• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI LUKISAN DI PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Oleh: FAJAR TIRTA ASTA NPM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI LUKISAN DI PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR. Oleh: FAJAR TIRTA ASTA NPM."

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI LUKISAN DI PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh:

FAJAR TIRTA ASTA NPM. 14127869

Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1442 H / 2020 M

(2)

ii

BELI LUKISAN DI PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

FAJAR TIRTA ASTA NPM. 14127869

Pembimbing I : Drs. H. M. Saleh, M.A

Pembimbing II : Nety Hermawati, SH, MA, MH

Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syariah

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO

1442 H / 2020 M

(3)

iii

(4)

iv

(5)

v

(6)

vi ABSTRAK

TINJAUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI LUKISAN DI PEKALONGAN KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

Oleh

FAJAR TIRTA ASTA

Pelukis adalah salah satu profesi yang menghasilkan barang-barang buatan atau hasil karya sebagai obyek yang diperjual belikan berupa lukisan. Bidang usaha pembuatan lukisan, dimana usaha ini sudah memiliki konsumen dari daerah bahkan luar daerah, sistem praktek jual beli meliputi pihak kedua (pembuat) dan pihak pertama (pembeli), sebelum pembuatan pengecatan ada kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan customer sesuai barang yang diinginkan, customer akan bernegosiasi mengenai spesifikasi bahan yang dibuat menggunakan bahan apa, pembuatan produk dengan model lukisan seperti apa, harga, produksinya periode, dan penagihan akhir serta pembayaran pada tanggal berapa. Setelah menghasilkan kesepakatan, kewajiban pihak kedua (pembuat) adalah memproduksi barang sesuai kesepakatan yang disepakati dengan pihak pertama (pembeli).

Jual beli lukisan yang dilakukan di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur di dasari oleh rasa saling percaya antara dua belah pihak yang bertransaksi, yaitu antara pihak penjual dan pihak pembeli. Adanya kepercayaan ini berimplikasi pada tidak diperlukannya jaminan pada akad jual beli.

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul dari praktek jual beli lukisan yang terjadi pada para Pelukis di Pekalongan perlu di teliti dan dikaji lebih lanjut untuk memberikan solusi agar pada masa mendatang dapat dilakukan jual beli yang benar sesuai dengan hukum Islam dan bermanfaat bagi kepentingan umum dan umat Islam secara khususnya.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Jual Beli Lukisan Di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki sistem dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan tata aturan mu’amalah khususnya dalam implementasi akad terhadap jual beli lukisan di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian yang bersifat deskriptif.

Data diperoleh dari buku-buku dan jurnal yang berhubungan dengan objek penelitian. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara, dokumentasi dan observasi kemudian semua data-data tersebut dianalisis dengan data kualitatif dan dengan cara berfikir induktif.

Menurut analisis Hukum Ekonomi Syariah, Akad jual beli Lukisan di Kecamatan Pekalongan, yang dilakukan dengan sistem draw on demand, akad yang dilakukan dalam jual beli lukisan ini sudah memenuhi syarat-syarat dan rukun-rukun yang telah ditetapkan oleh Hukum Ekonomi Syariah.

(7)

vii

ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Fajar Tirta Asta

NPM : 14127869

Jurusan : Hukum Ekonomi Syariah (Hesy) Fakultas : Syariah

Menyatakan bahwa skripsi ini secara keseluruhan adalah asli hasil penelitian saya kecuali bagian-bagian tertentu yang dirujuk dari sumbernya dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Metro, Maret 2021 Yang Menyatakan,

Fajar Tirta Asta NPM. 14127869

(8)

viii MOTTO

َنوُكَت ْنَأ ذلَ ا ِلِطاَبْم ِبِ ْ ُكَُنْيَب ْ ُكَُماَوْمَأ اوُ ُكُِأَث َلَ اوُنَمٓأ َنيِ ذلَّا اَ هيَُّأ َيَ ّ ... ْ ُكُْنِم ٍضاَرَت ْنَغ ًةَراَ ِتِ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…” (Q.S. An- Nisa’: 29)1

1 Kemenag RI, Alqur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Balitbang Diklat Kemenag RI, 2019), 112

(9)

ix

PERSEMBAHAN

Dengan hati yang ikhlas dan penuh rasa syukur kehadirat Allah SWT yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya untuk terus mengiringi langkahku mencapai cita-cita, maka keberhasilan studi ini peneliti persembahkan kepada:

1. Kedua orangtuaku yang kucintai yaitu Ayahanda Achmat Sutrisno dan Ibunda Sri Wiyatun, yang selalu memberi semangat, kasih sayang dan berjuang serta mendoakan keberhasilanku.

2. Adikku yang kucintai Khairu Zayana, Intan, dan Ahna Faldan yang selalu memberikan semangat untuk keberhasilan penulis.

3. Almamater IAIN Metro.

4. Rekan-rekan Mahasiswa IAIN Metro angkatan 2014, khususnya rekan-rekan dari Jurusan Hukum Ekonomi Syariah.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT, atas taufik hidayah dan inayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu bagian dari persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syariah IAIN Metro guna memperoleh gelar Sarjana Hukum (S.H).

Dalam upaya penyelesaian skripsi ini, peneliti telah menerima banyak bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karenanya peneliti mengucapkan terima kasih kepada

1. Dr. Hj. Siti Nurjanah, M.Ag, PIA, selaku Rektor IAIN Metro, 2. H. Husnul Fatarib, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Syariah

3. Bapak Muhamad Nasrudin, MH, selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

4. Drs. H.M. Saleh, MA, selaku Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.

5. Ibu Nety Hermawati, SH, MA, MH, selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.

6. Bapak dan Ibu Dosen/Karyawan IAIN Metro yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan sarana prasarana selama peneliti menempuh pendidikan.

Kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat diharapkan dan akan diterima dengan kelapangan dada. Dan akhirnya semoga skripsi ini kiranya dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu Hukum Ekonomi Syariah.

Metro, Mei 2021 Peneliti,

Fajar Tirta Asta NPM.14127869

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

NOTA DINAS ... iii

PERSETUJUAN ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ORISINALITAS PENELITIAN ... vii

MOTTO ... viii

PERSEMBAHAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pertanyaan Penelitian ... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Penelitian Relevan ... 6

BAB II LANDASAN TEORI ... 12

A. Hukum Ekonomi Syariah ... 12

1. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah ... 12

2. Aspek-aspek Hukum Ekonomi Syariah ... 13

3. Prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Syariah ... 14

B. Jual Beli ... 16

1. Definisi Jual Beli dalam Islam ... 16

2. Dasar Hukum Jual Beli ... 17

3. Rukun dan syarat Jual Beli ... 20

C. Jual Beli Istishna‟ ... 27

(12)

xii

D. Lukisan ... 28

1. Pengertian Lukisan ... 28

2. Bentuk-bentuk Lukisan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

A. Jenis dan Sifat Penelitian ... 31

B. Sumber Data ... 32

C. Teknik Pengumpulan Data ... 34

D. Teknik Analisa Data ... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 38

A. Gambaran Umum Masyarakat Desa Pekalongan Kabupaten Lampung Timur ... 38

1. Profil Desa Pekalongan Kabupaten Lampung Timur ... 38

2. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Pekalongan ... 40

3. Letak Geografis Desa Pekalongan... 40

4. Jumlah Penduduk Desa Pekalongan ... 41

5. Tingkat Pendidikan Desa Pekalongan ... 41

6. Mata Pencaharian Penduduk Desa Pekalongan ... 41

7. Sarana Prasarana Desa Desa Pekalongan ... 42

8. Jumlah Penganut Agama di Desa Pekalongan ... 42

B. Praktik Jual Beli Lukisan di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur ... 43

C. Analisis Hukum Ekonomi Syariah Tentang Praktik Jual Beli Lukisan di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur ... 55

BAB V PENUTUP ... 61

A. Simpulan ... 61

B. Saran ... 62 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jumlah Penduduk ... 41

Tabel 4.2 Tingkat Pendidikan ... 41

Tabel 4.3 Tingkat Mata Pencaharian ... 41

Tabel 4.4 Sarana dan Prasarana ... 42

Tabel 4.5 Keagamaan ... 42

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 Struktur Kepengurusan Desa Pekalongan ... 40

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

1. SK Bimbingan

2. Kartu Konsultasi Bimbingan Skripsi 3. Outline

4. Alat Pengumpul Data (APD) 5. Surat Riset

6. Surat Tugas

7. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Riset 8. Foto-Foto Dokumentasi

9. Surat Keterangan Bebas Pustaka 10. Riwayat Hidup

(16)

A. Latar Belakang Masalah

Merebaknya para pelukis di Indonesia, terkhusus Desa Pekalongan sangat beriringan dengan semakin derasnya permintaan lukisan dari para pelanggan, baik berupa lukisan dua ataupun tiga dimensi. Para pelanggan lukisan umumnya menggunakan lukisan ini sebagai hadiah wisuda, pernikahan, pajangan/koleksi pribadi, dan lain-lain.

