• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Profesi Fisioterapi Frozen Shoulder

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Makalah Profesi Fisioterapi Frozen Shoulder"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Profesi Fisioterapi Frozen Shoulder

DI SUSUN OLEH :

NAMA : Lusiana, S.Ft NIM : P27226018402

POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA TAHUN AJARAN

2018/2019

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Agung Muhammad SAW yang selalu kita nantikan syafa’atnya di akhirat nanti. Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Frozen Shoulder”. Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi.

Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Denpasar, 21 Desember 2018

Penyusun

(3)

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS FROZEN SHOULDER AKIBAT CAPSULITIS ADHESIVA SINISTRA

DI RSUP SANGLAH BALI

Latar Belakang: Frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva sinistra adalah kondisi yang menyebabkan gerak sendi bahu yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya dimana terjadi peradangan adhesif antara kapsul sendi, ditandai dengan peningkatan rasa nyeri, kekakuan, dan keterbatasan gerak modalitas yang diberikan pada kondisi ini Micro Wave Diatermy , Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation, Terapi Manipulasi dan Terapi Latihan.

Tujuan: Untuk mengetahui manfaat pemberian modalitas MWD, TENS, terapi manipulasi, terapi latihan dalam mengurangi nyeri, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan LGS, meningkatkan kemampuan fungsional.

Metode: Metode Fisioterapi yang digunakan dalam kasus tersebut yaitu dengan modalitas MWD, TENS, terapi manipulasi, terapi latihan, dan evaluasi dengan metode pengukuran nyeri (VDS), kekuatan otot (MMT), dan pengukuran LGS dengan Goneometer.

Hasil: Setelah dilakukan 6 kali terapi didapatkan hasil penurunan nyeri gerak T1:6 menjadi T6:5nyeri tekan T1:3 menjadi T6:2, meningkatkan kekuatan otot , fleksor T1:2 menjadi T6:3, extensor T1:3 menjadi T6:5, abduktor T1:2 menjadi T6:3, dan adduktor T1:2 menjadi T6:4, meningkatkan LGS gerak aktif T1 S : 300 - 0-300 dan T6 S : 400 -0-400 , T1 F : 300 -0-200 dan T6 F : 400 -0-250 . Sedangkan pada gerak pasif T1 S : 50 º-0-30 º dan T6 S : 50 º-0-60 º, T1 F : 80º-0-20 º dan T6 F : 90º-0-20 º , dan meningkatkan kemampuan fungsional. Kesimpulan: Pada kasus tersebut modalitas MWD, TENS, terapi manipulasi, terapi latihan dapat penurunan nyeri tekan dan nyeri gerak, meningkatkan kekuatan otot, meningkatkan LGS, meningkatkan kemampuan fungsional. Kata Kunci: Frozen Shoulder, MWD, TENS, Terapi Manipulasi, Terapi Latihan.

(4)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………2

DAFTAR ISI ………..3

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG………4

BAB II PEMBAHASAN A. ANATOMI ………6

B. DEFINISI FROZEN SHOULDER ………10

C.ETIOLOGI FROZEN SHOULDER ………...10

D. PATOLOGI FROZEN SHOULDER………...12

E. KLASIFIKASI FROZEN SHOULDER ………13

F. TANDA DAN GEJALA ……….14

G. ACTIVITY LIMITATION ………15

H. INTERVENSI ………16

BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN ……….21

B. SARAN ………21 DAFTAR PUSTAKA

(5)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Frozen shoulder adalah suatu kondisi yang menyebabkan nyeri dan keterbatasan gerak pada sendi bahu yang sering terjadi tanpa dikenali penyebabnya.

Frozen shoulder menyebabkan kapsul yang mengelilingi sendi bahu menjadi mengkerut dan membentuk jaringan parut (Cluett, 2007). Prevelensi kasus frozen shoulder di RSUD Dr. Moewardi dari bulan mei sampai juni 2014 tercatat 22,7% dari 300 kasus. Pada kasus ini lebih sering terjadi pada wanita dengan usia 40 – 70 tahun.

Frozen Shoulder bersifat idiopatik atau penyebabnya tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan respon auto immobilisasi terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal, selain dugaan adanya repon auto immobilisasi ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang, diabetes melitus, kelumpuhan, pasca operasi payudara dan infark miokardia (Cluett,2007).

