• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA MENINGKATKAN PENERIMAAN MASA TUA BAGI PARA SUSTER FCJM LANJUT USIA DI INDONESIA MELALUI KATEKESE SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "UPAYA MENINGKATKAN PENERIMAAN MASA TUA BAGI PARA SUSTER FCJM LANJUT USIA DI INDONESIA MELALUI KATEKESE SKRIPSI"

Copied!
188
0
0

Teks penuh

(1)

DI INDONESIA

MELALUI KATEKESE

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh: Berliana Aritonang

NIM: 041124022

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Skripsi ini kupersembahkan kepada

semua anggota Kongregasi FCJM di Indonesia

(5)

v

”Belajarlah pada-Ku,

karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.”

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam

kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 5 Agustus 2008

Penulis

(7)

vii

Skripsi ini berjudul UPAYA MENINGKATKAN PENERIMAAN MASA TUA BAGI PARA SUSTER FCJM LANJUT USIA DI INDONESIA MELALUI KATEKESE. Pemilihan judul ini bertitik tolak dari keprihatinan penulis terhadap penerimaan masa tua bagi para suster FCJM lanjut usia di Indonesia. Suatu kenyataan yang tak bisa dipungkiri, semakin tahun jumlah para suster FCJM lanjut usia semakin meningkat, namun banyak di antara mereka kurang menyadari bahwa mereka sudah berada pada taraf umur tersebut. Mereka kurang menerima bahwa dirinya sudah menjadi tua, sehingga kurang siap menerima segala tantangan dan pergulatan yang ada pada umur lanjut usia. Penulis mengamati kenyataan ini terjadi karena kekurang pengetahuan para suster FCJM tentang masa lanjut usia dengan segala kekayaan, makna dan nilainya, tetapi juga melemahnya fisik sehingga mengakibatkan menderita sakit, kurangnya tenaga dan lain sebagainya. Kurangnya kesadaran untuk mempersiapkan masa tua, mengakibatkan para suster FCJM yang lanjut usia tidak berusaha mencari tahu tentang tahap lanjut usia, bahkan seakan-akan mereka mencoba menjauhkan masa lanjut usia dari hidup mereka.

Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah bagaimana usaha katekese dalam membantu para suster FCJM lanjut usia di Indonesia untuk menerima masa tuanya sebagai masa yang bermakna dan bernilai. Untuk mengkaji masalah ini, penulis mengamati dan studi pustaka. Pengamatan dapat memperkaya studi pustaka dan diperdalam dengan refleksi sehingga semakin memberikan gagasan- gagasan untuk dapat menemukan upaya dalam membantu para suster FCJM untuk menerima masa tuanya.

Hasil analisa tersebut dipaparkan bahwa katekese merupakan salah satu usaha untuk membantu para suster FCJM lanjut usia dalam menerima masa tuanya. Melalui katekese ini mereka dapat merefleksikan pengalaman hidupnya, khususnya pengalaman pergulatan untuk sampai pada suatu pemaknaan dari setiap pengalaman khususnya pengalaman penderitaan. Katekese membantu para suster FCJM semakin beriman kepada Kristus, dengan demikian dapat menerima penderitaan dan sakit dengan merasakan bahwa kasih Tuhan bekerja melalui pengalaman tersebut. Untuk

sampai pada pemaknaan tersebut katekese model shared christian praxis sebagai

(8)

viii

This paper is entitled “AN EFFORT TO INCREASE AN

ACCEPTATION OF THE OLD AGE FOR THE FCJM OLD NUNS IN INDONESIA THROUGH CATECHISM”. The choosing of this title departs from our concern of the way of our old nuns accepting their old age in Indonesia. As a matter of fact, the number of FCJM nuns increases every year and similarly the number of old nuns too. However, not all of the old nuns recognize this reality. They do not want to accept that they are growing older so that they are not ready for many challenges and problems that come together with the stage of age. Even in some particular cases some of them try to avoid this natural truth. As the best of our knowledge, this phenomenon takes place because the FCJM nuns are short of information of the meaningful old age with its richness and values. In addition to this, when they are sick and face some particular problems of the old age their situation is getting worse. Therefore we think that it is necessary to help the old nuns to prepare their old age by giving them deeper information concerning to details of the old age. As a result they can accept their old age calmly and live it in a deep faith. Then their old age will become a blessed time and grateful one.

The main concern of this paper is the functio n of catechism in helping the Indonesian FCJM old nuns to accept their old age as a valuable and meaningful time. As a method of this work we use a library research and a daily observation. Through the library research and reflections we enrich our daily experiences so as to offer some ideas to help the old nuns in accepting their condition.

(9)

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : BERLIANA ARITONANG

Nomor Mahasiswa : 041124022

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

UPAYA MENINGKATKAN PENERIMAAN MASA TUA BAGI PARA SUSTER FCJM LANJUT USIA DI INDONESIA MELALUI KATEKESE

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 23 September 2008

Yang menyatakan

(10)

ix

Puji syukur kepada Allah Bapa karena kasih-Nya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul UPAYA MENINGKATKAN

PENERIMAAN MASA TUA BAGI PARA SUSTER FCJM LANJUT USIA DI

INDONESIA MELALUI KATEKESE.

Skripsi ini diilhami oleh keprihatinan penulis terhadap kurangnya

pemahaman terhadap nilai dan makna yang terkandung dalam tahap umur lanjut usia.

Kekurang pemahaman ini sangat berpengaruh kepada kurangnya tingkat penerimaan

masa tua bagi para suster FCJM lanjut usia di Indonesia. Masa lanjut usia sering

dilihat dari sisi negatif, yang membawa mereka ke arah yang traumatis atau

penolakan masa lanjut usia itu sendiri. Oleh karena itu penyusunan skripsi ini

dimaksudkan untuk meningkatkan penerimaan masa tua bagi para suster FCJM, agar

mereka dapat memaknai dan menerima masa tua, sebagai suatu anugerah dan rahmat

yang khusus dari Tuhan. Dengan demikian dalam setiap peristiwa hidup, baik

pengalaman kelemahan maupun kesakitan, mereka tetap mengandalkan kekuatan

Tuhan yang selalu berkarya dalam kehidupan khususnya melalui pengalama n

penderitaan dan kesakitan. Selain itu, skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis dengan setulus

(11)

x

perhatian, meluangkan waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran,

memberi masukan- masukan, dan kritikan-kritikan sehingga penulis dapat

termotivasi dalam me renungkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir

penulisan skripsi ini.

2. Bapak Y. Kristianto, SFK, selaku dosen wali dan dosen penguji II yang terus

menerus mendampingi penulis selama perkuliahan sampai selesainya penulisan

skripsi ini.

3. Ibu Dra. J. Sri Murtini, M.Si., selaku dosen penguji III yang selalu mengingatkan

penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini.

4. Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK-JIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing serta

mendukung penulis selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

5. Segenap Staf Sekretariat dan Perpustakaan Prodi IPPAK, dan seluruh karyawan

bagian lain yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi

ini.

6. Sr. Avelina Simbolon, FCJM beserta Dewannya, yang telah memberi perhatian

kepada penulis berupa materi dan spiritual, memberi waktu dan kesempatan bagi

penulis untuk belajar hingga menyelesaikan penulisan skripsi ini.

7. P. Salvador Perusquia, SX, yang telah bersedia membaca dengan teliti mulai dari

awal penulisan skripsi ini, memberikan saran dan komentar yang sangat berguna

dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini serta memberikan dukungan dan

(12)

xi

dalam menempa pribadi dan memurnikan motivasi penulis menjadi pewarta

kabar gembira di zama n yang penuh tantangan ini.

9. Para suster anggota komunitas FCJM Yogyakarta yang telah mendukung,

memotivasi dan mendorong penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

10.Bapak, ibu, dan saudara-saudariku yang memberikan perhatian dan dukungan

berupa doa-doa selama penulis menempuh studi di Yogyakarta sampai

berakhirnya penulisan skripsi ini.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah dengan tulus

membantu penulis hingga berakhirnya penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, sehingga

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan kritik dari para pembaca demi perbaikan skripsi ini. Akhir

kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan ma nfaat bagi semua

pihak yang berkepentingan.

