PEMBUATAN GLUKOSA DARI ECENG GONDOK (Eichhornia Crassipes) MENGGUNAKAN
ENERGI GELOMBANG MIKRO
SKRIPSI
Oleh:
ITA PRATIWI 160405007
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
APRIL 2022
PEMBUATAN GLUKOSA DARI ECENG GONDOK (Eichhornia Crassipes) MENGGUNAKAN
ENERGI GELOMBANG MIKRO
SKRIPSI
Oleh:
ITA PRATIWI 160405007
SKRIPSI INI DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI SEBAGIAN PERSYARATAN MENJADI SARJANA TEKNIK
DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
APRIL 2022
i
ii
iii
iv
v
vi
DEDIKASI
Skripsi Ini Saya Persembahkan Untuk:
Kedua Orangtua Tercinta
Alm. Ayah Herman Manday & Ibu Nurhayati
Mereka adalah orang tua hebat yang telah membesarkan, mendidik, memberikan motivasi, dan mendukung dengan penuh kesabaran dan
kasih saying.
Teruntuk Ayah, hangat kasih sayang dari Ayah tidak akan pernah terganti dan akan selalu ada menemani selamanya. Teruntuk ibu, perjuangan dan semangat ibu selalu hadir memberikan warna dan
kekuatan setiap waktunya.
Terimakasih atas pengorbanan, nasehat, dan doa yang tiada hentinya yang diberikan selama ini.
Terimakasih juga kepada saudara tercinta Muhammad Heru atas semangat, dukungan dan doa yang diberikan.
Semoga Allah SWT Selalu meridhoi semua usaha dan jerih payah dan
memberikan balasan yang terbaik untuk mereka.
vii
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Ita Pratiwi
NIM : 160405007
Tempat/Tgl Lahir : Tangerang / 24 Agustus 1997 Nama Orang Tua : Zefpemi dan Nurhayati
Alamat Orang Tua : Jalan Utama Gg. Setia No. 54 – B.
Kel. Kota Matsum IV, Kec.Medan Area, Sumatera Utara
Asal Sekolah :
SD Negeri 060810 Medan, 2004-2010
SMP Negeri 4 Medan, 2010-2013
SMA Swasta Angkasa 1 Lanud Soewondo Medan, 2013-2016 Beasiswa yang pernah diperoleh :
1. Beasiswa BIDIKMISI RISTEK-DIKTI Pengalaman Organisasi/Kerja :
1. Covalen Study Group (CSG) sebagai Anggota Bidang Dakwah Periode 2018-2019.
2. Himpunan Mahasiswa Teknik Kimia (HIMATEK FT USU) Sebagai Anggota Periode 2018-2019.
3. Kerja Praktek di PT. SOCFINDO Perkebunan Tanah Gambus Periode 2019.
Artikel yang telah dipublikasi dalam jurnal :
1. Hidrolisis Eceng Gondok (Eichhornia Crassipes) Menjadi Glukosa Menggunakan Rotating Microwave Reactor
viii
PEMBUATAN GLUKOSA DARI ECENG GONDOK (Eichhornia Crassipes) MENGGUNAKAN
ENERGI GELOMBANG MIKRO
ABSTRAK
Eceng Gondok merupakan biomasa lignoselulosa yang sangat berpotensi untuk produksi glukosa karena mengandung selulosa sebanyak 64,51%. Pada penelitian ini microwave digunakan sebagai sumber panas pada proses hidrolisis Eceng Gondok untuk menghasilkan glukosa, reaktor di dalam microwave dapat berputar yang berfungsi untuk menghasilkan panas yang homogen. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh glukosa dari hidrolisis selulosa eceng gondok dengan menentukan konstanta laju reaksi hidrolisis fungsi daya dan konsentrasi katalis asam sulfat serta mencari kondisi terbaik dalam proses hidrolisis eceng gondok dengan menggunakan reactor beriradiasi. Beberapa variabel penelitian adalah konsentrasi katalis asam sulfat (H2SO4) (0,5; 1,0; dan 1,5 N), daya microwave (600 dan 800 W) dan waktu reaksi 60 menit. Parameter yang diukur adalah temperatur hidrolisat, kadar glukosa dan kadar selulosa. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini yaitu konstanta laju reaksi hidrolisis berdasarkan persamaan Arrhenius yaitu k = 1,30 x 10-2 e-132,172/T dan hubungan konsentrasi katalis asam sulfat dengan daya microwave yaitu C = 0,001P. Kondisi reaksi hidrolisis Eceng Gondok terbaik diperoleh pada penggunaan katalis H2SO4 1 N dan daya microwave sebesar 600 W dengan kandungan glukosa akhir yang diperoleh sebesar 486 mg/L.
Kata kunci : eceng gondok, hidrolisis, rotating microwave, persamaan arrhenius
ix
PRODUCTION OF GLUCOSE FROM HYACINTHS (Eichhornia Crassipes) USING MICROWAVE ENERGY
ABSTRACT
Water hyacinth is a lignocellulosic biomass that has potential for glucose production because it contains 64.51% cellulose. In this study the microwave was used as a heat source in the Hyacinth hydrolysis process to produce glucose, the reactor inside the microwave can rotate which serves to produce homogeneous heat. This study aims to obtain glucose from hyacinth cellulose hydrolysis by determining the constant rate of hydrolysis reaction power function and concentration of sulfuric acid (H2SO4) catalyst and looking for the best conditions in the hyacinth hydrolysis process using an irradiated reactor. Several research variables were H2SO4 concentration (0,5; 1; and 1,5 N), microwave power (600 and 800 W) and reaction time of 60 minutes. Parameters measured were hydrolyzate temperature, glucose, and cellulose content. The hydrolysis reaction rate constant obtained based on the Arrhenius equation was k = 1.30 x 10-2 e-
132.172/T and the relationship between H2SO4 concentration and microwave power was C = 0.001P. The best conditions were obtained using 1 N H2SO4 and microwave power of 600 W with final glucose content of 486 mg/L.
Keywords: water hyacinth, hydrolysis, rotating microwave, arrhenius equation
x
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI i
PENGESAHAN SKRIPSI ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
PRAKARTA iv
DEDIKASI vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS vii
ABSTRAK viii
ABSTRACT ix iiii
DAFTAR ISI x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMPIRAN xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 ECENG GONDOK (EICHHORNIA CRASSIPES) 6
2.2 KOMPONEN LIGNOSELULOSA 8
2.2.1 Selulosa 8
2.2.2 Lignin 9
2.2.3 Hemiselulosa 10
2.3 GLUKOSA 10
2.4 PENGOLAHAN ECENG GONDOK
MENJADI BIOETANOL 11
2.4.1 Pretreatment Eceng Gondok 11
2.4.2 Hidrolisis 12
2.5 HIDROLISIS ECENG GONDOK 13
xi
2.6 HIDROLISIS DENGAN MICROWAVE 14
2.6.1 Microwave 14
2.6.2 Prinsip Pemanasan dengan Microwave 15
2.6.3 Keunggulan Pemanasan Menggunakan Microwave 16
2.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIDROLISIS 17
2.7.1 Konsentrasi Asam 17
2.7.2 Suhu 17
2.7.3 Waktu 17
2.8 KINETIKA REAKSI 18
2.8.1 Penentuan Orde Reaksi Secara Grafis 19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 22 3.1 LOKASI PENELITIAN 22 3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 22 3.2.1 Bahan-bahan 22 3.2.2 Peralatan 22 3.3 RANCANGAN PENELITIAN 23 3.4 TAHAP PENELITIAN 24
3.4.1 Persiapan Bahan Baku 24 3.4.2 Delignifikasi Bahan Baku 24 3.4.3 Penentuan Konsentrasi Selulosa 24 3.4.4 Hidrolisis Bahan Baku 25 3.5 PENENTUAN KONSENTRASI GLUKOSA 26
3.5.1 Penentuan Larutan DNS 26
3.5.2 Penentuan Kurva Standar 26
3.5.3 Tahapan Penentuan Konsentrasi Glukosa dengan Metode DNS 26
3.6 PENENTUAN KINETIKA HIDROLISIS 26
3.6.1 Penentuan Orde Reaksi 26
3.6.2 Penentuan Orde Reaksi Secara Grafik 26
3.6.3 Penentuan Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis Fungsi Daya 28
xii
3.6.4 Penentuan Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis
Fungsi Konsentrasi Katalis Asam Sulfat (H2SO4) 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 29
4.1 ANALISIS ALFA SELULOSA BAHAN BAKU SETELAH
DELIGNIFIKASI 29
4.2 PENGARUH DAYA ROTATING MICROWAVE TERHADAP
SUHU REAKSI 30
4.3 PENGARUH KONSENTRASI ASAM SULFAT (H2SO4)
TERHADAP PEMBENTUKAN GLUKOSA 32
4.4 PENGARUH WAKTU REAKSI TERHADAP PEMBENTUKAN
GLUKOSA 34
4.5 PENGARUH DAYA ROTATING MICROWAVE TERHADAP
PEMBENTUKAN GLUKOSA 35
