• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN ENZIM PAPAIN PADA TABLET RENNET SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KARAKTERISTIK DAN FISIK RENDEMEN KEJU SEGAR SUSU KERBAU MURRAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PEMANFAATAN ENZIM PAPAIN PADA TABLET RENNET SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KARAKTERISTIK DAN FISIK RENDEMEN KEJU SEGAR SUSU KERBAU MURRAH"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN ENZIM PAPAIN PADA TABLET RENNET SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KARAKTERISTIK

DAN FISIK RENDEMEN KEJU SEGAR SUSU KERBAU MURRAH

SKRIPSI

UMDATUR REZKIYA SIMATUPANG 150306024

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PEMANFAATAN ENZIM PAPAIN PADA TABLET RENNET SEBAGAI KOAGULAN TERHADAPKARAKTERISTIK

DAN FISIK RENDEMEN KEJU SEGAR SUSU KERBAU MURRAH

SKRIPSI

UMDATUR REZKIYA SIMATUPANG 150306024

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas PertanianUniversitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)
(4)

ABSTRAK

UMDATUR REZKIYA SIMATUPANG, 2019 “Pemanfaatan Enzim Papain pada Tablet Rennet Sebagai Koagulan Terhadap Karakteristik Fisik dan Rendemen Keju Segar Susu Kerbau Murrah”, dibimbing TRI HESTI WAHYUNI dan ISKANDAR SEMBIRING.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enzim papain pada proses koagulasi air susu, kemudian dapat mengetahui kadar atau persentasi rendemen curd yang terbentuk dari rennet enzim papain dan kualitas organoleptiknya, serta untuk mengatahui pengaruh efektivitas enzim papain dalam bentuk tablet pada proses koagulasi susu. Metode penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan. Dosis pemberian level rennet nabati enzim papain P0 = 0,2 gram, P1 = 0,1 gram , P2 = 0,2 gram dan P3

= 0,3 gram. Variabel yang diukur meliputi berat curd, rendemen curd, dan uji organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan uji kesukaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat curd berpengaruh nyata (P<0,05), rendemen curd berpengaruh nyata (P<0,05), uji organoleptik warna dan rasa berpengaruh sangat nyata (P<0,05), uji organoleptik aroma, tekstur dan nilai kesukaan berpengaruh tidak nyata (P<0,01).

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rennet nabati enzim papain dapat digunakan sampai dosis 0,3 g per liter susu dalam pembuatan keju segar susu kerbau murrah. Akan tetapi dengan penggunaan dosis 0,2 g saja sudah sama baiknya dengan rennet komersil.

Kata kunci: Susu kerbau murrah, enzim papain, kualitas fisik, uji organoleptik.

(5)

ABSTRACT

UMDATUR REZKIYA SIMATUPANG, 2019 "Utilization of Papain Enzyme in Rennet Tablets as a Coagulant for Physical Characteristics and Fresh Cheese Murrah Milk Cheese Yield". Supervised by TRI HESTI WAHYUNI and ISKANDAR SEMBIRING.

This study aims to determine the effect of the papain enzyme on the milk coagulation process, then to find out the level or percentage of curd yield formed from the papain rennet and its organoleptic quality, and to determine the effect of the effectiveness of the papain enzyme in tablet form in the milk coagulation process. This research method uses a complete randomized design with 4 treatments and 5 replications. The dosage of administration of vegetable rennet levels was papain enzyme P0 = 0.2 gram, P1 = 0.1 gram, P2 = 0.2 gram and P3

= 0.3 gram. Variables measured include curd weight, yield curd, and organoleptic tests include color, aroma, texture, taste and preference test. The results showed that curd weight significantly affected (P <0.05), yield curd significantly (P <0.05), organoleptic test of color and taste had very significant effect (P <0.05), organoleptic test of aroma, texture and preference value has no significant effect (P <0.01).

Based on the results of the study it can be concluded that the vegetable rennet papain enzyme can be used up to a dose of 0.3 g per liter of milk in the manufacture of fresh cheese buffalo milk murrah. However, the use of a dose of 0.2 g is as good as a commercial rennet

Keywords: low-priced buffalo milk, papain enzyme, physical quality, organoleptic test.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Umdatur Rezkiya Simatupang dilahirkan di Tinggi Raja pada tanggal 08 Nopember 1997 Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ahmad Sanusi Simatupang dan Nur ainun, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar dari SD Negeri 010111 Tinggi Raja pada tahun 2009, pendidikan menengah pertama dari SMPIT- Daar Al Uluum di Kisaran pada tahun 2012, dan pendidikan menengah atas dari Madrasah Aliyah Negeri Kisaran pada tahun 2015. Pada tahun yang sama penulis masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi diantaranya sebagai pengurus Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) tahun 2017-2018, aktif sebagai anggota pengurus bidang dana dan usaha Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP) tahun 2017-2018.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di kelompok ternak kambing Samosir Tani Ternak, Desa Sialanguan, Kecamatan Pangururan, Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara mulai bulan Juli Sampai Agustus 2018.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT Tuhan yang Maha Kuasa, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Pemanfaatan Enzim Papain pada Tablet Rennet Sebagai Koagulan terhadap Karakteristik dan Fisik Rendemen Keju Keras Susu Kerbau Murrah.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tri Hesti Wahyuni selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Bapak Iskandar Sembiring selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan dalam penulisan proposal ini.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada citivitas akademika di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian serta rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi saya.

Penulis juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan proposal ini, akhir kata penulis ucapkan terima kasih, semoga teman-teman baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah membantu proposal ini bermanfaat untuk semua pembaca.

(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ...vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Susu Kerbau Murrah ... 5

Enzim Papain ... 7

Rennet ... 10

Keju ... 11

Sifat Fisik Curd ... 14

Organoleptik ... 15

Warna ... 16

Aroma ... 17

Tekstur ... 18

Rasa ... 18

Nilai Kesukaan ... 18

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

Bahan dan Alat Penelitian Bahan... 20

Alat ... 20

Metode penelitian ... 21

Pelaksaanan Penelitian ... 22

Analisis Data ... 23

Parameter Penelitian... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Keju ... 27

Berat Curd ... 27

Rendemen Curd ... 28

Kualitas Organoleptik ... 29

Warna ... 29

Aroma ... 30

(9)

Tekstur ... 31

Rasa ... 33

Nilai Kesukaan ... 34

Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 35

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 37

Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(10)

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Komposisi Susu Sapi, Kambing Dan Kerbau ... 6

2. Sifat-Sifat Enzim Getah Pepaya ... 7

3. Formulasi Pembuatan Tablet Rennet ... 21

4. Kriteria Penilaian Warna ... 24

5. Kriteria Penilaian Aroma ... 24

6. Kriteria Penilaian Tekstur ... 25

7. Kriteria Penilaian Rasa ... 25

8. Kriteria Penilaian Nilai Kesukaan ... 25

9. Hasil Berat curd Keju Segar ... 26

10. Hasil Rendemen curd... ... 27

11. Hasil Kriteria Penilaian Warna ... 29

12. Hasil Kriteria Penilaian Aroma ... 30

13. Hasil Kriteria Penilaian Tekstur ... 31

14. Hasil Kriteria Penilaian Rasa ... 33

15. Hasil Kriteria Penilaian Nilai Kesukaan ... 34

16. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 36

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Air susu mengandung unsur- unsur gizi yang sangat baik bagi pertumbuhan dan kesehatan. Komposisi unsur- unsur gizi tersebut sangat beragam tergantung pada beberapa faktor, seperti faktor keturunan, jenis hewan, makanan yang meliputi jumlah dan komposisi pakan yang diberikan, iklim, waktu, lokasi, prosedur pemerahan, serta umur ternak.

Komposisi utama susu adalah air, lemak, protein (kasein dan albumin), laktosa (gula susu) dan abu (Muharastri, 2008).

Salah satu proses pengolahan susu adalah pembuatan keju yang secara ekonomis dapat meningkatkan nilai jualnya (Susilorini, 2006). Keju merupakan bahan makanan kaya protein penting bagi kesehatan. Selama ini sebagian masyarakat masih menganggap keju sebagai makanan yang mewah dan mahal.

Banyak masyarakat yang belum mengerti cara pembuatan keju sehingga menimbulkan kesan bahwa pembuatan keju sangat sulit (Murti, 2004).

