• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI PROGRAM RENCAN AKSI PANGAN DAN GIZI DAERAH DI KABUPATEN PADANG LAWAS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "IMPLEMENTASI PROGRAM RENCAN AKSI PANGAN DAN GIZI DAERAH DI KABUPATEN PADANG LAWAS"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Akhir dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh :

MIFTAHUL FAUZAN ARIF HASIBUAN 150903008

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2020

(2)

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK

HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:

Nama : Miftahul Fauzan Arif Hasibuan

Nim : 150903008

Program Studi : Ilmu Administrasi Publik

Judul : Implementasi Program Rencana Aksi Pangan Dan Gizi Daerah Di Kabupaten Padang Lawas

Medan, 2 Februari 2020

Dosen Pembimbing Ketua Program Studi,

Ilmu Administrasi Publik

Muhammad Arifin Nasution, S.Sos., MSP Dr. Tunggul Sihombing, MA

NIP : 197910052005011002 NIP : 196203011986031027

Wakil Dekan I FISIP USU MEDAN

Husni Thamrin, S.Sos., M.SP NIP:197203082005011001

(3)

Puji Syukur peneliti panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan karunianya peneliti dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Implementasi Program Rencana Aksi Pangan Dan Gizi Daerah Di Kabupaten Padang Lawas”. Skripsi ini menjadi salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Universitas Sumatera Utara.

Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, baik dari segi bahasa, isi dan penulisan yang digunakan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan peneliti. Dengan penuh ketulusan peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan skripsi ini.

Banyak masukan, motivasi, dan doa yang telah diberikan kepada peneliti sehingga dapat skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si, Selaku Dekan FISIP USU dan Wakil Dekan I, Wakil Dekan II, Wakil Dekan III, beserta seluruh Staf yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan dalam rangka penyusunan skripsi ini.

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, MA selaku Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU .

3. Ibu Dra. Asima Yanty S Siahaan, M.A, Ph.D sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Arifin Nasution, S.Sos., MSP selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah membimbing dan mengarahkan, serta memberikan motivasi kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

5. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Kepala Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Padang Lawas, Kepala Tata Usaha Dan Seluruh Staf yang telah membantu dalam pengurusan administrasi penulis untuk memudahkan melakukan penenlitian.

7. Seluruh SKPD dinas Kabupaten Padan Lawas yang terkait dalam penelitian ini yang telah membantu penulis dalam mendapatkan dan memberikan informasi dan data data dalam penelitian ini.

8. Kedua orang tua, ayah mama tersayang dan tercinta, Ir. Dunan Fauzi Hasibuan dan Samridawati Harahap, S.Ag., MM yang telah merawat, mendidik dan membesarkan penulis. Terima kasih kepada Oppung Tersayang, Alm.H. Kondu Hasibuan, Almh.Hj.

Ngoluifah Ritonga, dan Nenek Cantik Hj. Baheram Hasibuan.

9. Adik adik, Annisa Nur Malinda Hasibuan, Syifa Amira Khairani Hasibuan, Aninda Lutfi IStiana Hasibuan, Ayyas Ahmad Raffi Hasibuan yang telah sayang dan memberikan semangat kepada penulis.

10. Kepada seluruh keluarga yang sudah sayang, selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

11. Bapak Ika Irawan Tambunan, S.Pd., M.Pd selaku Pembina OSIM di sekolah, yang mengajarkakn tentang kepemimpinan, pengetauan, pengalaman, motivasi.

(4)

memberikan masukan dan motivasi baik untuk kuliah dan berorganisasi.

13. Kakak senior, Kak yuliza welvina, Kak Midun, Kak Tania, Kak Reliska, yang sudah memberikan ilmu dan pengalaman selama berorganisasi.

14. Abangda Muhammad Yasier Kaism Nasution, S.Pd, yang selalu merepet, marah dan selalu memberikan motivasi kepada penulis.

15. Abangda Riza, Bang Irham Hasibuan, Bang Anas, yang sudah membantu penulis menyelesaikan penelitian ini.

16. Teman teman yang gilanya tidak ketolongan, Arif Paristiwa, Muhammad Satria Hasibuan, Dian Firdaus Situmorang, Muhammad Ikhwanul Ihsan, Rizky Ananda Syahputra, Dika Ananda Siregar SH, Restu Pratama, telah memberikan semangat dan motivasinya kepada penulis.

17. Khairunnisa (Jawa Kecil) yang sudah menemani dari awal kulah hingga penelitian ini selesai, seseorang yang pernah hadir dalam kehidupan yang memberikan hal hal terbaik dalam hidup, yang sudah banyak membantu, memberikan kasih sayang dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian.

18. Teman teman “SQUAD BACOD” Suratman, Putri Melati Siahaan, SAP, Reza Eka Juliansyah, A Agung Pawiro, Yunisari Theresia Zalukhu yang sudah memberikan warna persahabatan selama ini.

19. Adik adik korban (BUCIN) Chairunnas Simbolon, Syahril Setiawan yang sudah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

20. Deswitha Maharani Sitorus, yang memberikan semangat dan meyakinkan penulis bahwa semua bakal selesai.

21. Teman-teman seperjuangan stambuk 2015 yang banyak sudah membantu dan bersama-sama selama masa perkuliahan.

22. Semua Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang sudah memberikan kontribusinya baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap selesainya Skripsi ini.

Penulis berharap Tuhan berkenan membalas kebaikan semua pihak yang membantu peneliti dan skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, 3 Februari 2020

Penulis

(5)

merupakan suatu pogram perencanaan mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Program ini bertujuan untuk menjamin peningkatan kualitas dan produktifitas sumber daya manusia yang berlandasakan beberapa peraturan menteri maupun pemerintah. Pada pelaksanaannya program RAP-GD belum dapat menjangkau seluruh sasaran dari kebijakan program ini yaitu para pekerja dan kepesertaan program ini juga masih belum terelaisasi dengan baik.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah (RAP-GD) di Kabupaten Padang Lawas.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara, observasi dan dokumentasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah (RAP-GD) di Kabupaten Padang Lawas. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif dengan meninjau semua data yang dikumpulkan, yang didukung oleh hasil wawancara dengan pendekatan teori yang dikemukakan oleh Van Meter dan Van Horn bahwa kebijakan publik terkait standar dan sasaran kebijakan atau ukuran dan tujuan kebijakan, sumber daya, komunikasi antar badan pelaksana, karakteristik badan pelaksana, disposisi implementor (sikap pelaksana), dan lingkungan sosial, ekonomi, dan politik.

Melalui penelitian ini dapat diketahui bahwa, implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah (RAP-GD) di Kabupaten Padang Lawas berjalan sesuai dengan peraturan dan prosedur yang sudah ditetapkan.

Penyelenggaraan program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah (RAP-GD) dilakukan dengan keterbukaan informasi, setiap instansi-instansi unit pelaksana melakukan beberapa program dukungan terkait program RAP-GD tersebut serta mendapatkan respon positif dari para pegawai. Ditemukan beberapa kendala yang signifikan seperti kurangnya beberapa atau kurang terpenuhinya SDM yang membidangi masing-masing program tersebut atau tenaga ahlinya.

Kata Kunci: Impelementasi, Instansi-intansi, RAP-GD.

(6)

(RAP-GD) program is a planning program to create quality and competitive human resources. This program aims to guarantee the improvement of the quality and productivity of human resources based on several ministerial and government regulations. In the implementation of the RAP-GD program, it has not been able to reach all the objectives of this program policy, namely the workers and participation of this program have also not been well realized. The purpose of this research is to find out how the Implementation of the Regional Food and Nutrition Action Plan Program (RAP-GD) in Padang Lawas Regency.

