• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Stem Cell dan Biomaterial di Unair

PUNCA DAN REKAYASA BIOLOGI

4.1.1. Pengembangan Stem Cell dan Biomaterial di Unair

Pengembangan stem cell dan biomaterial di Unair berawal dari seorang staf yang menyelesaikan studi S3 mengenai stem cell di Jerman pada tahun 1987. Ketika kembali ke Unair, staf tersebut memperkenalkan teknologi stem cell di lingkungan Unair. Karena teknologi tersebut merupakan teknologi baru, bahkan di tingkat internasional masih dalam tahap pengembangan, sehingga memerlukan waktu cukup lama bisa diterima di lingkungan Unair.

Titik masuk yang dilakukan oleh staf Unair dalam pengembangan teknologi stem cell

adalah melalui kegiatan penelitian untuk desertasi yang dilakukan oleh mahasiswa S3. Selain itu, juga dilakukan kerja sama yang terintegerasi dengan RS Dr. Soetomo. Kerja sama tersebut terutama dalam hal pengembangan biomaterial untuk struktur buatan sebagai tempat tumbuh sel atau biasa disebut scaffold.

Kerja sama dengan RS Dr Soetomo dalam hal pengembangan biomaterial sudah dimulai sejak sekitar tahun 1994. Karena RS Dr Soetomo merupakan rekanan dari Unair terutama dalam pendidikan ilmu kedokteran, maka hubungan di antara kedua institusi tersebut

70

sangat erat dan sudah berlangsung sejak lama, bahkan beberapa staf Unair juga merupakan dokter di RS Dr Soetomo. Hal tersebut berdampak pada kerja sama pengembangan biomaterial yang dilakukan dengan intensif secara bersama-sama yang didukung oleh kedekatan geografis, maka aliran informasi terjadi secara seimbang. Feedback informasi dari kedua belah pihak berlangsung lancar sehingga dapat direspon dengan cepat.

Berkembangnya riset stem cell yang didukung oleh kerja sama dengan RS Dr Soetomo, membuat ketertarikan akan bidang stem cell di lingkungan Unair semakin meningkat. Akhirnya setelah lebih dari 20 tahun saat pertama kali diperkenalkan, pada tahun 2008 terbentuklah kelompok penelitian stem cell di lingkungan Unair, tepatnya menjadi bagian dari Lembaga Penyakit Tropis (LPT) Unair. Pembentukan kelompok tersebut juga ditandai dengan kesuksesan pertama kali dilakukan kultur stem cell di Unair, yang kemudian pada tahun yang sama berhasil diaplikasikan ke manusia di RS Dr Soetomo.

Dalam perkembangannya, kelompok tersebut aktif memperluas jaringan kerja sama pada tingkat internasional. Pada tahun 2010 dijalin kerja sama dengan Melbourne University dalam hal teknologi sel. Kerja sama internasional juga dijalin untuk meningkatkan teknologi biomaterial, kerja sama tersebut dijalin dengan Leed University, Hiroshima University, dan salah satu institusi di Malaysia dan Sigapura. Kerja sama di bidang teknologi material juga melibatkan RS Dr Soetmomo. Kerja sama tersebut penting dilakukan karena mengingat biomaterial yang saat ini masih tergantung dari jasad manusia ketersediaannya sudah sangat terbatas, sehingga dilakukan pengembangan, baik yang alami dari hewan seperti sapi, serta tumbuhan, juga dari bahan yang bersifat sintesis.

4.1.2. Pengembangan Stem Cell dan Biomaterial di RS. Dr. Soetomo

Pada tahun 1990, RS Dr. Soetomo berkomitmen mengembangan biomaterial dengan mendirikan Bank Tulang (Bone Bank). Bank Tulang tersebut didirikan sebagai tempat untuk mengumpulkan, memproses, mengawetkan, mensterilkan, dan menyimpan biomaterial tulang yang nantinya akan berguna untuk penyembuhan penyakit pasien. Pasa saat RS Dr. Soetomo memiliki program pengembangan teknologi biomaterial, Batan sebagai badan penelitian dan pengembangan tenaga nuklir nasional menawarkan program pelatihan yang dibiayai oleh IAEA (International Atomic Energy Agency). Pelatihan tersebut dilakukan oleh National University Hospital di Singapura. Kemudian pihak RS Dr. Soetomo mengirimkan beberapa stafnya untuk mengkuti program tersebut, bahkan dilanjutkan dengan pelatihan beberapa bulan di Batan untuk aplikasi sterilisasi biomaterial dengan teknik radiasi. Setelah itu, pada tahun 2000, Bank Tulang RS Dr Soetomo berubah menjadi Pusat Biomaterial, sehingga yang diproses tidak hanya biomaterial tulang, tetapi berbagai biomaterial lainnya seperti kulit, tendon, jaringan amnion, dan lain-lain.

