• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Siklus hidrologi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Siklus hidrologi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Siklus Hidrologi

Asdak (2002), mendefinisikan hidrologi sebagai suatu kajian ilmu yang memelajari tentang air (pada fase gas, fase cair maupun fase padat) yang berada di dalam tanah dan di udara, distribusi, siklus dan perilakunya. Air dipandang sebagai suatu sumber daya yang merupakan fungsi dari waktu dan tempat, sehingga dalam pergerakannya di alam air mengalami suatu siklus yang dinamakan siklus hidrologi. Siklus hidrologi terdiri dari komponen-komponen yang saling terkait dan saling memengaruhi dan memiliki interaksi dengan komponen-komponen penyusun suatu daerah aliran sungai. Skema siklus

hidrologi dapat dilihat pada Gambar 1 (direvisi dari http://geofreekz.files.

wordpress.com/2008/10/hydrologic_cycle.gif, 2011).

Gambar 1. Siklus hidrologi

Pada Gambar 1 terlihat bahwa satu-satunya sumber air yang masuk ke sistem DAS berasal dari presipitasi (berbentuk air hujan, salju maupun titik-titik air). Hujan yang turun ke bumi mengalami siklus dari daerah topografi tinggi seperti pegunungan menuju ke tempat yang lebih rendah hingga akhirnya bermuara ke laut. Air yang mengalir di permukaan tanah dari tempat yang tinggi

(2)

ke tempat yang rendah disebut aliran permukaan. Aliran permukaan akan terkumpul pada suatu jaringan sungai atau terkumpul pada reservoir alami seperti danau atau pun cekungan air. Di reservoir alami tersebut air tertahan untuk beberapa waktu dan umumnya digunakan manusia untuk berbagai keperluan, misalnya irigasi, perikanan dan pembangkit listrik tenaga air.

Sinar matahari mengubah air dari daratan dan lautan menjadi uap melalui proses evaporasi, namun air yang menguap melalui tumbuhan disebut transpirasi. Gabungan penguapan dari tanah dan tumbuhan disebut evapotranspirasi. Uap air tersebut mengalami kondensasi di atmosfir dan terkumpul menjadi awan hingga turun kembali ke bumi dalam bentuk hujan, salju maupun embun.

Selain menjadi aliran permukaan, air meresap ke dalam tanah melalui proses infiltrasi. Di dalam tanah air akan mengalami perkolasi dan berkontribusi pada aliran airtanah yang nantinya mengalir ke sungai sebagai base flow (aliran dasar). Air sungai kemudian mengalir menuju outlet (titik keluar) di muara sungai.

Peristiwa-peristiwa alam tersebut terjadi terus menerus dan berulang membentuk suatu siklus hidrologi, dimana terbentuk prinsip keseimbangan air secara global di bumi. Siklus tersebut merupakan siklus tertutup karena secara keseluruhan, jumlah fraksi air tanah dan air yang mengalir di permukaan (sungai,

runoff, danau)serta penguapan mengalami keseimbangan yang dinamis (Kodoatie,

1996).

Siklus hidrologi yang berlangsung di suatu cakupan wilayah DAS bergantung pada iklim, topografi dan geologinya. Elemen-elemen penyusun iklim adalah curah hujan, temperatur udara, kecepatan angin, kelembaban dan radiasi surya yang kesemuanya itu turut ditentukan oleh posisinya terhadap garis lintang dan bujur di muka bumi. Topografi juga memegang peranan penting dalam hidrologi karena turut menentukan jenis iklim, sedangkan geologi berperan dalam menentukan karakteristik perilaku pergerakan air yang meresap ke bawah tanah dan bergerak menuju ke hilir.

Pentingnya tinjauan proses alur hidrologi ini membantu dalam kegiatan pengelolaan DAS (Asdak, 2002), seperti :

1. Telaah terjadinya erosi dan sedimentasi yang dipengaruhi oleh perilaku hujan. 2. Hubungan antara curah hujan dan runoff.

