• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kolesterol dan Hiperkolesterolemia

2.1.1. Kolesterol

2.1.1.1. Definisi dan Fungsi Kolesterol

Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol mempunyai fungsi ganda yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain membahayakan, bergantung seberapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di bagian mana (Almatsier, 2010).

Kolesterol merupakan komponen esensial membran struktural semua sel dan merupakan komponen utama sel otak dan saraf. Kolesterol terdapat dalam konsentrasi tinggi dalam jaringan kelenjar dan di dalam hati dimana kolesterol disintesis dan disimpan. Kolesterol merupakan bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon-hormon adrenal korteks, estrogen, androgen, dan progesteron. Sebaliknya kolesterol dapat membahayakan tubuh. Kolesterol bila terdapat dalam jumlah terlalu banyak di dalam darah dapat membentuk endapan pada dinding pembuluh darah sehingga menyebabkan penyempitan yang dinamakan aterosklerosis. Bila penyempitan terjadi pada pembuluh darah jantung dapat menyebabkan penyakit jantung koroner dan bila pada pembuluh darah otak penyakit serebrovaskular (Almatsier, 2010).

Terdapat dua sumber kolesterol untuk tubuh: (1) asupan kolesterol melalui makanan, dengan produk-produk hewani, misalnya kuning telur, daging merah, dan mentega sebagai sumber utama lipid ini (lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati tidak), dan (2) pembentukan kolesterol oleh banyak organ terutama hati (Sherwood, 2001).

(2)

2.1.1.2. Metabolisme Kolesterol

Hampir seluruh kolesterol dan fosfolipid akan diabsorpsi di saluran gastrointestinal dan masuk ke dalam kilomikron yang dibentuk di dalam mukosa usus. Kilomikron sebagian besar dibentuk oleh trigliserida dengan sebagian laindibentuk oleh fosfolipid(9%), kolesterol(3%), dan apoprotein B(1%). (Guytondan Hall, 2007). Setelah kilomikron mengeluarkan trigliseridanya di jaringan adiposa, kilomikron sisanya akan menyerahkan kolesterol ke hati (Ganong, 2012).

Kilomikron dan sisanya merupakan suatu sistem transpor untuk lipid eksogen dari makanan. Juga ada sistem endogen yang terdiri dari very low-densitylipoprotein (VLDL), high-density lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein(LDL), dan intermediate-density lipoprotein (IDL), yang mengangkut trigliserida dan kolesterol ke seluruh tubuh. VLDL terbentuk di hati dan mengangkut trigliserida yang terbentuk dari asam lemak dan karbohidrat di hati ke jaringan ekstrahati. Setelah sebagian besar trigliserida dikeluarkan oleh kerja lipoprotein lipase, VLDL ini menjadi IDL. IDL menyerahkan fosfolipid dan melalui kerja enzim plasma lesitin-kolesterol asiltransferase, mengambil ester kolesterol yang terbentuk dari kolesterol di HDL. Sebagian IDL diserap oleh hati. IDL sisanya kemudian melepaskan lebih banyak trigliserida dan protein, kemungkinan di sinusoid hati, dan menjadi LDL. Selama perubahan ini sistem endogen kehilangan APO E, tetapi APO B-100 tetap ada. LDL menyediakan kolesterol bagi jaringan. Di hati dan kebanyakan jaringan ekstrahati, LDL diambil melalui endositosis dengan perantara reseptor yang mengenali komponen APO-100 dari LDL tersebut (Ganong, 2012).

2.1.1.3. Pengukuran Kadar Kolesterol

Pasien yang akan melakukan pengukuran lipid harus melakukan puasa dengan rekomendasi 12 jam pada waktu pengambilan sampel darah. Puasa dibutuhkan dikarenakan kadar trigliserida meningkat dan menurun secara dramatis pada keadaan post prandial, dan nilai kolesterol LDL dihitung melalui

(3)

perhitungan kolesterol serum total dan konsentrasi kolesterol HDL. Perhitungan ini berdasarkan sebuah rumus yang disebut Friedwald equation, paling akurat untuk konsentrasi trigliserida dibawah 400 mg/dl. Equasi Friedwald memberikan perkiraan kadar kolesterol LDL puasa yang umumnya diantara 4 mg/dl dari nilai sebenarnya ketika konsentrasi trigliserida dibawah 400 mg/dl (Carlson, 2000).