This research uses descriptive research method with a qualitative approach. Data collection techniques were carried out by means of interviews, observations and documentation relating to the implementation of the Regional Food and Nutrition Action Plan (RAP-GD) program in Padang Lawas Regency.

The data obtained were then analyzed qualitatively by reviewing all data collected, supported by interviews with the theoretical approach put forward by Van Meter and Van Horn that public policy is related to policy standards and objectives or policy size and objectives, resources, communication between agencies executor, implementing agency characteristics, implementor disposition (implementing attitude), and social, economic and political environment.

Through this research it can be seen that, the implementation of the Regional Food and Nutrition Action Plan Program (RAP-GD) in Padang Lawas Regency is running in accordance with the established regulations and procedures. The implementation of the Regional Food and Nutrition Action Plan (RAP-GD) program is carried out with information disclosure, each implementing unit agencies conduct several support programs related to the RAP-GD program and get positive responses from employees. Some significant obstacles were found, such as the lack of some or the lack of fulfillment of the HR in charge of each of these programs or their experts.

Keywords: Implementation, Agency, RAP-GD.

(7)

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN... i

HALAMAN PERNYATAAN ... ii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi Kebijakan ... 8

2.1.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik ... 8

2.1.1.1 Kebijakan Publik ... 11

2.1.2 Model Implementasi Kebijakan Publik ... 15

2.1.2.1 Model Van Meter Van Horn ... 15

2.1.2.2 Model Merilee S. Grindle ... 21

2.1.2.3 Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier ... 23

2.2 Pangan ... 25

2.2.1 Pengertian Pangan ... 25

2.2.2 Ketahanan Pangan ... 26

2.3 Hipotesis Kerja ... 27

2.4 Defenisi Konsep ... 28

(8)

3.2 Lokasi Penelitian ... 29

3.3 Informan Penelitian ... 29

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.5 Teknik Analisis Data ... 31

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 32

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 34

4.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas ... 34

4.1.1.1 Letak Geografis ... 34

4.1.1.2 Visi Misi Kabupaten Padang Lawas ... 35

4.1.1.3 Pengertian Lambang (Makna Lambang) ... 37

4.2 Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah ... 39

4.3 Identitas Informan... 43

4.4 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 45

4.4.1 Standart dan Sasaran Kebijakan terkait Program RAP-GD ... 45

4.4.1.1 Ketersediaan Bahan Pangan ... 47

4.4.1 Tujuan Kebijakan ... 50

4.5 Sumber Daya Pendukung Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah ... 53

4.6 Komunikasi Dalam Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah ... 55

4.7 Karakteristik Instansi-instansi Pelaksana ... 57

4.8 Kondisi Ekternal Pelaksana Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah ... 60

4.9 Kondisi Sosial, Ekonomi, dalam Pengimplementasian Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah ... 61

4.9.1 Strategi Advokasi ... 68

4.9.2 Situasi Gizi ... 69

4.9.2.1 Inisiasi Menyusui Dini (IMD) ... 70

(9)

4.9.2.4 Balita Gizi Kurang/ Underweight (BB/U) ... 74 4.9.2.5 Balita Sangat Kurus dan Kurus/Wasting (BB/TB) .... 76 4.9.2.6 Prevalensi Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia

Ibu Hamil ... 77 4.9.2.7 Angka Kematian Bayi ... 77 4.10 Kendala-kendala Yang dihadapi Dalam Implementasi Program

Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah... 79 4.9 Disposisi atau Sikap Dalam Implementasi Program Rencana Aksi

Pangan dan Gizi Daerah ... 83

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan... 86 5.2 Saran ... 87

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

(10)

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu unsur keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Oleh karena itu, pemenuhan pangan dan gizi untuk kesehatan warga negara merupakan investasi untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia.

Grafik 1.1

Persentase Penduduk Berumur 10 tahun ke Atas yang minimal Tamat SLTA di Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017

Sumber: Profil Kesehatan Sumatera Utara, 2017.

Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sumber daya manusia yang paling rendah (dilihat dari persentase penduduk 10 tahun keatas yang minimal tamat

(11)

dan Kabupaten Nias Barat sebesar 19,22%. Berdasarkan hasil Susenas 2017, masih terdapat sekitar 1,04% penduduk Sumatera Utara yang buta huruf.

Ketidakmampuan membaca dan menulis (buta huruf) atau kebalikannya (melek huruf) merupakan salah satu indikator untuk melihat gambaran umum tingkat kecerdasan penduduk. Berdasarkan data di atas, melihat jumlah persentase tingkat lulusan SLTA masih rendah dan menyangkut kecerdasan. Tingkat kecerdasan yang rendah bisa juga salah satu faktor dari kurangnya asupan gizi yang diperoleh.

Berdasarkan Pengaturan tentang pangan tercatat dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, yang menyatakan bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Pembangunan pangan dan gizi merupakan sebuah investasi strategis yang akan memberikan dampak dalam jangka panjang bagi peningkatan kualitas dan produktifitas sumber daya manusia.

Pemenuhan hak atas pangan dicerminkan pada definisi ketahanan pangan yaitu kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Kecukupan pangan yang baik mendukung tercapainya status gizi yang baik sehingga akan menghasilkan generasi muda yang berkualitas.

(12)

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pada Pasal 63 ayat (3) yang menyebutkan Pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah menyusun rencana aksi Pangan dan Gizi setiap 5 (lima) tahun.

Menguatkan hal itu, sebagai tidak lanjut program rencana aksi pangan dan gizi dikeluarkan pula Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi, Pasal 1 ayat (1) yang mengatur ketahanan pangan dan gizi serta Pasal 37 (ayat 1) yang mengatur tentang perbaikan Status Gizi Masyarakat dari pemerintah yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah hingga kabupaten/kota untuk memenuhi dan membantu dalam pembangunan nasional.

Tabel 1.1 Angka Garis Kemiskinan Makanan Di Indonesia 2015-2018

No Wilayah Tahun

2015 2016 2017 2018

Sem I (Maret)

Sem II (Sept)

Sem I (Maret

)

Sem II (Sept)

Sem I (Maret)

Sem II (Sept

)

Sem I (Maret

)

Sem II (Sept)

1 Perkotaan 238 278 247 840

255 181

259 886

270 856.32

283 220

295 272

303 909.85

2 Pedesaan 245 357 256 120

266 132

270 038

278 277.85

284 740

294 302

299 833.76

Sumber: BPS, 2018.

Melihat data dari Badan Pusat Statistik di atas pada angka garis kemiskinan makanan di Indonesia tahun 2015-2018, ternyata peningkatan meningkat tiap tahunnya baik pada daerah perkotaan maupun pedesaan. Data ini menunjukan jika program rencana aksi pangan dan gizi daerah belum berjalan maksimal, pasalnya angka garus kemiskinan makanan di Indonesia masih tinggi.

(13)

Tidak hanya angka garis kemiskinan makanan yang terus meningkat, data neraca statistik pola pangan harapan juga menunjukan ketidakstabilan,; di tahun 2013 PPH nasional sebesar 84,46% kemudian menurun menjadi 82,80% di 2014, menurun lagi menjadi 81,59% di 2015, kemudian bertambah menurun lagi menjadi 81,52% di 2016, kemudian naik menjadi 83,04 di 2017.

Grafik 1.2 Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Gizi Buruk, Gizi Kurang dan Gizi Lebih (BB/U) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2017

Sumber: Profil Kesehatan Sumatera Utara 2017.