4.6 KINETIKA LAJU REAKSI HIDROLISIS ECENG GONDOK MENGGUNAKAN ROTATING MICROWAVE REACTOR 37
4.6.1 Penentuan Orde Reaksi 37
4.6.2 Hubungan Konsentrasi Katalis Asam Sulfat dengan Daya
Rotating Microwave 39
4.6.3 Pengaruh Suhu pada Kinetika Reaksi Hidrolisis 40 4.7 Perbandingan Hasil Hidrolisis Eceng Gondok 43
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 44
5.1 KESIMPULAN 44
5.2 SARAN 44
DAFTAR PUSTAKA 45
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Eceng Gondok 7
Gambar 2.2 Struktur Kimia Selulosa 9
Gambar 2.3 Struktur Kimia Hemiselulosa 10
Gambar 2.4 Struktur Kimia Glukosa 11
Gambar 2.5 Skema Proses Pretreatment 12 Gambar 2.6 Grafik untuk Reaksi Orde Satu 20 Gambar 2.7 Grafik untuk Reaksi Orde Dua 21 Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan 23
Gambar 3.2 Block Diagram Tahapan Penelitian 24
Gambar 4.1 Pengaruh Daya Microwave Terhadap Suhu Reaksi pada Konsentrasi Katalis H2SO4 (a) Tanpa Katalis (b) 0,5 N (c) 1,0 N dan (d) 1,5 N 31 Gambar 4.2 Pengaruh Konsentrasi Asam Sulfat H2SO4 Terhadap Pembentukkan Glukosa pada Daya (a) 600 W (b) 800 W 33 Gambar 4.3 Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Pembentukan Glukosa 35 Gambar 4.4 Pengaruh Daya Microwave Terhadap Pembentukan Glukosa pada Konsentrasi Katalis H2SO4 (a) Tanpa Katalis (b) 0,5 N (c) 1,0 N dan (d) 1,5 N 36 Gambar 4.5 Grafik Reaksi Orde Satu (a) Tanpa Katalis (b) 0,5 N (c) 1,0 N dan (d) 1,5 N 38 Gambar A.1 Flowchart Delignifikasi Eceng Gondok 49
Gambar A.2 Flowchart Analisa Kadar Alfa, Beta dan Gamma Selulosa 51
Gambar A.3 Flowchart Hidrolisis Eceng Gondok dengan Microwave 52
Gambar A.4 Flowchart Penentuan Kadar Glukosa 53
Gambar C.1 Kurva Standar Glukosa 69
Gambar C.2 Grafik untuk Reaksi Orde Satu 71
Gambar C.3 Grafik untuk Reaksi Orde Dua 71 Gambar C.4 Grafik Reaksi Orde Satu (a) Tanpa Katalis (b) 0,5 N (c) 1,0 N dan (d) 1,5 N 73
xiv
Gambar C.5 Grafik Reaksi Orde Dua (a) Tanpa Katalis (b) 0,5 N
(c) 1,0 N dan (d) 1,5 N 74
Gambar C.6 Grafik Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis 76 Gambar C.7 Grafik Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis Fungsi
Konsentrasi Katalis Asam Sulfat 76
Gambar D.1 Foto Persiapan Bahan Baku (a) Foto Eceng Gondok (b) Tepung
Eceng Gondok 79
Gambar D.2 Foto Delignifikasi Bahan Baku (a) Proses Delignifikasi
(b) Eceng Gondok Setelah Delignifikasi 80 Gambar D.3 Foto Analisa Kadar Alfa Selulosa (a) Sebelum Titrasi
(b) Setelah Titrasi 80
Gambar D.4 Foto Analisa Kadar Gamma Selulosa (a) Sebelum Titrasi
(b) Sesudah Titrasi 81
Gambar D.5 Foto Hidrolisis Eceng Gondok (a) Rangkaian Microwave
(b) Eceng Gondok Dalam Reaktor 81
Gambar D.6 Foto Analisa Konsentrasi Glukosa (a) Spektrofotometer
UV-VIs dan (b) Sampel yang Akan Dianalisa 82
Gambar D.7 Foto Rangkaian Peralatan 82
Gambar D.8 Foto Hasil Percobaan 82
xv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Eceng Gondok Segar 7
Tabel 2.2 Kandungan Kimia Eceng Gondok Kering 8
Tabel 2.3 Perbandingan Hidrolisis Asam Pekat dan Hidrolisis Asam Encer 13
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian 22
Tabel 3.2 Penentuan Orde Satu 26
Tabel 3.3 Penentuan Orde Dua 26
Tabel 4.1 Hasil Kadar Alfa selulosa Eceng Gondok Setelah Delignifikasi 28
Tabel 4.2 Nilai R2 Reaksi Orde Satu 39
Tabel 4.3 Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis 40
Tabel 4.4 Persamaan Arrhenius 42
Tabel B.1 Konsentrasi Alfa, Beta dan Gamma selulosa Eceng Gondok Setelah Delignifikasi 54
Tabel B.2 Konsentrasi Alfa, Beta dan Gamma selulosa Eceng Gondok Setelah Hidrolisis 55
Tabel B.3 Konsentrasi Glukosa Tanpa Katalis 56
Tabel B.4 Konsentrasi Glukosa Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 0,5 N 57
Tabel B.5 Konsentrasi Glukosa Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 1,0 N 58
Tabel B.6 Konsentrasi Glukosa Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 1,5 N 59
Tabel B.7 Konsentrasi Selulosa Tanpa Katalis 60
Tabel B.8 Konsentrasi Selulosa Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 0,5 N 61
Tabel B.9 Konsentrasi Selulosa Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 1,0 N 62
Tabel B.10 Konsentrasi Selulosa Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 1,5 N 63
Tabel B.11 Data Kinetika Hidrolisis Tanpa Katalis 64
Tabel B.12 Data Kinetika Hidrolisis Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 0,5 N 65
Tabel B.13 Data Kinetika Hidrolisis Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 1,0 N 66
Tabel B.14 Data Kinetika Hidrolisis Pada Kosentrasi Katalis H2SO4 1,5 N 67
Tabel C.1 Nilai R2 Reaksi Orde Satu 73
Tabel C.2 Nilai R2 Reaksi Orde Dua 75
Tabel C.3 Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis 75
xvi
Tabel C.4 Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis Fungsi Daya 76 Tabel C.5 Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis Fungsi Konsentrasi Katalis
Asam Sulfat 77
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
LAMPIRAN A FLOWCHART PENELITIAN 49
LA.1 DELIGNIFIKASI ECENG GONDOK 49
LA.2 ANALISA KADAR ALFA, BETA DAN GAMMA SELULOSA 50
LA.3 HIDROLISIS ECENG GONDOK 52
LA.4 PENENTUAN KADAR GLUKOSA 53
LAMPIRAN B DATA PENELITIAN 54
LB.1 HASIL KONSENTRASI ALFA, BETA DAN GAMMA SELULOSA 54
LB.2 HASIL KONSENTRASI GLUKOSA 56
LB.3 HASIL KONSENTRASI SELULOSA 60
LB.4 DATA PENENTUAN KINETIKA HIDROLISIS 64
LAMPIRAN C CONTOH PERHITUNGAN 68
LC.1 PERHITUNGAN KONSENTRASI ALFA, BETA DAN GAMMA SELULOSA 68
C.1.1 Perhitungan Konsentrasi Alfa Selulosa 68
C.1.2 Perhitungan Konsentrasi Gamma Selulosa 68
C.1.3 Perhitungan Konsentrasi Beta Selulosa 69
LC.2 PERHITUNGAN KONSENTRASI GLUKOSA 69
LC.3 PERHITUNGAN KONSENTRASI SELULOSA 70
LC.4 PENENTUAN KINETIKA HIDROLISIS 71
C.4.1 Penentuan Orde Reaksi Secara Grafis 71
C.4.2 Penentuan Reaksi Orde Satu 72
C.4.3 Penentuan Reaksi Orde Dua 73
C.4.4 Penentuan Hubungan Konsentrasi Katalis Asam Sulfat dengan Daya Rotating Microwave 75 C.4.4.1 Penentuan Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis Fungsi Daya 75 C.4.4.1 Penentuan Konstanta Laju
xviii
Reaksi Hidrolisis Fungsi Konsentrasi
Katalis Asam Sulfat 77
LAMPIRAN D FOTO PENELITIAN 79
LD.1 FOTO ECENG GONDOK 79
LD.2 FOTO DELIGNIFIKASI BAHAN BAKU 80
LD.3 FOTO ANALISA KADAR ALFA SELULOSA 80
LD.4 FOTO ANALISA KADAR GAMMA SELULOSA 81
LD.5 FOTO HIDROLISIS ECENG GONDOK 81
LD.6 FOTO ANALISA KONSENTRASI GLUKOSA 82
LD.7 FOTO RANGKAIAN PERALATAN 82
LD.8 FOTO HASIL PERCOBAAN 82
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Eceng gondok merupakan salah satu jenis bahan lignoselulosa yang melimpah dan mudah tumbuh didaerah perairan. Pertumbuhan eceng gondok yang cepat dari peristiwa eutrofkasi menyebabkan terjadinya kerusakan terhadap ekosistem perairan (Elwin dkk., 2014). Eceng gondok memiliki kandungan selulosa 64,51% dan lignin sebesar 7,69%. Eceng gondok mempunyai karakter khusus yaitu kadar selulosa dan bahan organik (BO) yang tinggi (Moeksin dkk., 2016). Kandungan selulosa yang tinggi pada eceng gondok menjadikannya potensial untuk dijadikan bahan baku pembuatan bioetanol. Pemanfaatan eceng gondok sebagai bahan baku bioetanol akan menyelesaikan masalah ekosistem perairan dengan mengubahnya menjadi energi alternatif baru yang ramah lingkungan. Lignoselulosa sebagai penyusun dinding sel tanaman eceng gondok terdiri dari polimer selulosa dan hemiselulosa yang dilindungi oleh lignin.