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya koagulasi pada suatu protein, diantaranya adalah penambahan asam, penambahan garam, pemanasan, faktor enzim, pembekuan dan karena adanya mikroba dalam bahan yang memiliki protein.

Koagulasi merupakan salah satu kerusakan pada susu. Susu yang mengalami koagulasi akan menggumpal (berwujud gel). Koagulasi pada susu dapat disebabkan oleh penambahan asam, garam atau pemanasan. Koagulasi tidak

(12)

diharapkan pada beberapa produk susu, namun pada produk tertentu koagulasi pada susu memiliki peranan yang sangat penting. Contoh produk susu yang menerapkan koagulasi adalah keju dan yoghurt.

Konsumsi keju di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 19.000 ton dan kebutuhan keju sebagian dipenuhi dengan cara di impor, impor keju Indonesia dari Amerika Serikat yaitu sebesar 3.060 ton. Impor keju terus meningkat sebesar 5,96% per tahun (BPS, 2014).

Rennet merupakan salah satu bahan penolong yang penting dan perlu disiapkan dalam pembuatan keju sebagai bahan penggumpal kasein (protein dalam susu sebagai bahan keju). Menurut perkembangannya enzim rennet dibagi menjadi 4 jenis utama yaitu: rennet dari lambung ruminansia, rennet mikroba, fermentation produced chymosin (FPC) dengan rekayasa genetika, dan rennet

nabati. Dikarenakan bahan pembuatan keju (rennet) cukup mahal dan produksinya langka, beberapa ahli nutrisi susu mencoba membuat rennet nabati sebagai pegganti rennet komersil. Menurut Sarjoko (1991) hingga saat ini biaya produksi keju sangat tinggi karena enzim rennet yang digunakan dalam proses pembuatan keju sangat mahal dan tersedia dalam jumlah yang terbatas.

Penemuan terbaru enzim rennet dihasilkan dari tanaman salah satunya dari getah papaya. Enzim papain dapat diperoleh dengan cara yang mudah karena tumbuhan pepaya sangat mudah tumbuh di daerah tropis khususnya Indonesia (Yuniawati dkk. 2008). Enzim papain sebagai pengganti enzim rennet hewani mempunyai beberapa kelebihan antara lain lebih mudah didapat dengan harga murah dan tersedia dalam jumlah yang banyak.

(13)

Penelitian terkait pemanfaatan enzim papain sebagai penghasil rennet sebelumnya sudah pernah dilakukan (Yuniawati dkk. 2008). Namun, hasilnya masih dalam bentuk ekstrak sehingga belum praktis, distribusi dan penggunaan.

Aplikasi penggunaan rennet dalam pembuatan keju dimasyarakat memerlukan bentuk yang praktis. Rennet dalam bentuk tablet merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan rennet di tingkat masyarakat yang dapat digunakan secara praktis dan mudah ditangani.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh enzim papain pada proses koagulasi air susu, kemudian dapat mengetahui kadar atau persentasi rendemen curd dan kualitas organoleptiknya .

Hipotesis Penelitian

Dengan menggunakan enzim papain dalam bentuk tablet pada proses koagulasi air susu dapat menggantikan rennet komersil terhadap karakteristik dan fisik rendemen (curd) air susu keju segar susu kerbau murrah.

(14)

Kegunaan Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peternak sapi perah 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk perindustrian ternak

perah

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menjadi lebih efisien terhadap aplikasi rennet dalam pembuatan keju

4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum dalam pemanfaatan rennet nabati dalam proses pembuatan keju.

5. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi bagi perkembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti, kalangan akademis atau instansi yang berhubungan dengan peternakan.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Kerbau Murrah

Kerbau Murrah adalah salah satu bangsa kerbau yang banyak diternakkan di Indonesia, khususnya di daerah sekitar Medan Sumatera Utara oleh para pekerja perkebunan dan bekas pekerja perkebunan yang didatangkan dari India selama masa penjajahan Belanda. Kerbau Murrah adalah kerbau perah yang paling penting. Daerah asli kerbau Murrah di Ultra Pradesh Barat, Delhi, Haryana di India serta Karachi di Pakistan. Selain sebagai penghasil susu kerbau Murrah juga tercatat sebagai penghasil lemak yang paling eftsien. Daerah asli ternak ini terletak pada wilayah 28°-30°LU. Tanda-tanda kerbau Murrah : bentuk tubuh padat massive, bangun tubuh kuat dengan pungung pendek dan luas. Leher ringan dengan kepala seimbang ter-hadap bangun tubuh yang padat. Pinggul luas serta berhubungan dengan kuartet kelenjar susu. Anggota badan pendek dan kuat, padat. Ekor mempunyai bulu kipas berwarna putih. Tanduk melingkar dalam bentuk spiral Warna tubuh pada umumnya hitam. Ambing berkembang baik dengan vena susu tampak menonjol serta 4 puting susu terpisah satu dengan yang lain cukup jauh. Puting kuarter belakang pada umumnya lebih panjang dari pada puting depan. Tinggi gumba dan pan-jang badan kerbau jantan 142,2 cm dan 149,8 cm sedang yang betina 132,1 cm dan 147,3 cm. Kerbau jantan mempunyai berat badan 566,9 kg dengan lingkar dada 220,7 cm, sedangkan yang betina berat badannya 430,9 kg dengan lingkar dada 218,4cm. Kerbau Murrah merupakan kerbau perah yang utama di dunia. Produksi susunya rata-rata 3 500 - 4.000 Ibs (libs- 0,453 kg) setiap laktasi, bahkan kerbau Murrah yang terseleksi dapat

(16)

menghasilkan susu 5.000 - 7.000 Ibs per laktasi. Keturunan kerbau Murrah yang terbentuk kerena perbedaan daerah dan lokasi hidup antara lain Nili, Ravi dan Kundi (Budi, 2006).

Menurut Sudono (1999) susu kerbau lebih banyak mengandung lemak dan protein dibandingkan susu sapi maupun susu kambing. Rasa susu kerbau lebih pekat karena mengandung lebih 16 % bahan kering (total solid) dibandingkan susu sapi yang hanya 12-14 %. Kadar lemak susu kerbau 50-60% lebih banyak dari susu sapi (6-8% dibanding 3-5%). Protein susu kerbau lebih banyak mengandung kasein, sedikit lebih albumin, dan globulin dari susu sapi. Berikut tabel yang menunjukan perbedaan nilai komposisi kimia berbagai jenis susu dari ternak yang berbeda.

Tabel 1. Komposisi Susu Sapi, Kambing dan Kerbau

Spesies Air Lemak Protein Laktosa Abu

Sapi 86.10 3,40 3,20 4.60 0,74

Kambing 88,20 4,00 3,40 3,60 0,78

Kerbau 83,10 7,40 3,80 4,90 0,78

Sumber: (Williamson dan Payne, 1993)

Bahan-bahan dasar yang terdapat didalam susu kerbau antara lain protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Dari bahan dasar tersebut dapat dikembangkan bermacam-macam produk olahan susu yang mendasarkan pada ciri dan sifat bahan dasar tersebut. (Mudgal, 1999).

Kandungan nilai gizi yang tinggi pada susu merupakan media yang sangat disukai oleh mikroba untuk pertumbuhan dan perkembangannya, sehingga dalam waktu yang sangat singkat susu menjadi tidak layak dikonsumsi bila tidak di tangani dengan benar (Miskiyah, 2011).

(17)

Enzim papain

Papain merupakan enzim proteolitik yang terkandung dalam getah pepaya (Carica papaya). Papain biasa diperdagangkan dalam bentuk serbuk putih kekuningan dan harus disimpan dibawah temperatur 4°C. Kelebihan papain dibandingkan proteolitik yang lain adalah lebih tahan terhadap proses suhu, mempunyai kisaran pH yang luas dan lebih murni dibandingkan bromelin dan ficin. Kisaran pH optimum papain berkisar antara 5 - 7,5 dan stabil pada suhu 40 - 60°C. (Fitriani, 2006).

Kata enzim berasal dari bahasa Yunani yang arti harfiahnya di dalam sel, selain itu kata enzim juga dikenal dengan istilah fermen yang berarti ragi atau cairan ragi. Istilah ini dalam literatur Jerman dan Prancis masih digunakan sebagai sinonim istilah enzim. Enzim merupakan katalisator dari sistem biologis yang dapat menyebabkan perubahan dan reaksi tertentu. Hampir semua enzim yang telah diketahui adalah protein sehingga enzim merupakan biokatalisator yang dibentuk dari molekul protein terutama yang berbentuk globulan (Yuniawati dkk. 2008).

