• Tidak ada hasil yang ditemukan

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Tentang Kabupaten Layak Anak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Tentang Kabupaten Layak Anak"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

2018

Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten

Jembrana Tentang Kabupaten Layak Anak

Kerjasama DPRD Kabupaten Jembrana

dengan Fakultas Hukum Universitas Udayana

(2)

TIM PENELITI

1. A.A. Ngurah Wirasila, SH, MH

2. Edward Thomas Lamury Hadjon, SH, LLM 3. Nengah Suharta, SH, MH

4. Nyoman A. Martana, SH, MH

(3)

KATA PENGANTAR

Salah satu momen penting yang menguatkan komitmen bersama untuk mewujudkan sebuah dunia yang layak bagi anak sebagai wujud terpenuhinya hak anak adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 10 Mei 2002 yang mengadopsi laporan Komite Ad Hoc pada Sesi Khusus untuk Anak. Dokumen itulah yang kemudian dikenal dengan judul "A World Fit for Children".

Mengingat keterlibatan Indonesia yang sudah sangat awal dan begitu intens tentang pemenuhan hak anak melalui KHA, dan mengingat Dunia Layak Anak merupakan komitmen global, maka Pemerintah Indonesia segera memberikan tanggapan positif terhadap rekomendasi Majelis Umum PBB tahun 2002 tersebut. Keikutsertaan Indonesia dalam komitmen Dunia Layak Anak merupakan bagian tujuan Indonesia sebagaimana terumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar. Setelah melakukan persiapan dan menguatkan institusi, Indonesia bergerak cepat dan memulai fondasi untuk mengembangkan Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) sejak tahun 2006. Penetapan “kabupaten‟ adalah adaptasi yang juga dilakukan Indonesia mengingat bahwa pembagian wilayah administratif di Indonesia terbagi ke dalam dua jenis satuan berupa Kabupaten dan Kota, sementara tantangan yang dihadapi anak bukan hanya ada di kota namun juga dapat ditemukan di kabupaten.

Untuk itu, maka perhatian pun diberikan kepada kabupaten yang memiliki tantangan tersendiri yang tidak kalah kompleksnya dengan yang dihadapi oleh kota. Dalam rangka melaksanakan kebijakan Kabupaten Layak Anak perlu untuk melindungi, menghormati, dan memenuhi hak anak tersebut dalam bentuk Peraturan Daerah.

Denpasar, 19 November 2018 Tim Peneliti

(4)

DAFTAR ISI

Narasi Pengantar ……… iii

Daftar Isi ……….. iv

Bab I Pendahuluan 1 A. Latar Belakang ……….………..…………. 1

B. Identifikasi Masalah ………. 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penyusunan Naskah Akademik …………. 7

D. Metode ……… 8

1. Metode ……….. 8

2. Pendekatan ………. 10

2.1. Pendekatan Perundang-undangan ……….. 10

2.2. Pendekatan Konseptual ……… 11

2.3. Pendekatan bottom-up ……… 11

2.4. Pendekatan top-down ……… 11

2.5. Pendekatan Kombinasi ……… 12

3. Bahan Hukum Penelitian ……….. 12

Bab II Kajian Teoritis dan Praktis Empiris 14 A. Kajian Teoretis ……….. 14

1. Konsep Negara Hukum ……….. 14

2. Konsep Perlindungan Hukum .……….. 15

3. Asas Legalitas ……… 16

4. Teori Hukum ……….. 16

4.1. Teori Keadilan ………. 16

4.2. Teori Harmonisasi Hukum ………. 17

4.3. Teori Penjenjangan Norma ………. 19

4.4 Teori Keadilan Restoratif ……… 20 B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip yang Terkait dengan Penyusunan

Norma ………..

21

C. Kajian Terhadap Praktik Penyelenggaraan, Kondisi Yang Ada, Serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat ………..

24

D. Kajian Terhadap Implikasi Pada Aspek Kehidupan Masyarakat dan Dampaknya Pada Aspek Beban Keuangan Daerah …………..

31

Bab III Analisis dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan Terkait 32

(5)

Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis, Yuridis 68 A. Landasan Filosofis ……… 68 B. Landasan Sosiologis ………. 69 C. Landasan Yuridis ……….. 69 Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan Dan Ruang Lingkup Materi Muatan Peraturan Daerah

73

A. Rumusan Naskah Akademik mengenai istilah atau frasa ………. 73 B. Materi Pokok Yang Akan Diatur ………. 75 C. Ketentuan Sanksi ………. 80

Bab VI Penutup 81

A. Simpulan ………. 81

B. Saran ……… 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

(6)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keterlibatan Indonesia dalam Komitmen Dunia layak Anak merupakan bagian tujuan Indonesia sebagaimana ditentukan dalam pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUDNKRI 1945). Sehubungan dengan perlindungan dan kesejahteraan anak, Pasal 28 B ayat (2) UUDNKRI 1945 dengan tegas menyatakan bahwa: ”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.”

Indonesia telah ikut menandatangani Deklarasi Dunia yang Layak bagi Anak yaitu World Fit For Childern (WFFC). WFFC tersebut bermula dari Resolusi Majelis Umum PBB tanggal 10 Mei 2002 yang mengadopsi Laporan Komisi ad hoc pada Sesi khusus untuk anak. Dokumen itulah yang kemudian dikenal dengan judul “A World Fit For Childern”. Sebagai peserta penandatangan deklarasi tersebut, Indonesia dituntut untuk mengembangkan rencana aksi. Salah satunya dengan cara mengembangkan Kabupaten/Kota layak Anak sebagai bentuk pelaksanaan WFFC tersebut.

Indonesia bergerak cepat dan memulai fondasi untuk mengembangkan kabupaten/Kota layak Anak. Untuk mempercepat pemenuhan hak Anak, telah disusun kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak (selanjutnya disebut KLA).

Dalam hal ini Pemerintah telah membentuk Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak yang kemudian dicabut melalui Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 Tahun 2011 tentang Panduan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak.

Peraturan tersebut menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan Kabupaten/Kota layak Anak yang selanjutnya disebut KLA adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem pembangunan berbasis hak anak

(7)

melalui pengintegrasian komitmen dan sumber daya pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak”.

Konsep KLA tersebut menjadi dasar bagi pengembangan KLA yang bertujuan untuk membangun inisiatif pemerintahan kabupaten/kota yang mengarah pada upaya transformasi konsep hak anak ke dalam kebijakan, program, dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya hak anak di kabupaten/kota.

Sebagai langkah awal pengembangan KLA, Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, telah melakukan uji coba pengembangan KLA di 5 (lima) Kabupaten/Kota pada tahun 2006, dan 10 (sepuluh) kabupaten/Kota pada tahun 2007. Di Bali, telah dibentuk KLA Kota Denpasar, Kabupaten Gianyar pada tahun 2015 dan Kabupaten Jembrana tahun 2017.

Selain daripada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, landasan pengembangan KLA juga diperkuat dengan ditetapkannya Instruksi Presiden Nomor 1 tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Prioritas Pembangunan Nasional tahun 2010.

Dalam Lampiran Peraturan Menteri Negara Pembedayaan perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, dijelaskan bahwa untuk mempercepat pelaksanaan kebijakan pengembangan KLA, Gugus Tugas melaksanakan kebijakan, program, dan kegiatan yang tertuang dalam RAD- KLA. Gugus Tugas memobilisasi semua sumber daya, baik yang ada di pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha secara terencana, menyeluruh, dan berkelanjutan.

