• Tidak ada hasil yang ditemukan

iP9V6BH6HscN27yO PROSIDING FORUM TAHUNAN 2013 ver 2A(1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "iP9V6BH6HscN27yO PROSIDING FORUM TAHUNAN 2013 ver 2A(1)"

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

PROSIDING FORUM TAHUNAN

PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN, TEKNOLOGI, DAN INOVASI

NASIONAL

MENGURAI STAGNASI INOVASI BERBASIS LITBANG DI

INDONESIA

Semua makalah yang terdapat dalam prosiding ini telah melalui proses selaksi

oleh tim seleksi, perbaikan berdasarkan diskusi, dan editing oleh tim

editor

Editor :

1. Dra. Hartiningsih, MA

2. Ir. Sigit Setiawan, M.Si

3. Dra. Wati Hermawati, MBA

4. Lutfah Ariana, STP, MPP

5. Dian Prihadyanti, M.T

6. Rizka Rahmadia, S. Si

7. Dini Oktaviyanti, M.Si

Reviewer :

1. Prof. Dr. Endang G. Said, M.Dev.

2. Prof. Dr. Erman Aminullah

3. Prof. Dr. Isti Sujandari

4. Prof. Dr. Tigor Sitomorang

5. Dr. Lina Fiftahul Jannah

6. Dr. Marcelina Pondin

PUSAT PENELITIAN PERKEMBANGAN ILMU IPTEK

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA

Jl. Jend. Gatot Subroto 10, Gedung A Lt. 3, Jakarta 12710

Telpon (021) 5201602, 5225206

Faximili (021) 52016012

Email :

[email protected]

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, Prosiding Forum Tahunan Pengembangan

Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Inovasi (Iptekin) Nasional yang diadakan oleh

Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PAPPIPTEK)

LIPI pada tanggal 10 Oktober 2013 di Hotel Sultan ini akhirnya diselesaikan.

Forum tahunan ini merupakan kegiatan yang menghimpun para pelaku serta

pemerhati Iptek dari berbagai lembaga litbang, akademisi, dan industri untuk

membahas isu-isu kebijakan dan manajemen perkembangan Iptekin dalam

lingkup nasional maupun global.

Ini merupakan seminar ketiga yang kami laksanakan dengan mengambil tema

Debottlenecking R&D Based Industrial Innovation

”. Seminar ini diawali dengan

pembukaan resmi oleh Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof. Dr.

Lukman Hakim M.Sc. Pada kesempatan ini turut berbicara Prof. Rhenald Kasali

Ph.D. guru besar dari Universitas Indonesia, Dr. Tanri Abeng MBA. Pengusaha

dan mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN. Juga berbicara Dr. Ir. Dwi

Soetjipto, MM. Direktur Utama PT. Semen Gresik. Setelah itu dilakukan juga

acara

talk show

yang dihadiri oleh Prof. Lukman Hakim M.Sc. Kepala LIPI, Dr.

Ninok Leksono, wartawan senior dan anggota Komite Inovasi Nasional, Irwan

Hidayat presiden direktur dari PT. Sido Muncul dan Ir. Satrio Dharmanto dari

Conax Indonesia dan IEEE Indonesia. Acara ini dimoderatori oleh Prof. R. Eko

Indrajit.

Dalam prosiding ini dimuat ringkasan pidato yang disampaikan oleh ketiga

pembicara utama. Juga dimuat 17 makalah yang dipresentasikan secara oral dan

4 abstrak dari makalah yang dipresentasikan secara oral tetapi akan dimuat

dalam jurnal. Semua makalah ini telah melalui proses seleksi oleh tim seleksi dan

telah dikoreksi berdasarkan hasil diskusi yang kemudian dilakukan proses

editing

oleh tim editor. Ditampilkan pula jadwal acara, daftar pemakalah, dan daftar

panitia.

Penyusunan prosiding ini melibatkan banyak pihak, mulai dari tim penyeleksi

makalah, tim persidangan yang mengumpulkan seluruh bahan untuk persiapan

prosiding, dan tim editor. Kepada semua pihak yang telah membantu dalam

penyusunan prosiding ini kami ucapkan terima kasih.

Jakarta 10 Januari 2014

(3)

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar

i

Daftar Isi

ii

Daftar Panitia

iv

Sambutan Kepala PAPPIPTEK-LIPI

vi

Sambutan Kepala LIPI

ix

Pidato Kunci

1

1. Dr. Rhenald Kasali

1

2. Dr. Tanri Abeng

2

3. Dr. Dwi Sutjipto

3

Makalah-makalah

1. Kebangkitan Kembali Industri Pesawat Nasional: Perjalanan PT.

Dirgantara Indonesia

5

2. Kajian Pengelolaan Hasil Penelitian Lembaga Litbang untuk

Mendukung Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)

15

3. Kaji Ulang Sistem Pendanaan Riset Pemerintah Untuk Mengurai

Stagnasi Inovasi di Bidang Kesehatan

23

4.

The Quadruple Helix Model

untuk Sistem Inovasi Lokal dalam

Penanggulangan Kemiskinan: Studi Kasus Proyek Inovasi

Eksplorasi Sumber Air Bawah Tanah Masyarakat Desa

Karangajek, Kabupaten Gunung Kidul

36

5. Biodegredasi Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis

guineensis Jacq.) oleh Jamur Lignoselulotik

49

6. Kolaborasi Ilmiah di Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian

Sebagai Pengungkit Inovasi di Industri Berbasis Ilmu Pengetahuan

(

Science Based Industry

): Studi Kasus Pengembangan Inovasi

Medis Berbasis Sel Punca dan Rekayasa Biologi

59

7. Tekno-Meter Pengukuran Tingkat Kesiapan Teknologi: Suatu

Upaya Mengurai Stagnasi Inovasi di Lembaga Litbang dan

Penguatan Hubungan Pemasok dan Pengguna

72

8. Budaya Inovasi Sebagai Elemen Utama Pembentuk Sistem

Inovasi Daerah: Kasus Provinsi Nusa Tenggara Barat dan

Kalimantan Selatan

80

9. Pemanfaatan Inovasi Hasil Penelitian dan Pengembangan (Studi

Kasus Pabrik Gula di Indonesia dalam Tinjauan Ekonomi)

94

10. Rancangan Usaha Mengurai Stagnasi Inovasi di Perguruan Tinggi:

Peran Tri Dharma Dengan Dharma Pertama Penelitian

(Pengembangan)

102

11. Skenario Anggaran Litbang IPTEK dalam Mendukung Program

Master Plan

Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi

(4)

iii

12.

Decoding

Ramayana, Pencerahan Bisnis dan Landasan Moral

Start up Company

dalam Industri Kreatif Indonesia

122

13. Kebijakan Fiskal Sebagai Pemicu Inovasi di Industri Manufaktur

Berbasis Logam

132

14. Tantangan Keberlanjutan Difusi dan Adopsi Tungku Sehat Hemat

Energi (TSHE) : Studi Kasus Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta

143

15. Pentingnya

Strategic Marketing

dalam Perolehan HKI di Lembaga

Litbang di Indonesia dalam Mendukung Pertumbuhan Industri

152

16. Bagaimana

Knowledge Management

Bersama Fisika Membangun

Nature Knowledge Theory

” Sebagai Sains Dasar Baru

167

17. Peran Biomassa Dalam Memenuhi Kebutuhan Energi Tingkat

Rumah Tangga : Kasus Inovasi Biomassa “

Waste to Energy

175

DAFTAR ABSTRAK

190

1. Analisis Pengaruh Faktor-faktor Kreativitas dan Inovasi Terhadap

Program Mahasiswa Wirausaha di Perguruan Tinggi (Studi

Kasus pada Mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Andalas)

191

2. Sistem Pembiayaan untuk Aplikasi Teknologi pada Manajemen

Rantai Pasok Hortikultura Bernilai Tinggi : Studi Kasus Teknologi

Greenhouse

Paprika

192

3. Penerapan Teknologi Untuk Meningkatkan Daya Saing Petani

Sayuran Dalam Memenuhi Permintaan Pasar Ekspor

193

4. Potensi Inovasi Industri Kecil dalam Paradigma Pembangunan

Inklusif di Indonesia

194

SUSUNAN ACARA

208

(5)

iv

DAFTAR PANITIA

Pengarah : Prof. Dr. Husein Avicenna Akil, M.Sc Penanggung Jawab : Dr. Trina Fizzanty

Ketua

:

Ir. Ikbal Maulana

Wakil Ketua :

Purnama Alamsyah, SE

Bendahara

: Endang Mardiningsih, A.Md.

Kesekretariatan

Koordinator

:

Opan Supandi, M.TI

Anggota

:

1.

Adzan Sofiawan, S.Sos

2.

Ummi Aslamah, A.Md

3.

Tri Handayani, S.Kom

4. Zarnita, A.Md

5.

Wiyono, SE

6.

Zindhy Dwiyani, STP

Persidangan

Koordinator :

Anugerah Yuka Asmara, S. Ip.

Anggota

:

1.

Dian Prihandayanti, M.T

2.

Dini Oktaviyanti, S.Ip, M.Si

3.

Ir. Sigit Setiawan, M.Si

4.

Kusnandar, M.T

5.

Rizka Rahmaida, S.Si

6.

Vetti Rina Prasetyas, SH

7.

Ishelina Rosaira P., SE

Tim Seleksi Makalah :

Koordinator

:

Lutfah Ariana, STP, MPP

Anggota

:

1. Prof. Dr. Erman Aminullah, M.Sc

2.

Dr. Trina Fizzanty

3.

Dra. Wati Hermawati, MBA

4.

Dra. Nani Grace S., M.