Ada beberapa macam sistem jual beli pada lukisan, salah satunya dengan membeli dan menjual atau memesan jasa dengan kriteria tertentu yang dikenal sebagai bai istisna‟.1 Hidayah dkk. Mencatat bahwa “Transaksi jual beli Istishna’ merupakan kontrak penjualan antara mustashni’ (pembeli) dan shani’ (pembuat barang/penjual). Dalam kontrak ini shani’ menerima pesanan dari mustashni’. Shani’ lalu berusaha sendiri ataupun melalui orang lain untuk membuat mashnu’ (pokok kontrak) menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada mustashni’. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran.”2 Obyek dalam akad Istisna’ merupakan komoditas yang bisa diproduksi dari karya manusia atau pabrik. Bahan dasar

1 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2008), 47.

2 Muhammad Rizki Hidayah, Kholil Nawawi, Suyud Arif, Analisis Implementasi Akad Istishna’ Pembiayaan Rumah (Studi Kasus Developer Property Syariah Bogor), dalam Jurnal Ekonomi Islam, (Bogor: Universitas Ibn Khaldun Bogor, Volume 9, Nomor 1, Mei 2018), 4.

(17)

yang digunakan untuk membuat barang tersebut berasal dari orang yang membuatnya atau si penerima pesanan.3

Dalam pasal 108 KHES disebutkan: “Setelah akad jual beli pesanan mengikat, tidak satu pihak pun boleh tawar-menawar kembali terhadap isi akad yang sudah disepakati. Apabila objek dari barang pesanan tidak sesuai dengan spesifikasinya, maka pemesan dapat menggunakan hak pilihan (khiyar) untuk melanjutkan atau membatalkan pesanan.”4

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa obyek dalam akad istisna’

adalah barang-barang buatan atau hasil karya. Barang-barang buatan atau hasil karya dapat ditemui dalam industri kreatif. Di kecamatan Pekalongan kabupaten Lampung Timur banyak pelaku usaha yang menekuni bidang industri kreatif, salah satunya adalah pelaku usaha yang berprofesi sebagai pelukis. Pelukis adalah salah satu profesi yang menghasilkan barang-barang buatan atau hasil karya sebagai obyek yang diperjual belikan berupa lukisan.

Bidang usaha pembuatan lukisan, dimana usaha ini sudah memiliki konsumen dari daerah bahkan luar daerah, sistem praktek jual beli meliputi pihak kedua (pembuat) dan pihak pertama (pembeli), sebelum pembuatan pengecatan ada kesepakatan untuk memenuhi kebutuhan customer sesuai barang yang diinginkan, customer akan bernegosiasi mengenai spesifikasi bahan yang dibuat menggunakan bahan apa, pembuatan produk dengan model lukisan seperti apa, harga, produksinya periode, dan penagihan akhir serta pembayaran pada tanggal berapa. Setelah menghasilkan kesepakatan,

3 Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer.(Yogyakarta: Kaukaba Dipantara, 2015). 79

4 Pasal 108 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES).

(18)

kewajiban pihak kedua (pembuat) adalah memproduksi barang sesuai kesepakatan yang disepakati dengan pihak pertama (pembeli).

Jual beli lukisan yang dilakukan di Kecamatan Pekalongan Kabupaten Lampung Timur didasari oleh rasa saling percaya antara dua belah pihak yang bertransaksi, yaitu antara pihak penjual dan pihak pembeli. Adanya kepercayaan ini berimplikasi pada tidak diperlukannya jaminan pada akad jual beli. Setelah penjelasan singkat tentang sistem yang digunakan dalam transaksi jual beli lukisan tersebut diketahuilah bahwa akad yang digunakan adalah istishna’.

Permasalahan yang timbul ketika terjadi jual beli lukisan dengan akad istishna‟ antara pelukis di Pekalongan dan pembelinya ialah akad ini hanya didasari oleh rasa saling percaya kedua belah pihak. Sehingga dalam perjalanannya, sering tidak sesuai dengan apa yang diharapkan pada salah satu pihak.

Dalam satu kasus, jual beli lukisan yang lebih condong pada prinsip- prinsip akad istisna‟tersebut pihak pertama terkadang mengerjakan pesanan para customer mereka dengan tidak maksimal, karena terbatasnya modal yang mereka miliki pada saat mengerjakan pesanan tersebut, sedangkan mereka butuh tambahan alat/bahan yang mungkin harus digunakan untuk menyelesaikan pesanan tersebut

Di sisi lain, karena terbatasnya modal pihak pertama (pembuat) untuk membuat pesanan pihak kedua (pemesan), tentu akan berdampak pada pesanan yang dihasilkan yang rata-rata tidak memenuhi spesifikasi lukisan

(19)

yang sudah dipesan. Sehingga pihak kedua (pemesan) merasa kurang puas karena tidak sesuai dengan spesifikasi yang diminta.

Pada contoh kasus seperti hasil wawancara dengan salah satu konsumen bernama Henni, ia mengungkapkan bahwa motif ia memesan ke pelukis ini (read. Mas Dian) karena pelukis tersebut merupakan kakak tingkatnya dulu sewaktu SMP, sehingga sedikit banyak saudari Henni mengetahui hasil hasilkarya lukisan Mas Dian, dengan begitu ia sedikit lebih yakin untuk memesann kepadanya, namun ketidakpuasan muncul ketika gambar yang ia pesan dikirim ke ayah dan adik Henni di luar kota, yang kemudian ayahnya menanyakan kenapa lukisan yang Henni kirimkan tidak terlalu mirip wajah ayahnya. Oleh karena itu saudari Henni berinisiatif menghubungi pelukis dengan menayakan apakah lukisannya bisa diperbaiki, namun pelukis memberikan jawaban bahwa lukisannya tidak bisa diperbaiki karena akan membuat kotor permukaan lukisan.5

Kemudian peneliti mengkonfirmasi kepada Pelukis, Mas Dian, tentang permasalahan ini, beliau menanggapi tentang lukisan yang saudari Henni pesan, beliau mengaku telah menawarkan untuk melukis ulang lukisan yang ia pesan dengan catatan menambah biaya setengah harga dari harga awal, dengan alasan untuk membiayai bahan yang akan ia beli, namun Henni menolak. Terkait ketidakmiripan lukisan tersebut Mas Dian berpendapat

5 Henni, Konsumen, wawancara pada saat prasurvey pada tanggal 16 Maret 2020

(20)

bahwa foto yang saudari Henni kirimkan kurang jelas, sehingga agak kesulitan ketika akan melakukan sketsa pada lukisan tersebut.6

Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang muncul dari praktek jual beli lukisan yang terjadi pada para Pelukis di Pekalongan perlu di teliti dan dikaji lebih lanjut untuk memberikan solusi agar pada masa mendatang dapat dilakukan jual beli yang benar sesuai dengan hukum Islam dan bermanfaat bagi kepentingan umum dan umat Islam secara khususnya. Maka dari itu, penulis tertarik untuk mengangkatnya dalam suatu penelitian dengan judul: “Tinjauan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Jual Beli Lukisan Di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur”.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini adalah: “Bagaimana pandangan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Jual Beli Lukisan dengan akad Istishna‟

Di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur?”