Dari grafik 1.2 diketahui bahwa prevalensi balita gizi buruk dan kurang di Sumatera Utara pada tahun 2017 sebesar 18,2% yang terdiri dari 5,2% gizi buruk dan 13% gizi kurang. Angka ini lebih tinggi 5,0% dibandingkan dengan angka provinsi tahun 2016 (13,2%). Dengan angka sebesar 18,2%, prevalensi gizi kurang dan gizi buruk di Sumatera Utara masih termasuk dalam kategori medium (standar WHO; 5-9% rendah, 10-19% medium, 20-39% tinggi, >40% sangat

(14)

tinggi). Di sisi lain, prevalensi gizi lebih mengalami peningkatan sebesar 0,2%

dari 1,7% pada tahun 2016 menjadi 1,9% di tahun 2017.

Perbaikan Status Gizi Masyarakat dari pemerintah yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah hingga kabupaten/kota untuk memenuhi dan membantu dalam pembangunan nasional oleh karena itu, pemda wajib mampu mendorong daerahnya agar dapat menciptakan inovasi sehingga kebutuhan pangan dan gizi masyarakatnya. Ketika kebijakan ketahanan pangan wajib dilaksanakan, maka pemda harus dapat merespon dengan berbagai cara. Dengan demikian akan ada keselarasan antara pusat dan daerah. Oleh karena itu, pemerintah daerah (Pemda) memiliki peran penting dalam rangka pembanguan nasional; sosial, ekonomi, politik, hukum, budaya dan lainnya. Maka dari itu, desentralisasi sebagai bentuk pelimpahan wewanang dari pusat kedaerah berdampak positif terutama untuk daerah-daerah tertinggal agar mampu berkembang dan mandiri sehingga upaya pembangunan nasional terus berkelanjutan. Di Sumatera Utara Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah diatur berdasarkan Peraturan Daerah No 13 tahun 2013.

Dalam hal ini, Kabupaten Padang Lawas (Palas) sebagai salah satu daerah pemekeran sejak tahun 2007 yang berada di daerah Sumatera Utara sama seperti daerah lainnya memiliki hak untuk menyusun, mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dan kepentingan masyarakatnya sesuai peraturan perundang- undangan. Dalam mengelola dan mengurus rumah tangganya dan kepentingan masyarakat, pemerintah daerah (Pemda) Kabupaten Padang Lawas dapat berkreasi dan berekspresi untuk membangun daerahnya berdasarkan potensi dan tidak menentang Undang-Undang. Menguatkan Program Rencana Aksi Pangan dan

(15)

Gizi Daerah diatur dalam Peraturan Daerah Padang Lawas nomor 42 tahun 2017.

Oleh karena itu, beradasarkan uraian masalah maka peneliti tertarik melihat bagaimana upaya Pemda dalam membuat sebuah regulasi dalam mewujudkan ketahanan pangan di daerahnya. Pada penelitian ini, peneliti fokus di Pemda Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu “Bagaimana Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah di Kabupaten Padang Lawas?”

1.3 Tujuan Penelitian

Setiap penelitian yang diajukan mempunyai sasaran ataupun tujuan yang hendak dicapai. Adapun tujuan dari penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkan gambaran penerapan program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah Kabupaten Padang Lawas.

2. Mengetahui kendala-kendala yang terkait dalam program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah Kabupaten Padang Lawas .

(16)

1.4 Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat yang ingin dicapai oleh penulis adalah:

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu mengembangkan dan menambah khazanah keilmuan dalam bidang Administrasi Publik khusususnya yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah.

2. Secara akademik, menambahkan pengetahuan bagi pengembangan ilmu administrasi publik di bidang kebijakan dan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa bagi departemen maupun fakultas.

3. Secara praktis, penelitian ini dapat menjadi masukan dalam hal pengelolaan program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah Kabupaten Padang Lawas.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Teori adalah seragkaian asumsi, konsep, konstrak, defenisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep. Maka untuk menunjang penelitian praktik kerja lapangan ini memerlukan beberapa teori yang dapat dipakai agar lebih relevan sebagai panduan peneliti dan penyelarasannya dengan apa yang terjadi di lapangan.

2.1 Implementasi Kebijakan

2.1.1 Pengertian Implementasi Kebijakan Publik

Impementasi merupakan tahap yang sangat penting dalam proses kebijakan publik, karena dengan adanya implementasi kebijakan kita dapat mengetahui baik atau buruknya suatu kebijakan. Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (2012) bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

Lester dan Stewart dalam Winarno, (2016) menyatakan implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas, merupakan alat administrasi hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama- sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.

(18)

Menurut Rian Nugroho (dalam Mulyadi, 2015:51) pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih tidak kurang.

Untuk mengimplementasikan sebuah kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut.

Dua langkah mengimplementasikan kebijakan publik tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 2.1: Sekuensi Kebijakan Publik

Sumber: Mulyadi 2015:51

Langkah implementasi kebijakan publik dapat terlihat jelas dari gambar di atas, bahwa kebijakan publik dapat dimulai dari program, proyek, dan langkah terakhir adalah kegiatan yang dapat secara langsung memberikan manfaat kepada warga negara.

James Anderson (dalam Kusumanegara, 2010:97) menyatakan bahwa implementasi kebijakan atau program merupakan bagian dari administrative

Kebijakan Publik Penjelasan

Kebijakan Publik

Program

Proyek

Kegiatan

Pemanfaat (beneficiaries)

(19)

Anderson, digunakan untuk menunjukkan desain atau pelaksanaan sistem administrasi yang terjadi pada setiap saat. Proses administrasi mempunyai konsekuensi terhadap pelaksanaan, isi dan dampak suatu kebijakan.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan tidak berdiri sendiri, tetapi dipengaruhi oleh kejadian dan kegiatan yang terjadi di lapangan yang memiliki proses dalam administrasi untuk menjalankan suatu program yang memiliki konsekuensi dalam pelaksanaannya.

Menurut Sabatier (1986:268) ada enam variabel utama yang dianggap memberi kontribusi keberhasilan atau kegagalan implementasi, di antaranya adalah:

1. Tujuan atau sasaran kebijakan yang jelas dan konsisten 2. Dukungan teori yang kuat dalam merumuskan kebijakan

3. Proses implementasi memiliki dasar hukum yang jelas sehingga menjamin terjadinya kepatuhan para petugas dilapangan dan kelompok sasaran.

4. Komitmen dan keahlian para pelaksana kebijakan 5. Dukungan para stakeholder

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan adalah suatu rangkaian kegiatan untuk melaksanakan suatu kebijakan yang ditujukan kepada publik atau masyarakat untuk mencapai hasil berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Tanpa adanya implementasi maka suatu kebijakan yang telah dirumuskan akan sia-sia. Oleh karena itu, implementasi kebijakan sangat penting dalam proses pembuatan kebijakan

(20)

2.1.1.1 Kebijakan Publik

Dalam menjalankan suatu negara, pemerintah membuat rancangan ataupun aturan yang bertunjuan untuk mensejahterakan rakyatnya, tujuan tersebut diciptakan melalui kebijakan publik. Kebijakan publik hadir untuk dapat menyelesaikan masalah publik dan mencapai tujuan bersama yang telah disepakati.