Lignoselulosa memiliki bagian kristalin dan amorf. Struktur kristalin lignoselulosa adalah selulosa yang tersusun dari rantai glukosa yang saling terikat dengan ikatan 1-4 β glikosida dan adanya ikatan hidrogen antara gugus hidroksil pada rantai yang berdekatan, sehingga strukturnya menjadi kokoh. Struktur amorf lignoselulosa adalah hemiselulosa yang tersusun dari glukosa, manosa, galaktosa, xylosa, arabinosa, sejumlah kecil ramnosa dan asam galaktonik. Struktur amorf ini tidak sekuat struktur kristalin sehingga lebih mudah diuraikan melalui proses pretreatment (Merina dkk.,2011).
Untuk itu kandungan selulosa dalam eceng gondok perlu dikonversi menjadi glukosa yang dapat difermentasi menjadi etanol, untuk menghilangkan lignin dalam eceng gondok perlu dilakukan pretreatment dengan NaOH. Proses pretreatment ini akan memecah lignin dan hemiselulosa serta melarutkannya bersama dengan NaOH. Hilangnya kandungan lignin dan hemiselulosa akan mempermudah enzim masuk ke bahan eceng gondok dan menjadikan proses hidrolisis selulosa menjadi glukosa dapat berjalan dengan efektif (Elwin dkk., 2014).
2
Proses hidrolisis lignoselulosa merupakan proses konversi selulosa menjadi glukosa dengan menggunakan asam ataupun enzim sebagai katalisnya. Beberapa metode seperti metode fisika (hidrotermolisis), kimia (pelarut asam dan basa), fisika-kimia (ledakan uap), dan biologi (enzim) telah dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi hidrolisis pada lignoselulosa. Diantara metode ini penggunaan asam sulfat (H2SO4) terbukti sangat efisien untuk meningkatkan sakarifikasi sehingga dapat menghasilkan gula yang lebih banyak (Chen dan Jian, 2013). Hidrolisis meliputi proses pemecahan polisakarida di dalam biomassa lignoselulosa, yaitu: selulosa dan hemiselulosa menjadi monomer gula penyusunnya. Hidrolisis sempurna selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6). Hidrolisis dapat dilakukan secara kimia (asam) atau enzimatik. Ada dua macam hidrolisa yang digunakan pada pembuatan bioetanol dari bahan baku biomassa, yaitu enzimatis dan hidrolisa asam (Fachry dkk., 2013).
Sumber energi panas yang dapat digunakan dalam proses hidrolisis yaitu microwave. Microwave merupakan gelombang elektromagnetik yang memiliki frekuensi dari 0,3 sampai 300 GHz. Iradiasi microwave telah banyak digunakan dalam reaksi kimia, karena memiliki efisiensi pemanasan yang lebih tinggi, meningkatkan laju reaksi dan mengurangi waktu reaksi (Ethaib dkk., 2015). lignin baru dapat terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa saat direaksikan pada suhu lebih dari 200ºC. Untuk mencapai suhu 200ºC pada pretreatment menggunakan microwave dibutukan waktu pretreatment yang lebih lama lebih kurang 60 menit (Elwin dkk., 2014). Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa iridiasi microwave dapat merubah ultrastruktur selulosa, menurunkan kadar lignin dan hemiselulosa, serta meningkatkan kerentanan enzimatik pada lignoselulosa, sehingga dapat meningkatkan efisiensi hidrolisis, mengurangi kadar gula yang hilang dan meningkatkan konversi bahan pati menjadi glukosa (Nomanbhay dkk., 2013).
Beberapa penelitian melaporkan pemanfaatan iradiasi gelombang mikro sebagai metode pemanasan efektif baik sendiri atau dalam kombinasi dengan bahan kimia lain karena efisiensi pemanasan yang tinggi, keseragaman, dan waktu pemrosesan yang singkat. Gelombang mikro dapat meningkatkan penghilangan
3
lignin dan memfasilitasi konversi ultrastruktur selulosa dan hemiselulosa sehingga meningkatkan aksesibilitas selulosa. Memfasilitasi proses hidrolisis yang lebih efektif dalam mengubah selulosa menjadi glukosa dan lebih sedikit selulosa yang tersisa untuk menghasilkan nanoselulosa atau komponen lain. Selama proses hidrolisis, iradiasi gelombang mikro memfasilitasi pelonggaran ikatan selulosa dan melepaskan lignin dari biomassa lignoselulosa. Gelombang mikro meningkatkan suhu dan struktur selulosa melalui ekspansi molekul air, menurunkan kristalinitas selulosa dan meningkatkan efisiensi hidrolisis. Prinsip pemanasan terjadi karena gelombang mikro menginduksi zat dalam biomassa lignoselulosa yang menyebabkan resonansi dan getaran pada frekuensi tinggi.
Gesekan yang sangat cepat menyebabkan suhu meningkat dengan cepat hanya dalam beberapa menit. Hidrolisis menggunakan asam sulfat dibantu oleh iradiasi gelombang mikro. Peningkatan daya gelombang mikro dari level menengah ke tinggi selama paparan dan memperpanjang pemanasan dari 5 hingga 10 menit peningkatan suhu akhir proses hidrolisis sekitar 97 hingga 105 ℃ . Dalam penelitian ini, dipelajari efek iradiasi gelombang mikro pada hidrolisis Tandan kosong kelapa sawit (TKKS), beberapa konsentrasi menggunakan asam sulfat untuk mendapatkan yield glukosa terbaik sebagai bahan baku untuk produksi bioetanol (Madinah dan Sarah, 2019).
Hidrolisis bahan lignoselulosa memiliki mekanisme yang sangat kompleks yang dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, dimensi bahan baku, konsentrasi asam, suhu, tekanan dan waktu. Selain itu, lignoselulosa yang memiliki komposisi berbeda menghasilkan kesulitan untuk membandingkan tingkat konversi dari setiap jenis bahan dari lignoselulosa tersebut (Chin dkk., 2014). Oleh karena itu pada penelitian ini dilakukan analisa kinetika proses hidrolisis untuk memahami lebih lanjut tentang laju produksi glukosa, dan bahan yang akan digunakan adalah eceng gondok. Pemilihan bahan baku ini didasarkan pada kandungan selulosa yang tinggi pada eceng gondok.
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman air yang dapat berkembang biak secara cepat (3% per hari), dan belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan menghidrolisis ikatan glikosida dapat diperoleh glukosa yang kemudian diharapkan dapat digunakan untuk produksi bioetanol.
4 1.2 RUMUSAN MASALAH
Chin dkk., (2014) sudah melakukan penentuan kinetika proses hidrolisis tandan kosong kelapa sawit menggunakan microwave dan beberapa peneliti lain juga melaporkan hal yang sama (sarah dkk., 2017) dan (Madinah dan Sarah, 2018). Proses hidrolisis tersebut bertujuan untuk menghasilkan glukosa menggunakan microwave reactor dengan bahan baku yang memiliki kandungan selulosa yang tinggi. Berdasarkan uraian maka pembuatan glukosa dapat dilakukan untuk eceng gondok yang memiliki potensi tinggi untuk menghasilkan glukosa yang banyak dengan teknologi iradiasi gelombang microwave. Dalam penelitian ini dilakukan penentuan kinetika hidrolisis eceng gondok dengan menggunakan iradiasi gelombang microwave.