Perkembangan teknologi biomaterial di RS Dr. Soetomo disatukan dengan penelitian teknologi sel di Unair untuk menghasilkan teknologi stem cell. Hasil kerja sama tersebut membuahkan hasil pada tahun 2008, yaitu pertamakalinya dilakukan pengobatan dengan teknologi stem cell pada manusia di RS Dr. Soetomo. Keberhasilan tersebut diikuti oleh aplikasi-aplikasi stem cell berikutnya. Sampai pada ditulisnya laporan ini, jumlah pasien yang berhasil diobati dengan teknologi stem cell di RS Dr. Soetomo sebanyak 18 pasien. Biaya yang tinggi diakui masih menjadi penghambat dalam perkembangan aplikasi teknologi stem cell

pada pasien.

Setelah berhasil melakukan aplikasi stem cell pada pasien pertama kali,pihak RS Dr. Soetomo terus melakukan pengembangan teknologi biomaterial. Hal tersebut dilakukan melalui kerja sama dengan pihak-pihak internasional yang juga diikuti oleh peneliti dari Unair. Kerja sama teknologi biomaterial dilakukan dengan institusi yang kompetensinya telah diakui oleh internasional, seperti Leeds University, Hiroshima University, serta institusi dari Malaysia dan Singapura.

71 4.1.3. Pengembangan Biomaterial di Batan

Batan merupakan lembaga penelitian dan pengembangan yang bertugas melakukan kajian dalam pemanfaatan nuklir untuk energi dan kepentingan manusia lainnya. Energi nuklir merupakan sumber energi yang dianggap berbahaya, maka dalam aktivitasnya berada di bawah pengawasan badan internasional yaitu IAEA (International Atomic Energy Agency). IAEA juga aktif menjalankan beberapa program untuk peningkatan pemanfaatan energi nuklir untuk kehidupan manusia.

Sebelum tahun 1990, Batan mulai mengembangkan teknologi biomaterial untuk kesehatan dengan melakukan kajian bekerja sama dengan RS Cipto Mangunkusomo Jakarta untuk pengujian amnion. Amnion merupakan pembungkus bayi yang berguna bagi penyembuhan luka. Sebelumnya, Batan memanfaatkan nuklir di bidang kesehatan lebih banyak untuk sterilisasi alat-alat kesehatan.

Pada tahun 1990, terdapat program dari IAEA untuk pengembangan aplikasi radiasi untuk biomaterial. Dalam program tersebut terdapat program pelatihan yang dilaksanakan oleh National University Hospital of Singapore. Hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan di dunia internasional dalam hal teknologi biomaterial untuk kesehatan. Hasil training yang dilakukan melalui program IAEA kemudian disosialisasikan oleh Batan kepada beberapa rumah sakit di dalam negeri. Tidak semua rumah sakit menanggapi positif teknologi tersebut, karena teknologi tersebut masih baru sehingga banyak pimpinan rumah sakit yang tidak berani mengambil resiko.

Dalam program training dari IAEA, Batan juga mengajak beberapa staf dari beberapa rumah sakit yang tertarik, kemudian diajak untuk menjalin kerja sama dalam pengembangan biomaterial. Dari beberapa rumah sakit tersebut yang paling tertarik dalam pengembangan biomaterial adalah RS Dr. Soetomo. Selain dengan rumah sakit, Batan juga bekerja sama dengan industri farmasi yaitu PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dalam pengembangan biomaterial. Kerja sama tersebut terjalin pada sekitar tahun 2009.

4.1.4. Pengembangan Stem Cell & Biomaterial di PT Kimia Farma (Persero) Tbk. PT Kimia Farma (Persero) Tbk. mulai masuk pada bisnis biomaterial sekitar tahun 2008. Hal tersebut diawali dari berubahnya visi perusahaan untuk memproduksi produk-produk bioteknologi yang dapat menguasai pasar. Kerja sama yang pertama dalam hal biomaterial dilakukan dengan RS Pertamina dalam pengembangan sel kulit untuk luka bakar. Dalam pengembangan tersebut, PT Kimia Farma mendapatkan bantuan teknis dari Singapore General Hospital. Akan tetapi kerja sama dengan RS Pertamina tersebut terhambat dan akhirnya berhenti. Pada saat yang sama PT Kimia Farma juga bekerja sama dengan RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta dalam pengembangan stem cell. Pada saat itu, RSCM ditunjuk oleh pemerintah sebagai pusat pengembangan stem cell. Dalam kerja sama tersebut juga terlibat lembaga internasional yaitu CellSafe dari Malaysia untuk mengembangkan Bank Sel di Indonesia.