Yogyakarta, 5 Agustus 2008

Penulis

(13)

xii

Halaman

JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

PENGESAHAN ... iii

PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRAC T... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN... xvi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Pokok-Pokok Lanjut Usia Pada Umumnya... 13

(14)

xiii

3. Pengalaman ... 37

4. Kebergantungan satu sama lain... 38

5. Visi hidup yang lebih lengkap... 39

BAB III. TANTANGAN, PERGULATAN DAN PELUANG MASA LANJUT USIA ... 57

2. Berlatih melepaskan diri dan bijaksana ... 73

3. Menghadapi problem kesepian... 75

(15)

xiv

7. Mene mukan kebahagiaan... 81

8. Bersyukur dan bersukacita ... 83

9. Mencapai keutuhan ... 85

10. Menyiapkan kematian, menantikan kebangkitan... 86

D. Gambaran Umum Pergulatan Roha ni Kaum Lanjut Usia ... 88

E. Pergulatan Rohani Para Suster FCJM Lanjut Usia di Indonesia... 94

BAB IV. SUMBANGAN KATEKESE DALAM USAHA MENINGKATKAN PENERIMAAN MASA TUA BAGI PARA SUSTER FCJM LANJUT USIA ... 100

A. Gambaran Umum Katekese ... 101

1. Pengertian katekese umat... 102

2. Tujuan katekese ... 105

3. Isi katekese ... 107

4. Tugas-tugas katekese... 108

a. Katekese memberitakan Sabda Allah dan mewartakan Kristus ... 108

B. Peranan Katekese Dalam Upaya Membantu Para Suster FCJM Lanjut Usia Menerima Masa Tua ... 112

C. Pemilihan Model Katekese: ”Shared Christian Praxis” (SCP) ... 114

1. Pengertian “Shared Christian Praxis:... 114

a. Shared... 115

b. Christian... 116

c. Praxis... 116

(16)

xv

faktual... 117

c. Langkah kedua: refleksi kritis dan sharing pengalaman hidup faktual... 118

d. Langkah ketiga: mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani lebih terjangkau... 119

e. Langkah keempat: Interpretasi/tafsir dialektis antara tradisi dan visi kristiani dengan tradisi dan visi peserta... 120

f. Langkah kelima : Keterlibatan baru demi makin terwujudnya Kerajaan Allah di dunia ini ... 120

D. Usulan Program Katekese ... 121

1. Pengertian Program... 121

2. Tujuan usulan Program ... 121

3. Pemikiran dasar untuk program katekese... 123

4. Program katekese jangka pendek ... 126

E. Contoh Katekese Model ”Shared Christian Praxis” (SCP)... 131

1. Katekese model “Shared Christian Praxis” I ... 131

2. Katekese model “Shared Christian Praxis” II ... 145

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 161

A. Kesimpulan... 161

B. Saran ... 163

DAFTAR PUSTAKA ... 167

LAMPIRAN:

Lampiran 1: Cerita ”Allah Sungguh Mendengarkan Semua Doa”

(17)

xvi A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan

kepada Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama

Republik Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/1985, hal.

8.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus UU

kepada para Uskup, Klerus, dan segenap umat beriman tentang

katekese masa kini, 16 Oktober 1979.

C. Singkatan Lain

FCJM : Fransiscanae Filiae Sanctissimae Cordis Jesus et Mariae.

(Suster-Suster Fransiskan Puteri-Puteri Hati Kudus Yesus dan Maria).

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik.

JIP : Jurusan Ilmu Pendidikan.

LBI : Lembaga Biblika Indonesia.

Lih : Lihat.

No : Nomor.

PKKI : Pertemuan Kateketik antar Keuskupan se-Indonesia.

PS : Puji Syukur .

SCP : Shared Christian Praxis.

(18)

xvii

TV : Televisi.

(19)

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa lanjut usia merupakan suatu tahap yang pasti akan dijalani oleh semua

orang bila sudah mencapai umur tertentu. Masa lanjut usia ini tidak dapat dielakkan

oleh siapapun kalau dia tidak dipanggil Tuhan pada masa mudanya. Namun sadar

ataupun tidak, masa lanjut usia seringkali dihindari, disingkirkan, dan dielakkan oleh

banyak orang, mengingat masalah yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, di antara

mereka ada yang memaksakan diri supaya tampak sehat dan normal seperti

sediakala, mengerjakan pekerjaan yang dulu biasa dilakukan, tetapi tidak jarang

pekerjaan ini justru mengganggu ritme pekerjaan yang lain, karena harus

memberikan perhatian khusus (Sudiarja A., 2005: 2).

Masalah- masalah yang dihadapi pada masa lanjut usia pada umumnya

berhubungan dengan fisik.Orang yang mencapai lanjut usia mulai merasa lemahdan

akhirnya terpaksa pensiun ataupun tidak mempunyai pekerjaan lagi. Dalam situasi

ini, orang cenderung mengalami kesepian yang luar biasa karena tidak mempunyai

kesibukan lagi seperti sediakala dan juga merasa ditinggalkan orang-orang yang

dulunya dekat dalam satu unit kerja. Maka dalam tahap ini, orang pada umumnya

mengalami krisis, khususnya yang biasanya aktif dan menjabat beberapa tugas

rangkap selama masa medior.

Sudiarja, A. (2005: 2) menggambarkan hal yang sama tentang pengalaman

(20)

bahwa di antara biarawan/ti yang sudah terbiasa sibuk dengan berbagai macam

pekerjaan pada masa mudanya, kehilangan pekerjaan di masa lanjut usia dapat

mengakibatkan kehilangan eksistensinya. Kehilangan pekerjaan bagi orang yang

lanjut usia dapat juga berakibat kehilangan keberadaan hidupnya di komunitas di

mana mereka tinggal. Mereka mengalami kekosongan dalam hidup dan bahkan bagi

mereka, hidup tidak berarti lagi. Dalam mengalami kenyataan ini sering dijumpai

orang-orang yang sudah lanjut usia menjadi rewel dan sulit dalam hidup bersama.

Salah satu penyebab bahwa mereka itu menjadi semakin sulit dalam hidup bersama

karena mengalami krisis usia lanjut, yang dengan sendirinya mengakibatkan kurang

menerima diri bahwa mereka sudah menjadi tua.

Paul Suparno (2004: 36) mengemukakan beberapa problem sekitar masa

pensiun Pertama, “over sindrom”, sindrom kekuasaan. Ini dialami mereka yang

biasanya bekerja hebat dan memegang banyak tugas dan jabatan, namun tiba-tiba

harus melepaskan semuanya. Kalau tidak siap menerimanya, akhirnya mereka

mengalami stres, bingung, dan tidak tahu apa yang harus dikerjakan. Kedua, merasa

tidak berarti lagi. Orang yang sudah pensiun merasa seperti tidak digunakan lagi dan

tidak mempunyai penghasilan bagi komunitasnya. Mereka merasa kehilangan

kekuasaannya karena pada umumnya orang-orang menurut i kehendak mereka,

namun setelah pensiun, mereka tidak berkuasa lagi. Akhirnya, mereka menjadi

bingung karena semuanya berubah; hal seperti ini terjadi bagi orang-orang yang

mempunyai kekuasaan dan mempunyai bawahan yang dapat dimintai tolong untuk

mengerjakan tugas-tugas yang diprioritaskan. Namun setelah menjadi tua, mereka

(21)

dibuang atau ditolak. Ketiga, merasa kesepian. Pada waktu masih aktif, mereka

berjumpa dan dijumpai banyak orang, tetapi setelah pensiun perjumpaan denga n

orang sangat terbatas. Keempat, menjadi cepat drop. Beberapa di antara orang tua

menjadi drop dan sakit-sakitan, apalagi mereka yang tidak diberi tugas baru.

Melihat realitas di atas, menurut pendapat penulis, masalah lanjut usia perlu

dipikirkan oleh semua orang yang tidak hanya terbatas oleh biarawan/ti tetapi juga

oleh keluarga-keluarga, agar para orang tua dapat menerima masa tua dengan penuh

syukur. Penerimaan ini tentunya tidak cukup diperhatikan pada saat menjelang

pensiun, tetapi dibutuhkan suatu persiapan yang sebaiknya sudah dimulai sejak masa

muda. Maka, orang yang masih muda, perlu mempertanyakan diri, apakah senja yang

akan datang dapat saya terima dengan hati dan suasana yang dewasa? Dengan

kesadaran ini, setiap orang mungkin terdorong untuk mempersiapkan diri di masa

tua, misalnya dengan menekuni beberapa hobi, sehingga setelah menjalani masa tua

dapat melanjutkan hobinya sebagai kegiatan yang dapat mengisi hidup.

Beberapa tahun terakhir ini, masalah- masalah lanjut usia sering menjadi

fokus yang dibahas karena dirasa penting dan mendesak oleh beberapa pihak.

Mendesaknya pemikiran terhadap lanjut usia ini mengingat jumlah populasi lanjut

usia di Indonesia yang semakin hari semakin meningkat, selaras dengan

meningkatnya taraf hidup dan pelayana n kesehatan. Kondisi ini membuat jumlah

orang lanjut usia semakin tinggi. Di Indonesia, angka harapan hidup meningkat dari

65 tahun (1997) menjadi 73 tahun (2025). Kondisi ini akan menempatkan Indonesia

pada urutan ke 3 yang memiliki populasi lanjut usia terbanyak di dunia pada tahun

(22)

Sebenarnya meningkatnya jumlah lanjut usia ini bukan hanya di Indonesia,

tetapi juga terjadi di seluruh dunia pada umumnya. Hal ini dapat dibuktikan di

Amerika yang dewasa ini menjadi gawat dibanding masa- masa sebelumnya. Ini

terjadi karena angka kelahiran yang semakin menurun, maka persentasi orang lanjut

usia semakin bertambah. Pada tahun 1850 penduduk Amerika yang berumur 65

tahun ke atas hanya 2,5%, sekarang mencapai 10% atau 20 juta orang. Menurut

proyeksi statistik, satu dari tiga orang yang kini berumur 50 tahun atau lebih, masih

akan hidup di tahun ini. Maka diperkirakan pada waktu ini sekurang-kurangnya 30

juta orang Amerika akan berumur 65 tahun (Deeken, 1986: 9-10).

Dengan jumlah populasi lanjut usia ini, Simone de Beauvoir melukiskan

sikap peradaban orang Barat terhadap orang lanjut usia sebagai sebuah gambaran

yang suram. Ia menyatakan bahwa orang lanjut usia sering diperlakukan secara tidak

manusiawi. Generasi muda sering mengejek, memeras, dan merendahkannya.