(3)

3. Perancangan bangunan-bangunan air dan penanggulangan banjir yang menggunakan data debit puncak.

4. Kajian keterkaitan antara karakteristik suatu DAS dengan debit puncak yang terjadi di DAS tersebut.

2.2 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung-punggung topografi yang dapat mengumpulkan dan menyimpan air hujan kemudian menyalurkannya ke laut melalui saluran alami berupa sungai. Di dalam DAS terdapat sumber daya tanah, air dan vegetasi yang membentuk suatu ekosistem alami dimana berlangsung proses-proses fisik hidrologi maupun ekonomi – sosial masyarakat yang tinggal di sekitarnya. Di dalam Peraturan Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial No: P.04/V-SET/2009 juga disebutkan bahwa perubahan kondisi hidrologis suatu DAS yang berdampak negatif seperti erosi dan sedimen, penurunan produktivitas lahan dan degradasi lahan dipicu oleh faktor kegiatan manusia, selain faktor peristiwa alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring dan evaluasi untuk mengidentifikasi kondisi DAS sedini mungkin agar dapat dilakukan pengelolaan DAS yang sesuai.

Ekosistem hulu dari suatu DAS adalah bagian yang paling penting dan sering menjadi fokus perencanaan pengelolaan DAS. Bagian hulu memegang peranan utama dalam keberlanjutan dan perlindungan fungsi tata air hingga wilayah hilir.

Ada keterkaitan erat antara wilayah hulu dan hilir. Alih fungsi lahan di wilayah hulu tidak hanya berdampak pada daerah itu saja tetapi juga di bagian hilir dalam hal kualitas air, fluktuasi debit dan sedimen yang terbawa. Begitu pula dalam hal biogeofisik karena upaya reboisasi, konservasi dan deforestasi di wilayah hulu akan mengubah fluktuasi hasil air dan kualitas aliran permukaan (Asdak, 2002). Langkah reboisasi dan reforestasi daerah hulu akan menyebabkan menurunnya hasil air (water yield) dan meningkatkan kualitas air tanah. Kegiatan perusakan wilayah konservasi di hulu seperti penebangan liar dan pembukaan area hutan akan menyebabkan dampak sebaliknya pada water yield dan kualitas air, ditambah dengan meningkatnya erosi. Terjadinya erosi dan tanah longsor menjadi

(4)

sumber utama transpor sedimen. Sementara itu di bagian tengah DAS yang umumnya terdapat reservoir air akan mengalami pendangkalan. Keterkaitan antara daerah hulu – hilir tersebut kemudian dijadikan landasan perencanaan DAS yang terpadu, meliputi wilayah kajian, lembaga dan program-program yang diimplementasikan.

Dampak Penggunaan Lahan Terhadap Hidrologi di Kawasan DAS

Penggunaan lahan didefinisikan sebagai suatu bentuk campur tangan manusia yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Penggunaan lahan dibedakan menjadi 2 golongan besar, yaitu kelompok penggunaan lahan pertanian dan non pertanian. Penggunaan lahan pertanian adalah yang berkaitan dalam hal penyediaan air dan komoditas pertanian yang diusahakan di atas lahan tersebut, misalnya ladang/tegalan, perkebunan, kebun campuran, sawah, padang rumput, hutan primer dan hutan sekunder. Penggunaan lahan non pertanian adalah kegiatan yang tidak berkaitan dengan penyediaan air dan tidak berhubungan dengan tanaman, misalnya pemukiman, transportasi, pertambangan, institusi dan kawasan komersial (Arsyad, 2009).

Ada banyak komponen hidrologi yang terpengaruh oleh adanya penggunaan lahan dan kegiatan pembangunan di bagian hulu DAS, namun hanya beberapa yang menjadi fokus utama dan perlu menjadi perhatian (Asdak ,2002), yaitu: 1. Koefisien runoff (C), yang menunjukkan persentase besarnya air hujan yang

menjadi runoff.

2. Koefisien rejim sungai (KRS), adalah koefisien yang menyatakan perbandingan debit harian rata-rata maksimum dan rata-rata minimum.