Dalam pengembangan biomaterial, PT Kimia Farma terus mengembangkan jarigan kerja sama, salah satunya dengan Batan dalam produk radioisotof. Dalam hal teknologi stem cell, walaupun pemerintah telah menetapkan RSCM sebagai pusat stem cell, tetapi perkembangannya lebih pesat di RS Dr Soetomo Surabaya, bahkan telah berhasil melakukan aplikasi pada manusia. Oleh karena itu, pada tahun 2011 dijalin kerja sama antara PT Kimia Farma dengan RS Dr. Soetomo. Dalam kerja sama tersebut disepakati, bahwa PT Kimia Farma menyediakan peralatan untuk scale up produksi biomaterial, karena sampai saat ini yang diproduksi oleh RS Dr Soetomo masih dalam skala laboratorium.

Berdasarkan deskripsi di atas, maka latar belakang dan keterkaitan aktor pada terbentuknya kerja sama antara Unair, RS Dr. Soetomo, Batan, dan PT Kimia Farma dalam pengembangan teknologi Stem Cell dapat digambarkan dalam Chronological Order seperti yang disajikan pada Gambar 4.

72 Staff Unair Selesai PhD di bidang Stem Cell 1987 1988

Memperkenalkan dan mengembangkan penelitian Stem Cell di lingkungan Unair 2008 Isolasi dan kultur stem cell pertama kali 1990 2000 Unair 1990 2010 Batan Mendirikan Bone Bank Berubah menjadi Pusat Biomaterial Kajian aplikasi radioisotop untuk sterilisasi alat kesehatan

Kajian aplikasi radioisotop untuk Biomaterial dan sosialisasi ke rumah sakit di Indonesia

Program dari International Atomic Energy Agency (IAEA), pengembangan radioisotop untuk biomaterial. Termasuk program

training dgn General Hospital of Singapore

Training Biomaterial di GHS

Program IAEA dengan BATAN

Mengembangkan kajian mengenai Biomaterial Mulai Mengemba ngkan aplikasi biomaterial Terbentuk kelompok penelitian Stem Cell Training aplikasi radiosotop pada biomaterial di Batan

Melanjutkan kajian dan menjalin kerjasama dengan

rumah sakit Mengembang kan aplikasi biomaterial skala lab 2008 Aplikasi Stem Cell ke Manusia pertamakali 2010 Kerjasama dengan Melbourne University untuk teknologi sel 2010 Kerjasama dengan Hiroshima dan Leeds, Singapura dan Malaysia dalam pengembangan Biomaterial 2013 18 pasien menggunapan teknologi stem cell 2013 Kimia Farma 2011

Terjalin kesepakatan: kimia farma menyediakan peralatan untuk memproduksi biomaterial,

RS Soetomo menyediakan ruangan Kimia Farma memiliki visi untuk mengembanga n biomaterial Kerjasama dgn Pertamina tp berhenti. Kemudian dengan RSCM dan CellSafe Malaysia membangun Bank Sel 2009 Batan kerjasama dgn KF Riset Amniom. Uji amniom dgn RSCM 1992 Pengembangan untuk tulang kerjasama dgn Fatmawati tapi penerapan pertamakali di RS Siaga Raya Pejanten RS Dr. Soetomo

Sumber: Dikonstruksi oleh Penulis

Gambar 4 Chronological Order Kerja sama Pengembangan Stem Cell Antara Unair,

RS Dr.Soetomo, Batan, dan PT Kimia Farma

4.2. Peran Tiap Aktor dalam Pengembangan Stem Cell

Keberhasilan teknologi stem cell diaplikasikan di RS Dr. Soetomo merupakan hasil kolaborasi dari berbagai aktor. Berdasarkan statusnya, aktor yang terlibat terdiri dari perguruan tinggi, lembaga litbang, dan industri. Sementara itu berdasarkan geografis, aktor yang terlibat terdiri dari insititusi nasional dan internasional.