Orang-orang yang hidup makmur di Barat cenderung memperlakukan Orang-orang tua sebagai

barang dagangan, dikirim ke Yayasan-yayasan yang mengurusi rumah-rumah orang

jompo atau rumah-rumah rawat bagi mereka yang mampu me mbayar. Sedangkan

mereka yang miskin mengalami penderitaan karena pelayanan yang kurang memadai

(Deeken, 1986: 11).

Nowmen dan Gaffney (1986: 21-14) menguraikan penelitian dan analisis

yang dilakukan Simone de Beauvoir mengenai bertambahnya usia. Dia

menyimpulkan, “…sebagian besar dari umat manusia memandang datangnya hari tua

dengan sedih dan sikap menolak. Hari tua lebih mencemaskan mereka daripada

(23)

bahwa manusia itu seperti barang yang pecah-dibuang”. Hal seperti ini dialami oleh

banyak orang berusia lanjut pada zaman ini. Seringkali dalam masyarakat, orang tua

tidak mempunyai lagi tempat. Mereka diasingkan, dipisahkan, dan disingkirkan

seperti penderita kusta yang menularkan penyakit. Mereka tidak lagi dianggap

sebagai warga masyarakat yang penuh, sehingga bagi banyak orang merasa menjadi

tua itu jauh lebih menakutkan dari pada kematian.

Masalah- masalah semacam ini bukan hanya terjadi dalam dunia yang luas

pada umumnya tetapi juga dalam dunia biarawan/ti. Seperti yang diutarakan Paul

Suparno (2006: 34), bahwa biarawan/ti juga mengalami konflik terhadap para

anggota yang lanjut usia. Dia menerangkan beberapa gejala yang dapat kita amati

bila seseorang mengalami krisis ketuaan. Menurut Paul Suparno (2006: 34) ada

empat gejala krisis ketuaan yang dialami oleh orang yang sudah lanjut usia. Keempat

gejala itu adalah pertama, orang mudah frustrasi. Orang mudah tidak puas dengan

pelayanan-pelayanan yang dilakukan dan yang diterima, merasa kesepian, mudah

jengkel dengan dirinya sendiri, dan kadang merasa tidak kerasan dengan hidupnya.

Kedua, orang sulit menerima keadaan dirinya. Ia merasa sudah tua, tidak lincah

seperti waktu masih medior dan kadang merasa tidak dimanfaatkan oleh Kongregasi

lagi. Ketiga, orang sudah sakit-sakitan. Sedikit-sedikit merasa tidak sehat, lemah,

tidak mampu dan beberapa menjadi mudah mengeluh tentang fisiknya. Keempat,

mengalami konflik dalam dirinya. Kadang maunya ingin aktif pergi ke sana-ke mari,

tetapi ternyata fisik tidak mampu karena mudah lelah. Kadang mau berdoa

(24)

berjalan mengunjungi banyak tempat, tetapi setelah pergi sebentar lagi sudah capek

dan tidak kuat lagi, ingin pulang saja.

Berkaitan dengan masalah di atas penulis melihat bahwa masalah ini mirip

dengan masalah yang terjadi dalam Kongregasi FCJM. Dari jumlah anggota

Kongregasi yang mencapai dua ratusan lebih, penulis melihat sudah ada 28 orang

suster (11,47%) yang telah mencapai lanjut usia dan dalam tahun-tahun berikutnya

banyak yang akan menjelang lanjut usia (Statistik FCJM, 2007:6). Dengan kata lain,

beberapa tahun ke depan para suster yang lanjut usia akan bertambah dan peristiwa

ini akan menjadi masala h yang perlu ditangani secara serius dan menurut pendapat

penulis, masalah ini menjadi suatu keprihatinan dalam Kongregasi FCJM .

Dalam menanggapi masalah tersebut, para suster FCJM Se-Indonesia telah

membuat suatu tahap awal dengan mendirikan rumah khusus bagi para suster yang

sudah lanjut usia. Sudiarja A., (2005: 2) mengatakan hal yang sama bahwa dalam

menanggapi persoalan masa tua, Tarekat religius banyak yang sudah memikirkan

membangun rumah masa senja bagi anggotanya yang sudah tidak dapat bekerja lagi

karena usia tua. Namun, ada satu keprihatinan, sebagian besar para suster FCJM

lanjut usia belum bersedia untuk tinggal di rumah tersebut. Mereka lebih senang

tinggal di komunitas-komunitas di mana para suster FCJM berkarya. Di sini penulis

melihat adanya kesalahan paradigma dari para suster yang sudah lanjut usia. Mereka

beranggapan bahwa rumah lansia merupakan rumah persiapan untuk menghadapi

kematian.

Masing- masing anggota di komunitas bersedia memberikan pelayanan bagi

(25)

kekurangpuasan dari segi pelayanan, khususnya dari pihak mereka yang sudah lanjut

usia. Sementara tidak semua anggota komunitas mengetahui dan memahami masalah

dan kebutuhan mereka yang sudah lanjut usia. Untuk itu diharapkan setiap suster

dapat mengerti dan memahami masalah- masalah masa tua serta mengetahui

kebutuhan mereka. Dengan demikian, setiap anggota komunitas dapat memberikan

perhatian dan pelayanan bagi suster lanjut usia sesuai dengan situasi dan kebutuhan

mereka.

Penulis melihat bahwa kebutuhan yang mendesak bagi para suster FCJM

yang sudah lanjut usia, bukanlah pertama-tama rumah megah yang layak untuk

mereka, melainkan bagaimana mempersiapkan mereka untuk menerima masa tuanya.

Kebutuhan ini belum serius dipikirkan dan menurut pengamatan penulis, para suster

yang sudah memasuki masa lanjut usia sungguh membutuhkan pendampingan

khusus supaya mereka benar-benar merasakan bahwa masa tua bukanlah masa

penderitaan, melainkan masa berahmat yang patut disyukuri. Dengan demikian, para

suster lanjut usia senantiasa mengalami kegembiraan yang memancar melalui sikap

dan perbuatannya.

Melihat kemauan yang kuat dari para suster lanjut usia untuk tetap tinggal di

komunitas-komunitas karya, dalam tahun-tahun terakhir ini para suster yang sudah

pensiun diberi kebebasan memilih komunitas yang kiranya cocok untuk mereka

sendiri. Di sana, mereka hidup bersama para suster dan mengerjakan tugas-tugas

yang biasa dikerjakan tanpa diwajibkan. Pada umumnya dengan senang hati mereka

bekerja melaya ni sesuai dengan kemampuan, dan pelayanan itu membawa

(26)

mengapa para suster FCJM lanjut usia masih belum mendapatkan pelayanan khusus,

karena mereka ma sih tinggal di beberapa komunitas.

Bila dalam tahun-tahun ini para suster yang lanjut usia masih berada di

komunitas-komunitas, beberapa tahun ke depan fisik mereka akan semakin lemah

sehingga mereka membutuhkan pelayanan di tempat yang khusus. Dengan pemikiran

ini, penulis melihat bahwa pendampingan lanjut usia merupakan salah satu

kebutuhan yang sangat mendesak dan perlu ditanggapi secara serius. Oleh karena itu

Kongregasi FCJM mendorong penulis memikirkan salah satu tema yang berkaitan

dengan lanjut usia sebagai salah satu sarana yang diharapkan untuk dapat memenuhi

sebagian dari kebutuhan Kongregasi tersebut. Tulisan ini diharapkan dapat

membantu Kongregasi FCJM untuk mengatasi masalah yang dihadapi pada saat ini,

di mana para suster lanjut usia sebagia n besar kurang menerima masa tuanya. Sulit

melepaskan tugas perutusan karena mereka merasa masih kuat untuk meneruskan

dan memegang tugas tersebut. Bila terpaksa meninggalkan tugas, mereka merasa

kurang berharga, kurang diterima, kurang mendapat perhatian dan muncul segala

macam perasaan-perasaan yang menganggap diri kurang diterima oleh sesama.

Akibatnya tanpa disadari, mereka menjadi orang sulit dan rewel di

komunitas-komunitas.

Dengan latar belakang tersebut di atas, penulis termotivasi untuk memberikan

sumbangan dalam menanggapi permasalahan yang dialami Kongregasi FCJM,

khususnya bagi para suster FCJM lanjut usia, agar mereka dapat menerima dan

mens yukuri masa tua sebagai masa yang berahmat. Maka penulis memilih judul,

(27)

Usia Di Indonesia Melalui Katekese”. Karya tulis ini diharapkan berguna bagi

Kongregasi FCJM, khususnya bagi mereka yang lanjut usia, agar dapat menerima

masa tuanya. Bagi anggota Kongregasi yang lain, dapat mengerti dan memahami

masalah masa tua serta dapat mempersiapkan diri menerima masa tua di kemudia n

hari.

B. RUMUSAN MASALAH

Dengan melihat latar belakang di atas sehubungan dengan penerimaan masa

lanjut usia dalam Kongregasi FCJM di Indonesia, permasalahan yang akan dibahas

dirumuskan sebagai berikut.

1. Bagaimana keberadaan para suster FCJM lanjut usia di Indonesia?

2. Tantangan, pergulatan dan peluang apa sajakah yang dialami para suster FCJM

dalam masa tuanya dan bagaimana cara menghadapinya?

3. Bagaimana katekese dapat menyumbangkan upaya meningkatkan penerimaan

masa tua bagi para suster FCJM lanjut usia?

C. TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini sebagai

berikut.

1. Mendeskripsikan pemahaman tentang keberadaan masa tua, agar para suster

FCJM memahami dan menerima keberadaannya sebagai lanjut usia.

2. Mendeskripsikan tantangan, pergulatan dan peluang yang dialami para suster

(28)

alami dan siap menerima masa tuanya sebagai anugerah serta semakin

mengalami cinta Allah yang membimbing hidupnya dari waktu ke waktu.

3. Memberikan sumbangan kepada Kongregasi FCJM dalam upaya pendampingan

bagi para suster FCJM yang sudah lanjut usia.

D. MANFAAT PENULISAN

Menambah wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan pembaca tentang

keberadaan lanjut usia dengan segala pergulatannya, sehingga dapat memahami dan

membantu mereka yang sudah lanjut usia dalam menerima masa tua sebagai

anugerah. Memberi masukan kepada anggota Tarekat FCJM di Indonesia supaya

semakin mengetahui dan memahami keberadaan para suster FCJM lanjut usia,

sehingga dapat memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan kebutuhan para

suster lanjut usia.

E. METODE PENULISAN.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan menggunakan metode deskriptif

yakni data-data yang diperoleh dari studi pustaka untuk memperoleh gambaran

tentang keberadaan masa tua dengan segala tantangan dan pergulatannya. Dengan

demikian dapat merefleksikan salah satu upaya meningkatkan penerimaan masa tua

bagi para suster FCJM yang sudah dan yang masih menjelang masa lanjut usia.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam sistematika penulisan skripsi ini, penulis akan menyampaikan

(29)

Bab I, penulis mengawalinya dengan pendahuluan yang membahas latar

belakang penulisan judul skripsi. Latar belakang penulisan judul skripsi berdasarkan

permasalahan-permasalahan yang penulis temukan dalam kehidupan religius pada

umumnya dan secara khusus dalam Kongregasi FCJM di Indonesia.

Permasalahan-permasalahan ini ditemukan melalui pengalaman serta pengamatan penulis dalam

hidup bersama di beberapa komunitas, sharing antar teman Medior, maupun dengan

beberapa suster Senior serta informasi dari Dewan Pimpinan Propinsi Indonesia,

yang mengungkapkan keprihatinan terhadap penerimaan masa tua bagi para suster

FCJM yang lanjut usia.

Permasalahan-permasalahan ini menimbulkan keprihatinan Kongregasi dan

penulis. Dengan demikian penulisan skripsi ini dapat memberi sumbangan pemikiran

bagi Kongregasi FCJM, sehingga dapat membantu meningkatkan pene rimaan masa

tua bagi para anggota yang sudah lanjut usia. Selain itu dalam Bab I ini penulis

menguraikan rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan berdasarkan

latar belakang. Di bagian akhir pendahuluan, penulis menguraikan secara singkat

sistematika serta isi keseluruhan skripsi.

Pada bab II, penulis menguraikan tentang masa lanjut usia secara umum.

Penulisan bab ini terdiri dari enam bagian yang dimulai dari pokok-pokok lanjut usia

pada umumnya, lanjut usia menurut Kitab Suci, makna dan nilai lanjut usia, tempat

bagi kaum lanjut usia, peranan kaum lanjut usia dan lanjut usia dalam Kongregasi

FCJM. Tujua n penulisan ini, agar para suster FCJM lanjut usia di Indonesia

memahami keberadaan dirinya, mengetahui kekayaan yang ada di dalamnya,

(30)

Pada bab III, penulis menulis tentang tantangan, pergulatan dan peluang masa

lanjut usia. Bab ini dibagi menjadi lima bagian yaitu tantangan masa lanjut usia,

pergulatan masa lanjut usia, peluang masa lanjut usia kemudian dilanjutkan dengan

gambaran umum pergulatan rohani kaum lanjut usia dan diakhiri dengan pergulatan

rohani para suster FCJM lanjut usia di Indonesia. Penulisan bab ini berguna untuk

mendeskripsikan tantangan, pergulatan, dan peluang yang dialami para suster FCJM

lanjut usia, agar mereka sadar akan pergulatan dan tantangan yang mereka alami dan

siap menerima masa tuanya sebagai anugerah serta semakin mengalami cinta Allah

yang membimbing hidupnya dari waktu ke waktu.

Pada bab IV, penulis menulis tentang sumbangan katekese dalam usaha

meningkatkan penerimaan masa tua bagi para suster FCJM lanjut usia. Bab ini

dimulai dengan gambaran umum katekese, peranan katekese dalam upaya membantu

para suster FCJM lanjut usia menerima masa tua, pemilihan model katekese: Shared

Christian Praxis (SCP). Agar ketekese ini sungguh terarah dan bermanfaat bagi

Kongregasi, pada bagian keempat penulis mengusulkan program pelaksanaan

katekese yang dapat diterapkan untuk membantu anggota Kongregasi yang sudah

lanjut usia dalam menerima masa tuanya.

Pada bab V, penulis menuliskan kesimpulan dan usulan berdasarkan uraian

dari seluruh bab dalam skripsi ini. Kesimpulan dan usulan berguna sebagai bahan

pemikiran bagi Kongregasi FCJM untuk membantu para suster FCJM lanjut usia

(31)

BAB II

MASA LANJUT USIA

a. Pokok-Pokok Lanjut Usia Pada Umumnya

1. Pengertian Lanjut Usia

Masa lanjut usia sering diartikan masa lemah, masa kemunduran baik fisik

maupun sosial, justru itu dalam masa ini banyak orang yang tidak mempunyai

semangat hidup. Orang membayangkan masa lanjut usia sebagai masa yang tak

berguna, menderita berbagai penyakit, mengalami penurunan fungsi otak, menjadi

beban bagi yang muda, tidak mendapatkan keluarga, masyarakat dan sebagainya,

sehingga menyebabkan ketakutan bagi setiap orang yang akan mengalaminya. Tidak

jarang orang seperti ini memandang usia tua sebagai perjalanan yang traumatis dan

yang bereaksi terhadap usia tua mereka, dengan sikap-sikap yang berkisar antara

kepasrahan yang pasif dan pemberontakan, penolakan dan keputusasaan (Dewan

Kepausan untuk Kaum Awam, 2002: 17). Orang-orang seperti ini biasanya

terkungkung dengan diri sendiri dan merasa tersingkir karena ulah mereka sendiri,

sehinggaproses kemerosotan jasmani dan mental mereka menurun cepat.

Ada beberapa istilah lanjut usia atau masa tua yang dipakai oleh para ahli.

Menurut Miramis (1993: 3), ada beberapa istilah yang dipakai untuk golongan lanjut

usia, tetapi belum ada pembakuan arti. Ada yang menyebutnya “manula” (manusia

lanjut usia), ada yang mengatakan “lansia” (lanjut usia) atau “usila” (usia lanjut) dan

ada pula yang menamakannya “glamur” (golongan lanjut umur). Dengan

(32)

lanjut usia belum memadai. Sampai saat ini para penulis atau para ahli belum ada

yang menyebutkan kaum lanjut usia dengan menggunakan istilah “manusia tua” atau

“masa tua”. Tua rasanya diartikan sebagai sesuatu yang lebih negatif, bila dipandang

dari sisi manusia.

Dari beberapa istilah tersebut di atas, maka dalam tulisan ini penulis akan

menggunakan istilah lanjut usia. Karena menurut hemat penulis, mereka yang sudah

berada pada tahap umur tua, lebih senang dengan istilah lanjut usia.

Bock (2007: 2) menulis beberapa arti tentang kata tua yaitu pertama, tua

berarti sudah lama hidup, kedua, tua berarti sudah masak untuk dipetik

(buah-buahan). Ketiga, tua juga dapat berarti tinggi mutunya, misalnya emas. Keempat,

dalam arti lebih luas tua berarti berharga dan terpelihara seperti misalnya bangunan

yang tua tetap dipelihara dan dilindungi, agar tetap awet bagi generasi-generasi yang

akan datang. Kelima, tua juga dapat berarti teruji dan terpilih.

Pengertian-pengertian di atas mengandung makna positif. Bila dikaitkan

dengan mereka yang sudah lanjut usia, bisa dikatakan bahwa hidup mereka lebih

bermutu karena sudah melakukan hal- hal yang berharga, baik terhadap dirinya

sendiri maupun sesamanya. Maka pengertian tua bila dilihat dari sisi manusia berarti

mereka sudah lama hidup. Mereka yang sudah lama hidup mempunyai pengalaman

hidup yang lebih, dibanding dengan mereka yang masih muda. Melalui berbagai

macam pengalaman hidup yang membahagiakan, khususnya pengalaman yang

menantang, menjadikan kaum lanjut usia menjadi bermutu karena sudah teruji dalam

melewati masa-masa sulit. Dengan demikian, mutu hidup mereka sudah lebih tinggi

(33)

Pandangan ini hampir mirip dengan budaya Indonesia dan Asia terhadap

mereka yang sudah lanjut usia. Budaya Asia masih menghormati mereka yang sudah

lebih tua dan menganggap mereka sudah mempunyai kebijaksanaan, semakin

disegani, dihormati dan didengarkan. Deeken (1986: 9) mengatakan hal yang sama

dengan adat istiadat di Jepang, ada sesuatu yang menyolok, yaitu hormat yang

mendalam terhadap orang tua. Kedudukan terhormat dari orang tua di Jepang sudah

merupakan tradisi yang lama. Ajaran ini diwariskan oleh Konfusius, yang sampai

dicetuskan oleh seorang murid sekolah neo-konfusian, bahwa hormat kepada orang

tualah yang membedakan manusia dengan burung dan binatang-binatang. Melalui

pandangan ini dapat dilihat bahwa masa lanjut usia merupakan sesuatu yang bernilai

dan berharga. Karena itu kaum lanjut usia pantas dihormati dan dihargai, khususnya

karena mereka sudah mempunyai banyak pengalaman dan kebijaksanaan.