Tabel 2. Sifat-sifat enzim yang terdapat pada getah papaya Jenis enzim BM (gr/gmol Titik isoelektris

(pH)

Jumlahdalam lateks (%)

Papain 21000 8,75 10

Khimopapain 36000 10,10 45

Lisosim 25000 10,50 20

Enzim papain dapat diperoleh dengan menyadap getah buah papaya dengan pisau. Buah pepaya yang masih melekat di pohon digores memanjang dari pangkal sampai ujung buah dengan kedalaman goresan kurang lebih 1 - 2 mm dan getah pepaya dalam cawan. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam

(18)

penyadapan getah buah pepaya agar diperoleh hasil yang maksimal yaitu umur buah antara 2,5 sampai 3 bulan, Waktu penyadapan dilakukan pagi hari pukul 06.00 - 08.00 (Yuniawati dkk. 2008).

Enzim papain tergolong protease sulhidril. Aktivitasnya tergantung pada adanya gugus sulfhidril pada sisiaktifnya. Enzim ini dapat dihambat oleh senyawa oksidator, alkilator, dan logam barat (Winarno,1982). Enzim papain mempunyai daya tahan panas paling tinggi diantara enzim-enzim proteolitik lainnya. Sifat enzim papain antara lain dapat bekerja secara optimum pada suhu 50-60°C dan pH 5-7, serta memiliki aktivitas proteolitik antara 70-100 unit/gram. Aktivitas enzim selain dipengaruhi oleh proses pembuatannya juga dipengaruhi oleh umur dan jenis varietas pepaya yang digunakan (Yuniawati dkk. 2008).

Enzim papain atau enzim proteolitik berfungsi untuk mengkatalisis pemecahan ikatan peptida, polipeptida dan protein dengan menggunakan reaksi hidrolisis menjadi molekul-molekul yang lebih sederhana seperti peptida rantai pendek dan asam amino (Savitri, 2014).

Enzim yang berperan penting dalam hidrolisis protein ada dua yaitu proteolitik yang dapat memecah ikatan protein menjadi peptida dan peptidase yang dapat memecah ikatan peptida menjadi asam amino. Dengan kombinasi protease dan peptidase dapat memecah 90% ikatan peptida. Enzim papain tergolong protease sulhidril. Aktivitasnya tergantung pada adanya gugus sulfhidril pada sisi aktifnya. Enzim ini dapat dihambat oleh senyawa oksidator, alkilator, dan logam berat. Enzim papain mempunyai daya tahan panas paling tinggi diantara enzim-enzim proteolitik lainnya. Aktivitas enzim selain dipengaruhi oleh

(19)

proses pembuatannya juga dipengaruhi oleh umur dan jenis varietas pepaya yang digunakan (Deman, 1997).

Pada prinsipnya ada dua proses yang mendukung reaksi penggumpalan protein susu yaitu hidrolisis enzimatik k-kasein dan proses non enzimatik berupa aglomerisasi misel kasein. Kombinasi kedua proses tersebut menyebabkan perubahan fisik susu yang disebut penggumpalan. Selama proses penggumpalan berlangsung, terjadi penjeratan lemak melalui pembentukan ikatan silang atau maktriks gel (Yuniawati dkk. 2008)

Reaksi umum yang dikatalisis oleh enzim proteolitik adalah hidrolisa ikatan peptide pada protein. Kinetika reaksi proses pengumpalan protein susu oleh enzim proteolitik dibagi menjadi tiga tahap yaitu:

1. Hidrolisa enzimatis pada k-kasein 2. Flokulasi misel kasein

3. Pembentukan dan perkembangan ikatan silang gel susu

Protein susu dapat dikoagulasikan dengan asam (asam organik). Asam yang sering digunakan dalam pembuatan beberapa varietas adalah asam laktat dan asam asetat. Pengaruh utama pengasaman adalah penurunan pH susu yang menyebabkan lepasnya ion kalsium dari kalsium kaseinat karena tersedianya ionH yang semakin meningkat sehingga dapat memecah senyawa kalsium fosfat (Yuniawati dkk.2008).

Rennet

Menurut (Murti, 2004) rennet digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keju. Rennet mengandung enzim chymosin 80% dan pepsin20%. Pada

(20)

beberapa produksi rennet dibentuk menjadi seperti tablet dengan mencampurkan bahan tertentu yang tidak merusak fungsi enzim.

Enzim adalah biomolekul berupa protein yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia organik. Molekul awal yang disebut substrat akan dipercepat perubahannya menjadi molekul lain yang disebut produk. Jenis produk yang akan dihasilkan bergantung pada suatu kondisi zat, yang disebut promoter. Semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan cukup cepat dalam suatu arah lintasan metabolisme yang ditentukan oleh hormon sebagai promoter. Enzim bekerja dengan cara bereaksi dengan molekul substrat untuk menghasilkan senyawa intermediat melalui suatu reaksi kimia organik yang membutuhkan energi aktivasi lebih rendah, sehingga percepatan reaksi kimia terjadi karena reaksi kimia dengan energi aktivasi lebih tinggi membutuhkan waktu lebih lama (Fitriani, 2006).

Kecepatan penggumpalan sangat tergantung pada dosis rennet yang digunakan. Dosis yang biasa berkemampuan 2.000 sampai 15.000. Rennet komersial mempunyai dosis sekitar 10.000 ini berarti setiap 1 ml cairan rennet dapat digunakan untuk menggumpalkan 2.000 sampai 15.000 ml susu pada suhu inkubasi sekitar 37ºC. Koagulasi akan maksimal pada suhu sekitar 40ºC sampai 42ºC. Suhu kurang dari 10ºC tidak akan terjadi koagulasi, koagulasi akan terhenti mulai suhu 50ºC dan pada suhu 65ºC koagulasi tidak terjadi lagi (Murti,2004).

Keju

Keju merupakan sebuah makanan yang dihasilkan dengan memisahkan zat-zat padat dalam susu melalui proses pengentalan atau koagulasi. Proses

(21)

pengentalan ini dilakukan dengan bantuan bakteri atau enzim tertentu yang disebut rennet. Hasil dari proses tersebut nantinya akan dikeringkan, diproses, dan diawetkan dengan berbagai macam cara. Dari sebuah susu dapat diproduksi berbagai variasi produk keju ditentukan dari tipe susu, metode pengentalan, temperatur, metode pemotongan, pengeringan, pemanasan, juga proses pematangan keju dan pengawetan (Gisslen, 2007).

Ada beberapa faktor yang dapat membedakan jenis keju yaitu asal susu, kadar lemak, metode penggumpalan atau koagulasi, jenis jamur dan proses pematangannya. Berdasarkan bahan dasarnya, keju dapat dibuat dari susu sapi, kambing, domba dan kerbau. Jenis keju juga terlihat dari kandungan lemak, warna, proses/lama pematangan dan teksturnya. Sedangkan dari sifat teksturnya keju digolongkan menjadi 4 jenis yaitu keju muda/lunak dengan kadar air >40%, keju setengah lunak/setengah keras dengan kadar air 36%-40%, keju tua/keras berkadar air 25%–36% dan keju sangat keras berkadar air <25% (Margono, 1993).

Keju segar adalah jenis keju yang paling sederhana ditinjau dari proses pembuatannya karena tanpa proses pemeraman atau pematangan. Jenis keju ini adalah produk paling awal dalam pembuatan keju pada umumnya. Keju segar dibuat dari hasil koagulasi protein susu dengan menggunakan asam atau renet, kemudian dipres untuk memisahkan bagian cairannya (whey) dari curd yang terbentuk (Mulyani dkk. 2012).

Meski terdapat bermacam macam jenis keju, pada dasarnya proses pembuatan keju tetap sama dengan menghilangkan air, laktosa, dan beberapa mineral dari susu untuk menghasilkan suatu massa padat protein dan lemak.

(22)

Bahan bahan yang diperlukan adalah susu, penggumpal (enzim rennet, asam laktat) garam dan bakteri. Pada umumnya rendemen keju yang dihasilkan 10%

dari berat susu, artinya dari 10 liter susu dapat dihasilkan 1 kg keju segar (Soekarta,1990).

Menurut Daulay (1991) tahapan-tahapam dalam pembuatan keju sebagai berikut:

Pembuatan keju dapat digunakan susu mentah dan pasteurisasi.

