• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

1

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress

Refka Aina Rahmawati Peni Nugraheni, SE M.Sc., Ak., CA

Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Jalan Lingkar Selatan, Tamantirto, Kasihan, Bantul, Yogyakarta (0274)387646 rfkaina@gmail.com

peninugraheni@yahoo.com

ABSTRAK

This study aims to analyze the effect of managerial ownership, institutional ownership, board size, profitability ratios, liquidity ratios, leverage ratios, and company size on financial distress. The research objects are all companies listed on the Indonesia Stock Exchange (IDX) for the period 2019. This study uses a purposive sampling method as a sampling technique, with a total sample of 507 samples or companies. The analysis used in this research is logistic regression analysis with the SPSs program.The results of this study found that managerial ownership has no significant effect, institutional ownership has a significant negative effect, board size has no significant effect, profitability ratio has a significant negative effect, liquidity ratio has no significant effect, leverage ratio has no significant effect, and company size has a significant negative effect on financial distress.

Keywords: Managerial Ownership, Institutional Ownership, Board of Directors Size, Profitability Ratio, Liquidity Ratio, Leverage Ratio, Company Size, Financial Distress.

PENDAHULUAN

Setiap perusahaan di seluruh dunia bahkan di Indonesia mengharapkan perusahaannya berkembang dan tumbuh sesuai dengan harapan atau tujuannya. Pada dasarnya perusahaan didirikan bertujuan untuk menghasilkan keuntungan atau profit. Selain keuntungan atau profit perusahaan juga bertujuan untuk memakmurkan atau mensejahterakan para pemegang saham yaitu dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan. Oleh karena itu perusahaan mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mempertahankan eksistensi usaha demi kelangsungan hidup usahanya.

Tujuan dari perusahaan tersebut membuat pihak manajemen harus dapat meningkatkan keuntungan dan dapat mengendalikan kegiatan operasionalnya. Sehingga perusahaan mampu

berkembang dan tumbuh dalam jangka waktu yang panjang serta dapat terciptanya perusahaan yang baik dan sehat. Karena dengan kondisi perusahaan yang baik dan sehat akan menumbuhkan atau meningkatkan kepercayaan para pemegang saham.

Namun pada kenyataannya terkadang harapan tidak sesuai dengan yang diharapkannya, karena kondisi perekonomian global yang sering mengalami naik turun sehingga menyebabkan perlambatan dan ketidakstabilan perekonomian.

Penyebab terjadinya perlambatan dan ketidakstabilan perekonomian tersebut yaitu terjadinya perang dagang antara Negara Amerika Serikat dan Negara China yang kini nampaknya semakin memburuk. Laucereno (2019) mengungkapkan bahwa kedua Negara tersebut saling menyerang dalam memberlakukan tarif barang yang masuk ke Negara AS dan China. Perang tersebut akan berdampak ke berbagai Negara termasuk Indonesia. Menurut penjelasan dari Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia dalam artikel tersebut perang dagang menyebabkan perlambatan perekonomian global semakin mendalam dan dari sisi perdagangan, esklasi perang dagang akan mempersulit Indonesia mendorong ekspor. Disisi lain Indonesia berpotensi menjadi sasaran masuk barang-barang impor negara lain yang memanfaatkan keterbukaan perekonomian tanah air.

Dengan terhambatnya ekspor dan meningkatnya impor tersebut mengakibatkan neraca perdagangan akan terus berpotensi defisit.

Perusahaan yang terkena dampak perlambatan dan ketidakstabilan perekonomi tersebut kemungkinan besar perusahaan terancam mengalami financial distress seperti yang terjadi pada Perusahaan Retail PT Matahari Departement Store.

Ekarina (2018) menjelaskan bahwa PT Matahari Departement Store telah menutup beberapa gerai usahanya karena perusahaan turut merasakan terjadinya pelemahan industri retail dan kinerja yang kurang mampu meningkatkan penjualannya.

(2)

2

Sehingga di tahun 2017 menyebabkan pertumbuhan rata-rata penjualan pada PT Matahari Departement Store tercatat minus hingga 1,2%, sedangkan di tahun 2016 pertumbuhan rata-rata penjualan mencapai 5,5% dan di tahun 2015 mencapai 6,8%. Chief Financial Officer Matahari Clarissa Joesoep dalam artikel tersebut mengakui bahwa penurunan kinerja pertumbuhan rata-rata penjualan tahun lalu sangat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi makro dalam negeri, meskipun upah karyawan tahun lalu mengalami peningkatan namun diikuti dengan kenaikan tarif listrik maka dampak kenaikan upah tersebut menjadi kurang signifikan dan daya beli melemah.

Tidak hanya terjadi pada perusahaan PT Matahari Departement Store, bahkan terjadi pada Perusahaan PT Lion Mentari Airlines. Di tahun 2019 PT Lion Mentari Airlines meminta penundaan pembayaran jasa kebandaraudaraan kepada PT Angkasa Pura 1 (Persero). Corporate Communications Strategic of Lion Air Group Danang Mandala Prihantoro menjelaskan permintaan tersebut diajukan karena perusahaan sedang mengalami kesulitan keuangan atau financial distress akibat peningkatan tantangan bisnis pada tahun 2018.

Sebelum mengajukan penundaan tersebut, para maskapai termasuk Lion Air mengungkapkan sedang mengalami tekanan akibat peningkatan biaya operasional. Peningkatan terjadi karena harga minyak dan nilai tukar rupiah melonjak cukup tinggi. Disisi lain, para maskapai nasional juga mengeluh dengan adanya monopoli avtur oleh PT Pertamina (Persero).

Dengan berbagai tekanan tersebut, akhirnya membuat maskapai untuk menaikan tarif tiket pesawat untuk penerbangan domestik (Indonesia, 2019).

Financial distress atau sering disebut dengan kesulitan keuangan didefinisikan sebagai tahap akhir dari penurunan perusahaan sebelum perusahaan mengalami kebangkrutan atau likuiditas (Platt & Platt, 2002). Apabila sebuah perusahaan tidak dapat mengelola kinerja perusahaannya secara baik atau maksimal maka perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dan akan membahayakan perusahaan, jika dibiarkan saja maka perusahaan akan mengalami kegagalan usaha atau kebangkrutan.

Penelitian terdahulu menyatakan bahwa financial distress dapat dipengaruhi oleh faktor- faktor tertentu seperti mekanisme corporate governance yang diantaranya adalah kepemilikan manajerial Maryam & Yuyetta (2019), kepemilikan institusional Helena & Saifi (2018), dan ukuran dewan direksi (Syofyan & Herawaty, 2019). Kinerja keuangan juga dapat mempengaruhi financial distress yaitu profitabilitas Vionita & Lusmeida (2019), likuiditas Handayani (2020), dan leverage (Vionita

& Lusmeida, 2019). Selain itu ukuran perusahaan

juga dapat mempengaruhi financial distress (Nurviani & Oetomo, 2018).

