• Tidak ada hasil yang ditemukan

PMII DALAM BUDAYA SIRI NA PESSE: ANALISIS SEMIOTIKA MASYARAKAT SULAWESI SELATAN. Afidatul Asmar, Muhammad Satar, Rustam Magun Pikahulan, Zulkarnain AS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PMII DALAM BUDAYA SIRI NA PESSE: ANALISIS SEMIOTIKA MASYARAKAT SULAWESI SELATAN. Afidatul Asmar, Muhammad Satar, Rustam Magun Pikahulan, Zulkarnain AS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

PMII DALAM BUDAYA SIRI’ NA PESSE: ANALISIS SEMIOTIKA MASYARAKAT SULAWESI SELATAN

Afidatul Asmar, Muhammad Satar, Rustam Magun Pikahulan, Zulkarnain AS

*Institut Agama Islam Negeri Parepare

**Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Jl. Amal Bhakti No.8, Bukit Harapan, Kec. Soreang, Kota Parepare, Sulawesi Selatan 91131, 082349831287 dan 0421 24404

Email : afidatulasmar@iainpare.ac.id

Abstract: The background in this paper is to finds a match and the relationship between the values of the Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) and the culture of siri 'na pesse in the people of South Sulawesi. However along with the times and knowledge in looking at the meaning and communication patterns of each region in Indonesia, we unconsciously forget the essence of Indonesian plurality, which then prioritizes differences rather than looking for similarities. So this paper tries to mediate between these two things. The method used in this paper is qualitative descriptive with semiotics theory, the data abaout PMII and the culture of Siri na Pesse will be described and semiotics will explore the meaning of PMII values and siri 'na passe culture in the people of South Sulawesi.

The results of the study found that PMII, which holds the concepts of dzikir, think, and good charity, was born from the Nahdatul Ulama (NU) with the concept of Islam rahmatan lil alamin, becoming an integral part of the siri 'na pessee culture in appreciating the guidelines for thinking, speaking, and behaving in South Sulawesi.

Key words: PMII, Siri’ Na Passe, Semiotic.

Abstrak: Latar belakang dalam tulisan ini di temukannya kecocokan dan kaitan antara nilai-nilai Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dengan budaya siri’ na pesse pada masyarakat Sulawesi Selatan. Namun seiring perkembangan zaman dan pengetahuan di dalam memandang makna serta pola komunikasi dari setiap daerah yang ada di Indonesia tanpa sadar kita melupakan esensi kemajemukan Indonesia, yang kemudian lebih mengutamakan perbedaan dari pada mencari persamaan. Sehingga tulisan ini berusaha menjadi penengah kedua hal tersebut. Adapun metode yang digunakan dalam tulisan ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan penekanan teori semiotika, dimana data terkait PMII dan kebudayaan siri na pesse berusaha untuk dideskripsikan dan semiotika akan menggali makna dibalik dari nilai-nilai PMII dan budaya siri’ na passe pada masyarakat Sulawesi Selatan. Hasil penelitian ditemukan bahwa PMII yang memegang konsep dzikir, fikir dan amal soleh lahir dari rahim Nahdatul Ulama (NU) dengan penyampaian Islam rahmatan lil alamin, menjadi satu kesatuan dari budaya siri’ na pessee dalam penghayatan pedoman berfikir, bertutur kata, hingga berprilaku di Sulawesi Selatan.

Kata kunci : PMII, Siri’ Na Passe, Semiotika.

(2)

308 A. PENDAHULUAN

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang disingkat (PMII) adalah sebuah organisasi kemahasiswaan yang lahir dari rahim Nahdatul Ulama (NU), kenyataan ini sejalan dengan eksistensi mahasiswa selaku generasi pelanjut bangsa dan negara Indonesia1. Hal ini mampu kita temui dari berbagai ruang baik pada dunia akademisi, politik, sosial, budaya, bahkan agama yang menjadi spirit didalam mengakomodir segala perbedaan dan kemajemukan yang ada di Indonesia.

Semangat tersebut di pertegas oleh slogan bhineka tunggal ika, dari sabang hingga merauke di aplkiasikan dengan konsiten oleh seluruh masyarakat di Indonesia, begitupun oleh PMII dengan konsep dzikir, fikir dan amal saleh secara konteks simbol dan komunikasi tumbuh dan berkembang menjadi tuntutan secara tidak langsung oleh masyarakat Sulawesi Selatan yang memegang budaya siri’ na pesse. Masyarakat Sulawesi Selatan dalam konsep siri’ na pesse merupakan sebuah kesatuan yang hidup berabad-abad lamanya yang kemudian memegang makna nilai leluhur yang menjadi kitab hidup oleh masyarakat Sulawesi Selatan.

Pada ruang yang sama dunia dengan segala perkembangan menjadi bagian yang tentunya tidak bisa untuk kita hindari, arus komunikasi dan simbolitas kebudayaan harus mampu sejalan dan berkolaborasi didalam mewujudkan masyarakat yang mampu tetap menjaga budayanya dan mengembangkan serta menjaga negaranya2. Itulah mengapa PMII kemudian yang mengajarkan konsep untuk terus bergerak dalam kajian keilmuan namun tidak meninggalkan atupun menutup diri dari berbagai isu sosial kemasyarakatn.

Perbedaan, kepentingan, bahkan keilmuan sudah sangat difahami oleh PMII yang tentunya bergerak dengan cara yang arif, bijaksana, moderat serta sprit Islam Ahlisunnah Wal Jama’ah yakni Islam yang rahmatan lil alamin. Sehingga tulisan ini berusaha memerankan dan mencari alternatif didalam melihat perbedaan itu sebagai sebuah warna yang pastinya tumbuh dan berkembang pada sertiap masyarakat di Indonesia3.