1. Penggumpalan

Susu di persiapkan untuk pembentukan dadih dengan asam atau rennet dan penambahan bakteri yang menghasilkan asam laktat.

2. Pemotongan dadih

Pemotongan dadih dilakukan dengan menggunakan pisau khusus untuk mempercepat pengeluaran whey dan memperluas permukaan dadih sehingga panas pada proses pemasakan lebih merata.

3. Pemasakan dadih

Pemasakan dadih dilakukan dengan cara memasak dadih dalam whey tujuannya adalah menuyusutkan whey secara efektif, membentuk tekstur dan mengontrol kadar air.

4. Penyaringan dadih

Penyaringan dadih dilakukan dengan cari memisahkan whey dari dadih secara permanen.

5. Pemadatan dadih

Pemadatan dadih dilakukan dengan cara mendiamkan selama 1,5 jam untuk mengubah dadih menjadi menjadi keju dengan karakteristik yang

(23)

diinginkan,memberi waktu bagi pembentukan asam dan membantu mengontrol kadar air.

6. Penggaraman

Penggaraman dilakukan dengan cara penambahan NaCl sebanyak 2%

penambahan garam akan mempengaruhi flavor kadar air dan tekstur keju.

7. Pengepresan

Pengepresan dilakukan dengan cara membentuk keju dan membuatnya kompak.

8. Perlakuan khusus

Inokulasi mikroba spesifik untuk jenis-jenis keju tertentu serta memberikan lingkungan yang cocok untuk pertumbuhannya.

Sifat Fisik Curd 1. Curd

Koagulasi atau penggumpalan susu adalah perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan berbentuk gel. Koagulasi ini terjadi karena adanya penggumpalan dari kasein yang terdapat dalam susu. Gumpalan kasein yang terbentuk juga mengandung lemak, bakteri, koloid, kalsium-fosfat dan partikel- partikel lainnya yang disebut curd. Curd yang terbentuk juga mengandung air dan bahan-bahan yang terlarut dalam air (Daulay,1991).

Pada proses pembentukan keju akan terbentuk dua golongan protein protein yaitu protein penggumpal yang disebut curd yang menjadi keju melalui proses pembuatan selanjutnya dan protein terlarut yang disebut whey. Curd adalah gumpalan yang terbentuk oleh aktivitas koagulan yaitu campuran enzim yang mempunyai aktivitas proteolitik. Whey merupakan protein yang tidak mengalami

(24)

presitipasi karna asam, dan mencerminkan sekitar 20% dari total kandunagn protein. Whey merupakan hasil samping (by product) dari pembuatan keju (Murti, 2004).

Curd yang terbentuk dipengaruhi oleh bahan koagulan, sedangkan

koagulan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu inkubasi, pH, konsentrasi substrat dan konsentrasi bahan koagulan (Walstra dkk. 1999).

2. Rendemen Curd

Menurut Murti (2004), rendemen yaitu perbandingan antara koagulan (curd) yang terbentuk dengan susu yang digunakan. Perhitungan rendemen secara

praktis sangat perlu diketahui, karena mencerminkan nilai kuantitatif. Nilai rendemen juga mencerminkan apakah proses pembuatan keju sampai ke tahap pematangan dilakukan dengan baik, efektif atau tidak. Secara umum rendemen dalam bahan kering akan lebih diterima secara ilmiah dibandingkan dengan rendemen basah karena mencerminkan komponen dalam susunya.

Rendemen adalah rasio antara keju yang terbentuk dengan susu yang digunakan sebagai bahan dasar (Daulay, 1991). Pengujian rendemen dilakukan dengan menghitung efisiensi keju yang dihasilkan. Rendemen keju segar diperoleh dengan rumus:

B

rendemen = x 100%

A Keterangan :

a = berat produk susu yang digunakan (g) b = berat keju yang terbentuk (g)

(25)

Organoleptik

Organoleptik merupakan pengujian berdasarkan pada proses pengindraan.

Pengindraan artinya suatu proses fisio psikologis, yaitu kesadaran pengenalan alat indra terhadap sifat benda karena adanya rangsangan terhadap alat indra dari benda itu. Kesadaran kesan dan sikap kepada rangsangan adalah reaksi dari psikologis atau reaksi subjektif. Disebut penilaian subjektif karena hasil penilaian ditentukan oleh pelaku yang melakukan penilaian (Agusman, 2013).

Penilaian organoleptik terdiri atas enam tahapan, yaitu menerima produk, mengenali produk, mengadakan klarifikasi sifat produk yang telah diamati dijelaskan indrawi produk. Dalam pengujian organoleptik mesti dilakukan dengan cermat karena memiliki kelebihan dan kekurangan. Organoleptik mumpunyai relevansi yang tinggi dengan mutu produk, karena berhubungan langsung pada selera konsumen. Kelemahan dan keterbatasan organoleptik diakibatkan sifat indrawi tidak dapat dideskripsikan.Panelis juga dapat dipengaruhi oleh kondisi

mental dan fisik sehingga kepekaan menurun panelis menjadi jenuh (Meilgaard, 2000).

Pengujian secara sensoris/organoleptik dilakukan dengan sensasi dari rasa, bau/aroma, penlihatan, sentuhan/rabaan, dan suara/pendengaran pada saat makanan dimakan. Menurut Madbardo (2010) keterlibatan panca indera dalam uji organoleptik, yaitu :

1. Rasa “ taste” merupakan hasil pengamatan dengan indera pengecap dengan 4 dasar sifat rasa, yaitu manis, asam, asin dan pahit.

2. Tekstur “ konsistensi” adalah hasil pengamatan yang berupa sifat lunak, liat, keras, halus, kasar, dan sebagainya.

(26)

3. Bau “ odour “ dengan berbagai sifat seperti harum, amis, apek, busuk, dan sebagainya.

4. Warna merupakan hasil pengamatan dengan penglihatan yang dapat membedakan antara satu warna dengan warna lainnya, cerah, buram, bening dan sebagainya.

5. Suara merupakan hasil pengamatan dengan indera pendengaran yang akan membedakan antara kerenyahan (dengan cara mematahkan sampel), dan sebagainya.

a. Warna

Warna merupakan atribut fisik yang dinilai terlebih dahulu dalam penentuan mutu makanan dan terkadang bisa dijadikan ukuran untuk menentukan cita rasa, tekstur, nilai gizi dan sifat mikrobiologis (Nurhadi dan Nurhasanah, 2010).

Faktor-faktor yang mempengaruhi suatu bahan makanan antara lain tekstur, warna, cita rasa, dan nilai gizinya. Sebelum faktor-faktor yang lain dipertimbangkan secara visual. Faktor warna lebih berpengaruh dan kadangkadang sangat menentukan suatu bahan pangan yang dinilai enak, bergizi, dan teksturnya sangat baik, tidak akan dimakan apabila memiliki warna yang tidak dipandang atau memberi kesan telah menyimpang dari warna yang seharusnya (Winarno,1995).

Keju memiliki warna putih dari susu diakibatkan oleh dispersi yang merefleksikan sinar dari globula-globula lemak serta partikel-pertikel koloid senyawa kasein dan kalsium fosfat. Warna kekuningan disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang terlarut di dalam lemak susu (Adnan, 1984).

(27)

b. Aroma

Aroma merupakan bau yang dihasilkan dari indera penciuman yaitu hidung dan berasal dari rongga hidung, aroma pada keju dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang berperan untuk menimbulkan aroma dan asam (J.K. Negara dkk.

2016). Aroma suatu produk ditentukan saat zat-zat volatil masuk ke dalam saluran hidung dan ditanggapi oleh sistem penciuman (Meilgaard dkk. 1999).

Aroma susu yang khas berasal dari asam lemak yang terdapat dalam susu.

Asam lemak pada susu kerbau termasuk asam lemak volatil, asam lemak yang berpengaruh pada bau khas susu kerbau yaitu asam butirat, kaproat, kaplirat, kaprat, dan laurat, diantaranya yang mudah larut adalah asam butirat, kaprilat, dan kaprat (Suryani, 2013).

c. Tekstur

Tekstur adalah nilai raba pada suatu permukaan, baik itu nyata maupun

semu. Suatu permukaan mungkin kasar, halus, keras atau lunak, kasar atau licin (Sidik dan Prayitno, 1979).