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada latar belakang di atas, permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pandangan Hukum Ekonomi Syariah Terhadap Praktik Jual Beli Lukisan dengan akad Istishna‟ Di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

6 Mas Dian, Pelukis, wawancara pada saat prasurvey pada tanggal 18 Maret 2020

(21)

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa benefit yang utamnya adalah:

a. Secara Teoritis

1) Memberikan alternative gambaran mengenai kajian hukum Istishna‟

pada tataran praktis dalam kehidupan masyarakat;

2) Sebagai landasan bagi para pihak yang akan melaksanakan penelitian atau kajian tentang hukum ekonomi Syariah pada tataran sosiologis.

b. Secara Praktis

1) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi semua elemen masyarakat agar tidak mempraktekkan kegiatan muamalah yang dilarang oleh Allah SWT.

2) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk memperbaiki sistem dalam masyarakat yang tidak sesuai dengan tata aturan mu’amalah khususnya dalam implementasi akad terhadap jual beli lukisan di Pekalongan kabupaten Lampung Timur.

D. Penelitian Relevan

Berdasarkan penelusuran penulis di berbagai perpustakaan digital perguruan tinggi di Indonesia, penulis menemukan beberapa penelitian yang sebelumnya secara umum relevan dengan penelitian penulis, karena di antaranya karya dalam penelitian terkait, akad jual beli dengan system pemesanan (istihna‟), sudah dilakukan oleh banyak langan, khususnya para

(22)

mahasiswa yang sedang menyusun penelitian tugas akhir. Setidaknya ada beberapa yang dapat penulis temui, antara lain:

1. Irfan Lesmana, Mahasiswa Jurusan Hukum Ekomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri Bengkulu, Tahun 2019“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Sketsa dan Karikatur Wajah di Toko Corat Coret Lukisan Kelurahan Lingkar Barat Bengkulu”,7 fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui persoalan yang terjadi dalam jual beli lukisan secara mendalam dan menyeluruh tentang sistem dan tinjauan hukum Islam terhadap jual beli sketsa dan karikatur wajah yang bertempat di toko Corat Coret Lukisan kelurahan Lingkar Barat Bengkulu.Irfan Lemana mendapatkan dua kesimpulan mendasar yaitu pertama bahwa dalam praktek jual beli sketsa dan karikatur di toko Corat Coret Lukisan Kelurahan Lingkar Barat Bengkulu terdapat dua sistem jual beli yang digunakan dalam transaksinya saitu jual beli dengan sistem lanjar dan jual beli dengan langsung lunas. Kedua hasil dari peninjauan di lapangan terhadap praktek jual beli sketsa dan karikatur wajah di toko Corat Coret Lukisan bisa disimpulkan bahwa dalam tinjauan muamalah hukum Islam sistem atau akad jual beli tersebut belum termasuk jual beli pesanan atau istishna dan ketika terjadi masalah seperti halnya jika transaksi atau membuat kesepakatan antara pembeli dan penjual tidak dilakukan dengan transparan sehingga pada akhirnya mendapatkan kerugian maka tidak ada cara untuk menanggulangi atau menyelesaikan masalah tersebut dengan

7Irfan Lesmana, Skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Sketsa dan Karikatur Wajah di Toko Corat Coret Lukisan Kelurahan Lingkar Barat Bengkulu”, (Bengkulu:

Institut Agama Islam Negeri Bengkulu, 2019).

(23)

baik karena tidak adanya khiyar dalam kesepakatan jual beli tersebut sehingga menjadi kelemahan dalam jual beli lukisan dalam prakteknya di toko Corat Coret Lukisan Kelurahan Lingkar Barat Kota Bengkulu.

Secara umum penelitian tersebut juga memiliki relevansi terhadap penelitian peneliti untuk mengetahui perspektif hukum Ekonomi Islam terhadap aspek praktek akad jual beli yang dipaparkan dalam penelitian.

Adapun perbedaannya dengan penelitian ini adalah jika dalam penelitian tersebut adalah sistem jual beli yang digunakan diketahui belum bisa dikatakan dengan istishna namun dalam penelitian ini yang ingin digali lebih dalam adalah sistem apa saja yang mungkin digunakan dalam jual beli lukisan di Pekalongan kabupaten Lampung Timur. Pada masalah yang ada pada penelitian tersebut juga disebutkan bahwa tidak adanya khiyar yang digunakan dalam akad jual beli sketsa dan karikatur menjadi masalah mendasar terjadinya kerugian dan tidak tercipta rasa ridho pembeli karena kecewa terhadap hasil pesanan lukisan karena tidak sesuai dengan yang diharapkannya serta harga yang ditetapkan di awal tidak bisa dirubah, sedangkan jika dibandingkan dengan permasalahan jual beli lukisan yang dilakukan para pelukis di Pekalongan kabupaten Lampung Timur lebih luas lagi karena peneliti menemukan jika kerugian terjadi bisa menimpa pembeli dan pembuat lukisan.

Disebutkan pada penelitian terdahulu tersebut bahwa tidak terdapat khiyar yang menjadi pemicu terjadinya kerugian, namun pada permasalahan yang terjadi pada jual beli lukisan di pekalongan tetap

(24)

terjadi walau sudah menggunakan khiyar pada akad jual belinya.

Penyelesain masalah yang dilakukan tidak seperti yang terjadi di jual beli sketsa wajah dan karikatur seperti yang sudah dijelaskan oleh peneliti sebelumnya, dimana pemesan tetap harus melunasi pemesanan walau hasilnya tidak sesuai dengan harapan si pemesan. Dalam penelitian yang di lakukan pada jual beli lukisan di pekalongan penyelesaian masalah dilakukan dengan lebih dari yang telah dilakukan pada jual beli sketsa wajah dan karikatur yang dipaparkan peneliti tersebut.

2. Yulita Aulia, Mahasiswa jurusan Hukum Ekonomi Syariah, Institut Agama Islam Negeri Metro, dengan Judul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Lukisan Digital Gambar Manusia”, 8 Fokus penelitian ini adalah mengetahuai bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap jual beli lukisan digital bergambar manusia.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, jual beli lukisan digital gambar manusia ditinjau dari hukum Islam diperbolehkan atau halal hukumnya karena lukisan digital dinilai berbeda dengan melukis makhluk bernyawa yang telah diharamkan dalam hadist-hadist Rasulullah SAW karena dalam pembuatan lukisan digital hanya dilakukan dengan memodifiasi foto yang akan dilukis secara digital dan tidak dilakukan dengan cara melukis menciptakan atau menirukan bentuk makhluk ciptaan seperti yang telah dilarang dalam beberapa hadist yang terkait dengan hukum lukisan, serta alasan dihalalkannya jual beli lukisan digital menurut

8Yulita Aulia, Skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Lukisan Digital Gambar Manusia (Kota Metro: Institut Agama Islam Negeri Metro, 2018)

(25)

penelitian tersebut adalah hasil dari karya lukisan digital tersebut tidak digunakan untuk sesembahan atau diagung agungkan layaknya berhala seperti zaman dahulu, yang mana dalam hal ini sesuai dengan penjelasan jumhur ulama. Terakhir menurut penelitian tersebut dihalalkannya lukisan digital adalah bentuk dari lukisan digital masih sesuai dan tidak melanggar hukum Islam seperti tidak mengandung unsur pornografi dan penyimpangan seksual serta tidak menyalahi aturan ketauhidan.

Secara umum penelitian tersebut juga memiliki relevansi terhadap penelitian peneliti yakni untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap jual beli lukisan. Adapun perbedaanya terdapat pada barang yang diperjual belikan yaitu dalam penelitian tersebut barang yang diperjual belikan adalah lukisan digital sedangkan dalam penelitian ini barang yang diperjual belikan adalah lukisan manual atau karya tangan manusia serta fokus permasalahan yang berbeda, yaitu dalam penelitian tersebut berfokus hanya pada masalah tinjauan hukum lukisan digital saja sedangkan dalam penelitian ini selain berfokus pada tinjauan hukum Islam juga membahas tentang sistem apa saja yang digunakan jual beli lukisan di Pekalongan kabupaten Lampung Timur.