Faktor yang menyebabkan terjadinya frozen shoulder adalah capsulitis adhesiva dimana keadaan ini disebabkan karena suatu peradangan yang mengenai kapsul sendi dan dapat menyebabkan perlengketan kapsul sendi serta tulang rawan, ditandai dengan nyeri bahu yang timbul secara pelan-pelan, nyeri yang semakin tajam, kekakuan dan keterbatasan gerak. Tanda gejala pada kasus tersebut dapat diatasi oleh fisoterapi.

Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan/atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan

(6)

gerak dan fungsi tubuh sepanjang rentang kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis) pelatihan fungsi, komunikasi (PerMenkes. No. 80 tahun 2013).

Modalitas fisioterapi pada kasus frozen shoulder berupa Micro Wave Diatermy (MWD), Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation (TENS) alat ini dapat digunakan untuk mengurangi nyeri, Terapi Latihan berupa Shoulder Wheel serta Terapi Manipulasi yang dapat mengurangi perlengketan jaringan sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan Lingkup Gerak Sendi (LGS) dan Terapi Latihan berupa Active Resisted Exercise yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan otot. Pada kasus Frozen Shoulder akibat Capsulitis Adhesiva tindakan fisioterapi harus diberikan sedini mungkin untuk mencegah kekakuan yang terjadi pada sendi bahu semakin bertambah.

(7)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. ANATOMI

Secara anatomi, sendi glenohumeral dibentuk oleh fossa glenoidalis scapulae dan caput humeri. Fossa glenoidalis scapulae berperan sebagai mangkuk sendi glenohumeral yang terletak di anterosuperior angulus scapulae yaitu pertengahan antara acromion dan processus cocacoideus (Porterfield & De rosa, 2004). Sedangkan caput humeri berperan sebagai kepala sendi yang berbentuk bola dengan diameter 3 cm dan menghadap ke superior, medial, dan posterior. Berdasarkan bentuk permukaan tulang pembentuknya, sendi glenohumeral termasuk dalam tipe ball and socket joint. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.

Gambar Struktur Bagian Dalam Sendi Bahu Dilihat dari Anterior (Pubz, 2002)

(8)

Sudut bulatan caput humeri 180°, sedangkan sudut cekungan fossa glenoidalis scapulae hanya 160°, sehingga 2/3 permukaan caput humeri tidak dilingkupi oleh fossa glenoidalis scapulae. Hal ini mengakibatkan sendi glenohumeral tidak stabil. Oleh karena itu, stabilitasnya dipertahankan oleh stabilisator yang berupa ligamen, otot, dan kapsul (Porterfield & De rosa, 2004). Ligamen pada sendi glenohumeral antara lain ligament coracohumeral dan ligament glenohumeral.

Ligament coracohumeral terbagi menjadi 2, berjalan dari processus coracoideus samapai tuberculum mayor humeri dan tuberculum minor humeri. Sedangkan ligament glenohumeral terbagi menjadi 3 yaitu : (1) superior band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai caput humeri, (2) middle band yang berjalan dari tepi atas fossa glenoidalis scapulae sampai ke depan humeri, (3) inferior band yang berjalan menyilang dari tepi depan fossa glenoidalis scapulae sampai bawah caput humeri (Porterfield & De rosa, 2004).

Gambar Struktur Sendi Bahu dilihat dari anterior (Pubz, 2002)

(9)

Kapsul sendi merupakan pembungkus sendi yang berasal dari fossa glenoidalis scapulae sampai collum anatomicum humeri. Kapsul sendi dibagi menjadi dua lapisan yaitu : kapsul synovial dan kapsul fibrosa (Neumann, 2002).

1. Kapsul synovial (lapisan dalam)

Kapsul synovial mempunyai jaringan fibrocolagen agak lunak dan tidak memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya menghasilkan cairan synovial dan sebagai transformator makanan ke tulang rawan sendi (Suharto, 1999). Cairan synovial normalnya bening, tidak berwarna, dan jumlahnya ada pada tiap-tiap sendi antar 1 sampai 3 ml (Price & Wilson, 1994).