Lemak susu sapi sebesar 3,40 %, susu kambing sebesar 4,00 % dan susu kerbau sebesar 7,40 % (Williamson dan Payne, 1993). Proporsi lemak susu yang tinggi justru akan mengakibatkan tekstur dadih yang lunak, hal ini menjadikan tekstur keju yang lunak pula (Legowo dkk. 2009).

d. Rasa

Rasa adalah suatu rangsangan yang dapat dirasakan oleh indera pembau dan perasa secara sama-sama. Penilaian tersebut langsung berhubungan dengan indera manusia, sehingga merupakan salah satu unsur kualitas yang hanya bisa diukur secara subjektif (Irmayanti, 2016).

(28)

Rasa merupakan faktor yang cukup pentingdari suatu produk makanan.

Komponen yang dapat menimbulkan rasa yangdiinginkan tergantung pada senyawa penyusunnya. Munculnya rasa pada kejudisebabkan oleh komponen volatil yang terbentuk setelah inokulasi mikrobastarter, karena pada saat inokulasi mikroba terjadi perubahan biokimia yangmeliputi proteolisis, lipolisis, fermentasi laktosa dan produksi komponen volatilyang akan mempengaruhi rasa keju (Khalid dan Marth, 1989).

e. Nilai Kesukaan

Menurut Soekarto (1985) pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau sebaliknya serta tingkat kesukaannya (skala hedonik). Dalam analisis, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik menurut tingkat kesukaan.

Nilai hedonik makanan dipengaruhi oleh tekstur, aroma, rasa, dan kenampakan. Semakin baik hal tersebut maka semakin baik pula nilai hedoniknya, yang berarti semakin tinggi daya terima konsumen terhadap makanan dan nilai kesukaan itu sendiri (Harmianto, 1993).

(29)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai denganJuli 2019. Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sediaan Non Steril II Fakultas Farmasi dan Laboratotium Bahan Pakan dan Formulasi Ransum Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam pembuatan rennet nabati enzim papain adalah enzim papain murni 85 g, laktosa 70 g, amilum malihot 21 g, aquades 20 ml, primogel 0,002 g, talkum 0,5 g, magnesium starch 1 g digunakan sebagai dalam pembuatan tablet. Kemudian dalam pembuatan curd keju digunakan susu kerbau murrah sebagai bahan objek penelitian, garam digunakan sebagai penambah rasa pada keju.

Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah loyang alumunium sebagai wadah pencampuran bahan formula tablet, kertas perkamen sebagai lapisan untuk mencampur bahan pada loyang alumunium dan digunakan sebagai wadah dalam menimbang bahan, batang pengaduk sebagai alat untuk mengaduk formula tablet, beaker glass sebagai wadah untuk memanaskan bahan dan untuk pasteurisasi susu, hot plate untuk memanaskan amillum malihot dan aquades serta utuk pasteurisasi susu, timbangan digital untuk menimbang bahan,

(30)

saringan sebagai penyaring curd, termometer untuk mengukur suhu, kain saring untuk membungkus curd, aluminiumfoil untuk membungkus keju dan alat tulis untuk mencatat data. stopwatch menentukan lama waktu susu dipanaskan, kertas label sebagai alat tulis penanda dan kamera sebagai alat dokumentasi.

Metode Penelitian

1. Metode pembuatan tablet rennet nabati

Laktosa ditimbang sebanyak 70 g, kemudian dihaluskan dengan mortar dan alue (pestle). Laktosa yang sudah dihaluskan di ayak dengan mesh 40.

Panaskan amillum malihot sebanyak 21 g dengan aquades 20 ml menggunakan hoteplate dan diaduk menggunakan batang pengaduk hingga berwarna transparan.

Campur laktosa sebanyak 70 g dengan amillum malihot yang sudah dipanaskan hingga menyatu dengan menggunakan mortar dan alue. Selanjutnya laktosa yang sudah menyatu dengan amillum malihot dihaluskan kembali dengan menggunakan mesh 20 dan dikeringkan dengan lampu pijar sampai kering. Hasil dari kedua campuran tersebut menghasilkan laktosa sebanyak 78 g. Campurkan kedua bahan tersebut dengan enzim papain , primogel, di loyang alumunium dan lapisi dengan kertas perkamen hingga tercampur rata.

Pembuatan tablet dilakukan dengan metode kempa langsung secara manual. Bahan-bahan ditimbang sesuai dengan formulasi pada Tabel 3. Ukuran tablet yang sudah dicetak ± 700 mg. Formulasi tablet yang digunakan ditampilkan pada Tabel 3.

(31)

Tabel 3. Formulasi tablet renet enzim papain

Bahan Jumlah (g)

Enzim Papain 85

Laktosa 78

Primogel 0,002

Talkum 0,05

Magnesium Starch 1

Total 164,05

Hasil dari campuran bahan tablet rennet nabati enzim papain tersebut didapatkan tablet sebanyak ±218 tablet.

2. Prinsip pembuatan keju

Keju dibuat dari susu segar pasteurisasi yaitu dilakukan pemanasan dengan suhu pasteurisasi pada suhu 63oC selama 30 menit. Kemudian susu didinginkan hingga suhu 40oC dan dibagi kedalam beker glass.Penambahan rennet nabati enzim papain dalam susu yang dipanaskan dengan pasteurisasi sampai menggumpal. Setelah menggumpal ditambahkan garam masing-masing 1%

kemudian dipisahkan antara whey dan curd. Curd dimasukkan ke dalam cetakan yang telah dilapisi dengan kain kasa, kemudian ditekan-tekan untuk mengeluarkan whey yang masih tersisa. Selanjutnya curd tersebut dikemas dengan alumunium

foil, kemudian disimpan di dalam lemari pendingin dengan suhu 5 0C.

Pelaksanaan Penelitian Macam Perlakuan

Penelitian dilaksanakan secara eksperimental menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola searah dengan perlakuan (P0, P1, P2 dan P3,) diulang 5 kali ulangan dan setiap ulangan terdiri dari 1 liter susu. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

(32)

P0 = Susu kerbau Murrah 1 liter + rennet komersil 0,2 g

P1 = Susu kerbau Murrah 1 liter + rennet nabati enzim papain 0,1 g P2 = Susu kerbau Murrah 1 liter + rennet nabati enzim papain 0,2 g P3 = Susu kerbau Murrah 1 liter + rennet nabati enzim papain 0,3 g Serta jumlah ulangan sebagai berikut:

t (n - 1) ≥ 15 4 (n - 1) ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 4n ≥ 15 + 4 n ≥ 19/4 n ≥ 4,75 = 5

Keterangan : t = jumlah perlakuan n = jumlah ulangan

Dengan demikian maka diperoleh 20 kombinasi perlakuan dan ulangan sebagai berikut:

P0U1 P1U1 P2U1 P3U1 P4U1

P0U2 P1U2 P2U2 P3U2 P4U2

P0U3 P1U3 P2U3 P3U3 P4U3

P0U4 P1U4 P2U4 P3U4 P4U4

Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisis mengunakan analisis variansi berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) pola searah untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati.

Model matematika yang digunakan adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + εij

(33)

Keterangan : Yij = Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

µ = nilai tengahumum/rataanumum.

αi = pengaruh perlakuan taraf ke-i.

εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan

ke-j

Data dianalisis dengan Analysis of variance (ANOVA). Apabila hasil berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Duncan.

Parameter Penelitian

Parameter yang diukur dalam penelitian ini adalah pembuatan rennet nabati dari enzim papain, berat curd, persentase curd yang terbentuk, pH dan uji organoleptik.

1. Berat curd

Dihitung dengan melakukan penimbangan curd (yang telah dipress) dengan menggunakan timbangan analitik.