Aktor-aktor yang terlibat memiliki peran yang berbeda sesuai dengan kompetensinya (Gambar 5). Unair merupakan aktor pelopor yang memperkenalkan teknologi stem cell dan meyakinkan pada aktor lain bahwa teknologi tersebut dapat dikuasai dan diaplikasikan di Indonesia. Sebagai akademisi, Unair berperan dalam riset dasar di bidang teknologi sel dan biomaterial untuk stem cell. Selain itu, Unair juga berperan dalam hal sosialisasi dan edukasi teknologi stem cell melalui pendidikan S3. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S3 di bawah bimbingan staf Unair berperan penting dalam peningkatan riset dasar stem cell di unair.

Peran RS Dr Soetomo dalam pengembangan stem cell sangat penting karena berperan sebagai institusi yang mentransfomasikan hasil-hasil penelitian dasar dari Unair menjadi teknologi yang dapat diaplikasikan. Proses transformasi tersebut bukan merupakan hal yang mudah dan sederhana, tetapi memerlukan kajian mendalam dan biaya yang cukup tinggi, karena teknologi yang diaplikasikan termasuk teknologi tinggi. Selain itu, teknologi di bidang medis yang berhubungan langsung dengan manusia memiliki resiko yang cukup tinggi. Oleh karena itu diperlukan keberanian dari pimpinan institusi untuk mendukung program tersebut.

Dalam aktivitasnya, peneliti Unair dan RS Dr Soetomo melakukan penelitian dan pengembangan secara bersama dengan membentuk kelompok penelitian stem cell. Walaupun secara formal kelompok penelitian baru terbentuk tahun 2008, akan tetapi secara non formal kajian bersama stem cell telah dilakukan sebelum tahun 2000. RS Dr. Soetomo lebih berperan dalam pengembangan biomaterial dan aplikasi uji klinis stem cell.

73 Less Entrepreneurial More Entrepreneurial Teaching. Research Entrepreneural. Unair RS Dr Soetomo Batan PT Kmia Farma Pusat Riset Stem Cell Penelitian dasar

stem cell dan biomaterial, serta edukasi melalui pendidikan formal S3 Pengembangan biomaterial dan

aplikasi stem cell

Sosialisasi dan edukasi aplikasi radiasi untuk pengembangan biomaterial Dukungan peralatan untuk scale up produksi biomaterial Peningkatan kapasitas Pen in gka ta n ka p a si ta s National University Hospital Edukasi aplikasi radiasi untuk pengembangan biomaterial R ise t d a n Pe ng e mba n g a n IAEA Donor Univ. di Jerman Peningkatan kapasitas melalui pendidikan formal di

bidang stem cell

Melbour ne Univ.

Peningkatan kapasitas melalui kolaborasi ilmiah di bidang teknologi sel Hiroshima Univ. Leeds Univ. Malasyia & Singapore Pe n in g ka ta n ka p a si ta s me la lu i ko la b o ra si i lmi a h d i b id a n g b io ma te ri a l CellShafe Malaysia Peningkatan kapasitas di bidang

bank sel melalui kolaborasi bisnis

Keterangan: Aktor dalam negeri Aktor luar negeri

Sumber: Dikonstruksi oleh Penulis

Gambar 5 Peran Tiap Aktor dalam Pengembangan Teknologi Stem Cell

Batan merupakan lembaga penelitian dan pengembangan yang memiliki kompetensi berbeda dengan dengan dua aktor sebelumnya. Batan memiliki kompetensi dalam bidang teknik radiasi tenaga nuklir untuk berbagai kepentingan yang salah satu aplikasinya adalah untuk biomaterial yang dapat dimanfaatkan untuk kesehatan. Dalam pengembangan stem cell

ini Batan berperan dalam sosialisasi dan edukasi aplikasi radiasi untuk biomaterial. Sosialisasi yang dilakukan pada berbagai rumah sakit di dalam negeri membuahkan hasil dengan tertariknya RS Dr Soetomo untuk mengembangkan teknik tersebut. Batan juga berperan memfasilitasi staf RS Dr Soetomo untuk mendapatkan pelatihan dari National University Hospital Singapore, yang dilanjutkan dengan pelatihan oleh institusi Batan sendiri. Peran pelatihan tersebut sangat penting bagi perkembangan teknologi biomaterial di RS Dr Soetomo, yang mendukung aplikasi teknologi stem cell, karena dalam teknologi stem cell memerlukan biomaterial yang baik agar sel dapat tumbuh dengan efektif.

Perkembangan teknologi biomaterial dan stem cell di RS Dr Soetomo menimbulkan ketertarikan industri farmasi nasional. Salah satu industri farmasi yang tertarik adalah PT Kimia Farma yang sebelumnya telah memiliki pengalaman kerja sama dalam hal biomaterial dan teknologi sel baik dengan rumah sakit dalam negeri lainnya, maupun dengan institusi internasional. Dengan kapasitas yang telah dimiliki dan melihat perkembangan potensi pasar, PT Kimia Farma bersedia berperan dalam scale up produksi biomaterial untuk stem cell (scaffold). Saat ini produksi scaffold di RS Dr Soetomo masih terbatas pada skala lab sehingga dalam hal biaya tidak efisien. Dalam perencanaan ke depan, PT Kimia Farma akan menyediakan peralatan produksi scaffold untuk digunakan oleh RS Dr Soetomo dalam skala besar.

Selain aktor dalam negeri yang berperan dalam pengembangan teknologi stem cell, aktor internasional juga memiliki peran yang sangat penting. Aktor-aktor internasional tersebut berperan melalui kolaborasi ilmiah dengan aktor-aktor di Indonesia. Institusi internasional pertama yang beperan adalah perguruan tinggi tempat staf Unair menyelesaikan pendidikan S3 di Jerman. Pendidikan formal dan penelitian akhir yang dilakukan menjadikan staf Unair memiliki kompetensi di bidang stem cell, yang kemudian kompetensi tersebut terus dikembangkan di Indonesia.

74

Institusi internasional berikutnya yang memiliki peran cukup besar adalah IAEA dan National University Hospital of Singapore yang berperan dalam capacity building peneliti Indonesia di bidang aplikasi radiasi untuk biomaterial. IAEA memfasilitasi dan memberi dukungan dana serta menunjuk National University Hospital of Singapore sebagai trainer dalam program pelatihan pemanfaatan radiasi untuk biomaterial bagi institusi anggotanya, termasuk Batan. Program dalam jangka waktu yang panjang tersebut tidak hanya meningkatkan kapasitas Batan, tetapi juga membuka kesempatan bagi institusi lain di Indonesia untuk berpartisipasi dalam training. Hal tersebut berdampak pada menyebarnya ilmu aplikasi radiasi untuk biomaterial yang dapat dimanfaatkan dengan baik oleh RS Dr Soetomo dan Unair dalam pengembangan stem cell.

Pengembangan stem cell yang dilakukan oleh Unair dan RS Dr Soetomo tidak berhenti hanya sampai teknologi tersebut berhasil diaplikasikan pada manusia. Kedua aktor tersebut terus melakukan pengembangan melalui kolaborasi ilmiah dengan insititusi internasional. Untuk teknologi sel, Unair bekerja sama dengan Melbounre University yang memiliki kompetensi di bidang sel multifungsi. Kemudian untuk teknologi biomaterial, dilakukan kerja sama dengan institusi yang memiliki kapasitas di bidang itu, yaitu Hiroshima University, Leed University, serta Institusi dari Malaysia dan Singapura. Kerja sama tersebut berperan dalam peningkatan teknologi dan kemampuan Unair dan RS Dr Soetomo dalam pengembangan stem cell.

5. PEMBAHASAN

Kolaborasi antara empat aktor utama dalam pengembangan teknologi stem cell dan biomaterial di Indonesia, yaituUnair, RS Soetomo, Batan, dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk., bukan merupakan kolaborasi yang dirancang dari awal oleh keempat aktor tersebut dengan tujuan tertentu. Akan tetapi kolaborasi yang terbentuk merupakan proses pengembangan

network dari setiap aktor yang terlibat dalam jangka waktu yang panjang. Setiap aktor memiliki

network masing-masing yang pada akhirnya saling terkait untuk mendukung pengembangan teknologi stem cell dan biomaterial.

Keterlibatan setiap aktor dalam kolaborasi pengembangan teknologi stem cell dan biomaterial didasarkan pada kompetensi yang dimiliki masing-masing aktor. Kompetensi tersebut didapatkan dari kajian yang sebelumnya telah lama dilakukan serta hasil proses

sharing knowledge dari kerja sama yang dilakukan oleh masing-masing aktor dengan berbagai institusi baik nasional maupun internasional.