Berdasarkan dari latar belakang yang sudah dijelaskan diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dan mengambil judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (BEI)”

dengan menggunakan variabel independen berikut;

kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, profitabilitas, likuiditas, leverage dan ukuran perusahaan. Penelitian ini direplikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Sunarwijaya (2017) yang terletak pada variabel independen. Dalam penelitian tersebut menggunakan variabel likuiditas, leverage, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional dengan menggunakan objek perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2013-2015. Sedangkan dalam penelitian ini peneliti menambahkan beberapa variabel yaitu variabel ukuran dewan direksi, rasio profitabilitas, dan ukuran perusahaan. Objek dan periode data yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2019. Dengan tujuan dapat memberikan informasi terbaru dan informasi yang lebih akurat mengenai kondisi financial distress pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) karena dengan semakin banyaknya data yang diperoleh maka informasi yang didapat akan lebih akurat.

Peneliti tertarik mengambil penelitian ini karena dalam setiap menjalankan bisnis atau usaha pasti akan mengalami untung dan rugi. Untuk itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi perusahaan mengalami kerugian atau kesulitan keuangan (financial distress).

Sehingga apabila peneliti atau pembaca ingin melakukan bisnis untuk kedepannya dapat mempertimbangkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perusahaan mengalami kerugian atau kesulitan keuangan (financial distress) dan dapat menghindari kondisi tersebut.

TINJAUAN LITERATUR DAN PENURUNAN HIPOTESIS

TINJAUAN LITERATUR

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan atau agency theory merupakan teori yang digunakan untuk memahami corporate governance yang diperlukan perspektif dasar selain itu juga dapat dianggap sebagai konrak dari hubungan agensi principal dengan agent muncul dimana agent harus bertindak atas nama principal dalam pengambilan keputusan. Teori keagenan ini dapat diartikan sebagai sebuah perbedaan kepentingan antara pemegang saham

(3)

3

(principal) dengan manajer (agent), dimana manajer dapat melakukan sebuah aksi kecurangan seperti melakukan penipuan yang dapat menyebabkan kerugian yang besar maupun kecil bagi para pemegang saham (principal).

Menurut Jensen & Meckling (1976) telah menjelaskan bahwa principal merupakan pemegang saham yang telah menyediakan fasilitas berupa perusahaan, sedangkan agent merupakan manajemen perusahaan yang mempunyai wewenang dari principal untuk menjalankan aktivitas dan kebijakan dalam pembuatan keputusan perusahaan tersebut dan dapat dikemukakan bahwa hubungan keagenan ini merupakan sebuah kontrak yang telah melibatkan pemegang saham (principal) dengan manajer (agent). Masalah agensi akan terjadi ketika terdapat perkiraan bahwa agent tidak mungkin akan terus bertindak sesuai dengan kepentingan dari principal dan manajer akan cenderung bertindak untuk mengutamakan kepentingan dirinya sendiri sehingga akan menyebabkan atau dapat memicu kondisi kesulitian keuangan.

Supriadi (2004) menyatakan bahwa pemisahaan kepemilikan dan pengendalian merupakan salah satu factor yang memicu timbulnya konflik keagenan (Sunarwijaya, 2017). Pemisahaan kepemilikan dan pengendaliaan dapat menyebabkan terjadinya asimetri informasi. Asimetri informasi merupakan suatu informasi yang berbeda karena agent yang mempunyai informasi lebih banyak dibandingkan dengan informasi principal (Jensen &

Meckling, 1976). Yang dimaksud dengan informasi yang berbeda merupakan informasi yang telah dimanipulasi oleh pihak agent. Sehingga terdapat kemungkinan bahwa manajer (agent) akan bertindak untuk lebih mementingkan kepentingannya sendiri daripada pemegang saham (principal) dan akan mengakibatkan kinerja perusahaan mengalami penurunan, karena principal tidak dapat mengontrol dan mengendalikan tindakan yang dilakukan oleh agent.

Principal mengharapkan perusahaan dapat meningkatkan keuntungan sehingga dapat mendorong agent untuk bekerja dengan maksimal. Namun kemungkinan besar agent akan bertindak untuk mencari keuntungannya sendiri. Dalam penelitian Jensen & Meckling, (1976) mengatakan

bahwa kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional adalah mekanisme corporate governance utama yang membantu mengendalikan masalah keagenan (agency conflict). Dengan adanya mekanisme tata kelola perusahaan (corporate governance) diharapkan dapat berfungsi untuk meningkatkan kinerja perusahaan, kepercayaan principal dan dapat meminimalisir adanya konflik keagenan tersebut. Penerapan corporate governance yang baik kemungkinan dapat berfungsi sebagai pengawas, pengendali, dan pengontrol yang lebih optimal sehingga keputusan yang diambil oleh manajer merupakan keputusan yang terbaik dan tidak akan merugikan pihak mana pun. Seperti yang dikatakan oleh Setiawan (2011) dalam penelitiannya S. I. Santoso et al. (2017) good corporate governance merupakan suatu konsep yang didasarkan pada teori agensi dan diharapkan dapat mengurangi masalah agensi dengan memberikan keyakinan terhadap pihak principal atas kinerja agent.

PENURUNAN HIPOTESIS

1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Financial Distress

Menurut Sunarwijaya (2017), kepemilikan manajerial merupakan saham perusahan milik manajemen perusahan yang membuat manajemen mempunyai dua fungsi sebagai pemilik perusahaan sekaligus sebagai pengelola perusahaan, sehingga pihak manajemen mampu mengurangi masalah keagenan, meningkatkan kinerja manajemen dalam mengelola perusahaan, dan mengurangi kecurangan yang merugikan perusahaan. Hal tersebut bertujuan untuk memberikan hasil yang baik dan berpendapatan yang cukup tinggi sehingga perusahaan kemungkinan terjadinya financial distress di masa yang akan datang akan semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan oleh Maryam & Yuyetta (2019), Vionita &

Lusmeida (2019) menemukan hasil bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan, namun tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (A. K. Putri

& Kristanti, 2020) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

(4)

4

H1 : Kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

2. Pengaruh Kepemilikan Institusional terhadap Financial Distress

Kepemilikan institusional merupakan salah satu corporate governance yang dapat mengurangi teori keagenan antar pemilik dan manajer sehingga akan timbul keselarasan kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer. Menurut S. I.

Santoso et al. (2017) kepemilikan institusional merupakan jumlah proporsi saham perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusi atau badan usaha atau organisasi, yang memiliki fungsi sebagai monitoring.

