang Fusarium. Tesis. Institut Pertanian Bogor. pp 49.
Goto, M. 1992. Fundamentals of Bacterial Plant Pathology. Academic Press, Sidney. Hal. 56-58, 282-285.
Glick BR, Karaturovıc DM, and P. C. Newell. 1995. A novel procedure for rapid isolation of plant growth promoting pseudomonads. Can J Microbiol. 41:533–536
Haryono, S. 2007. Penyakit – Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Edisi ke-2. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Hidayat, R. 2002. Uji PseudomonasFluorescens P60 sebagai Agensia Pengendali Hayati Penyakit Busuk Batang Pada Tanaman kacang Tanah. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto. 63 Hal. Husen E. 2003. Screening of soil bacteria for palnt growth promoting activities in
vitro. Short communication. Indonesian J Agric Sci 4: 27-31.
Innes, C.M.J. and E.J. Allan. 2001. Induction, growth and antibiotic production of
Streptomyces viridifaciens L-form bacteria. Journal of Applied Microbiology. Department of Agriculture and Forestry, University of Aberdeen, UK, 901:301-308.
Kloepper JW, Leong J, Tentre M & Schrot MN. 1980. Enhanced Plant Growth by Siderophores produced by Plant Growth-Promoting Rhizobakteria. Nature
286: 885-886.
.1993. Plant growth-promoting rhizobacteria as biocontrol agens. Di dalam: F.B. Meeting, Jr. (ed.) Soil Microbial Ecology. Application in Agricultural and Environmental Management. Marcel Dekker Inc., New
York.
Kusumadewi AAI. 1999. Telaah Konstribusi Kombinasi Bakteri Akar Permacu Pertumbuhan Tanaman (Pseudomonas putida) dan Nitrogen terhadap Neraca Nitrogen Tanah serta Adaptibilitas Sorgum pada Inceptisol Sumatra Selatan. Tesis Pasca Sarjana. Bogor. Institut Pertanian Bogor. Kardinan. 2002. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
LaMondia, J. A. and T. M. Rathier. 1995. The Influence Of Plant Nutrition On Fusarium Wilt Of Broadleaf Tobbaco. Tob. Sci. 39:111 - 116.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
38
Maqqon M, Kustantinah & Soesanto L. 2006. Penekanan Hayati Penyakit layu Fusarium pada Tanaman Cabai merah, Agrosains 8 (1) :50 – 56.
Nawangsih, A. A dan Imdad, P. 1994. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya. Jakarta.
Prajnanta, F. 2007. Agribisnis Cabai Hibrida. Jakarta. Penebar Swadaya.
Pracaya. 2007. Hama dan Penyakit Tanaman. Edisi Revisi. Jakarta: Penebar Swadaya
Rao, 1994. Biological Control of Damping off Diseases with Seed Treatments. p. 145-155.
Scipper, B. 1988. Biological control of pathogen laboratory rhizobacteria. Phytopathological Laboratory Phi. Trans. R. Soc. Lond. B318:283-293. Sastrahidayat, I.R. 1990. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Usaha Nasional, Surabaya.
366 hal.
Semangun, H. 1993. Konsep dan azas dasar pengelolaan penyakit tumbuhan terpadu. Makalah Simposium Pendidikan Fitopatologi dan Pengendalian Hayati. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Yogyakarta: 6 - 9 September 1993. , H. 2001. Pengantar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
Unversity Press, Yogyakarta. 754 hal.
Sitepu, D. 1993. Konsep pengendalian hayati. Makalah Simposium Pendidikan Fitopatologi dan Pengendalian Hayati. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia, Yogyakarta: 6 9 September 1993.
Suparyono, 1995. Upaya Pengendalian Penyakit Tanaman Tembakau. Ekspose Hasil Penelitian PTPN X.
Stefania, K. 1998. Identifikasi Bakteri Rizosper Kelompok Fluorescens dan Uji Efektifitasnya Dalam Menekan Penyakit Layu Fusarium (Fusrium oxyxporum) Pada Tanaman Kapas. Skripsi Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin,Makassar. Hal. 35-37.
Santoso SE, Sosanto L & Haryanto TAD. 2007. Penekanan Hayati penyakit moler pada bawang merah dengan Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii, dan Pseudomonas fulorescens P60. J. hama Penyakit Tanaman Tropika 7(1) : 53-61.
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :
39
Sayuti A. 2006. Geografi budaya dalam wilayah pembangunan daerah Sumatera Barat. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah.
Sarsito, dkk. 2008. Patogen Serangga dan Agens Antagonis Pada Tanaman Padi, Ekplorasi, Identifikasi dan Pembiakan Massal, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, Jakarta. Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian hayati Penyakit Tanaman. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Tjahjadi, N. 1991. Bertanam Cabai. Kanisius. Yogyakarta.
Tilak KVBR, Ranganyaki N, Pal KK, De R, Saxena AK. 2005. Diversity of plant growth and soil health supporting bacteria. Curr Sci 89:136-150.
Upadhyay, R.S. & B. Rai. 1987. Studies on antagonism between Fusarium udum Aspiras, R.B. p. 89-92.
Widodo. 1993. Penggunaan Pseudomonas spp. Kelompok fluorescens untuk pengendalian penyakit akar gada (Plasmodiophora brassicae Wor) pada caisin (Brassica campestris L) var Chinensis (Rupr) Olson (Tesis).Program Pascasarjana. IPB.
Widodo. 2006. Peran Mikroba Bermanfaat dalam Pengelolaan Terpadu Hama dan Penyakit Tanaman. Makalah disampaikan pada Apresiasi
Penanggulangan OPT Tanaman Sayuran, Nganjuk, 3 – 6 Oktober 2006. Wuryandari, Y., A. Purnawati, T. Arwiyanto, B. Hadisutrisno, 2005. Perlakuan
Benih Tomat Secara Biologi dengan Pseudomonad fluoresen untuk Pengendalian Penyakit Layu Bakteri, Laporan Hibah Pekerti
Hak Cipta © milik UPN "Veteran" Jatim :