2. Kapsul fibrosa (lapisan luar)

Kapsul fibrosa berupa jaringan fibrous keras yang memiliki saraf reseptor dan pembuluh darah. Fungsinya memelihara posisi dan stabilitas sendi regenerasi kapsul sendi (Neumann, 2002).

Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari m. supraspinatus, m.

infraspinatus, m. teres minor dan m.subscapularis (Snell, 2000).

a. m. Supraspinatus

m. supraspinatus berorigo di fossa supraspinatus scapulae, berinsertio di bagian atas tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi oleh n. suprascapularis. Fungsi otot ini adalah membantu m.deltoideus melakukan abduksi bahu dengan memfiksasi caput humeri pada fossa glenoidalis scapulae.

b. m. Infraspinatus

(10)

m. infraspinatus berorigo di fossa infraspinata scapulae, berinsertio di bagian tengah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi oleh n.

suprascapularis. Fungsi otot ini adalah melakukan eksorotasi bahu dan menstabilkan articulation.

c. m. Teres minor

m. Teres minor berorigo di 2/3 bawah pinggir lateral scapulae berinsertio di bagian bawah tuberculum mayor humeri dan capsula articulation humeri dan disarafi oleh cabang n. axillais. Otot ini berfungsi melakukan eksorotasi bahu dan menstabilakan articulation humeri.

d. m. Subscapularis

m. subscapularis berorigo di fossa subscapularis pada permukaan anterior scapula dan berinsersio di tuberculum minor humeri yang disarafi oleh n.

subscapularis superior dan inferior serta cabang fasciculus posterior plexus brachialis.

Fungsi otot ini adalah melakukan endorotasi bahu dan membantu menstabilkan sendi yang dapat dilihat pada gambar 2.3 berikut ini.

(11)

Gambar Otot Penggerak Sendi Bahu (Pubz, 2002)

Sendi glenohumeral memiliki beberapa karakteristik, antara lain : (1) perbandingan antara mangkok sendi dan kepala sendi tidak sebanding, (2) kapsul sendinya relatif lemah, (3) otot-otot pembungkus sendi relatif lemah, (4) gerakanya paling luas, (5) stabilitas sendi relatif kurang stabil (Suharto, 1999). Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi glenohumeral antara lain fleksi, ekstensi, abduksi, eksorotasi, endorotasi, dan sirkumduksi (Snell, 2000).

B. DEFINISI FROZEN SHOULDER

Frozen shoulder adalah kekakuan sendi glenohumeral yang diakibatkan oleh elemen jaringan non-kontraktil atau gabungan antara jaringan non-kontraktil dan kontraktil yang mengalami fibroplasia. Baik gerakan pasif maupun aktif terbatas dan nyeri. Pada gerakan pasif, mobilitas terbatas pada pola kapsular yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal (Hand et al., 2007; Uhthoff

& Boileau, 2007).

Frozen shoulder adalah semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan luas gerak sendi (Kuntono, 2004).

Dari definisi frozen shoulder yang dijelaskan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa frozen shoulder adalah gangguan pada sendi bahu yang dapat menimbulkan nyeri di sekitar sendi bahu dan selalu menimbulkan keterbatasan gerak sendi ke semua arah gerakan sehingga akan menimbulkan terjadinya permasalahan baik permasalahan fisik maupun penurunan aktivitas fungsional.

C. ETIOLOGI

Frozen shoulder merupakan sindroma yang ditandai dengan adanya

keterbatasan gerak idiopatik pada bahu yang biasanya menimbulkan rasa

(12)

dari dan sekitar sendi bahu dan penyakit endokrin atau penyakit sistemik yang lain (Siegel,et al, 2005).

Faktor etiologi frozen shoulder antara lain : a. Usia dan Jenis kelamin

Frozen shoulder paling sering terjadi pada orang berusia 40-60 tahun dan biasanya wanita lebih banyak terkena dari pada pria.

b. Gangguan endokrin

Penderita diabetes mellitus beresiko tinggi terkena, gangguan endokrin yang lain misalnya masalah thyroid dapat pula mencetuskan kondisi ini (Donatelli, 2004).

c. Trauma sendi

Pasien yang memiliki riwayat pernah mengalami cedera pada sendi bahu atau menjalani operasi bahu (seperti tendinitis bicipitalis, inflamasi rotator cuff, fraktur) dan disertai imobilisasi sendi bahu dalam waktu yang lama akan beresiko tinggi mengalami frozen shoulder (Donatelli, 2004)

d. Kondisi sistemik

Beberapa kondisi sistemik seperti penyakit jantung dan Parkinson dapat meningkatkan resiko terjadinya frozen shoulder (Donatelli, 2004).