Hum

5.

Ir. Dudi Hidayat, M.Sc

Reviewer

:

1. Prof. Dr. Endang G. Said, M.Dev

2. Prof. Dr. Erman Aminullah, MSc.

3. Prof. Dr. Isti Sujandari

4. Prof. Dr. Tigor Sitomorang

5. Dr. Lina Fiftahul Jannah

6. Dr. Marcelina Pondin

Proceeding

dan Laporan Akhir

Koordinator

:

Dra. Hartiningsih, MA

Anggota

: 1.

Dra. Wati Hermawati, MBA

2.

Lutfah Ariana, STP, MPP

3.

Ir. Sigit Setiawan, M.Si

4.

Dian Prihadyanti, M.T

5. Rizka Rahmadia, S. Si

6.

Dini Oktaviyanti, M.Si

LIPI Science-Based Industrial Innovation Award

(LIPI SBIIA)

Koordinator

:

Purnama Alamsyah, SE

Anggota

:

1. Dian Prihandyanti, SE

2.

Kusnandar, MT

3.

Dra. Nani Grace S., M.Hum

4. Indri Juwita Asmara, M.TI

(6)

v

Dewan Juri

Ketua

:

Prof. Dr .Ir .H. Gusti Muhammad Hatta, MS (Menristek)

Sekretaris

:

Prof Lukman Hakim, PhD Apt. (Kepala LIPI)

Anggota

:

1. Prof. Umar Anggara Jenie M.Sc. Apt (UGM)

2. Prof.Dr. Harijono A. Tjokronegoro (ITB)

3. Prof. Dr. Andrianto Handojo (DRN/ITB)

4. Prof. Dr. Husein A. Akil M.Sc (LIPI)

5. Prof Dr. Bambang Subiyanto (LIPI)

6. Prof. Dr. Broto L. Kardono (LIPI)

7. Prof. Dr. Erman Aminullah M.Sc (LIPI)

8. Dr. Tatang Taufik (BPPT)

9. Dr. Martin Tjahjono (Surya Institute)

10. Dr. LT. Handoko (LIPI)

11. Slyvia W. Sumarlin MA. (Xirca Silicon Technology/FTII)

12. Ir. Satriyo Dharmanto, MSi (MULTICOM/CONAX)

(7)

vi

SAMBUTAN KEPALA PAPPIPTEK-LIPI

Yang terhormat Kepala LIPI, Prof. Dr. Lukman Hakim MSc,

Yang terhormat Wakil Kepala LIPI, Dr. Ir. Djusman Sajuti,

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Pejabat Eselon I dan II dari

Kementerian Ristek, Kementerian Perindustrian, Bappenas, BSN, ESDM, dan

lain-lainnya,

Yang terhormat para anggota Dewan Juri

LIPI Science-Based Industrial

Innovation Award,

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang mewakili perusahaan yang

menjadi

nominee

LIPI Science-Based Industrial Innovation Award

,

Yang terhormat para pembicara kunci yang telah hadir, Prof. Rhenald Kasali

PhD, Dr. Tanri Abeng, MBA, dan Dr. Ir. Dwi Soetjipto, MM,

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang akan mengisi acara di forum

tahunan ini,

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu dari industri, lembaga litbang,

perguruan tinggi, dan instansi pemerintah,

Assallammualaikum wr.wb.

Salam sejahtera bagi kita semua.

Selamat datang di Forum Tahunan Pengembangan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi dan Inovasi (IPTEKIN) Nasional III.

Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu sekalian marilah kita panjatkan puji syukur kepada

Allah s.w.t karena telah melimpahkan rahmatnya kepada kita semua, sehingga

kita bisa berkumpul di acara Forum IPTEKIN Nasional yang ketiga ini.

Pertama-tama, sebagai penyelenggara forum ini, ijinkan kami menyampaikan

laporan tentang penyelenggaraan forum tahunan ini.

(8)

vii

belakang keilmuan namun disatukan oleh minat yang sama, yakni kajian pada

kebijakan dan manajemen iptekin. Tahun 2013 ini, kami memperluas lingkupnya

dimana praktisi dari industri pun kami libatkan juga. Hal ini penting sekali, karena

yang berada di garda depan persaingan antar-bangsa adalah industri. Tema

yang kami ambil, yakni “Mengurai Stagnasi Inovasi Berbasis Litbang di

Indonesia” sebenarn

ya mencoba mempertemukan kepentingan baik akademisi

dan peneliti di satu sisi, sebagai pihak yang aktif melakukan kegiatan litbang,

dengan industri yang mendapatkan tekanan persaingan dan pasar untuk

melakukan inovasi, dan juga pemerintah sebagai pengambil kebijakan.

Pergeseran tekanan pada industri ini pula yang membuat kami mengundang

pembicara-pembicara yang sudah dikenal reputasinya di kalangan industri untuk

mengisi acara

keynote speech

. Kita beruntung sekali karena sebentar lagi kita

akan bisa menyaksikan Prof. Rhenald Kasali, Dr. Tanri Abeng, MBA, dan Dr. Ir.

Dwi Soetjipto, MM, berbagi pengetahuan dan pengalaman mereka dengan kita

semua.

Penguatan sistem inovasi nasional bukanlah kerja satu lembaga, ataupun satu

sektor, tetapi merupakan jejaring yang menggabungkan industri, pemerintah,

lembaga litbang dan perguruan tinggi dalam satu rangkaian. Rangkaian ini tidak

bisa serta-merta terbentuk. Dibutuhkan saling pemahaman, saling pengertian,

yang hanya bisa dibangun melalui dialog yang intensif. Untuk mengawalinya

kami menyelenggarakan

Talk Show

, dan juga diharapkan secara informal

forum-forum ini bisa mempertemukan Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu dalam satu

kepentingan memajukan kemampuan iptekin nasional. Insya Allah, dalam

Talk

Show

ini, Bapak Menristek sebagai pengambil kebijakan iptekin nasional, Kepala

LIPI mewakili lembaga litbang, Dr. Ninok Leksono sebagai wakil perguruan tinggi,

dan Bapak Irwan Hidayat dan Bapak Satriyo Dharmanto akan berdialog di depan

kita dengan dipandu oleh Prof. Dr. Eko Indrajit.

(9)

viii

Bagian akhir dari acara Forum IPTEKIN 2013 ini adalah presentasi, baik oleh

peneliti dan akademisi yang telah menuliskan makalahnya, maupun dari industri

yang akan menyampaikan presentasi mengenai pengalaman inovasi di

perusahaannya. Diharapkan dengan beragamnya latar belakangnya penyaji

presentasi, gagasan-gagasan segar yang bisa menjadi pemecah persoalan

iptekin bisa dilahirkan melalui interaksi dalam forum ini.

Makalah utuh yang masuk ke panitia, menurut masing-masing sub-tema, adalah

sebagai berikut:

1. SDM: Kreativitas, Kepemimpinan dan

Technopreneurship

: 7 makalah.

2. Manajemen Intermediasi Inovasi: 4 makalah.

3. Sistem Insentif dan Inovasi Berbasis Litbang: 5 makalah.

4. Pemanfaatan Inovasi Hasil Litbang: 4.

5. Hambatan-Hambatan Inovasi Berbasis Litbang di Industri: 4.

Jadi total ada 24 makalah. Selain itu ada satu presentasi tanpa makalah dari

industri yang akan menceritakan inovasi di dalam perusahaannya.

Demikian laporan penyelenggaraan forum tahunan ini kami sampaikan. Selamat

mengikuti forum tahunan, dan terima kasih.

(10)

ix

SAMBUTAN KEPALA LIPI

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu Pejabat Eselon I dan II dari

Kementerian Ristek, Kementerian Perindustrian, Bappenas, BSN, ESDM, dan

lain-lainnya,

Yang terhormat para anggota Dewan Juri

LIPI Science-Based Industrial

Innovation Award

,

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang mewakili perusahaan yang

menjadi

nominee LIPI Science-Based Industrial Innovation Award

,

Yang terhormat para pembicara kunci yang telah hadir, Prof. Rhenald Kasali

PhD, Dr. Tanri Abeng, MBA, dan Dr. Ir. Dwi Soetjipto, MM.

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu yang berpartisipasi mengisi seluruh

rangkaian acara forum tahunan ini,

Yang terhormat Bapak-Bapak dan Ibu-Ibu dari industri, lembaga litbang,

perguruan tinggi, dan instansi pemerintah,

Assallammualaikum wr.wb.

Salam sejahtera buat kita semua.

Selamat datang di Forum Tahunan Pengembangan Ilmu Pengetahuan,

Teknologi dan Inovasi

(IPTEKIN) Nasional III.

Pertama-tama kami mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan YME karena Forum

IPTEKIN ini sudah terselenggaranya untuk ketiga kalinya, dan bahkan tampil

lebih besar dan lebih istimewa dengan melibatkan peran lebih banyak pihak lagi.

Forum ini mengambil tema yang sangat aktual, yang mengungkapkan akar

permasalahan mengapa inovasi yang menjadi penentu daya saing nasional

masih lemah. Tema ini adalah “Mengurai Stagnasi Ino

vasi Berbasis Litbang di

Indonesia”. Tema ini mengajak kita untuk melakukan refleksi dengan jernih

(11)

x

masih belum besar. Kegiatan litbang dianggap sebagai urusan perguruan tinggi

atau lembaga litbang, yang terlalu berisiko atau boros jika dilakukan oleh industri.