3. Ketiga, karya Ajeriyah dalam penelitiannya yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Pesanan/Al-Istishna di Malengkeri Raya Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota

(26)

Makassar”.9 Ajeriyah menyimpulkan bahwa “praktik jual beli pesanan/Al- istishna di Malengkeri Raya Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar, sudah sesuai dengan hukum Islam atau Syariah dimana akad transaksi yang dilakukan penjual (orang yang menawarkan barang) dengan pelanggannya (pembeli, orang yang memesan barang) harus ada kesepakatan atas harga dan sistem pembayarannya, dan penjual mencatat di buku tulis/agenda untuk mengetahui nama pelanggannya, penentuan dan pematokan harga berdasarkan Surah Al-Baqarah ayat 282, dan waktu pembayarannya disesuaikan dari akad yang telah disepakati antar kedua belah pihak (penjual ataupun pembeli)”.

Penelitian tersebut memiliki relevansi pada bahasan tinjauan hukum Islam terhadap jual beli. Perbedaannya terletak pada penelitian ini terfokus pada jual beli lukisan serta permasalahan yang timbul dari praktek jual belinya, sedangkan penelitian tersebut Jual beli istishna’secara umum, tanpa mencantumkan barang spesifik yang diperjualbelikan.

9Ajeriyah. Skripsi “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Pesanan/Al- Istishna di Malengkeri Raya Kelurahan Mangasa Kecamatan Tamalate Kota Makassar”

(Makassar: UIN Alaudin, 2012)

(27)

LANDASAN TEORI

A. Hukum Ekonomi Syariah

1. Pengertian Hukum Ekonomi Syariah

Hukum merupakan aturan tentang pola perilaku masyarakat, aturan pada saat tertentu dipergunakan oleh masyarakat sebagai bentuk jaminan dari kemaslahatan bersama yang apabila aturan tersebut dilanggar berdampak pada reaksi kolektif terhadap orang yang melanggar.1

Hukum Ekonomi syariah ialah usaha atau kegiatan yang dilakukan perseorangan atau kolektif, badan usaha yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum dengan tujuan memenuhi kebutuhan yang bersifat komersial maupun tidak dengan berpedoman pada prinsip syariah.2

Hukum Ekonomi Syariah memiliki arti Hukum Ekonomi Islam yang digali dari sistem ekonomi Islam yang ada dalam masyarakat, yang merupakan pelaksanaan fiqh dibidang ekonomi oleh masyarakat. Dalam rangka menciptakan ketertiban hukum dan menyelesaikan masalah sengketa yang pasti timbul pada interaksi ekonomi, maka masyarakat membutuhkan hukum untuk mengatur pelaksanaan ekonomi.3

1 C.S.T. Kansil & Christine S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Indonesia, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2011), 31

2 Pusat Pengakajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Edisi Revisi, (Jakarta: Kencana, 2017), 3

3 Eka Dina Armanita, “Tanah Wakaf Sebagai Jaminan Utang dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah”, (Skripsi: Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah, IAIN Metro tahun 2017), 37

(28)

Merujuk pada beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa Hukum Ekonomi Syariah merupakan seperangkat aturan yang ditetapkan guna melakukan transaksi muamalah umat manusia agar sesuai dengan pedoman hukum Islam yang bersumber dari Al-Quran dan hadis.

2. Aspek-aspek Hukum Ekonomi Syariah

Aspek-aspek Hukum Ekonomi Syariah antara lain sebagai berikut:

a. Pemilikan

Menurut sistem hukum ekonomi syariah:

1) pemilikan bukanlah penguasaan mutlak atas sumber-sumber ekonomi, tetapi kemampuan untuk memanfaatkannya;

2) lama pemilikan atas sesuatu benda terbatas pada lamanya manusia hidup ini dan kalau ia meninggal dunia, harta kekayaannya harus dibagikan kepada ahli warisnya menurut ketentuan yang ditetapkan Allah (Qs. An-Nisa: 7, 11, 12, 176);

3) Sumber-sumber daya alam yang menyangkut kepentingan umum atau yang menjadi hajat hidup orang banyak harus menjadi milik umum atau negara, atau sekurang-kurangnya dikuasai oleh negara kepentingan umum atau orang banyak.

b. Keseimbangan

Aspek keseimbangan harus dijaga sebaik-baiknya, bukan saja antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat, tetapi juga keseimbangan antara kepentingan perorangan dengan kepentingan

(29)

umum. Di samping itu, harus dipelihara keseimbangan antara hak dan kewajiban.

c. Keadilan

Aspek keadilan harus diterapkan dalam setiap segi kehidupan manusia terutama dalam kehidupan hukum, sosial, politik, dan ekonomi, karena keadilan adalah titik tolak sekaligus proses dan tujuan semua tindakan manusia.4

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek Hukum Ekonomi Syariah yaitu pemilikan, keseimbangan, dan keadilan.

Ketiga nilai-nilai dasar tersebut merupakan pangkal (asal) dari anjuran zakat pelarang riba dan judi, dan kerjasama ekonomi.

3. Prinsip-prinsip Hukum Ekonomi Syariah

Terdapat beberapa prinsip dasar hukum ekonomi Islam yaitu:

a. Al-lman.atau.ekonomi.ketuhanan.dimana.aqidah merupakan dasar pertama, sebagai tolak sentral dalam pemikiran.seorang muslim.dan dengannya pula seorang muslim atau pemikir muslim akan.menemukan ruang lingkup aqidah yang dipercayainya.

b. Dasar khilafah, dengan dasar ini dimaksudkan manusia harus membangun bumi, manusia memiliki harta sebagai wakil dari Allah dan manusia.berhak memiliki atau rnenggunakan harta sesuai dengan kedudukan sebagai wakil karena.pemilikan adalah motivasi utama untuk.pengembangan.dan produksi.

4Zainudin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), 5

(30)

c. Dasar keadilan dan keseimbangan (equiblirium), dimana keadilan merupakan isi pokok dari maqashid syari'ah sedangkan keseimbangan yang dimaksud adalah keseimbangan kebutuhan materi dan rohani, keseimbangan antara kepentingan individu (al-fard) dan publik ('am), juga seimbang antara sikap berlebih-lebihan dan sikap terlalu bakhil dalam hal konsumsi atau pemakaian harta.5

Pendapat lain mengatakan bahwa prinsip-prinsip yang mendasari ekonomi syari’ah adalah:

a. Keadilan

Kegiatan ekonomi yang dijalankan harus secara transparan dan jujur serta tidak ada eksploitasi terhadap lawan transaksi atas dasar kontrak yang adil.

b. Menghindari kegiatan yang merusak

Larangan untuk melakukan transaksi atas barang-barang yang dapat merugikan dan membahayakan manusia dimana termasuk proses pembuatan produk tersebut.

c. Kemaslahatan Umat

Berarti tidak diperkenankannya spekulasi dan adanya pemerataan dalam hal kepemilikan akses yang sebesar-besarnya bagi masyarakat untuk memperoleh sumberdaya.6

5Erina Pane, Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Hukum Islam, (Bandar Lampung: Jurnal Pranata Hukum IAIN Bandar Lampung, Vol. 2, No. 1, 2017), 65

6Buchari Alma & Donni Juni Priansa, Manajemen Bisnis Syariah, Menanamkan Nilai dan Praktik Syariah dalam Bisnis Kontemporer, (Bandung; Alfabeta, 2014), 84

(31)

Berdasarkan beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa apabila dalam praktik transaksi sesuai dengan beberapa prinsip sebagaimana telah disebutkan di atas, yaitu keadilan, menghindari kegiatan yang merusak, dan mementingkan kemaslahatan umat, maka praktik transaksi tersebut telah sesuai standar Hukum Ekonomi Syariah yang benar.

B. Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli (al-bai’) secara etimologis atau bahasa adalah pertukaran barang dengan barang (barter).Jual beli merupakan istilah yang dapat digunakan untuk menyebut dari dua sisi transaksi yang terjadi sekaligus, yaitu menjual dan membeli. Jual beli dalam istilah fiqh berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain.7

Menurut terminologi, yang dimaksud dengan Jual beli adalah penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantiannya dengan cara yang dibolehkan.8

Definisi lain dikemukakan ulama Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah. Menurut mereka, jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan.Dalam hal ini, mereka melakukan penekanan kepada kata milik dan pemilikan, karena

7Imam Mustofa, Fiqih Mu’amalah Kontemporer, (Metro: STAIN Jurai Siwo, 2014), 19.

8Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Kencana, 2010), 67.

(32)

ada juga tukar-menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-menyewa (ijarah).9

Berdasarkan..uraian.di atas, dapat dipahami.bahwa hukum jual beli adalah penukaran benda menggunakan uang atau barang lain dengan persetujuan kedua belah pihak saling merelakan untuk dipindah hak kepemilikannya.

2. Dasar Hukum Jual Beli

Hukum Islam adalah hukum yang mencakup segala aspek kehidupan dalam Al-Qur’an, Sunnah, Hadits, dan Ijma’ telah memberikan rambu tertentu dalam masalah jual beli, yaitu:

a. Al-Qur’an

... ۚ َبِِّرما َمذرَحَو َعْيَبْما ُ ذللَّا ذلَحَأَو ...

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”(Q.S. Al-Baqarah: 275)10

ُْكَُنْيَب ْ ُكَُماَوْمَأ اوُ ُكُِأَث َلَ اوُنَمٓأ َنيِ ذلَّا اَ هيَُّأ َيَ

ْنَغ ًةَراَ ِتِ َنوُكَت ْنَأ ذلَ ا ِلِطاَبْم ِبِ ّ

... ْ ُكُْنِم ٍضاَرَت

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu…” (Q.S. An-Nisa’: 29)11

9 Nasrun Harun, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 112.

10 Kemenag RI, Alqur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Balitbang Diklat Kemenag RI, 2019), 61

11 Kemenag RI, Alqur’an dan Terjemahannya (Jakarta: Balitbang Diklat Kemenag RI, 2019), 112

(33)

Transaksi jual beli hendaknya membawa manfaat bagi kedua belah pihak, baik pihak penjual dan pihak pembeli.Oleh sebab itu, masing-masing pihak harus menaati peraturan dan ajaran agama.Salah satu ketentuan agama Islam dalam hal transaksi jual beli adalah hendaknya pihak penjual dan pembeli dalam transaksi jual beli harus sama-sama suka (tidak ada unsur paksaan).

Oleh karena itu, dalil ayat Al-Qur’an di atas yakni QS. An- Nisa’ (4): 29, menegaskan bahwa transaksi jual beli itu harus atas dasar suka sama suka antara pihak penjual dan pihak pembeli. Jual beli akan sah, apabila di antara kedua pihak sama-sama menyetujuinya.

Dan di dalam ayat di atas tersebut, penegasan Allah SWT melarang umat Islam yang beriman untuk memakan harta orang lain secara batil (tidak benar) kecuali dalam jalan perniagaan, tukar-menukar, atau jual beli yang berlaku karena adanya kesukaan antara kedua belah pihak atau kerelaan tanpa ada pihak yang dirugikan.

b. Sunnah

َذلّ َسَو ِوْيَلَػ ُ ذللَّا ذلَّ َص ِ ذللَّا ُلو ُسَر َلِئ ُ س ُلَ َعَ :َلاَق ؟ ُبَي ْطَاِب ْ سَكْما هيَأ

ٍروُ ْبَْم ٍعْيَب ه ُكَُو ِهِدَيِب ِلُجذرما )

كمالحايحصحورابزماىاور (

“Rasulullah SAW. bersabda ketika ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan yang paling baik: Rasulullah SAW. ketika itu menjawab: Pekerjaan yang dilakukan dengan tangan seseorang sendiri dan setiap jual beli yang diberkati (jual beli yang jujur tanpa diiringi kecurangan).”

(34)

Diriwayatkan dari Rafi’ bahwa Rasulullah SAW.telah ditanya orang tentang amal usaha yang paling baik. Jawaban beliau seperti hadits di atas.

c. Hadits

ُوذهَأ َذلّ َس َو ِوْيلَػ ُالله ذلَّ َص ِالله ِلْو ُسَر ْنَغ اَمُ ْنَْغ ُالله َضي َر َرَ ُعَ ِنبا ِنَغ ٍدِحاَو ه ُكَُف ِنَلاُجذرما َعَياَبَث اَذ ا َلاَق ّ ْوَأ اًؼْيِ َجَ َنَ َكَ َو اَقذرَفَتَي ْمَماَم ِراَيِخْم ِبِ اَمُ ْنِْم

ُ ِّيَ ُيُ

َرَرٓخا اَ ُمَ ُدَحَأ ْنَأ َدْؼَب اَقذرَفَث ْن

ّ اَو ُعْيَبْما َبَجَو ْدَقَف َ ِلَِذ َلََّػ اَؼَياَبَتَف

)يراخبما هاور(ُعْيَبْما َبَجَو ْدَقَف َعْيَبْما اَمُ ْنِْم ٌدِحاَو ْكُ ْتَْي ْمَمَو اَؼَياَبَتَي

“Dari Abdullah bin Umar r.a., dari Rasulullah SAW., beliau bersabda, jika dua orang saling berjualbeli, maka masing-masing di antara keduanya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang di antara keduanya memberi pilihan kepada yang lain, lalu keduanya menetapkan jualbeli atas dasar pilihan itu, maka jual beli menjadi wajib”12

َذلّ َسَو ِوْيَلَػ الله لَّص الله ُلْو ُسَر َلاَق ُوْنَغ ُالله َ ِضياَر ٍماَزِح ِنْب ِ ْيِْكَح ْنَغ َلاَق ْوَأ اَقذرَفتَي ْلماَم ِراَيِلخ ِبِ ِناَؼِّيَبْما اَقّرَفَتَي ّتَّح

ِفِ اَمُيَم َكِروُب اَنّيَبَو َقَد َص ْنِاَف

)يراخبما هاور( اَمِيِؼْيَب ُةَلَرَب ْتَقِحُم َبَِذَلَو اَمَتَل ْن

ّ اَو اَمِيِؼْيَب

“Dari Hakim bin Hizam, dia berkata, Rasullullah Shalllalahu Alaihi wa Sallam bersabda, „Dua orang yang jual beli mempunyai hak pilih selagi belum saling berpisah‟, atau beliau bersabda, „Hingga keduanya saling berpisah, jika keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka keduanya diberkahi dalam jual-beli itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan dan berdusta, maka barakah jual-beli itu akan dihapuskan‟.13

12Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam, Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim, terj.

Kathur Suhardi dari judul asli Tasisirul-Allam Syarh Umdatul-Ahkam, (Jakarta: Darul Falah, 2002), 676.

13Kathur Suhardi, Edisi Indonesia: Syarah Hadits Pilihan Bukhari Muslim, (Jakarta:

Darul Falah, 2002), 580.

(35)

d. Ijma’

Ijma’ dari berbagai kalangan mazhab telah bersepakat akan disyariatkannya dan dihalalkannya jual beli. Jual beli sebagai muamalah melalui sistem barter telah ada sejak zaman dahulu. Isalm datang memberi legitimasi dan memberi batasan dan aturan agar dalam pelaksanaannya tidak terjadi kedzaliman atau tindakan yang dapat merugikan salah satu pihak.14

Berdasarkan kandungan ayat-ayat Al-Qur’an, Sunnah Rasulullah SAW., Hadits, dan Ijma’, maka dapat dipahami bahwa hukum jual beli adalah boleh, bahkan pada situasi-situasi tertentu hukum jual beli berubah menjadi wajib, apabila jual beli tersebut dilakukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup seseorang agar terpenuhi segala kebutuhan hidupnya.