Hasil menujjukkan PMII yang kemudian di maknai oleh masyarakat di Sulawesi Selatan adalah sebuah keluhuran didalam ruang siri’ na pesse yakni pengamalan yang dilaksanakan didalam berfikir, bertutur kata, hinga beperilaku didalam kehidupan sehari-hari. Artinya kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan dengan budaya siri’ na pessei adalah salah satu solusi yang mampu menjawab zaman yang terstruktur dan berkolaborasi didalam cita-cita PMII yang berperan aktif didalam menjaga agama, bangsa serta keamanan didalam berbangsa dan bernegara di Indonesia.

1 Abdul Mun’im DZ, Manifesto Khittah kedaulatan Indonesia: Pokok-pokok Pikiran Musyawarah Nasional ke-5 Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII) (Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA-PMII), 2013), 39.

2 Muhlas Adi Putra and Muhamad Abdul Ghofur, “Pola Komunikasi Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Pmii) Di Kota Malang,” Jisip : Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik 7, no. 2 (2018): 62–63, https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fisip/article/view/1428.

3 Ahmad Wasi’ and Muna Erawati, “Peran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga Dalam Menyebarkan Nilai-Nilai Islam Nusantara,” An-Nida : Jurnal Komunikasi Islam 11, no. 1 (August 14, 2019): 72, https://doi.org/10.34001/an.v11i1.937.

(3)

B. TINJAUAN PUSTAKA

Untuk memberikan penjelasan kerangka berfikir dalam tulisan ini, maka peneliti merasa perlu membahas mengenai hasil penelitian terdahulu sebagai pedoman, dasar pertimbangan, dan menjadi bahan perbandingan dalam memperoleh arah serta kerangka berfikir yang jelas.

Setelah melakukan penelusuran, penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang terkait dengan pembahasan yang digarap, sehingga dapat membantu penulis jadikan sebagai sumber dalam penulisan ini. Berikut adalah uraian tentang penelitian terdahulu yang digunakan sebagai acuan dalam tulisan.

Tulisan ini mencoba menyajikan tentang PMII dalam budaya siri’ na pesse:

analisis semiotika masyarakat Sulawsi Selatan yang berhasil dihimpun dan mencoba menyesuaikan beberapa yulisan sebelumnya dilakukan oleh beberapa peneliti. Berbagai aspek tentang PMII sebagai organisasi yang memiliki nilai pun telah ditelaah. Dalam penelitian ini, penulis meninjau beberapa kajian ilmiah terdahulu sebagai bahan rujukan pustaka dan landasan teoritik yaitu, mengemukakan teori-teori yang berhubungan dengan masalah-masalah yang diteliti atau dikaji tentang ada dan tidaknya studi, buku, makalah yang sama atau mirip dengan tulisan ini.

Pertama, buku yang dituliskan oleh Abdul Mun'im DZ buku yang diterbitkan Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB-PMII) pada Tahun 2013 yang berjudul “Manifesto Khittah Kedaulatan Indonesia: Pokok-pokok Pikiran Musyawarah Nasional ke-5 Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII)4. Buku ini menjelaskan periode atau masa serta proses PMII selama ini didalam mengawal Indonesia dengan berbagai bentuk perubahan serta anilisis didalam menjaga peran untuk melihat kondisi pemerintah serta masyarakat di Indonesia. Relevansi dari buku ini menjadikan penulis memperoleh tambahan informasi dan data terkait PMII tentang implementasi nilai-nilai ke PMII an terhadap masyarakat di Indonesia.

Kedua, buku yang ditulis oleh Subaidi dengan judul “Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara” yang diterbitkan oleh UNISNU Jepara pada tahun 20135. Penjelasan terkait isi buku ini memberikan implementasi terkait PMII dalam satu bab bahwa PMII secara jelas merupakan anak rahim dari NU yang memegang faham ASWAJA, Yang artinya menjadi referensi bagi penulis didalam menjelaskan bagaimana peran PMII dan gerakan, faham, bahkan budaya yang telah lama hidup dan berkembang di Indonesia.

Ketiga, jurnal yang ditelis oleh Muhlas Adi Putra dan Muhamad Abdul Ghofur, yang terbit pada jurnal Jisip: Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik pada tahun 2018.

Adapun judul jurnalnya “Pola Komunikasi Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Di Kota Malang”6. Jurnal tersebut menjelaskan bagaimana sistem komunikasi yang dilakukan oleh PMII didalam menjalni kehidupan selaku

4 DZ, Manifesto khittah kedaulatan Indonesia.

5 Subaidi, Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara (UNISNU PRESS, 2013.), 254.

6 Putra and Ghofur, “Pola Komunikasi Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Pmii) Di Kota Malang.”.

(4)

310

mahluk sosial, prilaku organisasi, serta pada peluang dan hambatan yang diperoleh didalam melaksanakan kaderisasi PMII. Sehingga jelas memberikan tambahan informasi dan referensi bagi penulis saat ini didalam mendeskripsikan PMII yang berupaya menjadikan pola komunikasi sebagaoi salah satu peran yang strategis didalam pelaksanaan kaderisasi maupun interaksi baik sesama kader PMII dan bukan bagiuan kader PMII.

Keempat, jurnal yang dituliskan oleh Muhammad Ikram Nur Fuady, dengan judul “Siri' Na Pacce Culture in Judge's Decision (Study in Gowa, South Sulawesi Province)” yang terbit pada tahun 2018 oleh FIAT JUSTISIA. Faculty of Law, Lampung University, Bandarlampung7. Jurnal ini menjelaskan bahwa bagaimana masyarakat Sulawesi Selatan dalam hl ini Gowa menjadikan siri’ na pacce menjadi sebuah bagian didalam menentukan keputusan, sikap bahkan mtetode didalam pemberian keputusan seorang hakim. Hal ini memberikan implikasi tersendiri terhadap penulis terkait penentuan informasi dan budaya siri’ na pesse yang menjadi filosofi kehidupan di Sulawesi Selatan.