2. Rendemen curd

Rendemen adalah rasio antara keju yang terbentuk dengan susu yang digunakan sebagai bahan dasar (Daulay, 1991). Pengujian rendemen dilakukan dengan menghitung efisiensi keju yang dihasilkan. Rendemen keju segar diperoleh dengan rumus:

B

rendemen = x 100%

A

(34)

Keterangan :

a = berat produk susu yang digunakan (g) b = berat keju yang terbentuk (g)

3. Uji Organoleptik

Pengamatan secara sensorik dilakukan oleh 20 panelis dari mahasiswa Fakultas Pertanian, Program Studi Peternakan, Universitas Sumatera Utara dengan parameter organoleptik yang akan diamati yaitu warna, aroma, tekstur, rasa dan uji kesukaan.

a. Warna

Tabel 4. Kriteria Penilaian Warna

Indikator Skor

Sangat Kuning 1

Kuning 2

Agak kuning 3

Putih 4

Sangat putih 5

b. Aroma

Tabel 5. Kriteria Penilaian Aroma

Indikator Skor

Tidak beraroma susu 1

Sedikit beraroma susu 2

Agak beraroma susu 3

Beraroma susu 4

Sangat beraroma susu 5

(35)

c. Tekstur

Tabel 6. Kriteria Penilaian Tekstur

Indikator Skor

Kasar 1

Agak Kasar 2

Agak Lembut 3

Lembut 4

Sangat Lembut 5

d. Rasa

Tabel 7. Kriteria Penilaian Rasa

Indikator Skor

Sangat Pahit 1

Pahit 2

Agak Pahit 3

Agak Tidak Pahit 4

Tidak Pahit 5

e. Nilai Kesukaan

Tabel 8. Kriteria Penilaian Nilai Kesukaan

Indikator Skor

Sangat tidak suka 1

Tidak suka 2

Agak suka 3

Suka 4

Sangat suka 5

(36)

HASIL DAN PEMBAHASAN

KarakteristikFisikKeju Berat Curd

Menurut Murti (2004) curd adalah gumpalan yang terbentuk dari aktivitas koagulan yaitu campuran enzim yang mempunyai aktivitas proteolitik. Berat curd yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3 sebagai berikut : Tabel 9. Hasil Berat curd Keju Segar (g)

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

1 220,5 143,1 203,1 199,1

2 231,1 154,8 211,7 225,2

3 237,1 161,9 213,7 225,6

4 241,4 163,5 218,2 228,1

5 241,9 277,4 220,1 230,6

Rataan 234,4A 180,14B 213,36A 221,72A

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata nilai berat curd pada keju segar yaitu perlakuan yang menggunakan rennet enzim papain (P1, P2, P3) berkisar antara 180,14 - 221,72 g dan keju segar yang menggunakan rennet komersil (P0) yaitu sebesar 234,4 gram.

Hasil analisis keragaman pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap berat curd. Perlakuan rennet enzim papain pada pembuatan keju segar rataan perlakuan tertinggi pada P0 yaitu sebesar 234,4 g sedangkan perlakuan terendah terdapat pada perlakuan P1 yaitu sebesar 180,14 g.

Hal ini diduga karena perbedaan koagulan yang diberikan dan penggunaan rennet enzim papain dalam konsentrasi enzim masih rendah dalam menggumpalkan protein susu sehingga mempengaruhi berat curd pada perlakuan rennet enzim papain. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Walstra dkk. (1999) curd yang

(37)

terbentuk dipengaruhi oleh bahan koagulan, sedangkan koagulan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu inkubasi, konsentrasi substrat dan konsentrasi bahan koagulan.

Rendemen Curd

Menurut Murti (2004), rendemen yaitu perbandingan antara koagulan (curd) yang terbentuk dengan susu yang digunakan. Perhitungan rendemen secara

praktis mencerminkan apakah proses pembuatan keju sampai ke tahap pematangan dilakukan dengan baik, efektif atau tidak. Dari hasil penelitian rataan nilairendemen curd yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada table 4 sebagai berikut:

Tabel 10. Rendemen curd (%)

Ulangan Perlakuan

P0 P1 P2 P3

1 22,05 14,31 20,31 19,91

2 23,11 15,48 21,17 22,52

3 23,71 16,19 21,37 22,56

4 24,14 16,35 21,82 22,81

5 24,19 27,74 22,01 23,06

Rataan 23,44A 18,01B 21,33A 22,17A

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P < 0,05)

Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa rata-rata persentase rendemen curd pada perlakuan yang menggunakan rennet nabati enzim papain (P1,P2,P3)

berkisar antara 18,01 - 22,17 % lebih rendah daripada rendemen curd yang dihasilkan pada rennet komersil (P0) yaitu sebesar 23,44 %. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Pangaribuan (2018) pada penelitiannya pembuatan keju dengan penambahan koagulan buah jeruk limau. Didapatkan hasil bahwa penambahan koagulan buah jeruk limau (P1, P2, P3) sebesar 0,06 %, 0,09 %, 0,10

(38)

%, lebih rendah daripada rendemen curd yang dihasilkan oleh koagulan rennet komersil yaitu sebesar 0,11%.

Hasil analisis ragam pada perlakuan P0, P1, P2, P3 menunjukkan bahwa nilai rendemen keju segar memberikan pengaruh yang nyata (P < 0,05) terhadap rendemen curd yang dihasilkan dari produk curd yang terbentuk. Rendemen curd pada tiap perlakuan mengalami peningkatan yaitu rendemen curd tertinggi terdapat pada P3 sebesar 22,17% dan yang terendah pada P1 sebesar 18,01%.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa rataan hasil rendemen curd yang dihasilkan oleh koagulan rennet enzim papain lebih rendah daripada rendemen curd yang dihasilkan oleh rennet komersil. Hal ini diduga karena perbedaan

koagulan yang diberikan dan penggunaan rennet enzim papain dalam konsentrasi enzim masih rendah dalam menggumpalkan protein susu sehingga mempengaruhi berat curd pada perlakuan rennet enzim papain. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan Walstra dkk. (1999) curd yang terbentuk dipengaruhi oleh bahan koagulan, sedangkan koagulan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu suhu inkubasi, pH, konsentrasi substrat dan konsentrasi bahan koagulan.

Kualitas Organoleptik Warna

Warna merupakan sensori pertama yang dapat dilihat langsung oleh panelis. penentuan mutu bahan makanan umumnya bergantung pada warna yang dimilikinya, warna yang tidak menyimpang dari warna yang seharusnya akan memberi kesan penilaian tersendiri oleh panelis. Organoleptik warna keju yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 6. Sebagai berikut:

(39)

Tabel 11. Warna

Perlakuan Rata-rata Skor

P0 3C

P1 3,6B

P2 3,95A

P3 3,85A

Rataan total 3,6

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).

Dari hasil pengamatan uji organoleptik pada warna keju menunjukkan bahwa pada perlakuan P0 dengan rata-rata skor sebesar 3, terdapat 18 dari 20 panelis yang memilih skor 3. Pada perlakuan P1 dengan rata-rata skor 3,6, terdapat 12 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P2 dengan rata- rata skor 3,95, terdapat 19 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P3 dengan rata-rata skor 3,85, terdapat 18 dari 20 panelis yang memilih skor 4.

Hasil analisis sidik ragam pada perlakuan P0, P1, P2, P3 menunjukkan bahwa skor warna pada keju berpengaruh sangat nyata (P < 0,01). Dari hasil pengamatan panelis rata-rata skor tertinggi yaitu pada perlakuan P2 sebesar 3,95 dengan pemilih skor 4 sebanyak 19 dari 20 panelis sedangkan nilai terendah pada skor warna keju terdapat pada P0 sebesar 3,04 dengan pemilih skor 3 sebanyak 18 dari 20 panelis. Hal ini diduga karena tidak larutnya pigmen karoten didalam susu dan peningkatan dosis pemberian rennet enzim papain sebagai koagulan mengakibatkan warna yang dihasilkan menjadi putih . Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Syaikal (2016) bahwa semakin tinggi level bahan penggumpal maka warna dangke yang dihasilkan semakin putih buram.

Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Adnan (1984) warna putih dari susu diakibatkan oleh dispersi yang merefleksikan sinar dari globula-globula lemak serta partikel-pertikel koloid senyawa kasein dan kalsium fosfat. Warna

(40)

kekuningan disebabkan oleh adanya pigmen karoten yang terlarut di dalam lemak susu. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Buckle dkk. (1987) bahwa warna kuning disebabkan oleh kandungan karoten dan riboflavin.

Aroma

Menurut J.K Negara dkk. (2016), aroma merupakan bau yang dihasilkan dari indera penciuman yaitu hidung dan berasal dari rongga hidung, aroma pada keju dihasilkan oleh bakteri asam laktat yang berperan untuk menimbulkan aroma dan asam. Organoleptik dari aroma keju yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada T abel 7 sebagai berikut:

Tabel 12. Aroma

Perlakuan Rata-rata Skor

P0 3,1A

P1 3,1A

P2 3,15A

P3 3,45A

Rataan total 3,2

Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05)

Dari hasil pengamatan uji organoleptik pada warna keju menunjukkan bahwa pada perlakuan P0 dengan rata-rata skor sebesar 3,1, terdapat 9 dari 20 panelis yang memilih skor 3. Pada perlakuan P1 dengan rata-rata skor 3,1, terdapat 8 dari 20 panelis yang memilih skor 3. Pada perlakuan P2 dengan rata- rata skor 3,15, te rdapat 9 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P3 dengan rata-rata skor 3,45, terdapat 10 dari 20 panelis yang memilih skor 4.