e. Aktivitas

Beberapa kegiatan umum termasuk latihan beban, olahraga aerobik, menari, golf, renang, permainan raket seperti tenis dan badminton, dan olahraga melempar, bahkan panjat tebing telah diminati banyak orang. Orang lainnya ada juga yang meluangkan waktu untuk belajar dan bermain alat musik. Semua kegiatan ini dapat menuntut kerja yang luar biasa pada otot dan jaringan ikat pada sendi bahu. Demikian pula, diperlukan berbagai lingkup gerak sendi dan penggunaan otot tubuh bagian atas dan bahu yang sangat spesifik dan tepat untuk setiap kegiatan. Akibat dari

(13)

peningkatan jumlah individu dari segala usia terlibat dalam berbagai kegiatan tersebut, gangguan sendi bahu seperti frozen shoulder sekarang muncul dengan frekuensi yang lebih besar (Porterfield & De rosa, 2004).

D. PATOLOGI

Perubahan patologi yang merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal berupa inflamasi pada membran synovial, menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan viskositas cairan synovial sendi glenohumeral dan selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menyempit.

Frozen shoulder atau sering juga disebut capsulitis adhesive umumnya akan melewati proses yang terdiri dari beberapa fase yaitu, Fase nyeri (Painful):

Berlangsung antara 0-3 bulan. Pasien mengalami nyeri spontan yang seringkali parah dan mengganggu tidur. Pasien takut menggerakkan bahunya sehingga menambah kekakuan. Pada akhir fase ini, volume kapsul glenohumeral secara signifikan berkurang.

Fase kaku (Freezing): Berlangsung antara 4-12 bulan. Fase ini ditandai dengan hyperplasia sinovial disertai proliferasi fibroblastik pada kapsul sendi glenohumeralis. Rasa sakit seringkali diikuti dengan fase kaku.

Fase beku (frozen): Berlangsung antara 9-15 bulan. Di fase ini patofisiologi sinovial mulai mereda/membaik tetapi adesi terjadi dalam kapsul diikuti penurunan volume intra-articular dan kapsul sendi. Pasien mengalami keterbatasan lingkup gerak sendi dalam pola kapsuler yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal.

Fase mencair (Thawing Phase): Fase ini berlangsung antara 15-24 bulan.

Fase akhir ini digambarkan sebagai mencair ditandai dengan kembalinya ROM secara berangsur-angsur (Hannafin & Chiaia, 2000).

(14)

Cedera teringan terjadinya frozen shoulder adalah jenis gesekan yang dapat menyebabkan reaksi radang lokal maupun tendinitis. Penyakit ini biasanya sembuh dengan sendirinya, tetapi bila disertai dengan impairment yang lebih lama dan terutama pada orang tua dapat terjadi kerobekan kecil, ini dapat diikuti dengan pembentukan jaringan parut, metaplasia, fibrikartilaginosa maupun pengapuran tendon. Penyembuhan disertai dengan reaksi vaskuler dan kongesti lokal yang menyebabkan rasa nyeri dan menyebabkan kelainan lebih lanjut (Apley, 1993).

Rasa sakit dari daerah bahu sering menghambat pasien frozen shoulder dalam melakukan aktivitas hidup sehari-hari (ADL) dan ini adalah salah satu alasan penurunan kekuatan dan ketahanan otot bahu ( Sandor & Brone, 2000). Karena stabilitas glenohumeral sebagian besar oleh sistem muscolotendinogen, maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri dan menurunya mobilitas sendi sehingga mengakibatkan keterbatasan luas gerak sendi yang berakibat pada penurunan aktivitas fungsional (Donatelli, 2004).