Sumber daya meliputi sumber daya manusia, keuangan, dan sarana prasarana yang ada di daerah yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan KLA. Selain itu media pun hendaknya juga dilibatkan untuk mengektifkan pelaksanaannya mengingat posisinya yang sangat penting sebagai pilar demokrasi. Media berperan dalam sosialisasi dan sekaligus advokasi berbagai

(8)

Di dalam pelaksanaan, suara anak juga harus diperhatikan, baik untuk memberikan masukan mengenai bagaimana tanggapan mereka atas jalannya pelaksanaan yang dilakukan para pemangku kepentingan, maupun terlibat langsung dalam pelaksanaan

Dalam hal memperlancar pelaksanaan pengembangan KLA, pelaksanaan mulai dari pemantauan hingga evaluasi dapat dimulai dari tingkat kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan. Dengan membentuk Desa/kelurahan layak Anak akan memberikan kontribusi terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak, Provinsi Layak Anak, Indonesia layak Anak, dan selanjutnya menjadi Dunia Layak Anak.

Agar pengembangan KLA di tingkat desa/kelurahan lebih berhasil dalam mendukung terwujudnya Kabupaten/Kota Layak Anak, maka disusun Petunjuk Teknis KLA di Desa/Kelurahan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 Tahun 2010 tentang Petunjuk teknis kabupaten/kota layak anak di desa/kelurahan.

Walaupun dasar hukum Peraturan Menteri tersebut di atas, yakni Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Nomor 02 tahun 2009 tentang Kebijakan Kabupaten/Kota Layak Anak telah dicabut, Permenag PP&PA tentang Petunjuk Teknis tersebut dianggap masih berlaku sepanjang tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang terbaru.

Dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 Tahun 2010 adalah Peraturan Menteri, ditegaskan bahwa Desa/kelurahan layak Anak menjadi bagian dari kabupaten Layak Anak dan selanjutnya Indonesia Layak Anak, sebagai salah satu upaya percepatan implementasi Konvensi Hak-Hak Anak.

Terdapat beberapa alasan mengapa Desa/Kelurahan Layak Anak perlu diwujudkan, telah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 13 tahun 2010,antara lain:

1. Tinjauan Praktis

a) Anak perlu dipertanggung-jawabkan secara individu dan sosial.

(9)

Secara individu anak merupakan tanggung jawab keluarga maupun orang tuanya di dunia maupun di akhirat. Namun dalam kehidupan sosial, anak merupakan tanggung jawab negara, melalui pemerintah, para pemimpin dan pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang anak.

b) Proporsi jumlah anak

Jumlah anak kurang lebih sepertiga dari jumlah penduduk di desa/kelurahan, maka keberadaan anak tidak dapat diabaikan.

Menurut Ni Luh Putu Praharsini, S.H. Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan dan perlindungan Anak Provinsi Bali, menyatakan data jumlah penduduk Provinsi Bali 4.152.800 orang, terdiri dari laki laki 2.091.000, Perempuan 2.061.800 orang. Anak perlu mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan.

Anak perlu mendapat perlindungan dari berbagai tindak kekerasan,dan hak hak mereka harus dipenuhi oleh orang tua, maupun oleh negara, Aparat desa/kelurahan, bersama tokoh masyarakat dan pemerhati anak di dsa/kelurahan,sesuai Undang Undang Nomor 35 tahun 2014, wajib mendengarkan aspirasi Anak.

c) Perubahan sikap dan perilaku

Kemajuan pembangunan dan teknologi membawa perubahan sikap dan perilaku masyarakat yang tidak selalu memihak kepada kepentingan terbaik bagi anak dan juga tidak selalu ramah terhadap anak. Kondisi ini mengganggu proses tumbuh kembang anak, sehingga diperlukan adanya tindakan pemihakan (affirmative actions) terhadap anak, untuk memenuhi kebutuhan dasar anak secara sadar terencana, sistematis, dan berkelanjutan.

d) Desa/kelurahan merupakan lingkungan yang paling dekat dengan

(10)

Desa/kelurahan merupakan lingkungan yang paling dekat dengan komunitas anak-anak, sehingga keadaan desa/kelurahan berpengaruh langsung terhadap perlindungan, pertumbuhan dan perkembangan bakat serta minat anak. Desa/kelurahan yang layak anak akan berpengaruh positif dalam menciptakan lingkungan yang layak bagi anak.

2. Tinjauan Filosofis

Anak sebagai amanah Tuhan Yang Maha Esa harus dipertanggungjawabkan di dunia dan akhirat. Secara individu anak merupakan tanggung jawab kedua orang tuanya,sedangkan secara social atau kolektif anak merupakan tanggungjawab Negara untuk mendapatkan pemenuhan hak haknya,perlindungan dari tindak kekerasan dan didengar aspirasinya.

3. Tinjauan sosiologis

Proporsi anak Indonesia kurang lebih sepertiga dari total penduduk Indonesia sehingga memerlukan perhatian, perlakuan dan tindakan khusus sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai anak.

Anak memiliki hak asasi yang tidak bisa diabaikan dalam proses pembangunan dan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Desa/kelurahan Layak Anak dirancang untuk menumbuhkan suasana dan lingkungan tempat tinggal yang memastikan bahwa anak menjadi bagian tak terpisahkan dalam setiap proses pembangunan mulai dari perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi.

4. Tinjauan Antropologis

Perubahan peradaban manusia sebagai akibat dari pembangunan yang semula dimaksudkan untuk menata kehidupan

(11)

menjadi lebih baik,realitasnya telah menciptakan pergeseran tata nilai yang tidak selalu positif dalam mendukung tumbuh kembang anak,maupun menjaga kemurnian nilai budaya,adat istiadat dan agama yang telah lama dipraktikkan oleh semua penduduk.

Melonggarnya tata nilai lama, termasuk lunturnya rasa nasionalisme, kejujuran, keadilan sosial, kebersamaan, gotong royong, penghargaan terhadap orang tua, dan lain lain.

Desa/Kelurahan layak Anak mengkondisikan lahirnya “anak Indonesia sejati”, yang memiliki kepribadian Indonesia,menjunjung tinggi nilai nilai agama,budaya bangsa dan adat istiadat yang luhur yang tlah dianut oleh leluhur bangsa Indonesia.

5. Tinjauan Sumberdaya

Anak adalah embrio dan cikal bakal terbentuknya sumber daya manusia yang handal, tangguh dan berkualitas. Kualitas sumber daya manusia ditentukan oleh bagaimana lingkungan keluarga dan masyarakat memperlakukan anak untuk tumbuh dan berkembang serta dilindungi.

Desa/Kelurahan Layak Anak menciptakan lngkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang anak secara maksimal dan benar sehingga kelak anak-anak akan menjadi sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Anak-anak akan tumbuh menjadi anak yang sehat, cerdas,ceria berahlak mulia dan aktif berpartisipasi, serta cinta tanah air.

Membangun Negara dan membangun karakter bangsa dimulai dari anak-anak akan lebih efektif dibandingkan dengan memulai dari orang dewasa, karena sifat anak yang belum terkontaminasi nilai- nilai baru. Dilihat dari sisi waktu, anak masih memiliki peluang untuk membangun masa depan lebih lama atau lebih panjang diabandingkan dengan orang dewasa.

(12)

Oleh karena itu, diperlukan adanya Desa/kelurahan Layak Anak dalam rangka mendukung perlindungan dan tumbuh kembang anak. Desa/kelurahan merupakan sarana atau media persemaian bibit, cikal bakal atau embrio sumber daya manusia yang unggul dan berkualitas.

Mengingat pentingnya pengembangan KLA, Kabupaten Jembrana sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Bali belum memiliki Peraturan Daerah tentang KLA sebagaimana dimaksud. Walaupun dalam Keputusan Bupati Jembrana Nomor 547/PPP-PKKB/2017 telah dikembangkan Puskesmas dengan Pelayanan Ramah Anak, Peraturan Daerah KLA sangat perlu untuk dibentuk oleh Kabupaten Jembrana sebagai bentuk komitmen dari para pengambil keputusan di kabupaten Jembrana untuk menjadikan kabupaten Jembrana menjadi KLA. Mengingat semakin tinggi hirarkinya, kekuatan hukumnya juga semakin kuat sehingga menjamin kesinambungan dari pelaksanaan pengembangan KLA di kabupaten/kota bersangkutan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat dilakukan identifikasi masalah, yakni bahwa pengembangan Kabupaten Jembrana sebagai Kabupaten Layak Anak merupakan suatu hal yang mendapat perhatian sehingga perlu dilakukan pengaturan, oleh karena itu perlu disusun Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak.