Di samping pengertian yang positif di atas, tua juga dapat diartikan dengan

makna yang mengarah kepada sesuatu yang lebih negatif, berkaitan dengan umur dan

kerapuhannya. Orang yang sudah berumur kekuatannya semakin menurun. Sama

halnya dengan barang atau mesin- mesin yang telah lama dipakai akan semakin aus,

sehingga lama-kelamaan pasti dibuang. Makanan dan buah-buahan yang disimpan

terlalu lama mulai membusuk. Tubuh manusia yang semakin tua semakin rapuh,

berkurang ketahanan dan kesehatannya. Pemahaman ini sama halnya di dunia orang

Barat, mati dianggap berlawanan dengan hidup. Kebudayaan Barat menonjolkan

individualitas dan pengendalian. Karena menjadi tua dan mati tidak bisa

dikendalikan, maka kebanyakan orang Barat cenderung menganggap menjadi tua dan

(34)

sering dianggap sama dengan satu kaki sudah di liang kubur (Miramis, 1993: 10).

Dengan pandangan semacam ini, orang cenderung beranggapan bahwa masa tua

merupakan sesuatu yang menakutkan dan perlu dihindari.

Pada umumnya indikasi seseorang dianggap memasuki kelompok lanjut usia

di Indonesia terjadi pada usia 55 tahun, saat seseorang menjalani pensiun. Di

beberapa negara yang sudah maju, seseorang dianggap memasuki lanjut usia setelah

mencapai umur 65 tahun. Misalnya: di Amerika Serikat, lanjut usia diklasifikasikan

sebagai orang yang berumur 77 tahun, dan pra- lansia antara 69-76 tahun. Tetapi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menilai usia 60 tahun sebagai awal usia

peralihan menuju ke arah penduduk tua. Pada usia 50-60 tahun, fisik seseorang sudah

mengalami kemunduran hebat disertai penurunan mental. Kemunduran fisik

disebabkan oleh terjadinya proses me nua di seluruh sel-sel tubuh, sedangkan

kemunduran yang bersifat psikologis banyak diakibatkan dari sikap tidak senang

terhadap diri sendir i, orang lain atau pekerjaan (Emma, 2000: 1-2).

Miramis (1993: 4) menegaskan, bahwa dalam masa tahun-tahun lanjut us ia

manusia tidak bertumbuh lagi secara fisik. Maka pada umur 60 tahun, manusia

mempunyai tuntutan-tuntutan khusus untuk berkembang dan berubah secara

psikologis. Ia mempunyai banyak pengalaman dan riwayat yang panjang, tetapi

sekaligus ia tetap hidup dalam perubahan dan perkembangan dalam masa kini.

Dari penjelasan beberapa tokoh di atas, penulis melihat bahwa pengertian

lanjut usia diartikan secara berbeda-beda oleh para ahli. Dari perbedaan pendapat ini,

dapat disimpulkan betapa banyak dan rumitnya permasalahan yang ada pada lanjut

(35)

masa lanjut usia, karena ketakutan untuk menghadapi persoalan dan permasalahan

yang ada di dalamnya.

Dari uraian-uraian tersebut di atas, penulis berpendapat bahwa penerimaan

masa lanjut usia sangat tergantung pada bagaimana seseorang itu memandang dan

mengartikan lanjut usia itu sendiri. Bila pengertian mereka lebih mengarah ke hal- hal

yang positif, maka kemungkinan besar masa tua akan dilihat sebagai masa berahmat

dan perlu disyukuri. Sebaliknya bila masa lanjut usia dilihat dari segi negatif, maka

datangnya lanjut usia dirasa sebagai sesuatu yang menakutkan dan perlu

disingkirkan.

2. Proses menjadi lanjut usia

Proses menjadi tua bagi setiap orang berbeda-beda, hal ini tergantung dari

sikap dan kemauan dalam mengendalikan proses penuaan. Proses ini juga tergantung

pada faktor- faktor keturunan, gaya hidup dan lingkungan. Maka tidak heran bila kita

menemukan orang yang sudah tua tetapi tetap energik, berjiwa muda, semangat,

optimis dan tidak merasa tua, bahkan selalu berusaha mempertahankan diri untuk

tampil muda. Sebaliknya jangan heran bila kita menemukan orang yang sebelum

masa tua sudah mengalami penuaan diri. Orang-orang seperti ini pada umumnya

mengabaikan pola hidup sehat, merasa pesimis, mudah stres, tidak bersemangat dan

cenderung membiarkan dirinya digerogoti oleh berbagai penyakit (Emma, 2000: 4).

Thomae berpendapat bahwa proses menjadi tua merupakan suatu struktur

perubahan yang mengandung berbagai macam dimensi. Ia menyebutkan bahwa

(36)

penuaan yang primer, proses fisiologis atau timbulnya penyakit-penyakit, perubahan

fungsional-psikologis, perubahan kepribadian dalam arti sempit, penstrukturan

kembali dalam hal sosial psikologis yang berhubungan dengan bertambahnya usia,

perubahan yang berhubungan dengan kenyataan bahwa orang tidak hanya mengalami

keadaan menjadi tua. Birren dan Schroots membedakan tiga proses sentral yaitu

pertama, penuaan sebagai proses biologis, kedua, menjadi senior dalam masyarakat

atau penuaan sosial dan ketiga, penuaan psikologis subyektif (Haditono, 2002:

323-324).

Ada tiga macam perubahan yang terjadi dalam diri lanjut usia yaitu pertama,

tubuh yang menjadi tua, kedua, dalam kedudukan sosial dan ketiga, dalam

pengalaman batinnya. Berbagai perubahan ini terjadi selama hidup seseorang yang

meskipun tidak selalu terkait pada usia tertentu. Tempo dan bentuk akhir proses

penuaan ini berbeda-beda pada setiap orang. Begitu pula dalam berhubungan dengan

masyarakat, ikut memberikan struktur pada proses penuaan tersebut, maka ada

perbedaan antara periode sejarah yang satu dengan periode sejarah yang lain

(Haditono, 2002: 324).

Bagi setiap orang muncul suatu kesadaran ketuaan setelah memasuki umur

40-an. Ia menyadari bahwa umurnya tidak akan lama lagi, apalagi setelah

menyaksikan beberapa teman yang sebayanya meninggal. Ia tahu bahwa pada suatu

saat yang tidak terduga, dirinya juga akan mengalami nasib yang sama yaitu

kefanaan tubuh yang ia rawat selama hidupnya akan lenyap, yang kemungkinan

besar tidak pernah dipikirkan sebelumnya. Inilah yang membuat orang tidak siap

(37)

Deeken (1986: 13-14) mengatakan bahwa menghadapi masa tua merupakan

salah satu tugas yang paling sulit dan menurut kodrat manusia menolak pelepasan

mahkota hidupnya. Kadang-kadang manusia melawan kenyataan, tidak rela

menerima bahwa ia sudah tua dan akhirnya dengan sakit hati ia hanya pasrah

“menerima”. Seakan-akan ambisi akan dilepaskan, ia menjadi kesal dan kehilangan

semangat hidup. Dalam keadaan ini, kesempatan yang manis untuk pertumbuhan dan

perkembangan diri menjadi hilang, karena orang yang bersangkutan tidak mengerti

bahwa proses menjadi tua memberikan kesempatan besar untuk pematangan diri dan

mencapai tingkat perkembangan diri sebagai manusia yang utuh.

Nouwen dan Gaffney (1989: 21-24) mengatakan bahwa sebagian besar

manusia memandang hari tua merupakan suatu kesedihan dan sikap menolak.

Seorang yang lanjut usia mengungkapkan segala penderitaan yang dialami baik fisik

maupun rohani, yang membuat mereka merasa sebagai orang yang tidak berharga

dan terbuang dari masyarakat. Dari beberapa pandangan ini jelas diketahui bahwa

banyak orang yang memandang masa tua merupakan hal yang menakutkan dan

mencemaskan.

Dengan problem dan permasalahan yang terjadi pada masa lanjut usia, maka

sebaiknya masa tua ini sungguh-sungguh perlu dipersiapkan dan dibantu supaya

kaum lanj ut usia dapat menerima, mengalami dan menikmati serta menjalani masa

tuanya dengan suatu pemaknaan. Dengan demikian masa tua merupakan masa yang

membahagiakan, bukan masa yang suram dan menyedihkan.

Sukses atau gagal dalam menjalani usia lanjut sangat tergantung pada apakah

(38)

semakin surut. Seseorang yang menjalani masa pensiun, kemungkinan besar

dipengaruhi oleh keadaan jiwanya. Orang yang menganggap pensiun itu wajar dan

sejak semula menanti- nantikan hal itu, akan lebih mudah menyesuaikan diri dan

menikmati masa pensiunnya dibandingkan dengan orang yang tidak berani atau

enggan memikirkan tentang hal itu (Miramis, 1993:15).