Adanya kepemilikan institusional sangat penting bagi perusahaan karena aktivitas monitoring oleh pihak institusi terhadap manajemen perusahaan dapat memotivasi manajemen untuk meningkatkan pengawasan dalam mengelola perusahaan dan manajemen akan lebih mengutamakan keuntungan investor daripada keuntungan pribadinya. Semakin besar kepemilikan institusional maka kinerja manajemen semakin meningkat sehingga perusahan kemungkinan terjadinya financial distress di masa yang akan datang akan semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan Rahmawati & Khoiruddin (2017) dan Helena & Saifi (2018) menemukan hasil bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan, sedangkan Damayanti & Kusumaningtias (2020) menyatakan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut ini:

H2 : Kepemilikan

institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

3. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi terhadap Financial Distress

Radifan dan Yuyetta (2015) dalam A. K. Putri & Kristanti, (2020) menjelaskan bahwa dewan direksi merupakan seorang agent yang bertugas menjalankan perintah yang diberikan oleh principals. Ukuran dewan direksi adalah good corporate governance yang dapat membantu masalah keagenan yang dimana keberadaannya

menentukan kinerja perusahaan, selain itu dewan direksi memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai pembuat keputusan manajemen dan sebagai pengendali pengeambilan keptusan (S. I. Santoso et al., 2017). Kehadiran dewan direksi dapat memperkuat monitoring internal perusahaan dan menciptakan kinerja perusahaan lebih efektif sehingga memberikan keuntungan bagi pihak perusahaan. Oleh karena itu apabila perusahaan mempunyai ukuran dewan direksi semakin banyak maka potensi perusahaan mengalami financial distress akan semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan Helena

& Saifi (2018) dan Syofyan & Herawaty (2019) menemukan hasil bahwa dewan direksi berpengaruh negatif signifikan, sedangkan penelitian A. K. Putri & Kristanti (2020) tidak sejalan dan menyatakan bahwa ukuran dewan direksi tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H3 : Ukuran dewan direksi berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

4. Pengaruh Rasio Profitabilitas terhadap Financial Distress

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengembangkan dan menghasilkan keuntungan yang sesuai dengan tingkat penjualan, aset, dan saham. Perusahaan yang menghasilkan keuntungan tinggi menunjukan bahwa perusahaan tersebut berkembang secara efektif dan efisien dalam menggunakan asetnya. Penggunaan aset yang efektif dan efisien perusahaan dapat meminimalisir biaya pengeluaran perusahaan sehingga perusahaan dapat menghemat biaya dan memiliki dana yang cukup, selain itu para investor tidak akan ragu apabila menanam modal di perusahaan tersebut. Dengan perusahaan memiliki dana yang berkecukupan dan mendapatkan kepercayaan dari para investor maka perusahaan kemungkinan terjadinya financial distress di masa yang akan datang akan semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan oleh Vionita & Lusmeida (2019) dan Agustini &

Wirawati (2019) menemukan hasil bahwa

(5)

5

rasio profitabilitas berpengaruh negatif signifikan, sedangkan Wulandari (2020) menyatakan bahwa rasio profitabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

H4 : Rasio profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

5. Pengaruh Rasio Likuiditas terhadap Financial Distress

Rasio likuiditas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo. Perusahaan dapat dikatakan likuid apabila perusahaan tersebut dapat segera memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Perusahaan yang mampu memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo berarti menunjukan perusahaan tersebut memiliki aktiva lancar yang lebih besar daripada kewajiban jangka pendeknya. Semakin likuid perusahaan maka semakin menunjukan bahwa perusahaan dapat memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo, sehingga kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan akan semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan Putri &

NR (2020) dan Handayani (2020) menemukan hasil bahwa rasio likuiditas berpengaruh negatif signifikan, namun tidak sejalan dengan penelitian Sopian et al.

(2019) yang menyatakan bahwa rasio likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut ini:

H5 : Rasio likuiditas berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

6. Pengaruh Rasio Leverage terhadap Financial Distress

Rasio leverage merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang dan kewajiban jangka pendek. Dapat diartikan bahwa seberapa besar hutang perusahaan yang ditanggungnya dibandingkan aktiva yang dimiliki perusahaan. Penggunaan hutang yang besar akan menyulitkan perusahaan dalam memenuhi hutangnya di masa mendatang

karena hutang yang ditanggung perusahaan lebih besar daripada aktiva yang dimilikinya. Apabila perusahaan tidak dapat mengatasinya dengan baik, maka kemungkinan terjadinya financial distress pada perusahaan akan semakin besar karena financial distress diawali dengan kegagalan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya.

Penelitian yang dilakukan oleh Vionita & Lusmeida, (2019) dan Putri & NR (2020) menemukan hasil bahwa rasio leverage berpengaruh positif signifikan, namun penelitian tersebut tidak sejalan dengan Dewa et al., (2019) yang menyatakan bahwa rasio leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut ini:

H6 : Rasio leverage berpengaruh positif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

7. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Financial Distress

Ukuran perusahaan merupakan suatu indikator yang menunjukan besar atau kecilnya jumlah aset yang dimiliki perusahaan, dimana semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar juga total aset yang dimiliki perusahaan tersebut.

Sehingga apabila perusahaan ada kewajiban yang mendesak maka perusahaan yang besar dapat memenuhinya dengan mudah daripada perusahaan yang kecil, selain itu juga perusahaan besar akan lebih mudah menyelesaikan masalah keuangan yang dihadapinya, sehingga kemungkinan terjadinya financial distress di perusahaan akan semakin kecil.

Penelitian yang dilakukan oleh Ningrum & Hatane (2017) dan Nurviani &

Oetomo (2018) menemukan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan, sedangkan G. A. P. Santoso et al.

(2018) menyatakan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap financial distress.

Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut ini:

H7 : Ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kemungkinan terjadinya financial distress.

(6)

6

METODE PENELITIAN

Objek yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2019. Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif. Sumber data yang digunakan yaitu data sekunder yang berupa laporan keuangan tahunan (annual report) yang diperoleh dari Bursa Efek Indonesia melalui www.idx.com.

Penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan kriteria yang ditetapkan antara lain :

1. Perusahaan yang tercatat/terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2019, kecuali bank.

2. Perusahaan yang mempublikasikan laporan tahunan dan laporan keuangan selama periode tahun 2019 dengan menggunakan satuan mata uang rupiah.

Definisi Operasional Variabel 1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kesulitan keuangan atau financial distress yang terjadi pada perusahaan. Financial distress diproksikan menggunakan Earning Per Share (EPS) negatif. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmawati & Khoiruddin (2017), Sunarwijaya (2017), dan Vionita &

Lusmeida (2019). Dalam penelitian ini, variabel dependen disajikan dalam variabel dummy dengan pengukuran yaitu diberi skor satu (1) apabila perusahaan mempunyai EPS negatif dan diberi skor nol (0) apabila perusahan mempunyai EPS positif .

2. Variabel Independen

Pada penelitian ini terdapat tujuh (7) variabel indepemden yang akan diuji terhadap financial distress pada perusahaan.