Metode-metode baru untuk secara langsung menghitung LDL telah dikembangkan. Ketika akurasi, presisi dan harga untuk perhitungan ini bisa diterima, laboratorium dapat tidak menggunakan lagi equasi Friedewald untuk perhitungan kolesterol LDL. Namun, konsentrasi trigliserida tetap perlu untuk dilakukan perhitungan ketika profil lipid ditentukan, sehingga puasa tetap diperlukan (Carlson, 2000).

2.1.1.4. Interpretasi Kadar Kolesterol Dalam Darah

Tinggi kolesterol dalam darah adalah kondisi dimana terdapat banyak kolesterol di dalam darah. Semakin tinggi level kolesterol dalam darah, semakin besar resiko terjadinya PJK dan serangan jantung (National Heart Lung and Blood Institute, 2011).

Kadar lipid serum normal untuk seseorang belum tentu normal untuk orang lain yang disertai faktor resiko koroner. National Cholesterol Education Program Adult Treatment Panel III (NCEP-ATP III) membuat batasan yang dapat digunakan secara umum tanpa melihat faktor resiko koroner seseorang (Adam, 2006).

Banyak faktor yang mempengaruhi level kolesterol. Sebagai contoh, setelah menopause, LDL pada wanita biasanya meningkat, dan kolesterol HDL biasanya menurun. Faktor lain seperti umur, jenis kelamin, diet, dan aktifitas fisik juga mempengaruhi level kolesterol. Level kolesterol HDL dan LDL yang normal akan mencegah terbentuknya plak di dinding arteri (National Heart Lung and Blood Institute, 2011).

(4)

Tabel 2.1. Klasifikasi kolesterol total , kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida (Adam, 2006).

Klasifikasi kolesterol total , kolesterol LDL, kolesterol HDL, dan trigliserida menurut NCEP-ATP III (mg/dl)

Kolesterol Total <200 Normal 200-239 Mengkhawatirkan >240 Tinggi Kolesterol LDL <100 Optimal 100-129 Sub optimal 130-159 Mengkhawatirkan 160-189 Tinggi >190 Sangat tinggi Kolesterol HDL >60 Tinggi 41-59 Mengkhawatirkan <40 Rendah Trigliserida <150 Normal 150-199 Ambang tinggi 200-499 Tinggi >500 Sangat tinggi 2.1.2. Hiperkolesterolemia

2.1.2.1. Definisi dan Faktor Resiko

Hiperkolesterolemia merupakan suatu keadaan dimana kadar kolesterol tinggi dalam darah. Keadaan ini bukanlah suatu penyakit tetapi gangguan metabolik yang bisa menyumbang dalam terjadinya berbagai penyakit

(5)

terutamapenyakit kardiovaskuler. Menurut Anwar (2004), patokan kadar kolesterol total dalam mendiagnosis hiperkolesterolemia adalah:

1. Kadar yang diinginkan dan diharapkan masih aman adalah < 200 mg/dl. 2. Kadar yang sudah mulai meningkat dan harus diwaspadai untuk mulai

dikendalikan (bordeline high) adalah 200-239 mg/dl.

3. Kadar yang tinggi dan berbahaya bagi pasien (high) adalah > 240 mg/dl. Hiperkolesterolemia merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya arterosklerosis dan meskipun tanpa kehadiran faktor lain keadaan ini sendiri sudah cukup untuk merangsang perkembangan pembentukan lesi. Komponen utamayang terkait dalam meningkatkan resiko ini adalah low-density lipoprotein (LDL)kolesterol dimana LDL berperan utama dalam mengangkut kolesterol ke jaringanperifer. Sebaliknya high-density lipoprotein (HDL) kolesterol terkait terutama dalam menurunkan resiko pembentukan lesi arterosklerosis. HDL berperan dalammobilisasi kolesterol dari berkembang dan membentuk arteroma. HDL juga berperan dalam mengangkut kolesterol ke hati untuk diekskresi melalui empedu(Kumar, et al.,2007).

Antara faktor utama yang mempengaruhi kadar kolesterol plasma selainfaktor herediter adalah peningkatan asupan diet tinggi kolesterol dan lemak jenuh seperti terkandung dalam kuning telur, lemak hewani, mentega dan lain-lain dikatakan akan meningkatkankadar kolesterol plasma. Sebaliknya asupan diet rendah kolesterol dan/atau dengan rasio diet lemak tak jenuh mampu menurunkan kadar kolesterol dalamplasma. Gaya hidup turut dapat memberi kesan terhadap kadar kolesterol.