3. Nisbah/perbandingan antara debit maksimum (Qmax) dan debit minimum (Qmin)

dari tahun ke tahun, dan diamati kecenderungan perubahannya. Valuasi ini untuk melihat keadaan DAS secara makro.

4. Kadar muatan sedimen dalam aliran sungai, yang dinyatakan dalam satuan mg/liter air. Evaluasi sedimen aliran sungai dikaitkan dengan debit air yang mengalir, dan digambarkan pada Sediment-Discharge Rating Curve yaitu

kurva hubungan antara muatan sedimen (Cs) dan debit sungai (Q). Kurva ini

(5)

5. Karakteristik air tanah.

6. Frekuensi dan periode ulang banjir.

Evaluasi keenam komponen hidrologi tersebut memerlukan data iklim (curah hujan, temperatur, kelembaban, kecepatan angin dan radiasi surya), data

runoff, debit aliran sungai, potensi air tanah dan sedimen air sungai. Hasil dari

valuasi tersebut digunakan untuk mengidentifikasi apakah DAS yang diobservasi berada dalam kondisi normal atau mulai terganggu. Kondisi DAS dalam keadaan

normal bilamana fluktuasi C, nisbah Qmax/Qmin dan koefisien arah kurva Cs

terhadap Q cenderung normal dan sama besarnya. Namun apabila nilai komponen-komponen tersebut terus naik dari tahun ke tahun maka DAS dianggap mulai terganggu. Kriteria dan indikator pengelolaan Daerah Aliran Sungai diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Indikator Pengelolaan DAS

KRITERIA INDIKATOR PARAMETER STANDAR KETERANGAN A. Penggunaan

Lahan

1. Penutupan oleh vegetasi

2. Indeks Erosi (IE) 3. Pengelolaan Lahan

IPL = (LVP/Luas DAS) × 100%

IE = (Erosi Aktual/Erosi Ditolelir)×100% Pola tanam (C) dan tindakan Konservasi (P) - IPL>75% , baik - 30% ≤IPL≤75%, sedang - IPL˂30%, buruk IE≤1, baik IE˃1, buruk C×P≤0.1, baik 0.1≤C×P≤0.5, sedang C×P˃0.5, buruk IPL = Indeks Penutupan Lahan; LVP Luas lahan Vegetasi Permanen (informasi peta landuse) Perhitungan erosi merujuk pedoman RTL-RLKT 1998. Perhitungan nilai C&P merujuk pedoman RLT-RLKT 1998 B. Tata Air 1. Debit Air Sungai

2. Kandungan Sedimen 3. Kandungan Pencemaran 4.Nisbah hantar sedimen KRS=Qmax/Qmin CV=(Sd/Qrata-rata)×100% IPA=Kebutuhan/Persediaan

Kadar Sedimen dalam Air

Kadar Biofisika Kimia

SDR=Total Sediment/Total Erosi - KRS˂50, baik - 50≤KRS≤120, sedang KRS˃120, buruk - CV˂10%, baik - CV˃10%, buruk Nilai IPA semakin kecil semakin baik. Semakin kecil semakin baik menurut mutu peruntukan. Menurut standar yang berlaku - SDR˂50%, normal - 50%≤SDR≤75% , tidak normal - SDR˃75%, rusak KRS=Koefisien Rejim Sungai Data SPAS IPA=Kebutuhan Persediaan Data SPAS Menurut standar baku PP 82/2001 SDR=Sediment Delivery Ratio (dari data SPAS dan pengukuran erosi) C. Ekonomi 1. Ketergantungan penduduk terhadap lahan 2.Tingkat pendapatan 3.Produktivitas lahan 4.Jasa lingkungan (air,wisata,iklim makro,umur waduk) Kontribusi pertanian terhadap total pendapatan

Pendapatan keluarga per tahun

Produksi ha per tahun Internalisasi, eksternalitas, pembiayaan pengelolaan bersama (cost sharing)