Hasil analisis sidik ragam uji organoleptik aroma menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P > 0,05). Dari hasil pengamatan panelis rata-rata skor tertinggi yaitu pada perlakuan P3 sebesar 3,45 dengan pemilih skor 4 sebanyak 10 dari 20 panelis sedangkan nilai terendah pada

(41)

skor aroma keju terdapat pada P1 sebesar 3,1 dengan pemilih skor 3 sebanyak 8 dari 20 panelis, sesuai dengan tabel 12. Aroma yang dihasilkan agak berbau susu, hal ini diduga karena faktor yang mempengaruhi aroma pada susu adalah asam lemak susu. Hal ini sesuai pernyataan Suryani (2013) menyatakan bahwa aroma susu yang khas berasal dari asam lemak yang terdapat dalam susu. Asam lemak pada susu kerbau termasuk asam lemak volatil, asam lemak yang berpengaruh pada bau khas susu kerbau yaitu asam butirat, kaproat, kaplirat, kaprat, dan laurat, diantaranya yang mudah larut adalah asam butirat, kaprilat, dan kaprat. Menurut pendapat Setyawati dkk. (1999) adanya perubahan pada produk olahan susu seperti keju disebabkan karena fermentasi laktosa, sitrat, dan senyawa organik lainnya menjadi bermacam-macam asam, ester, alkohol dan senyawa pembentuk flavor dan aroma yang mudah menguap.

Tekstur

Menurut Sidik dan Prayitno (1979) tekstur adalah nilai raba pada suatu permukaan, baik itu nyata maupun semu. Suatu permukaan mungkin kasar, halus, keras atau lunak, kasar atau licin. Organoleptik dari tekstur keju yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 13. Tekstur

Perlakuan Rata-rata Skor

P0 4A

P1 3,15A

P2 3,1 A

P3 3,4A

Rataan total `

Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaanyang tidak nyata (P > 0,05).

Dari hasil pengamatan uji organoleptik pada tekstur keju menunjukkan bahwa pada perlakuan P0 dengan rata-rata skor sebesar 4, terdapat 8 dari 20

(42)

panelis yang memilih skor 5. Pada perlakuan P1 dengan rata-rata skor 3,15, terdapat 10 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P2 dengan rata- rata skor 3,1, terdapat 7 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P3 dengan rata-rata skor 3,4, terdapat 6 dari 20 panelis yang memilih skor 5.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh tidak nyata (P > 0,05). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa Rata-rata skor tertinggi yaitu pada perlakuan P0 sebesar 4 dengan pemilih skor 5 sebanyak 8 dari 20 panelis sedangkan nilai terendah pada skor tekstur keju terdapat pada P2 sebesar 3,1 dengan pemilih skor 4 sebanyak 7 dari 20 panelis. . Tekstur yang dihasilkan dari pengamatan panelis agak lembut pada perlakuan P1, P2 dan P3 sedangkan pada kontrol perlakuan P0 tekstur pada keju lembut sesuai dengan Tabel 13. Hal ini diduga karena susu kerbau memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan susu sapi dan susu kambing. Susu kerbau memiliki lemak sebesar 7,40 % sehingga tekstur yang dihasilkan cenderung agak lembut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Williamson dan Payne (1993) bahwa sebesar 7,40 %. Menurut Legowo dkk. (2009) bahwa proporsi lemak susu yang tinggi justru akan mengakibatkan tekstur dadih yang lunak, hal ini menjadikan tekstur keju yang lunak pula.

Rasa

Menurut Irmayanti (2016) rasa adalah suatu rangsangan yang dapat dirasakan oleh indera pembau dan perasa secara sama-sama. Penilaian tersebut langsung berhubungan dengan indera manusia, sehingga merupakan salah satu unsur kualitas yang hanya bisa diukur secara subjektif. Organoleptik dari rasa keju yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 8 sebagai berikut:

(43)

Tabel 14. Rasa

Perlakuan Rata-rata Skor

P0 4,6A

P1 4A

P2 2,9B

P3 2,8B

Rataan total 3.57

Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01)

Dari hasil pengamatan uji organoleptik pada warna keju menunjukkan bahwa pada perlakuan P0 dengan rata-rata skor sebesar 4,6 terdapat 14 dari 20 panelis yang memilih skor 5. Pada perlakuan P1 dengan rata-rata skor 4, terdapat 10 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P2 dengan rata-rata skor 2,9, terdapat 15 dari 20 panelis yang memilih skor 3. Pada perlakuan P3 dengan rata-rata skor 2,8, terdapat 18 dari 20 panelis yang memilih skor 4.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan berpengaruh sangat nyata (P < 0,01). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa skor yang tertinggi terdapat pada P0 yaitu sebesar 4,6 sedangkan skor terendah terdapat pada P3 yaitu sebesar 2,8. Rasa yang dihasilkan dari pengamatan panelis pada keju cenderung agak tidak pahit pada perlakuan P1 sedangkan pada perlakuan P2 dan P3 cenderung pahit sesuai dengan Tabel 14. Hal ini diduga karena didalam pemberian dosis enzim papain memiliki kandungan enzim proteolitik yang berbeda yang dapat mempengaruhi rasa dari keju segar tersebut.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Sulistyo dkk. (2012) Enzim papain sebagai koagulan mempunyai aktivitas proteolitik tinggi sehingga memungkinkan menghidrolisis berlebih. Proses hidrolisis enzim papain yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya rasa pahit (bitter) akibat dari perombakan protein

(44)

menjadi beberapa rantai pendek dan asam-asam amino yang memberikan kontribusi terhadap timbulnya rasa pahit (bitter).

Nilai Kesukaan

Menurut Soekarto (1985) pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau sebaliknya serta tingkat kesukaannya (skala hedonik). Dalam analisis, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik menurut tingkat kesukaan. Organoleptik dari Uji kesukaan keju yang diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 8 sebagai berikut:

Tabel 15. Nilai Kesukaan

Perlakuan Rata-rata Skor

P0 3,45A

P1 3,2A

P2 3,3A

P3 3,3A

Rataan total 3,31

Keterangan: Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05)

Dari hasil pengamatan uji organoleptik pada warna keju menunjukkan bahwa pada perlakuan P0 dengan rata-rata skor sebesar 3,45, terdapat 11 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P1 dengan rata-rata skor 3,2, terdapat 9 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P2 dengan rata- rata skor 3,3, terdapat 11 dari 20 panelis yang memilih skor 4. Pada perlakuan P3 dengan rata-rata skor 3,3, terdapat 10 dari 20 panelis yang memilih skor 3.

Rata-rata skor tertinggi yaitu pada perlakuan P0 sebesar 3,45 dengan pemilih skor 4 sebanyak 11 dari 20 panelis sedangkan nilai terendah pada skor nilai kesukaan keju terdapat pada P1 sebesar 3,2 dengan pemilih skor 3 sebanyak

(45)

10 dari 20 panelis. Dari hasil pengamatan uji organoleptik pada uji kesukaan keju memiliki skor pada perlakuan rennet enzim papain sebesar 3,2 – 3,3 sedangkan pada perlakuan rennet komersil memiliki skor sebesar 3,4.

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan tidak nyata (P > 0,05). Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa skor yang tertinggi terdapat pada P0 yaitu sebesar 3,45 sedangkan skor yang terendah terdapat pada P1 yaitu sebesar 3,2 sesuai dengan tabel 15. Hal ini diduga karena respon panelis yang berbeda-beda dalam menentukan suka atau tidak sukanya dalam menilai kesukaan dari keju. Hal ini sesuai dengan penyataan Soekarto (1985) pada uji hedonik, panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan. Panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau sebaliknya serta tingkat kesukaannya (skala hedonik). Dalam analisis, skala hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik menurut tingkat kesukaan. Hal ini juga diperkuat oleh Harmianto (1993) nilai hedonik makanan dipengaruhi oleh tekstur, aroma, rasa, dan kenampakan. Semakin baik hal tersebut maka semakin baik pula nilai hedoniknya, yang berarti semakin tinggi daya terima konsumen terhadap makanan.