E. KLASIFIKASI

Frozen shoulder dibagi menjadi dua tipe berdasarkan patologinya yaitu:

primer atau idiopatik frozen shoulder dan sekunder frozen shoulder (Siegel et al., 1999). Primer atau idiopatik frozen shoulder yaitu frozen shoulder yang tidak diketahui penyababnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita daripada pria terutama pada usia lebih dari 45 tahun. Frozen shoulder biasanya terjadi pada lengan yang tidak dominan dan lebih sering terjadi pada orang yang bekerja dengan gerakan bahu yang sama secara berulang-ulang. Sekunder frozen shoulder yaitu frozen shoulder yang terjadi setelah trauma berarti pada bahu misalnya fraktur, dislokasi, dan luka bakar yang berat. Meskipun trauma terjadi beberapa tahun sebelumnya (Siegel et al., 1999).

(15)

Frozen shoulder sekunder dibagi menjadi 3 subkategori berdasarkan hubungannya dengan penyakit lain : Intrinsik, ekstrinsik dan sistemik (Jurgel et al., 2005; Kelley et al., 2009). Intrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif maupun pasif ROM yang disebabkan oleh gangguan pada otot-otot rotator cuff (seperti tendinitis, ruptur parsial atau penuh), tendonitis otot-otot biceps, atau kalsifikasi tendinitis (pada kasus kalsifikasi tendonitis, temuan radiografi yang diterima termasuk deposit kalsifikasi di dalam ruang subacromial/tendon-tendon rotator cuff).

Ekstrinsik, merupakan keterbatasan gerak aktif maupun pasif lingkup gerak sendi yang diketahui disebabkan oleh faktor yang berada di luar bahu yang mempengaruhi gerakan bahu, sebagai contoh: keterbatasan gerak bahu sehubungan dengan post operasi kanker payudara ipsilateral, cervical radikulopati, tumor thorax, akibat kecelakaan cerebrovascular , atau factor ekstrinsik yang lebih lokal seperti:

fraktur shaft humeri, abnormalitas sendi scapulothoracal, arthritis sendi acromioclavicular dan fraktur clavicula.

Sistemik, merupakan keterbatasan gerak yang disebabkan gangguan sistemik, tetapi tidak terbatas pada diabetes mellitus, juga hyper/hypothyroidism, hypoadrenalism, atau kondisi-kondisi lain yang mempunyai hubungan dengan perkembangan frozen shoulder (Brotzman & Manske, 2011; Zuckerman & Rokito, 2011).

F. TANDA DAN GEJALA

Frozen shoulder ditandai dengan adanya keterbatasan LGS glenohumeral yang nyata, baik gerakan aktif maupun gerakan pasif. Nyeri dirasakan pada daerah m. Deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai menggangu tidur.

Sifat keterbatasan meliputi pola kapsuler yaitu keterbataan gerak sendi yang spesifik mengikuti struktur kapsul sendi. Sendi bahu mengikuti keterbatasan yang paling

(16)

terbatas yaitu eksoritasi, endorotasi, dan abduksi (Kuntono, 2004). Tanda dan gejala frozen shoulder adalah nyeri terutama ketika meraih ke belakang dan elevasi bahu dan rasa tidak nyaman biasanya dirasakan pada daerah anterolateral bahu dan lengan (Sheon et al., 1996).

Tanda dan gejala lainnya frozen shoulder biasanya tidak terlihat kecuali sedikit pengecilan otot dan mungkin juga terdapat rasa nyeri, tetapi gerakan selalu terbatas. Pada kasus yang berat bahu sangat kaku (Apley & Solomon, 1995).

Pada kasus ini, nyeri yang terletak di anterolateral sendi dan menyebar ke bagian anterior lengan atas, kadang-kadang juga ke bagian fleksor lengan bawah.

Rasa tidak nyaman memburuk pada malam hari dan biasanya mengganggu tidur.

Tenderness terjadi di sekitar caput humeri dan sulcus bicipitalis. Gerakan pasif maupun aktif terbatas pada semua arah gerakan, nyeri muncul pada gerak ekstrim.

Pada stadium akut, spasme otot terlihat pada semua otot di sekitar bahu (Turek, 1997).

Dari gejala dan tanda tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa gejala dan tanda yang khas dari frozen shoulder adalah nyeri, kekakuan, keterbatasan pada luas gerak sendi bahu. Kadang-kadang disertai dengan penurunan kekuatan otot sekitar bahu dan penurunan kemampuan aktivitas fungsional karena tidak digunakan (Kenny, 2006).