Kelima, jurnal yang ditulis oleh Deddy Tobing dan Henny Saptatia, “Book Analysis With Thema Geopolitics ‘Media, Terrorism And Theory’, A Critical Theory Research Approach Using Semiotic Analysis”. Yang di terbitkan oleh Jurnal Ilmiah Publipreneur pada tahun 20208. Jurnal ini mendiskripsikan terkait bagaimana persoalan media dan terorisme didalam perpolotikan dunia yang menggunakan pendekatan semiotika. Bagi penulis jurnal ini memberikan kemudahan didalam menekankan persoalan semiotika yang ekmudian di jadikan salah satu pendekatan didalam mempersentasikan PMII dengan budaya siri’ na pesse bagi masyarakat Sulawesi Selatan.

Dari kelima literatur diatas dapat diambil pandangan umum bahwa PMII dengan nilai-nilainya menjadi bagian penting dalam memahami persoalan yang ada di tengah masyarakat secara umum, baik itu institusi pendidikan, kemasyarakatan, maupun kebudayaan. Siri’ na pesse yang juga menjadi salah satu kebudayaan di Indonesia disosialisasikan untuk menjadi bagian didalam pemaknaan nilai-nilai dari PMII. kerangka berpikir dan berperilaku dengan berbagai metode yang di bangun diatas pendekatan semiotika menjadikan tulisan ini sekaligus membedakan dengan tulisan, karya, bahkan buku yang telah ada sebelumnya. Perbedaan seacara jelas dalam tulisan ini dilakukan oleh penulis adalah pada subjek dan objek penelitian. Belum ada penelitian yang mengkaji tentang teori semiotika dengan PMII dan budaya siri’ na pesse.

C. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan deskriptif kualitatif, dimana data yang diperoleh bukan berupa angka-angka, melainkan data berupa hasil dari catatan di

7 Muhammad Ikram Nur Fuady, “Siri’ Na Pacce Culture in Judge’s Decision (Study in Gowa, South Sulawesi Province),” Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 13, no. 3 (October 4, 2019):

241–254, https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v13no3.1684.

8 Deddy Tobing and Henny Saptatia, “Book Analysis With Thema Geopolitics ‘Media, Terrorism And Theory’, A Critical Theory Research Approach Using Semiotic Analysis,” Jurnal Ilmiah Publipreneur 8, no. 2 (December 31, 2020): 45–56, https://doi.org/10.46961/jip.v8i2.158.

(5)

lapangan, dokumen-dokumen, dan sumber lainnya9. Oleh karena itu pendekatan kualitatif dalam tulisan ini bertujuan untuk memperoleh segala data yang terkait dengan PMII dan budaya siri’ na pesse pada masyarakat Sulawesi Selatan, dimana data yang telah diperoleh selanjutnya dicocokkan dengan teori nantinya secara deskriptif.

Dalam penelitian ini penulis berperan sebagai pengumpul data sekaligus menjadi intrument yang aktif didalam memproleh dan mengumpulkan berbagai sumber data, mengelolah data hingga menyajikannya didalam tulisan ini.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. PMII dan Budaya Siri’ Na Pesse

PMII dalam sejarahnya merupakan organisasi mahasiswa Islam yang didirikan pertamakali 17 April 1960 di Surabaya. Menjadi organisasi yang mengawal sekaligus mengkritik perjalanan masa orde lama presiden Soekarno dan masa orede baru presiden Soeharto. Berdirinya PMII akibat dari semangat yang besar dari kalangan para mahasiswa Nahdatul Ulama (NU) yang beridiologi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). PMII juga tidak bisa dilepaskan dari eksistensi organisasi Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama – Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama (IPNU-IPPNU)10

Usaha untuk membentuk PMII tersebut dijelaskan pada bukti Konfrensi Besar IPNU di Kaliurang, Yogyakarta pada 14-16 Maret 1960, ini merupakan dasar dimana adanya organisasi khusus mahasiswa NU. Yang kemudian dibentuklah panitia pendiri mahasiswa yang terdiri dari 13 orang dengan tugas melahirkan musyawarah mahasiswa NU seluruh Indonesia,. Selanjutnya melahirkan mahasiswa NU yang terpisah dari struktural dan fungsional dari IPNU11.

Adapun panitia pendiri 13 orang diantaranya, Cholid Mawardi dari Jakarta, Said Budairy dari Jakarta, M. Sobich Ubaid dari Jakarta, M. Makmun Syukri dari Bandung, Hilman dari Bandung, H. Ismail Makky dari Yogyakarta, Munsif Nahrawi dari Yogyakarta, Nuril Huda Suaidy dari Surakarta, Laily Mansur dari Surakarta, Abd Wahab Jailani dari Semarang, Hisbullah Huda dari Surabaya, M. Cholid Narbuko dari Malang, dan terakhir Ahmad Husain dari Makassar12.

Kata “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan potensi kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada dalam kualitas kekhalifahannya. Pergerakan memiliki muatan-muatan nilai yang meliputi dinamika responsif, kreativitas, dan inovatif. Kandungan nilai-nilai tersebut mencirikan sebuah bentuk ideal dari format organisasi. Nilai dinamis mencerminkan sebuah pemberontakan atas kebekuan pemikiran, tradisi, dan lain sebaginya. Dari nilai-nilai ini diangankan sebuah proses menuju perbaikan-

9 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), 176.

10 Fauzan Alfas, PMII dalam simpul-simpul sejarah perjuangan (Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, 2015).

11 Subaidi, Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara, 225.

12 Nur Sayyid Santoso Kristeva, Buku panduan sekolah analisis sosial Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) (Institut for Philosophical and Social Studies, 2014).

(6)

312

perbaikan kondisi faktual menuju sebuah tatanan ideal tanpa terjebak dalam sebuah utopia13.