- ˃75%, tinggi - 50% - 75%, sedang - ˂50%, rendah Garis kemiskinan BPS Menurun, tetap, meningkat Dihitung per KK per tahun (KK/th)

Data dari instansi terkait atau responden Data BPS atau responden Dalam bentuk pajak retribusi untuk dana lingkungan D. Kelembagaan 1.Keberdayaan lembaga 2.Ketergantungan masyarakat kepada pemerintah 3.KISS 4.Kegiatan usaha bersama

Peranan lembaga lokal dalam pengelolaan DAS Intervensi pemerintah (peraturan dan kebijakan) Konflik Jumlah unit -berperan -tidak berperan -tinggi -sedang -rendah -tinggi -sedang -rendah -bertambah -berkurang -tetap Data hasil pengamatan Data hasil pengamatan Data hasil pengamatan Data dari instansi terkait

(6)

2.3 Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan sedimentasi merupakan 2 peristiwa alam yang saling terkait satu sama lain. Peristiwa erosi yang terjadi di hulu DAS akan diikuti oleh peristiwa sedimentasi di bagian tengah dan hilir.

1. Erosi

Arsyad (2009), mendefinisikan erosi sebagai proses pengangkutan tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain yang disebabkan oleh aliran air alami dan angin. Di daratan tropis seperti Indonesia, erosi yang disebabkan oleh aliran air lebih dominan daripada oleh faktor angin. Dengan adanya proses erosi maka lapisan permukaan tanah yang subur untuk tanaman akan terkikis dan terbawa ke daerah muara aliran. Kerusakan yang ditimbulkan berdasarkan letaknya terhadap DAS dibedakan menjadi 2, yaitu; (1) di bagian hulu, terjadi pengikisan lapisan tanah, degradasi lahan, berkurangnya kapasitas infiltrasi air ke tanah dan memunculkan lahan kritis, dan (2) di bagian hilir, terjadi pengendapan muatan sedimen sehingga merusak bangunan hidrologi dan sempadan sungai, memperlambat aliran sungai dan mengurangi performa waduk, danau, reservoir, saluran irigasi serta kolam-kolam ikan.

Secara umum dikenal 4 macam erosi yang dibedakan berdasarkan bentuknya, antara lain : (1) Sheet erosion atau erosi lembaran yang merupakan pengangkutan secara uniform lapisan tanah dalam lapisan yang tipis dan disebabkan karena jatuhan air hujan dan aliran limpasan pada suatu areal tertentu, (2) rill erosion, adalah pengikisan tanah oleh aliran air yang terkonsentrasi melalui saluran yang kecil (3) gully erosion, merupakan jenis erosi sepanjang garis saluran drainase yang terbentuk oleh aliran runoff permukaan dan (4)

riverbank erosion, adalah erosi yang terjadi di dinding tepi sungai yang

disebabkan derasnya aliran air pada sisi meander sungai.

Konsep erosi merupakan interaksi beberapa faktor yang berpengaruh dan menentukan besarnya erosi yang terjadi. Arsyad (2009), menjelaskan interaksi tersebut dalam persamaan :

E = f (i, r, v, t, m)

Yang dimaksud dengan E adalah besarnya erosi, i adalah iklim, r adalah topografi, v adalah faktor tumbuhan yang ada di atas tanah, t adalah sebagian sifat

(7)

tanah dan m adalah faktor manusia atau campur tangan manusia. Dari faktor iklim, hujan merupakan faktor utama dengan sifat-sifatnya antara lain; (1) lama hujan, (2) intensitas, (3) distribusi. Faktor r (topografi) memengaruhi erosi dengan 2 komponen utama, yaitu; (1) kemiringan, dan (2) panjang lereng selain oleh arah lereng, keseragaman dan konfigurasinya. Faktor vegetasi merupakan kondisi tanaman/tumbuhan yang berfungsi sebagai lapisan pelindung tanah dari energi air dan kecepatan aliran permukaan. Faktor tanah yang penting dalam proses erosi adalah sifat tanah yang memengaruhi; (1) infiltrasi, permeabilitas dan kapasitas menahan air, (2) ketahanan struktur tanah terhadap energi perusak hujan yang jatuh ke tanah. Faktor terakhir adalah faktor manusia yang merupakan faktor penentu dari suatu lahan yang berada pada pilihan lestari, produktif ataukah sebaliknya.