3. Rukun dan Syarat Jual Beli a. Rukun Jual Beli

Sebagai salah satu bentuk transaksi, dalam jual beli harus ada beberapa hal agar akadnya dianggap sah dan mengikat.Beberapa hal agar tersebut disebut sebagai rukun.Ulama Hanafiyah menegaskan bahwa rukun jual beli hanya satu, yaitu ijab. Menurut mereka hal yang paling prinsip dalam jual beli adalah saling rela yang diwujudkan dengan kerelaan untuk saling memberikan barang.Maka, jika telah terjadi ijab, di situ jual beli telah dianggap berlangsung.Tentunya

14Imam Mustofa, Fiqih Mu‟amalah Kontemporer…, 22.

(36)

dengan adanya ijab, pasti ditemukan hal-hal terkait dengannya, seperti para pihak yang berakad, obyek jual beli, dan nilai tukarnya.15

Dalam menentukan rukun jual beli, terdapat perbedaan pendapat antara ulama Hanafiyah dan jumhur ulama.Menurut mereka (jumhur ulama) yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah kerelaan (ridha atau tara’dhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual beli. Akan tetapi, jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:

1) Ada orang yang berakad atau al-muta’aqidain (penjual dan pembeli).

2) Ada sighat (lafal ijab dan kabul).

3) Ada barang yang dibeli.

4) Ada nilai tukar pengganti barang.

Menurut ulama Hanafiyah, orang yang berakad, barang yang dibeli, dan nilai tukar barang termasuk ke dalam syarat-syarat jual beli, bukan rukun jual beli.16

Berdasarkan perbedaan di atas mengenai rukun jual beli, peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa rukun jual beli ialah Akad (ijab dan kabul), para pihak (penjual dan pembeli), dan barang yang diperjualbelikan (objek barang), serta nilai tukar barang, yaitu uang.

Mengucapkan dalam akad merupakan salah satu cara lain yang dapat ditempuh dalam mengadakan akad, tetapi ada juga dengan cara

15Imam Mustofa, Kajian Fiqih Kontemporer, (Metro: IAIN Metro Lampung, 2017), 72.

16Siah Khosi’ah, Fiqh Muamalah Perbandingan, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 115.

(37)

lain yang dapat menggambarkan kehendak untuk berakad. Para ulam menerangkan beberapa cara yang ditempuh dalam akad, di antaranya:

1) Dengan cara tulisan, misalnya, ketika dua orang yang terjadi transaksi jual beli yang berjauhan, maka ijab dan kabil dengan cara tulisan (khitbah).

2) Dengan cara isyarat, bagi orang yang tidak dapat melakukan akad jual beli dengan cara ucapan atau tulisan, maka boleh menggunakan isyarat. Sehingga muncullah kadiah: “Isyarat bagi orang bisau sama dengan ucapan lidah.”

3) Dengan carata‟ahi (saling memberi), misalnya, seseorang melakukan pemberian kepada orang lain, dan orang yang diberi tersebut memberikan imbalan kepada orang yang memberinya tanpa ditentukan besar imbalan.

4) Dengan cara lisan al-hal, menurut sebagian ulama mengatakan apabila seseorang meninggalkan barang-barang dihadapan orang lain, kemudian orang itu pergi dan orang yang ditinggali barang- barang itu berdiam diri saja, hal itu dipandang telah ada akad ida‟

(titipan) antara orang yang meletakkan barang titipan dengan jalan dalalah al-hal.17

Dengan demikian, akad adalah perbuatan yang mengikat antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah apabila dari kedua belah pihak belum ada tindakan untuk melakukan ijab dan kabul dan

17Sobirin, “Jual Beli dalam Pandangan Islam, ” Jurnal dan Bisnis Islam, Vol. 3, No. 2, Desember 2015, 247.

(38)

harus menunjukkan kerelaan (keridhaan) antara dua belah pihak yang bersangkutan. Ijab dan kabul dapat dilakukan dengan lisan maupun tertulis. Ijab dan kabul juga diperbolehkan dalam bentuk perbuatan dan perkataan dengan saling memberi (penyerahan dan penerimaan). ijab dan kabul juga diperbolehkandalam bentuk isyarat (untuk orang bisu) dengan cara surat-menyurat yang intinya masih mengandung perbuatan ijab dan Kabul tersebut.

b. Syarat Jual Beli

Agar jual beli dapat dilaksanakan secara sah dan memberi pengaruh yang tepat, harus direalisasi beberapa syaratnya terlebih dahulu. Ada yang berkaitan dengan pihak penjual dan pembeli, dan ada kaitan dengan objek yang diperjualbelikan.

Pertama, yang berkaitan dengan pihak-pihak pelaku, harus memiliki kompetisi dalam melakukan aktivitas itu, yakni dengan kondisi yang sudah balig serta berkemampuan memilih.Tidak sah transaksi yang dilakukan anak kecil yang belum mumayizz, orang gila, atau orang yang dipaksa.

Kedua, yang berkaitan dengan objek jual belinya, yakni sebagai berikut: 18

1) Objek jual beli tersebut harus suci, bermanfaat, bisa serahterimakan, dan merupakan milik penuh salah satu pihak.

18Abdullah Al-Muslih dan Shalah Ash-Shawi, Fikih Ekonomi Keuangan Islam, (Jakarta:

Darul Haq, 2004), 90.

(39)

2) Mengetahui objek yang diperjualbelikan dan juga pembayarannya, agar tidak terkena faktor ketidaktahuan yang bisa termasuk menjadi kucing dalam karung, karena itu dilarang.

3) Tidak memberikan batasan waktu. Tidak sah menjual barang untuk jangka masa tertentu yang diketahui atau tidak diketahui. Seperti orang menjual rumahnya kepada orang lain dengan syarat apabila telah mengembalikan harga, maka jual beli tersebut dibatalkan. Itu disebut dengan jual beli pelunasan (bai’ al-wafa’).40

Ketiga, yang terkait dengan sighat (ijab dan kabul). Syarat yang terkait ijab dan kabul ada tiga, yaitu:

1) Ijab dan kabul harus dilakukan oleh orang yang cakap hukum.

2) Kesesuaian antara ijab dan kabul, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas.

3) Ijab dan kabul dilakukan dalam satu majelis, sekiranya para pihak yang melakukan transaksi hadir dalam satu tempat secara bersamaan, atau berada dalam suatu tempat yang berbeda, namun keduanya saling mengetahui.

Oleh karenanya akad adalah komponen yang sangat penting dalam jual beli. Akad sendiri yaitu proses untuk membuat kesepakatan-kesepakatan dalam memenuhi kebutuhan antara kedua belah pihak atau yang melakukan akad. Dalam setiap transaksi muamalah pasti terdapat yang namanya akad, dan jual beli sendiri adalah bagian dari muamalah yang membutuhkan akad.

(40)

َبِِّرما َنوُ ُكُِأَي َنيِ ذلَّا َنِم ُنا َُْي ذ َّما ُو ُُذبَخَتَي يِ ذلَّا ُموُقَي َ ََ ذلَ ا َنوُموُقَي َلَ ّ

ۚ َبِِّرما َمذرَحَو َعْيَبْما ُ ذللَّا ذلَحَأَو ۗ َبِِّرما ُلْثِم ُعْيَبْما اَمذه ا اوُماَق ْمُذنََّأِب َ ِلََِٰذ ۚ ِّسَمْما ّ َف ٰ ىَ َتَْناَف ِوِّبَر ْنِم ٌة َظِغْوَم ُهَءاَج ْنَمَف َداَػ ْنَمَو ۖ ِ ذللَّا َلَ ا ُهُرْمَأَو َفَل َس اَم ُ َلَ ّ

َنو ُ ِلِاَخ اَيهِف ْ ُهُ ۖ ِراذنما ُباَ ْصحَأ َكِئَٰ َموُأَف

Artinya: “orang-orang yang Makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al- Baqarah: 275)”

Akad dalam arti luas diartikan sebagai ikatan antara beberapa pihak, sedangkan menurut istilah akad adalah hubungan antara ijab dan qabul atas dasar yang ditentukan oleh syara’ dan mempunyai implementasi hukum.19