Pengertian “mahasiswa” yang terkadung dalam PMII adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri.

Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dinamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terdapat tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual sebagai hamba Tuhan maupun sebagai bangsa dan negara. Mahasiswa diangankan memuat kandungan-kandungan nilai-nilai intelektualitas, idealitas, komitmen, dan konsistensi14.

Pengertian “Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan paradigma Ahlussunah wal Jama’ah (Aswaja), yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proposional antara iman, Islam, dan ihsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola prilakunya tercermin sifat-sifat selektif, akomodatif dan integratif. Faham Aswaja mencakup aspek aqidah, syari’ah, dan akhlak. Ketiganya merupakan satu kesatuan ajaran yang mencakup seluruh aspek prinsip keagamaan. Didasarkan pada pola pikir (manhaj) Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam bidang aqidah, empat imam madzhab besar dalam fiqih yaitu, Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali, dan bidang tasawuf menganut manhaj Imam Ghazali dan Imam Abu al-Qasim al-Junaid al- Baghdadi, serta para imam lain yang sejalan dengan syari’ah Islam15.

Pengertian “Indonesia” yang terkandung di dalam PMII adalah masyarakat bangsa dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi Pancasila serta UUD 1945 dengan kesadaran kesatuan dan keutuhan bangsa serta negara yang terbentang dari Sabang sampai Merauke yang diikat dengan kesadaran wawasan Nusantara. Keindonesiaan yang dipahami oleh PMII merupakan sebuah gugusan ide tentang Negara bangsa yang secara riil dibangun di atas fondasi pluralitas dan hetrogenitas baik secara etnis, ras, agama maupun golongan. Secara totalitas PMII sebagai organisasi merupakan suatu gerakan yang bertujuan melahirkan kader-kader bangsa yang mempunyai integritas diri sebagai hamba yang bertaqwa kepada Allah SWT, dan atas dasar ketaqwaan berperan mewujudkan peran ketuhanannya membangun masyarakat bangsa dan negara Indonesia menuju suatu tatanan masyarakat yang adil dan makmur dalam ampunan dan ridlo Allah SWT16.

Pada diskursus lain kita akan menemukan suguhan Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII yang merupakan tali pengikat (kalimatun sawa) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh warga PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal atau secara bersama-sama dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas dengan melakukan keberpihakan nyata melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekerasan,

13 DZ, Manifesto khittah kedaulatan Indonesia, 56.

14 DZ, 57.

15 DZ, 57.

16 DZ, 57.

(7)

dan tindakan-tindakan negatif lainnya. NDP ini, dengan demikian senantiasa memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Nilai NDP PMII pada hakikatnya di kenal dalam slogan atau motto PMII yang terdiri atas bentuk dzikir, fikir dan amal saleh merupakan perasan atas dasar17:

a. Dzikir / Hubungan Manusia dengan Allah.

Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia dihadapan ciptaan-Nya yang lain. Kedudukan pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya baik sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhluk-Nya. Sebagai hamba Allah, manusia harus melaksanakan ketentuan- ketentuannya. Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat, manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah

b. Fikir / Hubungan Manusia dengan Manusia

Tidak ada yang lebih antara yang satu dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya.

Setiap manusia memiliki kekurangan dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya, tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya. Karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerja sama, menasehati dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama.

Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama umat Islam, persaudaran sesama warga negara dan persaudaraan sesama umat manusia.

Perilaku persaudaraan ini harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan manfaat maksimal untuk diri dan lingkungannya.

c. Amal Saleh/ Hubungan Manusia dengan Alam

Alam semesta adalah ciptaan Allah. Dia menentukan ukuran dan hukum- hukumnya. Alam juga menunjukkan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan manusia. Namun Allah menundukkan alam bagi manusia dan bukan sebaliknya.

Jika sebaliknya yang terjadi, maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan kepada Allah. Allah mendudukkan manusia sebagai khalifah, sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya, bukan menjadikannya sebagai obyek eksploitasi.

Salah satu dari hasil penting dari cipta, rasa, dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi. Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia. Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan dan hukum tersendiri. Alam didayagunakan dengan tidak mengesampingkan aspek pelestariannya.

Melihat hasil singkat terkait nilai yang terkandung didalam PMII diatas maka selanjutnya mari kita mencoba melihat budaya siri’ na pesse pada masyarakat

17 Kristeva, Buku panduan sekolah analisis sosial Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), 99.

(8)

314

Sulawesi Selatan, yang di awali dari pesan bijaknya: Kegasi sanree lopie kositu to taro sengereng. Dimana perahu ditambatkan disitulah kita menaruh budi baik18. Kalimat ini mengandung pesan moralitas untuk tidak bertindak sesuka hati dan bersikap semena-mena di tempat/ negara orang lain. Ini menandakan bahwah sikap leluhur masyarakat Sulawesi Selatan selalu mengingatkan betapa pentingnya menjaga diri dimanapun dan dalam kondisi apapun.

Konsep siri’ memiliki dua kandungan nilai, yaitu nilai malu dan harga diri.

Sementara pesse bermakna solidaritas sosial yang tinggi. Keindahan nilai ini sangat dijunjung tinggi dalam tradisi masyarakat Sulawesi Selatan. Sehingga, dapat ditegaskan bahwa budaya siri’ na pesse dalam tradisi Sulawesi Selatan adalah sumber inspirasi dan inti dari bangunan kebudayaan yang menunjukkan keimanan seseorang19.

Siri’ adalah jiwa, harga diri, dan martabat masyarakat Sulawesi Selatan. Rela mengorbankan nyawa dan keluarganya, apapun akan dilakukan untuk meneggakan siri’, meski nyawa menjadi taruhannya. Hal itu terus menjadi landasan kehidupan dalam kentalnya ade’ (adat). Namun, apabila ditelusuri lebih jauh tentang makna siri’, banyak makna yang ditemukan, bukan sekadar rasa malu, akan tetapi dapat bermakna harga diri, martabat, kehormatan, dan cinta20.