Metode Perkiraan Besarnya Erosi

a. Metode Universal Soil Loss Equation (USLE)

Terdapat beberapa metode untuk menduga besarnya erosi yang terjadi di suatu area tertentu, namun metode USLE merupakan metode yang paling sering digunakan. Metode USLE tergolong tipe model parametrik yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978) dalam persamaan :

A = R K L S C P

Parameter A = perkiraan besarnya jumlah erosi (ton/ha/tahun); R = faktor erosivitas hujan; K = faktor erodibilitas lahan; L = faktor panjang; S = faktor kemiringan lereng; C = faktor tanaman penutup/pengelolaan tanaman; dan P = faktor tindakan konservasi lahan

Faktor erosivitas hujan menyatakan kemampuan energi kinetik air hujan untuk menyebabkan erosi. Nilai indeks erosivitas (R) ditentukan berdasarkan data curah hujan bulanan (P), menggunakan persamaan:

Faktor erodibilitas tanah (K) menyatakan ketahanan partikel tanah terhadap pengelupasan dan pengangkutannya oleh air hujan. Nilai K ditentukan oleh tekstur, struktur, permeabilitas dan kandungan bahan

(8)

organik tanah. Ada 2 metode untuk menentukan nilai K, yaitu dengan pembacaan nilai pada nomograf dan dengan menggunakan persamaan:

Dimana K = erodibilitas tanah; OM = persen unsur organik; S = kode klasifikasi struktur tanah (granular, platy, massive, dll); P = permeabilitas tanah, dan M = persentase ukuran partikel (% debu + pasir sangat halus) × (100 - % liat).

Faktor kemiringan lereng (LS) merupakan indeks topografi yang merepresentasikan pengaruh panjang dan kemiringan lereng terhadap proses erosi. Faktor L dan S dituliskan secara matematis sebagai (Schwab et al., 1981):

Dimana l = panjang kemiringan lereng (m); dan m = angka eksponen yang dipengaruhi oleh interaksi antara panjang dan kemiringan lereng atau karakteristik tanah.

Dimana S = kemiringan lereng aktual (%)

Faktor pengelolaan tanaman (C) menyatakan perbandingan besarnya erosi yang terjadi di suatu area dengan tanaman dan tindakan pengelolaan tertentu dengan bila area tersebut dalam keadaan terbuka tanpa tanaman dan diolah. Nilai C ditentukan dari indeks pengelolaan tanaman yang diidentifikasi dari keterangan peta penggunaan lahan atau peninjauan keadaan di lapangan.

Faktor berikutnya adalah tindakan konservasi lahan (P) yang indeksnya ditentukan dari interpretasi jenis tanaman dari penggunaan lahan yang dievaluasi dengan kemiringan lereng yang diiringi dengan peninjauan langsung di lapangan.

(9)

b. Metode MUSLE (Modified USLE)

Persamaan USLE yang telah disebutkan sebelumnya memiliki beberapa keterbatasan dalam pemanfaatannya. Setidaknya ada 2 kelemahan USLE dalam memprediksi besarnya erosi, antara lain; (1) tidak diperhitungkannya endapan sedimen di dalam persamaan; dan (2) persamaan USLE lebih cocok digunakan di daerah pertanian yang relatif datar dan memiliki intensitas hujan tidak terlalu tinggi. Sehubungan dengan itu dilakukan modifikasi pada persamaan USLE.