Variabel independent yang diproksikan dengan berikut ini:

a. Kepemilikan Manajerial

KM =

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝑀𝑎𝑛𝑎𝑗𝑒𝑟𝑖𝑎𝑙

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑑𝑎𝑟 x 100%

b. Kepemilikan Institusional

KI =

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐼𝑛𝑠𝑡𝑖𝑡𝑢𝑠𝑖𝑜𝑛𝑎𝑙

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑆𝑎ℎ𝑎𝑚 𝐵𝑒𝑟𝑒𝑑𝑎𝑟 x 100%

c. Ukuran Dewan Direksi

Ukuran banyaknya dewan direksi yang berada dalam perusahaan.

d. Rasio Profitabilitas

ROA = Laba Bersih

Total Aset x 100%

e. Rasio Likuiditas

CR = Aset Lancar

Kewajiban Lancar x 100%

f. Rasio Leverage

DAR = Total Kewajiban Total Aset x 100%

g. Ukuran Perusahaan

UP = Ln (Total Aset) Teknik Analisis Data

Pada penelitian ini yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi logistic. Alasan peneliti menggunakan analisis regresi logistik adalah dikarenakan variabel dependen pada penelitian ini menggunakan variable dummy, sehingga analisis regresi logistiklah yang dinilai paling sesuai dengan pengujian data penelitian ini. Analisis regresi logistic bertujuan untuk memprediksi besar variabel terikat terhadap masing-masing variabel bebas yang diketahui nilainya. Model regresi logistic dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ln ( 𝑃𝑡

1−𝑃𝑡) = 𝛼 + 𝛽1𝐾𝑀 + 𝛽2𝐾𝐼 + 𝛽3𝑈𝐷𝐷 + 𝛽4𝑅𝑂𝐴 + 𝛽5𝐶𝑅 +

𝛽6𝐷𝐴𝑅 + 𝛽7𝑈𝑃 + 𝑒 Keterangan :

Ln ( 𝑃𝑡

1−𝑃𝑡) :Probabi litas perusaha an mengala mi Financi al Distress

𝛼 :

Konstanta

𝛽1 − 𝛽7 :

Koefisien Regresi

(7)

7

KM :

Kepemilikan Manajerial

KI : Kepemilikan Institusional

UDD : Ukuran

Dewan Direksi

ROA : Rasio

Profitabilitas

CR : Rasio

Likuiditas

DAR : Rasio

Leverage

UP : Ukuran

Perusahaan

e : Error

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Objek Penelitian

Tabel 4.1

Kriteria Pengambilan Sampel Penelitian

No Keterangan Jumlah

1 Perusahaan yang terdaftar/tercatat di BEI periode 2019

720

2 Perusahaan yang variabel penelitian tidak ada pada laporan tahunan periode 2019

(76) 3 Perusahaan perbankan yang terdaftar/tercatat di BEI

periode 2019

(57) 4 Perusahaan yang menggunakan mata uang dollar

periode 2019

(80)

Jumlah Perusahaan Sampel 507

Berdasarkan Tabel 4.1 menyatakan bahwa total perusahaan yang terdaftar/tercatat di BEI periode 2019 berjumlah 720. Namun setelah dilakukan pemilihan sampel oleh peneliti terdapat 507 perusahaan yang dapat memenuhi kriteria

sampel. Dan pada penelitian ini terdapat tujuh (7) variabel independen dan satu (1) vaariabel dependen, sehingga jumlah dai data yang didapat dari 507 perusahaan adalah 4.056 data (507 x 8).

1. Statistik Deskriptif

Tabel 4.2

Hasil Uji Statistik Deskriptif Descriptive Statistics

(8)

8

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

KM 507 .00 100.00 5.4159 14.69501

KI 507 .00 100.00 51.7313 32.42078

UDD 507 1 14 4.31 1.925

ROA 507 -153.83 520.00 3.2722 30.35256

CR 507 .00 22879.70 369.8831 1372.65926

DAR 507 -27.14 6377.00 70.9920 334.95262

UP 507 4455675774.0

0

60838689252000000 .00

152751336934979 .2500

272959337128744 2.00000 Valid N

(listwise) 507

Sumber : Data Output SPSS, 2021 Berdasakan hasil uji analisis deskriptif

pada variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Dewan Direksi, Rasio Profabilitas, Rasio Likuiditas, Rasio Laverage, dan Ukuran Perusahaan. Nilai N dari semua variabel pada tabel tersebut menunjukan angka 507, yang artinya terdapat 507 sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam pengujian statisitik penelitian ini menemukan hasil bahwa kepemilikan manajerial memiliki nilai minimum sebesar 0.00%, nilai maksimum sebesar 100%, nilai mean sebesar 5.4159%, dan standar deviasi sebesar 14.69501%. Kepemilikan institusional memiliki nilai minimum sebesar 0.00%, nilai maksimum sebesar 100%, nilai mean 51.7313%, dan standar deviasi sebesar 32.42078%. Dewan Direksi memiliki nilai minimum 1, nilai maksimum 14, nilai mean 4.31, dan standar deviasi 1.925. Rasio profitabilitas diproksikan dengan Return on

Assets (ROA) memiliki nilai minimum sebesar -153.83%, nilai maksimum sebesar 520.00%, nilai mean sebesar 3.2722%, dan standar deviasi sebesar 30.35256%. Rasio likuiditas diproksikan dengan Current Ratio (CR) memiliki nilai minimum sebesar 0.00%, nilai maksimum sebesar 22879.70%, nilai mean sebesar 369.8831%, dan standar deviasi sebesar 1372.65926%. Rasio leverage diproksikan dengan Debt to Asset Ratio (DAR) memiliki nilai minimum sebesar -27.14%, memiliki nilai maksimum sebesar 6377.00%, nilai mean sebesar 70.9920%, dan standar deviasi sebesar 334.95262%. Dan ukuran Perusahaan diproksikan dengan Logaritma Natural(LN)(Total Assets) memiliki nilai minimum sebesar Rp 4.455.675.774, nilai

maksimum sebesar Rp

60.838.689.252.000.000, nilai mean Rp 152.751.336.934.979,2500, dan standar deviasi sebesar Rp 2.729.593.371.287.442.

2. Analisis Regresi Logistik a. Menilai Kelayakan Data

Tabel 4.3 Uji Kelayakan Data Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 570.514 7 .000

Block 570.514 7 .000

Model 570.514 7 .000

Sumber : Data Output SPSS, 2021 Berdasarkan Tabel 4.3 diatas menunjukan

bahwa nilai dari pengujian Omnibus Test of Model memperoleh nilai sig. 0.000 < 0.05, hal ini menunjukan bahwa data yang digunakan

dalam penelitian ini layak untuk dilanjutkan karena nilai signifikan lebih kecil dari nilai alpha yang telah ditentukan.