Menurut Hoogwood dan Gunn (dalam Parson, 2005:15) menyebutkan 10 penggunaan istilah kebijakan, yaitu sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas, sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan, sebagai proposal spesifik, sebagai keputusan pemerintah, sebagai otorisasi formal, sebagai sebuah program, sebagai output, sebagai hasil (outcome), sebagai teori atau model, dan sebagai sebuah proses.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dilihat bahwa kebijakan memiliki banyak istilah dan erat kaitannya dengan pemerintah atau Negara. Kebijakan berkaitan dengan keputusan atau tindakan yang dilakukan pemerintah. Dalam kaitan ini, Dye (dalam Subarsono, 2005:2) mengartikan kebijakan publik sebagai

“whatever government choose to do or not to do”. Artinya, kebijakan publik merupakan sebuah pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Melihat dari definisi ini kebijakan memiliki cakupan yang luas karena berkaitan dengan keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan yang tidak dilakukan oleh pemerintah, baik itu dalam menghadapi masalah maupun lainnya.

Wahyudi, dkk (dalam setyawan, 2017:18) mengatakan bahwa kebijakan publik merupakan produk hukum yang berupa aturan-aturan mengenai

(21)

pernyataan, himbauan atau ajakan yang dilakukan pemerintah terhadap warganya.

Dalam konteks ini, kebijkan publik dapat dilihat sebagai bentuk dari aturan, himbauan atau ajakan yang dilakukan oleh pemerintah kepada warganya.

Kebijakan ini nantinya mememberikan dampak bagi warganya, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Pengertian lainnya dikemukakan oleh Harold Laswell dan Abraham Kaplan (dalam Nugroho, 2011:93) yang mendefinisikan kebijakan publik sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, dan praktik- praktik tertentu. Dari pengertian ini dapat dilihat sebagai upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu, suatu kebijakan publik dalam pelaksanaannya dilakukan melalui suatu program. Hal ini juga dapat dilakukan sebagai penanganan masalah yang terjadi di masyarakat maupun permasalahan yang terjadi dari luar masyarakat.

Dalam memecahkan masalah yang dihadapi melalui suatu kebijakan. Dunn (2003:24) merumuskan tahapan dalam proses pembuatan kebijakan, sebagai berikut:

1. Penyusunan Agenda (Agenda Setting): yaitu tahapan dimana para penjabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Banyak masalah yang tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda untuk waktu lama.

2. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation), yaitu tahap dimana para penjabat merumuskan alternative kebijakan untuk mengatasi maslah.

(22)

3. Adopsi kebijakan (Policy Adoption), yaitu tahap dimana alternatif kebijakan yang diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus diantara direktur lembaga, atau keputusan pengadilan.

4. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation), yaitu tahap dimana kebijakan yang telah dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilitasi sumberdaya finansial dan manusia.

5. Penilaian Kebijakan (Policy Assesment), yaitu tahap dimana unit-unit pemeriksaan dan akuntansi dalam pemerintahan menentukan apakah badan- badan eksekutif, legislatif, dan pengadilan memenuhi persyaratan undang- undang dalam pembuatan kebijakan dan pencapaian tujuan. Tahapan-tahapan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2: Tahapan Kebijakan Publik

Sumber: Dunn, 2003 : 25

(23)

Dapat dilihat bahwa suatu kebijakan publik dirumuskan melalui tahapan dalam proses pembuatan kebijakan publik yang meliputi penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan dan penilaian kebijakan. Penilaian dilakukan untuk memberikan umpan balik kepada para penjabat, sebagai masukan dalam penyusunan agenda untuk merumuskan masalah.

Proses penetapan kebijakan atau yang sering dikenal dengan Policy Making Process, menurut Shafrits dan Russel (dalam Keban, 2004: 63), sebagai

berikut:

1. Agenda setting dimana isu-isu kebijakan diidentifikasi, 2. Keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan kebijakan, 3. Tahap implementasi kebijakan,

4. Evaluasi program dan analisa dampak,

5. Feedback yaitu memutuskan untuk merevisi atau menghentikan.

Proses kebijakan di atas bila diterapkan akan menyerupai sebuah siklus tahapan penetapan kebijakan. Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau yang tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu yang dingin dicapai guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan tersebut tertuang dalam ketentuan-ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

(24)

2.1.2 Model Implementasi Kebijakan Publik

Implementasi kebijakan adalah suatu proses mengubah gagasan menjadi tindakan oleh para aktor kebijakan melalui prosedur yang telah ditentukan sebelumnya demi mencapai hasil berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, untuk mengetahui apakah suatu kebijakan itu efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan, dapat dilakukan dengan analisis implementasi melalui model- model implementasi kebijakan.

Model implementasi kebijkan publik merupakan deskripsi sederhana mengenai asepek-aspek penting yang dipilih dan disusun sebagai upaya mengejawantahkan, meniru, menjelaskan, meramalkan, mencoba dan menguji hipotesis implementasi kebijakan publik untuk tujuan tertentu (Setyawan, 2017:114).

2.1.2.1 Model Van Meter Van Horn.

Dalam Teori ini dinyatakan bahwa ada tiga kelompok variabel yang mempengaruhi kesuksesan implementasi, yakni;

1. Standard dan Sasaran Kebijakan / Ukuran dan Tujuan Kebijakan 2. Sumber-sumber Kebijakan

3. Komunikasi Antarorganisasi dan Kegiatan-kegiatan Pelaksana 4. Karakteristik Badan-badan Pelaksana

5. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik 6. Kecenderungan Pelaksana

(25)

Secara rinci variabel-variabel implementasi kebijakan publik model Van Meter dan Van Horn dijelaskan sebagai berikut:

1. Standar dan Sasaran Kebijakan / Ukuran dan Tujuan Kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya dari ukuran dan tujuan kebijakan yang bersifat realistis dengan sosio-kultur yang ada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran dan dan sasaran kebijakan terlalu ideal (utopis), maka akan sulit direalisasikan (Agustino, 2006). Van Meter dan Van Horn (dalam Sulaeman, 1998) mengemukakan untuk mengukur kinerja implementasi kebijakan tentunya menegaskan standar dan sasaran tertentu yang harus dicapai oleh para pelaksana kebijakan, kinerja kebijakan pada dasarnya merupakan penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran tersebut.

Pemahaman tentang maksud umum dari suatu standar dan tujuan kebijakan adalah penting. Implementasi kebijakan yang berhasil, bisa jadi gagal (frustated) ketika para pelaksana (officials), tidak sepenuhnya menyadari terhadap standar dan tujuan kebijakan. Standar dan tujuan kebijakan memiliki hubungan erat dengan disposisi para pelaksana (implementors). Arah disposisi para pelaksana (implementors) terhadap standar dan tujuan kebijakan juga merupakan hal yang “crucial”. Implementors mungkin bisa jadi gagal dalam melaksanakan kebijakan, dikarenakan mereka menolak atau tidak mengerti apa yang menjadi tujuan suatu kebijakan.

2. Sumber Daya

Keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang

(26)

terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Setiap tahap implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara apolitik. Selain sumber daya manusia, sumber daya finansial dan waktu menjadi perhitungan penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Derthicks (dalam Van Mater dan Van Horn, 1974) bahwa: ”New town study suggest that the limited supply of federal incentives was a major contributor to the failure of the program”.

Van Mater dan Van Horn (dalam Widodo 1974) menegaskan bahwa:

“Sumber daya kebijakan (policy resources) tidak kalah pentingnya dengan komunikasi. Sumber daya kebijakan ini harus juga tersedia dalam rangka untuk memperlancar administrasi implementasi suatu kebijakan. Sumber daya ini terdiri atas dana atau insentif lain yang dapat memperlancar pelaksanaan (implementasi) suatu kebijakan. Kurangnya atau terbatasnya dana atau insentif lain dalam implementasi kebijakan, adalah merupakan sumbangan besar terhadap gagalnya implementasi kebijakan.”