Padahal, inovasi yang memiliki nilai tambah dan berdampak paling besar pada

daya saing adalah inovasi yang digali dari hasil-hasil penelitian ilmiah. Inovasi

dalam bentuk desain produk, kemasan, ataupun teknik-teknik pemasaran,

walaupun berkontribusi pada daya saing tetapi merupakan sesuatu yang

gampang diidentifikasi dan dipahami pesaing, dan karena itu gampang ditiru atau

dikalahkan. Inovasi berbasis litbang menyebabkan asimetri informasi, dimana

inovator memiliki keunggulan pengetahuan tentang inovasi tersebut

dibandingkan pesaingnya.

Untuk memahami tema yang kompleks itu, Pappiptek-LIPI sebagai

penyelenggara, mencoba menjawabnya melalui berbagai acara yang ditawarkan

dalam forum ini. Setelah ini kita akan menyaksikan

keynote speech

dari

pembicara-pembicara terkemuka. Siapa yang tak kenal Prof. Rhenald Kasali,

pakar bisnis terkemuka di negeri kita. Dr. Tanri Abeng, yang sudah lama kita

kenal kiprahnya di industri tanah air. Dan, juga Dr. Ir. Dwi Soetjipto, MM, yang

telah sukses memimpin PT Semen Indonesia menjadi perusahaan inovatif.

Beliau-beliau akan membagikan pengetahuan dan pengalamannya pada kita

semua.

Forum ini melalui acara

Talk Show

ini juga akan mempertemukan Menristek,

saya mewakili lembaga litbang, dan rekan-rekan dari industri untuk saling

bertukar pikiran. Melalui dialog seperti ini upaya saling memahami bisa dicapai,

dan mudah-mudahan bisa menjadi landasan ke depan untuk kerja sama yang

lebih baik di antara komponen-komponen sistem inovasi nasional.

Bagian terpenting dari acara ini adalah

penganugerahan

LIPI Science-Based

Industrial Innovation Award.

Award

ini memiliki maksud ganda. Pertama,

melalui

Award

ini LIPI ingin mempromosikan kepada industri, pemerintah

maupun masyarakat luas akan pentingnya inovasi berbasis penelitian ilmiah

guna membangun daya saing industri nasional. Kedua, melalui

Award

ini pula

LIPI ingin menunjukkan apresiasi setinggi-tingginya kepada industri yang telah

menjadi pelopor dalam melakukan inovasi berbasis penelitian ilmiah. Kita perlu

menunjukkan pada masyarakat luas, bahwa negeri kita memiliki industri-industri

pelopor, bukan sekedar tukang jahit. Mereka bisa menjadi

role model

tentang

bagaimana membangun daya saing dan menghadapi persaingan dengan cara

yang lebih cerdas, yakni cara yang berbasis penelitian ilmiah.

(12)

xi

Bismillahirahmanirrahim.

Kepada para Hadirin sekalian, selamat mengikuti forum IPTEKIN yang ketiga ini.

Terima kasih dan selamat kepada Pappiptek-LIPI yang telah berhasil

menyelenggarakan acara ini.

(13)

12

PIDATO KUNCI

Dr. Reynald Khasali

Untuk mencapai produk inovatif yang dihasilkan dari litbang bukan lah hal yang

mudah. Ada kesenjangan

yang cukup dalam yang disebut “jurang kematian”.

Kesenjangan atau “jurang kematian“ tersebut terjadi antara kegiatan litbang yang

berjenis penelitian dasar kemudian dan kegiatan penelitian terapan yang diawali dari

ide, kemungkinan ide tersebut tercapai, pengembangan produk sampai kepada produk

masuk ke pasar. Terdapat 4 kunci sukses untuk mengurangi kesenjangan tersebut.

Keempat kunci sukses tersebut adalah: pembiayaan (

financing

); perubahan

mindset

;

marketing

entrepreneur

dan yang terutama adalah kesederhanaan (

simplicity

).

Simplicity

menjadi utama karena adalah membuat segala sesuatu menjadi lebih

mudah dan memiliki kekuatan walaupun tidak mudah, karena kita selalu dihadapkan

pada sesuatu yang kompleks. Dengan menyederhanakan sesuatu maka segala

sesuatu menjadi minimalis, efisien, lebih cepat, dan menjadi lebih respek. Dengan

menyederhanakan sesuatu, kita menjadi lebih mudah untuk mengingat sesuatu, lebih

mudah dan tidak perlu mengorbankan banyak hal, dan mudah menyebar. Dengan kunci

kesederhanaan tersebut ide kreatif akan mudah muncul dan inovasi dapat terjadi.

Beberapa hal yang harus dihindari untuk menjadi kreatif adalah mentalitas untuk

mencari amannya saja, konflik kepentingan, manajemen yang masa bodo (tidak

menghargai peneliti yang kreatif) dan mentalitas sumberdaya alam (mengambil

keuntungan dari mengeruk sumberdaya alam).

Inovasi diperlukan dalam setiap tahapan (zona) mulai dari

zona

produksi,

zona

customer

, dan

zona

pembaruan. Setiap tahapan atau

zona

tersebut akan inovatif bila

beberapa hal di bawah ini dilakukan, yaitu: selalu saling terhubung (

assosiating

), selalu

menanyakan sesuatu (

questioning

), observasi (

observing

), melakukan eksperimen

(

experimenting

), membuat jejaring (

networking

), melakukan aksi (

doing action

), dan

selfdriving

.

(14)

13

PIDATO KUNCI

Tanri Abeng

Salah satu kunci sukses inovasi berbasis riset adalah memiliki misi yang spesifik

yaitu (1) yang sesuai dengan kebutuhan industri; (2) memiliki nilai yang komersial; dan

(3) melalui pendekatan pasar. Bagaimana kita mengelola inovasi berbasis riset dengan

misi yang spesifik? caranya adalah dengan pendekatan 5 S + 1 yaitu:

Strategy,

Structure, Skill, System, Speed

dan

Scale

.

Strategi yang dibangun pemerintah adalah strategi yang spesifik, fokus pada

industri sektoral seperti otomotif, pertanian, elektronik, kesehatan, atau pertambangan.

Structure

, proses pengelolaannya berorientasi pada pasar dengan disesuaikan pada

kebutuhan industri, memiliki kebijakan pengembangan sumberdaya dan alokasi

anggaran yang tepat, berkoordinasi dengan industri, perguruan tinggi serta melakukan

keputusan yang benar.

Skill

, terdapat tiga keahlian yang diperlukan yaitu keahlian

dalam mengelola teknologi, keuangan, dan industri.

System

, memiliki sistem insentif

kepada para peneliti, pengelolaan yang disiplin dan

knowledge

management.

Speed

,

kecepatan dalam memasuk pasar melalui proses

adjustment

dan

decision

serta

quick

win

yang mengedepankan prioritas dan pengenalan mengenai pemenang. Dan,

Scale

,

memaksimalkan pembelian dan logistik, efisiensi biaya, dan berdaya saing.

(15)

14

PIDATO KUNCI

Dr. Dwi Sutjipto

Innovation as a strategic objective for corporate improvement

Presentasi

ini

menceritakan

proses,

perjalanan,

perubahan-perubahan/transformasi yang dilakukan PT Semen Indonesia sebagai

engineering and

research center.

PT Semen Indonesia dibangun sejak lama, dapat disebut sebagai

the oldest

cement industry

, sehingga kemampuan karyawan tidak perlu diragukan. Selanjutnya

PT Semen Indonesia harus bertransformasi sebagai

service company

dalam

engineering

, dan riset. Ini menjadi bagian sebagai upaya dalam mensentralisasi. Salah

satu misi PT Semen Indonesia adalah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan.

Dalam misi tersebut memasukkan kata-kata inovatif untuk menggambarkan masalah

inovasi yang telah masuk ke sistem manajemen.

PT Semen indonesia, didesak oleh tantangan-tantangan yang ada maupun yang

diciptakan. Hal tersebut menggambarkan transformasi menuju semen indonesia (dari

IPO dimana masih berdiri sendiri-sendiri, konsolidasi SG, SP-ST; sinergi dan inovasi,

serta menjadi

leader

dalam

level

regional).

Driver

untuk melakukan transformasi adalah

persaingan industri; potensi peningkatan kinerja dan pertumbuhan; dan budaya kerja.

Salah satu contoh tantangan untuk inovasi adalah adanya kenaikan BBM di tahun

2007, yang tadinya mustahil mengembangkan energi alternatif menjadi mungkin.

Sekarang seluruh pabrik sudah bisa menggunakan limbah sebagai energi alternatif.

Investasi yang digunakan mendekati 200 M rupiah. Pada awalnya orang produksi selalu

ingin operasinya nyaman, sehingga ketika ada inovasi yang mempengaruhi kerjanya

misalnya dengan memasukkan sesuatu ke dalam sistem, jauh-jauh hari sebelumnya

pasti ada yang

reluctant

/keberatan. Disanalah peran manajemen sangat dibutuhkan

sehingga tidak ada protes. Inovasi lainnya adalah 10 persen batubara sudah diganti

dengan limbah.

Ke depan, ada 6 isu kritis untuk mencapai

sustainable growth

perusahaan, yaitu

Undertake capacity growth

;

manage energi security

;

enhance company image

,

move

closer to the customer

;

enable corporate growth

; dan

manage key risks

. Untuk itu,

perusahaan telah berupaya mencari-cari riset yang bisa mendukung untuk

meningkatkan

capacity growth

.

Manage energy security

perlu diperhatikan, karena

cukup besar energi yang terpakai dan menyangkut biaya juga.

Company image

,

sekarang sudah bagus tetapi

image

nya industri semen tidak

environmental friendly

.