Siri’ disejajarkan maknanya dengan cinta, menegaskan bahwa masyarakat Sulawesi Selatan menghargai orang lain dan mengajarkan tentang kemanusiaan.

Manusia lahir dari rahim manusia, sehingga pada hakikatnya sangat penting menjadi manusia. Memanusiakan manusia artinya menuntut seseorang memiliki etika yang baik, berbudi pekerti, bersikap toleransi, dan bertanggung jawab terhadap apa yang dikerjakan.

Pesse selalu dihubungkan dengan konsep siri’, yang mengandung makna dalam memotivasi solidaritas sosial dalam penegakan harkat siri’ orang lain. Berfungsi sebagai pemersatu, penggalang solidaritas, kebersamaan dan memuliakan manusia. Seseorang yang memiliki pesse akan lebih mendahulukan kepentingan masyarakat dan golongan di atas kepentingan diri21.

Pesse dalam masyarakat Sulawesi Selatan juga difahami ikut merasakan penderitaan orang lain bagai terasa dalam perut sendiri. Yang artinya pesse lebih dalam dimaknai merupakan kecerdasan emosional untuk turut merasakan kepedihan atau kesusahan individu lain dalam komunitas ataupun diluar komunitasnya.

Sehingga siri’ na pesse adalah satu kesatuan yang saling melengkapi, berjalalan beriringan ditengah-tengah kehidupan masyarakat Sulawesi Selatan. Dimana kita akan memahami bahwa disamping harga diri orang Sulawesi Selatan begitu tinggi,

18 Muh Rusli, “Impelementasi Nilai Siri’ Napacce Dan Agama di Tanah Rantau; Potret Suku Bugis-Makassar Di Kota Gorontalo,” AL ASAS 3, no. 2 (October 19, 2019): 76.

19 Rizal Darwis and Asna Usman Dilo, “Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada Masyarakat Suku Makassar di Kabupaten Gowa,” El-HARAKAH (TERAKREDITASI) 14, no. 2 (2012): 190–91, https://doi.org/10.18860/el.v14i2.2317.

20 Fuady, “Siri’ Na Pacce Culture in Judge’s Decision (Study in Gowa, South Sulawesi Province),” 244.

21 Nur Alimin Asiz, Yenni Mangoting, and Novrida Qudsi Lutfillah, “Memaknai Independensi Auditor Dengan Keindahan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Siri Na Pacce,” Jurnal Akuntansi Multiparadigma Volume, no. 1 (April 24, 2015): 151.

(9)

mereka juga memiliki empati terhadap penderitaan tetangga, kerabat, atau sesama kelompok sosial22.

Adapun aktualisasi puncak didalam melaksanakan budaya siri’ na passe pada masyarakat Sulawesi Selatan adalah23:

a. Sipakatau; adalah salah saru pesan didalam siri’ na pesse yang bermakna saling memanusiakan, keberartian dirinya adalah bagian inti dari sesamanya

b. Spritualitas; adalah nilai siri’ na pesse yang berarti mencakup sikap mappesona ri Dewata Seuwae’ (berserah diri kepada Tuhan Yang Maha Esa)

c. Aktualisasi Diri; adalah bagian dari siri’ na pesse yang tertuang dalam makna sebuah proses yang berusaha melaksnakan kegiatan/ pekerjaan secara sungguh- sungguh.

Inilah mengapa masyarakat Sulawesi Selatan menjadikan siri’ na passe bukan hanya sebagai sebuah simbol semata namun lebih dari pada itu menjadikan sebagi bagian dari pedoman kitab kehidupan yang tetap ada hingga hari ini.

2. Semiotika

Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang suatu tanda atau (sign)24. Dalam ilmu komunikasi tanda merupakan sebuah interaksi makna yang disampaikan kepada orang lain adalah tanda-tanda, yang mana dalam berkomunikasi tidak hanya dalam bahasa lisan saja, namun simbo-simbol lain diluar dari bahasa lisan bisa jadi sebagai alat komunikasi. Yang pada unsur yang dihasilkan disebut tanda25.

Tiga aspek dalam semiotika, yaitu pertama tanda itu sendiri (sign), hal ini berkaitan dengan bermacam-macam tanda yang berbeda. Tanda adalah buatan manusia dan hanya dapat dimengerti oleh orang-orang yang mempergunakanya.

Kedua kode (codes) atau sistem di mana lambang-lambang disusun, studi ini meliputi bagaimana bermacam-macam kode yang berbeda dibangun untuk mempertemukan dengan kebutuhan masyarakat dalam sebuah kebudayaan.

Ketiga adalah kebudayaan, di mana kode dan lambang itu beroperasi dan diberi makna sesuai dengan konteksnya26.

Charles Sanders Pierce adalah seorang filsuf Amerika dan dikenal sebagai peletak dasar semiotika modern. Pierce memfokuskan pengkajiannya pada tiga dimensi dalam tanda. Semiotika ingin membongkar sesuatu zat dan kemudian menyediakan modal teoretis untuk menunjukkan bagaimana semuanya bertemu didalam sebuah struktur. Teori dari Peirce menjadi grand theory dalam semiotik.

Gagasannya bersifat menyeluruh, deskripsi struktural dari semua sistem

22 Andi Nurwanah and Hadriana Hanafie, “Memaknai Creative Accounting Dengan Keindahan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Siri’ Na Pacce,” Assets : Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi 8, no. 1 (January 1, 2019): 173, https://doi.org/10.24252/.v8i1.5914.