MUSLE merupakan persamaan hasil modifikasi dari USLE yang dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith (1965, 1978). Metode USLE memprediksi rata-rata erosi tahunan sebagai fungsi dari energi hujan, sedangkan dalam persamaan MUSLE faktor energi hujan digantikan oleh faktor aliran permukaan (runoff). Penempatan faktor runoff ini memberikan hasil yang lebih baik dalam memprediksi beban sedimentasi, dan tidak lagi diperlukan rasio pengangkutan (yang sebelumnya menjadikan persamaan tersebut hanya dapat digunakan pada saat-saat tertentu saja). Rasio pengangkutan tidak dibutuhkan dalam MUSLE karena faktor runoff dapat lebih menyatakan energi yang digunakan dalam mengangkut sedimen dibandingkan dengan faktor rasio pengangkutan (delivery ratio).

c. Metode Sediment Delivery Ratio (SDR)

Adakalanya penggunaan persamaan USLE dalam memerkirakan besarnya erosi menemui hambatan, karena belum diketahuinya beberapa nilai komponen variabel dalam suatu DAS yang dibutuhkan. Kendala ini diatasi dengan melakukan pendugaan berdasarkan metode SDR.

Perolehan sediment yield (hasil sedimen) dalam suatu wilayah DAS biasanya diperoleh bukan dari pengukuran langsung, tetapi melalui rasio pengangkutan sedimen (Sediment Delivery Ratio/SDR). SDR didefinisikan sebagai fraksi erosi bruto yang ditransportasikan pada interval waktu tertentu. SDR juga merupakan ukuran efisiensi pengangkutan sedimen, yang membandingkan jumlah sedimen aktual yang diangkut dari sumber tererosi hingga ke titik outlet pengukuran dengan jumlah total tanah yang terkikis

(10)

pada wilayah di atas titik outlet. Model-model erosi seperti USLE dan RUSLE mendugai laju tanah tererosi di skala plot, tetapi seringkali perkiraan tersebut memberikan hasil yang lebih tinggi nilainya dari nilai yang terukur di titik outlet sungai. Peran SDR adalah berfungsi untuk mengoreksi ketidakakuratan hasil prediksi tersebut (Benedict dan Klik, 2006).

Pada luasan daerah tangkapan air tertentu, metode yang umum digunakan untuk mengestimasi SDR adalah melalui persamaan fungsi SDR

– area power yang ditulis sebagai:

Dimana A = catchment area (km2); α = konstanta; serta β = eksponen skala

(scaling exponent), dan α dan β merupakan parameter-parameter empiris

(Walling 1983, Richards 1993). Nilai SDR akan berkurang dengan meningkatnya luas area yang digunakan dalam persamaan tersebut.

Dengan mengetahui besarnya erosi yang terjadi di suatu kawasan DAS maka dapat diidentifikasi tingkatan bahaya erosi. Bahaya erosi merupakan taksiran jumlah maksimum tanah yang hilang pada lahan apabila lahan tersebut memperoleh perlakuan pengelolaan tanaman dan konservasi yang relatif tidak berubah dalam jangka waktu yang lama. Kelas bahaya erosi dibedakan menjadi 5 seperti disajikan pada Tabel 2 (Suripin, 2002). Tabel 2. Kelas bahaya erosi

Kelas Bahaya Erosi

(ton/ha/tahun) (mm/tahun) I Sangat Ringan < 1.75 < 0.1 II Ringan 1.75 – 17.50 0.1 – 1.0 III Sedang 17.50 – 46.25 1.0 – 2.5 IV Berat 46.25 – 92.50 2.5 – 5.0 V Sangat Berat >92.50 >5.0 2. Sedimentasi

Sedimentasi merupakan proses yang terjadi setelah erosi. Asdak (2002), mendefinisikan sediment yield (hasil sedimen) sebagai besarnya sedimen yang

(11)

dihasilkan dari proses erosi di catchment area (daerah tangkapan air) pada suatu tempat dan waktu tertentu. Konsentrasi sedimen dalam suatu sungai menentukan kualitas fisik perairan. Kandungan sedimen diukur dari sedimen terlarut dalam air sungai (suspended sediment). Ada 2 elemen terkandung dalam muatan sedimen total, yaitu; (1) sedimen di dasar (bedload); dan (2) sedimen melayang (suspended

sediment).