(16)

15

(17)

16

KEBANGKITAN KEMBALI INDUSTRI PESAWAT NASIONAL: PERJALANAN PT. DIRGANTARA INDONESIA

Karlina Sari

Peneliti Pusat Penelitian Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Pappiptek) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Jl. Gatot Subroto no. 10 Jakarta 12710

E-mail: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Teknologi telah menjadi salah satu mesin penggerak perekonomian suatu Negara industri manufaktur dengan intensitas teknologi tinggi menjadi mesin pertumbuhan negara-negara maju.Salah satu dari sedikit industri manufaktur berintensitas teknologi tinggi yang eksis di Indonesia adalah industri pesawat terbang.PT.Dirgantara Indonesia (PT. DI) yang merupakan satu-satunya perusahaan produsen pesawat terbang di Indonesia memiliki sejarah perjalanan yang panjang mulai dari masa Orde Baru hingga kini.Studi ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan PT. DI sebagai satu-satunya perusahaan nasional produsen pesawat terbang di Indonesia, mulai dari awal perkembangan, masa kejayaan, masa keterpurukan, hingga kini mulai bangkit kembali; serta mengidentifikasi faktor-faktor penentu kesuksesan perkembangan perusahaan berteknologi tinggi ini. Dari hasil analisis, terlihat bahwa cikal bakal PT. DI sudah dirintis sejak zaman Orde Lama, kemudian didirikan dan mencapai masa kejayaan pada masa Orde Baru. Pada awal Orde Reformasi, perusahaan ini sempat mengalami keterpurukan, namun sejak tahun 2012 menemukan momen kebangkitan kembali. Faktor utama yang mendukung kesuksesan maupun kemunduran PT. DI adalah dukungan tokoh dan kebijakan pemerintah karena industri pesawat merupakan industri oligopoli yang tidak bisa bergantung sepenuhnya pada mekanisme pasar. Faktor lain adalah kualifikasi yang dimiliki oleh PT. DI itu sendiri sehingga ketika perusahaan ini bangkit kembali, kepercayaan konsumen-konsumen dalam maupun luar negeri dapat diperoleh dengan cepat.

Kata kunci: industri berteknologi tinggi, industri pesawat terbang,faktor penentu kesuksesan

1. PENDAHULUAN

Teknologi telah menjadi salah satu mesin penggerak perekonomian suatu negara, di samping sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya finansial. OECD membagi industri manufaktur menjadi industri manufaktur dengan intensitas teknologi rendah, menengah-rendah, menengah-tinggi, dan tinggi. Seperti negara-negara berkembang lainnya, Indonesia masih berkutat dengan industri manufaktur berintensitas teknologi rendah. Pada tahun 1998, sekitar 55% output industri manufaktur berasal dari industri manufaktur dengan intensitas teknologi rendah, sedangkan industri manufaktur dengan intensitas teknologi tinggi hanya berkontribusi di bawah 10%. Sebelas tahun kemudian, yaitu pada tahun 2009, industri manufaktur dengan intensitas teknologi tinggi menyumbangkan sekitar 11% output, sedangkan industri manufaktur berintensitas teknologi rendah menghasilkan 50% output. Jurang proporsi yang lebih tinggi ditunjukkan oleh data ekspor. Selama periode 1999 hingga 2010, sebanyak 60-70% produk ekspor berasal dari industri manufaktur berintensitas teknologi rendah, sedangkan 3-5% berasal dari industri manufaktur berintensitas teknologi tinggi, dan sisanya dari industri manufaktur berintensitas teknologi menengah-rendah dan menengah-tinggi (Pappiptek-LIPI, 2012).

(18)

17

perlengkapannya serta industri perbaikan dan pemeliharaan pesawat mengalami penurunan hingga 99% dari Rp 725 milyar menjadi Rp 5 milyar (Kementerian Perindustrian, 2012). Nilai ekspor berfluktuasi dari 103,1 juta dolar AS di tahun 2008 menjadi 198,2 juta dolar AS di tahun 2012. Pada tahun 2012, proporsi ekspor industri pesawat terbang terhadap total ekspor industri manufaktur nonmigas adalah 0,13% (Kementerian Perdagangan, 2012).

Terlepas dari pro-kontra pendirian IPTN pada masa Orde Baru, industri pesawat terbang sebagai salah satu industri manufaktur berintensitas teknologi tinggi merupakan modal untuk kemajuan ilmu pengetahuan maupun kemajuan perekonomian Indonesia. Mengingat besarnya investasi untuk membangun industri ini, hendaknya PT. DI tidak dibiarkan stagnan dan mati suri. Makalah ini bertujuan untuk menguraikan perjalanan PT. DI sebagai satu-satunya perusahaan nasional produsen pesawat terbang di Indonesia, mulai dari awal perkembangan, masa kejayaan, masa keterpurukan, hingga kini mulai bangkit kembali, serta menganalisis faktor-faktor penentu kesuksesan perusahaan berteknologi tinggi ini.

2. METODOLOGI

Penelitian ini akan menganalisis perkembangan PT DI secara historis. Perkembangan perusahaan akan dibagi menjadi lima periode. Dari periode perkembangan tersebut, akan dianalisis faktor-faktor penentu kesuksesan perkembangan perusahaan. analisis akan dilakukan untuk melihat pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap perkembangan bisnis perusahaan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Perkembangan PT. DI di Indonesia akan dilihat berdasarkan lima periode seperti dijelaskan sebagai berikut:

3.1. Periode 1914-1965: Awal Kemunculan Industri Pesawat Indonesia

Cikal bakal industri pesawat Indonesia sudah dimulai dari masa pra-kemerdekaan ketika negara inimasih di bawah penjajahan Belanda. Pemerintahan Belanda tidak memproduksi pesawat, tetapi mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan pengoperasian pesawat seperti lisensi pembuatan dan evaluasi teknis serta evaluasi keamanan pesawat yang beroperasi di Indonesia.Pada tahun 1914, didirikan Bagian Uji Terbang di Surabaya yang berfungsi sebagai tempat uji pesawat di kawasan tropis. Kemudian dimulai perakitan pesawat pada tahun 1930,dengan didirikannya Bagian Pembuatan Pesawat Udara yang memproduksi pesawat untuk angkatan laut Kanada. Pusat perakitan pesawat ini kemudian dipindahkan ke Lapangan Udara Andir di Bandung yang kini menjadi Bandara Husen Sastranegara. Pada skala kecil, beberapa pemuda Indonesia dipimpin oleh Tossin membuat pesawat di bengkel kecil mereka di Bandung. Namun pesawat ini berhasil mengejutkan dunia karena kemampuannya melintasi samudera ke negara Belanda dan Cina.

Selepas Proklamasi Kemerdekaan pada tahun 1945, ambisi Indonesia untuk membuat pesawat sendiri masih berlanjut. Pada masa ini, pesawat terutama dibutuhkan untuk kepentingan pertahanan.Pada tahun 1946, dipionir oleh tiga orang anggota Tentara Republik Indonesia-Angkatan Udara (TRI-AR) yaitu Wiweko Supono, Nurtanio Pringgoadisurjo, dan Sumarsono, dibuatlah pesawat layang pertama yang terbuat dari 100% bahan lokal dengan nama NWG-1. Walaupun dibuat secara sederhana, pesawat ini menarik perhatian pimpinan mereka hingga digunakan untuk keperluan latihan. Keahlian mereka berkembang hingga pada tahun 1948, Wiweko berhasil mendesain pesawat bermesin pertama di Indonesia, dengan nama RI-X.

Sekembalinya Nurtanio dari Filipina untuk mempelajari teknik penerbangan pada tahun 1950, beli diberi amanah untuk memimpin Seksi Percobaan Depot Penyelidikan, Percobaan, dan Pembuatan (DPPP) AURI di Bandung.Pada tahun 1957-1958, Nurtanio berhasil membuat prototipe pesawat bernama “Si Kumbang”, sebuah pesawat berbahan logam dengan satu kursi; “Belalang 89” dan “Belalang 90”, sebuah pesawat latihan; dan “Kunang 25” sebuah pesawat

(19)

18

Hasil karya Nurtanio menarik perhatian Presiden Soekarno. Soekarno menyadari bahwa penguasaan teknologi tinggi merupakan kunci kemajuan perekonomian suatu negara, salah satunya melalui pengembangan industri pesawat. Keseriusan Presiden Soekarno dalam mengembangkan industri pesawat ditunjukkan melalui pembentukan Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (LAPIP) pada tahun 1960, yang berfungsi mempersiapkan industri pesawat untuk melayani aktivitas penerbangan dalam negeri. LAPIP ini juga merupakan perluasan dari DPPP di bawah supervisi Nurtanio. Pada tahun 1961, LAPIP mendapatkan bantuan pinjaman sebesar 2,5 juta dolar AS dari Pemerintah Polandia untuk membangun fasilitas perakitan pesawat dan memperoleh lisensi dari Polish Cekop untuk memodifikasi pesawat yang diberi nama Gelatik yang digunakan untuk keperluan pertanian, transportasi, dan

aero club.

Untuk mendukung pengembangan sumber daya manusia dalam industri pesawat, dibentuklah program studi Teknik Penerbangan di InstitutTeknologi Bandung pada tahun 1962.Program studi ini dirintis oleh Oetarjo Diran dan Liem Keng Kie yang merupakan lulusan Program Beasiswa Luar Negeri. Kemudian melalui Dekrit Presiden tahun 1965, didirikan Komando Pelaksana Industri Pesawat Terbang (KOPELAPIP) dan PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari. Pada tahun 1966, dunia aviasi Indonesia berduka karena Nurtanio wafat dalam kecelakaan pesawat yang sedang diuji coba.Untuk menghormati kontribusi Nurtanio terhadap pembangunan industri pesawat Indonesia, KOPELAPIP dan PN. Industri Pesawat Terbang Berdikari di merger menjadi Lembaga Industri Penerbangan Nurtanio (LIPNUR). Sepeninggal Nurtanio, industri pesawat sempat mengalami stagnasi, dimana LIPNUR hanya mampu memproduksi Gelatik dalam jumlah kecil, terutama untuk digunakan oleh AU. Hingga akhirnya pada tahun 1974, muncullah Baharuddin Jusuf Habibie, lulusan Teknik Penerbangan

Technische Hochschule Aachen Jerman.