G. ACTIVITIES LIMITATION

Masalah aktivitas yang sering ditemukan pada penderita frozen shoulder adalah tidak mampu menyisir rambut; kesulitan dalam berpakaian; kesulitan memakai breastholder (BH) bagi wanita; mengambil dan memasukkan dompet di saku belakang; gerakan-gerakan lainnya yang melibatkan sendi bahu (Jurgel et al., 2005; Kelley et al., 2009; Hsu et al., 2011). Karena stabilitas glenohumeral sebagian

(17)

besar oleh sistem muscolotendinogen, maka gangguan pada otot-otot bahu tersebut akan menyebabkan nyeri dan menurunnya mobilitas sendi sehingga mengakibatkan keterbatasan luas gerak sendi yang berakibat pada penurunan aktivitas fungsional (Donatelli, 2004) seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.4 berikut.

Gambar Beberapa keterbatasan gerak fungsional sendi bahu (Yang, 2006).

H. INTERVENSI TERAPI MANIPULASI

Terapi manipulasi merupakan teknik terapi yang digunakan pada gangguan sendi dan jaringan lunak terkait dan salah satu metode penanganan yang utama adalah mobilisasi meliputi mobilisasi sendi dan jaringan lunak yang dalam praktek kedua tehnik ini selalu digabungkan (Kaltenborn, 2011). Mobilisasi sendi bahu di sini akan dibahas tentang mobilisasi artikuler yang berkaitan dengan mekanisme joint play

(18)

movement yaitu roll gliding dan traksi serta kompresi. Roll gliding adalah kombinasi antara gerakan rolling dan gliding yang hanya bisa terjadi pada permukaan sendi lengkung yang tidak kongruen. Rolling adalah gerakan permukaan sendi bilamana perubahan jarak titik kontak pada satu permukaan sendi sama besarnya dengan perubahan jarak titik kontak pada permukaan sendi lawannya. Sedangkan gliding adalah gerakan permukaan sendi dimana hanya ada satu titik kontak pada satu permukaan sendi yang selalu kontak dengan titik-titik kontak yang baru (selalu berubah) (Syatibi, 2002).

Traksi adalah gerakan translasi tulang yang arahnya tegak lurus dan menjauhi bidang terapi. Sedangkan kompresi adalah gerakan translasi tegak lurus terhadap arah bidang terapi, dan kedua permukaan sendi saling mendekat atau menekan (Syatibi, 2002).

1. Arah gliding dan traksi

Arah gerakan gliding dapat disimpulkan menggunakan hukum konkaf- konvek. Jika permukaan konkaf bergerak, arah gliding searah dengan gerakan tulang,.

Jika permukaan sendi konvek bergerak, maka gliding dan gerakan tulang berlawanan arah (Kaltenborn, 2011).

Sendi glenohumeral secara anatomi dan secara mekanik merupakan sendi dengan tiga aksis. Permukaan konvek dimiliki oleh caput humeri dari articulation humeri dan permukaan konkaf dimiliki oleh scapula (cavitas glenoidalis) (Kaltenborn, 1989). Sesuai dengan hukum konkaf-konvek maka arah gliding pada sendi bahu yaitu : (1) ke arah kaudal, untuk memperbaiki gerakan abduksi, (2) arah postero lateral, untuk memperbaiki endorotasi, (3) arah antero medial, untuk memperbaiki eksorotasi (Syatibi, 2002).

2. Indikasi traksi dan gliding

(19)

Pemeriksaan yang teliti pada setiap pasien perlu dilakukan untuk mengetahui sumber dari tanda dan gejala yang dialami pasien dalam aktivitas fungsionalnya.

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan gerakan osteokinematika dan artrokinematika untuk menentukan problem yang tepat dari jaringan spesifik. Hal ini untuk menyusun strategi dan dosis terapi. Maitland mengembangkan empat Grade (Grade I, II, III, IV) mobilisasi sendi dan Grade V disebut thrust manipulations. Grade berdasarkan pembagian Maitland teridiri dari: Grade 1, slow amplitude kecil, permulaan gerakan;

Grade II slow, amplitudo lebih besar- kapsul mengalami regangan tapi belum limit;

Grade III slow, amplitudo lebih besar, kapsul mengalami tegang dan pada batas limit;

Grade IV slow, amplitude lebih kecil, kapsul mengalami teregang dan batas limit;

Grade V amplitudo kecil thrust. Grade I dan II disebut Low Grade berfungsi untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan lubrikasi pada sendi. Grade III dan IV disebut juga High Grade terutama berfungsi untuk peregangan peri articular tissue (Edmond, 2006).