Para ulama fiqih seperti ulama Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah juga secara umum hampir sama mengenai syarat aqid, yaitu harus sudah baligh atau mumayyiz yang artinya sudah dewasa dan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, serta saling rela antara keduanya.20

Para ulama fiqih seperti ulama Hanafiah, Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah juga secara umum hampir sama mengenai syarat

19 Dimiyauddin Djuaini, Pengantar Fiqih Muamalah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 48.

20 Imam Syafi’i, Ringkasan Kitab Al-Umm Jilid II (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), 1.

(41)

ma‟qud „alaih, yaitu suci, dapat diserahkan, dan dapat diketahui kualitas dan kuantitasnya. akan tetapi menurut ulama hanafiyah jual beli yang tidaknampak atau tidak jelas maka fasid jual beli itu, sedangkan menurut ulama yang lain batal.21

Keempat, ada nilai tukar pengganti barang. Nilai tukar pengganti barang yaitu sesuatu yang memenuhi tiga syarat: bisa menyimpan nilai (store of value), bisa menilai atau menghargakan suatu barang (unit of account), dan bisa dijadikan alat tukar (medium of exchange).22

C. Jual Beli Istishna’

Menurut bahasa berasal dari kata عنص(shana'a) yang artinya membuat kemudian ditambah huruf alif, sin dan ta’ menjadi عنصتسا (istashna'a) yang berarti meminta dibuatkan sesuatu. Transaksi jual beli istishna’ merupakan kontrak penjualan antara mustashni’ (pembeli) dan shani’ (pembuat barang/penjual). Dalam kontrak ini shani’ menerima pesanan dari mustashni’.

Shani’ lalu berusaha sendiri ataupun melalui orang lain untuk membuat mashnu’ (pokok kontrak) menurut spesifikasi yang telah disepakati dan menjualnya kepada mustashni’. Kedua belah pihak bersepakat atas harga serta sistem pembayaran.

Secara istilah, istishna’ adalah suatu akad yang dilakukan seorang produsen dengan seorang pemesan untuk mengerjakan sesuatu yang

21 Imam Taqiyuddin Abu Bakar Al-Husaini, Terjemah Kifayatul Akhyar Jilid II, Terj.

Achmad Zainuin Dan A. Ma’ruf Asrori (Surabaya: PT Bina Ilmu Offset, 1995), 6.

22Sobirin, “Jual Beli dalam Pandangan Islam…”, 251.

(42)

dinyatakan dalam perjanjian, yakni pemesan membeli sesuatu yang dibuat oleh seorang produsen dan barang serta pekerjaan dari pihak produsen.

Jual beli istishna’ ini bisa terjadi dengan adanya ijab dari pemesan dan kabul dari si penerima pesanan. Dalam hal ini, pemesan adalah sebagai pembeli dan penerima pesanan sebagai penjual. Pada dasarnya akad istishna’

sama halnya dengan salam, dimana barang yang menjadi objek akad atau transaksi belum ada. Hanya saja, dalam akad istishna’ tidak disyaratkan memberikan modal atau uang muka kepada penerima pesanan atau penjual.

Selain itu, dalam istishna’ tidak ditentukan masa penyerahan barang.

Dari uraian di atas, dapat dipahami, bahwa istishna‟ adalah jual beli dengan cara pemesanan dari pihak pembeli atau konsumen kepada pihak penjual atau produsen yang objeknya merupakan suatu barang tertentu yang sudah dipesan berdasarkan spesifikasi permintaan tertentu. Artinya, barang yang menjadi objek jual beli masih dalam tanggungan. Akad istishna‟

menyerupai akad salam, di mana keduanya termasuk ke dalam jual beli barang yang belum berwujud. Hanya saja, perbedaannya jual beli salammensyaratkan pembayaran di awal saat kontrak dimulai, sedangkan jual beli istishna‟ tidak demikian.

Jual beli istishna‟ berdasarkan dalil Sunnah, yaitu:

ِوْيَلَػ ُ ذللَّا ذلَّ َص ذ ِبِذنما ذنَأ ُوْنَغ ُ ذللَّا َ ِضي َر ٍلْي َس ْنَغ ْنِم ٍةَأَرْما َلَ ا َل َسْرَأ َذلّ َسَو ّ

ْتَرَمَأَف ِ َبْْنِمْما َداَوْغَأ اَنَم ْلَمْؼَيْلَف ِكَدْبَغ يِرُم اَيَم َلاَق ٌراذ َنَ ٌم َلاُغ اَيَم َن َكََو َنيِرِجاَيُمْما اً َبْْنِم ُ َلَ َعَن َصَف ِءاَفْر ذُما ْنِم َع ََُقَف َبَىَذَف اَىَدْبَغ

“Dari Sahal bahwa Nabi SAW. menyuruh seorang wanita Muhajirin yang memiliki seorang budak tukang kayu. Beliau berkata kepadanya:

“Perintahkanlah budakmu agar membuatkan mimbar untuk kami.” Maka,

(43)

wanita itu memerintahkan budaknya.Maka, ghulam itu pergi mencari kayu di hutan lalu dia membuat mimbar untuk beliau.” (HR. Bukhari).23

Rukun jual beli istisna‟ adalah pemesanan (mustashni‟), penjual atau pembuat barang (sani‟), barang atau objek akad (masnu‟), dan sighat (ijab dan kabul). Ketentuan atau syarat-syarat yang terkait dengan para pihak yang berakad (mustashni‟ dan sani‟) sama dengan ketentuan yang berlaku dalam jual beli).

Demikian, rukun dan syarat melakukan jual beli istishan’, apabila spesifikasi barang tidak disebutkan dengan jelas oleh pemesan, maka jual beli istishna’ tidak sah. Karena hal ini dapat menyulitkan produsen atau pemuat barang tersebut dan dikhawatirkan akan menimbulkan perselisihan di antara keduanya.

D. Lukisan

1. Pengertian Lukisan

Gambar dalam Bahasa Arab disebut tashwir (ريوصتلا) . Kata ini berarti “menciptakan, menggambar, dan membayangkan. Diantara contohnya adalah lafadz “al-mushawwir” yang merupakan salah satu asmaul husna, artinya Allah menciptakan semua makhluk ini dan menyusunnya, yaitu dengan memberikan setiap makhluk wujud dan profil khusus yang membuat masing-masing makhluk itu berbeda dari yang lain,

23Muhammad Rizki Hidayah¹, Kholil Nawawi², Suyud Arif³ Analisis Implementasi Akad Istisna Pembiayaan Rumah, dalam jurnal ekonomi Islam. Vol. 9, Nomor 1, Mei 2018.Hal 5.

(44)

bagaimanapun beragam dan banyak jumlahnya.”24 Di antara ayat Al- Qur’an yang memuat lafal ini adalah surat Al-A’raf: 11 yaitu:

ِةَكِئلاَمْلِن اَنْلُق ذ ُثُ ْ ُكم َنَ ْرذو َص ذ ُثُ ْ ُكماَنْقَلَخ ْدَقَمَو ْمَم َسيِلْب ا لَ ّ

ّ ا او ُدَج َسَف َمَدٓخ اوُدُ ْسْا

َنيِدِجا ذسما َنِم ْنُكَي

Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu, kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”; maka mereka pun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.25

Kemudian Surat Ali Imran: 6

ُءٓا َََّي َفۡيَل ِماَحۡرَ ۡلَا ِفِ ۡ ُكم ُرِّو َصُي ۡىِ ذلَّا َوُى ُۡيِْكَحۡما ُزۡيِزَؼۡما َوُى ذلَِا َ ٰلَِا ۤ َلَ ؕ

Artinya: “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim menurut yang Dia kehendaki. Tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana”.26

Dalam kamus Lisanul Arab disebutkan demikian, Timtsal: gambar, jamaknya: tamatsil.Timtsal adalah nama bagi sesuatu yang dibuat dalam keadaan menyerupai ciptaan Allah.27

2. Bentuk-bentuk Lukisan

Para Ulama membagi gambar dalam dua macam, yaitu: 28

a. Gambar-gambar yang memiliki bayangan (patung) yang tercipta dari besi, kuningan, batu atau lainnya.