Bock (2007: 5) menyampaikan, bahwa seseorang yang mempunyai motivasi

rendah untuk mempelajari hal-hal baru atau ketinggalan dalam penampilan dalam

sikap atau perilaku, akan memburuk lebih cepat daripada orang yang mempunyai

motivasi yang kuat dan mendalam. Dari pandangan ini boleh dikatakan bahwa

perlunya motivasi dari setiap orang dalam menghadapi masa pensiunnya agar tidak

merasakan kebosanan akibat banyaknya waktu yang luang karena tidak terikat lagi

dengan suatu pekerjaan.

Olie A. Randall mengatakan: “Masa tua hanyalah sebuah tahap kehidupan

seperti ha lnya masa kanak-kanak dan masa remaja. Sebagaimana seorang anak harus

dipersiapkan untuk menapaki masa remajanya, orang dewasa juga harus

mempersiapkan diri guna menyongsong masa kematangan berikutnya, yang disebut

masa tua”. Orang bisa mempersiapkan diri kapan saja, karena masa tua adalah masa

menuai, maka makin cepat orang menabur benih, makin cepat akan memetik

hasilnya saat orang sudah mencapai masa lanjut usia (Maurus, 2007: 19).

Miramis (1993: 15) menyampaikan, bahwa kematangan dalam lanjut usia

berarti bersedia mengandalkan diri pada bantuan orang lain, serta mau dan tidak

malu tergantung pada orang lain bila perlu. Berpengharapan adalah ciri orang yang

(39)

seseorang dan memperbesar kemampuannya untuk menghadapi

perubahan-perubahan dengan baik. Bila seseorang tidak mempunyai harapan lagi, maka ia

sering kehilangan kemauan hidup dan lebih lekas menjadi lanjut usia.

3. Gejala-gejala lanjut usia

a. Gejala-gejala fisik

Setelah mencapai lanjut usia, ada beberapa gejala fisik yang sering dialami

dalam proses penuaan. Proses penuaan tidak merupakan akhir hidup melainkan

merupakan penyusutan kemampuan dan kecakapan. Dengan bertambahnya umur,

organ-organ tubuh manusia semakin kecil misalnya hati dan ginjal, jantung serta

paru-paru berkurang kekuatannya. Jaringan-jaringan pada tubuh menjadi berubah

dan semakin merosot serta berat otak berkurang pula. Kecepatan transmisi urat saraf,

persediaan egergi dalam keadaan istirahat, volume denyut jantung, daya kerja ginjal

dan daya pernafasan juga berkurang. Mudah masuk angin dan bila keseleo bisa

memakan waktu berminggu- minggu untuk pulih kembali. Jantung tiba-tiba

berdebar-debar bila bekerja atau berjalan secepat dulu. Maka perlu memperhatikan lama dan

cepatnya kerja serta gaya gerak supaya dikurangi (Bock, 2007: 5).

Miramis (1993: 25) menyampaikan bahwa, bila orang yang lanjut usia tidak

melakukan latihan, maka otot-otot lekas mengecil dan sendi-sendi menjadi kaku

sehingga kekuatan dan gerakan terganggu. Dalam keadaan istirahat, jantung bekerja

baik, seperti biasa, tetapi bila ada kegiatan, jantung tidak bereaksi secepat dulu dan

(40)

lanjut usia mengeluh, merasa panas atau dingin dalam ruang di mana orang yang

lebih muda merasa nyaman.

Terjadi juga pengapuran urat- urat saraf, pembulu nadi mengeras dan

dindingnya menebal. Sering timbul rasa nyeri pada pinggang, lutut dan tulang

punggung. Lemak antara setiap ruas tulang punggung semakin menyusut. Beberapa

di antara kaum lanjut usia merasakan itu terlebih pada ruas-ruas tulang punggung

bagian bawah, terpengaruh juga pada urat-urat saraf sampai pada jari- jari kaki.

Rambut semakin beruban akhirnya putih diawali pada pelipis lalu perlahan bergerak

sampai pada ubun- ubun. Kaum pria cenderung kehilangan rambut lebih cepat dan

lebih banyak, lalu menjadi semakin botak. Gejala lain ialah gigi mudah berlubang,

goyang dan tanggal. Sekali-kali menjadi sempoyongan karena kehilangan kesadaran

beberapa detik. Mudah capai bahkan bisa tidur di depan TV, namun malam hari sulit

tidur. Merasa kurang berharga, dan keadaan itu suka ditutup-tutupi, misalnya dengan

berusaha lebih keras, bahkan menjadi memaksa diri, namun hal itu akan berakibat

negatif dan dapat bermuara ke dalam sikap marah, mencela dan mempersalahkan

sesama.

Selanjutnya terjadi juga kekebalan tubuh menurun dan membawa bahaya

jatuh sakit, terlebih dalam keadaan stres. Tampak juga gejala- gejala tekanan darah

tinggi serta meningkatnya lemak dan gula dalam darah. Gejala yang sangat kentara

adalah berkurangnya daya pemulihan.

Gejala lain yang sering dikeluhkan kaum lanjut usia adalah kelopak mata

yang menjadi berat, perut semakin gendut, kulit pada tubuh mulai mengerisi, wajah

(41)

mantap, langkah kaki yang pasti dan memperlambat gerak- gerik, bahkan berat badan

menghalangi menaiki tangga dengan lancar. Menjadi tua bukanlah suatu penyakit,

melainkan suatu proses yang wajar dialami setiap insan sesuai jenjang hidup yang

telah diatur oleh Sang Pencipta (Bock, 2007: 5-7).

Fungsi panca indera berkurang dan tidak begitu tajam lagi karena saraf

menjadi lambat dalam mengantar impuls dan karena perubahan pada organ indera itu

sendiri. Penglihatan dalam keadaan sedikit gelap menjadi sukar dan diperlukan lebih

banyak cahaya untuk dapat melihat lebih jelas.

Pendengaran juga berkurang, dapat mengakibatkan percakapan yang biasa

dianggap sebagai bisikan-bisikan rahasia, sehingga dapat menimbulkan kecurigaan

yang mengganggu hubungan antar sesama. Karena kepekaan panca indera menurun

pada umumnya, maka orang lanjut usia kurang menerima informasi dari lingkungan,

ia menjadi lebih terisolasi dari dunia luar sehingga ia menjadi mudah tegang,

murung, emosional (lekas marah, cemas, sedih ataupun gembira). Hal ini

mengakibatkan orang lanjut usia merasa terkucil dan semakin kurang mau

melibatkan dirinya dalam berbagai kegiatan (Miramis, 1993: 26-27).

b. Gejala-gejala Mental

Salah satu gejala lain pada kaum lansia adalah berkurangnya perhatian pada

penampilan diri seperti rambut kurang rapi, kemeja atau blus sobek, celana atau rok

ada percikan cairan atau janggut tidak dicukur. Ada juga orang lanjut usia yang

(42)

awalnya jarang, bila diingatkan akan berjalan baik beberapa hari, tetapi kemudian

terjadi lagi dan lambat laun menjadi kebiasaan.

Gejala lain berkurangnya ketajaman indera netra, indera rungu, kecerdasan

dan daya tangkap, sedangkan daya berpikir kreatif bertambah. Daya ingat berkurang,

terlebih mengenai kejadian dan pengalaman baru, sedangkan kejadian yang sudah

lama tetap tersimpan. Sering kaum lanjut usia mau mengingat nama orang, tetapi

nama itu tidak muncul- muncul dalam ingatannya.

Kaum lanjut usia sering bicara mengenai masa lalu yang dilihatnya sebagai

masa emas. Mereka dapat bercerita berjam-jam lamanya tentang pengalaman mereka

di masa muda atau di masa karya. Pengalaman-pengalaman itu mengandung makna

mendalam dan tidak boleh diterjemahkan secara mentah tetapi perlu dijernihkan dan

dipahami. Perlu melihat pengalaman-pengalaman yang lalu dan menggali kehidupan

masa lampau dalam cahaya Ilahi.

Kebiasaan-kebiasaan perilaku dan kejiwaan ya ng dilakukan pada masa muda

muncul kembali pada masa tua. Kalau dalam masa muda menjadi orang sulit, maka

setelah menjadi tua akan menjadi sulit juga. Bila pada masa muda cenderung

menyendiri, maka setelah lanjut usia pun ia akan sering menyendiri. Maka selama

masa muda perlu membangun perilaku dan kebiasaan serta kejiwaan yang positif dan

menyenangkan agar pada masa lanjut usia menjadi orang yang menyenangkan

(Bock, 2007: 10-13).

Miramis (1993: 4) menuliskan juga bahwa lanjut usia pada umumnya hanya

menonjolkan ciri-ciri khas usia muda dan us ia pertengahan. Bila pada waktu itu

(43)

lanjut usia juga sifat-sifat seperti itu biasanya menjadi semakin parah. Oleh karena

itu perlu mengubah sifat-sifat yang tidak baik sewaktu masih muda. Dengan

demikian setelah menjadi tua sifat-sifat yang baik itu tercermin dalam sikap dan

tingkah laku kaum lanjut usia.