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh glukosa dari hidrolisis selulosa dari eceng gondok dengan menentukan konstanta laju reaksi hidrolisis sebagai fungsi daya dan konsentrasi katalis asam sulfat serta mencari kondisi terbaik dalam proses hidrolisis eceng gondok dengan menggunakan reaktor beriradiasi.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Manfaat penelitian ini adalah untuk memperoleh glukosa dan mendapatkan informasi tentang persamaan konstanta laju reaksi sebagai fungsi daya dan konsentrasi asam sulfat yang lebih efisien dengan menggunakan reaktor beriradiasi pada proses hidrolisis eceng gondok.
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
1. Konsentrasi katalis H2SO4 (N) = 0,5; 1; dan 1,5
2. Daya (watt) = 600 dan 800
3. Waktu (menit) = 60
4. Perbandingan selulosa dan H2SO4 = 1 (gram) : 20 (mL) (Chin dkk., 2014).
5 Parameter yang diukur adalah:
1. Temperatur hidrolisat 2. Kadar glukosa
3. Kadar selulosa
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun dan batang eceng gondok, air (H2O) dan asam sulfat (H2SO4). Peralatan utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah rotating microwave reactor dan termokopel tipe K.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ECENG GONDOK
Eceng gondok (Eichhornia crassipes) merupakan tanaman gulma yang hidup terapung pada air dan berkembang biak dengan cepat baik secara vegetatif maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari (Puspitasari dkk., 2016). Soeb dan Sigh (2000) melaporkan bahwa kecepatan pertumbuhan eceng gondok adalah 17,5 ton/ha/hari, sehingga pengendalian pertumbuhan ini harus dilakukan (Puspitasari dkk., 2016).
Kandungan selulosa di dalam eceng gondok yang mampu dikonversi menjadi glukosa (Anggaraeni dkk., 2013). Eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber produksi bioetanol (Moeksin dkk., 2016).
Untuk memberi perlindungan lingkungan dan pembangunan ekonomi, bahan bakar alternatif pengganti bahan bakar fosil perlu dikembangkan.
pemanfaatan bahan bakar fosil semakin meningkat seiring peningkatan kebutuhan energi manusia. Penggunaan bahan bakar fosil mengakibatkan pelepasan kelebihan gas rumah kaca ke atmosfer yang menyebabkan perubahan ireversibel di ekologi lingkungan. Oleh karena itu, ini menunjukkan bahwa pengembangan energi alternatif seperti bioetanol sangat penting. Bioetanol (CH3CH2OH) berasal dari bahan lignoselulosa oleh fermentasi hidrolisat mikroorganisme anaerobik keuntungan penggunaan bioetanol adalah Secara teoritis karbon dioksida yang dilepaskan ke atmosfer oleh pembakaran alkohol sama dengan jumlah yang dihasilkan selama proses pertumbuhan tanaman hijau. Kedua, alkohol sebagai bahan bakar kendaraan memancarkan lebih sedikit zat beracun dengan prospek aplikasi yang luas. Bahan baku yang digunakan secara tradisional untuk bioetanol dari gula dapat dibagi menjadi tiga kategori:
(1) Sukrosa mengandung bahan baku (2) Bahan bertepung dan
(3) lignoselulosa
(Lin,Yuan-Chung dkk., 2018).
7
Eceng gondok memiliki tiga komponen utama yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Dalam batang tumbuhan eceng gondok memiliki kandungan selulosa 50 %, Lignin 30 %, sisanya adalah hemiselulosa dan zat-zat yang lain dan memiliki kandungan kimia yang tergantung dari unsur hara tempat eceng gondok tumbuh (Imammuddin, 2018).
Gambar 2.1 Eceng Gondok
Menurut Moeksin dkk., (2019) komposisi Eceng Gondok dapat dilihat dari tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Kandungan Kimia Eceng Gondok Segar
Senyawa Kimia Persentase (%)
Air 92,6
Abu 0,44
Serat Kasar 2,09
Karbohidrat 0,17
Lemak 0,35
Protein 0,16
Forfor sebagai P2O5 0,52
Kalium sebagai K2O 0,42
Klorida 0,26
Alkanoid 2,22
(Moeksin dkk.,2016)
8
Tabel 2.2 Kandungan Kimia Eceng Gondok Kering Senyawa Kimia Persentase (%)
Selulosa 64,51
Pentosa 15,61
Lignin 7,69
Silika 5,56
Abu 12
(Moeksin dkk.,2016).
Tanaman eceng gondok (Eichornia Crassipes) merupakan tanaman yang belum termanfaatkan secara optimal dan banyak mengandung selulosa sehingga Eceng Gondok sangat berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan bioetanol.
2.2. KOMPONEN LIGNOSELULOSA 2.2.1 SELULOSA
Selulosa merupakan penyusun utama dinding sel dan termasuk polimer glukosa dengan ikatan β-1,4 glukosida dalam rantai panjang lurus. Rantai selulosa terhubung dengan ikatan hidrogen dan gaya van der walls (Naufala dan Ellina, 2015). Selulosa-selulosa Dalam dinding sel berupa kumpulan mikrofibril yang membentuk serat. Serat yang satu dengan yang lainnya diikat oleh lignin Dalam suatu ikatan yang kompak dan tersusun rapat pada dinding sel tanaman, Sehingga menjadi pengeras dinding sel tanaman (Moeksin dkk., 2016). Selulosa memiliki struktur rantai linier dan kristal yang tersusun dari rantai linier glukosa yang terhubung dengan β-1-4-glikosidik dengan berat molekul rata-rata sekitar 100.000 Da. Ikatan hidrogen yang luas dalam molekul selulosa membentuk jaringan kristal yang lebih kuat dan kaku, sehingga menyebabkan selulosa lebih sulit larut dalam air dan resistan terhadap depolimerisasi (Zabed dkk., 2016).
Secara normal selulosa berbentuk kristal. Kristal-kristal selulosa tersebut saling bergandengan melalui sejenis gula (bukan glukosa) membentuk rantai panjang yang dinamakan misela. Misela dari selulosa sangat tahan terhadap pengaruh kimia ataupun enzim (Coniwant, 2009). Struktur berkristal dan adanya lignin serta hemiselulosa disekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisisa selulosa. Pada proses hidrolisa yang sempurna akan
9
menghasilkan glukosa, sedangkan proses hidrolis sebagian akan menghasilkan disakarida selebiose (Fachry dkk.,2013).
Ikatan β-1,4 glikosidik pada serat selulosa dapat dipecah menjadi monomer glukosa dengan cara hidrolisis asam atau enzimatis. Berikut adalah struktur kimia dari selulosa:
Gambar 2.2 Struktur Kimia Selulosa (Mulyadi, 2019)
2.2.2 LIGNIN
Lignin adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan polimer terbanyak setelah selulosa. Lignin yang merupakan polimer aromatik berasosiasi dengan polisakarida pada dinding sel sekunder tanaman dan terdapat sekitar 20-40 %. Komponen lignin pada sel tanaman (monomer guasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida.
Lignin adalah molekul komplek yang tersusun dari unit phenylphropane yang terikat di dalam struktur tiga dimensi. Lignin adalah material yang paling kuat di dalam biomassa. Lignin sangat resisten terhadap degradasi, baik secara biologi, enzimatis, maupun kimia. Karena kandungan karbon yang relative tinggi dibandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin memiliki kandungan energi yang tinggi. Bahan-bahan lignosellulosa umumnya terdiri dari sellulosa, hemisellulosa dan lignin. Sellulosa secara alami diikat oleh hemisellulosa dan dilindungi oleh lignin. Adanya senyawa pengikat lignin inilah yang menyebabkan bahan-bahan lignosellulosa sulit untuk dihidrolisa (Osvaldo dkk., 2012).
10 2.2.3 HEMISELULOSA
Hemiseluloa merupakan polimer gula yang mirip dengan selulosa. Namun berbeda dengan selulosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula.
Monomer gula penyusun hemiselulosa terdiri dari gula berkarbon 5 (C-5) dan 6 (C-6) misalnya xylosa, mannose, glukosa, galaktosa, arabinosa, dan sejumlah kecil rhumosa, asam glukoroat, asam metal glukoronat, dan asam galaturosat (Moeksin dkk.,2016). Hemiselulosa tersusun dari rantai polimer pendek yang lebih pendek daripada selulosa dan sangat bercabang dengan monomer yang berbeda seperti glukosa, galaktosa, manosa, xilosa dan arabinosa, berat molekul rata-rata hemiselulosa adalah sekitar 30.000 Da (Zabed dkk., 2016). Hemiselulosa merupakan komponen yang paling mudah dihidolisis karena memiliki struktur heterogen dan derajat polimerisasi yang relatif rendah. Hemiselulosa juga dapat mengikat lembaran serat selulosa membentuk mikrobiofil sehingga dapat meningkatkan stabilitas dinding sel pada tumbuhan (Naufala dan Ellina, 2015).
Berikut adalah struktur kimia dari hemiselulosa:
Gambar 2.3 Struktur Kimia Hemiselulosa (Vishaka dkk., 2012)
2.3 GLUKOSA
Glukosa (C6H12O6) merupakan monosakarida yang mengandung enam atom karbon. Glukosa mengandung gugus –CHO sehingga glukosa merupakan Kelompok aldose. Biomassa yang mengandung glukosa atau precursor untuk menjadi glukosa tinggi maka akan lebih mudah untuk dikonversi menjadi biofuel
11
(Anggraeni dkk., 2013). Glukosa merupakan karbohidrat dan senyawa organik yang paling melimpah, dimana molekul karbohidratnya tidak dapat dipecah menjadi molekul yang lebih sederhana. Senyawa glukosa adalah 2,3,4,5,6- pentahydroxyhexaldehyde atau dalam konvensionalnya dinyatakan sebagai C6H12O6 dengan berat molekul 180,160 Da. Pada suhu dibawah 50ºC hidrat glukosa akan stabil dan pada suhu 50ºC anhidrat glukosa akan terbentuk (Shendurse dan Khedkar, 2016). Berikut adalah struktur kimia dari glukosa:
Gambar 2.4 Struktur Kimia Glukosa (Shendurse dan Khedkar, 2016)
2.4 PENGOLAHAN ECENG GONDOK MENJADI GLUKOSA
Produksi glukosa dari bahan lignoselulosa terdiri dari beberapa tahapan yaitu pretreatment dan hidrolisis.
2.4.1 Pretreatment Eceng Gondok
Proses pretreatment eceng gondok dicuci hingga bersih untuk menghilangkan zat pengotor dan dibuang bagian akarnya. Setelah itu dicacah kecil-kecil, lalu kedua biomassa dikeringkan di bawah sinar matahari selama satu minggu agar benar-benar kering sehingga mudah dihancurkan/dihaluskan.
Kemudian biomassa dihaluskan hingga berupa tepung (Naufala dan Ellina, 2015).
Pretreatment berfungsi untuk menghilangkan lignin dan hemiselulosa dari matriks hemiselulosa, penurunan kristalinitas selulosa, dan peningkatan luas permukaan biomassa dimana proses ini bergantung pada teknologi pretreatment yang digunakan (Zabed dkk., 2016). Tujuan dari pretreatment adalah untuk
12
membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer sakarida menjadi monomer gula. Pretreatment menyediakan akses yang lebih mudah untuk enzim sehingga akan mengalami peningkatan hasil glukosa dan xilosa (Osvaldo dkk., 2012). Tujuan pretreatment secara skematis ditunjukan oleh gambar dibawah ini.
Gambar 2.5 Skema Proses Pretreatment (Moeksin dkk., 2016)
2.4.2 Hidrolisis
Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu senyawa pecah atau terurai. Reaksi ini merupakan reaksi orde satu, karena air yang digunakan berlebih, sehingga perubahan air dapat diabaikan (Mardina dkk., 2014). Hidrolisis adalah reaksi pemecahan polimer menjadi monomernya seperti glukosa. Hidrolisis selulosa dapat dilakukan secara kimia ataupun enzimatik. Ada tiga-tipe dasar proses hidrolisis selulosa yaitu hidrolisis asam, hidrolisis enzimatik dan termokimia. Hirolisis menggunakan asam dapat dibagi menjadi dua Kelompok. Hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer. Hidrolisis asam pekat menghasilkan glukosa yang tinggi (90% secara teoritis) dibandingkan dengan hidrolisis asam encer dengan demikian akan menghasilkan etanol yang lebih tinggi (Anggraeni dkk., 2013).
Amocphous Region Crystalline
Region
Hemicellulose Pretreatment
lignin cellulose
Effect of Pretreatment
13
Laju proses hidrolisis berlangsung sangat lambat sehingga perlu digunakan suatu katalis untuk mempercepat terjadinya reaksi (Budiyati dan Umar, 2015).
Penggunaan asam sulfat (H2SO4) sebagai katalis terbukti sangat efisien untuk meningkatkan sakarifikasi sehingga dapat menghasilkan gula yang lebih banyak (Chen dan Jian, 2013). Hidrolisis menggunakan katalis asam sulfat disebut juga dengan hidrolisis kimiawi.
2.5 HIDROLISIS ECENG GONDOK
Bahan baku utama dalam pembuatan bioetanol adalah glukosa, dimana glukosa dapat diperoleh dari biomassa lignoselulosa seperti eceng gondok dengan menggunakan proses hidrolisis. Hidrolisis merupakan proses pemecahan polisakarida pada biomassa lignoselulosa menjadi monomer penyusunnya.
Hidrolisis dapat dilakukan dengan proses kimiawi menggunakan asam seperti asam sulfat. Hidrolisis asam dapat dikelompokkan menjadi hidrolisis asam pekat dan hidrolisis asam encer. Perbandingan dari hidrolisis asam pekat dengan hidrolisis asam encer dapat ditunjukkan dari tabel 2.3 berikut.
Tabel 2.3 Perbandingan Hidrolisis Asam Pekat dan Hidrolisis Asam Encer
Hidrolisis Asam Keuntungan Kerugian
Hidrolisis Asam Pekat 1. Suhu operasi lebih rendah
2. Gula yang dihasilkan lebih tinggi
1. Konsumsi asam yang tinggi
2. Korosi pada alat
3. Konsumsi energi yang tinggi untuk recovery asam
Hidrolisis Asam Encer 1. Konsumsi asam yang rendah
2. Tidak memerlukan recovery asam
1. Suhu operasi tinggi 2. Gula yang dihasilkan
lebih rendah
3. Terbentuknya produk samping yang tidak diinginkan
(Taherzadeh dan Keikhosro, 2007).
14 2.6 HIDROLISIS DENGAN MICROWAVE
Untuk memudahkan proses hidrolisis dalam memisahkan glukosa dari biomassa maka diperlukan suatu pemanasan. Beberapa tahun terakhir proses industri banyak menggunakan energi microwave sebagai alternatif untuk melakukan pemanasan dan microwave telah terbukti menjadi sumber panas yang sangat efektif dalam reaksi kimia. Reaktor microwave dilengkapi dengan sistem pemantau suhu dan pengontrol yang dapat diprogram untuk mengatur kondisi operasi seperti daya, suhu, dan waktu (Chen dan Jian, 2013).
Sementara itu beberapa peneliti sudah melakukan penelitian tentang studi kinetika hidrolisis dengan menggunakan microwave seperti Chin dkk., (2014) yang melakukan penelitian mengenai hidrolisis dengan menggunakan reaktor microwave tipe Anton Parr Monowave 300 yang dilengkapi dengan kontrol suhu dan stirrer, suhu diukur menggunakan sensor infrared (IR). Variabel dalam penelitian ini adalah suhu (120-180ºC), konsentrasi H2SO4 (0,25-0,5N), dan daya (100W). Kinetika hidrolisis diperoleh dengan menggunakan persamaan two-step first order reaction dan didapatkan nilai k terbaik untuk pelepasan glukosa.
Menurut Chin dkk., (2014) microwave dapat memberikan keuntungan pada proses hidrolisis seperti waktu pemanasan dan laju reaksi hidrolisis yang lebih cepat, karena radiasi microwave menyebabkan pemanasan yang merata dan cepat serta hemat energi.
2.6.1 MICROWAVE
Kimia gelombang mikro melibatkan penggunaan radiasi gelombang microwave untuk melakukan reaksi kimia, dan pada dasarnya berkaitan dengan analisis kimia dan sintesis kimia. Gelombang mikro terletak di antara spektrum elektromagnetik gelombang inframerah dan gelombang radio. Gelombang panjang gelombang antara 0,01 dan 1 meter, dan beroperasi dalam rentang frekuensi antara 0,3 dan 30 Ghz. Namun, untuk penggunaannya dalam reaksi laboratorium sebuah frekuensi 2,45 Ghz lebih dipilih, karena frekuensi ini memiliki kedalaman penetrasi yang tepat untuk kondisi reaksi laboratorium. Lebih dari 30 Ghz, rentang frekuensi gelombang mikro bertumpukan dengan rentang frekuensi radio. Spektrum elektromagnetik gelombang mikro dibagi menjadi sub-
15
band yang terdiri dari rentang frekuensi yang mengikutinya. Rentang frekuensi gelombang mikro yang lebih rendah (Lband) digunakan untuk tujuan komunikasi, sebaliknya, rentang frekuensi yang lebih tinggi (Wband) digunakan untuk teknik analisis seperti spektroskopi (Gaba dan Neelima, 2011). Sebagai gelombang elektromagnetik, microwave dapat ditransmisikan tanpa menggunakan medium.
Dengan demikian, mekanisme microwave berbeda dengan pemanasan konveksi ataupun konduksi yang memerlukan medium untuk transfer panas. Pemanasan microwave tergantung pada sifat dielektrik dan magnetik sebagai medan listrik dan komponen medan magnet berinteraksi dengan bahan selama iradiasi (Hermiati dkk., 2010). Pada penelitian ini digunakan rotating microwave dimana reaktor yang terdapat di dalam microwave berputar yang berfungsi sebagai pengganti pengadukan agar campuran dalam reactor dapat tercampur homogent secara merata.
2.6.2 Prinsip Pemanasan dengan Microwave
Sistem pemanas microwave terdiri dari DC power supply yang menyediakan daya untuk menghasilkan energi gelombang mikro. Magnetron mengubah daya menjadi energi gelombang mikro dan dapat menghasilkan daya gelombang mikro hingga 60 kW pada 915 MHz dan 6 kW pada 2450 MHz. Energi gelombang mikro langsung ditransfer ke dalam molekul-molekul bahan dimana molekul- molekul ini menjadi terstimulasi dan berputar jutaan kali dalam satu detik ketika terespons oleh medan elektromagnetik. Rotasi ini dengan cepat menghasilkan panas di dalam bahan dengan cara yang mirip dengan gesekan. Panas yang dihasilkan dari rotasi molekul dalam bahan ini berhubungan dengan sifat dielektrik dari bahan. Bahan dielektrik berisi dipol permanen atau induksi yang ketika ditempatkan diantara dua elektroda dapat bertindak sebagai kapasitor.
Polarisasi dielektrik muncul dari pemindahan rotasi muatan dipol dalam medan listrik. Pada polarisasi molekuler melibatkan rotasi fisik dari dipol molekul, sifat dielektrik suatu bahan biasanya dapat dilihat dari konstanta dielektrik dan faktor kerugian dielektriknya. Konstanta dielektrik merupakan indikasi dari kemampuan bahan untuk menyimpan energi dan terpolarisasi ketika dipengaruhi oleh medan listrik, sedangkan faktor kerugian dielektrik terkait
16
dengan hilangnya energi medan dielektrik dalam bahan. Bahan dengan faktor kerugian antara 0,01 dan 1 umumnya cukup panas pada frekuensi gelombang mikro. Faktor kerugian dan konstanta dielektrik ini tergantung pada suhu, frekuensi dan kadar air (Hermiati dkk., 2010).
2.6.3 Keunggulan Pemanasan Menggunakan Microwave
Pemanasan dengan menggunakan microwave memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan pemanasan secara konvensional.
Beberapa keunggulan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Penetrasi panas yang cepat
Microwave dapat menembus kedalam bahan yang akan dipanaskan sehingga mampu memanaskan bahan secara seragam.
2. Pemanasan selektif
Bahan yang berbeda menyerap energi microwave dengan tingkat yang berbeda juga, sehingga bahan yang mengandung banyak komponen dapat dipanaskan secara selektif.
3. Dapat diotomatisasi
Microwave merupakan alat elektronik sehingga dapat dengan mudah terintegrasi ke dalam komputer untuk diotomatisasi.
4. Meningkatkan kualitas produk
Pemanasan dengan microwave dapat menghindari degradasi produk yang disebabkan oleh pemanasan yang berlebihan.
5. Efisiensi energi tinggi
Pemanasan dengan menggunakan microwave memiliki efisiensi energi berkisar 50% sedangankan pemanasan secara konvensional umumnya memiliki efisiensi energi berkisar 10 hingga 30%.
(Hermiati dkk., 2010).
17
2.7 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HIDROLISIS
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses hidrolisis adalah sebagai berikut:
2.7.1 Konsentrasi Asam
Reaksi antara air dan pati berjalan sangat lambat, sehingga diperlukan katalis untuk meningkatkan reaktivitas air. Katalis yang digunakan dapat bersifat asam, basa atau enzim. Asam yang digunakan biasanya adalah asam klorida, asam sulfat dan asam nitrat. Laju hidrolisis akan meningkat dengan meningkatnya konsentrasi asam yang digunakan sehingga proses hidrolisis akan membutuhkan waktu reaksi yang lebih cepat (Budiyati dan Umar, 2015).
2.7.2 Suhu
Pengaruh suhu pada laju reaksi mengikuti persamaan Arrhenius. Suhu yang lebih tinggi akan meningkatkan laju reaksi (Budiyati dan Umar, 2015). Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya monomer-monomer gula yang terlepas dari ikatannya seiring meningkatnya suhu maka perolehan yield glukosa pun semakin tinggi. Tetapi jika suhu terlalu tinggi konversi yang diperoleh akan menurun. Hal ini disebabkan adanya glukosa yang pecah menjadi arang, yang ditunjukkan dengan semakin tuanya warna yang dihasilkan (Osvaldo dkk., 2012). Suhu berpengaruh terhadap konstanta kecepatan reaksi. Jika suhu tinggi, konstanta kecepatan reaksi akan semakin besar sehingga reaksi dapat semakin cepat (Wahyudi dkk., 2011).
2.7.3 Waktu
Waktu reaksi hidrolisis merupakan salah satu variable dimana memberikan pengaruh terhadap kadar glukosa yang diperoleh. waktu pemasakan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar glukosa yang diperoleh . Waktu hidrolisis yang semakin lama akan memperbanyak jumlah tumbukan zat- zat pereaksi sehingga molekul-molekul yang bereaksi semakin banyak dan memperbanyak hasil yang terbentuk. Rasio bahan yang semakin besar berdampak
18
konsentrasi glukosa hasil hidrolisis semakin banyak pula. Karena dengan semakin besar rasio bahan semakin besar pula bahan yang bereaksi dengan larutan sehingga dihasilkan pula hasil yang semakin banyak (Wahyudi dkk., 2011).
2.8 KINETIKA REAKSI
Kinetika adalah ilmu yang mempelajari laju reaksi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Laju berlangsungnya proses kimia dan energi-energi yang bertalian dengan proses ini secara mekanisme reaksi kimia dipelajari dalam kinetika reaksi. Kinetika reaksi menjelaskan bagaimana reaksi itu terjadi dan kecepatan terjadinya reaksi. Kinetika reaksi kimia ditentukan berdasarkan reaksi yang terjadi pada tingkat atau orde tertentu sehingga diperoleh suatu harga konstanta kecepatan reaksi.
Reaksi kimia yang terjadi pada hidrolisis selulosa adalah sebagai berikut:
Polymer + H2O → Monomer (2.1)
(C6H10O5)n + H2O → n(C6H12O6) A + B → C
Keterangan :
A = Polimer (Selulosa) B = H2O (Air)
C = Monomer (Glukosa)
Dimana v merupakan koefisien stoikiometri dan diasumsikan jika jumlah polimer diukur sebagai ekivalen gula, reaksinya dapat disederhanakan sebagai berikut:
nA + mB → C (2.2)
Maka persamaan kecepatan reaksinya adalah sebagai berikut:
(-rA) = (rC) = k1 CAnCBm (2.3)
19
Jumlah air (H2O) yang digunakan pada proses hidrolisis biasanya berlebih sehingga dapat diasumsikan jumlah H2O selama reaksi berlangsung adalah konstan, sehingga persamaanya menjadi:
(-rA) = (rC) = k CAn (dimana : k = k1 CBm) (2.4)
Neraca massa polimer (B) dalam reaktor batch dapat ditulis sebagai berikut:
−dCA
dt = dCC
dt =k CAn (2.5)
CA = CA0 – CC (2.6)
dCC
dt = k (CA0- CC)n (2.7) Log (dCdtC) = log k + n log (CA0- C𝐶) (2.8)
Keterangan :
rA = Kecepatan reaksi komponen selulosa (mg/L.menit) rB = Kecepatan reaksi komponen air (mg/L.menit) k = Konstanta kecepatan reaksi (menit-1)
n dan m = Orde reaksi
CA = Kosentrasi selulosa (mg/L) CB = Konsentrasi air (mg/L) CC = Konsentrasi glukosa (mg/L) (Wicaksono dan Agus, 2008).
2.8.1 Penentuan Orde Reaksi Secara Grafis 1. Orde Satu
Reaksi dengan orde satu merupakan reaksi dimana lajunya bergantung dengan konsentrasi reaktan.
−dCdtA= k C𝐴 (2.9)
20 Persamaan tersebut diintegrasi menjadi:
-∫ dCCA
A = k ∫ dt0t
CA
CA0 (2.10)
-lnCA
CA0= kt (2.11)
Selanjutnya diplot –ln (CA/CA0) versus t dan nilai k diperoleh dari slope grafik, seperti gambar berikut:
Gambar 2.6 Grafik untuk Reaksi Orde Satu (Levenspiel,1972)
2. Orde Dua
Reaksi dengan orde dua merupakan reaksi dimana lajunya bergantung dengan kuadrat konsentrasi reaktan.
−dCA
dt = k CA2 (2.12)
Persamaan tersebut diintegrasi menjadi:
-∫ dC𝐶A
𝐴2 = k ∫ dt0t
CA
CA0 (2.13)
1 CA- 1
CA0=kt (2.14)
Selanjutnya diplot 1/CA versus t dan nilai k diperoleh dari slope grafik, seperti gambar berikut:
21
Gambar 2.7 Grafik untuk Reaksi Orde Dua (Levenspiel,1972)
22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan dan analisis konsentrasi glukosa dilakukan di Laboratorium Ekologi, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara (USU), Medan.
3.2 BAHAN DAN PERALATAN PENELITIAN 3.2.1 Bahan-Bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Daun dan Batang Eceng gondok (Eichornia crassipes)
= di peroleh dari perairan di sekitar Universitas Sumatera Utara.
2. Aquadest (H2O)
3. Asam Dinitro Salisilat (DNS) = 98%, Aldrich, Germany 4. Asam sulfat (H2SO4) = 95-97%, Merck, Germany
5. Kalium Natrium Tartarat (KnaC4H4O6.4H2O)
= Merck, Germany
6. Natrium Hidroksida (NaOH)
= Merck, Germany
3.2.2 Peralatan
Peralatan utama yang digunakan adalah rotating microwave reactor dengan kapasitas 2 L dan termokopel.
23
Gambar 3.1 Rangkaian Peralatan (1) Detektor Suhu, (2) Laptop, (3) Termokopel tipe K (Ukuran Krupp dan Closs 3 x 300 mm), (4) Microwave (ME731K, 230 V, 20 L), (5) Tutup Reaktor, (6) Reaktor (2L), (7) Rotating Plate, (8) Pipa Sampling
3.3 RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian terdiri dari variabel bebas yaitu variasi konsentrasi katalis H2SO4 dan daya. Rancangan penelitian ini dilampirkan dalam Tabel 3.1.
Konsentrasi Katalis H2SO4 (N) : 0,5; 1; dan 1,5
Daya (watt) : 600 dan 800
Waktu Hidrolisis (menit) : 60 Waktu Sampling (menit) : tiap 5
Perbandingan selulosa dan H2SO4 : 1 : 20 (g/ml) (Chin, dkk., 2014)
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian No.
Run
Konsentrasi Katalis
H2SO4 (%) Daya (watt) Waktu Hidrolisis (menit)
1 0 600 60
2 0 800 60
3 0,5 600 60
4 0,5 800 60
5 1,0 600 60
6 1,0 800 60
7 1,5 600 60
8 1,5 800 60
1
2
3 4 5 6 7 8
24 3.4 TAHAPAN PENELITIAN
Tahapan penelitian ini dapat dilihat pada block diagram berikut:
Gambar 3.2 Block Diagram Tahapan Penelitian
3.4.1 Persiapan Bahan Baku
Bahan baku berupa eceng gondok yang diperoleh dari perairan di sekitar USU pengolahan eceng gondok basah dicuci dengan air bersih hingga tidak ada kotoran yang menempel lalu dicacah kecil-kecil, lalu biomassa dikeringkan di bawah sinar matahari selama 3 hari setelah itu dipanaskan kembali di dalam oven agar benar-benar kering sehingga mudah dihancurkan/dihaluskan. Kemudian biomassa dihaluskan hingga berupa tepung.
3.4.2 Delignifikasi Bahan Baku
Bahan baku tepung eceng gondok yang sudah di sediakan sebanyak 30 gram dimasukkan ke dalam beakerglass dan ditambahkan 330 ml NaOH 5% (Moeksin dkk., 2016), lalu dipanaskan pada suhu 100 ºC selama 2 jam. Setelah dipanaskan residu disaring dengan kertas saring dan residu larutan yang merupakan eceng gondok dicuci dengan aquades hingga pH residu netral. Kemudian residu dikeringkan di dalam menggunakan oven pada suhu 105 ºC (Coniwanti.,2009) untuk menghilangkan kadar air sehingga diperoleh selulosa sampai berat residu konstan kemudian disimpan dalam desikator.
3.4.3 Penentuan Konsentrasi Selulosa
Residu yaitu bahan Baku eceng gondok yang sudah didelignifikasi sebanyak 2 gram ditambahkan dengan 75 ml larutan NaOH 17,5% dan diaduk secara perlahan selama 10 menit dan dicatat waktu saat larutan NaOH ditambahkan. Lalu ditambahkan 25 ml NaOH 17,5% lalu diaduk selama 10 menit, setelah 30 menit
Studi Literatur
Persiapan Bahan Baku
Delignifikasi Bahan Baku
Penentuan Konsentrasi
Selulosa
Hidrolisis Penentuan
Konsentrasi Glukosa Penentuan Kinetika
Hidrolisis
25
dari langkah pertama dilakukan ditambahkan 100 ml aquadest. Larutan didiamkan selama 30 menit dan diambil filratnya.
1. Penentuan Alfa Selulosa
Filtrat sebanyak 25 ml ditambahkan dengan 10 ml kalium dikromat 0,5 N dan 50 ml H2SO4 pekat lalu didiamkan selama 15 menit. Ditambahkan 50 ml aquadest dan didinginkan sampai suhu ruangan. Ditambahkan ferroin lalu dititrasi dengan besi amonium sulfat 0,1 N sampai larutan berwarna ungu. Untuk titrasi blanko, filtrat diganti dengan 12,5 ml NaOH 17,5%
ditambahkan dengan 12,5 ml aquadest (TAPPI, 1999).
2. Penentuan Gamma Selulosa
Filtra sebanyak 50 ml ditambahkan dengan 50 ml H2SO4 3 N, larutan dipanaskan pada suhu 70-90°C selama 15 menit untuk mengendapkan beta selulosa. Larutan didiamkan selama 90 menit kemudian dipisahkan antara padatan dan larutannya. larutan sebanyak 50 ml ditambahkan 10 ml kalium dikromat 0,5 N dan 90 ml H2SO4 pekat, diamkan selama 15 menit lalu ditambahkan 50 ml aquadest dan didinginkan sampai suhu ruang. Ditambahkan ferroin lalu dititrasi dengan besi amonium sulfat 0,1 N sampai larutan berwarna ungu. Untuk titrasi blanko, cairan diganti dengan 12,5 ml NaOH 17,5% lalu ditambahkan 12,5 ml aquadest dan 25 ml H2SO4 3N (TAPPI, 1999).
3.4.4 Hidrolisis Bahan Baku
Selulosa dihidrolisis dengan menggunakan asam sulfat (H2SO4) (0,5; 1; dan 1,5 N) dengan perbandingan 1 : 20 (g/ml) (Chin dkk., 2014) di dalam reaktor rotating microwave dengan variasi power yaitu 600 dan 800 watt pada microwave menghasilkan gelombang elektromagnetik untuk mengiridiasi eceng gondok dan H2SO4. Hidrolisis yang digunakan merupakan hidrolisis satu tahap dengan waktu 60 menit. Suhu selama proses hidrolisis diukur dengan menggunakan termokopel tipe K. Setelah proses hidrolisis selesai hidrolisat dipisahkan dari eceng gondok menggunakan kertas saring Whatman No. 1 Hidrolisat yang diperoleh dianalisa konsentrasi glukosanya menggunakan Spektrofotometer UV-VIS dengan metode DNS.
26
3.5 PENENTUAN KONSENTRASI GLUKOSA 3.5.1 Penentuan Larutan DNS
Proses membuat larutan DNS dengan melarutkan 1 gram DNS serbuk, 20 ml NaOH 2 M, 30 gram Ka-Na tratrate dengan aquadest sampai 100 ml.
Kemudian larutan disimpan dalam lemari pendingin.
3.5.2 Penentuan Kurva Standar
Proses membuat larutan glukosa monohidrat sebesar 0, 200, 400, 600, 800, dan 1000 ppm lalu diukur absorbansinya dengan menggunakan metode DNS.
Hasil pengukuran absorbansi selanjutnya dibuat kurva standar yang menunjukkan hubungan antara kadar glukosa dan absorbansi. Hasil yang diperoleh diplotkan dalam grafik secara linear.
3.5.3 Tahapan Penentuan Konsentrasi Glukosa dengan Metode DNS
Tambahkan 1 ml reagen DNS ke dalam 1 ml sampel pada tabung uji tertutup (untuk menghindari hilangnya cairan saat penguapan). Panaskan campuran selama 5 menit pada air mendidih. Setelah pendinginan hingga temperatur ruangan, absorbansinya diukur menggunakan spektrofotometer UV- VIS (Ultra Violet-Visible) pada panjang gelombang 540 nm (Kolo dan Equardus, 2018). Nilai absorbansi yang diperoleh diplotkan pada kurva standar untuk mengetahui nilai konsentrasi glukosa yang diperoleh.
3.6 PENENTUAN KINETIKA HIDROLISIS 3.6.1 Penentuan Orde Reaksi
Hasil pengujian kinetika merupakan suatu fungsi kenaikan atau penurunan jumlah kuantitas hasil pengujian pada kondisi dan waktu tertentu. Untuk menentukan profil kinetika perubahan kadar glukosa pada eceng gondok dalam pemanas dapat dilakukan dengan menggunakan metode integral. Metode integral merupakan suatu cara untuk memperkirakan persamaan reaksi dengan menggunakan integral dan membandingkan perkiraan grafik dengan data yang diperoleh dari percobaan.
3.6.2 Penentuan Orde Reaksi Secara Grafik.
Untuk mencari orde reaksi secara grafik maka dibuat sebuah grafik dengan masing-masing orde diplotkan terhadap waktu yaitu :
27 1. Orde Satu
Data nilai konsentrasi selulosa (–ln (CA/CA0)) yang diperoleh diplot dengan waktu (t) dan nilai konstanta (k) diperoleh dari slope grafik. Jika grafik mendekati garis linier maka reaksi berorde satu namun jika grafik belum mendekati garis linier maka data dicoba ke grafik reaksi orde dua.
Tabel 3.2 Penentuan Orde Satu No Konsentrasi Glukosa
(CA) (–ln (CA/CA0) T (menit) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
2. Orde Dua
Data nilai konsentrasi selulosa (1/CA) yang diperoleh diplot dengan waktu (t) dan nilai konstanta (k) diperoleh dari slope grafik. Jika grafik mendekati garis linier maka reaksi berorde dua.
Tabel 3.3 Penentuan Orde Dua No Konsentrasi Glukosa
(CA) (1/CA) t
(menit) 1.
2.
3.
4.
5.
6.
28
3.6.3 Penentuan Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis Fungsi Daya
Data nilai konstanta laju reaksi hidrolisis (k) yang diperoleh diplot dengan variabel fungsi daya microwave yang digunakan untuk memperoleh persamaan regresinya. Jika orde reaksi yang diperoleh adalah orde 1 maka digunakan persamaan regresi linier namun jika orde reaksi yang diperoleh adalah orde 2 maka digunakan persamaan regresi polinomial.
3.6.4 Penentuan Konstanta Laju Reaksi Hidrolisis Fungsi Konsentrasi Katalis Asam Sulfat (H2SO4)
Data nilai konstanta laju reaksi hidrolisis (k) yang diperoleh diplot dengan variabel fungsi konsentrasi katalis asam sulfat (H2SO4) yang digunakan untuk memperoleh persamaan regresinya. Jika orde reaksi yang diperoleh adalah orde 1 maka digunakan persamaan regresi linier namun jika orde reaksi yang diperoleh adalah orde 2 maka digunakan persamaan regresi polinomial.
29
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 ANALISIS ALFA SELULOSA BAHAN BAKU SETELAH DELIGNIFIKASI
Bahan baku berupa eceng gondok yang diperoleh dari perairan di sekitar Universitas Sumatera Utara. Serbuk eceng gondok yang sudah dihaluskan ini akan mempermudah proses delignifikasi, Setelah dilakukan delignifikasi maka dilakukan analisis kandungan alfa, beta dan gamma selulosa pada bahan baku.
Komponen utama eceng gondok adalah selulosa, hemiselulosa dan lignin. Di alam selulosa tidak pernah ditemukan dalam keadaan murni melainkan berikatan dengan lignin dan hemiselulosa membentuk suatu lignoselulosa. Keberadaan lignin akan menghambat proses hidrolisis selulosa oleh enzim selulasa karena lignin merupakan molekul kompleks yang terdiri atas unit-unit fenilpropana yang umumnya sulit didegradasi. Lignin membentuk ikatan yang kuat dengan selulosa sehingga memberikan bentuk yang kokoh pada dinding sel tanaman (Sarjono dkk., 2012). Tabel 4.1 menunjukkan kandungan alfa, beta dan gamma selulosa pada bahan baku yang sudah didelignifikasi.
Tabel 4.1 Hasil Kadar Alfa Selulosa Eceng Gondok Setelah Delignifikasi
Berdasarkan Tabel 4.1 menunjukkan Hasil Kadar Alfa Selulosa Eceng Gondok dari sampel dan perlakuan yang sama untuk mengetahui nilai rata-rata kadar alfa selulosa setelah delignifikasi diperoleh 96,79%.
No Run
Kadar Alfa Seulosa (%)
Rata-Rata Kadar Alfa Selulosa (%)
1. 96,98
96,79
2. 96,71
3. 96,71
4. 96,43
5. 97,12
30
Lignin dapat dihilangkan atau dikurangi salah satunya dengan perlakuan alkali menggunakan NaOH. Konsentrasi NaOH yang digunakan mampu melarutkan lignin dan merusak struktur selulosa yang mengakibatkan serat-serat selulosa semakin longgar sehingga semakin mudah dihidrolisis. NaOH melarutkan bentuk selulosa lain seperti beta selulosa dan gamma selulosa sehingga yang tersisa hanya alfa selulosa. Proses hidrolisis dengan menggunakan H2SO4 menyebabkan selulosa yang sudah dalam keadaan tidak terikat akibat pengaruh proses delignifikasi akan dihilangkan bagian amorfnya sehingga yang tersisa hanya bagian kristal selulosa. Hemiselulosa dalam proses hidrolisis akan turut hilang karena strukturnya yang sebagian besar bersifat amorf, sehingga akan mudah larut oleh asam dalam proses hidrolisis (Prasetia dkk., 2018)
4.2 PENGARUH DAYA ROTATING MICROWAVE TERHADAP SUHU REAKSI
Proses hidrolisis membutuhkan pemanasan untuk mempermudah pemisahan glukosa dari selulosa, pada penelitian ini sumber panas yang digunakan adalah rotating microwave dan daya rotating microwave yang digunakan adalah 600 dan 800 watt. Daya adalah banyaknya energi yang dihantarkan per satuan waktu (Joule/sekon). Daya microwave dan suhu saling berhubungan, karena daya yang tinggi dapat menaikkan suhu operasi di atas titik didih pelarut dan menghasilkan peningkatan glukosa hasil hidrlosis. Jadi, penambahan daya secara umum akan meningkatkan glukosa dan mempercepat waktu hidrolisis.
Daya dalam hidrolisis microwave akan mengontrol besarnya energi yang akan diterima oleh bahan untuk dirubah menjadi energi panas. Energi panas inilah yang membantu proses keluarnya glukosa dari bahan atau sampel.
Kenaikan suhu adalah akibat dari kemampuan bahan dan pelarut untuk menyerap energi dari gelombang mikro. Ukuran yang menunjukkan kemampuan untuk menyerap gelombang mikro disebut konstanta dielektrik. Semakin besar daya maka semakin besar energi yang diterima bahan untuk dirubah menjadi panas sehingga glukosa pada hidrolisat semakin besar (Erliyanti dan Elsa Rosyidah 2017).
31
Gambar 4.1 menunjukkan pengaruh daya microwave terhadap suhu reaksi.
Gambar 4.1 Pengaruh Daya Microwave Terhadap Suhu Reaksi Pada Konsentrasi Katalis H2SO4 (a) Tanpa Katalis (b) 0,5 N (c) 1,0 N dan (d) 1,5 N 0
20 40 60 80 100 120
0 10 20 30 40 50 60
Suhu (°C)
Waktu (menit) (a)
0 N, 600 W 0 N, 800 W
0 20 40 60 80 100 120
0 10 20 30 40 50 60
Suhu (°C)
Waktu (menit) (c)
1,0 N, 600 W 1,0 N, 800 W
0 20 40 60 80 100 120
0 10 20 30 40 50 60
Suhu (°C)
Waktu (menit) (d)
1,5 N, 600 W 1,5 N, 800 W 0
20 40 60 80 100 120
0 10 20 30 40 50 60
Suhu (°C)
Waktu (menit) (b)
0,5 N, 600 W 0,5 N, 800 W