Berdasarkan pada identifikasi masalah tersebut dapat dirumuskan 3 (tiga) pokok masalah, yaitu sebagai berikut:

1. Permasalahan hukum apakah yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak?

(13)

2. Apakah yang menjadi pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak?

3. Apakah sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak?

C. Tujuan dan Kegunaan

Sesuai dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas, tujuan penyusunan Naskah Akademik dirumuskan sebagai berikut:

1. Merumuskan permasalahan hukum yang dihadapi sebagai alasan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak.

2. Merumuskan pertimbangan atau landasan filosofis, sosiologis, yuridis pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak.

3. Merumuskan sasaran yang akan diwujudkan, ruang lingkup pengaturan, jangkauan, dan arah pengaturan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak.

Adapun kegunaan penyusunan Naskah Akademik adalah sebagai acuan penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak.

D. Metode Penelitian 1. Metode

Penelitian dalam Naskah Akademik ini merupakan penelitian yang bersifat normatif atau penelitian doktrinal. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian hukum normatif, terdiri dari:

(14)

a. penelitian terhadap asas-asas hukum;

b. penelitian terhadap sistematika hukum;

c. penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum;

d. penelitian sejarah hukum,dan e. penelitian perbandingan hukum.1

Dalam penelitian hukum berkaitan dengan pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Layak Anak Kabupaten Jembrana, penelitian hukum yang dilakukan terbatas pada penelitian asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum, dan penelitian sejarah hukum.

Penelitian terhadap asas-asas hukum, merupakan suatu penelitian hukum yang dikerjakan dengan tujuan menemukan asas atau doktrin hukum positif yang berlaku. Penelitian tipe ini lazim disebut sebagai studi dogmatik atau dikenal dengan doctrinal research.2

Penelitian terhadap sistematika hukum, dilakukan terhadap perundang- undangan tertentu atau hukum tertulis.Tujuan pokoknya adalah untuk mengidentifikasi terhadap pengertian pokok/dasar dalam hukum yaitu:

subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, dan obyek hukum. Dalam hal ini berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap anak, dan pemenuhan hak-hak anak sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.

Penelitian terhadap taraf sinkronisasi hukum, dalam penelitian ini yang diteliti adalah sampai sejauh mana hukum positif tertulis yang ada itu sikron atau serasi satu sama lainnya.3 Hal ini dapat dilakukan secara vertikal dan horizontal. Secara vertikal berarti, melihat apakah suatu peraturan yang berlaku tidak saling bertentangan antara yang satu dengan yang lainnya apabila dilihat dari sudut hierarhi peraturan perundang-undangan.Sedangkan

1 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,1986, Jakarta, UI Press, h.44).

2 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, 2012, Jakarta, Penerbit: PT Raja Grafindo, h.86).

3 ibid,h.94

(15)

yang bersifat horizontal apabila yang ditinjau adalah peraturan perundang- undangan yang kedudukannya sederajat, dan mengatur bidang yang sama.4

Penelitian Sejarah Hukum, sebagai metode, maka sejarah hukum berusaha untuk mengadakan identifikasi terhadap tahap-tahap perkembangan hukum, yang dapat dipersempit ruang lingkupnya menjadi sejarah perundang-undangan. Dalam kaitan dengan Raperda Layak Anak Kabupaten Jembrana, identifikasi antara lain, Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, Undang nomor 3 tahun 1997 tentang pengadilan Anak, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi manusia, Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang sistem peradilan Pidana Anak. Selain itu, termasuk pula Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang ratifikasi terhadap Convention on The Rights of The Child, dan World Fit for Childern.

2. Pendekatan

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan perundang- undangan (statute approach), pendekatan konsep (conseptual approach) serta pendekatan bottom-up, pendekatan top down, dan pendekatan kombinasi dalam pengembangan KLA.

1. Pendekatan Perundang-undangan (statute approach)

Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan yang menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu yang sedang ditangani. Pendekatan perundang-undangan adalah pendekatan dengan menggunakan legislasi dan regulasi. Dalam metode pendekatan perundang-undangan, peneliti perlu memahami hirarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Peneliti tidak hanya melihat bentuk peraturan, namun juga meneliti materi

(16)

muatannya. Peneliti juga perlu mempelajari dasar ontologi, landasan filosofis, dan rasio legis dari ketentuan perundang-undangan.5 Pendekatan ini digunakan untuk menyusun analisis dan argumentasi hukum, serta bermanfaat dalam menyusun sebuah konstruksi hukum dalam rangka penyusunan Raperda KLA Kabupaten Jembrana.

2. Pendekatan konseptual (Conseptual approach)

Menurut Peter Mahmud Marzuki, pendekatan konseptual adalah pendekatan yang beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin- doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Pemahaman pandangan- pandangan dan doktrin-doktrin menjadi sandaran dalam membangun argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.6

Di samping kedua pendekatan tersebut di atas, digunakan pula pendekatan lainnya, yaitu:

3. Pendekatan bottom-up

Pendekatan ini dimulai dari inisiatif individu/keluarga untuk kemudian dikembangkan secara berjenjang mulai tingkat RT/RW yang Layak Anak, yang akhirnya menjadi sebuah gerakan masyarakat Desa/Kelurahan menuju Desa/Kelurahan Layak Anak. Dari gerakan masyarakat Desa/kelurahan Layak Anak, dapat mendorong terwujudnya sebuah “Kecamatan Layak Anak”. Akhirnya, kumpulan dari Kecamatan Layak Anak tersebut dapat menjadi inisiatif Kabupaten/Kota yang bersangkutan untuk merelisasikan Kabupaten/Kota Layak Anak.

4. Pendekatan top-down

Pendekatan ini dimulai dari pemerintah di tingkat nasional dengan melakukan fasilitasi, sosialisasi, dan advokasi, atau dapat berupa pembentukan “sample” di beberapa provinsi atau di seluruh provinsi.

5 Peter Mahmud Marzuki,2011,Penelitian Hukum,Prenada Media group,Jakarta,h 93.

6 ibid,h.95

(17)

Selanjutnya provinsi-provinsi tersebut dapat memberikan fasilitasi, sosialisasi, atau dapat pula memilih “sample” di beberapa kebupaten/kota atau di seluruh kabupaten/kota untuk merealisasikan pengembangan KLA, sehingga inisiatif pengembangan KLA akan terealisasi di tingkat kabupaten/kota.

5. Pendekatan Kombinasi

Pendekatan ini merupakan kombinasi antara pendekatan bottom- up dan top down. Pendekatan ini ideal dalam mempercepat terwujudnya KLA di kabupaten/kota. Gerakan masyarakat untuk menciptakan lngkungan yang layak bagi anak yang dilakukan secara berjenjang mulai dari tingkat desa/keurahan, atau tingkat kecamatan akan menjadi sangat idel jika dikombinasikan dengan komitmen yang kuat dari Pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota.

Selain itu, setiap daerah juga dapat berinisiatif untuk menyiapkan KLA di daerahnya. Inisiatif menyiapkan KLA telah dilakukan di Provinsi Bali berupa Deklarasi Kabupaten/Kota layak Anak Tahun 2014, dan Deklarasi Provinsi Layak Anak Tahun 2015. Diawali di Kabupaten Gianyar, kini disusul oleh Pemeritah Kabupaten Jembrana.