23 Auliah Safitri and Suharno Suharno, “Budaya Siri’ Na Pacce dan Sipakatau dalam Interaksi Sosial Masyarakat Sulawesi Selatan,” Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 22, no. 1 (May 31, 2020): 106–8, https://doi.org/10.25077/jantro.v22.n1.p102-111.2020.

24 Afidatul Asmar, “Pesan Dakwah Dalam Tari Pepe’Pepeka Ri Makka Pada Masyarakat Kampung Paropo Kota Makassar” (masters, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018), 47, http://digilib.uinsby.ac.id/25686/.

25 Yoyon Mudjiono, “Kajian Semiotika Dalam Film,” Jurnal Ilmu Komunikasi 1, no. 1 (2011): 129–30, https://doi.org/10.15642/jik.2011.1.1.125-138.

26 Radita Gora, Hermeneutika Komunikasi (Deepublish, 2014), 132.

(10)

316

penandaan Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda dan menggabungkan kembali semua komponen dalam struktur tunggal27.

Pierce mengemukakan teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni representamen atau sign, object, dan interpretant.

Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Upaya klasifikasi tanda yang dilakukan Pierce memiliki kekhasan tersendiri, meski tidak bisa dikatakan sederhana. Peirce membagi tanda atau icon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik), indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat), dan symbol (tanda yang muncul dari kesepakatan)28.

Sign

Objek Interpertan

Gambar. Hasil Kerangka Pendekatan Pierce

a. Sign; hasil diatas menunjukkan bahwa baik pada nilai PMII maupun budaya siri’ na pesse pada masyarakat Sulawesi Selatan memandang dan mengakui peran Tuhan Yang Maha Esa adalah sesuatu yang tidak mampu untuk dipisahkan didalam menjalani peran baik dalam bentuk dzikir maupun spritualitas

b. Objek; hasil diatas menjelaskan bahwa diantara PMII dan budaya siri’ na pesse pada masyarakat Sulawesi selatan memengang kesamaan memandang manusia antara manusia yang lain perlu mengutamakan esensi memanusiakan manusia dengan penamaan baik fikir maupun sipakatau.

27 Tobing and Saptatia, “Book Analysis With Thema Geopolitics ‘Media, Terrorism And Theory’, A Critical Theory Research Approach Using Semiotic Analysis,” 47.

28 Vera Sardila, “Analisis Semiotika Pada Tunjuk Ajar Melayu Sebagai Pendekatan Pemahaman Makna Dalam Komunikasi,” Jurnal Dakwah Risalah 27, no. 2 (December 1, 2016):

90, https://doi.org/10.24014/jdr.v27i2.2517.

PMII

Dzikir Fikir Amal Saleh

SIRI’ NA PESSE

Spritualitas Sipakatau Aktualisasi Diri

PMII dan NILAI BUDAYA SIRI NA PESSE

Adanya keterkaitan dan keseimbangan antara keduanya yang saling mendukung

dengan korelasi positif

(11)

c. Interpertan (Pengguna Tanda); hasil diatas memberikan penjelasan bahwa PMII dan budaya siri’ na pesse pada masyarakat Sulawesi Selatan berupaya mengutamakan alam bagian dari keseimbangan yang perlu untuk dijaga dan dihormati sebagaimana pengertian diantara amal saleh dan Aktualisasi diri.

3. PMII di Masa Kini

Konsekuensi dari perkembangan zaman baik dalam prespektif teknologi informasi yang maupun kaum milenial yang semakin mudah untuk kita dapatkan, pula paham-paham asing masuk dan berkembang di Indonesia tidak bisa terhindarkan. Disinilah peran organisasi seharusnya ikut ambil peran dalam memfilter paham asing tadi, dan ikut terus serta dalam melestarikan atau menjaga nilai-nilai yang dimiliki bangsa sendiri, apalagi organisasi ekstra kampus, yang harusnya mempunyai ruang gerak yang lebih luas ketimbang organisasi intra kampus.

PMII merupakan bagian dari organisasi ekstra kampus tersebut, namun pemaparan yang ingin ditekankan oleh penulis disini adalah bagaimana PMII tidak menutup diri kepada perkembangan zaman namun juga tidak diseret dalam kepentingan zaman. Artinya PMII yang memiliki sejarah yang panjang seiring kehidupan bangsa dan negara Indonesia ini sudah sepantasnya untuk lebih mampu membaca dinamika terkait isu-isu sosial, agama, politik kebudayaan, dan hal lainnya.

Salah satunya adalah pembentangan dan penguatan kembali NDP yang mampu mengakomodir segala perbedaan dan kemajemukan kebangsaan. Semisal terkait isu radikalisme, ekstrimisme, serta terorisme. Yang pastinya sangat mudah kita peroleh beberapa tahun ini.

Kita bisa menyaksikan isu tentang agama misalnya, yang memang sangatlah sensitif, didukung dengan pesatnya teknologi informasi, permasalahan yang berawal dari permasalahan agama dilempar melalu media-media, alhasil permasalahan intoleransi dan lain sebagainya sangat membesar di akar rumput.

Negeri ini memiliki 17.000 pulau dan 1200 suku bangsa yang menunjukkan keragaman yang luar biasa. Maka dari itu perlu di pertahankan dan di sebar luaskan Islam yang sesuai dengan karakteristik bangsa kita yaitu kembali memandang negara dalam manhaj Aswaja29.

Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) merupakan bagian integral dari sistem keorganisasian PMII. Dalam Nilai Dasar Pergerakan (NDP) disebutkan bahwa Aswaja merupakan metode pemahaman dan pengamalan tauhid. Lebih dari itu, disadari atau tidak Aswaja merupakan bagian kehidupan sehari-hari setiap anggota atau kader. Akarnya tertanam dalam pada pemahaman dan perilaku penghayatan masing-masing dalam menjalankan Islam30.