(9)

9

b. Overall Fit Model

Tabel 4.5 Uji Overall Model Fit Block 0: Beginning Block Iteration Historya,b,c

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients Constant

Step 0 1 622.816 -.785

2 622.602 -.829

3 622.602 -.830

Sumber : Data Output SPSS, 2021 Block 1:Method = Enter

Iteration Historya,b,c,d

Iteration

-2 Log likelihood

Coefficients Constan

t KM KI UDD ROA CR DAR UP

Step 1

1 557.756 4.865 -.001 -.007 -.093 -.012 .000 .000 -.173 2 511.812 5.195 -.001 -.007 -.104 -.051 .000 .000 -.185 3 481.259 5.008 -.002 -.007 -.089 -.114 .000 .000 -.177 4 473.529 4.975 -.003 -.007 -.079 -.164 .000 .000 -.175 5 473.147 5.004 -.003 -.007 -.078 -.179 .000 .000 -.176 6 473.146 5.006 -.003 -.007 -.077 -.179 .000 .000 -.176 7 473.146 5.006 -.003 -.007 -.077 -.179 .000 .000 -.176

Sumber : Data Output SPSS, 2021 Berdasarkan hasil uji Overall Model

Fit diatas menunjukan bahwa terjadi penurunan nilai -2LogL. Nilai awal - 2LogL sebesar 622.816 menjadi 473.146.

Penurunan likelihood ini menunjukkan model regresi yang lebih baik atau

dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan data. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model regresi dapat memprediksi adanya financial distress.

c. Koefisien Determinasi (NagelKarke R2)

Tabel 4.6 Uji Nagel Karke R2 Model Summary Step

-2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 473.146a .255 .361

Sumber : Data Output SPSS, 2020 Pada hasil model summary pada

Tabel 4.6 memberikan nilai Nagelkarke R2 sebesar 0.361 atau 36.1%. Hal ini berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas

variabel independen sebesar 36.1%, sedangkan sisanya sebesar 63.9%

dijelaskan oleh variabel lain yang tidak digunakan dalam penelitian ini.

d. Tabel Klasifikasi

Tabel 4.7

(10)

10

Tabel Klasifikasi Classification Tablea

Observed

Predicted Y

Percentage Correct Tidak

Mengalami Financial

Distress

Mengalami Financial

Distress Step 1 Y Tidak Mengalami

Financial Distress 347 6 98.3

Mengalami Financial

Distress 68 86 55.8

Overall Percentage 85.4

Sumber : Data Output SPSS, 2021 Berdasarkan hasil tabel klasifikasi

tersebut menunjukan bahwa model regresi logistik dapat memprediksi dengan tepat suatu perusahaan yang mengalami financial distress ada 55.8% atau 154 perusahaan,

sedangkan yang tidak mengalami financial distress ada 98.3% atau 353 perusahaan. Sehingga hasil ketepatan prediksi secara keseluruhan adalah sebesar 85.4%.

e. Hasil Penelitian

Tabel 4.8 Uji Hipotesis Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 1a KM -.003 .008 .140 1 .709 .997

KI -.007 .004 3.863 1 .049 .993

UDD -.077 .071 1.185 1 .276 .925

ROA -.179 .025 51.597 1 .000 .836

CR .000 .000 1.211 1 .271 1.000

DAR .000 .000 .385 1 .535 1.000

UP -.176 .065 7.316 1 .007 .838

Constant 5.006 1.799 7.743 1 .005 149.347

Sumber : Data Output SPSS, 2021 Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada

tabel 4.8 di atas maka dapat disusun model regresi logistik sebagai berikut:

Ln 𝐹𝐷

𝐹𝐷−1 = 5.006 − 0.003𝐾𝑀 − 0.007𝐾𝐼 − 0.077 𝑈𝐷𝐷 − 0.179𝑅𝑂𝐴 +

0.00𝐶𝑅 + 0.00𝐷𝐴𝑅 − 0.176𝑈𝑃

Pembahasan

1. Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukan bahwa variabel kepemilikan manajerial memiliki koefisien

regresi sebesar -0.003 dengan nilai Sig. 0.709

> 0.05. Berarti pada penelitian ini menolak H1, yang artinya kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress. Kepemilikan manajerial adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen perusahaan.

(11)

11

Dimana perusahaan mengharapkan kepemilikan manajerial dapat membantu mengurangi masalah keagenan (agentcy conflict) karena kepemilikan manajerial menunjukan bahwa perusahaan dimiliki oleh manajemen perusahaan, selain itu juga dengan adanya pengawasan dari manajemen maka perusahaan kemungkinan dapat terhindar dari financial distress (Sunarwijaya, 2017).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setiawan et al., (2017) dan Putri & Kristanti, (2020).

Namun berbeda dengan hasil penelitian Maryam & Yuyetta, (2019) dan Vionita &

Lusmeida, (2019) yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress, yang artinya semakin besar saham yang dimiliki manajemen maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Hal tersebut dapat terjadi karena semakin besar kepemilikan manajerial maka potensi kemungkinan terjadinya financial distress akan semakin kecil. Jensen

& Meckling, (1976) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat mengendalikan dan membantu mengurangi masalah keagenan (agentcy conflict).

Sehingga masalah keagenan dapat diasumsikan akan hilang apabila manajer/manajemen memiliki saham di perusahaan. Dengan begitu semakin meningkat kepemilikan saham manajerial maka kinerja perusahaan akan semakin baik.

Tidak signifikannya kepemilikan manajerial terhadap kondisi financial distress disebabkan karena kondisi sehat atau tidaknya suatu perusahaan di Indonesia bukan diakibatkan besar kecilnya saham yang dimiliki oleh manajemen saja, melainkan lebih kepada kemampuan manajemen dalam mengendalikan atau mengelola perusahaan (Nopriyanti, 2016) dalam (Sunarwijaya, 2017). Selain itu juga jumlah kepemilikan saham oleh manajemen di perusahaan BEI periode 2019 masih relatif kecil, sehingga belum terjadi keselarasan antara pemilik dan manajemen perusahaan. Di Indonesia, sebagian besar perusahaan yang go public merupakan perusahaan keluarga, sehingga masih terdapat kecenderungan pemilik dan manajemen yaitu masih dalam satu lingkup keluarga sehingga sulit untuk memisahkan antara keputusan yang ditetapkan pemilik perusahaan dengan keputusan yang diambil

oleh manajemen perusahaan (Bodroastuti, 2009).

2. Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukan bahwa variabel kepemilikan institusional memiliki koefisien regresi sebesar -0.007 dengan nilai Sig. 0.049

< 0.005. Berarti dalam penelitian ini H2

diterima, artinya kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress. Kepemilikan institusional merupakan kepemilikan saham suatu perusahaan yang dimiliki oleh pihak institusional atau lembaga keuangan. Dengan jumlah proporsi saham perusahaan yang dimiliki pihak institusi atau badan usaha atau organisasi memiliki fungsi sebagai monitoring (S. I. Santoso et al., 2017).