3. Bahan Hukum Penelitian

Tipe penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yang memfokuskan kajiannya pada pembentukan Raperda tentang Kabupaten Layak Anak Kabupaten Jembrana. Berkaitan dengan hal itu, maka bahan hukum yang digunakan meliputi:

1. Bahan Hukum Primer, merupakan bahan bahan hukum mengikat berupa perundang-undangan, yaitu Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya Pasal 28 B ayat (2), Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang Undang Nomor 35

(18)

2002, Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem peradilan Pidana Anak, Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi Dan Penanganan Anak Yang Belum Berumur 12 (dua belas) tahun, Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang ratifikasi terhadap konvensi PBB tentang Convention on The rights of The Child (Konvensi PBB tentang Hak Hak Anak), Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 tentang Panduan Pengembangan Kabupaten/Kota Layak Anak, serta beberapa Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, tentang Petunjuk Teknis Kabupaten/Kota Layak Anak Di Desa/Kelurahan, dan Indikator Kabupaten/Kota Layak Anak. Perda Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak,dan Peraturan Gubernur bali Nomor 48 Tahun 2015 tentang Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah.

2. Bahan Hukum Sekunder, berupa hasil-hasil penelitian, hasil-hasil petemuan ilmiah, buku perpustakaan, informasi dan publikasi resmi pemerintah yang berkaitan dengan pembentukan Raperda Kabupaten/Kota layak Anak, khususnya di Kabupaten Jembrana.

3. Bahan Hukum Tersier, seperti Raperda, Kamus Hukum, Kamus bahasa Indonesia, Ensiklopedi, internet dan media masa lainnya.

(19)

BAB II

KAJIAN TEORETIS DAN PRAKTIS EMPIRIS

A. KAJIAN TEORETIS

Landasan teroritis adalah landasan untuk mengidentifikasi teori-teori hukum umum maupun khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma hukum dan lain-lain yang akan digunakan sebagai landasan unutk membahas masalah penelitian.

Dalam penelitian ini diuraikan secara ringkas landasan teoritis yang digunakan untuk membahas masalah penelitian, dan dapat mengidentifikasikan asas-asas hukum, teori-teori hukum serta konsep hukum yang digunakan untuk membahas masalah penyusuan Raperda Kabupaten Layak Anak Kabupaten Jembrana.

1. Konsep Negara Hukum

Pasal 1 Ayat (3) Undang Undang Dasar Nagara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum. Negara hukum yang dianut Indonesia bukanlah negara hukum dalam arti formil, namun lebih dalam arti materiil yang dikenal dengan istilah welfarestate atau negara kesejahteraan. Berkaitan dengan itu, Mahfud MD mengatakan bahwa dalam welfarestate atau negara hukum materiil (dinamis) pemerintah harus bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat. Pemerintah tidak boleh bersifat pasif atau berlaku sebagi penjaga malam (negara hukum formil), melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk membangun kesejahteraan masyarakatnya dengan cara mengatur kehidupan ekonomi dan sosial.7

Konsep negara hukum materiil (welfarestate) tersebut di atas mengandung konsekuensi bahwa, setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan atas hukum, juga bertanggungjawab atas kesejahteraan rakyat.

Dengan demikian sejalan dengan upaya upaya aktif Pemda Kabupaten

(20)

Jembrana dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Salah satunya melalui Pembentukan Raperda Kabupaten Layak Anak sebagai dasar hukum untuk memberikan perlindungan terhadap anak, penghormatan harkat dan martabat anak, serta menjamin terpenuhinya hak-hak anak, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Konsep Perlindungan Hukum.

Dalam setiap negara terdapat hukum yang mengatur hubungan antara negara dan warga negaranya. Hubungan tersebut akan melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan hukum akan menjadi hak warga negara, dan disisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara.

Satjipto Rahardjo mengatakan, bahwa Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.8

Philipus M. Hadjon mengatakan bahwa Negara Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan atas Pancasila haruslah memberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakatnya sesuai dengan Pancasila. Oleh karena itu perlindungan hukum berdasarkan Pancasila, berarti pengakuan dan perlindungan hukum akan harkat dan martabat manusia berdasarkan sila- sila Pancasila dalam wadah negara kesatuan yang menjunjung tinggi semangat kekeluargaan dalam mencapai kesejahteran bersama.9

Konsep Perlindungan Hukum relevan untuk membahas perlindungan terhadap hak asasi anak,serta pemenuhan Hak-Hak Anak menyangkut Klaster Hak Sipil dan Kebebasan, Klaster Lingkungan keluarga dan Pengasuhan alternative, Klaster Kesehatan Dasar dan kesejahteraan, Klaster Pemanfaatan

8 Satjipto Rahardjo,1993,Penyelenggaraan Keadilan dalam Masyarakat yang sedang Berubah,Jurnal Masalah Hukum

9Philipus M Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Bina ilmu, Surabaya, h.37

(21)

waktu luang dan kegiatan seni Budaya, dan Langkah Langkah Perlindungan Khusus.

3. Asas Legalitas

Peraturan perundang-undangan pada dasarnya berlaku untuk masa yang akan datang.artinya untuk hal hal yang terjadi sesudah perbuatan itu ditetapkan. Hal ini berarti bahwa peraturan perundang-undangan tidak boleh berlaku surut. Asas Legalitas yang merupakan salah syarat/tiang dari negara hukum, dimaksudkan untuk menjamin adanya kepastian hukum,serta mencegah tindakan sewenang-wenang dari penguasa atau pengadilan. Asas legalitas relevan untuk dipakai sebagai pisau analisis dalam mengkaji Raperda Kabupten layak Anak Kabupaten Jembrana,guna memastikan dan menjamin perlindungan dan pemenuhan Hak Anak sesuai Undang Undang Dasar Negara Republic Indonesia Tahun 1945,beserta perundang-undangan lainnya,serta berbagai konvensi Internasional, seperti Konvensi PBB tentang Hak hak Anak yang telah diratifikasi berdasrkan keputusan Presiden nomor 36 tahun 1990,dan Deklarasi Dunia Layak Anak.

4. Teori Hukum 4.1. Teori Keadilan

Secara hakiki, sifat dari keadilan dapat dilihat dalam 2 (dua) arti pokok, yaitu keadilan dalam arti formal,yang menuntut hukum itu berlaku secara umum,dan dalam arti materiil,yang menuntut agar setiap hukum itu harus sesuai dengan cita cita keadilan masyarakat.10 Menurut John Rawls, ada 2 (dua) sisi formal dari keadilan pada dasarnya terdiri dari: bahwa keadilan merupakan nilai yang mengarahkan setiap pihak untuk memberikan perlindungan atas hak hak yang dijamin oleh hukum (unsur hak), dan pada

10 Frans Magnis Suseno, Etika Politik, Prinsip-prinsip Moral Dasar Kenegaraan

(22)

akhirnya perlindungan harus memberikan manfaat kepada setiap individu (unsure manfaat).11

Teori keadilan ini, relevan untuk membedah Raperda Kabupaten Layak Anak Kabupaten Jembrana dalam rangka melindungi,menghormati harkat dan martabat anak,serta pemenuhan Hak Hak Anak berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

4.2 Teori Harmonisasi Hukum

Harmonisasi hukum dikembangkan dalam ilmu hukum yang digunakan untuk menunjukkan bahwa dalam dunia hukum,kebijakan pemerintah dan hubungan diantara keduanya terdapat keanekaragaman yang dapat menimbulkan disharmoni. Rudolf Stammler mengemukakan suatu konsep fungsi hukum,bahwa tujuan atau fungsi hukum adalah harmonisasi berbagai maksud,tujuan,dan kepentingan antara individu,dan antara individu dengan masyarakat.12 Esensi pengertian dan makna hrmonisasi hukum tersebut diatas, dikembangkan oleh para ahli dengan menghubungkan keterkaitannya dengan fungsi hukum dalam berbagai aspek kepentingan hukum antara individu-individu dengan negara atau pemerintah sehingga menampakkan teori harmonisasi hukum.

