• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu oleh Anto (2011) menemukan bahwa terdapat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu oleh Anto (2011) menemukan bahwa terdapat"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu oleh Anto (2011) menemukan bahwa terdapat sedikit perbedaan struktur pada I-HDI dan HDI. Banyak negara memperoleh peringkat yang lebih baik di I-HDI daripada HDI. Di samping itu, terdapat penurunan status yang signifikan di beberapa negara beberapa negara. Negara Timur Tengah masih memegang sebagian besar nilai tinggi dari I-HDI, dan negara-negara Afrika masih mendominasi nilai rendah. Secara umum, di seluruh I-HDI peran terhadap kesejahteraan material sangat baik dan memperlihatkan bahwa sumber daya material penting.

Penelitian terdahulu oleh Hajrina & Jatmiko (2015) menemukan bahwa I-HDI lebih tinggi dari HDI. I-HDI lebih cenderung di atas rata-rata daripada HDI. Demikian pula dengan standar deviasi, Indeks Maqashid Syari’ah mempunyai standar deviasi yang lebih tinggi daripada HDI. Hal ini menunjukkan bahwa nilai HDI negara OIC lebih berpusat pada rata-rata dibandingkan nilai Indeks Maqashid Syari’ah. Sedikit perbedaan antara Maqashid Syari’ah dan Human Development Index dapat terjadi akibat adanya

perbedaan antara komponen pengukuran dan komponen indeks dari keduanya.

Penelitian terdahulu oleh Septiarini & Herianingrum (2017) menemukan bahwa sebagian besar kota/daerah di Jawa Timur memiliki perhitungan I-HDI yang masuk dalam kategori sedang hingga rendah selama kurun waktu 5 tahun (2010-2014), dan terdapat perbedaan yang cukup besar

(2)

antar wilayah. Sedangkan, hasil perhitungan HDI, sebagian besar wilayah di Jawa Timur termasuk dalam kategori sedang hingga tinggi dalam hal kinerja pembangunan manusia. Dari sini menjelaskan bahwasanya I-HDI lebih menyeluruh untuk mengukur kinerja pembangunan manusia dibandingkan HDI.

Dalam penelitian terdahulu oleh Rochmawati (2018) menemukan bahwa meskipun belum secara keseluruhan, hasil pencapaian pembangunan manusia di Kota Yogyakarta yang dihitung menggunakan perhitungan I-HDI pada masing-masing indeks memperlihatkan pencapaian angka yang relatif tinggi dilihat dari persentase beberapa komponen. Kota Yogyakarta telah mencapai pembangunan manusia yang sesuai berdasarkan konsep maqāṣid syarī’ah yang terlihat dari hasil pada masing-masing indikator. Berdasarkan Maqāṣid Syarī’ah, hasil perhitungan HDI dan I-HDI menunjukkan perbandingan yang signifikan yaitu: Keduanya mencapai kemaslahatan yang sesuai dengan Maqashid Syari’ah, namun sebaran nilai I-HDI lebih bervariatif dari pada HDI. Selain itu, untuk status HDI dan I-HDI terdapat perbedaan ukuran standar. Beberapa indikator yang digunakan juga terdapat perbedaan oleh karena itu pengukuran yang digunakan pun juga berbeda. Sehingga, konsep standar yang digunakan oleh HDI tidak bisa digunakan oleh I-HDI dalam beberapa kasus tertentu.

Penelitian terdahulu oleh Hasibuan et al. (2018) menunjukkan bahwa konsep pembangunan manusia menurut UNDP dan Maqashid Syari’ah tidak saling bertentangan. Dapat dijelaskan melalui tiga faktor pengembangan

(3)

manusia yang dibuat oleh UNDP (pendidikan, pendidikan, pendapatan) menggunkan skala Maqashid Syari’ah yang terdiri dari pembangunan manusia di bidang agama, kehidupan, kecerdasan, dan kepemilikan. Dapat disimpulkan bahwa beberapa bagian dari perawatan kesehatan mental, bagian pendidikan untuk mempertahankan alasan, dan bagian dari pendapatan untuk mempertahankan harta.

Dalam penelitian terdahulu oleh Rukiah et al. (2019) didapatkan hasil penelitian yang menunjukkan masih rendahnya Islamic Human Development Index di semua provinsi di Indonesia dan masih adanya kesenjangan.

Dibandingkan kesejahteraan material (Material Walfare), peran Kesejahteraan non material (Non Material Walfare) dalam pembentukan Islamic Human Development Index (IHDI) lebih dominan.

Dalam penelitian terdahulu oleh Rama & Yusuf (2019) menemukan bahwa ada sedikit perbedaan antara indikator I-HDI dan HDI. Namun, kedua indeks memiliki hubungan statistik yang menguatkan bahwa I-HDI dapat berlaku sebagai variabel prediksi untuk indikator HDI. Selain itu, nilai I-HDI di sebagian besar provinsi di Indonesia masih rendah.