Tahun 1994, dimotori oleh KH Said Agil Siraj muncul gugatan terhadap Aswaja yang telah diperlakukan sebagai madzhab. Padahal di dalam Aswaja terdapat berbagai madzhab, khususnya dalam bidang fiqih. Selain itu, gugatan muncul

29 “Organisasi Ekstra Kampus: Studi Tentang Hegemoni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Di Kalangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya - Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya,” 2018, 79, http://digilib.uinsby.ac.id/18859/.

30 Wasi’ and Erawati, “Peran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga Dalam Menyebarkan Nilai-Nilai Islam Nusantara,” 73.

(12)

318

melihat perkembangan zaman yang sangat cepat dan membutuhkan respon yang kontekstual dan cepat pula. Dari latar belakang dan penelusuran terhadap bangunan isi Aswaja sebagaimana selama ini digunakan, lahirlah gagasan Aswaja sebagai manhaj alfikr (metode berfikir)31.

Dengan kata lain kita perlu memberi penyegaran sekaligus merekontruksi ulang ingatan terkait nilai dan cita-cita PMII dimasa kini bukanlah hanya sebagai konsumen semata. Akan tetapi mampu menjadi lokomitif didalam produksi baik berupa jasa, barang bahkan terkait dengan kenegaraan. Sebagaimana yang kita pahami bersama bahwa PMII memiliki fungsi diantaranya32:

a. Kerangka Refleksi (landasan berpikir). Sebagai kerangka refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu menjadi sesuatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus ke berbagai ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i). Karenanya, kerangka refleksi ini menjadi moralitas sekaligus tujuan absolut dalam mendulang capaian-capaian nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan.

b. Kerangka Aksi (landasan berpijak). Sebagai kerangka aksi, NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, pembelajaran sosial yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran faktual. Kebenaran faktual itu senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah, kerangka ini memungkinkan warga pergerakan menguli, memperkuat atau bahkan memperbaharui rumusan-rumusan kebenaran dengan historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah (mutasyabihat, dzanni).

c. Kerangka Ideologis (sumber motivasi). Menjadi satu rumusan yang mampu memberikan proses ideologisasi di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan sosial yang diangankan secara bersama-sama secara terorganisir.

Inilah hasil dari PMII yang secara gerakan dan perkembangannya tidak bisa mundur apalagi hampir di semua sendi kehidupan telah terdapat kader-kader PMII yang dimaknai secara lebih tegas dalam budaya siri’ na pesse oleh masyarakat Sulawesi Selatan adalah manusia yang berkebudayaan namun tidak menolak perkembangan zaman.

KESIMPULAN

PMII adalah organisasi kemahasiswaan yang tidak dapat dipisahkan oleh Nahdatul Ulama (NU). Hal ini di pertegas didalam sejarah lahirnya yang kemudian di kenang setiap 17 April 1960. Lahir dari rahim Ahlisunnnah wal Jama’ah

31 3301412132 Ahmad Arif Rohman, “Penumbuhan Sikap Cinta Tanah Air Pada Anggota Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Al-Ghozali Di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang” (other, UNNES, 2019), 59, https://lib.unnes.ac.id/33931/.

32 Fajarudin Ashari, Tuty Maryati, and I. Gusti Made Arya Sutha Wirawan, “Peran Organisasi Mahasiswa Islam Indonesia (Pmii) Cabang Buleleng Terhadap Toleransi Umat Beragama Dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sosiologi Di Sma,” Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha 1, no. 2 (August 4, 2020): 211–13, https://doi.org/10.23887/jpsu.v1i2.26839.

(13)

(Aswaja) dengan konsep Islam rahmatan lilalamin menjadikan PMII dengan slogan dzikir, fikir, dan amal soleh dikenal oleh seluruh masyarakat Indonesia.

Kegiatan PMII yang bernafaskan mahasiswa Islam sudah sepatutnya menjadikan agama dan budaya salah satu instrument didalam mewujudkan nilai- nilai PMII. Sehingga tidaklah keliru apabila kita melihat PMII dimata budaya siri’

na pesse pada masyarakat Sulawesi Selatan merupakan satu kesatuan yang didasarkan dari pemaknaan simbol maupun komunikasi didalam spritualitas, sipakatau, serta aktualisasi diri.

Meskipun penulis memahami adanya berbagai perbedaan dalam pemaknaan namun jelas kemajemukan itulah yang membuat Indonesia hingga hari ini sebagai bagian dari negara yang mampu mengikuti perkembangan zaman. Disisi lain penulis sadar masih adanya kekuarangan dan keterbatasan didalam menyajikan tulisan ini, namun penulis berharap kedepan penulisan terkait PMII dan budaya siri’ na pesse: analisis semiotika masyarakat Sulawesi Selatan lebih dikembangkan lagi dalam pendekatan dan metode lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Arif Rohman, 3301412132. “Penumbuhan Sikap Cinta Tanah Air Pada Anggota Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Al-Ghozali Di Kecamatan Gunungpati Kota Semarang.” Other, UNNES, 2019. https://lib.unnes.ac.id/33931/.

Alfas, Fauzan. PMII dalam simpul-simpul sejarah perjuangan. Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, 2015.

Ashari, Fajarudin, Tuty Maryati, and I. Gusti Made Arya Sutha Wirawan. “Peran Organisasi Mahasiswa Islam Indonesia (Pmii) Cabang Buleleng Terhadap Toleransi Umat Beragama Dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sosiologi Di Sma.” Jurnal Pendidikan Sosiologi Undiksha 1, no. 2 (August 4, 2020): 206–15. https://doi.org/10.23887/jpsu.v1i2.26839.

Asiz, Nur Alimin, Yenni Mangoting, and Novrida Qudsi Lutfillah. “Memaknai Independensi Auditor Dengan Keindahan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Siri Na Pacce.” Jurnal Akuntansi Multiparadigma Volume, no. 1 (April 24, 2015):

145–56.