Berkaitan dengan hal tersebut, LM, Gandhi, memaknai harmonisasi hukum adalah mencakup penyesuaian peraturan perundang-undangan, keputusan pemerintah,keputusan hakom,system hukum,dan asas-asas hukum,dengan tujuan peningkatan kesatuan hukum, keadilan dan kesebandingan, kegunaan dan kejelasan hukum tanpa mengaburkan,dan mengorbankan plularisme hukum.13

11 John Rawl dalam Munir Fuadi, 2010, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, h.136.

12 Rudolf Stammler, dalam Goesniadi S,Kuani, 2010, Harmonisasi Sistem Hukum, Mewujudkan Tata Pemerintahan yang baik, A3 Nasa Media,h.2.

13 Gandhi, LM,1980, Harmonisasi Hukum Menuju Hukum yang responsive, Pidato Pengukuhan Guru Besar Tetap, FH UI, dalam Mohamad Hasan Warga Kusumah, Ensiklopedia Umum, Kanisius Yogyakarta, h.88.

(23)

Wicipto Setiadi menyatakan, pengharmonisasian adalah upaya untuk menyelraskan, menyesuaikan, memantapkan, dan membulatkan konsepsi suatu rancangan peraturan perundang-undangan, dengan peraturan perundang-undangan lain, baik yang lebih tinggi , sederajat, maupun yang lebih rendah , dan hal-hal lain selain peraturan perundang-undangan sehingga tersusun secara sistematis, tidak saling bertentangan atau tumpang tindih (overlapping).14

Teori teori tersebut di atas relevan digunakan mengingat dasar hukum Perlindungan Anak,Penghormatan terhadap harkat dan martabat Anak, serta Pemenuhan Hak Anak, bersumber dari Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, beserta peraturan perundang-undangan dibawahnya sampai level Peraturan Daerah. Selain itu juga diperkuat dengan berbagai konvensi PBB tentang KHA.

Bahkan Penjelasan Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 23 tahun 2002, menjelaskan

“Walaupun instrument hukum telah dimiliki, dalam perjalanannya Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindunagn Anak, belum dapat berjalan secara efektif karena masih adanya tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan sektoral terkait dengan difinisi anak. Di sisi lain, maraknya kejahatan terhadap anak di msyarakat, salah satunya adalah kejahatan seksual, memerlukan peningkatan komitmen dari Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat serta semua pemangku kepentingan yang terkait dengan penyelenggaraan perlindungan Anak.

Bertolak dari uraian di atas, maka teori harmoisasi hukum relevan digunakan bagi kepentingan penyerasian/penyesuaian system hukum, asas hukum, norma hukum, dan tujuan dari pembentukan Perda tentang

14Setiadi, Wicipto, 2007, Proses Pengharmonisasian Sebagai Upaya untuk Memperbaiki Kualitas Perundang-undangan, Jurnal legislasi Indonesia, Vol.4 No.2,Juni,2007, h.48.

(24)

Kabupaten Jembrana Layak Anak, selain itu pula untuk mencegah kekaburan norma dalam Perda tersebut.

4.3. Teori Penjenjangan Norma

Teori ini dikemukakan oleh Hans Kelsen dengan nama Stufenbau Theory, dalam bukunya berjudul General theory of law. Teori tentang Stufenbau Theory ini melihat hukum sebagai suatu system yang terdiri dari susunan norma berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma akan semakin abstrak sifatnya dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya akan semakin konkrit norma tersebut. Norma yang paling tinggi ,yang menduduki puncak piramida disebut Kelsen dengan nama Grundnorm (norma dasar).15

Dikaitkan dengan negara hukum Indonesia, memiliki struktur hierarkhi tata hukum sebagai sebagai berikut:

1. Staatsfundamental norm: Pancasila (Pembukaan UUD 1945)

2. Staatgrundgezetz: batang tubuh UUD 1945,Tap MPR,dan konvensi ketatanegaraan

3. Formell Gezetz: Undang Undang

4. Vorordnungen autonome satzung. Secara hierarkhi mulai dari peraturan pemerintah hingga keputusan Bupati dan walikota.16

Mengenai jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan diatur dalam Undang Undang Nomor 10 tahun 2004 sebagaimana telah diubah berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2011.

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menegaskan:

15 2006,Pokok Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana Fisafat hukum Indonesia,Jakarta,PT Gramedia Pustaka utama,h.116

16Bahder Johan Nasution,2011,Negara hukum dan hak Asasi manusia,cetakan Pertama,CV Mandar maju,bandung,h.52.

(25)

(1) Jenis dan hierarkhi peraturan perundang-undangan terdiri atas:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Ketetapan majelis permusyawaratan Rakyat;

c. Undang undang/Peraturan pemerintah pengganti undang-undang;

d. Peraturan pemerintah;

e. Peraturan Presiden;

f. Peraturan Daerah Provinsi,dan g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

(2) Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarkhi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Teori penjenjangan norma ini dapat dipakai sebagai pisau analisis agar Peraturan Daerah Kabupaten layak Anak Kabupaten Jembrana, tidak mengandung konflik norma secara horizontal dengan norma hukum yang sederajat, dan secara vertikal dengan norma hukum yang lebih tinggi atau norma hukum diatasnya. Sekaligus pula agar Perda layak Anak Kabupaten Jembrana memperoleh penguatan dari norma hukum yang lebih tinggi/norma hukum diatasnya, sesuai penjenjangan norma yang berlaku.

4.4.Teori Keadilan Restoratif (Restorative Justice)

Prinsip perlindungan hukum terhadap Anak,harus sesuai dengan Konvensi hak Hak Anak (Convention on the Right of The Child) sebagaimana telah diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan Keputusan Presiden nomor 36 Tahun 1990 tentang pengesahan CRC (konvensi tentang Hak Hak Anak).

Undang undang Nomor 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dimaksudkan untuk melindungi dan mengayomi Anak yang berhadapan dengan hukum,baik sebagai pelaku,maupun korban tindak pidana.Namun, dalam pelaksanaannya Anak diposisikan sebagi obyek dan perlakuan terhadap Anak yang berhadapan dengan hukum cenderung merugikan Anak.Dengan

(26)

berhadapan dengan hukum.Oleh karena itu Undang Undang Nomor 3 Tahun 1997 diubah berdasarkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem peradilan pidana Anak.

Substansi yang paling mendasar dalam undang undang ini adalah pengaturan secara tegas tentang Keadilan Restoratif dan Diversi. Menurut Pasal 1 angka 5 Undang Undang Nomor11 Tahun 2012, yang dimaksud dengan Keadilan Restorative adalah: penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban,dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula dan bukan pada pembalasan.

Bahkan Pasal 5 ayat (1) menentukan dengan tegas, bahwa Sistem Peradilan Pidana Anak wajib mengutamakan pendekatan Keadilan Restoratif.

Selain itu, Pasal 5 ayat (3) menentukan bahwa “Dalam Sistem peradilan Pidana sebagimana dimaksud pada ayat 2 ( huruf a dan huruf b wajib diupayakan diversi).Sedangkan yang dimaksud dengan Diversi menurut Pasal 1 angka 7,adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.

B. KAJIAN TERHADAP ASAS/PRINSIP YANG TERKAIT DENGAN PENYUSUNAN NORMA

Asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, sebagaimana yang dikehendaki oleh tujuan hukum, yakni adanya keadilan dan kepastian hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, asas yang bersifat formal diatur dalam Pasal 5 dan asas yang bersifat materiil diatur dalam Pasal 6. Pengertian masing-masing asas ini dikemukakan dalam penjelasan pasal dimaksud.