Faktor yang menyebabkan peningkatan free fatty acid plasma diikuti oleh meningkatnya pembebasan triasilgliserol dan kolesterol ke dalam sirkulassi VLDL adalah stres emosional dan minum kopi. Olahraga yang teratur akan menurunkan kadar LDL dalam plasma, namunmeningkatkan HDL. (Botham dan Mayes, 2009).

Adapun diet dan gaya hidup adalah faktor yang terlibat dalam merangsang terjadinya peningkatan atau penurunan kadar kolesterol maka dapat disimpulkan

(6)

bahwa hiperkolesterolemia merupakan suatu faktor resiko yang bisa dimodifikasi (Kumar, et al., 2007).

Kekurangan insulin atau hormon tiroid meningkatkan konsentrasi kolesterol darah, sedangkan kelebihan hormon tiroid menurunkan konsentrasinya. Efek ini kemungkinan disebabkan terutama oleh perubahan derajat aktivitas enzim-enzim khusus yang bertanggung jawab terhadap metabolisme zat lipid. (Guyton dan Hall, 2007).

2.1.2.2. Klasifikasi

Hiperkolesterolemia ada dua, antara lain adalah : 1. Hiperkolesterolemia primer

Hiperkolesterolemia primer adalah suatu penyakit herediter yang menyebabkan seseorang mewarisi kelainan gen pembentuk reseptor lipoprotein berdensitas rendah pada permukaan membran sel tubuh. (Guyton dan Hall, 2007) Bila reseptor ini tidak ada, hati tidak dapat mengabsorpsi lipoprotein berdensitas sedang atau lipoprotein berdensitas rendah. Tanpa adanya absorpsi tersebut, mesin kolesterol di sel hati menjadi tidak terkontrol dan terus membentuk kolesterol baru. Hati tidak lagi memberi respons terhadap inhibisi umpan balik dari jumlah kolesterol plasma yang terlalu besar. Akibatnya, jumlah lipoprotein berdensitas sangat rendah yang dilepaskan oleh hati ke dalam plasma menjadi sangat meningkat. Pasien dengan hiperkolesterolemia familial yang parah memiliki konsentrasi kolesterol darah sebesar 600 sampai 1000 mg/dl, yaitu empat sampai enam kali nilai normal. Banyak pasien seperti ini yang meninggal sebelum usia 20, karena infark miokardium atau gejala sisa penyumbatan aterosklerosis di seluruh pembuluh darah tubuh. (Guyton dan Hall, 2007)

2. Hiperkolesterolemia sekunder

Hiperkolesterolemia sekunder diakibatkan oleh adanya gangguan sistemik. (Price dan Wilson, 2006)

(7)

2.2. Acute Coronary Syndrome

2.2.1. Definisi

ACS adalah suatu terminologi yang digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit yang meliputi angina pektoris tidak stabil (Unstable angina), infark miokard gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (Non-ST elevation myocardial infarction/ NSTEMI), dan infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarction/ STEMI) (Departemen Kesehatan, 2006).

2.2.2. Diagnosis

Secara klinis, untuk mendiagnosis infark miokard menurut Supriyono(2008) diperlukan 2 (dua) dari 3 (tiga) kriteria sebagai berikut :

1. Terdapat riwayat klinis: perasaan tertekan dan nyeri pada dada (angina), selama 30 menit atau lebih.

2. Perubahan gambaran EKG: segmen ST elevasi lebih dari 0,2 mV paling sedikit2 (dua) precordial leads, depresi segmen ST lebih besar dari 0,1 mV paling sedikit 2 (dua) leads, ketidaknormalan gelombang Q atau inversi gelombang T paling sedikit 2 (dua) leads.

3. Peningkatan enzim pada jantung terutama kreatinin kinase 2 (dua) kali lebih besar dari nilai normal pada pemeriksaan laboratorium dan peningkatan troponin yang diakibatkan adanya kerusakan miosit pada otot jantung.

Data dari GRACE terhadap pasien yang datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada ternyata diagnosis ST-Elevasi Miocardial Infraction (STEMI) yang terbanyak (34%), Non ST-Elevasi Miocardial Infraction (NSTEMI) (31%) dan Unstable Angina (UA) (29%) (Budaj dkk, 2011).

UA dan NSTEMI mempunyai patogenesis dan presentasi klinik yang sama, hanya berbeda dalam derajatnya. Bila ditemui pertanda biokimia nekrosis miokard (peningkatan troponin I, troponin T, atau CK-MB) maka diagnosis

(8)

adalah NSTEMI; sedangkan bila pertanda biokimia ini tidak meninggi, maka diagnosis adalah UA (Departemen Kesehatan, 2006).