Penelitian terdahulu oleh Koyimah et al. (2020) menunjukkan bahwa pembangunan manusia di Provinsi Jawa Barat berbasis I-HDI belum optimal, dikarenakan nilai indeks ad-dien, nilai indeks an-nasl dan nilai indeks al-maal masih rendah. Nilai I-HDI Kota dan Kabupaten yang diperoleh rata-rata berada pada kategori rendah, sedangkan nilai I-HDI Cimahi, Bogor, dan Bandung memperoleh nilai IHDI dalam kategori sedang. Diantara ketiga Kota dan

(4)

Kabupaten Bandung didapatkan nilai IHDI tertinggi dengan indeks nilai ad- dien, indeks an-nafs, indeks al-aql dan indeks al-maal menjadi penyumbang

tertinggi.

Tedapat relevansi antara penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu, yaitu persamaan beberapa variabel yang digunakan dalam mempengaruhi Islamic Human Development Index. Sementara untuk pengembangan yang membedakan penelitian sekarang dengan penelitian terdahulu adalah terletak pada salah satu variabel yaitu angka kelahiran kasar, periode dan objek penelitian.

B. Tinjauan Pustaka 1. Maqashid Syari’ah

Tujuan akhir ekonomi islam sebagaimana tujuan syariah Islam (maqashid asy-syari’ah) menggunakan suatu prinsip kehidupan yang baik dan terhormat (hayah tayyibah) adalah kebahagiaan di dunia begitu pun akhirat (falah) tercapai (Nasuka, 2017). Maqashid Syari’ah dilihat melalui perspektif lughawi (bahasa) adalah kata majemuk yang terdiri dari dua kata, yaitu al-maqashid dan asy-syariah (Aminah, 2017).

Sesuatu yang membawa kebaikan dalam Bahasa Arab disebut sebagai Maslahah (Chollisni & Damayanti, 2016). Maqashid merupakan suatu bentuk plural (jama’) daripada maqsud. Sedangkan kata verbal qasada merupakan asal katanya, di mana memiliki arti bertujuan; menuju;

kesengajaan dan berkeinginan. Al-Afriqi menjelaskan bahwa Maqashid, dapat diterjemahkan sebagai tujuan atau sejumlah tujuan, sedangkan asy-

(5)

syari’ah merupakan jalan mengarah ke sumber air selaku sumber kehidupan

(Nasuka, 2017).

Dari sisi etimologi, maslahah sama dengan manfaat, baik dari segi lafal maupun makna. Maslahah juga diartikan sebagai manfaat atau suatu pekerjaan yang ada manfaatnya. Mustafa Zaid menegaskan, istilah maslahah harus mengandung tiga hal bagaimanapun didefinisikan dan digunakan, yaitu:

pertama, bukanlah hawa nafsu (keinginan), atau usaha pemenuhan kebutuhan pribadi; kedua, berisi aspek positif (berguna, bermanfaat) dan negatif, karena itu mencegah kerugian sama dengan membuahkan kemanfaatan atau kebaikan; ketiga, seluruhnya harus berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan lima aspek mendasar atau pokok (al-kulliyah al-khamsah) (Aminah, 2017).

Terdapat tiga ciri utama dari Maslahah. Muhammad ‘Abd al-‘Aṭi Muhammad Ali menyebutkan bahwa: pertama, hidaya Allah merupakan sumber dari maslahah; kedua, kehidupan dunia dan akhirat dicakup dalam maslahah; ketiga, maslahah bukan sekedar terbatas pada kepuasan material

(Aminah, 2017). Kesejahteraan dan kebijaksanaan, keadilan yang merata, dan rahmat (kasih sayang dan kepedulian) ada di dalam kemaslahatan (Nasuka, 2017).

Satria Efendi (1998) menjelaskan bahwa maqashid al-syari'ah memuat penafsiran secara umum dan penafsiran secara khusus. Penafsiran secara umum, baik yang dijelaskan melalui pengertian kebahasaannya atau tujuan yang ada di dalamnya, mengarah pada apa yang dimaksud oleh hadist-

(6)

hadist hukum atau ayat-ayat hukum. Maqashid al-syari' (tujuan Allah dalam menurunkan ayat hukum, atau tujuan Rasulullah ketika mengeluarkan hadits hukum) identik dengan penafsiran yang sifatnya umum tersebut. Sedangkan penafsiran dengan sifat khusus adalah pokok atau tujuan yang ingin diperoleh oleh suatu rumusan hukum. Definisi maqashid syari'ah menurut Wahbah al- Zuhaili (1986) adalah makna-makna dan tujuan-tujuan yang dijaga oleh syara' (peraturan dalam islam) dalam segala hukumnya atau mayoritas

hukumnya, atau tujuan final dari syari'at dan rahasia-rahasia yang ditempatkan oleh syara' di tiap hukumnya (Shidiq et al., n.d.).