(27)

Tabel 1 : Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik, Yang Bersifat Formal (berdasarkan Pasal 5 UU 12/2011 dan Penjelasannya)

Pasal 5 UU No.12 / 2011 Penjelasan Pasal 5 UU No.12 / 2011

Dalam membentuk

Peraturan

Perundangundangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundangundangan yang baik, yang meliputi:

a Kejelasan tujuan bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPu) harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.

b Kelembagaan yang tepat bahwa setiap jenis PPu harus dibuat oleh lembaga negara atau pejabat Pembentuk PPu yang berwenang. PPu tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum apabila dibuat oleh lembaga negara atau pejabat yang tidak berwenang.

c kesesuaian antara jenis, hierarki, dan materi muatan

bahwa dalam Pembentukan PPu harus benarbenar memperhatikan materi muatan yang tepat sesuai dengan jenis dan hierarki PPu.

(28)

memperhitungkan efektivitas PPu tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun yuridis.

e kedayagunaan dan kehasilgunaan

bahwa setiap PPu dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

f kejelasan rumusan bahwa setiap PPu harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan PPu, sistematika, pilihan kata atau istilah, serta bahasa hukum yang jelas dan mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.

g Keterbukaan bahwa dalam Pembentukan PPu mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan PPu.

(29)

C. KAJIAN TERHADAP PRAKTIK PENYELENGGARAAN, KONDISI YANG ADA, SERTA PERMASALAHAN YANG DIHADAPI MASYARAKAT

Melalui Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang merupakan turunan dari Konvensi hak anak, kajian praktis yang harus diperhatikan dalam penyusunan raperda KLA adalah:

a. aspek perlindungan;

b. aspek penghormatan;

c. aspek pemenuhan hak anak.

Dengan berdasar ketiga aspek tersebut pembentukan raperda KLA ini adalah salah satu upaya pemenuhan aspek perlindungan hak anak yang merupakan turunan dari Konvensi Hak Anak itu sendiri.

Adapun aspek penghormatan hak anak yang dimaksud adalah bagaimana pemerintah dalam hal ini pemerintah kabupaten Jembrana memberikan pertimbangan yang terbaik untuk anak yaitu dengan cara melibatkan anak itu sendiri dalam pengambilan suatu keputusan.

Upaya pemenuhan hak anak dapat dilihat dari Rencana Aksi Daerah Pengembangan KLA itu sendiri. RAD-KLA yang dimaksud meliputi upaya penguatan kelembagaan anak dan pemenuhan hak anak dalam 5 (lima) klaster:

a. hak sipil dan kebebasan;

b. lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif;

c. kesehatan dasar dan kesejahteraan;

d. pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya; dan e. perlindungan khusus.

Berdasarkan data dari BP3A & PPKB kabupaten jembrana, pemenuhan hak anak dalam 5 (lima) klaster dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

(30)

Tabel 2. Jumlah Penduduk Kabupaten Jembrana berdasarkan kelompok umur tunggal dan jenis kelamin (0-17 Tahun)

KLMPK UMUR

LK PR JML %

00-01 1.092 1.013 2.105 0,65

01-02 2.158 2.023 4.181 1,29

02-03 2.356 2.211 4.567 1,41

03-04 2.585 2.312 4.897 1,51

04-05 2.561 2.381 4.942 1,52

05-06 2.832 2.587 5.419 1,67

06-07 2.980 2.639 5.619 1,73

07-08 2.831 2.595 5.426 1,67

08-09 2.809 2.675 5.484 1,69

09-10 2.804 2.700 5.504 1,70

10-11 2.667 2.501 5.168 1,59

11-12 2.552 2.460 5.012 1,55

12-13 2.440 2.289 4.729 1,46

13-14 2.692 2.620 5.312 1,64

14-15 2.853 2.726 5.579 1,72

15-16 2.800 2.574 5.374 1,66

16-17 2.737 2.544 5.281 1,63

Dari data tabel di atas, tercatat dari Jumlah Bayi yang lahir usia 01-05, bayi laki-laki sebanyak 12.492 dan perempuan 11.514 yang berakta kelahiran tahun 2017 sebesar 10.241 (laki-laki) dan 9.416 (perempuan). Ini berarti masih ada 2.251 anak laki-laki dan 2.098 anak perempuan yang masih belum berakta kelahiran artinya belum 100% terregistrasi. Anak di atas 05-17 belum terdeteksi sudah memiliki akta kelahiran atau belum berdasarkan data agregat kependudukan Kabupaten Jembrana tahun 2017.

(31)

Tabel 3. Forum Anak Daerah Kabupaten Jembrana

Forum Anak Tingkat 2014-2015 2015-2017 2017-2018 Forum anak Daerah

Kabupaten

41 org 38 orang 35 orang

Forum Anak Daerah Kecamatan

0 0 0

Forum Anak Daerah Desa/Keluarahan

0 0 0

Jumlah anak yang berpatisipasi dalam forum anak masih terpusat pada forum daerah kabupaten saja, belum pada daerah kecamatan sampai dengan kelurahan.

Fasilitas atau pusat informasi layak anak pada Kabupaten Jembrana dikembangkan melalui beberapa Perpustakaan dan Pojok Baca serta tersedianya layanan internet gratis dengan pengendalian konten negative internet di lingkungan Pemerintah Kabupaten Jembrana, media cetak dan media radio.

Klaster lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif:

Tabel 4. Jumlah Anak yang menikah di bawah Usia 19 Tahun di Kabupaten Jembrana Tahun 2017.

Umur Tunggal L P Jumlah

10-14 1 1 1

15-19 74 657 131

Sumber: Data Agregat Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Jembrana

Dari data tabel yang tersedia di atas, jumlah anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun lebih banyak dibandingkan jumlah anak laki-laki.

(32)

Tabel.5 Lembaga Konsultasi Anak dan Keluarga di Kabupaten Jembrana Tahun 2017.

Nama Lembaga Jumlah

P2TP2A Kabupaten Jembrana 1

Lembaga Kesejahteraan Sosial 20

LK3 1

Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) 1

Bina Keluarga Balita (BKB) 274

Bina Keluarga Remaja (BKR) 17

Jumlah Total 376

Klaster kesehatan dasar dan kesejahteraan:

Tabel 6. Angka Kematian Bayi Kabupaten Jembrana Tahun 2011-2017

Keterangan

Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

AKB 14,08 10,63 6,93 7,5 7,1 9,18 10,4

Tabel 7. Angka Kematian Balita Kabupaten Jembrana Tahun 2011-2017

Keterangan

Tahun

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

AKABA 14,52 11,47 7,62 8,8 7,5 9,82 11,1

Tabel 8. Jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif & Presentase Cakupan ASI Eksklusif Tahun 2017.

JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN PER KABUPATEN DI KABUPATEN JEMBRANA TAHUN 2017

NO KEC PUSKESMAS % Bayi Bulan

Lulus ASI Eks

1 2 3 4

1 Melaya Melaya I 47,7

(33)

2 Melaya II 25,0

3 Negara Negara I 42,2

4 Negara II 54,1

5 Jembrana Jembrana I 43,5

6 Jembrana II 45,6

7 Mendoyo Mendoyo I 50,3

8 Mendoyo II 50,2

9 Pekutatan Pekutatan I 53,3

10 Pekutatan II 54,2

JUMLAH 47,6

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Jembrana

Dalam hal pemenuhan gizi, cakupan kasus balita dengan gizi buruk pada kabupaten jembrana hanya ditemukan 6 kasus selama Tahun 2017 diseluruh kecamatan dan kabupaten Jembrana.

Kemudian melalui Keputusan Bupati Jembrana Nomor 547/PPP- PKKB/2017 telah dikembangkan Puskesmas dengan Pelayanan Ramah Anak.