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati &

Khoiruddin, (2017) dan Helena & Saifi, (2018) yang menemukan bahwa kepemilkan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress.

Hal ini menunjukan kemungkinan perusahaan mengalami financial distress banyak dipengaruhi oleh struktur kepemilikan, selain itu juga dengan tingginya kepemilikan saham institusional akan lebih mendorong aktivitas monitoring. Dengan meningkatnya monitoring pihak intitusional maka akan mempengaruhi manajemen institusi untuk memantau secara professional perkembangan investasinya, dan tingkat pengendalian terhadap manajemen perusahaan akan lebih ketat sehingga dapat membuat manajemen perusahaan untuk bekerja lebih maksimal dan bertanggungjawab, dengan begitu perusahaan dapat menghindari kondisi yang dapat menimbulkan financial distresss (Schliefer dan Vishny, 1986) dalam (Helena & Saifi, 2018). Adanya kepemilikan institusional sangat penting bagi perusahaan karena aktivitas monitoring oleh pihak institusi terhadap manajemen perusahaan dapat memotivasi manajemen untuk meningkatkan pengawasan dalam mengelola perusahaan dan manajemen akan lebih mengutamakan keuntungan investor daripada kepentingan pribadinya.

Pada penelitian ini sejalan dengan teori keagenan yang dilandasi salah satunya asumsi tentang sifat manusia yang lebih mementingkan dirinya sendiri. Hal ini terlihat

(12)

12

berdasarkan data kepemilikan institusional pada perusahaan yang terdaftar/tercatat di BEI pada tahun 2019 banyak terdapat saham yang tidak menyebar dan terdapat saham mayoritas bahkan terdapat pula saham yang dimiliki oleh pihak asing diatas 5%, sehingga dapat mempengaruhi pengendalian dalam perusahaan serta hasil penelitian. Struktur kepemilikan saham tersebut menjelaskan komitmen antar pemilik untuk menyelamatkan perusahaannya.

Signifikannya pengaruh kepemilikan institusional ini adalah membuktikan bahwa besarnya kepemilikan saham pihak institusi dapat menjadi mekanisme yang efektif untuk memprediksi kemungkinan terjadinya financial distress.

3. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukan bahwa variabel ukuran dewan direksi memiliki koefisien regresi sebesar -0.077 dengan nilai Sig. 0.276

> 0.05. Berarti dalam penelitian ini H3

ditolak, yang artinya dewan direksi tidak berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress. Dewan direksi merupakan dewan yang telah ditetapkan oleh perusahaan sebagai pemimpin yang dapat mengendalikan perusahaan dalam menentukan kebijakan dan strategi yang akan diambil untuk menjalan kegiatan operasi perusahaan dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ananto et al., (2017) dan A. K. Putri & Kristanti, (2020).

Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Helena & Saifi, 2018) dan (Syofyan &

Herawaty, 2019) yang menemukan hasil bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress.

Penelitian ini membuktikan bahwa tidak adanya pengaruh antara ukuran dewan direksi terhadap financial distress. Undang- Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada pasal 92 ayat (4) menyebutkan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menetapkan pembagian tugas dan wewenang pengurusan di antara anggota dewan direksi dalam hal direksi terdiri atas dua anggota direksi atau lebih, sehingga masih ada keterbatasan wewenang direksi (Ananto et al., 2017). Tidak signifikannya pengaruh ukuran dewan direksi ini adalah meskipun dewan direksi memiliki hak,

wewenang, dan mengetahui bagaimana kondisi suatu perusahaan, namun keputusan yang akan diambil tetap pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sehingga berapapun ukuran dewan direksi pada perusahaan tidak berpengaruh terhadap kondisi financial distress.

4. Pengaruh Rasio Profitabiltas Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukan bahwa variabel rasio profitabilitas memiliki koefisien regresi sebesar -0.179 dengan nilai.Sig 0.000 < 0.05.

Berarti dalam penelitian ini H4 diterima, yang artinya rasio profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress.

Rasio profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mengembangkan dan menghasilkan keuntungan sesuai dengan tingkat penjualan, aset, dan saham.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustini &

Wirawati, (2019) dan Vionita & Lusmeida, (2019) yang menemukan bahwa rasio profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress.

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara profitabilitas dengan financial distress. Dalam hal ini perusahaan yang menghasilkan keuntungan yang tinggi menunjukan bahwa perusahaan tersebut dapat berkembangan secara efektif dan efisien dalam menggunakan asetnya untuk menghasilkan laba dari penjualan dan investasinya (Hapsari, 2012) dalam (Rahmawati & Khoiruddin, 2017). Dengan penggunanaan aset secara efektif dan efisien, perusahaan dapat meminimalisir biaya pengeluaran perusahaan sehingga perusahaan dapat menghemat biaya dan memiliki dana yang cukup dalam menjalankan usahanya, selain itu para investor tidak akan ragu apabila menanam modal pada perusahaan tersebut (Agustini & Wirawati, 2019).

Dengan manajemen perusahaan yang dapat mengelola aset atau dana secara efektif dan efisien, dan mendapatkan kepecayaan dari para investor, perusahaan dapat terhindar dari kondisi financial distress. Dan sebaliknya apabilaa perusahaan memiliki nilai rasio profitabilitas yang rendah maka kemungkinan perusahaan tidak dapat mengelola aset atau dana yang dimiliki perusahaan secara efektif dan efisien, selain itu juga perusahaan akan sulit mendapatkan

(13)

13

kepercayaan para investor. Sehingga dapat menimbulkan kerugian dan perusahaan mengalami financial distress.

Data pada perusahaan yang tercatat/terdaftar di BEI periode 2019 membuktikan bahwa perusahaan yang dapat mengelola penggunaan asetnya secara efektif dan efisien, serta dapat meminimalisir pengeluaran biaya maka dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi sehingga perusahaan akan terhindar dari kondisi financial distress, dan sebaliknya perusahaan yang tidak dapat mengelola asetnya secara efektif dan efisien maka perusahaan tersebut mengalami kerugian bahkan menyebabkan perusahaan terancam mengalami kondisi financial distress (Agustini & Wirawati, 2019).

Signifikannya pengaruh rasio profitabilitas ini membuktikan bahwa tingginya rasio profitabilitas dapat menjadi mekanisme yang efektif untuk memprediksi financial distress.

5. Pengaruh Rasio Likuiditas Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukan bahwa variabel likuiditas memiliki koefisien regresi sebesar 0.000 dengan nilai. Sig 0.271 > 0.05. Berarti dalam penelitian ini H5 ditolak, yang artinya rasio likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek pada saat jatuh tempo.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunarwijaya, (2017) dan Sopian et al., (2019). Namun penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putri & NR, 2020) dan (Handayani, 2020) yang menemukan hasil bahwa rasio likuiditas memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress.