24 Wahbah az-Zuhaily, Fiqh Islam wa Adillatuhu, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani, (Jakarta:

Gema Insani, 2011), 227

25 Departemen Agama RI, Alqur‟an dan Terjemahnya 120

26 Departemen Agama RI, Alqur‟an dan Terjemahnya., 39

27 Muhammad As-Shabuni, Tafsir Ayat Ahkam minal Qur‟an, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2003), 37

28 Muhammad Ali Shabuni, Tafsir Ayat., 28

(45)

b. Gambar-gambar yang tidak memiliki bayangan (lukisan) pada kertas kayu (diukir) atau dinding, tikar, bantal, dan lainnya.

(46)

A. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research). Intinya, penelitian lapangan adalah metode untuk menemukan secara spesifik dan realistis apa yang terjadi pada suatu saat di masyarakat.

Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif-kualitatif. Penelitian kualitatif yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, dimana data yang dikumpulkan berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pakar lain mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.1

Jenis dalam penelitian kualitatif dibedakan menjadi dua yaitu penelitian kualitatif lapangan serta kualitatif kepustakaan. Adapun jenis penelitian kualitatif yang digunakan adalah penelitian kualitatif lapangan, yakni penelitian yang membahas mengenai permasalahan yang terjadi di tempat penelitian yang telah dipilih oleh Peneliti. Kemudian untuk analisis

1Lexy J. Moleong, Metodologi Pendidikan Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002), 4

(47)

data pada penelitian ini dilakukan pada kondisi alami, yang kemudian dikaji secara teoritis.2

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat diketahui bahwa dalam penelitian yang dilakukan oleh Peneliti nantinya akan berusaha mengungkapkan fenomena-fenoma yang terjadi secara alami di tempat penelitian. Berdasarkan hal tersebut Peneliti mengumpulkan data yang dilakukan melalui pengamatan terhadap objek penelitian secara langsung di tempat penelitian yang telah dipilih. Oleh Karena itu, maka dapat diketahui bahwa dalam penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang implementasi akad istishna’ terhadap jual beli lukisan di Pekalongan kabupaten Lampung Timur.

B. Sumber Data

Menurut Suharsimi Arikunto, yang dimaksud dengan sumber data dalam penelitian adalah subyek dari mana data diperoleh.3Data merupakan hasil pencatatan peneliti.Data juga dapat diartikan segala fakta dan angka yan dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi.

Dalam penelitian kualitatif terdapat sumber data yang terbagi menjadi dua, yakni sebagai berikut:

1. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah sumber data yang didapatkan dari pengamatan yang dilakukan Peneliti terhadap semua perkataan dan

2Zuhairi et.al., Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2016), 32

3Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 172.

(48)

tindakan yang dilakukan oleh objek penelitian yang berkaitan langsung dengan pokok bahasan penelitian. Sumber data primer dari penelitian ini yaitu para responden yang terkait dengan akad Istishna‟secara langsung yaitu Pelukis (pembuat) berjumlah 6 orang, yaitu Subekti, Sarmono, Alan, Dian, Rian, dan Purnomo dan Pembeli (pemesan) berjumlah 6 orang, yaitu SaudaraAgus, Dina, Putri, Henni, Andriyan, dan Indah . Sumber data tersebut digunakan untuk memperoleh informasi tentang Praktik Jual Beli Lukisan di Desa Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

2. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh peneliti dari pengamatan terhadap dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan pokok bahasan penelitian. Adapun yang termasuk dokumen pada penelitian adalah tulisan, foto, dan statistik.4

Sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak diberikan secara langsung kepada pengumpul data, tetapi bersumber dari orang lain atau dari dokumen.5 Sumber data sekunder bisa diartikan sebagai sumber data tambahan dalam suatu penelitian. Sumber data sekunder diharapkan dapat menunjang peneliti dalam mengungkapkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga sumber data primer menjadi lengkap.

Dalam penelitian ini sumber data sekunder adalah Camat Pekalongan selaku kepala wilayah tempat bermukim para pelukis di Pekalongan, kepala desa masing-masing pelukis, dan dokumen terkait

4Lexy J. Moleong, Metodologi Pendidikan Kualitatif., 157

5 Zuhairi et.al., Pedoman Penulisan., 137

(49)

kependudukan yang terdapat di Kantor Kecamatan Pekalongan Lampung Timur.

C. Teknik Pengumpulan Data

Pada penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Teknik Wawancara (Interview)

Wawancara adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Wawancara dilakukan dengan cara peneliti menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang dibutuhkan, kemudian informan menjawab. Jawaban inilah yang menjadi data utama dalam penelitian.6

Jenis wawancara yang digunakan peneliti adalah wawancara bebas terpimpin, yakni teknik interview yang dilakukan dengan membawa pedoman yang hanya merupakan garis besar tentang hal-hal yang akan ditanyakan.7

Wawancara bebas artinya peneliti dapat menanyakan apa saja yang dianggap perlu dalam wawancara tersebut, memberikan tanggapan dan juga dapat menjawab dengan bebas sesuai dengan pemikiran yang ingin diungkapkannya.8 Dengan demikian diharapkan hasil dari wawancara tersebut dapat memberi informasi yang mendetail terkait praktik jual beli lukisan di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur.

6Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta:

Rineka Cipta, 2011), 105

7 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekata Praktik (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 199.

8S. Nasution, Metode Rescarch Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Akasara, 2012), 119

(50)

Sasaran dalam wawancara ini adalah bapak Subekti, Sarmono, Alan, Dian, Rian, dan Purnomo sebagai pelukis (Shani‟), dan Agus, Dina, Putri, Henni, Andriyan, Indah sebagai pemesan/pembeli (Mustashni‟).

2. Teknik Observasi

Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan oleh Peneliti dengan cara mencatat informasi yang didapat dari penglihatan, pendengaran, dan merasakan peristiwa-perisiwa yang terjadi di tempat penelitian, yang disajikan secara objektif.9 Observasi merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan pengamatan secara sistematis terhadap gejala-gejala yang nampak pada obyek penelitian. Observasi dapat dilakukan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap obyek penelitian.10

Dalam penelitian ini Penulis menggunakan pengamatan langsung dan partisipasi. Observasi ini dilakukan untuk mengumpulkan data yang berkaitan dengan Implementasi akad Istishna‟ terhadap jual beli lukisan di Pekalongan Kabupaten Lampung Timur

3. Teknik Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen, yang artinya barang- barang tertulis. Pada pelaksanaan metode dokumentasi, peneliti menyelidik benda-benda tertulis, seperti buku-buku, majalah, dokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.11

9W. Gulo, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT. Grasindo, 2004)., 116

10Ibid

11Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian., 201

Gambar

Tabel 4.2  Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4  Sarana dan Prasarana
FOTO DOKUMENTASI
Foto 3. Contoh hasil lukisan karya Pelukis
+2

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berkaitan dengan kasus penyadapan yang dilakukan oleh Myanmar terhadap Kedutaan Besar Republik Indonesia, apabila negosiasi yang telah dilakukan tidak membuahkan

Mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dimana peserta didik berpikir kritis, peningkatan keterampilan, bekerjasama, dan

Oleh sebab itu peneliti bertujuan untuk meneliti permasalahan ini yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Jual Beli Borongan Barang Tambang Batu Belah di

- bahwa saya telah membaca dan mengerti setiap aspek mengenai komitmen dan tanggung jawab yang dibutuhkan sehubungan dengan proses aplikasi program Bantuan

1) Praktik jual-beli material tanah sawah sewa yang terjadi di Desa Mlaten Kecamatan Mijen Kabupaten Demak pada dasarnya sama dengan yang praktik jual-beli

Lembaga keuangan syariah adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa lain dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang

Algoritma boyer-moore adalah algoritma untuk mempermudah pencarian string yang melakukan perbandingan karakter dari kanan ke kiri sehingga proses pencarian akan lebih cepat

Penelitian yang berkaitan dengan penanganan keluhan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ah dan Wan (2006), jika bank berhasil menye- lesaikan konflik yang terjadi dengan