Pada UA dan NSTEMI pembuluh darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency), sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk nekrose miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi O2 miokard. UA dan NSTEMI merupakan ACS yang ditandai oleh ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard. Penyebab utama adalah stenosis koroner akibat trombus non-oklusif yang terjadi pada plak aterosklerosis yang mengalami erosi, fisur, dan/atau ruptur (Departemen Kesehatan, 2006).

Ketiga jenis kejadian koroner itu sesungguhnya merupakan suatu proses berjenjang: dari fenomena yang ringan sampai yang terberat. Dan jenjang itu terutama dipengaruhi oleh kolateralisasi, tingkat oklusinya, akut tidaknya dan lamanya iskemia miokard berlangsung (Departemen Kesehatan, 2006).

2.2.3. Sirkulasi Koroner

Efisiensi jantung sebagai pompa tergantung dari nutrisi dan oksigenasi otot jantung. Sirkulasi koroner meliputi seluruh permukaan jantung, membawa oksigen dan nutrisi ke miokardium melalui cabang-cabang intramiokardial yang kecil-kecil (Carleton, 1994).

Arteria koronaria adalah cabang pertama dari sirkulasi sistemik. Muara arteria koronaria ini terdapat di dalam sinus valsava dalam aorta, tepat di atas katup aorta. Sirkulasi koroner terdiri dari: arteria koronaria kanan dan kiri. Arteria koronaria kiri mempunyai dua cabang besar, arteria desendens anterior kiri dan arteria sirkumfleksa kiri (Carleton, 1994).

Setiap pembuluh utama mencabangkan pembuluh epikardial dan intramiokardial yang khas. Arteria desendens anterior kiri membentuk

(9)

percabangan septum yang memasok dua pertiga bagian anterior septum, dan cabang-cabang diagonal yang berjalan di atas permukaan anterolateral dari ventrikel kiri, permukaan posterolateral dari ventrikel kiri diperdarahi oleh cabang-cabang marginal dari arteria sirkumfleksa.

Jalur-jalur anatomis ini menghasilkan suatu korelasi antara arteria koronaria dan penyediaan nutrisi otot jantung. Pada dasarnya arteria koronaria dekstra memberikan darah ke atrium kanan, ventrikel kanan dan dinding inferior ventrikel kiri. Arteria sirkumfleksa sinistra memberikan darah pada atrium kiri dan dinding posterolateral ventrikel kiri. Arteria desendens anterior kiri memberikan darah ke dinding depan ventrikel kiri yang massif (Carleton, 1994).

Aliran darah yang melalui sistem koroner diatur hampir seluruhnya olehvasodilatasi arteriol setempat sebagai respons terhadap kebutuhan nutrisi ototjantung. Dengan demikian, bilamana kekuatan kontraksi jantung meningkat,apapun penyebabnya, kecepatan aliran darah koroner juga akan meningkat. Sebaliknya, penurunan aktivitas jantung disertai dengan penurunan aliran koroner.

Pengaturan lokal aliran darah koroner ini hampir identik dengan yang terjadi di banyak jaringan tubuh lainnya, terutama otot rangka di seluruh tubuh.

Aliran darah di sistem koroner biasanya diatur hampir sebanding dengan kebutuhan oksigen otot jantung. Biasanya sekitar 70% oksigen di dalam darah arteri koroner dipindahkan selagi darah mengalir melalui otot jantung. Karena tidak banyak oksigen yang tersisa, maka tidak banyak lagi oksigen yang dapat ditambahkan ke otot jantung kecuali bila aliran darah koroner meningkat. Untungnya, aliran darah koroner meningkat hampir berbanding lurus dengan setiap konsumsi oksigen tambahan bagi proses metabolik di jantung. (Guyton dan Hall, 2007)

(10)

Gambar 1. Anatomi Sirkulasi Koroner

2.2.4. Patofisiologi Acute Coronary Syndrome

Pada saat pembuluh darah normal mengalami kerusakan pada lapisan endotel. Faktor yang dapat menyebabkan kerusakan lapisan endotel yaitu faktorhemodinamik seperti hipertensi, zat-zat vasokonstriktor, sitokin sel darah, asaprokok, peningkatan gula darah dan oksidasi LDL. Lapisan endotel yang rusakmenjadi terganggu dan jaringan ikat pada pembuluh darah mengalami thrombogenik sehingga terjadi primary hemostasis. Primary hemostasis merupakan tahap awal pertahanan terhadap pendarahan. Proses ini bermula hanya dalam beberapa saat setelah pembuluh rusak dan dicegah oleh adanya sirkulasiplatelet. Platelet akan menempel pada kolagen subendotel pembuluh darah danberagregasi untuk membentuk “Platelet plug” (Young dan Libby, 2007).