3.2. Periode 1966-1997: Akumulasi Pengetahuan dan Transfer Teknologi

Kembalinya B.J. Habibie ke Indonesia tidak lepas dari peran Soeharto yang kala itu menjabat sebagai presiden menggantikan Soekarno. Presiden Soeharto memiliki visi menguasai industri padat modal sebagai industri strategis dan menunjuk Habibie sebagai Menteri Riset dan Teknologi pada tahun 1978. Sebagai bagian dari industri strategis, LIPNUR dan Pertamina melakukan merger menjadi Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) pada tanggal 5 April 1976 atas keputusan Presiden Soeharto. Habibie menjadi presiden direktur IPTN dan ditunjuk sebagai penanggung jawab pengembangan industri pesawat Indonesia. Dengan limpahan aset dari negara, IPTN bertempat di lokasi seluas 45.000 m2 dengan pekerja sebanyak 860 orang.

IPTN melaksanakan filosofi transfer teknologi dari Habibie yang terkenal, yaitu “berawal di akhir dan berakhir di awal”. Tujuan filosofi ini adalah agar SDM Indonesia dapat menguasai keseluruhan teknologi pembuatan pesawat, bukan hanya sebagian saja. Berdasarkan filosofi ini, IPTN mempelajari teknologi pembuatan pesawat mulai dari produk akhir lalu ke komponen. Fase-fase yang dilalui oleh IPTN yaitu:

1. Fase pemanfaatan teknologi yang sudah ada melalui program lisensi

Fase ini bertujuan untuk membangun kapabilitas penguasaan perakitan pesawat dan mengidentifikasi jenis pesawat yang sesuai dengan kebutuhan domestik.

2. Fase integrasi teknologi

Pada fase ini, kapabilitas manufaktur masih dikembangkan, ditambah pembelajaran desain.

3. Fase pengembangan teknologi

Pada fase ini, ditingkatkan kapabilitas untuk membuat sendiri desain pesawat. 4. Fase penelitian dasar

(20)

19

Ambisi Habibie untuk mengembangkan industri pesawat menuai kontroversi dari para ekonom yang berpendapat bahwa seharusnya anggaran negara diprioritaskan untuk industri pangan.Namun karena dukungan penuh dari Soeharto, misi Habibie agar Indonesia menguasai teknologi pembuatan pesawat tetap berjalan.Perlindungan terhadap produk pesawat dalam negeri ditunjukkan melalui PP No. 19 tahun 1966 yang melarang impor pesawat udara dan komponennya yang tidak sesuai syarat-syarat standardisasi yang ditetapkan oleh Dewan Penerbangan dan Angkasa luar Nasional Republik Indonesia (DEPANRI) dan melarang impor pesawat udara serta komponennya yang sama atau sejenis dengan yang dihasilkan di dalam negeri. Kebijakan-kebijakan penunjang juga diberlakukan seperti dispensasi dari kebijakan pemerintah yang mengharuskan perusahaan BUMN menggunakan bahan baku lokal, dan otoritas penuh untuk Habibie untuk mempengaruhi keputusan TNI dan perusahaan penerbangan Garuda (McKendrick, 1992). Contoh intervensi yang pernah dilakukan oleh Habibie terhadap Garuda adalah perintah untuk membeli mesin dari General Electric untuk Boeing 747s dan mesin Rolls-Royce untuk Airbus A330s pada tahun 1990, ketika Garuda berencana untuk membeli mesin dari Pratt & Whitney. Hal ini dilakukan karena kedua perusahaan tersebut bekerja sama dengan IPTN.

Di bawah pimpinan Habibie, IPTN mendapatkan berbagai kontrak kerja sama dengan perusahaan pesawat luar negeri seperti yang tercantum pada Tabel 1.Pada tahun 1975, proyek kerja sama luar negeri pertama dilakukan oleh IPTN dengan Messerschmitt-Boelkow-Blohm GmbH (MBB), perusahaan pesawat Jerman tempat Habibie bekerja sebelum kembali ke Indonesia, dan CASA, sebuah perusahaan pesawat Spanyoldengan mendapatkan lisensi untuk memproduksi helikopter dan pesawat. Lisensi selanjutnya didapatkan dari Aerospatiale of France dan Bell Textron pada tahun 1977 dan 1982. Kerja sama dengan CASA kemudian berkembang menjadi joint venture yang kelak menghasilkan produk pesawat penumpang 35 kursi pertama di Indonesia, yaitu CN-235. Kerja sama-kerja sama ini dimanfaatkan oleh IPTN untuk mendidik pekerja-pekerjanya dalam mendesain, memproduksi komponen-komponen pesawat, hingga merakitnya.Ketekunan dalam mempelajari cara memproduksi pesawat ini pada akhirnya menarik perusahaan pesawat besar di Amerika Serikat, yaitu Boeing Corporation, untuk menandatangani perjanjian subkontrak dengan IPTN untuk menghasilkan komponen pesawat B-737 dan B-767. Selain dengan Boeing, IPTN juga menjadi perusahaan subkontrak untuk Fokker, British Aerospace, dan Pratt & Whitney. Kerja sama teknis juga dijalin oleh IPTN dengan General Electrics (GE) dan Grumman. Kerja sama dengan GE menghasilkan Universal Maintenance Center (UMC), yaitu pusat perawatan dan perbaikan pesawat serta helikopter.

Pada tahun 1985, Habibie mengubah nama “Nurtanio” pada IPTN menjadi “Nusantara”. Hal ini mengundang reaksi keras dari AU, namun karena dukungan Soeharto, IPTN tetap berubah menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara. Maksud Habibie mengganti nama “Nurtanio” untuk mengubah citra IPTN sebagai perusahaan nasional dan melepaskan IPTN dari bayang-bayang masa lalu. Perubahan nama ini juga menjadi titik tolak industri pesawat terbang Indonesia yang terintegrasi, mulai dari infrastruktur, fasilitas, SDM, serta hukum dan regulasi. Jumlah pekerja perusahaan ini pun berkembang menjadi 14.000 orang.

(21)

20 Tabel 1. Daftar Kontrak Kerja Sama IPTN

Perusahaan Tahun Jenis Kerja sama Hasil

CASA (Spanyol) 1975 Lisensi Pesawat C-212

1979 Joint Venture Pesawat CN-235

MBB (Jerman) 1975 Lisensi Helikopter BO-105

1982 Lisensi Helikopter BK-117 Aerospatiale of France

(Perancis)

1977 Lisensi Helikopter PUMA SA-330 dan Super Puma AS-332

Bell Textron (AS) 1982 Lisensi Helikopter Bell-412 Boeing Corp. (AS) 1982 Subkontrak dan imbal

produksi

Komponen pesawat 737 & B-767

General Dynamics (AS) 1982 Subkontrak dan imbal produksi

Komponen pesawat F-16

General Electric (AS) 1980 Kerja sama teknis Universal Maintenance Center Grumman (AS) 1986 Kerja sama teknis

British Aerospace (Inggris)

Subkontrak dan imbal produksi

Komponen sistem persenjataan

Fokker (AS) Subkontrak dan imbal produksi

Komponen ekor dan sayap F-100

Pratt & Whitney (Kanada)

Subkontrak dan imbal produksi

Komponen mesin

Sumber: Diolah dari McKendrick (1992)

Proyek ini dimulai pada tahun 1987 ketika sebuah tim kecil yang terdiri dari insinyur-insinyur IPTN dibentuk oleh Habibie untuk melakukan survei jenis pesawat yang banyak dibutuhkan oleh pasar. Setelah dilakukan survei pasar, diputuskan bahwa IPTN akan memproduksi pesawat terbang penumpang dengan 50 kursi yang diberi nama N-250. Dua tahun kemudian, Habibie mempublikasikan proyek ini ke khalayak internasional di acara Paris Air Show. Hal ini membuat nama Indonesia semakin dikenal di industri pesawat terbang internasional. N-250 yang diproduksi IPTN ini tidak sekedar meniru pesawat-pesawat yang sudah ada, tetapi merupakan pesawat tercepat di kelasnya dan menggunakan inovasi teknologi

fly-by-wire. Pada tanggal 10 Agustus 1995, hasil kerja selama delapan tahun ini akhirnya diterbangkan untuk pertama kalinya selama 55 menit. Habibie menyatakan produk N-250 ini sebagai simbol independensi teknologi Indonesia dan tanggal 10 Agustus dicanangkan sebagai Hari Kebangkitan Teknologi. Sayangnya superioritas N-250 ini hanya sampai tahap prototipe. Krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 menyebabkan proyek pesawat ini dihentikan.