Dengan mengasumsikan konsentrasi sedimen di semua bagian penampang melintang sama, maka Asdak (2002) menyatakan :

Dimana Qs = debit sedimen (ton/hari); C = konsentrasi sedimen; dan Q = debit

sungai (m3/det).

2.4 Model Hidrologi SWAT (Soil and Water Assessment Tool)

SWAT adalah model berskala DAS yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun 90-an untuk Agricultural Research Service (ARS) dari USDA. Model tersebut dikembangkan untuk memprediksi dampak dari manajemen lahan terhadap air, sedimentasi serta jumlah bahan kimia yang berasal dari pertanian dan untuk area DAS yang kompleks dengan variasi jenis tanahnya, penggunaan lahan dan kondisi manajemen pengelolaan.

SWAT merupakan hasil gabungan dari beberapa model yaitu Simulator for

Water Resources in Rural Basin (SWWRRB), Chemical, Runoff and Erosion from Agricultural Management System (CREAMS), Groundwater Loading effect an Agricultural Management System (GREAMS), dan Erosion Productivity Impact Calculator (EPIC), (Neitsch et al., 2002a). Model SWAT dikembangkan untuk

mengetahui pengaruh dari manajemen lahan terhadap siklus hidrologi serta sedimen yang ditimbulkan dan daur dari bahan kimia pertanian yang diperoleh berdasarkan data jangka waktu tertentu. Simulasi dari beberapa proses fisik yang berbeda pada DAS dapat dimungkinkan dengan menggunakan SWAT. Neraca air di dalam SWAT adalah fenomena paling utama yang dijadikan dasar dari setiap kejadian dari suatu DAS. Siklus hidrologi yang dijalankan oleh SWAT dibagi menjadi dua bagian, yaitu pertama adalah fase lahan yang mengatur jumlah air, sedimen, unsur hara serta pestisida untuk mengisi saluran utama pada

(12)

masing-masing sub-basin dan kedua adalah fase air yang berupa pergerakan air, sedimen dan yang lainnya melalui jaringan-jaringan sungai pada DAS menuju outlet. 1. Siklus Hidrologi

Dalam proses simulasinya, MWSWAT membagi beberapa sub-DAS berdasarkan penggunaan lahan dan karakteristik lainnya yang memiliki kesamaan dalam mempengaruhi siklus hidrologi. Ada beberapa kategori pengelompokan informasi setiap sub-DAS, yaitu; (1) Hydrologic Response Unit (HRU) yang merupakan Unit Respon Hidrologi, (2) genangan, (3) iklim, (4) air bawah tanah, dan (5) reach (saluran utama).

HRU merupakan kelompok lahan di suatu kawasan sub-DAS yang memiliki elemen kombinasi tanaman penutup, karakteristik tanah dan faktor pengelolaan yang khas. Skema siklus hidrologi di dalam MWSWAT dijelaskan pada Gambar 2 (direvisi dari Neitsch et al, 2002a).

Gambar 2. Skema siklus hidrologi dalam model MWSWAT

Persamaan keseimbangan neraca air yang digunakan dalam SWAT adalah sebagai berikut:

(13)

Dimana SWt = kandungan akhir air tanah (mm H2O); SW0 = kandungan air tanah

awal pada hari ke-I (mm H2O); Rday = jumlah presipitasi pada hari ke-i (mm H2O);

Qsurf = jumlah surface runoff pada hari ke-i (mm H2O); Ea = jumlah

evapotranspirasi pada hari ke-i (mm H2O); Wseep = jumlah air yang memasuki

vadose zone pada profil tanah hari ke-i (mm H2O); dan Qgw = jumlah air yang

kembali pada hari ke-i (mm H2O).

MWSWAT memberikan dua metode untuk menduga aliran permukaan (surface run off) yaitu dengan metoda SCS curve number (CN) dan metode infiltrasi Green and Ampt. MWSWAT mensimulasikan volume aliran permukaan dan puncaknya pada setiap HRU.