3. Karakteristik Organisasi Pelaksana

Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat dalam pengimplementasian kebijakan. Hal ini penting karena kinerja implementasi kebijakan akan sangat dipengaruhi oleh ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Hal ini berkaitan dengan konteks kebijakan yang akan dilaksanakan pada beberapa kebijakan dituntut pelaksana kebijakan yang ketat dan displin. Pada konteks lain diperlukan

(27)

agen pelaksana yang demokratis dan persuasif. Selaian itu, cakupan atau luas wilayah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan agen pelaksana kebijakan.

4. Komunikasi Antar Organisasi Terkait dan Kegiatan-Kegiatan Pelaksanaan

Agar kebijakan publik bisa dilaksanakan dengan efektif, menurut Van Horn dan Van Mater (dalam Widodo 1974) apa yang menjadi standar tujuan harus dipahami oleh para individu (implementors). Yang bertanggung jawab atas pencapaian standar dan tujuan kebijakan, karena itu standar dan tujuan harus dikomunikasikan kepada para pelaksana. Komunikasi dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi.

Jika tidak ada kejelasan dan konsistensi serta keseragaman terhadap suatu standar dan tujuan kebijakan, maka yang menjadi standar dan tujuan kebijakan sulit untuk bisa dicapai. Dengan kejelasan itu, para pelaksana kebijakan dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya dan tahu apa yang harus dilakukan.

Dalam suatu organisasi publik, pemerintah daerah misalnya, komunikasi sering merupakan proses yang sulit dan komplek. Proses pentransferan berita kebawah di dalam organisasi atau dari suatu organisasi ke organisasi lain, dan ke komunikator lain, sering mengalami ganguan (distortion) baik yang disengaja maupun tidak.

Jika sumber komunikasi berbeda memberikan interprestasi yang tidak sama (inconsistent) terhadap suatu standar dan tujuan, atau sumber informasi

(28)

sama memberikan interprestasi yang penuh dengan pertentangan (conflicting), maka pada suatu saat pelaksana kebijakan akan menemukan suatu kejadian yang lebih sulit untuk melaksanakan suatu kebijakan secara intensif.

Dengan demikian, prospek implementasi kebijakan yang efektif, sangat ditentukan oleh komunikasi kepada para pelaksana kebijakan secara akurat dan konsisten (accuracy and consistency) (Van Mater dan Varn Horn, dalam Widodo 1974). Disamping itu, koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan. Semakin baik koordinasi komunikasi di antara pihak- pihak yang terlibat dalam implementasi kebijakan, maka kesalahan akan semakin kecil, demikian sebaliknya.

5. Disposisi atau Sikap Para Pelaksana

Menurut pendapat Van Metter dan Van Horn dalam Agustinus (2006):

”sikap penerimaan atau penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat top down yang sangat mungkin para pengambil keputusan tidak mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan atau permasalahan yang harus diselesaikan”.

Sikap mereka itu dipengaruhi oleh pendangannya terhadap suatu kebijakan dan cara melihat pengaruh kebijakan itu terhadap kepentingan-kepentingan organisasinya dan kepentingan-kepentingan pribadinya. Van Mater dan Van Horn (1974) menjelaskan disposisi bahwa implementasi kebijakan

(29)

diawali penyaringan (befiltered) lebih dahulu melalui persepsi dari pelaksana (implementors) dalam batas mana kebijakan itu dilaksanakan. Terdapat tiga macam elemen respon yang dapat mempengaruhi kemampuan dan kemauannya untuk melaksanakan suatu kebijakan, antara lain terdiri dari pertama, pengetahuan (cognition), pemahaman dan pendalaman (comprehension and understanding) terhadap kebijakan, kedua, arah respon mereka apakah menerima,

netral atau menolak (acceptance, neutrality, and rejection), dan ketiga, intensitas terhadap kebijakan.

6. Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Politik

Hal terakhir yang perlu diperhatikan guna menilai kinerja implementasi kebijakan adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik. Lingkungan sosial, ekonomi dan politik yang tidak kondusif dapat menjadi sumber masalah dari kegagalan kinerja implementasi kebijakan.

Karena itu, upaya implementasi kebijakan mensyaratkan kondisi lingkungan eksternal yang kondusif.

Gambar 2.3: Model Implementasi Van Meter dan Van Horn

Sumber : Subarsono, 2005:99 Standar dan

Sasaran

Sumber Daya

Karakteristik Badan Pelaksana

Sikap Pelaksana

Kinerja Kebijakan Komunikasi Antar

Organisasi Pelaksana Kegiatan

Lingkungan Sosial, ekonomi dan Politik

(30)

Berdasarkan dari pemaparan di atas, maka peneliti mengambil model yang dikemukakan oleh Van meter dan Van Horn, karena dapat membantu peneliti dalam menjalankan penelitiannya. Selain itu, model implematsi ini dapat menjelaskan dampak dari pelaksanaan Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah (RAP-GD) Kab. Padang Lawas yang ditinjau dari standar dan sasaran yang harus dicapai oleh pelaksana, sumber daya yang penting dalam menentukan suatu implementasi dan aparat yang terlibat sebagai pelaksana dalam penyampaian informasi tentang apa yang menjadi standart dan tujuan.

2.1.2.2 Model Merilee S. Grindle

Model implementasi kebijakan Merilee S. Grindle melihat isi kebijakan dan lingkungan implementasi kebijakan dalam menentukan keberhasilan implementasi. Menurut Grindle (dalam Mulyadi, 2015:66), keberhasilan implementasi ditentukan oleh isi kebijakan (content of policy) dan lingkungan implementasi (context of implementation). Ide dasar dari model ini adalah setelah ditransformasikan, kebijakan diimplementasikan, sehingga keberhasilannya ditentukan oleh derajat keterlaksanaan (implementability) dari kebijakan tersebut.

. Lebih lanjut dikemukakan mengenai isi kebijakan tersebut meliputi : 1. Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan;

2. Jenis manfaat yang akan dihasilkan;

3. Derajat perubahan yang diinginkan;

4. Kedudukan pembuat kebijakan;

5. Siapa pelaksana program; dan 6. Sumber daya yang dikerahkan

(31)

Sedangkan konteks implementasinya meliputi:

1. Kekuasaan, kepentingan, dan strategi aktor yang terlibat;

2. Karakteristik lembaga dan penguasa; dan 3. Kepatuhan dan daya tanggap

Gambar 2.4: Model Implementasi Merilee S. Grindle

Sumber: Dwijowijoto (dalam Hiplunudin, 2017:48)

Nugroho (dalam Setyawan, 2017:124) menjelaskan bahwa model ini memiliki keunikan tersendiri, yakni terletak pada pemahaman menyeluruh (komprehensif) akan konteks kebijakan, khususnya yang menyangkut dengan implementator, penerima implementasi, dan arena konflik yang mungkin terjadi antara para aktor implementasi, serta kondisi-kondisi sumber daya implementasi yang diperlukan.

Keunikan dari model Grindle ini memberikan pandangannya tentang implementasi dengan mengatakan bahwa secara umum, tugas implementasi adalah membentuk suatu kaitan yang memudahkan tujuan-tujuan kebijakan dapat direalisasikan sebagai dampak dari suatu kegiatan pemerintah.