Tiga tujuan kehadiran hukum Islam yang dirumuskan Syekh Muhammad Abu Zahra dalam kitabnya Ushul Fiqh (Chollisni & Damayanti, 2016):

1. Membangun setiap pribadi supaya menjadi akar kebaikan untuk orang lain, bukan menjadi akar kejelekkan pada orang lain. Demi mencapainya dapat dengan cara beribadah seperti yang sudah ditunjukkan seperti shalat, berpuasa, dan juga berhaji. Seorang mukmin memberikan yang lain kasih sayang dan tidak bertindak keji ataupun dzalim melalui shalat, hal tersebut searah seperti firman Allah SWT pada QS. Al-Ankabut ayat 45. Begitu pula ibadah haji memiliki makna pedoman yang jelas tentang petunjuk berkumpul, serta ajaran untuk saling tolong menolong antara orang kaya dengan orang fakir yang terdapat pada ibadah zakat.

2. Ditegakkannya keadilan pada masyarakat baik sesama masyarakat muslim ataupun non muslim, sebagaimana firman Allah SWT pada QS.Al-Maidah

(7)

ayat 8. Menurut Abu Zahra, memposisikan manusia pada derajat yang sama di mata hukum merupakan konsep keadilan dalam Islam. Tidak ada perbedaan antara orang kaya dan orang fakir.

3. Mewujudkan kemashlahatan. Aspek terakhir ini adalah tujuan tertinggi yang merekat pada hukum Islam secara totalitas. Sehingga tidak ada syari’at yang berlandaskan kepada al-Qur’an dan hadits, kecuali di

dalamnya berisi kemashlahatan yang mendasar dan berlaku umum.

2. Pembangunan Manusia

Pembangunan dapat didefinisikan sebagai suatu proses diperluasnya pilihan untuk penduduk. Menurut UNDP (1990), pembangunan manusia adalah suatu proses perluasan pilihan bagi penduduk untuk membangun hidupnya yang dianggap berharga. UNDP mendefinisikan pembangunan manusia sebagai proses memperluas kesempatan dan kebebasan masyarakat untuk menentukan pilihannya dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan upaya memperbaiki tingkat penghargaan terhadap eksistensi masing-masing masyarakat sebagai manusia (Septiarini & Herianingrum, 2017). Beberapa hal esensial dalam pembangunan manusia adalah agar manusia dapat merasakan kehidupan yang panjang dan sehat, berpengetahuan, dan mempunyai akses terhadap sumber-sumber yang diperlukan untuk hidup layak.

Konsep pembangunan manusia memiliki pengertian yang lebih luas dari pada konsep pembangunan ekonomi yang lebih menekankan pada pertumbuhan (growth), kesejahteraan masyarakat (social welfare), atau pengembangan sumber daya manusia (human resource development).

(8)

Pembangunan manusia memiliki empat unsur yang meliputi produktivitas (productivity), pemerataan (equity), kesinambungan (sustainability) dan pemberdayaan (enpowerment) (Kabupaten & Periode, 2020).

Dalam proses mencapai tujuan pembangunan, ada empat komponen yang harus diperhatikan dalam pembangunan manusia secara singkat sebagai berikut (UNDP, 1995):

i. Produktivitas. Manusia harus berupaya meningkatkan produktivitas serta berpartisipasi secara penuh dalam menghasilkan pendapatan dan memenuhi kebutuhan hidup. Maka dari itu pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai bagian dari pembangunan manusia;

ii. Pemerataan. Setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses sumber daya ekonomi dan sosial politik. Segala hambatan yang dapat mencegah untuk memperoleh akses tersebut harus dihilangkan, karena semua orang harus dapat peluang berpartisipasi dalam mengambil manfaat yang ada dalam rangka meningkatkan kualitas hidup;

iii. Kesinambungan. Akses terhadap kesempatan atau peluang yang tersedia harus dipastikan tidak hanya dinikmatai oleh generasi sekarang tetapi juga disiapkan untuk generasi mendatang. Segala sumber daya harus senantiasa dapat diperbarui; dan

iv. Pemberdayaan. Semua orang diharapkan dapat berparisipasi secara penuh dalam menentukan arah kehidupan mereka. Sama halnya dalam memanfaatkan proses pembangunan maka harus berpartisipasi dalam mengambil keputusan.

(9)

Dalam laporan UNDP (Human Development Report,1995:103), beberapa hal pokok dalam pembangunan manusia yakni (Yuniana, 2019):

a. Penduduk merupakan pusat perhatian yang harus diutamakan dalam pembangunan.

b. Bukan hanya demi meningkatkan pendapatan mereka, pembangunan bertujuan untuk memperluas pilihan-pilihan bagi penduduk. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia tidak hanya berfokus pada aspek ekonomi saja, tetapi penduduk secara keseluruhan perlu dijadikan sebagai pusatnya.

c. Pembangunan manusia memfokuskan perhatiannya dalam usaha memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara maksimal, bukan sekedar pada usaha meningkatkan kemampuan mereka.