Rekapitulasi Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pembuatan keju segar dengan koagulan rennet nabati enzim papain memeberikan pengaruh terhadap berat curd, rendemen curd, uji organoleptik meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan nilai kesukaaan. Adapun pengaruh koagulan rennet nabati enzim papain disajikan pada Tabel. 16.

(46)

Perlakuan Berat curd (g)

Rendemen curd (%)

Warna Aroma Tekstur Rasa Nilai Kesukaan P0 234,4 A 23,44A 3,00C 3,10tn 4,00tn 4,60A 3,45tn P1 180,14B 18,01B 3,60B 3,10tn 3,15tn 4,00A 3,20tn P2 213,36A 21,33A 3,95A 3,15tn 3,10 tn 2,90B 3,30tn P3 221,72A 22,17A 3,85A 3,45tn 3,40tn 2,80B 3,30tn Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan

perbedaan yang sangat nyata (P < 0,01).

Superskrip yang sama pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P > 0,05)

Diketahui bahwa perlakuan rennet nabati enzim papain P0 memiliki berat curd 234,4 g, rendemen curd 23,44 %, warna dengan nilai skor 3, aroma dengan nilai skor 3,1, tekstur dengan nilai skor 4, rasa dengan nilai skor 4,6, nilai kesukaan dengan nilai skor 3,45. Pada P1 memiliki berat curd 180,14 g, rendemen curd 18,01 %, warna dengan nilai skor 3,6, aroma dengan nilai skor 3,1, tekstur dengan nilai skor 3,15, rasa dengan nilai skor 4, nilai kesukaan dengan nilai skor 3,2. Pada P2 memiliki berat curd 213,36 g, rendemen curd 21,33 %, warna dengan nilai skor 3,95, aroma dengan nilai skor 3,15, tekstur dengan nilai skor 3,1, rasa dengan nilai skor 2,9, nilai kesukaan dengan nilai skor 3,3. Pada P3 memiliki berat curd 221,72 g, rendemen curd 22,17 %, warna dengan nilai skor 3,85, aroma dengan nilai skor 3,45, tekstur dengan nilai skor 3,4 rasa dengan nilai skor 2,8, nilai kesukaan dengan nilai skor 3,3.

Penggunaan rennet enzim papain dengan dosis 0,2 gram (P2) optimal dan efisien dalam meningkatkan berat curd dan rendemen curd serta uji organoleptik warna. Hal ini disebabkan karena pemberian dengan dosis 0,2 gram sudah efektif dalam pemberian dosis yang diberikan, sebagai bahan alternatif dalam menggantikan rennet komersil untuk menggumpalkan susu dan harga dari rennet tersebut lebih ekonomis dibandingkan rennet komersil.

(47)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa rennet nabati enzim papain dapat digunakan sampai dosis 0,3 g per liter susu dalam pembuatan keju segar susu kerbau murrah. Akan tetapi dengan penggunaan dosis 0,2 g saja sudah sama baiknya dengan rennet komersil.

Saran

Disarankan dalam pembuatan keju menggunakan susu kerbau murrah dengan dosis 0,2 gram rennet enzim papain. Adanya penelitian lanjutan dengan parameter kimia dan lama penyimpanan.

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Yogyakarta:

Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Gadjah Mada.

Agusman, 2013. Pengujian Organoleptik. Teknologi Pangan Universitas Muhammadiyah Semarang. Semarang

Badan Pusat Satistik. 2014. Kebutuhan Keju. Lampung dalam Angka.

BandarLampung.

Buckle, K.A, R.A Edwards, GH. Fleet. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan oleh Hari Purnomo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Budi, U dkk. 2006. Dasar Ternak Perah. Medan : Departemen Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Daulay D 1991. Fermentasi Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.

Deman, M John. 1997. Kimia Makanan. Bandung : ITB

Fajar Sidik dan Aming Prayitno. 1979. Desain Elementer. Yogyakarta: STSRI ASRI.

Fitriani,V. 2006.Getah Sejuta Manfaat.PT. Trubus Swadaya.Edisi April 2006.

Jakarta.

Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry 3rd Edition. Marcel Dekker Inc. New York.

Malaka, R. 2010.Pengantar Teknologi Susu. Masagena Press. Makassar.

Harmianto, D. 1993. Pengaruh Umur Susu dan Dosis Asam Sitrat terhadap Jumlah Produk dan Tingkat Kesukaan Konsumen terhadap Tahu Susu.

Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Jendral Soedirman. Purwekerto.

Diakses pada tanggal 23 Mei 2016.

Irmayanti. 2016. Nilai Rendemendan Karakteristik Organoleptik Dangke Berbahan Dasar Susu Segar dan Susu Bubuk Komersial. Skripsi.

Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makasar.

J.K. Negara dkk. 2016. Aspek Mikrobiologis serta Sensori pada Dua Bentuk Keju yang Berbeda. Jurnal Ilmu dan Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan.

Vol 4. No. 2 : 286-290. ISSN: 2303-2227.

(49)

Khalid,N.M and Marth. 1989. Enzyme Activities of Lactis Sterptococci and their

Role in Maturation of Cheese. Journal Dairy Science.

73.2669-2648.

Kartika Putri Pangaribuan. 2018. Skripsi. Departemen Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Fakutas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.

Legowo, A. M., S. Mulyani dan Kusrahayu. 2009. Teknologi Pengolahan Susu.

Semarang : Universitas Diponegoro.

Madbardo. 2010. “Pengertian Pengujian Organoleptik” (online), (http://madbardo.blogspot.com/2010/02/pengertian-pengujian-

organoleptik.html, diakses tanggal 20 Mei 2013).

Margono, Tri., Suryati, Detty., Hartinah, Sri., 1993, Buku Panduan Teknologi Pangan, Pusat Informasi Wanita dalam Pembangunan PDII-LIPI bekerjasama dengan Swiss Development Cooperation, Jakarta.

Meilgaard,M., Civille G,V.,Carr B,T. 1999. Sensory Evaluation Techniques. CRC Press, Boca Raton.

Meilgaard. 2000. Sensori Evaluation Teechniques. Boston: CRC.

Miskiyah. 2011. Study of Indonesian National Standart for Liquid Milk in Indonesia. J Standarisasi 13 (1) : 1-7.

Mudgal, V. D. 1999. Milking buffalo. In: Sc. Falvey, and C. Chantalak hana (Eds), Smallholder dairying in the tropis. ILRI, Nairobi, Kenya. Pp. 101- 116.

Muhidin,D.2003.AgroindustriPapain&Pektin.PenebarSwadaya.Jakarta.

Muharastri, Y. 2008.Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good di Kota Bogor.Skripsi. Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB.

Mulyani, S., Kusrahayu dan H. Rizqiati. 2012. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Undip Press, Semarang.

Murti, T.W. 2004. Aneka Keju , Faklutas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Nurhadi, B. dan Nurhasanah, S. 2010. Sifat Fisik Bahan Pangan. Bandung: Widya Padjajaran.

Sanam, A. B., B. N. S. Ida dan K.A. Kadek. 2014. Ketahanan Susu Kambing Peranakan EtawaPost-Thawing pada Penyimpanan Lemari Es Ditinjau dari

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TVB pada ikan Selais segar yang dilumuri ekstrak daun Bangun-bangun (30%) pada suhu dingin (5 o C) memiliki umur simpan

Kemudian dalam rangka usaha memantapkan pelaksanaan pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor serta dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat,

Selanjutnya untuk hasil dari analisis visual spasial variabel tingkat kepadatan penduduk KK miskin yang terdapat pada Gambar 5.3, terlihat bahwa trend pergerakan konsentrasi

Teknik penyimpanan dalam bentuk metal hidrida relatif aman dan mempunyai kapasitas penyimpanan hidrogen yang cukup besar, tetapi memiliki kekurangan apabila digunakan

Adapun tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh perubahan Penghasilan Tidak Kena Pajak terhadap penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi di

rangkaian fase atau tahapan penanggulangan bencana yang meliputi 1) mitigasi (mitigation) merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari suatu

Kegiatan ini diikuti oleh peserta dari seluruh perwakilan KPLI dan komunitas linux dari seluruh Indonesia yang berdiskusi dan berkumpul untuk merumuskan

Menghasilkan index dari karakter pertama dari substring dalam string dimulai dari karakter pada fromIndex yang sesuai dengan string yang ditentukan pada