Klaster pendidikan, pemanfaatan waktu luang, dan kegiatan budaya:

Tabel 9. APK (%) Penduduk Kabupaten Jembrana Tahun 2013-2017

NO Angka Partisipasi Kasar 2013 2014 2015 2016 2017 1 SD/SDLB/MI/PAKET A 108,75 106,46 107,65 108,65 105,23 2 SLTP/SMPLB/MTS/

PAKET B

119,85 128,83 133,26 134,86 104,73

Tabel 10. APM (%) Penduduk Kabupaten Jembrana Tahun 2013-2017

NO Angka Partisipasi Murni 2013 2014 2015 2016 2017 1 SD/SDLB/MI/PAKET A 96,28 93,09 94,78 95,41 95,13 2 SLTP/SMPLB/MTS/

PAKET B

99,12 98,74 100 100 82,91

(34)

Dari data yang dihimpun oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jembrana, pada Tahun 2017 jumlah sekolah tercatat sebagai berikut TK/RA Negeri sebanyak 7 sekolah, Swasta sebanyak 163, Tingkat SD/MI Sekolah Negeri sebanyak 188 Swasta 10 sekolah, Tingkat SMP/MTs ada 22 sekolah Negeri dan 13 sekolah Swasta, kemudian tingkat SMA/MA tercatat 8 sekolah Negeri dan 10 sekolah swasta, sedangkan untuk SMK tersedia 5 berstatus Negeri dan 5 berstatus Swasta.

Peningkatan Sekolah Ramah Anak telah dikembangkan oleh Kabupaten Jembrana melalui beberapa programnya yaitu sekolah ramah anak berbasis sekolah dengan merujuk pada:

a) Adanya komitmen tertulis yang dianggap kebijakan tentang SRA;

b) Pelakasanaan Proses Pembelajaran yang ramah anak;

c) Pendidik dan Tenaga Kependidikan Terlatih Hak-Hak Anak;

d) Sarana dan Prasarana yang ramah anak;

e) Partisipasi anak; dan

f) Partisipasi orang tua, lembaga masyarakat, dunia usaha, pemangku kepentingan lainnya, dan alumni.

Mengenai indikator layak anak yang belum terpenuhi di Kabupaten Jembrana adalah adanya rute aman dan selamat ke/dari sekolah (RASS), hal tersebut perlu diadakan untuk menunjang terciptanya kabupaten layak anak.

Klaster perlindungan khusus:

Pada klaster perlindungan khusus, hal yang perlu diperhatikan adalah:

a) Persentase anak yang mendapat layanan dalam kategori perlindungan khusus

b) Jumlah Proses Diversi yang Diupayakan bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum Jumlah penyelesaian kasus dengan pendekatan keadilan restoratif,

c) Adanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak Tesedia, dan berfungsi

(35)

d) Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak

Tabel 11. Jumlah Anak yang membutuhkan Perlindungan Khusus Tahun 2017

Kategori Anak Sebagai Korban

Anak Sebagai Pelaku

Jumlah

L P L P

Anak dibawah umur yang mengalami KDRT/ Kekerasan Seksual

3 16 - - 19

Anak sebagai korban dan pelaku

2 1 4 17 31

Anak dengan HIV AIDS

- - - - 44

Sumber: Reskrim Polres Jembrana dan Dinas Kesehatan

Dari data di atas, semua anak baik sebagai pelau maupun korban sudah mendapatkan perhatian dari Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A). Hanya beberapa data seperti Adanya mekanisme penanggulangan bencana yang memperhatikan kepentingan anak Tesedia, dan berfungsi, serta Persentase anak yang dibebaskan dari bentuk- bentuk pekerjaan terburuk anak belum diterpenuhi.

Walaupun Kabupaten Jembrana sudah mendapat predikat Pratama dalam hal KLA, pada beberapa sektor masih ditemukan adanya kekurangan pemenuhan hak anak di Kabupaten Jembrana. Sehingga pengaturan dalam bentuk Perda nanti, diharapkan pemerintah daerah mampu memenuhi, melindungi dan menangani permasalahan yang timbul terhadap hak anak anak.

(36)

D. KAJIAN TERHADAP IMPLIKASI PADA ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT DAN DAMPAKNYA PADA ASPEK BEBAN KEUANGAN DAERAH.

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak akan membawa implikasi pada aspek kehidupan masyarakat, yakni:

a. Adanya tuntutan untuk meningkatkan komitmen pemerintah, masyarakat dan dunia usaha dikabupaten/kota dalam upaya mewujudkan pembangunan yang peduli terhadap anak, kebutuhan dan kepentingan terbaik bagi anak.

b. Adanya tuntutan untuk mengintegrasikan potensi sumber daya manusia, keuangan, sarana, prasarana, metode dan teknologi yang pada pemerintah, masyarakat serta dunia usaha di kabupaten/kota dalam mewujudkan hak anak.

c. Adanya tuntutan untuk mengimplementasikan kebijakan perlindungan anak melalui perumusan strategi dan perencanaan pembangunan kabupaten/kota secara menyeluruh dan berkelanjutan sesuai dengan indikator kabupaten/kota layak anak, dan

d. Adanya tuntutan untuk memperkuat peran dan kapasitas pemerintah kabupaten/kota dalam mewujudkan pembangunan dibidang perlindungan anak

Pembentukan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana tentang Kabupaten Layak Anak akan membawa implikasi pada aspek keuangan daerah, sehingga sangat diperlukan adanya pengaturan sebagai dasar penyelenggaraan kabupaten layak anak di Kabupaten Jembrana oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Jembrana.

(37)

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN TERKAIT

1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Naskah Asli dan Amandemen)

Di dalam Pembukaan UUD NKRI Tahun 1945 dalam pokok-pokok pikiran telah ditegaskan bahwa “Negara“ melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Demikian juga dinyatakan bahwa Negara Indonesia adalah berdasarkan atas hukum (Rechtstaat) dan tidak berdasarkan kekuasaan (Machtstaat). Demikian juga dinyatakan bahwa Pemerintahan berdasarkan atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan tidak bersifat absolutme (kekuasaan yang tidak terbatas).

Sedangkan pengaturan tentang Pemerintahan Daerah terlihat didalam Pasal 18 dan Pasal 18A, yang dalam Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa : “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang“ , ayat (2) menyatakan : “Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan“, ayat (5) menyatakan bahwa :

“Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintah yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerinath Pusat “ dan dalam ayat (6) menyatakan bahwa : “Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan“ (Amandemen kedua). Di dalam Pasal 18A ayat (2) menyatakan bahwa : “Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksnakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang“ ( Amandemen kedua ).

(38)

Selanjutnya mengenai partisipasi masyarakat, di dalam Pasal 27 ayat (1 dan 2) menyatakan bahwa: “Segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya dan tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan “. Pasal 28A UUDNKRI Tahun 1945 menyatakan bahwa : “ setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya “ (Amandemen kedua). Pasal 28B ayat (2) UUDNKRI Tahun 1945 menyatakan : “ setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi “ (Amandemen kedua).

Kemudian Pasal 28C ayat (1) UUDNKRI Tahun 1945 menyatakan bahwa :

“setiap rang berhak mengembangkan diri memlalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia“ ( Amandemen kedua ).

Didalam Pasal 31 ditegaskan tentang pendidikan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran dan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasioanl yang diatur dengan undang-undang.“ (Penyelenggaraan pengajaran ini dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun non formal dari usia anak-anak sampai dewasa).

Demikian juga fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara (Pasal 34 ayat (1) Amandemen keempat) dan dalam ayat (2) menyatakan bahwa : “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusia“ (Amandemen keempat).

Rekomendasi :

Apabila dicermati kalimat Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa...dan keadilan sosial. Kemudian memperhatikan dan mencermati Amandemen

(39)

UUDNRI 1945 dalam rumusan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) serta ayat (5) yang pada intinya mengemukakan Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki otonomi untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Kemudian berdasarkan ayat (6) dinyatakan Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuannya itu (Amandemen kedua ). Serta mencermati Pasal 18A ayat (2) tentang Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Kemudian dalam hal kewajiban Pemerintah untuk memenuhi hak daripada warganegaranya dalam hal ini yang berkaitan dengan pembentukan KLA dapat dilihat ketentuan Pasal 27 ayat (1 dan 2), Pasal 28A serta Pasal 28B ayat (2) UUDNKRI Tahun 1945.

Dengan memperhatikan dan mencermati dengan seksama beberapa pasal tersebut diatas, Kabupaten Jembrana sudah diberikan haknya bersama dengan perangkat daerahnya untuk membuat atau menciptakan suatu kabupaten yang memang layak bagi tumbuh dan berkembangnya anak-anak secara wajar.

2) Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (LNRI Tahun 1979 Nomor 32)

Anak merupakan tunas bangsa dan generasi penerus suatu bangsa yang harus mendapatkan perhatian dan pembinaan serta bimbingan dan pemeliharaan peningkatan kesejahteraannya didalam menghadapi hari depannya. Disamping itu seorang anak dikemudian hari akan memikul suatu tanggung jawab yang besar terhadap bangsa dan negara Indonesia, dalam menghadapi segala cobaan dan tantangan demi tegaknya bangsa dan negara Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia memiliki pandangan hidup sebagai suatu falsafah atau sebagai suatu pedoman / tuntunan yang sudah melekat dalam kehidupannya sejak masa

(40)

lalu yaitu Pancasila. Oleh karena itu, segala upaya dari pemeliharaan, pembinaan, pembimbingan, pendidikan dan peningkatan kesejahteraannya, haruslah berpatokan pada apa yang terdapat dalam sila-sila dari Pancasila itu sendiri yang mengandung nilai-nilai yang amat luhur bila dihayati dan dijalani dengan baik.

Dengan demikian, seorang anak baik secara rohani, jasmani maupun secara sosial belum memiliki kemampuan untuk berdiri sendiri, sehingga orang tua, keluarga, masyarakat, negara dan pemerintah ( daerah maupun pusat ) memiliki suatu kewajiban didalam memberikan perhatian demi tumbuh dan berkembangnya anak itu agar terarah dan memiliki tanggung jawab dikemudian hari. Pemeliharaan, pembinaan, pembimbingan, perhatian dan pengawasan terhadap anak agar benar-benar menjadi perhatian yang sungguh-sungguh dari orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah ( pusat maupun daerah melalui dinas terkait ). Dengan membuat suatu program yang terencana, terpadu antar dinas terkait dan berkelanjutan demi kepentingan perkembangan anak dalam mewujudkan anak yang baik dan sejahtera lahir bathin. Disamping itu untuk menghindari adanya gangguan- gangguan dari luar ataupun dari teman sebayanya, yang dapat mempengaruhi jiwa dan perkembangan seorang anak, oleh itu hendaknya tanggung jawab ini diambil oleh negara dan pemerintah (baik pusat maupun daerah), dengan melakukan kerjasama dengan masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Meskipun sesungguhnya, kewajiban dan tanggung jawab itu terletak pada orang tua yang melahirkan anak itu dan lingkungan dimana anak itu hidup. Akan tetapi dalam perkembangan kepentingan tata sosialnya si anak, maka diperlukan usaha bersama dalam pemeliharaan, pembinaan, pembimbingan, pendidikan dan pemberian bekal kerohanian dan kejasmanian.

Kita juga mengetahui bersama bahwa disamping ada anak-anak yang terpenuhi kebutuhan dan kesejahteraan sosialnya (baik jasmani maupun rohani), masih ada anak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan sosialnya secara normal dan baik, seperti anak-anak tidak

(41)

mampu secara ekonomi dan sosial (anak yang karena sesuatu sebab tidak dapat terpenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik secara rohani, jasmani maupun sosial secara wajar), anak terlantar (anak yang karena sesuatu sebab orang tua yang melalaikan kewajibannya, sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial), anak yang mengalami masalah kelakuan (anak yang menunjukkan tingkah laku menyimpang dari norma-norma masyarakat) dan anak-anak yang cacat (anak yang menglami hambatan rohani dan atau jasmani, sehingga mengganggu pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar).

Anak-anak yang masuk kategori inilah yang harus mendapatkan perhatian dan pembinaan dari pihak berwenang dalam mewujudkan Pasal 34 UUD 1945 yaitu : Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara dan Pasal 4 serta Pasal 11 ayat ( 2) UU No. 4 Tahun 1979. Oleh karena didalam UU No. 4 Tahun 1979 sebagaimana diatur dalam Pasal 2 yang menentukan bahwa : (1) anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun didalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar, (1).

Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya, sesuai dengan negara yang baik dan berguna, (3). Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan, baik selama dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan, dan (4). Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar.

Oleh karena itu, didalam menyiapkan anak-anak sebagai generasi penerus bangsa dan negara ini, maka perlu diambil langkah-langkah yang baik dan terintegrasi antara pihak-pihak terkait, terutama dalam meningkatkan pelayanan kesejahteraan rohani, jasmani dan sosial bagi pertumbuhan dan pekembangan anak secara wajar. Hal ini dipertegas dengan Pasal 28H UUDNKRI Tahun 1945 Amandemen kedua, yang menyatakan dalam ayat (1) nya bahwa : “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

(42)

serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan “, ayat (2) menyatakan bahwa :

“Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan “, dalam ayat (3) menyatakan bahwa : “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”

Rekomendasi :

Hendaknya Pemerintah Kabupaten Jembrana segera mengimplementasikan segala sesuatu yang diamanatkan oleh undang-undang ini.

3) Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ( LNRI Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan LNRI nomor 3886)

Dalam hal menimbang dari undang-undang ini ditegaskan bahwa manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketakwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh penciptaNYA dianugrahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. Oleh karena hak asasi manusia merupakan dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia yang bersifat universal dan langgeng, maka harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun. Sehingga tidak boleh diberlakukan secara diskriminatif, yaitu setiap pembatasan, pelecehan atau pengucilan yang langsung atau tidak langsung atas dasar pembedaan agama, suku, ras, kelompok, golongan, status sosial, ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individu maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial

Referensi

Dokumen terkait

Transaksi Pembelian Fungsi ini untuk melakukan penginputan data pembelian item berdasarkan analisa perhitungan reorder point.. Bagian Pembelian mendapatkan informasi waktunya

Pengobatan tradisional salah satu diantaranya adalah pengobatan tradisional yang berhubungan dengan penyakit yang diderita oleh masyarakat khususnya di Kecamatan Suwawa

Dalam hal ini penonton harus membayarkan sejumlah uang yang telah di tentukan oleh pihak promotor untuk mendapatkan tiket konser musik yang akan di selenggarakan karena hal

Standar ini menguraikan kompetensi jabatan sertifikasi tenaga teknis khusus pertambangan juru ledak penambangan bahan galian dan berlaku bagi semua tenaga teknis khusus juru

Porta hiçbir şey öğrenmemiş olduğu halde bir mekanik dehasıdır, fakat bunu en iyi ve en kötü amaçlar için kullanmayı sever..

PEMENUHAN HAK ANAK PERLINDUNGAN KHUSUS ANAK Provinsi Layak Anak (PROVILA) 2006, revitalisasi 2010.. Desa/Kelurahan Layak Anak

Hipotesis yang bisa dimunculkan dalam penelitian ini adalah adanya partisipasi masyarakat dalam pengembangan kebijakan Kabupaten Layak Anak (KLA) di Kabupaten Sleman

Kita berdoa bagi Persidangan ke-7 Majelis Jemaat GKI Gunung Sahari yang diadakan pada hari Minggu, 20 Oktober 2013 agar Pimpinan Sidang dapat memutuskan