Empat pilar pokok yang mendukung pembangunan manusia, yaitu:

a. pemerataan, pemberdayaan, produktivitas, dan kesinambungan.

b. Penentuan tujuan pembangunan dan dalam mengkaji pilihan-pilihan untuk memperolehnya didasari oleh pembangunan manusia.

c. Pembangunan harus dilaksanakan secara sebanding antara membentuk kemampuan dan menggukan kemampuan apabila konsep pembangunan yang berfokus pada manusia. Itu berarti pembangunan manusia bukan hanya mempedulikan kemampuan manusia saja, contohnya kemampuan guna memperoleh mutu kesehatan yang semakin baik, usia yang semakin panjang maupun mendapatkan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.

Tetapi juga patut melihat cara manusia memanfaatkan kemampuannya

(10)

pada kegiatau atau sesuatu yang mampu meningkatkan hidup ketingkat yang lebih bagus, seperti dengan menggunakan kemampuannya untuk bekerja.

Keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari sisi ekonomi dan non ekonomi yaitu:

1. Indikator ekonomi meliputi:

a. Gross National Product atau Produk Nasional Bruto

Tingkat pertumbuhan ekonomi masyarakat yang cukup tinggi mejadi salah satu standar untuk melihat keberhasilan pembangunan bagi suatu bangsa. Di mana produktivitas penduduk atau produktivitas Negara bersangkutan diukur setiap tahunnya. Dalam istilah ekonomi, produktivitas ini dihitung melalui seberapa besar GNP negara tersebut.

Oleh karena GNP menghitung hasil produksi seluruhnya dari suatu Negara dengan jumlah penduduk tiap Negara yang berbeda-beda, maka demi dapat melakukan perbandingan keadaan pertumbuhan ekonomi di antar Negara, digunakan Income perkapita (GNP dibagi dengan jumlah penduduk). Melalui cara ini bisa diketahui seberapa besar produksi atau pendapatan rata-rata setiap orang dari sebuah Negara. Adanya kenaikan Gross National Product (GNP) atau Produk Nasional Bruto (PNB) dan kenaikan pendapatan perkapita (per capita income) merupakan ukuran pokok dari pertumbuhan ekonomi.

(11)

b. Pemerataan Distribusi Pendapatan (Gini Ratio)

Pemerataan pendapatan merupakan salah satu fokus pembangunan ekonomi sehingga tidak terjadinya gap yang menimbulkan permasalahan ekonomi dan sosial di masyarakat, tidak hanya berfokus pada naiknya pendapatan total dan pendapatan perkapita saja. Gini Ratio (Koefisien Gini) merupakan salah satu cara untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan. Suatu ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan (pendapatan/kesejahteraan) agregat (keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna) adalah Koefisien Gini (Todaro 2000:159).

c. Kesejahteraan Penduduk

Mengelola kekuatan ekonomi yang ada ditambah dengan kemampuan dalam manajemen dilakukan sebagai cara dalam pembangunan ekonomi, yang pada akhirnya muncullah pertumbuhan pendapatan total dan kesejahteraan masyarakat.

d. Tenaga kerja dan pengangguran 2. Indikator Non Ekonomi meliputi:

a. Indeks Kualitas Hidup

Indeks Kualitas Hidup secara Fisik (PQLI, Physical Quality of Life Index) menjadi salah satu indikator sebagai standar keberhasilan pembangunan ekonomi. Terdiri dari tiga unsur pokok yakni (1) tingkat harapan hidup seseorang selepas untuk satu tahun (Life Expectancy at

(12)

age), (2) Rata-rata jumlah kematian bayi setiap 1000 kelahiran, dan (3)

Tingkat melek huruf (Literacy) yang mana indeks gabungan ini diperkenalkan oleh Morris D Morris dalam Todaro (2000:69), yang tiap-tiap indikator itu mengukur kinerja pembangunan suatu Negara didasari oleh skala dari 1 hingga 100. Kinerja terburuk yang dilambangkan dengan angka 1, sedangkan angka 100 diberikan pada kinerja yang terbaik. Untuk harapan hidup, jika rata-rata usia harapan hidup penduduk mencapai 77 tahun akan diberikan angka 100. Angka tingkat kematian bayi, kinerja tertinggi 100 diberikan untuk 9 per 1000 kelahiran bayi sedangkan skor 1 untuk 299 per 1000 kelahiran bayi.