4. Tahap-Tahap Lanjut Usia

Dengan melihat gejala- gelaja yang dialami oleh mereka yang lanjut usia,

dapat dilihat adanya beberapa tahap lanjut usia yakni pertama, lanjut usia muda yaitu

mereka yang baru saja meraih umur 60 tahun. Sebagian dari mereka sudah pensiun

dan mereka masih tergolong cukup segar secara rohani dan jasmani. Kedua, lanjut

usia madya yang berumur 70 tahun ke atas, mereka ini mulai mengalami penurunan

stamina dan mulai menunjukkan gejala penguzuran. Ketiga, lanjut usia tua suntuk

yang berumur 80 tahun ke atas yang memerlukan bantuan, pendampingan, serta

perawatan khusus. Keempat, lanjut usia tua lontok (bengok) yang berumur 90 tahun

ke atas dan yang menderita macam- macam penyakit. Mereka telah menunjukkan

gejala pikun, banyak lupa, mudah bingung sering kehilangan orientasi dan mereka

tidak lagi mengikuti perkembangan.

Biasanya kelompok lanjut usia muda (60 tahun ke atas) masih cukup segar.

Banyak di antara mereka masih menggunakan waktu dengan baik untuk aktif

mengerjakan beberapa pekerjaan yang masih bisa dikerjakan. Mereka tetap mandiri

dan kreatif. Pada saat lanjut usia inilah mereka dapat mengerjakan

pekerjaan-pekerjaan yang selama ini tertunda karena mereka tidak terikat dengan jadual yang

(44)

Pada tahap lanjut usia madya (70 tahun ke atas) sudah mulai menunjukkan

gejala penguzuran. Dalam tahap ini mereka mulai mengalami penurunan daya ingat,

sering lupa nama orang, tempat, serta peristiwa. Hal-hal yang masih biasa mereka

lakukan akan dijalankan dengan irama yang sangat lambat seperti menulis, bicara,

senam, berjalan dan bekerja.

Pada tahap lanjut usia suntuk (80 tahun ke atas), mulai penurunan tenaga

yang memaksa mereka minta bantuan dan perawatan. Bisa dibayangkan pada

umur-umur ini beban cukup berat, ketergantungan pada kebaikan orang lain tidak selalu

mudah diterima. Mengomel, marah dan rasa tidak puas sering terlontar dari mulut

mereka. Mereka harus belajar menunggu kerelaan sesama agar kebutuhan paling

sederhana dan paling intimpun dipenuhi. Mereka ini sungguh tergantung dengan

orang-orang yang merawatnya dan pola hidupnya pun sesuai dengan yang merawat.

Pada saat ini kesepian bertambah besar dan sekali waktu orang merasa seperti

ditinggalkan. Pada masa ini setiap orang yang mengalaminya perlu mencari makna

yang terkandung dalam tahap hidup ini (Bock, 2007: 8-9).

b. Lanjut Usia Menurut Kitab Suci

Untuk memahami sepenuhnya makna dan nilai lanjut usia, kita dikuatkan

melalui ajaran yang dituliskan dalam Kitab Suci. Ada beberapa ayat dalam Kitab

Suci yang mendorong pemikiran kembali makna lanjut usia. Tulisan mengenai

lanjut usia ini dapat kita temukan dalam beberapa teks Kitab Suci.

1. Im. 19:32: “Engkau harus bangun berdiri di hadapan orang ubanan dan engkau

(45)

Penghormatan terhadap orang tua sudah ditegaskan dan dianjurkan dari dulu

pada zaman Perjanjian Lama oleh Bangsa Israel. Hal ini tertulis juga dalam hukum

Taurat yakni sepuluh perintah Allah yang selalu dipedomani dan dipelihara oleh

Gereja hingga saat ini. Kebudayaan hormat kepada orang tua amat terpelihara sampai

saat ini khususnya budaya bagian Timur. Orang tua dianggap sebagai wakil Allah

yang hidup dalam mendidik, mengajari, menasihati dan memelihara hidup bagi

anak-anak dan cucu-cucunya. Orang tua selalu memberikan ajaran dan nasehat yang baik

dan berguna untuk kehidupan anak-anak serta keturuna nnya di masa yang akan

datang.

Kerap orang meminta pesan ataupun wejangan dari orang tua pada masa

tuanya untuk dipedomani, diingat dalam masa hidupnya dan pesan itu pasti akan

diingat serta dikenang selama hidupnya. Dari pengalaman ini dapat dilihat betapa

manusia amat menghargai para orang tua yang sudah lanjut usia (Dewan Kepausan

untuk Kaum Awam, 2002: 24-26).

2. Mzm 92:15: “Mereka masih berbuah di masa tua”.

Sekalipun ciri khas lanjut usia adalah kelemahan-kelemahan serta

rintangan-rintangan jasmani, tetapi kuasa Allah dapat juga dinyatakan dalam diri orang yang

lanjut usia. Hal ini menyatakan bahwa dalam diri lanjut usia yang lemah dan kecil,

Allah menunjukkan kekuasaan-Nya: “Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih

Allah untuk memalukan orang-orang ya ng berhikmat dan apa yang lemah bagi dunia,

dipilih Allah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seseorang

(46)

Allah untuk menyelamatkan juga terpenuhi dalam tubuh-tubuh ya ng rapuh, lemah

dan layu, tidak berdaya dan tidak muda lagi. Dari rahim Sara yang mandul dan

Abraham yang sudah tua justru lahirlah bangsa terpilih. Demikian juga dalam

Perjanjian Baru yaitu Yohanes Pembaptis sebagai pendahulu Kristus, ia lahir dari

rahim Elisabet yang sudah mandul dan Zakharia yang sudah lanjut usia (Lih. Luk

1:5-25). Maka para kaum lanjut usia yang selalu merasa hidup senantiasa diliputi

kegelapan dan kelemahan sungguh dapat memandang dirinya sebagai suatu alat

dalam sejarah keselamatan: “Dia akan dipuaskan dengan umur panjang dan

Kuselamatkan” (Mzm 91:16), demikianlah Tuhan berjanji (Dewan Kepausan untuk

Kaum Awam, 2002: 26-27).

3. Pkh 12:1: Ingatlah akan Penciptamu pada masa mudamu sebelum tiba hari- hari

yang malang dan mendekat tahun-tahun yang kau katakan: “Tak ada kesenangan

bagiku di dalamnya”.

Teks Kitab Suci ini merupakan suatu peringatan terhadap lanjut usia yang

amat mengejutkan, seperti yang ditambahkan Pemazmur lagi, hidup orang berakhir

dalam sekejap dan hidup itu tidak selalu enak dan mudah. Perkataan Pengkotbah ini

memberikan gambaran yang suram tentang lanjut usia dan melukiskan kemunduran

dalam hidup yang penuh kesukaran, keresahan, dan penderitaan. Dalam mengalami

semua penderitaan tersebut, Kitab Suci mengingatkan agar orang menengadah dan

memandang Allah selama hidup, karena Allah satu-satu-Nya tujuan perjalanan

(47)

usia dialami sebagai cobaan yang berat (Dewan Kepausan untuk Kaum Awam, 2002:

27-28).

4. Mzm 90:12: “Ajarilah kami menghitung hari- hari hidup kami sedemikian hingga

kami beroleh hati yang bijaksana”.

Dewan Kepausan untuk Kaum Awam (2002: 30) menuliskan bahwa Kitab

Suci mengatakan bahwa salah satu “kharisma hidup panjang” adalah kebijaksanaan.

Akan tetapi kebijaksanaan bukan hak istimewa usia tua yang otomatis, namun

kebijaksanaan merupakan anugerah Allah, yang harus diterima oleh orang-orang

lanjut usia, maka mereka perlu mengusahakan memiliki kebijaksanaan sebagai

tujuan hidup mereka. Hanya dengan mengejar tujuan itu mereka dapat mencapai

kebijaksanaan hati yang memampukan mereka untuk “menyadari betapa singkatnya

hidup mereka, yaitu untuk menghayati waktu yang diberikan oleh Penyelenggara

Ilahi kepada masing- masing dengan penuh tanggungjawab. Hakekat kebijaksanaan

ini merupakan penemuan makna mendalam hidup manusia dan penemuan tujuan

transendenhidup manusia dalam Allah. Kebijaksanaan ini amat penting bagi kaum

lanjut usia yang dipanggil untuk hidup tanpa melupakan “satu-satunya hal yang

paling penting” (lih. Luk 10:42).

5. Mzm 71:1: “Pada-Mu ya Tuhan aku berlindung, janganlah sekali-sekali

mendapat malu”.

Mazmur yang indah ini merupakan salah satu dari banyak doa kaum lanjut

(48)

perasaan saleh yang dialami jiwa di hadirat Tuhan. Doa merupakan sarana utama

untuk memperoleh pengertian rohani tentang hidup khas bagi kaum lanjut usia.

Walaupun mereka tidak lagi bisa berbuat apa-apa karena kelemahan tubuh atau

karena sakit, melalui doa kaum lanjut usia dapat memberikan pelayanannya terhadap

tugas Gereja. Melalui doa mereka dapat terhibur dari rasa terisolasi dan

ketidakberdayaan untuk merasakan sukacita orang lain (Dewan Kepausan untuk

Kaum Awam, 2002: 30-32).

6. 2Tim 4:6-7: “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai

persembahan dan saat kematianku sudah dekat. Aku telah mengakhiri

pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir dan aku telah memelihara

iman”.