Dari hasil penelitian membuktikan bahwa tidak adanya hubungan atau pengaruh antara rasio likuiditas terhadap kondisi financial distress. Hal ini menunjukan bahwa besar kecilnya rasio likuiditas pada perusahaan tidak ada jaminan bahwa perusahaan tersebut dalam kondisi aman atau terancam dari kondisi financial distress.

Pengaruh tidak signifikan antara rasio likuiditas dengan financial distress terjadi karena perusahaan yang terdaftar/tercatat di BEI periode 2019 memiliki kemampuan dalam mendanai operasional perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka

pendeknya dengan aset lancar yang dimilikinya, sehingga perusahaan dapat membayar kewajibannya tepat waktu.

Standar rasio likuiditas menurut Kasmir (2012:135) dalam Putri & NR, (2020) adalah 200% atau 2:1 yang artinya setiap 1 hutang lancar yang dimiliki perusahaan memiliki 2 aset lancar untuk menutupinya.

Hal tersebut lebih menjamin bahwa perusahaan mampu memenuhi kewajiban jangka pendeknya secara tepat waktu sehingga potensi terjadinya financial distress akan semakin kecil. Data pada sampel perusahaan yang terdaftar di BEI periode 2019 rata-rata memiliki rasio likuiditas sebesar 369%, dimana aset lancar perusahaan dapat memenuhi kewajiban jangka pendek perusahaan tersebut. Maka dari itu rasio likuiditas pada perusahaan yang terdaftar/tercatat di BEI tahun 2019 tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress.

6. Pengaruh Rasio Leverage Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukan bahwa rasio leverage memiliki koefisien regresi sebesar 0.000 dengan nilai.Sig 0.535 > 0.05. Berarti dalam penelitian ini H6 ditolak, yang artinya rasio leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress. Rasio leverage digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.

Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewa et al., (2019) dan Zulman Hakim et al., (2019).

Tetapi penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Vionita &

Lusmeida, 2019) dan (Putri & NR, 2020) yang menemukan hasil bahwa rasio leverage berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi financial distress.

Pada penelitian ini membuktikan bahwa tidak ada pengaruh antara rasio leverage dengan financial distress. Pengaruh tidak signifikan antara rasio leverage dengan financial distress terjadi karena total hutang yang dimiliki perusahaan yang tercatat/terdaftar di BEI dapat ditutupi oleh modalnya sendiri. Sehingga berapapun kewajiban perusahaan telah dijamin oleh modal yang dimilikinya. Selain itu juga menurut (Zulman Hakim et al., 2019) menyatakan bahwa sebuah perusahaan yang besar cenderung mengandalkan sebagian

(14)

14

besar pembiayaan pada pinjaman bank, maka dapat dikatakan perusahaan yang besar cenderung memiliki tingkat rasio leverage yang besar juga namun dengan ukuran perusahaan yang besar dapat dikatakan perusahaan tersebut lebih mampu untuk menghindari kondisi financial distress dengan melakukan diversifikasi pada usahanya tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan apabila perusahaan melakukan pembiayaan dari pinjaman tersebut maka perusahaan akan lebih mampu menghindari kondisi financial distress. Sehingga, apabila perusahaan memiliki rasio leverage yang tinggi, jika pengelolaannya dilakukan dengan baik dan terstruktur maka hal tersebut tidak akan berpengaruh terhadap financial distress.

7. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress

Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan menunjukan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki koefisien regresi sebesar -0.176 dengan nilai.Sig 0.007 < 0.05.

Berarti dalam penelitian ini H7 diterima, yang artinya ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap financial distress.

Ukuran perusahaan merupakan suatu indikator yang menunjukan besar atau kecilnya jumlah aset yang dimiliki perusahaan, dimana semakin besar ukuran perusahaan maka semakin besar juga total aset yang dimiliki perusahaan tersebut.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ningrum &

Hatane, (2017) dan Nurviani & Oetomo, (2018) yang menemukan hasil bahwa ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress.

Pada penelitian ini membuktikan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan terhadap ukuran perusahaan dengan financial distress, yang artinya semakin besar ukuran perusahaan maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami financial distress. Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aset/aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan berarti jumlah aset yang dimiliki perusahaan juga semakin besar. Sehingga apabila perusahaan terdapat kebutuhan atau kewajiban yang mendesak maka perusahaan dapat memenuhinya, selain itu juga akan lebih mudah untuk menyelesaikan masalah keuangan yang dihadapinya. Menurut (Ningrum & Hatane, 2017) ukuran perusahaan merupakan suatu indikator yang

penting dalam mengetahui kondisi financial distress yang dihadapi perusahaan, karena pada umumnya perusahaan yang besar memiliki pondasi keuangan yang lebih kuat apabila dibandingkan dengan perrusahaan kecil. Sehingga perusahaan tidak rentan terhadap adanya masalah dalam keuangan.

KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN PENELITIAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dari pengujian logistic yang dilakukan dapat disimpulkan hasil bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhaadap kondisi financial distress, kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress, ukuran dewan tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress, rasio profitabilitas berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress, rasio likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress, rasio leverage tidak berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress, ukuran perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kondisi financial distress.

2. Saran

Bagi peneliti selanjutnya disarankan menggunakan variabel independen lainnya selain yang digunakan dalam penelitian ini yang kemungkinan memiliki pengaruh signifikan dalam pengujian financial distress, menambah periode dalam penelitian yang lebih panjang/banyak dan disarankan menggunakan seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI tanpa kecuali, serta disarankan menggunakan proksi lain dalam mengukur financial distress.

3. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya menggunakan 7 variabel independen dalam memprediksi financial distress pada perusahaan, yaitu corporate governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dewan direksi, dan kinerja keuangan yang diproksikan dengan rasio profitabilitas, rasio likuiditas, rasio leverage, serta ukuran perusahaan, periode penelitian terbatas 1 tahun yaitu 2019, dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI kecuali bank.

(15)

15

DAFTAR PUSTAKA

Agustini, N. W., & Wirawati, N. G. P. (2019).

Pengaruh Rasio Keuangan Pada Financial Distress Perusahaan Ritel Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana, 26(1), 251–

280.

https://doi.org/10.24843/eja.2019.v26.i01.p10 Ananto, R. P., Mustika, R., & Handayani, D. (2017).

Pengaruh Good Corporate Governance (GCG), Leverage, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Barang Konsumsi Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Ekonomi &

Bisnis Dharma Andalas, 19(1), 92–105.

Bodroastuti, T. R. I. (2009). Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Financial Distress. Jurnal ASET, 11(2), 1–15.

Damayanti, novita dwi, & Kusumaningtias, R.