(32)

2.1.2.3 Model Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier

Keberhasilan pengimplementasian suatu kebijakan tidak terlepas dari faktor-faktor terkait dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Anggara (dalam Setyawan, 2017:117) membagi variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal keseluruhan implementasi, tidak menggunakan independen, intervening, dan dependen, tetapi menggunakan bahasa yang lebih

umum dengan istilah kategori besar, variabel-variabel tersebut antara lai adalah : 1. Mudah tidaknya masalah yang akan dikendalikan, meliputi :

1) Kerumitan dan kesulitan teknis implementasi kebijakan 2) Keragaman perilaku kelompok sasaran kebijakan

3) Persentase kelompok sasaran kebijakan dibandingkan dengan jumlah penduduk

4) Ruang lingkup perubahan perilaku yang diinginkan setelah kebijakan diimplentasikan

2. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya, meliputi :

1) Kejelasan dan konsistensi tujuan

2) Digunakannya teori kausalitas yang kuat 3) Ketetapan alokasi sumber dana

4) Keterbukaan hirarki dalam dan diantara lembaga-lembaga yang melaksanakan

5) Aturan-aturan keputusan dari badan/lembaga pelaksana 6) Rekrutmen pejabat pelaksana

7) Akses formal (keterbukaan bagi) pihak luar

(33)

3. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut, meliputi :

1) Kondisi sosial 2) Dukungan politik

3) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki kelompok 4) Dukungan dari pejabat atasan

5) Kemampuan kepemimpinan dan komitmen pejabat-pejabat pelaksana.

Model implementasi kebijakan yang dikemukakan oleh Mazmanian dan Sabatier disebut dengan A Framework for Policy Implementation Analysis. Model ini berpendapat bahwa peran penting dari implementasi kebijakan publik adalah kemampuannya dalam mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel- variabel yang dimaksud dapat diklarifikasikan menjadi tiga kategori besar, yaitu:

1. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap, meliputi: kesukaran teknis, keberagaman perilaku yang diatur, tingkat dan ruang lingkup perubahan perilaku yang dikehendaki

2. Kemampuan kebijakan menstruktur proses implementasi secara tepat 3. Faktor-faktor di luar undang-undang ysng mempengaruhi implementasi

(34)

Gambar 2.5: Model Implementasi Mazmanian dan Sabatier

Sumber : Subarsono (dalam Hiplunudin, 2017:45)

Dari model ini dapat dilihat bahwa implementasi adalah upaya melaksanakan keputusan kebijakan. Model ini mengklasifikasikan proses implementasi dalam tiga variabel yaitu: mudah tidaknya masalah yang dikendalikan, kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya dan pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijakan tersebut.

2.2 Pangan

2.2.1 Pengertian Pangan

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan, dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

(35)

manusia, termasuk bahan tambahan Pangan, bahan baku Pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.

Sedangkan menurur Wikipedia Pangan atau makanan adalah bahan, biasanya berasal dari hewan atau tumbuhan, yang dimakan oleh makhluk hidup mendapatkan tenaga dan nutrisi. Cairan yang dipakai untuk maksud ini sering disebut minuman, tetapi kata makanan juga bisa dipakai. Istilah ini kadang- kadang dipakai dengan kiasan, seperti makanan untuk pemikiran. Kecukupan makanan dapat dinilai dengan status gizi secara antropometri. Makanan yang dibutuhkan manusia biasanya diperoleh dari hasil bertani atau berkebun yang meliputi sumber hewan, dan tumbuhan. Beberapa orang menolak untuk memakan makanan dari hewan seperti, daging, telur, dan lain-lain. Mereka yang tidak suka memakan daging, dan sejenisnya disebut vegetarian yaitu orang yang hanya memakan sayuran sebagai makanan pokok mereka. Pada umumnya bahan makanan mengandung beberapa unsur atau senyawa seperti air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, enzim, pigmendan lain-lain.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Makanan diakses pada 3 Maret 2019 pukul 22.55 WIB).

2.2.2 Ketahanan Pangan

Dalam ayat 4 pasal 1 UU Nomor 18 Tahun 2018 tentang pangan, menyatakan bahwa Ketahanan Pangan adalah kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan

(36)

terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.

2.4 Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara peneliti terhadap penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, hipotesis tidak diuji, tetapi diusulkan (suggested, recommended) sebagai satu panduan dalam proses analisis data.

Hipotesis kerja adalah hipotesis yang bersumber dari kesimpulan teoritik, sebagai pedoman untuk melakukan penelitian (Umar 2010:38). Penulis merumuskan hipotesis kerja dalam penelitian ini, yaitu Implementasi Program Penganekaragaman Konsumsi Pangan dalam Mewujudkan Ketahanan Pangan di Kabupaten Padang Lawas menggunakan teori Van Meter Van Horn meliputi;

Standard an Sasaran Kebijakan / Ukuran dan Tujuan Kebijakan; Sumber-sumber Kebijakan; Komunikasi Antarorganisasi dan Kegiatan-kegiatan Pelaksana;

Karakteristik Badan-badan Pelaksana; Kondisi Ekonomi, Sosial dan Politik dan Kecenderungan Pelaksana

2.5 Defenisi Konsep

Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak, kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2008). Untuk itu, penulis mendefinisikan konsep-konsep yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang

(37)

diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan.

2. Gizi adalah zat atau senyawa yang terdapat dalam Pangan yang terdiri atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, serat, air, dan komponen lain yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan kesehatan manusia.

3. Rencana Aksi Pangan dan Gizi merupakan pedoman dalam upaya pembangunan pangan dan gizi dalam mendukung pelaksanaan pembangunan daerah dalam bentuk arah kebijakan strategi dan program serta kegiatan.

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif deskriptif untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana mendeskripsikan Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Di Kabupaten Padang Lawas.

3.2 Lokasi Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di latar belakang untuk melihat dan mendeskripsikan Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Di Kabuaten Padang Lawas maka penelitian ini dilakukan di Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara.

3.3 Informan Penelitian

Informan dalam penelitian ini sesuai dengan bentuk penelitian kualitatif deskriptif ditentukan dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling.

Sugiyono berpendapat yang dimaksuddengan purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu sedangkan snowball sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang pada

awalnya sedikit lama-lama menjadi besar.Menurut Suyanto (2005:108) informan peneliti terdiri dari informan kunci, informan utama, informan tambahan. Berikut uraian informan peneliti:

(39)

1. Informan Kunci

Informan kunci (key information) adalah mereka yang mengetahui dan memiliki informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian.Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kepala Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Lawas.

2. Informan Utama

Informan Utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti.Informan utama dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang Pangan dan Konsumsi Dinas Ketahanan Pangan Padang Lawas.

3. Informan Tambahan

Informan tambahan adalah mereka yang memberikan informasi walaupun tidak terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti.Informan tambahan dalam penelitian ini adalah Stakeholder program dan masyarakat.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Agar dapat mengetahui dan mendeskripsikan penelitian terkait Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Di Kabuaten Padang Lawas maka metode penelitian yang digunakan yaitu Field Research(penelitian lapangan). Penelitian lapangan (Field Research) meliputi;

1. Obsevasi yaitu kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut.

2. Wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk memperoleh keterangan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap

(40)

muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.

3. Dokumentasi yaitu salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang bersangkutan.

3.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan wawancara secara mendalam(in depth interview), yaitu mengajukan petanyaan demi pertanyaan hingga peneliti jenuh dengan jawaban yang disampaikan. Miles dan huberman dalam (Sugiyono 2012), mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.Dalam melakukan analisis data, ada langkah langkah yang dilakukan menurut miles dan huberman, yaitu:

1. Reduksi Data

Data yang diperoleh peneliti segera dianalisis melalui reduksi data.mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal hal yang penting, dicari tema dan polanya.Hal ini mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan.

(41)

2. Penyajian Data

Setelah data direduksi maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan dan hubungan antar kategori. Dengan menyajikan data maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

3. Penarikan Kesimpulan

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap, sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis, atau teori. Jadi, teknik analisis data kualitatif yaitu dengan menyajikan data dengan melakukan analisa terhadap masalah yang ditemukan dilapangan, sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti kemudian menarik kesimpulan.

3.6 Teknik Keabsahan Data

Mengenai observasi dan mengurangi resiko interpretasi yang salah dengan mempergunakan berbagai sumber-sumber Teknik Keabsahan Data.Guna mendapatkan hasil penelitian yang baik, perlu dilakukan validitas (pengabsahan) data.Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode triangulasi data.

Triangulasi adalah suatu cara mendapatkan data yang benar-benar absah dengan metode ganda. Triangulasi adalah suatu pendekatan riset yang memakai suatu kombinasi lebih dari satu strategi dalam satu penelitian untuk menjaring data atau

(42)

informasi.Pendekatan triangulasi yang diterapkan dalam penelitian ilmu sosial dapat memperkuat kesimpulan informasi. Triangulasi tidak hanya membandingkan data dari berbagai sumber data, akan tetapi juga mempergunakan berbagai teknik dan metode untuk meneliti dan menjaring data/informasi dari fenomena yang sama.

Penelitan ini menggunakan jenis triangulasi data dan metode. Teknik triangulasi data dilakukan dengan membandingkan data yang diperoleh melalui wawancara antara subjek penelitian yang satu dengan yang lain. Kemudian, teknik triangulasi metode digunakan dengan cara membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara terhadap informan dengan hasil pengamatan penulis yang berkaitan dengan mendeskripsikan Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Di Kabuaten Padang Lawas.

(43)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 DeskripsiLokasi Penelitian

Deskripsi penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum Kabupaten Padang Lawas dan gambaran umum Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Padang Lawasyang merupakanpelaksana Program Aksi Pangan dan Gizi Daerah di Kabupaten Padang Lawas. Hal tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:

4.4.1 Gambaran Umum Kabupaten Padang Lawas 4.1.1.1 LetakGeografis

Gambar 4.1 : Peta Kabupaten Padang Lawas

Sumber: Kabupaten Padang Lawas dalam angka 2015

(44)

Kabupaten Padang Lawasterletakantara1° 26’ - 2° 1’Lintang Utara dan91°

01’ - 95° 53’BujurTimurdenganketinggian0 – 1.915 meter di ataspermukaanlaut.

Kabupaten Padang LawasberbatasandenganKabupatenPadang Lawas Utara di sebelah Utara, di sebalah Timur Provinsi Riau, di Selatan Kabupaten Mandailing Natal dan Provinsi Sumatera Barat, dan di sebelah Barat Kabupaten Tapanuli Selatan. Kabupaten Padang Lawasmerupakansalahsatu hasil pemekarankabupaten Tapanuli Selatan di Sumatera Utara denganluasdaerahsekitar4.229,94 km².Kabupaten Padang Lawas dilihat dari topogarafinya dengan kemiringan tanah:

1. Datar : 26.863 Ha (6,35 %) 2. Landai : 48.739 Ha (11,52 %) 3. Berbukit-bukit : 67.664 Ha (16 %) 4. Bergunung : 279, 733 Ha (66,13 %)

4.1.1.2 Visi Misi Kabupaten Padang Lawas

Visi Kabupaten Padang Lawas ialah: "Menjadi Padang Lawas Yang Beriman, Cerdas, Sehat, Sejahtera dan Berbudaya Dalam Sistem Pemerintahan Yang Bersih, Akuntabel, Transparan, dan Berkeadilan, Bertumpu Pada Ekonomi Kerakyatan Dalam Ridho Tuhan Yang Maha Esa"

Penjelasan makna atas pernyataan Visi dimaksud adalah Beriman :Mengandung pengertian bahwa:

1. Terwujudnya manusia seutuhnya yang senantiasa menyandarkan segala niat, pola pikir, tindakan dan perbuatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

(45)

2. Pengamalan nila-nilai keagamaan yang tercermin dari perilaku berahlak mulia, berbudaya, produktif, serta mampu bekerjasama.

3. Terciptanya kerukunan antar umat beragama.

Cerdas : Mengandung pengertian seluruh komponen sumber daya di Kabupaten Padang Lawas baik sumber daya manusia aparatur maupun masyarakat harus:

1. Memiliki kualitas, kompetensi, keterampilan, dan menguasai informasi.

2. Produktif, mandiri, dinamis, kreatif dan inovatif.

3. Jujur, beretika dan mempunyai integritasserta memiliki kepedulian sosial serta bahwa keyakinan beragama menjadi landasan pengikat kebersamaan dalam seluruh aspek penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan.

Misi Kabupaten Padang Lawas ialah:

1. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang demokratis, bersih, akuntabel, transparan serta efektif dan efisien.

2. Meningkatkan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan.

3. Meningkatkan kualitas kemakmuran ekonomi dan kesejahteraan sosial.

4. Meningkatkan pengelolaan/ pemanfaatan sumber daya alam untuk peningkatan taraf hidup dan kelestarian lingkungan hidup.

(46)

5. Membangun masyarakat yang religius dan kerukunan antar maupun intra umat beragama.

Gambar 4.2 : Lambang Kabupaten Padang Lawas

Sumber:www.padanglawaskab.go.id, 2019

4.1.1.3 Pengertian Lambang (Makna Lambang)

1. Potensi Primadona Daerah yang dituangkan dalam gambar/ label Siala Sampagul dibagi tiga bagian yaitu:

a. Pohon Sawit (Warna Hijau dengan buah merah hati) b. Pohon Karet (Warna Coklat)

c. Pertanian (Warna Kuning persawahan)

2. Bukit Barisan yang diartikan bahwa sumber daya alam yang memberikan kemakmuran kepada masyarakat.

3. Harapan dari masyarakat kabupaten yang dituangkan dalam logo adalah:

a. Buku / kitab menggambarkan harapan masyarakat Padang Lawas sebagai masyarakat yang berilmu dan agamais

b. Kubah mesjid menggambarkan harapan masyarakat yang taat beragama yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa

(47)

c. Padi dan kapas menggambarkan harapan masyarakat yang sejahtera

4. Semboyan / Selogan lambang daerah ini mempunyai moto "Rim Nitahi Dogogona" yang berarti atas musyawarah segenap unsur pemerintahan dan unsur masyarakat lainnya mempunyai kekuatan yang utuh untuk mencapai tujuan bersama.

5. Lambang daerah ini berbentuk oval dengan pinggiran bergaris warna kuning.

6. Rantai melambangkan hubungan kekeluargaan masyarakat yang tidak terpisahkan karena ikatan keterikatan Dalihan Natolu.

7. Tombak dan Pedang melambangkan keadilan.

8. Ulos warna merah, biru tua, dan hitam dengan manik warna putih, hitam dan merah melambangkan budaya adat Batak Mandailing, melambangkan adat Batak.

9. Tulisan pada Ulos adalah Padang Lawas.

10. Siala Sampagul menggambarkan kekompakan masyarakat dan menggambarkan bahwa Kabupaten Padang Lawas adalah pecahan dari Kabupaten induk Tapanuli Selatan.

11. 2 (Dua) sungai melambangkan sejarah keberadaan penduduk bermukim disekitar sungai pada sekitar sungai Barumun dan sungai Sosa yang bergabung dalam kesatuan wilayah masyarakat Padang Lawas.