3.3. Periode 1998-2007: Rapor Merah PT. DI

Saat krisis ekonomi terjadi pada tahun 1997, subsidi pemerintah untuk IPTN dicabut sehingga sejak saat itu perusahaan ini harus berdiri di atas kaki sendiri.Sebagai produsen pesawat yang baru merintis, tentunya belum banyak pesanan pesawat yang datang. Ditambah lagi, pasar Asia Tenggara mengalami kemunduran karena hampir semua negara di kawasan ini juga menderita krisis ekonomi.Salah satu yang membuat IPTN bertahan adalah pesanan tetap dari Kementerian Pertahanan, namun jumlah penjualannya tidak cukup untuk menutup biaya operasional perusahaan. Bisnis yang dijalankan oleh IPTN hanya seputar pembuatan komponen atau perawatan dan perbaikan pesawat. Akibatnya, IPTN mengalami kerugian hingga Rp 7,25 triliun dan harus menunggak utang sebesar Rp 3 triliun (Rahman, 2011).

(22)

21

Cina, Brazil, atau India (Masud, 2008). Sebagai simbol dari perubahan paradigma ini, Gus Dur mengubah nama perusahaan ini menjadi PT. Dirgantara Indonesia (PT. DI). Pemberian nama baru ini berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 526/KMK.05/2000 Tanggal 20 Desember 2000 dan Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 771/KMK.04/2001 Tanggal 1 Mei 2001 (Tyassari, 2008). Rizal mengubah seluruh peralatan dan mesin produksi berbiaya tinggi menjadi lebih murah agar biaya produksi dapat ditekan dan PT. DI dapat kembali menghasilkan profit. Selain itu, manajemen puncak PT. DI pun diganti dengan orang-orang didikan Habibie yang menguasai aspek teknis pembuatan pesawat maupun yang memiliki jaringanluas di industri pesawat internasional. Restrukturisasi ini mendorong pemulihan kondisi finansial PT. DI dengan meningkatnya penjualan dari Rp 508 milyar pada tahun 1999 menjadi Rp 1,4 trilyun pada tahun 2001. Bahkan perusahaan ini dapat menghasilkan keuntungan sebesar Rp 11 milyar pada tahun 2001, setelah dua tahun sebelumnya mengalami kerugian sebesar Rp 75 milyar (Masud, 2008).

Sayangnya ketika tahun 2001 Presiden Megawati menjabat, PT. DI lagi-lagi mengalami penurunan kinerja. Hal ini disebabkan oleh penggantian manajemen perusahaan ini yang sebelumnya sudah solid, dengan orang-orang baru yang tidak memiliki jaringan bisnis dengan pelaku usaha di industri pesawat terbang internasional (Masud, 2008). Akibatnya jumlah penjualan PT. DI kembali mengalami penurunan, bahkan perusahaan ini mengalami kerugian hingga 1,5 trilyun. Tahun 2004 keadaan makin memburuk. Untuk menyelamatkan perusahaan ini, terpaksa dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 6.651 orang. Ini merupakan pengurangan pegawai terbesar yang pernah dilakukan oleh PT. DI.Terbebani utang yang besar, PT. DI tidak mampu membayar gaji pegawainya tepat waktu, juga tidak mampu membayar kompensasi bagi mantan-mantan pegawai yang dirumahkan. Banyak tenaga-tenaga ahli pesawat terbaik di negeri ini yang akhirnya mengundurkan diri dan direkrut oleh perusahaan pesawat luar negeri yang menjadi rekan kerja sama PT. DI, seperti Boeing, British Aerospace, dan CASA.

PT. DI mencapai titik terendah pada tahun 2007, ketika Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan putusan kepailitan pada PT. DI karena kompensasi dan dana pensiun mantan pegawai perusahaan ini belum juga dibayarkan. Permohonan pailit diajukan oleh tiga orang mantan karyawan PT. DI.Tetapi PT. DI mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan keputusan pailit ditolak karena sebagai perusahaan BUMN, permohonan pailit PT. DI hanya bisa diajukan oleh Menteri Keuangan. Kasus ini membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan untuk memperbaiki PT. DI. Pada tahun yang sama, manajemen perusahaan produsen pesawat ini kembali diganti dan Budi Santoso ditunjuk menjadi Direktur Utama.

3.4. Periode 2008-Sekarang: Restrukturisasi

Di bawah kepemimpinan Budi Santoso, PT. DI dibawa menuju paradigma baru. Selain menguasai teknologi, perusahaan dituntut untuk menguasai pasar. Konsumen-konsumen PT. DI selama ini lebih banyak dari pihak pemerintah, baik pemerintahan Indonesia maupun luar negeri. Produk-produk pesawat PT. DI memang lebih banyak digunakan untuk kepentingan militer. Agar mencatat profit, orientasi pasar PT. DI harus dialihkan ke pesawat penumpang komersial.Maka mulai dikembangkan lagi model pesawat NC-212, CN-235, dan N-219 yang diperuntukkan bagi keperluan sipil.

(23)

22

Untuk menyelamatkan PT. DI dari kebangkrutan lagi, pemerintah mengutus Perusahaan Pengelola Aset (PPA) untuk melakukan restrukturisasi perusahaan dalam bidang keuangan.Melalui PP No. 70 Tahun 2012 yang ditandatangani oleh Presiden SBY, PT. DI mendapatkan suntikan dana pemerintah sebesar Rp 1 trilyun. Seperti efek bola salju, aliran modal pemerintah ini mengundang kepercayaan konsumen luar negeri bahwa PT. DI telah bangkit. Hingga kini PT. DI dipercaya sebagai pemasok utama komponen pesawat perusahaan Airbus. Hal ini juga mengembalikan citra perusahaan di dunia industri pesawat internasional dengan keberhasilannya bermitra dengan salah satu perusahaan produsen pesawat terbang terbesar di dunia. Bahkan Airbus telah memutuskan untuk memindahkan pabrik pesawat C-295 dari Spanyol ke Bandung (Antara News, 2013). Selain dengan Airbus, PT. DI menandatangani kontrak kerja sama sebagai perusahaan subkontrak dengan Eurocopter Family, CTRM, dan Korean Air. Selain perusahaan luar negeri, PT. DI juga berhasil menjalin kesepakatan dengan perusahaan penerbangan dalam negeri, yaitu Lion Air, yang, yang telah membeli 100 unit pesawat penumpang 19 kursi, yaitu N-219 (Vivanews, 2013).

PT. DI sendiri juga melakukan restrukturisasi dan revitalisasi dalam bidang organisasi, SDM, teknologi informasi, permesinan, dan lain-lain. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain peremajaan dan pembelian fasilitas permesinan, perekrutan dan resdiposisi sumber daya manusia, modernisasi sistem informasi teknologi (IT), proses perampingan bisnis, serta pengembangan produk pesawat terbang agar tetap kompetitif di pasar (Vivanews, 2013). Penyertaan modal oleh pemerintah telah digunakan oleh PT. DI untuk membeli mesin-mesin baru.Mulai tahun 2010, telah dilakukan perekrutan pegawai baru secara bertahap, baik untuk insinyur penerbangan maupun operator mesin.Sistem IT yang digunakan sekarang adalah

Enterprise Resources Planning (ERP) dengan keunggulan data lebih akurat, visibilitas dan kontrol lebih baik, dan aliran data lebih mulus di antara seluruh unit dalam perusahaan, dibandingkan dengan sistem sebelumnya, Integrated Resources Planning(IRP). Sebanyak 18 unit bisnis perusahaan kini dilebur menjadi empat unit saja, meliputi aircraft integration, aircraft services, aerostructure, dan technology and development. Produk pesawat yang kini dikembangkan adalah pesawat CN-235-220, pesawat CN 295, pesawat NC-212-200, helikopter BELL-412 EP, helikopter NAS-332C1, helikopter EC 725, dan helikopter AS 365 N3. Program restrukturisasi ini menunjukkan hasil positif, yaitu dengan dicatatnya keuntungan bersih senilai Rp 40 milyar pada akhir tahun 2012. Walaupun sudah berhasil memperoleh profit, pekerjaan PT. DI ke depan masih berat. Penjualan produk komponen dan pesawat masih harus digenjot agar perusahaan ini dapat melakukan ekspansi.

Tantangan yang dihadapi oleh PT. DI selanjutnya adalah masalah SDM. Perekrutan insinyur penerbangan terakhir dilakukan pada periode 1984-1985, artinya sudah 30 tahun perusahaan ini tidak mempekerjakan tenaga ahli baru. Kini sekitar 45% pegawai sudah memasuki masa pensiun sehingga nasib perusahaan akan terancam jika tidak ada regenerasi. Pada tahun 2010, perusahaan secara bertahapmulai merekrut pegawai baru. Namun untuk menjadikan seorang insinyur penerbangan menjadi tenaga ahli, dibutuhkan waktu sekitar 4-5 tahun.Untuk mempertahankan kelangsungan generasi ahli di PT. DI, beberapa pegawai yang sudah memasuki usia pensiun tetap dipertahankan untuk dijadikan sebagai pembimbing pegawai baru. Selain masalah SDM, PT. DI juga membutuhkan regenerasi mesin-mesin baru. Sebagian besar mesin-mesin yang digunakan sekarang sudah melewati masa optimalnya, sehingga produktivitasnya menurun jauh. Mesin-mesin yang sudah berusia tua ini sudah sulit dicari suku cadangnya, boros energi, memakan jam kerja lebih banyak, dan reabilitasnya sudah berkurang. Akibat yang terasa adalah terlambatnya penyelesaian pesanan karena mesin sering bermasalah.

4. PENUTUP

(24)

23

periode yang dianalisis, terlihat bahwa peran aktor-aktor seperti Habibie, Soeharto dan Budi Santoso sangat besar dalam menentukan perkembangan bisnis PT. DI.