(11)

Kerusakan lapisan endotel pembuluh darah ini juga akan mengaktifkan cell molecule adhesion seperti sitokin, TNF-α, growth factor, dan kemokin. LimfositT dan monosit akan teraktivasi dan masuk ke permukaan endotel lalu berpindahke subendotel sebagai respon inflamasi. Monosit berproliferasi menjadi makrofagdan mengikat LDL teroksidasi sehingga makrofag membentuk sel busa. Akibatkerusakan endotel menyebabkan respon protektif dan terbentuk lesi fibrous, plakaterosklerotik yang dipicu oleh inflamasi. Respon tersebut mengaktifkan faktorVa dan VIIIa yang akan membentuk klot pada pembuluh darah. Teraktivasinya kedua faktor tersebut dapat dipicu karena tidakterbentuknya protein C oleh liver sehingga thrombin mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin sehingga terbentuk klot (Young dan Libby, 2007).

Aterosklerosis berkontribusi dalam pembentukan thrombus. Hal ini dikarenakan teraktivasinya faktor VII dan X mengakibatkan terpaparnya sirkulasi darah oleh zat-zat thrombogenik yang akan menyebakan rupturnya plak dan hilangnya respon protektif seperti antithrombin dan vasodilator pada pembuluh darah. Penyebab gangguan plak ini disebabkan faktor kimiawi yang tidak stabilpada lesi aterosklerosis dan faktor stress fisik penderita. Disebabkan adanya perkembangan klot pada pembuluh darah dan tidak terstimulusnya produksi NO dan prostasiklin pada lapisan endotel sebagai vasodilator sehingga terjadi disfungsi endotel. Dengan adanya ruptur plak dan disfungsi endotel, teraktivasinya kaskade koagulasi oleh pajanan tissue factor dan terjadi agregasiplatelet yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah sehingga terjadi thrombosis koroner (Young dan Libby, 2007).

Infark miokard akut dengan segmen ST elevasi (STEMI) umumnya terjadinya jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak. Kematian sel-sel miokard yang disebakan infark miokarddapat mengakibatkan kekurangan oksigen. Sel-sel miokard mulai mati setelahsekitar 20 menit mengalami kekurangan oksigen (Corwin, 2002). Akibat thrombus tersebut, kebutuhan ATP pembuluh darah untuk berkontraksi berkurang, hal ini disebabkan kurangnya suplai oksigen sehingga pembentukan ATP

(12)

terjadi perubahan proses pembentukan ATP menjadi anaerob glikolisis. Berkurangnya ATP menghambat proses, Na+ K+-ATPase, peningkatan Na+ danCl- intraselular, menyebakan sel menjadi bengkak dan mati (Fuster et al, 2011).Akibat kematian sel tercetus reaksi inflamasi yang menyebabkan terjadi penimbunan trombosit dan pelepasan faktor-faktor pembekuan dan membentukplak thrombus. Jika plak aterosklerosis mengalami ruptur atau ulserasi dan terjadi

ruptur lokal yang menyebabkan oklusi arteri koroner sehingga terjadilah infark(Corwin, 2002)

(13)
(14)

Gambar 3. Spektrum ACS

2.2.5. Faktor Resiko

Braunwald membagi faktor resiko dibagi menjadi menjadi dua kelompok besar yaitu faktor resiko konvensional dan faktor resiko yang baru diketahui berhubungan dengan proses aterotrombosis. Faktor resiko yang sudah kita kenal antara lain merokok, hipertensi, hiperlipidemia, diabetes melitus, aktifitas fisik, dan obesitas. Termasuk di dalamnya bukti keterlibatan tekanan mental, depresi. Sedangkan beberapa faktor yang baru antara lain CRP, homocystein dan Lipoprotein(a) (Ridker dan Libby, 2007).

Di antara faktor resiko konvensional, ada empat faktor resiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor-faktor aterogenik (Santoso dan Setiawan, 2005).

Faktor-faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh, kolesterol, dan kalori (Santoso, 2005).