Pada metoda SCS curve number aliran permukaan (Qsurf) dihitung dengan :

Dimana Rday = banyaknya hujan (mm/hari); dan S = parameter retensi (mm)

Parameter retensi (S) dihitung berdasarkan nilai CN dengan persamaan :

SCS curve number adalah fungsi dari permeabilitas tanah, penggunaan lahan dan kondisi bagian air tanah.

2. Erosi dan Sedimentasi

Erosi dan hasil sedimentasi dihitung untuk setiap HRU dengan menggunakan model MUSLE. Persamaan MUSLE secara matematis dituliskan sebagai:

Dimana sed = beban sedimentasi (metric tons); Qsurf = volume aliran permukaan

(mm H2O/ha); qpeak = tingkat runoff puncak (m3/s); areaHRU = luas area dari

HRU (ha); KUSLE = faktor erodibilitas tanah USLE (0.013 metric ton m2 hr/(m3

-metric ton cm)); CUSLE = faktor penutupan dan manajemen USLE; PUSLE = faktor

konservasi lahan USLE; LSUSLE = faktor topografi USLE; dan CFRG = faktor

(14)

Untuk tujuan membandingkan dugaan hasil perhitungan beban sedimentasi, di dalam model MWSWAT disertakan print-out hasil pendugaan dengan menggunakan persamaan USLE. Nilai-nilai yang terlibat dalam perhitungan menggunakan persamaan USLE tidak digunakan oleh model, hanya sebatas keperluan komparasi. Persamaan USLE secara matematis dituliskan sebagai:

Dimana EIUSLE = indeks rainfall erosion (0.017 m – metric ton cm/(m3 – metric

ton cm)).

Terdapat beberapa variabel input yang berhubungan langsung dengan pendugaan beban erosi dan sedimentasi pada model MW SWAT, yang dijelaskan pada Tabel 3.

Tabel 3. Variabel input MWSWAT yang berhubungan dengan beban sedimentasi

Nama Variabel Definisi File Input

USLE_K KUSLE: faktor erodibilitas tanah USLE (0.013

metric ton m2 hr/(m3-metric ton cm))

.sol

USLE_C : nilai minimum untuk faktor

penutupan dan manajemen pada penutupan lahan

crop.dat

USLE_P PUSLE: faktor konservasi lahan USLE .mgt

SLSUBBSN Lhill: panjang lereng (m) .hru

HRU_SLP slp: kemiringan rata-rata DAS (% atau m/m) .hru

Gambar

Gambar 1.  Siklus hidrologi
Tabel 1. Indikator Pengelolaan DAS
Gambar 2.  Skema siklus hidrologi dalam model MWSWAT

Referensi

Dokumen terkait

Warna yang dipilih warna biru muda sebagai background yang diharapkan memberikan kesan santai dan tenang, sedangkan ilustrasi dibuat dengan gaya visual flat design dengan

Dengan Penetapan Pembentukan, Kedudukan, Tugas, Fungsi, Struktur Organisasi dan Tata Kerja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Unit Pelaksana Teknis Badan

Pelaksanaan CT-scan sendiri tidak memiliki kontraindikasi pada pasien, serta tidak memiliki bahaya yang fatal kecuali pada dosis radiasi yang tinggi atau telah

Menurut [7], dalam proses pembelajarannya CoPS memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Pembelajaran dipandu oleh masalah yang menantang, (2) Sebelum para

Lembar penilaian diri diisi oleh siswa untuk menilai karakter diri yang ia munculkan selama pembelajaran, lembar penilaian rekan sejawat diisi oleh siswa untuk

a) Uji coba ekstraksi ciri GLCM (Grey Level Co-ocurence Matrix) dengan JST Pengaturan jaringan syaraf tiruan percobaan ini dapat dilihat pada tabel 1:.. Node pada hidden layer

Each time you redistribute the Program (or any work based on the Program), the recipient automatically receives a license from the original licensor to copy, distribute or modify

26.1 Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus perseratus), penyedia mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK untuk penyerahan pekerjaan. 26.2 Dalam