3. Untuk gerakan terapi manipulasi sendi bahu adalah : a. Traksi latero-ventro-cranial

Pasien diposisikan tidur telentang dan terapis berdiri di sisi bagian yang diterapi. Scapula difiksasi oleh berat tubuh pasien. Apabila memungkinkan dapat difiksasi menggunakan sabuk. Kedua tangan terapis memegang humeri sedekat mungkin dengan sendi, kemudian melakukan traksi ke arah latero-ventro-cranial.

Lengan bawah pasien relaks disangga lengan bawah terapis. Lengan bawah terapis yang berlainan sisi mengarahkan gerakan (Syatibi, 2002). Traksi dipertahankan selam tujuh detik, diulangi sebanyak delapan kali dengan Grade III dan IV.

b. Gliding ke caudal untuk memperbaiki gerak abduksi sendi bahu

(20)

Pasien diposisikan tidur telentang, terapis berdiri di sisi bagian yang diterapi.

Gelang bahu terfiksasi oleh posisi depresi. Tangan yang berlainan sisi diletakkan pada humeri dari lateral dan sedekat mungkin dengan sendi dan selanjutnya mendorong caput humeri ke arah caudal menggunakan berat badan. Terapis menempelkan lengannya pada tubuh (Syatibi, 2002). Gliding diulangi delapan kali sebanyak lima kali pengulangan Grade III dan IV.

c. Gliding ke dorsal untuk memperbaiki gerak endorotasi sendi bahu Pasien diposisikan tidur telentang sedikit miring ke sisi yang sakit, terapis berdiri di sebelah medial dari lengan yang diterapi. Scapula terfiksasi oleh sisi tempat tidur. Tangan sesisi diletakkan pada lengan atas bagian ventral, sedekat mungkin dengan sendi dan selanjutnya melakukan gerakan gliding ke arah dorsal sedikit lateral. Lengan pasien disangga oleh tangan terapis yang lain (Syatibi, 2002). Gliding diulangi delapan kali sebanyak lima kali pengulangan dengan Grade III dan IV.

Gambar Gliding sendi bahu ke arah dorsal, untuk memperbaiki endorotasi sendi bahu (Manske, 2010).

(21)

d. Gliding ke ventral untuk memperbaiki gerak eksorotasi sendi bahu

Posisi awal pasien tidur miring ke sisi sehat, terapis berdiri disamping pasien di sisi yang akan diterapi. Tangan fisioterapi yang sesisi diletakkan di sebelah dorsal bahu kanan dengan pegangan sedekat mungkin dengan ruang sendi bahu, selanjutnya melakukan gerakan gliding ke arah ventral sedikit medial. Gliding diulangi delapan kali sebanyak lima kali Grade III dan IV.

4. Kontra Indikasi

Kontra indikasi pemberian terapi manipulasi yaitu : (1) hipermobilitas sendi, (2) efusi sendi, (3) radang (Kisner, 2007).

5. Tujuan Mobilisasi

Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dengan tanpa nyeri. Secara mekanis tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play, dengan demikian akan memperbaiki roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif.

Terapi harus diakhiri apabila sendi sudah mencapai LGS maksimal tanpa nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal (Syatibi, 2002).

(22)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Frozen shoulder adalah kekakuan sendi glenohumeral yang diakibatkan oleh elemen jaringan non-kontraktil atau gabungan antara jaringan non-kontraktil dan kontraktil yang mengalami fibroplasia. Baik gerakan pasif maupun aktif terbatas dan nyeri. Pada gerakan pasif, mobilitas terbatas pada pola kapsular yaitu rotasi eksternal paling terbatas, diikuti dengan abduksi dan rotasi internal (Hand et al., 2007; Uhthoff & Boileau, 2007).

B. SARAN

1. Bagi Fisioterapis

Untuk senantiasa berusaha meningkatkan pengetahuan sehingga untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dapat muncul pada penderita dan dapat melakukan intervensi fisioterapi yang tepat untuk keberhasilan terapi.