Untuk meningkat kan kiprah PT. DI di industri pesawat terbang internasional, hendaknya kebijakan pemerintah tidak hanya terhenti pada suntikan modal semata. Kebijakan larangan impor terhadap jenis pesawat yang diproduksi oleh PT. DI sebaiknya diberlakukan, seperti yang diimplementasikan pada zaman Orde Baru dulu. Selain itu, pemerintah perlu mendorong perusahaan penerbangan dalam negeri untuk menggunakan pesawat-pesawat produksi PT. DI melalui insentif pembelian pesawat lokal atau insentif pajak.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. PT. Dirgantara Indonesia (Persero). Retrieved September 23, 2013, from http://www.indonesian-aerospace.com/

Anonim, 2012. Jajaran BUMN dengan Rugi Paling Besar. Retrieved Oktober 7, 2013, from detikfinance:

http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybernews/detail.aspx?x=Economy&y=cybernews%7 C0%7C0%7C3%7C19421

Anonim, 2012. PT Dirgantara Indonesia lakukan pembenahan besar. Retrieved Oktober 7, 2013, from http://www.antaranews.com/berita/346727/pt-dirgantara-indonesia-lakukan-pembenahan-besar

Amir, S., 2007. Nationalist rhetoric and technological development: The Indonesian aircraft industry in the New Order regime. Technology in Society 29, 283-293.

Kementerian Perdagangan, 2012. Retrieved September 23, 2013, from Indonesian Export/Import: http://www.kemendag.go.id/en/economic-profile/indonesia-export-import Kementerian Perindustrian, 2012. Perkembangan Indikator Kinerja Industri Besar dan Sedang

Indonesia. Retrieved September 23, 2013, from

http://kemenperin.go.id/statistik/ibs_indikator.phpMasud, D. A., & Mulyadi, E. (2008).

Rizal Ramli, lokomotif perubahan: langkah strategis dan kebijakan terobosan, 2000-2001. Jakarta: Cipta Citra Persada.

Kulsum, U. & Adam, M., 2013. PTDI: Lion Air Borong 100 Pesawat N219. Retrieved Oktober 3, 2013 from http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/436263-ptdi--lion-air-borong-100-pesawat-n219.

Kurniawan, I., 2013. "Kami Seperti Lahir Kembali, Konsumen Mulai Datang". Retrieved Oktober 4, 2013, from http://fokus.news.viva.co.id/news/read/405037--kami-seperti-lahir-kembali--konsumen-mulai-datang-

McKendrick, D., 1992. Obstacles to ‘Catch-Up’: The Case of the Indonesian Aircraft Industry.

Bulletin of Indonesian Economic Studies 28:1, 39-66.

PAPPIPTEK-LIPI, 2011. Indikator Iptek Indonesia 2011. LIPI. Jakarta.

Rahman, A., 2011 (November 13). Majalah Stabilitas. Retrieved Oktober 4, 2013, from Manuver

Penting Setelah Mati Suri:

http://www.stabilitas.co.id/view_articles.php?article_id=197&article_type=0&article_cat egory=5

(25)

24

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL PENELITIAN LEMBAGA LITBANG UNTUK MENDUKUNG USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM)

Mahmudi

Centre for Scientific Documentation and Information Indonesian Institutes of Sciences

Jl. Jendral Gatot Subroto 10 Jakarta, 12710 E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The use of information system in managing scientific information on research institutes is intended to enhance good governance and improve the effectiveness and efficiency of research institutions work for business. Research institutions are required to provide better, cheaper and faster public services. Moreover, the services should be easily accessible, so that people and businesses can participate in the form of supports, objections or critics to determine the research institutes policies, programs, and activities. This kind of action will result technology. The role of information management in information providing and exchange is very important and crucial. The advance of technology has resulted in the easy and cheap telecommunication accessed by public and private sector (industry). Currently, the management of scientific information in governmental research institutions is still like islands of information. They are not integrated one to another. It causes the difficulties in scientific information sharing. It is difficult for people to obtain information because they have to access many sources in one institution and some units of scientific information management in some institutions. This study aims to determine the problem and various factors in the management of research product for supporting entrepreneurship. The study used qualitative methods with socio-cognitive approach. Data collection techniques used is combined document review, observation, in-depth interviews and focus group discussion (FGD), as well as participatory action research (PAR). The result of this study is a map of the problems of the regulatory aspects, human resources, institutions, facilities and infrastructure in the management of information systems research. The results of this study will be used as a reference for determining the products of research management policy to encourage businesses.

Keywords: information access, information systems, research product management, entrepreneurship

1.PENDAHULUAN

Lembaga penelitian di Indonesia dihadapkan pada beberapa tantangan antara lain masih rendahnya pemanfaatan hasil litbang, belum banyak kesesuaian hasil litbang dengan kebutuhan Iptek di masyarakat dan daerah, lemahnya interaksi dengan industri, sarana penelitian dan kualitas peneliti yang masih belum mendukung kinerja penelitian secara optimal, serta pengelolaan hasil penelitian belum maksimal.

(26)

25

kurang mendukung atau bahkan belum dapat memberi manfaat kepada masyarakat pengguna, khususnya industri kecil. Sering pada kenyataannya sistem informasi yang hanya mempertimbangkan aspek keras (hard aspects) tidak bekerja maksimal, karena mengabaikan aspek manusia dan kelembagaan (soft aspects) dalam penerapannya. Kondisi pengeloaan hasil penelitian dengan menggunakan sistem informasi lembaga litbang pada masing-masing Kementerian, Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK), dan Perguruan Tinggi, saat ini masih menyerupai pulau-pulau informasi, dimana antar institusi yang saling membutuhkan informasi belum terjadi proses pertukaran (sharing) data. Hal ini dikarenakan sistem informasi yang dikembangkan masih terpisah-pisah dan tidak terintegrasi. Selain itu, mekanisme diseminasi informasi hasil penelitian lembaga litbang ke industri kecil juga belum dilaksanakan dengan baik. Sebagai gerbang informasi, baik lokal maupun internasional, website lembaga litbang merupakan layanan informasi kepada publik yang harus informatif dan interaktif sehingga industrI kecil dapat memanfaatkan berbagai hasil penelitian yang dihasilkan oleh lembaga litbang.

Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui berbagai permasalahan dan faktor-faktor dalam pengelolaan hasil penelitian di lembaga litbang guna mendukung kegiatan dunia usaha khususnya UMKM.

2. METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode

Participatory Action Research (PAR) dengan Focused Group Discussion (FGD) dan wawancara mendalam (indepth interview) terhadap para penentu kebijakan dan penanggungjawab pengelola sistem informasi hasil penelitian, serta peneliti di lingkungan Kementerian, LPNK, dan Perguruan Tinggi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Proses analisis data dari hasil FGD dan wawancara mendalam yang dilakukan adalah sebagai berikut: mendengarkan kembali rekaman wawancara mendalam yang telah dilakukan; mencatat keyword yang terkandung dalam jawaban informan atas pertanyaan yang diajukan, dilengkapi dengan catatan mengenai komunikasi non-verbal dan hasil pengamatan lainnya yang terjadi selama proses wawancara berlangsung; mengelompokan keyword berdasarkan topik yang dipelajari.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampai saat ini, pengelolaan hasil penelitian di lembaga litbang masih belum terintegrasi dan bahkan di dalam satu lembaga litbang pun masih terpisah-pisah, apalagi pengelolaan hasil penelitian antar Kementerian, LPNK dan Perguruan Tinggi lebih terpisah-pisah lagi. Database yang ada masih belum diberlakukan sharing data satu sama lain, sehingga apabila ada permintaan informasi mengenai hasil penelitian tertentu pengguna informasi masih sulit untuk mendapatkannya. Kondisi pertukaran datasaat ini masih dilakukan dengan cara manual, via email atau dengan media penyimpanan. Cara seperti ini tentu membuka peluang untuk bertukarnya malicious code seperti virus, worm atau trojan horse. Pertukaran manual akan menimbulkan masalah lain tentang keamanan sistem maupun data dibandingkan dengan pertukaran data dalam sebuah integrasi data base terutama dalam jalur yang secure.

(27)

komputer-26

komputer untuk workstation dan server, serta peralatan dan bangunan fisik yang menunjang pelayanan informasi hasil penelitian kepada pengguna informasi khususnya industri kecil); Kelembagaan dan organisasi: (dengan adanya kegiatan pengelolaan informasi hasi-hasil penelitian litbang yang dikelola dalam data base maka perlu disosialisasikan dan disiapkan semua stakeholders (pemangku kepentingan) khususnya dunia industri kecil, sehingga dalam pelaksanaan dapat dikurangi masalah yang berkaitan dengan birokrasi. Selain itu juga perlu dipersiapkannya perangkat atau dasar hukum, standar operasional dan prosedural (SOP) atau regulasi dalam pelayanan informasi ilmiah dari hasil penelitian lembaga litbang.

Sebagai gerbang informasi baik lokal maupun internasional, website merupakan layanan informasi kepada publik yang harus informatif dan interaktif, lembaga litbang di Indonesia memiliki website yang masih bermasalah termasuk beberapa aplikasi berbasis web yang belum dipublikasikan ke website. Dengan infrastruktur fisik (physical layer) yang sudah tersedia seharusnya hal ini bisa dilakukan seiring dengan pengembangan content-content

lainnya sebagai bagian tugas pemerintah dalam pelayanan kepada masyarakat khususnya industri kecil.

Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam pengelolaan hasil penelitian lembaga litbang Kementerian, LPNK dan Perguruan Tinggi guna mendukung kemajuan dunia usaha antara lain:

3.1. Aspek Regulasi

Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), Lembaran Negara No 58 dan Tambahan Lembaran Negara No 4843, menjadi cyberlaw

pertama di Indonesia. Upaya pemerintah untuk menjamin keamanan transaksi elektronik melalui UU ITE ini patut diapresiasi. Isinya cukup luas. Banyak hal diatur disini yang amat penting bagi pelaku bisnis di dunia maya. UU ITE dipersepsikan sebagai cyberlaw di Indonesia, yang diharapkan bisa mengatur segala urusan dunia Internet, termasuk didalamnya memberi

punishment terhadap pelaku cybercrime.Cyberlaw merupakan kebutuhan kita bersama yang akan menyelamatkan kepentingan nasional, pebisnis internet, para akademisi dan masyarakat secara umum. UU ITE disebut sebuah cyberlaw karena muatan dan cakupannya luas membahas pengaturan di dunia maya, meskipun di beberapa sisi ada yang belum terlalu lugas dan juga ada yang sedikit terlewat. Selanjutnya, untuk pengembangan sistem informasi dalam pengelolaan hasil-hasil penelitian di lingkungan lembaga litbang guna pelaksanaan pelayanan informasi kepada pengguna khususnya industri kecil perlu dibuat peraturan atau kebijakan di lingkungan Kementerian, LPNK, dan Perguruan Tinggi. Beberapa contoh aturan hukum, kebijakan, dan Surat Keputusan (SK) yang diharapkan antara lain terhadap kegiatan: pembangunan jaringan sistem informasi; penggunaan sarana informasi; prosedur pengumpulan, pengolahan dan penyampaian data hasil penelitian lembaga litbang; dan petunjuk bagi pegawai yang menjadi petugas operasional pengelola hasil penelitian.

3.2. Sumber Daya Manusia (SDM)

(28)

27

serta masalah klasik yaitu masalah reward (honor/tunjangan) yang kurang memadai untuk SDM pengelola. Selanjutnya, guna pengelolaan informasi ilmiah hasil penelitian dapat dilaksanakan dengan baik perlu dilakukan rekruitmen SDM yang benar-benar mempunyai latar belakang pendidikan IT dan mempunyai kemauan dan kerja keras.

3.3. Infrastruktur

Secara umum kondisi infrasruktur untuk pengelolaan hasil penelitian cukup baik. Infrastruktur merupakan sarana utama dalam pengelolaan hasil penelitian dengan penerapan sistem informasi, dimana semua transaksi data berjalan pada layer fisik ini, sehingga perlu diprioritaskan bagaimana membangun infrastruktur yang baik mencakup jaringan intra-internet, komputer-komputer untuk work station dan server, serta peralatan dan bangunan fisik yang menunjang komunikasi data di lingkungan lembaga penelitian di lingkungan Kementerian, LPNK, dan Perguruan Tinggi. Masalah yang sering terjadi adalah jaringan/ infrastruktur yang tidak berjalan optimal, jaringan internet beberapa instansi banyak yang mati dan sering putus nyambung. Di samping itu, masalah lainnya adalah di dalam pengembangan sistem informasi tersebut belum disiapkan fasilitas berupa web service yang memungkinkan terjadinya integrasi dan komunikasi antar sistem informasi.

3.4. Kelembagaan dan organisasi

Kondisi struktur organisasi lembaga litbang di lingkungan Kementerian, LPNK, dan Perguruan Tinggi menunjukkan bahwa pengelolaan hasil penelitian dan pengembangan sistem informasi belum dianggap penting, dan belum menjadi suatu kebutuhan, serta belum memiliki posisi yang strategis. Selain itu, juga ditunjukkan dengan belum adanya atau tidak ada bagian khusus sebagai pusat pengelolaan database hasil-hasil penelitian yang dapat melayani dan memberikan informasi kepada masyarakat khususnya dunia usaha. Sampai saat ini juga belum ada mekanisme pelayanan informasi kepada sesama lembaga litbang ataupun kepada dunia usaha. Oleh karena itu, perlu penguatan kelembagaan ini dengan tugas pokok dan fungsi mengenai pengelolaan sistem informasi hasil-hasil penelitian litbang. Sehingga diharapkan akan dapat pertukaran dan permintaan serta pelayanan informasi hasil penelitian kepada masyarakat khususnya dunia usaha.

Kegiatan pengelolaan hasil penelitian perlu disosialisasikan kepada semua instansi yang terkait atau stakeholders khususnya dunia usaha. Selain itu perlu dipersiapkan perangkat atau dasar hukum dan kebijakan, standar operasional dan prosedural (SOP) atau regulasi dalam pengelolaan hasil-hasil penelitian yang dikelola dalam database yang jelas dan mengikat keluar maupun kedalam sebagai upaya untuk menekan penyalahgunaan wewenang atau kesalahan dalam operasionalnya nanti.

3.5. Budaya/ Paradigma Berfikir

Sebagian besar budaya/pola pikir SDM pengelola hasil-hasil penelitian di lembaga litbang sampai saat ini masih berorientasi lebih ke income (pendapatan tambahan), sedangkan kualitas hasil pekerjaan (outcome) dinomorduakan. Kondisi pola pikir ini perlu dilakukan perubahan paradigma. Diharapkan kedepannya SDM di lingkungan lembaga litbang Kementerian, LPNK, dan Perguruan Tinggi dapat lebih mengutamakan hasil atau output yang berguna bagi masyarakat khususnya industri kecil. Selanjutnya para pimpinan memberikan

(29)

28 3.6. Konten

Saat ini sistem informasi di lingkungan lembaga litbang belum menampilkan konten yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Kondisi ini dikarenakan lembaga litbang dalam mengembangkan sistem informasinya masih masing-masing sesuai dengan kepentingannya dan belum memperhatikan kebutuhan instansi dan pengguna lain. Hal ini terbukti dengan sistem informasi yang belum terintegrasi. Padahal informasi yang terkandung dalam database tersebut bisa menjadi informasi berharga untuk lembaga lain dan masyarakat umum serta dunia usaha. Di samping itu, belum adanya Standard Operational Procedure (SOP) untuk pengembangan konten dalam data base di lingkungan lembaga litbang.

Konsep dasar pengembangan e-Government pada prinsipnya untuk membangun media informasi, layanan publik dan transaksi yang bisa diakses secara online. Konsep itu ditandai dengan integrasi berbagai layanan elektronik. Sayangnya, konsep itu perkembanganya masih tersendat-sendat. Karena birokrat sering terlambat dalam memperbaharui konten dan terlambat dalam meng-upgrade aplikasi. Sudah saatnya melakukan pengelolaan operasional dan pengembangan sistem informasi hasil-hasil penelitian secara professional seperti yang terjadi di negara maju. Selain itu juga semakin pentingnya pengembangan konten dan integrasi berbagai aplikasi yang akan disediakan secara online. Standardisasi platform menjadi salah satu tantangan lain yang harus diselesaikan. Standardisasi ini diperlukan untuk memungkinkan terjadinya komunikasi dan integrasi antara satu aplikasi dengan aplikasi yang lain. Konsep Online Service belum dikembangkan dengan pendekatan life situation. Pendekatan tersebut pada intinya adalah bagaimana lembaga litbang melihat kebutuhan pengguna informasi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan, status sosial, profesi dan aktivitas bisnisnya.

3.7 Kondisi UMKM

Pengembangan UMKM perlu mendapatkan perhatian yang besar baik dari pemerintah, lembaga litbang maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya UMKM. Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UMKM disamping mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar dengan pengusaha kecil, dan meningkatkan kualitas SDM. Pemerintah memiliki kewajiban memecahkan tiga masalah utama UMKM, yakni akses pasar, modal, dan teknologi. Upaya pengembangan UMKM harus mempertimbangkan pembangunan (khususnya ekonomi) lebih luas. Konsep pembangunan tidak hanya bisa dilaksanakan secara parsial, melainkan harus terintegrasi dengan pembangunan ekonomi nasional dan dilaksanakan secara berkesinambungan. Kebijakan ekonomi yang ditempuh selama ini belum menjadikan ikatan kuat bagi terciptanya keterkaitan antara usaha besar dan UMKM.

(30)

29

perdagangan bebas; sifat produk dengan ketahanan pendek; terbatasnya akses pasar; terbatasnya akses informasi hasil penelitian litbang.

4. KESIMPULAN

Penelitian mengenai pengelolaan hasil-hasil penelitian lembaga litbang di lingkungan Kementerian, LPNK dan Perguruan Tinggi guna mendukung dunia usaha dapat disimpulkan sebagai berikut: pengembangan sistem informasi pengelolaan hasil penelitian di lingkungan lembaga litbang secara umum masih belum memperhatikan kebutuhan dunia usaha. Aspek regulasi, sumberdaya manusia dan organisasi sebagai bagian penting dalam kelangsungan hidup pengelolaan hasil penelitian masih terabaikan. Aspek konten pun sebagai substansi yang akan mengalir dalam sistem informasi masih belum diatur dengan jelas. Antara sistem informasi pengelolaan hasil penelitian dalam suatu lembaga dan bahkan sistem informasi antar lembaga litbang masih belum terintegrasi sehingga belum dapat berfungsi secara optimal dalam mendukung kegiatan dunia usaha.

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih kepada Pengelola InsentifPeningkatan Kemampuan Peneliti dan Perekayasa, Kementerian Riset dan Teknologi atas dukungan dananya, sehingga penelitian ini dapat terlaksana dan diselesaikan dengan baik. Terima kasih juga kepada Kepala Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah – Lembag

Gambar

Gambar 1 Anggaran Belanja Litbang terhadap PDB
Gambar 3 dapat dilihat anggaran belanja litbang pemerintah Indonesia yang dibagi
Gambar 4 Tahapan Inovasi di Sektor Kesehatan
Gambar 1  Empat Aktor dan Masing-masing Fungsinya dalam Quadruple Helix Model
+7

Referensi

Dokumen terkait