ACS umumnya terjadi pada pasien dengan usia diatas 40 tahun. Walaupun begitu, usia yang lebih muda dari 40 tahun dapat juga menderita penyakit tersebut. Banyak penelitian yang telah menggunakan batasan usia 40-45 tahun untuk mendefenisikan “pasien usia muda” dengan penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler mempunyai insidensi yang rendah pada usia muda (Wiliam et al, 2007).

2.2.6 Hubungan Hiperkolesterolemia dengan Acute Coronary Syndrome

(15)

penyakit jantung koroner di samping faktor lainnya yaitu tekanan darah tinggi dan merokok (Ganong, 2012).

Karena kadar kolesterol yang tinggi dapat mengganggu kesehatan bahkan mengancam kehidupan manusia maka perlu kiranya dilakukan penanggulangan untuk menurunkan kadar kolesterol darah. Salah satu usaha yang paling baik adalah menjaga agar makanan yang kita makan sehari-hari rendah kolesterol (Anwar, 2004).

Kolesterol, lemak dan substansi lainnya dapat menyebabkan penebalan dinding pembuluh darah arteri, sehingga lubang dari pembuluh darah tersebut menyempit, proses ini disebut aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah ini akan menyebabkan aliran darah menjadi lambat bahkan dapat tersumbat sehingga aliran darah pada pembuluh darah koroner yang fungsinya memberi oksigen (O2) ke jantung menjadi berkurang. Kurangnya O2 ini akan menyebabkan fungsi ototjantung menjadi berkurang, lemah, sakit dada, serangan jantung bahkan kematian (Anwar, 2004).

Pada setiap saat, kecukupan aliran darah koroner adalah relatif terhadap kebutuhan O2. Namun, pada penyakit arteri koroner aliran darah koroner mungkin tidak dapat memenuhi peningkatan kebutuhan O2. Kecepatan aliran darah koroner tertentu mungkin adekuat pada keadaan istirahar, tetapi menjadi tidak menjadi adekuat pada peningkatan aktivitas fisik atau stress (Sherwood,2001).

Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan menunjukkan resiko terjadinya ateroslerosis akan meningkat bila kadar kolesterol darah meninggi. Telah dibuktikan pula bahwa dengan menurunkan kadar kolesterol darah seperti juga halnya menurunkan tekanan darah tinggi dan menghindarkan rokok dapat mengurangi resiko tersebut. Faktor resiko lainnya di samping kadar kolesterol darah yang tinggi, tekanan darah tinggi dan merokok adalah adanya riwayat PJK dalam keluarga pada umur < 55 tahun, penyakit gula, penyakit pembuluh darah, kegemukan dan jenis kelamin laki-laki (Anwar, 2004).

Meskipun peningkatan kadar kolesterol plasma diyakini merupakan faktor utama yang mendorong aterosklerosis, kini diakui bahwa trigliserol

Gambar

Tabel  2.1.  Klasifikasi  kolesterol  total  ,  kolesterol  LDL,  kolesterol  HDL,  dan  trigliserida (Adam, 2006)
Gambar 1. Anatomi Sirkulasi Koroner
Gambar 2. Patofisiologi Aterosklerosis

Referensi

Dokumen terkait

Pembinaan Kepala Sekolah untuk Meningkatkan Kualitas Pelaksanaan Program Supervisi di Gugus Hasanudin Kebonagung Demak, Program Pascasarjana Magister Managemen

Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih lobak lokal dan impor masih memiliki viabilitas yang tinggi setelah melewati periode simpan selama 12 minggu, dan kedua benih tersebut

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksternal berupa peluang dan ancaman serta faktor-faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan

Penelitian Erlianti dan Nuryanti berbeda dengan penelitian ini dimana penelitian ini tidak dilakukan di rumah sakit dan juga penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan

Padi gogo yang telah berumur 6 minggu setelah tanam (mst) dipotong daun dan batangnya hingga sejajar dengan permukaan tanah. Benih kedelai ditanam 2 butir per lubang. Benih

Namun, apabila hasil pemeriksaan reagen pertama adalah negatif, maka tidak perlu dilanjutkan dengan reagen kedua dan sampel dinyatakan sebagai sampel non

SUMBERDANA Pekerjaan ini dibiayai dari sumber pendanaan APBD Provinsi Riau melalui DPA – SKPD Sekretariat Dewan Pengurus KORPRI Provinsi Riau Tahun Anggaran

Figure 4.1 The Histogram of the Score of the Reading Ability of the Eleventh Grade Students of SMA N 2 Kudus in Academic Year 2011/2012 before being Taught by Using