2. Bagi Pasien

Diharapkan ketekunan dan ketelatenan dalam melakukan terapi dan latihan di rumah secara teratur dapat menghasilkan terapi yang optimal. Sehingga permaslahan pasien dapat terpecahkan.

(23)

DAFTAR PUSTAKA

Adhesiva capsulitis (Kapsulitis Adhesiva)= Frozen Shoulder,2011 (Artikel:

Fisioterapi Geriatrik Usila www.infofisioterapi.com/adhesiva-capsulitis Add vd El, et al, Wervelkolom onerzoeken, (sceltema & Holkema, 1998)

Buckup, Clause.MD;2008. Clinical Test for the Musculoskeletal System, thieme.

New York

Chaitow. L, Modern Neuromuscular Techniques. Second Edition, Churchill Livingstone, USA, 2003

Davies Clair, The Frozen Shoulder Work Book (buku elektronik), New Harbinger publications, 2006, diakses 10 agustus 2012; http://www.bookgoogles.com.

Hidayat, Syarif Nur:2008 Nyeri Bahu, The Global Source for Summaries and Review, , www.id.shuoong.com/medicine.and.health/capsulitisadhesiva

Irfan, Traksi Osilasi, 2010, www.dhaenkpedro.wordpress.com/traksiosilasi Irfan, Frozen Shoulder (kaku bahu), 2009,

http://dhaenkpedro.wordpress.com/fisioterapi-pada-frozen-shoulder-kaku-bahu/

Kissner, Carolyn Lyyn:2007 Therapeutik Exercise, Fifth edition, (F.A. Davis Company Philadelphia)

Norkin, Chyntya C. and D. Joice white. 1995 (Measurement Of Joint Motion, (F.A.

Davis Company)

Niel-Asher Simeon: The Niel-Asher Technique (jurnal elektronik) Philadelphia, 2008.

Diakses 9 Agustus 2010 ; http://www.FrozenShoulder.com.

Sugiyanto, 2011 (Manual Therapy Komprehensif, disampaikan pada kuliah di Universitas Esa Unggul, Jakarta)

Wibowo, Rohmat Saputro:2008 Capsulitis Adhesiva, 2008, www.fisioska.co.cc/2008/04/capsulitisadhesiva

Yusnita, Erlyn: 2004 (Peningkatan Gerak Pada Bahu Akibat Capsulitis Adhesiva, Majalah Fisioterapi Indonesia)

Gambar

Gambar Struktur Bagian Dalam Sendi Bahu Dilihat dari Anterior (Pubz, 2002)
Gambar Struktur Sendi Bahu dilihat dari anterior (Pubz, 2002)
Gambar Beberapa keterbatasan gerak fungsional sendi bahu (Yang, 2006).
Gambar Gliding sendi bahu ke arah dorsal, untuk memperbaiki endorotasi sendi bahu  (Manske, 2010)

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh MWD, TENS, danterapi latihan terhadap peningkatan aktivitas fungsional pada kasus frozen shoulder akibat.

Untuk mengetahui pengaruh terapi dengan Micro Wave Diathermy dapat menurunkan nyeri sendi bahu dalam kasus frozen shoulder sinistra, pengaruh terapi latihan (LGS) dan latihan

Kesimpulan : Infrared dapat mengurangi nyeri pada bahu kanan dalam kondisi Frozen Shoulder Dextra , Manipulasi dapat meningkatkan lingkup gerak sendi pada bahu

tenaga kesehatan umumnya bahwa terapi latihan dan terapi manipulasi secara dini dan intensif sangat efektif untuk meningkatkan lingkup gerak sendi bahu pada pasien frozen

Edukasi yang diberikan pada pasien dengan kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva antara lain : (1) pasien diminta melakukan kompres panas (jika

Frozen shoulder, atau adhesive capsulitis adalah suatu kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan ikat disekitar sendi glenohumeral, sehingga

Frozen Shoulder merupakan wadah untuk semua gangguan pada sendi bahu yang menimbulkan nyeri dan keterbatasan lingkup gerak sendi.. Frozen Shoulder atau kapsulitis adhesiva mempunyai

Frozen shoulder, atau juga sering disebut sebagai adhesive capsulitis, merupakan suatu kelainan di mana terjadi inflamasi pada kapsul sendi bahu, yaitu jaringan