12. Pengertian warna logo adalah :

a. Hijau artinya kesejukan dalam kehidupan bermasyarakat b. Merah artinya berani memperjuangkan kemakmuran c. Kuning artinya keadaan hidup yang gemilang

d. Putih artinya tekad yang suci

(48)

e. Hitam artinya kekal dan abadiBiru artinya kesetiaan dan kejujuran dalam bermasyarakat

4.2 Implementasi Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah

Penanganan masalah pangan gizi memerlukan rencana yang melibatkan multisektor, perbaikan gizi tidak dapat dicapai hanya melalui sektor kesehatan saja mengingat sektor kesehatan hanya berperan dalam penyembuhan/penanganan berbagai masalah gizi. Pencegahan terjadinya masalah gizi memerlukan kontribusi dari berbagaisektor, masalah gizi merupakan upaya lintas sektor untuk mengantisipasi penyebablangsung, tidak langsung, dan akar masalah.

Pemerintah daerah bertanggung jawab untuk mencapai indikator kinerja yang telahditetapkan, namun dalam melaksanakan usaha untuk mencapai target tersebut, komponennon pemerintah yaitu pelaku usaha, media, mitra pembangunan, dan masyarakat harusturut mengambil peran. Adanya koordinasi dan kolaborasi yang baik antara pemerintahdan non pemerintah dengan tujuan yang sama akan meningkatkan kapasitas danmeningkatkan efektifitas pekerjaan yang dilakukan. Untuk mencapai output yangditetapkan perlu dilakukan intervensi melalui program kesehatan maupun non kesehatanyang diwujudkan melalui berbagai kegiatan. Intervensi yang dilakukan mencakup intervensi gizi spesifik dan sensitif yang didukung oleh faktor pemungkin.

Tujuan utama dari Program Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah ingin diwujudkan dengan adanya perbaikan pangan dan gizimelalui pendekatan multisektor adalah terbentuknya sumber daya manusia yang cerdas,sehat, produktif secara berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi. Dengan demikian

(49)

konsepketahanan pangan dan gizi yang luas bertolak pada tujuan akhir dari ketahanan panganyaitu tingkat kesejahteraan manusia.Status gizi masyarakat yang baik ditunjukkan oleh keadaan tidak adanya masyarakat yangmenderita kelaparan dan gizi kurang. Keadaan ini secara tidak langsung menggambarkanakses pangan dan pelayanan sosial yang merata dan cukup baik.

DalampelaksanaanProgram Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah Kabupaten Padang Lawas dibentuk sebuah Tim berdasarkan Surat Keputusan Bupati Padang Lawas Nomor: 050/153/KPTS/2017 tentangTim Pengarah, Tim Teknis dan Sekretariat Penyusunan Rencana Aksi Daerah Pangan danGizi Multisektor Kabupaten Padang Lawas Tahun 2017. Susunan keanggotaan Rencana AksiDaerah Pangan dan Gizi (RAD PG) Kabupaten Padang Lawas sebagai berikut:

I. Tim Pengarah

Penanggungjawab : Bupati Padang Lawas

Ketua : Sekretaris Daerah Kabupaten Padang Lawas Wakil Ketua : Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris : Kepala Bappeda Kabupaten Padang Lawas II. Tim Teknis

Ketua : Kepala Bappeda Kabupaten Padang Lawas Sekretaris : Kepala Dinas Ketahanan Pangan

Anggota : 1. Kasubbag Program Informasi Dinas Kesehatan 2. Kasubbag Program Dinas Pendidikan dan

Kebudayaan

3. Seksi Penyusunan Program Dinas Pekerjaan

(50)

Umum

4. Kasubbag Perencanaan dan Keuangan Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman &

Perhubungan

5. Kasubbag Perencanaan Dinas Pengendalian Penduduk & Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak

6. Kasubbag Perencanaan & Pelaporan Dinas Sosial 7. Kasubbag Perencanaan dan Evaluasi Dinas

Ketahanan Pangan

8. Kasubbag Perencanaan dan Keuangan Dinas Komunikasi dan Informatika

9. Kasubbag Program Dinas UKM, Perindustrian dan Perdagangan

10. Kasubbag Perencanaan dan Evaluasi Dinas Perikanan dan Peternakan

11. Kasubbag Program Dinas Pertanian 12. Kasubbag Penyusunan Program Badan Perencanaan Pembangunan Daerah III. Sekretariat

Ketua : Kabid Ekonomi dan Sumber Daya Alam Sekretaris : Kasubbid Industri, Inovasi Sumber Daya Alam Anggota : Kasubbid Ekonomi dan Pembangunan

(51)

Adapun peranan maupun tugas dan tanggung jawab di segala sektor dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tim Pengarah :

a. Memberikan arahan dalam penyusunan RAP-GD antara lain koordinasi penyusunan, kebijakan yang perlu dimasukkan dalam RAD-PG, serta kegiatanprioritas yang diperlukan;

b. Menyampaikan laporan penyusunan RAP-GD kepada Gubernur/

Bappedasu;

c. Memberikan arahan dalam pelaksanaan RAP-GD termasuk kebijakan pelaksanaan dan strategi melaksanakan kegiatan prioritas

d. Memberikan arahan kebijakan pemantauan dan evaluasi e. Menyampaikan laporan hasil evaluasi kepada Gubernur

2. Tim Teknis:

a. Bertanggung jawab terhadap kegiatan penyusunan RAD-PG;

b. Melakukan penyusunan RAD PG mulai dari membuat jadwal dan rencana kerja, mencari dan mengumpulkan bahan yang diperlukan, melakukan penyusunan sampai menghasilkan draft untuk disampaikan kepada Tim Pengarah.

c. Menyampaikan draft RAP-GD kepada tim pengarah untuk proses lebih lanjut.

d. Mensosialisasi RAP-GD kepada seluruh pemangku kepentingan e. Mengordinasikan dan melakukan pelaksanaan RAD-PG.

Gambar

Tabel 1.1 Angka Garis Kemiskinan Makanan Di Indonesia 2015-2018
Grafik 1.2 Kecenderungan Prevalensi Status Gizi, Gizi Buruk, Gizi  Kurang dan Gizi Lebih (BB/U) di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2017
Gambar 2.1: Sekuensi Kebijakan Publik
Gambar 2.2: Tahapan Kebijakan Publik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Examining further the three determi- nant factors of technology’s adoption, this study found the technology adoption organization’s typology consists of 8 (eight)

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian pengembangan ini adalah: (1) modul fisika berbasis masalah pada materi listrik dinamis yang dikembangkan layak digunakan untuk

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa biaya desain produk adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk kegiatan penelitian desain produk dan

Mikrokonktroler Alv and Vegard’s Risc processor atau sering disingkat AVR merupakan mikrokonktroler RISC 8 bit. Karena RISC inilah sebagian besar kode

Pandangan Material dalam Negara Hukum Indonesia dalam Memandang perbuatan Penyelundupan Manusia beserta korban (Victim) Philip Martin dan Mark Miller 8 menyatakan bahwa

Menurut anda apakah perusahaan (hotel) ini menghabiskan banyak waktu dan usaha pada kegiatan pelatihan simulasi yang dapat membantu karyawan dalam memberikan tingkat pelayanan yang

Di sisi lain, kepuasan kerja juga mempengaruhi tingkat kesejahteraan seseorang karena pekerjaan adalah sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan seseorang dan yang

Berdasarkan hasil penelitian mengenai hubungan hubungan pekerjaan, peran PMO, pelayanan kesehatan, dukungan keluarga dan diskriminasi terhadap ketidakteraturan