(2020). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Financial Distress Pada Sektor Perusahaan Jasa Infrastruktur, Utilitas Dan Transportasi Di Bursa Efek Indonesia Periode 2015-2017. Jurnal Akuntansi Unesa, 8(3), 1–9.

Dewa, N. L. P. A. D. I., Edy, M. E. I. P., & Arizona.

(2019). Pengaruh Rasio Likuiditas, Rasio Leverage Dan Rasio Profitabilitas Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Manufaktur. Kumpulan Hasil Riset Mahasiswa Akuntansi (KHARISMA), 1(1), 322–333.

Ekarina. (2018, April 27). Kinerja Kurang Bagus, Matahari Tutup Lagi Gerai Departement Store.

https://katadata.co.id/

Handayani, N. (2020). Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Dan Leverage Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Textile Dan Garment Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2016. Jurnal Ilmiah Ilmu Ekonomi, 9(1), 80–94.

Helena, S., & Saifi, M. (2018). Pengaruh Corporate Governance Terhadap Financial Distress.

Jurnal Administrasi Bisnis, 60(2), 143–152.

Indonesia, C. (2019). Lion Air Kesulitan Keuangan, Sempat Tunda Bayar Jasa ke AP I.

https://www.cnnindonesia.com/

Jensen, M. C., & Meckling, W. H. (1976). Theory Of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost, And Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3, 3(4), 305–360.

Laucereno, S. F. (2019). Perang Dagang AS-China Berlanjut, Ekonomi Global Kian Suram.

https://finance.detik.com/

Maryam, & Yuyetta, E. N. A. (2019). Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Probabilitas Terjadinya Financial Distress. Diponegoro Journal of Accounting, 8(3), 1–11.

Ningrum, A., & Hatane, S. E. (2017). Pengaruh Corporate Governance terhadapFinancial Distress. Bussiness Accounting Riview, 5(1).

https://doi.org/10.23887/jia.v1i2.9989

Nurviani, D. I., & Oetomo, H. W. (2018). Pengaruh Financial Leverage, Ukuran Perusahaan, Dan Arus Kas Terhadap Financial Distress Pada Perusahaan Property Dan Real Estate. Jurnal Ilmu Dan Riset Manajemen, 7(1), 1–17.

Platt, H. D., & Platt, M. B. (2002). Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on Choice-based Sample Bias. Journal of Economics and Finance, 26(2), 184–199.

Putri, A. K., & Kristanti, F. T. (2020). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Financial Distress Menggunakan Survival Analysis. JIMFE (Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi),

6(1), 31–42. https://online-

journal.unja.ac.id/jaku/article/view/5590 Putri, D. S., & NR, E. (2020). Pengaruh Rasio

Keuangan, Ukuran Perusahaan, Dan Biaya Agensi Terhadap Financial Distress. Jurnal Eksplorasi Akuntans, 2(1), 2083–2098.

Rahmawati, D., & Khoiruddin, M. (2017). Pengaruh Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Dalam Memprediksi Kondisi Financial Distress. Management Analysis Journal, 6(1), 1–12. https://doi.org/10.1063/1.1732192 Santoso, G. A. P., Yulianeu, & Fathoni, A. (2018).

Analysis of Effect of Good Corporate Governance, Financial Performance and Firm Size on Financial Distress in Property and Real Estate Company Listed Bei 2012-2016. Journal of Management, 4(4), 1–10.

Santoso, S. I., Khoirin, D. Y. A. S., & Nur, F. A. N.

(2017). Pengaruh Laba , Arus Kas Dan Corporate Governance Terhadap Financial

(16)

16

Distress. 13(1), 1–22.

Setiawan, D., Oemar, A., & Pranaditya, A. (2017).

Pengaruh Laba, Arus Kas, Likuiditas Perusahaan, Ukuran Perusahaan, Leverage, Kepemilikan Instutisional dan Kepemilikan Manajerial untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi Universitas Pandanaran, 3(3), 1–15.

Sopian, M. I., Sunarya, E., & Komariah, K. (2019).

Analisis Kemampuan Rasio Likuiditas Dan Profitabilitas Dalam Mengukur Financial Distress. Journal of Economic, Business and Accounting, 3(1), 145–152.

Sunarwijaya, I. K. (2017). Pengaruh Likuiditas, Leverage, Kepemilikan Manajerial, Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kemungkinan Terjadinya Financial Distress.

Jurnal Ilmu Manajemen Mahasaraswati, 7(7), 1–16.

Syofyan, A., & Herawaty, V. (2019). Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Financial

Distress Dengan Kualitas Audit Sebagai Pemoderasinya. Seminar Nasional Cendekiawan, 2(38), 1–7.

Vionita, & Lusmeida, H. (2019). Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Dan Good Corporate Governance Terhadap Financial Distress ( Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar di BEI 2014-2017 ). Seminar Nasional & Call For Paper Seminar Bisnis Magister Manajemen, 36–62.

Wulandari, S. (2020). Pengaruh Rasio Keuangan Dalam Memprediksi Financial Distress Pada Sektor Pertanian Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia. Prosiding Seminar Hasil Penelitian

& Pengabdian Kepada Masyarakat Unjani Expo (UNEX), 1(1), 87–90.

Zulman Hakim, M., Surya Abbas, D., & Nasution, A.

W. (2019). Pengaruh Profitabilitas, Likuiditas, Leverage, Kepemilikan Manajerial, Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Financial Distress. Competitive Jurnal Akuntansi Dan Keuangan, 4(1).

Referensi

Dokumen terkait

Terra Cotta, banyak mengandung grog/samot (tepung tanah yang sudah dibakar) Pembuatannya dilakukan dengan teknik pres dan cetak. Gerabah Putih, mudah dibentuk dengan teknik

Pada kelompok perlakuan kompres hangat nilai rata-rata intensitas nyeri luka perineum sebelum diberikan terapi adalah 4,80 dan setelah diberikan terapi kompres

Dari hasil uji statistik dengan menggunakan Chi-square, diperoleh p-value 0,159 karena p-value&gt; 0,05 maka Ho diterima, artinya tidak ada hubungan yang bermakna

Judul KTI : Pengaruh Pemberian Dosis Bertingkat Jus Mengkudu ( Morinda citrifolia L) terhadap Jumlah Eritrosit Tikus Galur Wistar (Rattus norvegicus) yang

Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 90, Tambahan Lembaran Negara

Dengan adanya penerapan sistem informasi penggunaan dana kas kecil yang sudah terkomputerisasi, diharapkan pembuatan laporan kas kecil menjadi akurat, tepat dan cepat

Khudzaifah Dimyati, S.H., M.Hum., selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta, yang telah memberikan kesempatan kepada Penulis, untuk dapat

Menatap mata seseorang merupa'an sesuatu )ang penting tetapi bisa /uga  berba#a)a /i'a ber+ebi#an. angan mema'ai 'ata Hga' tauH9Hga' bisaH 'arena itu /awaban orang )ang