Asmar, Afidatul. “Pesan Dakwah Dalam Tari Pepe’Pepeka Ri Makka Pada Masyarakat Kampung Paropo Kota Makassar.” Masters, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2018. http://digilib.uinsby.ac.id/25686/.

Darwis, Rizal, and Asna Usman Dilo. “Implikasi Falsafah Siri’ Na Pacce Pada Masyarakat Suku Makassar di Kabupaten Gowa.” El-HARAKAH

(TERAKREDITASI) 14, no. 2 (2012): 186–225.

https://doi.org/10.18860/el.v14i2.2317.

DZ, Abdul Mun’im. Manifesto khittah kedaulatan Indonesia: pokok-pokok pikiran musyawarah nasional ke-5 Ikatan Keluarga Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (IKA PMII). Pengurus Besar Ikatan Alumni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB IKA-PMII), 2013.

Fuady, Muhammad Ikram Nur. “Siri’ Na Pacce Culture in Judge’s Decision (Study in Gowa, South Sulawesi Province).” Fiat Justisia: Jurnal Ilmu Hukum 13, no.

3 (October 4, 2019): 241–54.

https://doi.org/10.25041/fiatjustisia.v13no3.1684.

Gora, Radita. Hermeneutika Komunikasi. Deepublish, 2014.

(14)

320

Kristeva, Nur Sayyid Santoso. Buku panduan sekolah analisis sosial Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Institut for Philosophical and Social Studies, 2014.

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010.

Mudjiono, Yoyon. “Kajian Semiotika Dalam Film.” Jurnal Ilmu Komunikasi 1, no. 1 (2011): 125–38. https://doi.org/10.15642/jik.2011.1.1.125-138.

Nurwanah, Andi, and Hadriana Hanafie. “Memaknai Creative Accounting Dengan Keindahan Nilai-Nilai Kearifan Lokal Siri’ Na Pacce.” Assets : Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi 8, no. 1 (January 1, 2019): 1–13.

https://doi.org/10.24252/.v8i1.5914.

“Organisasi Ekstra Kampus: Studi Tentang Hegemoni Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Di Kalangan Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya - Digilib UIN Sunan Ampel Surabaya,” 2018.

http://digilib.uinsby.ac.id/18859/.

Putra, Muhlas Adi, and Muhamad Abdul Ghofur. “Pola Komunikasi Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Pmii) Di Kota Malang.” Jisip : Jurnal Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik 7, no. 2 (2018).

https://publikasi.unitri.ac.id/index.php/fisip/article/view/1428.

Rusli, Muh. “Impelementasi Nilai Siri’ Napacce Dan Agama di Tanah Rantau; Potret Suku Bugis-Makassar Di Kota Gorontalo.” AL ASAS 3, no. 2 (October 19, 2019): 73–86.

Safitri, Auliah, and Suharno Suharno. “Budaya Siri’ Na Pacce dan Sipakatau dalam Interaksi Sosial Masyarakat Sulawesi Selatan.” Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya 22, no. 1 (May 31, 2020): 102–11.

https://doi.org/10.25077/jantro.v22.n1.p102-111.2020.

Sardila, Vera. “Analisis Semiotika Pada Tunjuk Ajar Melayu Sebagai Pendekatan Pemahaman Makna Dalam Komunikasi.” Jurnal Dakwah Risalah 27, no. 2 (December 1, 2016): 87–96. https://doi.org/10.24014/jdr.v27i2.2517.

Subaidi. Pendidikan Islam Risalah Ahlussunnah Wal Jama’ah An-Nahdliyah Kajian Tradisi Islam Nusantara. UNISNU PRESS, n.d.

Tobing, Deddy, and Henny Saptatia. “Book Analysis With Thema Geopolitics

‘Media, Terrorism And Theory’, A Critical Theory Research Approach Using Semiotic Analysis.” Jurnal Ilmiah Publipreneur 8, no. 2 (December 31, 2020):

45–56. https://doi.org/10.46961/jip.v8i2.158.

Wasi’, Ahmad, and Muna Erawati. “Peran Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Salatiga Dalam Menyebarkan Nilai-Nilai Islam Nusantara.” An- Nida : Jurnal Komunikasi Islam 11, no. 1 (August 14, 2019): 69–76.

https://doi.org/10.34001/an.v11i1.937.

Referensi

Dokumen terkait

Allah SWT memulai surat ini dengan perintah untuk bertaqwa dan anjuran untuk beribadah kepadanya, salah satu perintah itu dalam ayat ini adalah untuk menyambung

a) Proses Produksi, meliputi program efisiensi produksi, penggunaan material input, energi, air, teknologi proses, produk, dan sumber daya manusia. b) Pengelolaan Lingkungan

Bahasa dalam Laporan Bajet 2018 menggambarkan realiti kehidupan dan realiti kehidupan dalam bahasa setelah dianalisis beralaskan versi mudah model pembezaan struktur

Pembahasan memiliki citra tubuh dan identitas diri yang positif untuk dapat terus mengembangkan Dalam penelitian ini, sebagian besar potensi yang dimilikinya dengan

Dapat dilihat pada Gambar 4.19 hasil pengujian eksperimental menujukkan pola peningkatan serta penurunan yang berbeda dengan hasil perhitungan dengan menggunakan persamaan

Teknik yang banyak berkontribusi terhadap tingkat keakuratan, keberterimaan, dan keterbacaan terjemahan istilah kedokteran dalam buku subjek adalah teknik calque dan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 60% peternak berusia produktif, kepemilikan ternak sekitar 4,5 ekor, lama beternak 5,9 tahun, Hasil penelitian

Pada manusia sering menyerang orang yang bekerja sebagai dokter gigi, kebersihan mulut yang buruk, penyakit periodontium, atau terapi radiasi yang menyebabkan kerusakan