Tingkat melek huruf, diukur langsung persentasenya dari angka 1 sampai 100. Indeks gabungan diperoleh dengan cara yang sederhana, yakni menjumlahkan ketiga skor tersebut lantas dibagi tiga.

b. Indeks Pembangunan Manusia 3. Human Development Index

UNDP (1998) mendefinisikan Indeks Pembangunan Manusia sebagai alat ukur yang dapat digunakan untuk melihat upaya dan kinerja pembangunan manusia di suatu daerah (BPS Jatim, 2020). Indeks Pembangunan Manusia adalah pengkuruan tercapainya pembangunan manusia berdasarkan komponen-komponen dasar kualitas hidup (Rahmatullah, 2018). Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu program atau kebijakan pembangunan yang dinilai sebagai kebutuhan dasar hidup manusia, yakni kesehatan, pendidikan, serta ekonomi masyarakat daerahnya.

(13)

Pengukuran kualitas sumber daya manusia di sebagian besar negara, mutu sumber daya manusia selama ini diukur menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang telah disusun oleh United Nations Development Program (UNDP). Suatu negara atau wilayah dinilai sebagai

wilayah yang maju, berkembang atau terbelakang, dan juga untuk mengukur dampak kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup dikelompokkan menggunakan IPM.

Kualitas standar hidup diukur berlandaskan pendapatan perkapita riil yang disesuaikan dengan paritas daya beli dari mata uang domestik di tiap-tiap negara, pendidikan yang dihitung berlandaskan tingkat rata-rata melek huruf pada kelompok penduduk dewasa dan angka rata-rata lama sekolah, ketahanan hidup/umur yang diukur melalui harapan hidup ketika lahir, yang menjadi komponen mendasar pembangunan manusia untuk disusunnya IPM. Terakhir, dimensi standar hidup layak Indonesia diwakili oleh indikator pengeluaran per kapita yang disesuaikan (BPS Jatim, 2020).

Sedangkan IPM yang disusun UNDP (1997) mencakup tiga dimensi (indeks) di mana menurut UNDP mampu memperlihatkan tingkat pembangunan manusia yang sehat dan memiliki harapan hidup tinggi, terdidik dan berkualitas, serta berpenghasilan cukup untuk hidup yang layak, yaitu kesehatan, pendidikan dan pendapatan (Azahari & Trisakti, 2000).

Ketiga dimensi HDI melibatkan satu atau lebih kemampuan yang dikatakan dapat mencakup kebutuhan dasar manusia.

(14)

Nilai IPM suatu Negara maupun daerah menunjukkan sejauh mana suatu Negara atau daerah mampu mencapai sasaran yang ditentukan yaitu berupa angka harapan hidup 85 tahun., pendidikan dasar bagi seluruh lapisan masyarakat tanpa kecuali, serta tingkat konsumsi dan pengeluaran yang telah mencapai standar hidup yang layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat jalan yang capaian yang harus dicapai untuk mencapai sasaran tersebut.

Penghitungan IPM sebagai indikator pembangunan manusia memiliki tujuan penting, diantaranya:

1. Membangun indikator yang mengukur dimensi dasar pembangunan manusia dan perluasan kebebasan memilih;

2. Memanfaatkan sejumlah indikator untuk menjaga ukuran tersebut sederhana;

3. Membentuk satu indeks komposit dari pada menggunakan sejumlah indeks dasar; dan

4. Menciptakan suatu ukuran yang mencakup aspek sosial dan ekonomi.

Adapun indikator yang dipilih untuk mengukur dimensi HDI adalah sebagai berikut (UNDP, 1993):

1. Longevity, harapan hidup mengacu pada kemampuan manusia untuk hidup lama dan sehat yang diukur dengan variabel harapan hidup saat lahir dan angka kematian bayi per seribu penduduk.

2. Educational Achievement, mampu bersekolah mencakup kemampuan orang untuk memperoleh pengetahuan, berkomunikasi, dan

(15)

berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat yang diukur dengan dua indikator, yakni angka melek huruf dan rata-rata sekolah.

3. Access to resource, akses ke sumber daya yang diperlukan untuk standar hidup yang layak, termasuk kemampuan untuk menjalani hidup sehat, memastikan mobilitas fisik dan sosial, dan untuk berkomunikasi serta berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat (yang didalamnya termasuk konsumsi) yang dapat diukur dengan PDB rill perkapita melalui istilah purchasing power parity dalam dolar AS dan bisa ditambahkan dengan

tingkatan angkatan kerja.

UNDP mengubah metode penghitungan IPM pada tahun 2010. IPM dalam metode baru dihitung dengan dimensi yang sama tetapi dengan parameter yang diperbarui berdasarkan kondisi terkini yang lebih relevan yakni indikator di bidang pengetahuan, AMH diganti dengan indikator HLS dan pada dimensi hidup layak, indikator PDB perkapita diganti dengan PNB perkapita.

Indeks pembangunan manusia diklasifikasikan menjadi 4 (empat) tingkat menurut standar UNDP.

Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Pembangunan Manusia

Sumber: BPS Jatim, 2020

Setiap komponen dalam perhitungan IPM diseragamkan dengan nilai maksimum dan minimum. Tiap-tiap indikatornya memakai standar

IPM Klasifikasi

0 - 59,99 Rendah

60,00 - 69,99 Sedang 70,00 - 79,99 Tinggi

80 -100 Sangat Tinggi

(16)

UNDP sebagai penentuan nilai maksimum dan minimumnya. Untuk dapat menjadi patokan secara nasional, nilai rupiah digunakan untuk standarisasi kebutuhan hidup layak.

Disamping itu, IPM juga bisa difungsikan untuk mengukur tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal (IPM = 100) yang umumnya disebut dengan reduksi shortfall per tahun. Angka tersebut mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal. Dalam pengertian sehari-hari reduksi shortfall dikatakan sebagai suatu kepekaan terhadap perlakuan yang diberikan berkaitan dengan pembangunan manusia.

Semakin tinggi nilai reduksi shortfall disuatu wilayah, maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode.

Ada 4 kategori reduksi shortfall pertahun, yaitu sangat lambat jika

<1,3; lambat jika 1,3 – 1,5; menengah jika 1,5 – 1,7 dan cepat jika > 1,7.

Semakin besar reduksi shortfall pertahun maka semakin besar kemajua yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu.

(17)

Tabel 2.2. Nilai Minimum dan Maksimum Indikator-Indikator Pembentuk IPM

Sumber: BPS Jatim, 2020

Keterangan:

*) daya beli minimum merupakan garis kemiskinan terendah kabupaten tahun 2010 (data empiris) yaitu di Tolikara-Papua

**) daya beli maksimum nilai tertinggi kapupaten yang diproyeksikan hingga 2015 (akhir RPJPN) yaitu perkiraan pengeluaran per kapita Jakarta Selatan tahun 2025

4. Islamic Human Development Index

Suatu alat yang dimanfaatkan guna mengukur tingkat pembangunan manusia berlandaskan syari’at dan elemen-elemen yang sinkron dengan perspektif islam adalah Islamic Human Development Index. Anto (2009) merumuskan bahwa I-HDI dihitung berdasarkan pada data yang mencerminkan lima dimensi maqashid syari’ah, yaitu:

1. Indikator ad-diin yaitu rasio zakat;

2. Indikator an-nafs yakni angka harapan hidup;

3. Indikator al-aql yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah;

4. Indikator an-nasl yaitu data kelahiran total dan data kematian bayi; dan

UNDP BPS UNDP BPS

Angka Harapan Hidup saat Lahir (AHH)

Tahun 20 20 85 85

Angka Harapan Lama Sekolah (HLS)

Tahun 0 0 18 18

Rata-Rata Lama

Sekolah (RLS) Tahun 0 0 15 15

100 1,007,436* 107,721 26,572,352**

(PPP U$) (Rp) (PPP U$) (Rp)

Indikator Satuan Minimun Maksimum

Pengelauran per Kapita Disesuaikan

(18)

5. Indikator al-maal merupakan gabungan dari indikator kepemilikan harta oleh individu dan indikator distribusi pendapatan. Pengeluaran perkapita riil yang disesuaikan mewakili indikator kepemilikan harta oleh individu, sedangkan indeks gini dan indeks kedalaman kemiskinan mewakili indikator distribusi pendapatan.

a. Ad-Diin

Ditinjau dari sudut pandang yuridis, kejahatan merupakan perbuatan yang melanggar hukum atau dilarang oleh undang-undang dan dapat dijatuhi hukuman pidana. Dalam pandangan ekonomi sendiri kejahatan merupakan sesuatu yang dapat menyebabkan ketidakefisienan alokasi sumberdaya dan mendistorsi harga sehingga jumlahnya harus ditekan (Arsono, 2014). Angka Kejahatan atau Risiko Terkena Kejahatan adalah jumlah kejahatan setahun dibagi dengan jumlah penduduk tahun yang sama dikalikan 100.000 yang mana akan menunjukkan kejahatan yang terjadi per 100.000 penduduk. Angka kejahatan berbanding terbalik dengan tingkat keamanan. Angka kejahatan mempengaruhi tingkat keamanan di mana semakin tinggi angka kejahatan di suatu daerah berarti semakin rendah pula tingkat keamanan daerah itu. Menurut pengamatan dari ilmu kriminologi, kejahatan dianggap sebagai suatu perilaku yang mencederai moral dasar manusia seperti penghargaan terhadap properti dan perlindungan terhadap penderitaan orang lain. Meskipun

(19)

begitu, moral dasar ini dapat berbeda berdasarkan waktu dan komunitas (Arsono, 2014).

Ada dua faktor yang dapat menimbulkan kejahatan yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern mencakup sifat khusus dan sifat umum. Sifat khusus dalam diri individu antara lain: sakit jiwa, daya emosional, rendahnya mental, dan anatomi. Sedangkan sifat umum dalam diri individu antara lain: umur, kekuatan fisik, kedudukan individu di dalam masyarakat, pendidikan individu, dan hiburan individu. Faktor ekstern dapat mencakup faktor-faktor ekonomi (perubahan harga, pengangguran, urbanisasi), faktor agama, faktor bacaan, dan faktor film.

Bakat seorang penjahat dapat dilihat menurut kejiwaannya lekas marah, jiwanya tidak berdaya menahan tekanan-tekanan luar, lemah jiwanya. Ada juga yang sejak lahirnya telah memperoleh cacat rohaniah. Penyebab kejahatan menurut Sutrisno dan Sulis dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu bakat si penjahat, alam sekitarnya dan unsur kerohanian (Bahri, 2020).

b. An-Nafs

Dalam indeks An-Nafs, indikator yang digunakan adalah angka harapan hidup. Menurut BPS, angka harapan hidup adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan dijalani oleh seseorang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun tertentu, dalam

(20)

situasi mortalitas yang berlaku di lingkngan masyarakatnya. Angka harapan hidup merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menilai derajat kesehatan penduduk yang menggambarkan kualitas hidup (Ardianti et al., 2015). Badan Pusat Statistik merumuskan bahwa idealnya angka harapan hidup dihitung berdasarkan angka kematian menurut umur (Age Specific Death Rate) yang datanya diperoleh dari catatan registrasi kematian secara bertahun-tahun sehingga dimungkinkan dibuat tabel kematian.

c. Al-Aql

Pendidikan bersinggungan dengan upaya pengembangan dan pembinaan seluruh potensi manusia (ruhaniah dan jasadiyah) tanpa terkecuali dan tanpa prioritas dari sejumlah potensi yang ada. Dengan pengembangan dan pembinaan seluruh potensi tersebut, pendidikan diharapkan dapat mengantarkan manusia pada suatu pencapaian tingkat kebudayaan yang menjunjung hakikat kemanusiaan manusia (Noor, 2016). Pendidikan yang ada harus mengembangkan potensi manusia dari segala aspeknya, bukan hanya kepintaran semata yang dituju apalagi kesuksesan dari segi materi, tetapi ada hal yang lebih penting dari kecerdasan intelektual semata, yakni bagaimana dengan proses pendidikan yang ada bisa membina manusia menjadi manusia seutuhnya, yakni manusia yang sempurna dan mulia (Hidayat et al., 2018).

(21)

Rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah digunakan dalam indeks Al-Aql. Rata-rata Lama Sekolah (RLS)/ Mean Years School (MYS) didefinisikan sebagai jumlah tahun yang digunakan oleh penduduk dalam menjalani pendidikan formal. Selain rata-rata lama sekolah, indeks ini juga menggunakan HLS sebagai indikatornya. Angka Harapan Lama Sekolah (HLS) diartikan sebagai lama durasi sekolah (dalam tahun) dengan harapan akan didapat atau diperoleh oleh anak pada usia tertentu di masa yang akan datang. RLS dapat digunakan untuk melihat mutu pedididikan masyarakat dalam suatu wilayah, sedangkan HLS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi pembangunan sistem pendidikan di berbagai jenjang (BPS, 2021).

d. An-Nasl

Angka Kelahiran Kasar (CBR) adalah jumlah kelahiran di tahun tertentu tiap seribu penduduk di pertengahan tahun yang serupa. Angka ini digunakan untuk melihat tingkat kelahiran pada suatu wilayah tertentu dalam waktu tertentu (BPS, 2021).

Angka yang menunjukkan banyaknya kematian bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran

(22)

hidup). Angka ini digunakan untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu masyarakat (BPS, 2021).

e. Al-Maal

Kurva Lorenz, yaitu suatu kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi pada sebuah variabel tertentu (contohnya pendapatan) dan distribusi uniform (seragam) yang menggantikan persentase kumulatif penduduk yang merupakan dasar dari koefisien gini. Dimanfaatkan guna menghitung tingkat ketimpangan pendapatan secara keseluruhan (BPS, 2021).

Sedangkan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran tiap- tiap penduduk miskin terhadap garis kemiskinan merupakan Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index/P1). Nilai agregat dari indeks kedalaman kemiskinan menyatakan biaya untuk memutus kemiskinan dengan membuat target transfer yang sempurna terhadap penduduk miskin dalam hal ditiadakannya biaya transaksi dan faktor yang memperlambat. Semakin besar kekuatan ekonomi untuk modal pengentasan kemiskinan yang didasari identifikasi karakteristik penduduk miskin dan juga untuk target tujuan bantuan maupun program, maka semakin kecil pula nilai poverty gap index.

Ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin mengecil dan rata-rata pengeluaran penduduk miskin yang lebih mengarah

(23)

mendekati garis kemiskinan mengindikasikan adanya penurunan pada nilai indeks kedalaman kemiskinan (BPS, 2021).

Pengeluaran per kapita adalah biaya yang dikeluarkan untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga yang telah disesuaikan dengan paritas daya beli. Data pengeluaran dapat memperlihatkan mengenai pola konsumsi rumah tangga secara umum dengan memakai indikator proporsi pengeluaran pada makanan dan non makanan. Semakin rendah persentase pengeluaran pada makanan terhadap total pengeluaran maka tingkat kesejahteraan semakin membaik sehingga komposisi pengeluaran rumah tangga dapat menjadi ukuran guna menilai tingkat kesejahteraan ekonomi penduduk. (BPS, 2021).

(24)

C. Kerangka Pikir

Berdasarkan tinjauan teoritis diatas dan juga diperkuat oleh beberapa penelitian terdahulu mengenai Analisis Islamic Human Development Index maka secara sederhana kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

ANALISIS

Ad-Diin An-Nafs Al-Aql An-Nasl Al-Maal

HASIL 1. Teori Maqashid Syari’ah: Satria

Efendi (1998); Wahbah al- Zuhaili (1986).

2. Teori Pembangunan Manusia:

UNDP (1990)

3. Teori Human Development Index: UNDP (1998);

(Rahmatullah, 2018) 4. Teori Islamic Human

Development Index

1. Septiarini (2017) “Analisis I-HDI (Islamic- Human Development Index) Di Jawa Timur”

2. Rochmawati (2018) “Analisis Islamic Human Development Index (I-HDI) Di Kota Yogyakarta Tahun 2015-2016 Dalam Perspektif Maqāṣid Syarī’ah”

3. Koyimah, Mahri & Nurasyiah (2020) “Analysis Of Human Development With The Islamic Human Development Index (IHDI) In West Java Province In 2014-2018”

RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana indeks pembangunan manusia dari Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2015-2019 apabila ditinjau menggunakan pendekatan maqashid syari’ah?

2. Bagaimana perbandingan kondisi antara hasil perhitungan I-HDI dan HDI dari Kabupaten/Kota di Jawa Timur tahun 2015-2019?

3. Bagaimana I-HDI apabila digunakan sebagai proses acuan stategi kebijakan pemerintah Provinsi Jawa Timur?

I-HDI

(25)

Dari kerangka berpikir tersebut, dapat didefinisikan bahwa peneliti memiliki tujuan yaitu menemukan perhitungan dari Islamic Human Development Index melalui pendekatan dalam perspektif islam di 38 daerah Provinsi Jawa Timur

tahun 2015-2019. Indikator-indikator yang digunakan merupakan lima kebutuhan dasar manusia dan didasari oleh teori dan konsep Maqashid Syari’ah asy-Syatibi yang sudah dikhususkan dalam jurnal MB. Hendrie Anto dengan mempertimbangkan data yang tersedia dan mencerminkan bahwa indikator I-HDI akan tercapai. Selain itu, dalam menghitung indeks ini didasari konsep human development index dalam proses pengukuran dan perhitungannya. Demi

tercapainya penelitian ini, maka peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis deskriptif. Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat melalui laman resmi dan publikasi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur dan Badan Statistik Indonesia. Ada pula data-data dari sumber tersebut yang dioleh menggunakan Ms. Excel 2013. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumentasi.

Gambar

Tabel 2.1. Klasifikasi Indeks Pembangunan Manusia
Tabel 2.2. Nilai Minimum dan Maksimum Indikator-Indikator  Pembentuk IPM
Gambar 2.1. Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Produk yang memiliki citra baik akan menimbulkan kepercayaan konsumen atas produk tersebut dan konsumen akan cenderung memilih produk tersebut dibanding merek

Hasil penelitian terhadap penulisan ini menunjukan bahwa, Kewenangan Pemerintah Kabupaten Badung dalam upaya mempertahankan lahan pertanian tercantum dalam Peraturan

Evaluasi kebijakan adalah tahapan yang paling penting dalam sebuah proses kebijakan, tanpa ada evaluasi suatu kebijakan itu tidak akan ada nilainya karena di

“suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas”. Pekerja tentu saja memiliki

Berdasarkan pada penjelasan diatas dapat diasumsikan bahwa teori gender merupakan proses untuk mengeneralisasi anatar laki-laki dengan perempuan yang bukan berdasar atas

RANCANG BANGUN APLIKASI PENGELOLAAN KEUANGAN DESA STUDI KASUS : KANTOR DESA BULULAWANG KECAMATAN.. BULULAWANG

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi marketing politik yang digunakan pada saat pemilu 2014 berhasil untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih pada

Distribusi zakat dapat dilakukan dengan dua pola, yaitu dengan pola memberikan kepada orang yang berhak menerima (mustahik) secara konsumtif dan dapat diberikan