Unair sebagai lembaga perguruan tinggi telah berhasil meningkatkan perannya sebagai pendukung inovasi di industri medis, yang merupakan industri berbasis ilmu pengetahuan. Inovasi tersebut dihasilkan dari riset dasar dalam kurun waktu yang panjang. Dalam penyampaian teknologi pada pengguna, Unair memilih strategi membentuk kelompok riset bersama dengan RS Dr Soetomo. Riset bersama dengan menggunakan kerangka yang disusun Eun, et al. (2006) yang berada di tengah-tengah antara strategi hierarki atau membentuk usaha sendiri dengan diserahkan sepenuhnya pada pasar. Pemilihan strategi tersebut dilakukan karena pengembangan dari hasil riset menjadi inovasi di industri medis memerlukan waktu yang lama, biaya, dan resiko yang besar. Dengan keterbatasan pendanaan yang dimiliki oleh perguruan tinggi di negara berkembang, kerja sama dengan industri merupakan strategi yang paling tepat dalam pengembangan produk inovasi di bidang medis.

RS Dr Soetomo sebagai industri pelayanan kesehatan, menyadari bahwa dalam perbaikan kualitas pelayanannya sangat tergantung pada iptek yang dihasilkan dari kegiatan penelitian para akademisi. Oleh karena itu, disamping pekerjaan pelayanan kesehatan, dilakukan juga kerja sama dengan berbagai lembaga akademisi untuk meningkatkan teknologi medis yang dikuasai. Dalam kebijakan pengembangan stem cell dan biomaterial diperlukan keberanian dalam menghadapi resiko, karena teknologi tersebut masih termasuk teknologi baru. Oleh karena itu peran pimpinan sangat penting dalam proses ini.

75

Faktor lain yang menentukan keberhasilan pengembangan inovasi pada teknologi stem cell dan biomaterial di Indonesia adalah integrasi multidisiplin ilmu. Selain kompetensi di bidang kesehatan, pengembangan stem cell, dan biomaterial juga memerlukan kompetensi

bioengineering. Oleh karena itu, Batan yang memiliki kompetensi di bidang tersebut mengambil peran yang sangat penting.

Sementara itu, peran kolaborasi ilmiah internasional dalam pengembangan stem cell ini sangat menentukan dalam peningkatan kompetensi masing-masing aktor di Indonesia, dimana kompetensi stem cell berawal dari riset dalam pendidikan formal S3 di Jerman oleh staf Unair. Kompetensi teknologi biomaterial yang dimiliki oleh Batan didapatkan dari pelatihan National University Hospital of Singapore di bawah program IAEA. Kemudian Batan menjembatani RS Dr Soetomo untuk terlibat pada program tersebut, serta memberikan pelatihan sehingga RS Dr Soetomo memliki kompetensi di bidang teknologi biomaterial. Pengembangan kompetensi juga terus dilakukan setelah teknologi stem cell berhasil diaplikasikan melalui kerja sama kelompok riset stem cell dengan Melbourne University di bidang teknologi sel, serta kerja sama dengan Leed University, Hiroshima University, dan Malaysia dan Singapura untuk pengembangan teknologi biomaterial. Sementara itu, industri farmasi PT Kimia Farma (Persero) Tbk. mendapatkan kompetensi stem cell dan biomaterial dari kerja sama bisnis dengan CellSafe

Malaysia

6. KESIMPULAN

Kolaborasi ilmiah dalam pengembangan stem cell antara Unair, RS Dr Soetomo, Batan, dan PT Kimia Farma (Persero) Tbk. terbentuk dari proses pengembangan network masing-masing aktor yang didasarkan pada kompetensi yang dimiliki. Pengembangan riset bersama antara akademisi dan industri merupakan strategi yang paling tepat dilakukan untuk pengembangan inovasi produk medis yang memerlukan waktu yang lama, biaya yang besar, serta mengandung resiko yang tinggi. Dan, kolaborasi ilmiah internasional juga berperan penting dalam peningkatan kompetensi masing-masing aktor di Indonesia dalam pengembangan teknologi stem cell dan biomaterial.

DAFTAR PUSTAKA

Coriat, B., Orsi, F., Weinstein, O., 2003. Does biotech reflect a new science-based innovation regime? Industry and Innovation 10 (3), 231–253

Eun, J. H., K. Lee, G. Wu. Explaining the “University-run enterprises” in China: A theoretical framework for university–industry relationship in developing countries and its application to China. Research Policy 35 (2006) 1329–1346

Fiaz, M., 2013. An empirical study of university–industry R&D collaboration in China: Implications for technology in society. Technology in Society 35 (2013) 191–202