Dalam teks di atas Paulus berada di Roma dan sedang dalam penjara, namun

tetap diberi kesempatan untuk mewartakan Sabda Tuhan kepada jemaat yang pada

waktu itu ada di Roma. Paulus menyadari bahwa kematiannya sudah dekat, merasa

tua dan sudah kehabisan tenaga. Dari penjara, dengan penuh cinta dia menulis surat

kepada orang yang dikasihinya yaitu Timotius “yang dilahirkannya dalam iman” dan

kemudian menjadi muridnya yang setia. Di sini Paulus menggambarkan hidupnya

dalam kiasan “olahraga” yang sudah melewati garis akhir menuju Tuhan. Dengan

sungguh-sungguh Paulus memelihara imannya dalam berbagai pengalaman.

Pengalaman Paulus ini, hendak menggambarkan bahwa menjadi tua serupa

dengan berputarnya roda yaitu pemenuhan lingkaran kehidupan langkah demi

(49)

adalah suatu pesembahan dan siap sedia untuk memberi, dengan demikian hidupnya

menjadi lebih bermakna.

Bertambahnya usia tidak perlu disembunyikan atau disangkal, namun dapat

dimengerti, diterima dan dialami sebagai proses perkembangan. Kalau menjadi tua

dapat dialami sebagai perkembangan budi, hati dan perkembangan kehidupan itu

sendiri, maka bertambahnya usia dapat menjadi suatu gerak menuju saat kepenuhan.

7. Fil 1:9-12: “Tetapi mengingat kasihmu itu, lebih baik aku memintanya dari

padamu. Aku, Paulus, yang sudah menjadi tua, lagi pula sekarang dipenjarakan

karena Kristus Yesus”.

Dalam teks ini Paulus mengingat orang yang sungguh dikasihi yaitu Filemon

yang pada waktu itu tidak bersama dia. Kepadanya Paulus menulis kutipan ini

denga n memohon agar Filemon menerima seorang saudara yang sungguh berguna

bagi Paulus yaitu Onesimus, yang selanjutnya akan sangat berguna juga bagi

Filemon. Pada waktu itu Paulus merasa sudah tua apalagi dipenjarakan karena

Kristus. Dengan mengirim Onesimus kepada Filemon, Paulus bermaksud agar

mereka kerjasama untuk tugas pelayanan dalam Gereja. Dengan rendah hati Paulus

mempercayakan diri kepada saudara-saudaranya, memberikan tugas dan kuasa untuk

melanjutkan perutusannya. Di sini tercermin suatu hubungan dari generasi ke

generasi yaitu dari masa tua ke masa yang muda. Paulus yang sudah menjadi tua

menjalin hubungan dengan seorang yang lebih muda yaitu Filemon, agar dia

melanjutkan tugas perutusannya bersama dengan seorang yang muda lagi yaitu

(50)

Menurut penulis, ini berarti bahwa ada hubungan timbal balik antara generasi

tua dengan generasi muda. Dari satu pihak generasi tua membagikan pengalaman

hidup dan ajaran-ajaran kepada generasi muda sebagai model hidup yang sudah

dirintis dan dijalani. Sementara generasi muda memberikan perhatian kepada

generasi tua sebagaimana yang diharapkan Rasul Paulus dalam suratnya kepada

Filemon. Maka masa tua bukanlah alasan untuk berputus asa, melainkan masa yang

seharusnya disyukuri, berkat pengalaman hidup sebagaimana dialami Rasul Paulus.

Dari pengalaman kaum lanjut usia yang ada dalam Kitab Suci ini, dapat

memberi suatu pencerahan baru bahwa pada masa tuapun Allah tetap berkarya dan

bahkan menampakkan karya keselamatan. Maka dari pandangan ini kaum lanjut usia

boleh memandang, bahwa masa tua merupakan sesuatu yang penuh rahmat, karena

itu patut diterima dengan hati terbuka dan disyukuri.

c. Makna Dan Nilai Lanjut Usia

Pada tahun-tahun terakhir ini, manusia hidup lebih lama daripada tahun-tahun

yang lalu dan mereka dapat mengembangkan minat- minat yang dimiliki berkat

pendidikan yang lebih tinggi. Maka lanjut usia bukan dipandang lagi sebagai

ketergantungan pada orang lain atau berkurangnya mutu hidup yang akan

memberikan gambaran negatif bagi kaum lanjut usia. Tetapi di atas semuanya itu

mereka perlu didorong supaya menerima masa hidup secara positif dan tidak

memandang masa lanjut usia sebagai suatu beban yang berat. Dengan demikian

mereka dapat mengisi, menikmati dan memaknai masa lanjut usia dengan

(51)

Orang sering menilai bahwa masa lanjut usia merupakan masa kemunduruan,

masa kelemahan dari segi kemanusiaan dan sosial. Pandangan ini diterima begitu

saja tanpa melihat potensi dan kekayaan yang masih dimiliki oleh kaum lanjut usia.

Padahal ada banyak orang berusia lanjut yang mampu melihat arti penting lanjut usia

dalam konteks eksistensi manusia yang memberi mereka kesempatan-kesempatan

untuk tumbuh, berkembang dan bertekad baik (Dewan Kepausan untuk Kaum

Awam, 2002: 16).

Bock (2007: 3) mengatakan bahwa dalam umur tua orang akan mengalami

banyak keluhan dan penyusutan, tetapi masa itu merupakan masa penuh rahmat dan

hadiah yang amat berharga dari Allah Pencipta yang perlu dipelihara dan dirawat

dengan saksama. Lanjut usia juga ditandai dengan kebaikan dan kegembiraan,

dengan harapan dan kejutan. Orang dapat mencapai puncak perkembangan rohani

dan intelektual justru dalam lanjut usia. Sekali lagi ditegaskan bahwa masa tua

merupakan masa yang penuh rahmat.

Maka diharapkan setiap orang mempersiapkan diri untuk menerima lanjut

usia agar kelak dapat menghayatinya sepanjang hidup, karena lanjut usia tumbuh dan

berkembang bersama dengan diri sendiri dan mutunya tergantung pada kemampuan

untuk memahami dan menghargai nilainya baik pada tingkat manusia semata- mata

maupun tingkat iman. Tartono (2004: 20-22) mengatakan: Orang pada masa tuapun

masih bisa berbuat hal yang berarti dan bermakna. Karena yang harus dilakukan

tidak mesti hal yang besar, hebat atau luar biasa, cukup melakukanhal yang kecil

dan sederhana, asal dikerjakan dengan sepenuh hati, segenap jiwa dan seluruh

(52)

biasa. Maka kaum lanjut usia hendaknya jangan pernah merasa kecil hati, apalagi

rendah diri karena hanya dapat berbuat yang kecil dan sederhana. Sebaliknya merasa

berbangga hati karena masih bisa berbuat sesuatu kendati kecil dan sederhana.

Dewan Kepausan untuk Kaum Awam (2002: 18) menyampaikan, bahwa

orang harus meletakkan usia tua dalam konteks rencana penyelenggaraan Allah

sendiri yang adalah kasih. Setiap orang harus menyambutnya sebagai tahap dalam

perjalanan yang digunakan oleh Kristus untuk menuntunnya ke rumah Bapa (lih.

Yoh 14:2). Hanya dengan diterangi iman dan diperkuat oleh pengharapan yang tidak

akan sia-sia (lih. Rm 5:5), orang akan mampu menyambut usia tua dengan cara yang

benar-benar kristiani, baik secara anugerah maupun sebagai tugas. Inilah rahasia

semangat muda yang tetap dapat dipupuk dan dikembangkan meskipun makin hari

orang makin menjadi tua.

Bila melihat anjuran dan ajakan yang diutarakan Yohanes Paulus II ini, maka

kaum lanjut usia tidak perlu memberontak karena usianya yang tua, tetapi seharusnya

menyambut dan menerima masa tuanya dengan penuh syukur yang didasari oleh

iman dan kasih akan Allah yang selalu menuntunnya selama perjalanan hidup. Maka

setiap kesulitan, kelemahan dan pergulatan yang dihadapi tidak ditanggung sendiri,

tetapi dialami bersama Yesus yang diikutinya, supaya beban penderitaan akan

semakin ringan.

Untuk sampai pada tahap penerimaan di atas tentunya kaum lanjut usia tidak

bisa berjalan sendiri, tetapi perlu mendapatkan pendampingan dari sesamanya. Maka

setiap orang diharapkan dapat bertanggungjawab atas sesamanya seperti yang

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan pertimbangan dan tujuan investasi dari investor, maka perlu dilakukan perluasan penelitian untuk mengkaji faktor-faktor yang berpengaruh terhadap deviden

Dengan mengukur reliabilitas tes, butir soal harus memenuhi criteria yang telah ditetapkan untuk validitas, indeks kesukaran dan daya pembeda dimana dari

Laravel adalah pengembangan website berbasis MVP yang ditulis dalam PHP yang dirancang untuk meningkatkan kualitas perangkat lunak dengan mengurangi biaya pengembangan awal

Biological aspects of reproduction covers the frequency distribution of the length, length relationship weight, the size of the first ripe gonads, sex ratio, gonad maturity

Melihat isi pemberitaan tersebut terlihat adanya keinginan dari pimpinan TVRI untuk membenahi dari segi isi (content) siaran. Ini di lakukan untuk dapat mengimbangi tingkat

pada interval 2,34 – 3 maka dapat disimpulkan bahwa pengamalan tentangzikir dan do’a sehabis melaksanakan salat lima waktu termasuk kategori baik. Berdasarkan hasil

Selanjutnya, Keraf (2003: 136) mengatakan bahwa karangan narasi merupakan suatu bentuk karangan yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan